BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Terjemahan dan Jenis Terjemahan 2.1.1 Hakikat Terjemahan - Teknik, Pergeseran dan Tingkat Keterbacaan Terjemahan Buku Bilingual Kumpulan Cerita Kasih Ibu I Love You Mom...

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Hakikat Terjemahan dan Jenis Terjemahan

2.1.1 Hakikat Terjemahan

  Dalam literatur linguistik, teori terjemahan sering juga disebut ilmu terjemahan (science of translation). Namun, kata “ilmu” di sini berarti teori, metode, teknik dan bukannya ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, mengingat linguistik terjemahan adalah bagian dari ilmu linguistik atau lebih tepatnya cabang dari linguistik aplikasi / lingustik terapan.

  Menurut Moentaha (2006:9) ada dua pengertian yang menyangkut kata “terjemahan” yakni proses dan hasil / analisis sintesis. Pertama, terjemahan sebagai proses kegiatan manusia di bidang bahasa (analisis) yang hasilnya merupakan teks terjemahan (sintesis). Kedua, terjemahan hanya sebagai hasil saja dari proses kegiatan manusia itu. Hasil itu kita sebut teks terjemahan, misalnya jika kita mengatakan :”Belum lama ini terbit terjemahan Soneta Shakespeare. Ini adalah karya terjemahan yang paling baik yang pernah saya baca” .

  Selanjutnya G.Jager (11:194) mengungkapkan proses terjemahan adalah transformasi teks dari satu bahasa ke teks bahasa lain tanpa mengubah isi teks asli.

  Jadi, terjemahan adalah jenis transformasi antar bahasa yang berbeda dengan jenis transfortasi intrabahasa, yakni transformasi yang terjadi di dalam bahasa itu sendiri, yang ada antar teks dalam berbagai bahasa, sedangkan transformasi gramatikal adalah transformasi struktur gramatikal ujaran tanpa mengganti komponen - komponen leksikalnya.

  Dalam proses transformasi terjemahan, kita selalu berhadapan dengan dua teks – teks bahasa asli dan teks bahasa terjemahan. Timbul pertanyaan, kalimat bahasa Indonesia : apa dasarnya, kita bisa mengatakan, bahwa kalimat bahasa Inggris: My uncle live in Jakarta adalah terjemahan kalimat bahasa Indonesia : Pamanku tinggal di Jakarta, sedangkan kalimat bahasa Indonesia :” Saya belajar di sebuah Institut” tidak merupakan terjemahan kalimat bahasa Inggris tersebut di atas.

  Tampaknya, tidak semua penggantian teks dalam satu bahasa dengan teks dalam bahasa lain merupakan terjemahan. Untuk dapat disebut terjemahan, teks dalam bahasa A harus mengandung sesuatu yang sama dengan teks dalam bahasa B. dengan kata lain, dalam memindahkan informasi dari sistem bahasa yang satu ke sistem bahasa yang lain harus dipertahankan isi informasi teks asli. Proses penerjemahan bisa berlangsung berkat adanya satuan - satuan bahasa : morfem (satuan bahasa terkecil), kata, rangkaian kata – kata (tunggal dan majemuk) dan teks / wacana (satuan bahasa terbesar).

  Setiap satuan bahasa dalam setiap bahasa mengandung dua sisi / tingkat (level) : tingkat pengungkapan (level of expression) dan tingkat isi (level of content).

  Berbagai bahasa mempunyai satuan-satuan yang berlainan tingkat pengungkapannya, tapi sama pada tingkat isinya. misalnya, kalimat bahasa Inggris : This is a chair diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia: Ini (adalah) meja, yang berbeda tingkat pengungkapannya (bentuknya), tapi sama pada tingkat isinya (maknanya).

  Dalam proses terjemahan selalu ada dua teks yang pertama disusun berdasarkan pada tingkat isi kedua, sedangkan yang kedua disusun berdasarkan pada tingkat isi yang pertama. Teks yang pertama disebut teks asli, sedangkan teks kedua disebut teks terjemahan. Bahasa, yang teksnya merupakan teks asli, disebut bahasa sumber (source languange) atau bahasa pemberi, sedangkan bahasa, yang teksnya merupakan teks terjemahan disebut bahasa sasaran atau bahasa target.

  Dengan demikian, dapat dirumuskan bahwa terjemahan adalah proses pergantian dengan teks dalam bahasa sasaran tanpa mengubah tingkat isi teks bahasa dalam bahasa sasaran. Namun, dari awal perlu ditekankan di sini, bahwa pengertian “tingkat isi” harus dipahami secara maksimal, yakni tidak hanya yang menyangkut arti dasar (material meaning), ide atau konsepsi yang terkandung dalam teks bahasa sasaran yaitu berupa norma – norma bahasa, seperti makna leksikal, makna gramatikal, nuansa stilistik / nuansa ekspresif. lebih jelasnya bahwa kepatuhan pada norma - norma bahasa tesebut dalam penerjemahan merupakan kewajiban yang tidak boleh dilanggar oleh penerjemah, kendati dia bebas memilih sarana yang satu, maupun yang lain dalam melakukan kegiatan terjemahan dengan prosedur tetap mempertahankan semua informasi yang terkandung dalam teks bahasa sasaran.

  Misalnya pengungkapan informasi dalam teks asli menggunakan sarana gramatikal, tapi tetap disampaikan dalam teks terjemahan dengan bantuan sarana leksikal kalimat sarana gramatikal - kala pluperfektum (past perfect tense) yang tidak ada dalam sistem gramatikal bahasa Indonesia, sehingga penerjemahannya menggunakan sarana leksikal : ‘Dia dulu pernah begitu cantik’. Penggantian sarana gramatikal dengan sarana leksikal dalam penerjemahan mungkin tidak terjadi, jika teks menyampaikan semua informasi yang ada dalam teks bahasa sasaran, termasuk sarana gramatikalnya.

2.1.2 Jenis Terjemahan

  Roman Jacobson (1959 : 234) membedakan terjemahan menjadi tiga jenis yaitu : 1) Terjemahan intrabahasa (Intralingual translation ) 2) Terjemahan antar bahasa (Interlingual translation ) 3) Terjemahan intersemiotik (Intersemiotic translation )

  Berdasarkan jenis – jenis terjemahan tersebut, dapat dijelaskan seperti dibawah ini: 1) Terjemahan intrabahasa (Intralingual translation atau rewording), adalah pengubahan suatu teks lain berdasarkan interpretasi penerjemah, dan kedua teks ditulis dalam bahasa yang sama.

  Contohnya :

  Pada saat seorang anak yang sedang belajar berbahasa. Anak tersebut belum menguasai banyak kosakata, ketika dia mendengar atau menemukan kata yang belum dimengerti, dia akan bertanya kepada orang lain. Misalnya dia akan kemudian mereka menjelaskan kata yang tidak dimengerti dengan menggunakan kata yang sederhana sesuai pola berpikir anaknya dapat mengerti. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan penjelasan terhadap kata tersebut, atau memberikan sinonimnya. Sebenarnya ayah atau ibu tersebut telah melakukan penerjemahan untuk anaknya. 2)

  Terjemahan antar bahasa (Interlingual translation atau Translation proper) yaitu terjemahan dalam arti sesungguhnya, seperti menerjemahkan bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran.

   Contohnya :

  Suatu teks dalam bahasa Inggris diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dapat diberikan contoh kata house atau home diterjemahkan menjadi ‘rumah’.

3) Terjemahan intersemiotik (Intersemiotic translation atau transmutation).

  Jenis terjemahan yang ketiga yaitu penerjemahan dari bahasa tulisan ke dalam media lain seperti gambar, musik dan lain – lain, terjemahan jenis ini mencakup penafsiran sebuah teks ke dalam bentuk atau sisi tanda yang lain. Contoh : Seorang guru menulis kata dalam bahasa Inggris yaitu banana, bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti ‘pisang’ . Namun, dalam hal ini peserta didik menterjemahkannya bukan dalam bentuk bahasa sasaran (bahasa Indonesia ) tetapi dalam bentuk gambar.

2.2 Pengertian dan Aturan bagi Penerjemah

  Menurut Bell (1991:15) defenisi penerjemah adalah seorang agen bilingual yang menangani antara seorang komunikasi monolingual dalam dua perbedaan komunikasi bahasa. Penerjemah mengirimkan kode pesan pada satu bahasa dan mereka memberikan kode kembali kepada yang lainnya baik dalam bentuk lisan atau tulisan.

  Dalam penerjemahan teks tulisan hasil rekaan atau non fiksi yang mengandung cerita seperti cerita - cerita yang diterbitkan untuk anak yang pada umumnya mempunyai plot, pelaku dan mempunyai bahasa yang lugas, kadangkala penerjemah memiliki masalah - masalah dalam menerjemahkan cerita anak diantaranya adalah pertama, pengaruh budaya bahasa dalam teks asli. Pengaruh budaya ini bisa muncul dalam gaya bahasa, latar dan tema. Kedua, tujuan moral yang ingin disampaikan kepada pembaca. Dalam prakteknya, masalah ini berada pada proses penerjemahan seperti nama baik, baik nama karakter atau nama tempat, yang mungkin dikenal dalam bahasa sasaran, selain itu perlu diperhatikan pada ciri- ciri konvensi kesusastraan pada saat karya itu ditulis, dengan demikian penerjemah tidak salah memahami naskah aslinya.

  Menurut Belloc yang dikutip oleh Basnett – McGuire (1980:116), ada enam aturan umum bagi penerjemah dalam prosa fiksi (tulisan hasil rekaan yang mengandung cerita): 1.

  Penerjemah tidak boleh menentukan langkahnya hanya untuk menerjemah kata keseluruhan karya, baik karya aslinya ataupun karya terjemahannya. Ini berarti penerjemah harus menganggap naskah aslinya sebagai satu kesatuan unit integral, meskipun saat menerjemahkannya ia mengerjakan bagian perbagian.

  2. Penerjemah hendaknya menerjemahkan idiom menjadi idiom pula. Di sini harus diingat bahwa idiom dalam bahasa sumber mungkin sekali mempunyai padanan idiom dalam BSa, meskipun kata – kata yang dipergunakan tidak sama persis, contoh ekspresi ‘It doesn’t pay”. Dalam menerjemahkan ekspresi itu, penerjemah tidak bisa menerjemahkannya menjadi ‘itu tidak bisa membayar’, hal tersebut akan menimbulkan bisa jadi tidak sesuai dengan teks yang ingin disampaikan sehingga tidak ada korelasi pada teks tersebut. Oleh karena itu, alangkah baiknya penerjemah perlu mencari padanan dari idiom bahasa sumber di dalam bahasa sasaran.

3. Penerjemah harus menerjemahkan “maksud” menjadi “ maksud” juga, Kata

  “maksud’ di sini berarti muatan emosi atau perasaan yang dikandung oleh ekspresi tertentu. seperti ungkapan “Yuna, Please” ungkapan tersebut dapat berupa memohon atau mempersilahkan. Oleh karena itu, penerjemah harus lebih bijaksana untuk memilih terjemahan yang lebih tepat dengan konteks cerita yang dimaksud .

  4. Penerjemah harus waspada terhadap kata- kata atau struktur yang kelihatannya sama dalam BSu dan BSa, tetapi sebenarnya sangat berbeda. Sebagai contoh kalimat I won’t be long bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yaitu ‘

  Saya tak akan panjang’ Setelah disimak kembali ternyata bukan itu padanannya dalam bahasa Indonesia. Padanannya adalah ‘saya tak akan lama’.

5. Penerjemah hendaknya berani mengubah segala sesuatu yang perlu diubah dari

  BSu ke dalam BSa dengan tegas. Seperti ungkapan kebangkitan kembali ‘ Jiwa asing dalam tubuh pribumi’, tentu saja yang dimaksud adalah “ Tubuh Pribumi” ini adalah bahasa Sasarannya (BSa) 6. Meskipun penerjemah harus mengubah segala yang perlu diubah, tetapi pada langkah ke enam penerjemah tidak boleh membubuhi cerita aslinya dengan menambah atau mengurangkan kosakata yang bisa membuat cerita dalam BSa itu lebih buruk atau lebih indah sekalipun. Tugas penerjemah adalah menghidupkan ‘Jiwa Asing’ tadi, bukan memperindah bahkan memperburuk sehingga tidak sesuai dengan pesan yang disampaikan penulis cerita aslinya atau teks sumbernya.

  Dengan demikian jelas sekali bahwa dalam penerjemahan prosa fiksi (cerpen/novel/cerita anak), penerjemah mementingkan makna, bentuk , pesan, kemudian gaya bahasa hal tersebut sama seperti apa yang disampaikan Larson dalam penerjemahan berdasarkan makna (1984 : 2), Nida dan Taber dalam teori dan praktek penerjemahan (1969:33), Molina dan Albir dalam teknik penerjemahan (509 - 511) serta Catford dalam pergeseran yang terjadi pada penerjemahan (1965:73).

2.3 Proses Penerjemahan

  Proses Penerjemahan yang dimaksud di sini adalah suatu model untuk menerangkan proses pikir (internal) yang dilakukan manusia saat melakukan penerjemahan. Nida dan Taber (1969:33) mengambarkan proses penerjemahannya, sebagai berikut:

  A (Source) B (Receptor)

(Analysis) (Restructuring)

X (Transfer) Y

Gambar 1.1 : Proses Penerjemahan oleh Nida dan Taber (1982:33)

  Dalam Proses ini terdapat tiga tahap yaitu tahap analisis (analysis), tahap pengalihan (transfer) dan tahap penyusunan kembali (restructuring). Penerjemah menganalisis teks BSu dalam hal (a) hubungan gramatikal kata - kata untuk memahami makna atau isinya secara keseluruhan. Hasil tahap ini, yaitu makna BSu yang telah dipahami, ditransfer ke dalam pikiran penerjemah dari BSu ke dalam BSa.Setelah itu, dalam tahap restrukturisasi, makna tersebut ditulis kembali dalam BSa sesuai dengan aturan dan kaidah yang ada dalam BSa.

  Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh berikut: Kalimat asli : She taught them all about flower (Dt:168)

  1. Analisis. pada tahap pertama penerjemah memikirkan hal–hal berikut. She adalah subjek kalimat asli. taught adalah kata kerjanya. She adalah orang ketiga tunggal dan berjenis kelamin perempuan. kata kerja teach secara grammar harus berubah menjadi taught, hal tersebut untuk menunjukkan bahwa kejadiannya sudah berlangsung. Sedangkan them adalah objek yang penderita,

  all about flower diterjemahkan menjadi ‘semua hal tentang bunga’, meskipun

  penerjemah menambahkan kata ‘hal’. untuk memperjelaskan bahwa yang diajarkan bukan hanya mengenai bunga melainnya segala sesuatu yang berhubungan dengan bunga.

  2. Transfer. Pada tahap kedua penerjemah mengalihkan materi – materi yang telah dianalisis dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran diantaranya yaitu orang ketiga tunggal adalah ia, dia, dan beliau dalam bahasa Indonesia. Jenis kelamin perempuan tidak dapat diwakili dengan kata lain selain kata perempuan atau wanita. taught terjemahan menjadi mengajari yang menjelaskan pekerjaan tersebut telah selesai dikerjakan. Selanjutnya, all about flower yang diterjemahkan menjadi semua hal tentang bunga, penerjemahan tersebut tidak mengalami pergeseran, tetapi penerjemah menambahkan kata hal untuk menjelaskan bahwa dia mengajari segala yang ada pada bunga tersebut, meskipun pada penerjemahan. (harus diingat, semua yang dilakukan dalam tahap ini hanya terjadi di dalam pikiran penerjemah ).

  3. Restrukturisasi. Pada tahap ketiga, mulailah penerjemah menyusun kembali makna dengan menuliskan sesuatu terjemahan dari kalimat tersebut di atas, contohnya : ‘Dia (perempuan) mengajari semua hal tentang bunga.’ 4. Evaluasi dan Revisi. Dalam tahap ini penerjemah kembali mengamati hasil kerjanya. Dia merasa bahwa kalimat itu kurang luwes dalam bahasa Indonesia, maka kata ‘perempuan’ tidak diterjemahkan. Kata beliau dirasanya terlalu sopan, maka penerjemah bisa merevisi kalimat itu menjadi ‘dia mengajari semua hal tentang bunga’.

  Selain Nida dan Taber, Larson (1984:3) juga mengajukan model proses terjemahan. Hal tersebut terlihat pada gambar berikut :

  

SOURCE LANGUAGE RECEPTOR LANGUAGE

Text to be translated Translation

  

Discover the Re-express the

meaning meaning

Meaning

Gambar 1.2 : Proses penerjemahan menurut Larson (1984:2) Gambar tersebut menunjukkan proses yang sama dengan restrukturasi Nida dan Taber, yang berbeda adalah tahap transfer. Larson tidak mengungkapkan secara terpisah pada tahap ini, tatapi Larson menganggap bahwa dalam tahap transfer pada proses penerjemahan yang dilakukan secara otomatis hadir jika penerjemah mengungkapkan kembali makna yang dipahami di dalam BSa.

  Dari bahasan tentang proses penerjemahan dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya proses penerjemahan terdiri dari dua tahap : (a) Analisis teks asli dan pemahaman makna dan atau pesan teks asli dan (b) pengungkapan kembali makna atau pesan yang berterima dalam bahasa sasaran, termasuk gaya bahasa yang digunakan penerjemah dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca.

2.4 Pengertian Kata, Frasa, Klausa dan Kalimat.

  Dalam mencari kesepadanan pada penerjemahan salah satunya di antaranya adalah menyangkut padanan formal bahasa, yaitu berupa padanan kata per kata frase per frase, klausa per kluasa dan kalimat per kalimat tetapi dalam

  ,

  penerjemahan, bentuk struktur pada bahasa sumber dan bahasa sasaran tentunya tidak selalu sama, oleh karena itu untuk lebih memahami perbedaan antara tataran kata, frasa, klausa dan kalimat dapat dijelaskan sebagai berikut :

2.4.1 Kata

  Kata adalah kumpulan dari beberapa huruf / letter yang membentuk arti/makna tertentu. Menurut Chaer (1994:208), kata terdiri dari dua jenis yaitu:

  1) Kata penuh (fullword), yaitu kata yang secara leksikal memiliki makna, mempunyai kemungkinan mengalami proses morfologi, merupakan kelas terbuka, dan dapat berdiri sendiri sebagai sebuah satuan tuturan. Yang termasuk kata penuh adalah nomina, verba, adjektiva, adverbia dan numeralia seperti :

  nuggets (nugget) (Dt:231) , enjoy (Dt:272), home (rumah).(Dt:322),

  2) Kata tugas (function word), yaitu kata yang secara leksikal tidak mempunyai makna, tidak mengalami proses morfologi, merupakan kelas tertutup dan tidak dapat berdiri sendiri, yang termasuk kategori ini adalah preposisi dan konjungsi.

  Contoh : and (dan)(Dt:222), always (selalu)(Dt:027).

2.4.2 Frasa Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif.

  Pendapat ini dikemukakan oleh Kridalaksana (2001:59). Contoh frasa dalam bahasa Inggris misalnya playing soccer (bermain sepak bola), a red dress (baju merah), dan beautiful girl (perempuan cantik).

  Dalam bahasa Inggris, terdapat unsur-unsur pembentuk frasa yaitu: 1)

  Head, yaitu unsur pusat frasa 2)

  Premodification, yaitu keterangan yang terletak sebelum unsur pusat 3)

  Postmodification, yaitu keterangan yang terletak setelah unsur pusat Frasa dalam bahasa Inggris dibagi menjadi beberapa jenis, sesuai dengan komponen-komponen penyusun dan fungsinya. yaitu

  1) Frasa nomina, digunakan sebagai nomina dan salah satu fungsinya dalam kalimat adalah sebagai subjek.

  Contohnya: The pilot landed the plane (Pilot mendaratkan pesawat).

  The flower seller lady sewed petals after of flowers

  (Si wanita penjual bunga menjahit kelopak demi kelopak bunga) (Dt:178) 2) Frasa adjektiva, digunakan sebagai adjektiva yang menerangkan nomina.

  Contoh: Blue is my favorite color ( Biru adalah warna kesukaanku)

  3) Frasa adverbia, digunakan sebagai kata keterangan.

  Contoh: He drives the car very slowly.

  Dia mengendarai mobil sangat lambat.

  She planted the most beautiful flowers.

  Dia menanam bunga yang terindah (Dt:176) 4)

  Frasa verba, dalam kalimat berfungsi sebagai predikat. Frasa ini dapat berbentuk kelompok kata ataupun satu kata.

  Contoh: He landed the plane, she smiled.

  Dia mendaratkan pesawat, dia tersenyum

  My mother and I laught

  Ibu dan aku tertawa (Dt:338)

  5) Frasa preposisi, dalam kalimat berfungsi sebagai keterangan, ditandai dengan hadirnya preposisi sebagai unsur pembentuk frasa.

  Contoh: He lives in the village.

  Dia tinggal di desa

  One day, I was invited to stay at my friend’s house

  Suatu hari,aku diajak menginap di rumah temanku (Dt:141)

2.4.3 Klausa

  Klausa adalah satuan gramatikal berupa kelompok kata yang sekurang- kurangnya terdiri dari subjek dan predikat dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat. Pengertian ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Kridalaksana (2001:110).

  Senada dengan Kridalaksana, Chaer (1994:231) menyebut klausa sebagai satuan sintaksis yang berupa runtutan kata - kata berfungsi predikatif. Fungsi subjek dan predikat merupakan fungsi yang harus ada dalam konstruksi klausa. Ia juga mengemukakan bahwa klausa berpotensi untuk menjadi kalimat tunggal karena di dalamnya sudah ada fungsi sintaksis wajib, yaitu subjek dan predikat.

  Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa klausa adalah kumpulan kata - kata yang memiliki subjek dan predikat. Klausa dalam bahasa Inggris dibagi menjadi dua,yaitu: 1.

  Main clause, yaitu klausa yang dapat berdiri sendiri dalam kalimat.

  Contoh: The boys run

  s v (Anak laki-laki itu berlari) s v The girl was sad s v (Gadis itu merasa sedih) (Dt:064) s v

  2) Subordinate clause, yaitu klausa yang hadir bersama mainklausa untuk mengungkapkan ide tambahan. Klausa ini tidak bisa berdiri sendiri.

  Contoh: The man who stand in the corner is my friend in the campus

  clause main clause Laki-laki yang berdiri diujung sana adalah teman saya di kampus. Klausa main klausa

  The box mean a lot to her because she had owned it since she was a child (Dt:113) clausa main clause Kotak itu amat berarti baginya karena dia sudah memiliki kotak dia sudah memiliki klausa main klausa kotak itu sejak kecil.

  Klausa bebas mempunyai struktur lengkap, sedangkan klausa terikat sebaliknya. Unsur yang ada dalam klausa ini mungkin hanya subjek , predikat , objek, atau berupa keterangan.

2.4.4 Kalimat

  Pengertian kalimat menurut Kridalaksana (2001:92), dalam Kamus Linguistik adalah “Konstruksi gramatikal yang terdiri dari satu atau lebih klausa yang ditata menurut pola tertentu dan dapat berdiri sendiri sebagai satu kesatuan”.

  Selanjutnya, Chaer (1994:240),mengemukakan pendapatnya yaitu bahwa “kalimat merupakan satuan sintaksis, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final”. dan untuk lebih jelasnya Chear juga membagi jenis - jenis kalimat menjadi: 1)

  Kalimat inti dan kalimat non - inti Kalimat inti adalah kalimat yang dibentuk klausa inti yang lengkap.

  Sedangkan kalimat non - inti terbentuk karena adanya proses transformasi seperti pemasifan, pertanyaan, dan lain - lain terhadap kalimat inti.

  Contoh:

  Kalimat inti Kalimat non-inti I went to the movie yesterday I didn’t go to the movie yesterday. Saya pergi ke bioskop kemarin Saya tidak pergi ke bioskop kemarin

  Did I go to the movie yesterday?

  Apakah saya pergi ke bioskop kemarin

  She is my brave bodyguard She doesn’t my brave bodyguard

  Dia adalah penjagaku yang berani Dia bukan penjagaku yang berani (Dt:030)

  Does she my brave bodyguard

  Apakah dia penjagaku yang berani?

  2) Kalimat tunggal dan Kalimat majemuk

  Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri dari satu klausa, sedangkan kalimat majemuk terdiri lebih dari satu klausa.

  Contoh:

  Kalimat tunggal Kalimat majemuk

  The birds sing along the day He opened the door then closed the window

  Burung - burung berkicau sepanjang Dia membuka pintu kemudian membuka hari. jendela.

  I will see you soon My mother is perfect because she serves Kita akan segera bertemu (Dt:16) perfect because she serves perfect dinner.

  Ibuku sempurna karena dia menyajikan makan malam yang sempurna (Dt:241) 3)

  Kalimat mayor dan Kalimat minor Jika klausa pada satu kalimat lengkap, sekurang-kurangnya memiliki unsur subjek dan predikat, maka kalimat itu disebut kalimat mayor. Jika tidak lengkap, maka disebut kalimat minor.

  Contoh:

  Kalimat mayor Kalimat minor

  My brother runs every morning Hallo!

  Abang saya berlari setiap pagi Hallo!

  No Smoking! Flo gave the old lady her lunch Dilarang Merokok!

  Flo memberikan makan siangnya pada wanita tua.(Dt:171) Excuse me! Permisi !

  4) Kalimat verbal dan Kalimat non - verbal Kalimat verbal dibentuk dari klausa verbal atau kalimat yang predikatnya berupa kata kerja atau frasa verba. Sedangkan kalimat non - verbal adalah kalimat yang predikatnya bukan kata atau frasa verbal. Karena banyaknya tipe verba, maka setiap bahasa mempunyai cara tersendiri untuk membentuk kalimat ini.

  Dalam bahasa Inggris dikenal adanya kalimat transitif dan intransitif, yang predikatnya berupa verba transitif atau intransitif.

  Contoh:

  Kalimat verbal Kalimat non - verbal

  The baby cries (Intransitif) My sister is beautiful

  Bayi menangis Kakak saya cantik

  I cut the grass (Transitif) She is a teacher

  Saya potong rumput Dia adalah seorang guru

  My mother and I giggled (Intransitif) She is a mathematician

  Ibu dan aku terkikik (Dt:340) Dia adalah seorang matematika (Dt:010)

  She loved the box (Transitif) She is also a scientist

  Dia mencintai kotak itu (Dt:137) Dia juga seorang ilmuan (Dt:012)

2.5 Teknik Penerjemahan

  Teknik penerjemahan ialah cara yang digunakan untuk mengalihkan pesan dari BSu ke BSa, diterapkan pada tataran kata, frasa, klausa dan kalimat. Menurut Molina dan Albir (2002:509), teknik penerjemahan memiliki lima karakteristik: 1. Teknik penerjemahan mempengaruhi hasil terjemahan.

  2. Teknik diklasifikasikan dengan perbandingan pada teks BSu.

  3. Teknik berada tataran mikro.

  4. Teknik tidak saling berkaitan tetapi berdasarkan konteks tertentu.

  5. Teknik bersifat fungsional.

  Setiap pakar memiliki istilah tersendiri dalam menentukan suatu teknik penerjemahan, sehingga cenderung tumpang tindih antara teknik dari seorang pakar satu dengan yang lainnya. Teknik yang dimaksud sama namun memiliki istilah yang berbeda. Dalam hal keberagaman tentunya hal ini bersifat positif, namun di sisi lain terkait penelitian akan menimbulkan kesulitan dalam menentukan istilah suatu teknik tertentu. Molina dan Albir (2002) mengembangkan 20 teknik yang dapat digunakan untuk menganalisis dan mengklasifikasikan bagaimana kesepadanan terjemahan berlangsung yang diterapkan pada berbagai satuan lingual. Pada bagian berikut ini dikemukakan teknik penerjemahan versi Molina – Albir (2002: 509 -511).

1. Adaptasi (Adaptation) adalah teknik ini dikenal dengan teknik adaptasi budaya.

  Teknik ini dilakukan dengan mengganti unsur - unsur budaya yang ada BSu dengan unsur budaya yang mirip dan ada pada BSa. Hal tersebut bisa dilakukan karena unsur budaya dalam BSu tidak ditemukan dalam BSa, ataupun unsur budaya pada BSa tersebut lebih akrab bagi pembaca sasaran. Teknik ini sama dengan teknik padanan budaya.

  Contoh :

  Dalam bahasa Inggris, breakfast berkaitan dengan kata milk, orange juice, egg,

  

roll dan bread, sementara itu di dalam budaya Indonesia secara umum, kata ungkapan breakfast menjadi ‘sarapan’ mengacu pada makan di pagi hari, meskipun jenis makanan kedua budaya tersebut berbeda.

  2. Amplifikasi (Amplification) adalah teknik penerjemahan yang mengeksplisitkan atau memparafrase suatu informasi yang implisit dalam bahasa sumber. Contoh :

  Kata Imlek dapat diparafrasekan menjadi hari raya tahun baru Tiongkok. Kata

  

Imlek yang merupakan kata atau gabungan kata yang dengan diparafasekan dalam

  bahasa sumbernya secara implisit (informasi yang tersembunyi). Tetapi dalam teknik penerjemahannya memberikan informasi yang diekspresikan secara jelas pada unsur bentuk gramatikalnya, yaitu hari raya tahun baru Tiongkok.

  3. Peminjaman (Borrowing) ialah teknik penerjemahan yang dilakukan dengan

  meminjam kata atau ungkapan dari BSu. Peminjaman itu bisa bersifat murni (pure

  borrowing ) tanpa penyesuaian atau peminjaman yang sudah dinaturalisasi

  (naturalized borrowing) dengan penyesuaian pada ejaan ataupun pelafalan. Kamus resmi pada BSa menjadi tolak ukur apakah kata atau ungkapan tersebut merupakan suatu pinjaman atau bukan.

   Contoh : BSa : Mixer BSu : Mixer Peminjaman Murni BSa : Mixer BSu : Mikser Peminjaman Alamiah

  4. Calque adalah teknik penerjemahan dimana penerjemah menerjemahkan frasa bahasa sumber secara literal.

  Contoh:

  Directorate general diterjemahkan menjadi ‘Direktorat Jendral’. Intereferensi struktur bahasa sumber pada bahasa sasaran adalah khas dari teknik calque.

  Pada frasa Directorate general yang diterjemahkan menjadi ‘Direktorat general’ tidak mengubah makna dan letak strukturnya pada bahasa sasaran.

5. Kompensasi (Compensation) yakni teknik penerjemahan dimana penerjemah

  memperkenalkan unsur-unsur informasi atau pengaruh stilistik teks bahasa sumber di tempat lain dalam teks bahasa sasaran.

  Contoh: Why don’t you write a good thrilling detective story? ‘she asked.

  Me? exclaimed Mrs. Albert Forrester, for the first time in her life regardless of grammar.

  “Mengapa Anda tidak menulis roman detektif yang menegangkan?”tanyanya. “Apaan?” teriak Ny. Albert Forrester, untuk pertama kali dalam kalimat elipsi bentuk kasus datif /akusatif (kasus objek)pronominal persona me dan bukannya

  I, karena penggunaan me dianggap oleh banyak orang sebagai “pelanggaran”

  norma gramatikal, padahal anggapan seperti itu tidak cukup berdasar, karena bentuk me dalam hal semacam itu sudah lama menjadi norma bahasa standar Prof. M. Whitehall (51:104) dari Universitas Udayana (dalam Moentaha Salihen, 2006:35), yang mengakui “pelanggaran” gramatikal seperti itu sebagai bentuk yang resmi dan sah bahasa Inggris percakapan. Dan pengakuannya diperkuat

  this and that, written English uses these and those. “Them men have arrived”,

  Tapi dalam proses terjemahan, bagaimana pun juga “ pelanggaran” gramatikal dalam sastra tetap mengandung nuansa ekspresif yang wajib disampaikan (lewat teknik kompensasi) oleh penerjemah ke dalam teks terjemahan, tidak pandang akan adanya pengakuan, bahwa pelanggaran seperti itu tidak masalah.

  Mengingat bahasa Indonesia tidak mengenal sistem kasus yang mengubah bentuk pronominal personal seperti itu penerjemah memutuskan untuk menggunakan teknik kompensasi, yaitu mengkompensasikan me dengan pronomina ragam cakapan “apaan” di tempat pronominal ragam baku “apa”. Dengan demikian, penerjemah berha sil menyampaikan informasi yang sama juga “melanggar” norma gramatikal karena menggunakan pronominal ragam tidak baku.

  Contoh terjemahan di atas menunjukkan, bahwa teknik kompensasi digunakan, terutama sekali, untuk menyampaikan spesifikasi bahasa pemberi, seperti nuansa dialek, pertuturan individual yang spesifik, yang tidak selalu mempunyai padanan dalam bahasa sumber.

6. Deskripsi (Description) merupakan teknik penerjemahan yang diterapkan

  dengan menggantikan sebuah Istilah atau ungkapan dengan deskripsi bentuk dan fungsinya.

   Contoh : Samurai (The sword of Japanese aristocracy)

  Dalam bahasa Jepang tidak bisa diterjemahkan dengan kaum bangsawan untuk itu, padanan deskriptif harus digunakan. Kaum Samurai harus diterjemahkan menjadi aristocrat Jepang pada abad XI sampai XIX yang menjadi pegawai pemerintahan, padanan deskriptif ini sering kali ditempatkan menjadi satu dalam daftar kata - kata atau glossary. Padanan ini berusaha mendeskripsikan makna atau fungsi dari bahasa sumber, teknik ini dilakukan karena kata bahasa sumber tersebut sangat terkait dengan budaya khas bahasa sumber dan penggunaan padanan budaya dirasa tidak bisa memberikan derajat ketepatan yang dikehendaki seperti yang telah dijelaskan pada contoh tersebut.

7. Kreasi diskursif (Discursive creation) dimaksudkan untuk menampilkan

  kesepadanan sementara yang tidak terduga atau keluar dari konteks. Teknik ini lazim diterapkan dalam menerjemahkan judul buku atau judul film.

  Contoh :

  A betrayed son si Malinkundang diterjemahkan Si Malingkundang 8.

   Kesepadanan Lazim (Established equivalent) adalah teknik dengan

  penggunaan istilah atau ungkapan yang sudah lazim (berdasarkan kamus atau penggunaan sehari-hari). Teknik ini mirip dengan penerjemahan harfiah.

   Contoh : Kata handphone lebih dikenal dari pada telepon genggam.

  Pada teknik penerjemahan kata handphone berasal dari bahasa Inggris namun sudah menjadi Istilah umum dan lazim digunakan dalam berbahasa sehari – hari meskipun kata tersebut terletak pada bahasa sumber (bahasa Indonesia) namun

  9. Generalisasi (Generalization) Teknik ini menggunakan istilah yang lebih umum

  pada BSa untuk BSu yang lebih spesifik. Hal tersebut dilakukan karena BSa tidak memiliki padanan yang spesifik.

  Contoh: She was letting her temper go by inches diterjemahkan dia sedikit demi sedikit kehilangan kesabaran’.

  Pada contoh pertama,tidak mungkin digunakan padanan kamus kata bahasa Inggris, Inchi – ‘inci’, karena dalam bahasa Indonesia kata ‘inci’ biasanya tidak digunakan dalam bahasa makna kiasan atau metaforis seperti dalam bahasa Inggris.

  Contoh lainnya : Penthouse diterjemahkan menjadi tempat tinggal 10.

   Amplifikasi Linguistik (Linguistic Amplification) yakni teknik penerjemahan

  dengan menambah unsur – unsur linguistik dalam teks bahasa sasaran. Teknik ini lazim diterapkan dalam pengalihbahasaan secara konsekutif atau sulih suara (dubbing).

  11. Kompresi Linguistik (Linguistic compression) merupakan teknik penerjemahan

  yang dapat diterapkan penerjemah dalam pengalihbahasaan dalam penerjemahan teks film.

  12. Penerjemahan harfiah (Literal translation) merupakan teknik penerjemahan di mana penerjemah menerjemahkan ungkapan kata demi kata.

   Contoh :

  I have quite a few friends diterjemahkan saya mempunyai sama sekali tidak banyak teman

  13. Modulasi (Modulation) merupakan teknik penerjemahan dengan mengubah

  sudut pandang, fokus atau kategori kognitif dalam kaitannya dengan teks sumber. Perubahan sudut pandang tersebut dapat bersifat leksikal atau struktural.

  Contoh : Bsu : I broke my hand Bsa : Tanganku patah

  Pada contoh di atas, penerjemah memandang persoalannya dari objeknya, yaitu tangan, bukan dari segi pelaku ‘saya’. Cara pandang ini merupakan suatu keharusan karena dalam struktur bahasa Indonesia.

  

14. Partikularisasi (Particularization) adalah Teknik penerjemahan dimana

  penerjemah menggunakan istilah yang lebih konkrit, presisi atau spesifik, dari superordinat ke subordinat. Teknik ini merupakan kebalikan dari teknik generalisasi.

  Contoh: Air transportation di terjemahkan menjadi Pesawat.

  15. Reduksi (Reduction) merupakan kebalikan dari teknik Amplifikasi. Informasi teks bahasa sumber dipadatkan dalam bahasa sasaran.

  The month of fasting diterjemahkan Ramadhan, Teknik ini mirip dengan teknik penghilangan (Ommission atau deletion atau subtaction atau implisitasi).

  Dengan kata lain, informasi yang eksplisit dalam teks bahasa sumber dijadikan implisit dalam teks bahasa sasaran.

  16. Substitusi (Substitution) merujuk pada pengubahan unsur – unsur linguistik

  dan paralinguistik (intonasi atau isyarat). Bahasa isyarat dalam bahasa Arab, yaitu dengan menaruh tangan di dada diterjemahkan menjadi Terima kasih atau bila diterjemahkan dalam bahasa Inggris menjadi Thank you.

  17. Variasi (Variation) adalah dengan mengubah unsur - unsur linguistik atau

  paralinguistik yang mempengaruhi variasi linguistik : Perubahan tekstual, gaya bahasa, dialek sosial, dialek geografis. Teknik ini lazim diterapkan dalam menerjemahkan naskah drama.

  

18. Transposisi. Teknik penerjemahan di mana penerjemah melakukan perubahan

  kategori gramatikal. Teknik ini sama dengan teknik pergeseran kategori, struktur dan unit. Seperti kata menjadi frasa.

  Contoh: BSu : Adept BSa: Sangat terampil

  19. Penambahan adalah teknik yang lazim diterapkan dalam kegiatan penerjemahan

  berupa penambahan informasi yang pada dasarnya tidak ada dalam kalimat sumber. Kehadiran informasi tambahan dalam kalimat sasaran dimaksudkan untuk lebih memperjelas konsep yang hendak disampaikan penulis asli kepada para pembaca sasaran.

  Contoh :

The women came late di terjemahkan menjadi wanita tua itu datang terlambat.

  Di dalam contoh kalimat ditambahkan kata ‘tua’ agar teks bahasa sasaran menjadi lebih dipahami.

20. Penghilangan (Deletion) adalah penghapusan kata atau bagian teks bahasa

  sumber di dalam teks bahasa sasaran. Dengan kata lain penghapusan berarti tidak diterjemahkan kata atau bagian teks bahasa sumber di dalam teks bahasa sasaran. Pertimbangannya adalah agar tidak mengalami pengulangan kata, selain itu kata atau bagian teks bahasa sumber tersebut tidak begitu penting bagi keseluruhan teks bahasa sasaran dan biasanya agak sulit diterjemahkan. Jadi mungkin penerjemah berfikir daripada harus menterjemahkan kata atau teks bahasa sumber itu dengan konsekuensi pembaca bahasa sasaran agak bingung, maka lebih baik bagi penerjemah untuk menghilangkan saja bagian itu

  Contoh : BSu : “Just like Cut Pamela her sister , “he whispered BSa : “Sama dengan kakaknya , “katanya lirih

  Contoh di atas menunjukkan bahwa dari teknik penerjemahan dilakukan penghilangan yaitu pada nama Cut Pamela, dengan kata lain penerjemah tidak melakukan terjemahan terhadap nama, meskipun secara dapat menjadi ‘memotong’. Agar pesan yang dimaksud penulis tidak menjadi kesalahpahaman pembaca , penerjemah melakukan teknik penghilangan pada kata tersebut.

2.6 Pergeseran dalam Penerjemahan

  Larson (1989:1) mengaitkan kata “makna” dalam mendefenisikan penerjemahan, yang menyatakan bahwa penerjemahan merupakan pengalihan makna dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, maknalah yang harus dipertahankan, sedangkan bentuk boleh diubah.

  Sementara, menurut Catford (1965 :20) penerjemahan berarti mentransfer bahasa sumber ke bahasa sasaran. Penerjemahan (translating) merupakan penggantian materi tekstual pada bahasa sumber ke bahasa sasaran. Dalam proses penerjemahan, penerjemah (translator) selalu berusaha mendapatkan unsur bahasa sasaran yang sepadan dengan bahasa sumbernya agar dapat mengungkapkan pesan yang sama dalam teks sasaran. Karena setiap bahasa mempunyai aturan tersendiri, maka perbedaan aturan ini akan menyebabkan terjadinya pergeseran.

  Sehubungan dengan hal tersebut, Catford (1965:73) kemudian membagi pergeseran menjadi dua jenis, yaitu : (1) Pergeseran Tingkatan (Level Shifts) (2) Pergeseran Kategori (Category Shifts) .

  Dalam pergeseran ini, Catford (1965: 73) menyatakan bahwa sebuah bahasa sumber yang berada pada tingkat linguistik tertentu memiliki bahasa terjemahan dengan sistem bahasa yang sepadan dalam tingkat linguistik yang berbeda, umumnya pergeseran ini terjadi di sekitar perihal kosakata (leksikal) dan tata bahasa (gramatikal) .

  Contoh :

  Grammar to lexis She is swimming diterjemahkan menjadi ‘Dia sedang berenang’ to be + v-ing (grammar) diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan leksikon

  ‘sedang’ Selanjutnya pada pergeseran kategori, pada pergeseran jenis tersebut kebebasan dalam menerjemahkan sangat diutamakan, karena dalam menerjemahkan banyak mengikuti aturan penulisan bahasa sasaran sehingga hasil penerjemahan tidak terlihat seperti bahasa terjemahan. Pergeseran kategori ini terbagi atas 4 (empat) kelompok, yaitu: 1.

   Pergeseran Struktur (Structure Shifts)

  Dalam pengelompokan pergeseran kategori, pergeseran struktur inilah yang paling sering terjadi. Secara gramatika, pergeseran struktur dapat muncul pada berbagai tataran (kata, frase, klausa, atau kalimat), namun masih dalam tingkatan yang sama. Sebagai contoh, sebuah kalimat dalam bahasa sumber diterjemahkan masih dalam tingkatan kalimat juga, walaupun secara gramatikal kalimat dalam bahasa sasaran berbeda.

  Contoh:

   BSu : Your message has been sent BSa : Kami telah mengirim pesan anda

  2. Pergeseran Kelas Kata (Class Shifts)

  Pergeseran kelas kata ini terjadi ketika kelas kata dalam bahasa sumber berbeda dengan kelas kata dalam bahasa sasaran.

   Contoh :

  Preposisi menjadi konjungsi

   BSu : After that, I walked her home BSa : Setelah kami berbelanja, aku mengantarnya pulang.

  3. Pergeseran Unit (Unit Shifts)

  Pergeseran ini hampir sama dengan pergeseran struktur (structure-shifts), tetapi pada pergeseran tataran ini, tingkatan antara bahasa sumber dan bahasa sasarannya berbeda. Misalnya, dua buah kata dalam bahasa sumber dapat menjadi sebuah kata saja dalam bahasa sasaran.

  Contoh :

  kata menjadi frasa

  BSu : Summer BSa : Musim panas BSu : Crib BSa : Tempat tidur bayi

4. Pergeseran Intra Sistem (Intra System-Shifts)

  Sesuai dengan namanya, pergeseran ini terjadi pada kasus-kasus yang melibatkan sistem internal pembentukan bahasa dalam terjemahan. seperti pergeseran yang terjadi pada gramatikal yang sama

  Contoh :

  BSu : The king married Balqis

   BSa : Raja kawin dengan Balqis

  Kata merried dalam bahasa Inggris adalah transitif sedangkan kata kawin dalam bahasa Indonesia adalah verba intransitif.

2.7 Keterbacaan Teks Terjemahan Pada awalnya istilah keterbacaan hanya dikaitkan dengan kegiatan membaca.

  Kemudian, istilah keterbacaan itu digunakan dalam bidang penerjemahan karena setiap kegiatan menerjemahkan tidak bisa lepas dari kegiatan membaca. Dalam konteks penerjemahan, istilah keterbacaan itu pada dasarnya tidak hanya menyangkut keterbacaan teks bahasa sumber tetapi juga keterbacaan teks bahasa sasaran. Hal itu sesuai dengan hakekat dari setiap proses penerjemahan yang memang selalu melibatkan kedua bahasa itu sekaligus. Akan tetapi, hingga saat ini indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keterbacaan suatu teks masih perlu dipertanyakan keandalannya.

  Ukuran keterbacaan suatu teks yang didasarkan pada faktor-faktor kebahasaan bahasa sumber dan bahasa sasaran. Pemahaman yang baik terhadap konsep keterbacaan itu akan sangat membantu penerjemah dalam melakukan tugasnya.

2.7.1 Faktor-faktor yang Menentukan Tingkat Keterbacaan Terjemahan Teks Cerita Anak.

  Pada bagian ini dibahas faktor-faktor yang menentukan tingkat keterbacaan teks. Contoh-contoh yang diberikan dikutip dari berbagai sumber dan dalam berbagai bahasa. Akan tetapi, ada baiknya jika penafsiran terhadap definisi keterbacaan itu dikemukakan terlebih dahulu sebagai pedoman utama dalam membahas faktor-faktor yang menentukan tingkat keterbacaan teks dalam konteks penerjemahan.

  Keterbacaan, atau dalam bahasa Inggris disebut readability, menunjuk pada derajat kemudahan sebuah tulisan untuk dipahami maksudnya. Pelibatan unsur pembaca dalam menentukan tingkat keterbacaan suatu teks merupakan unsur tambahan yang sangat penting pada faktor-faktor kebahasaan. Bagaimana pun juga setiap teks yang dihasilkan adalah untuk dibaca, dan dengan demikian secara otomatis teks itu melibatkan pembaca.

  Sakri dalam Nababan (2003 : 63) mengemukakan faktor-faktor mengenai keterbacaan, seperti yang tertuang dalam kutipan di bawah ini.

  "Keterbacaan, antara lain bergantung pada kosa kata dan bangun kalimat yang dipilih oleh pengarang atau penerjemah untuk tulisannya. Tulisan yang banyak mengandung kata yang tidak umum lebih sulit dipahami daripada yang menggunakan kosa kata sehari-hari, yang sudah dikenal oleh pembaca pada umumnya”.

  Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, faktor-faktor lainnya, seperti penggunaan kata – kata baru , kata taksa , kata kias (Idiom), kalimat tidak lengkap juga dapat membuat tingkat keterbacaan teks menjadi rendah, untuk lebih memahami faktor – faktor keterbacaan tersebut , dapat di jelaskan sebagai berikut: