BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Fungsi MARTUMBA Bagi Masyarakat Batak Toba Di PAHAE : Kajian Folklor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kajian pustaka sangat diperlukan dalam penyusunan sebuah karya

  ilmiah. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep – konsep yang mendukung pemecahan masalah dalam suatu penelitian yang semuanya itu bersumber dari pendapat para ahli, emperisme ( pengalaman peneliti ), dokumentasi, dan nalar peneliti yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

  Sesuai dengan judul skripsi ini yakni : Fungsi Martumba Bagi Masyarakat Batak Toba di Pahae : Kajian Folklor, maka kajian pustaka mencakup tentang implementasi atau perwujudan tarhadap fungsi tarian tumba tersebut bagi masyarakat Batak Toba di Pahae, dan teori yang digunakan.

  Kepustakaan Yang Relevan Pengertian Fungsi

  Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diketahui bahwa ada beberapa pengertian tentang fungsi, baik secara etimologi maupun secara leksikologi.

  Secara leksikal fungsi memiliki pengertian sebagai kemampuan yang dimiliki dari seseorang yang sesuai dengan pekerjaan dan tugasnya. Ada juga lagi yang disebut dengan fungsi sosial yang berarti kegunaan suatu hal bagi hidup suatu masyarakat.

  Salah satu fungsi Tarian tumba yang ada pada masyarakat Batak Toba di Pahae adalah sebagai hiburan pada masyarakat yang ada di Pahae.

  Dahulu masyarakat yang ada di Pahae belum memiliki banyak hiburan yang ada seperti saat sekarang ini. Pada saat terang bulan berlangsung ketika masyarakat banyak berkumpul di halaman perkampungan, muda – mudi bersaamaan melakukan tarian tumba di halaman perkampungan tersebut. Ini merupakan sebagai hiburan yang dipertontonkan masyarakat yang ada di Pahae yang dapat menghibur setiap masyarakat yang menyaksikan tarian tumba tersebut.

  Menurut Kamus Dewan Edisi Ketiga (2002:1378), tari adalah gerakan badan serta tangan dan kaki yang berirama mengikuti rentak musik.

  Tari merupakan gerakan tubuh mengikuti cara – cara ritmik biasanya menggunakan iringan musik dan tergantung pada ruangan, untuk tujuan mengekspresikan sebuah ide atau emosi, pelepasan atau pembebasan energi atau secara sederhana menerima dengan senang hati gerakan itu sendiri.

  Gerakan tari merupakan dari seni budaya yang merupakan refleksi dari sikap, sifat, perilaku serta pengalaman hidup dari masyarakat sendiri.

  Seperti dalam tarian tergambar cita ras dan daya, cipta dan karya dari sekelompok orang atau masyarakat.

  Tari tersebut merupakan gerakan yang rapi dan gerakan yang reguler, secara harmoni mengkomposisikan keindahan perilaku, yang berlawanan yang kegemalaian postur tubuh dan menjadi bahagian dari postur tubuh itu. Tarian tidak sama dengan dengan gerakan yang kita lakukan sehari – hari. Gerakan tari tidak langsung diarahkan untuk bekerja, berpergian, atau mempertahankan hidup walau sebahagian besar praktek tari, gerakannya untuk ekspresi, penikmatan estetika dan hiburan.

  Tarian adalah seni yang mengekspresikan nilai batin melalui gerak yang indah dari tubuh atau fisik dan mimik. Iringan musik secara auditif

  Wiraga adalah dasar keterampilan gerak tubuh atau fisik penari. Gerak merupakan substansi baku dalam tari. Bagian fisik manusia yang dapat menyalurkan ekspresi dalam bentuk gerak tari. Diantaranya adalah

  Menurut Nursantara ( 2006 ) Sebuah tarian merupakan perpaduan dari beberapa buah unsur. Unsur – unsur ini yaitu wiraga ( raga ), wirama (irama ) dan wirasa ( rasa ). Ketiga unsur ini melebur menjadi satu membentuk tarian yang harmonis. Ketiganya harus dilakukan dengan selaras. Jika salah satu unsur ini tidak dilakukan dengan baik, tarian akan terlihat kurang indah.

  • Jari – jari tangan
  • Jari – jari kaki
  • Pergelangan tangan
  • Dada -
  • Perut -

  Siku – siku tangan

  • Pinggul -

  Bahu

  • Biji mata

  Leher

  • Muka dan kepala
  • Alis -
  • Pergelangan kaki

  Lutut

  • Mulut Wirama adalah suatu pola untuk mencapai gerakan yang harmonis.

  Di dalamnya terdapat pengaturan dinamika seperti aksen dan tempo tarian.

  Wirama tandak adalah wirama yang tetap dan murni dengan ketukan dan aksen yang berulang – ulang dengan teratur.

2. Wirama bebas

  Wirama bebas adalah wirama yang tidak selalu memiliki ketukan dengan aksen yang berulang – ulang dan teratur.

  Wirasa merupakan tingkatan penghayatan dan penjiwaan dalam tarian. Penghayatan dan penjiwaan itu seperti : tegas, lembut, gembira dan sedih, yang diekspresikan melalui gerakan dan mimik wajah sehingga melahirkan keindahan.

  Richard Sinaga ( 1994 : 399 ) mengatakan bahwa martumba adalah tarian muda – mudi yang dilakukan sambil menyanyikan lagu – lagu berpantun, biasa dilakukan pada malam hari pada waktu terang bulan.

  Teori Yang Digunakan

  Teori merupakan prinsip dasar yang terwujud dan berlaku secara umum dan akan mempermudah seorang penulis untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam penelitian. Teori sangat diperlukan untuk membimbing dan memberi arah sehingga dapat menjadi tuntunan kerja bagi jelas, agar masalah yang hendak diuraikan dapat terperinci dan terarah dengan baik.

  Berdasarkan penelitian ini, maka penulis menggunakan teori folklore untuk mengkaji fungsi tarian tumba tersebut bagi masyarakat Batak Toba di Pahae.

  Folklor merupakan sebagai sesuatu disiplin ilmu atau cabang ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri di Indonesia. Suatu ilmu yang belum lama dikembangkan oleh para ahli kebudayaan di Indonesia. Berdasarkan

  

etimologi ( asal usul kata ), kata folklor berasal dari bahasa Inggris yaitu

folklore. Kata itu merupakan pengabungan dari dua suku kata yaitu folk dan

lore. folk memiliki arti yang sama dengan kata kolektif.

  Menurut Dundes ( dalam Dananjaya, 1986:1) : folk merupakan sekelompok orang yang memiliki ciri – ciri pengenalan fisik, sosial dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok lainnya. ciri – ciri pengenalan itu antara lain dapat berwujud warna kulit yang sama, bentuk rambut yang sama, mata pencaharian yang sama yang sama, taraf pendidikan yang sama dan agama yang sama. Namun yang lebih penting lagi bahwa mereka memiliki suatu tradisi, yakni kebudayaan yang telah mereka wariskan secara turun temurun. Sedikitnya dua generasi yang dapat mereka akui sebagai milik bersama.

  Adapun yang dimaksud dengan lore adalah sebagian kebudayaannya diwariskan secara turun temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat ( mnemonic device ). Berdasarkan kedua pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa folklore adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar yang diwariskan turun temurun, diantara kolektif macam apa saja secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan, maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat ( mnemonic device ).

  Dengan demikian yang menjadi objek penelitian foklor Indonesia adalah semua folklor dari folk yang ada di Indonesia, baik di pusat maupun di daerah, di kota maupun di desa, pribumi maupun keturunan asing ( peranakan , baik warga negara maupun asing, asalkan mereka sadar akan identitas kelompoknya dan mengembangkan kebudayaan mereka di Indonesia. Bahkan penelitian folklor Indonesia dapat diperluas lagi dengan meneliti folklor dari folk Indonesia yang kini sudah lama ada berada di luar negeri. Penelitian folklor ini menjangkau seluruh masyarakat Indonesia dimana saja, asal saja masih ada kesadaran dalam masyarakat Indonesia akan identitas kelompoknya.

  Ciri pengenalan folklor pada umumnya dapat dirumuskan sebagai berikut : (a) Penyebaran dan pewarisannya biasa dilakukan secara lisan, (b) Folklor mempunyai bentuk berumus atau berpola, (f) Folklor mempunyai kegunaan (function) dalam kehidupan bersama suatu kolektif, (g) Folklor bersifat pralogis (logika sendiri),

  (h) Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu, (i) Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatannya kasar, terlalu spontan.

  Menurut Brunvand ( Danandjaya, 1986 : 21 ) berdasarkan bentuknya folklor dapat digolongkan dalam tiga kelompok besar yaitu :

2. Folklor lisan ( verbal folklore )

  Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya memang murni lisan, bentuk – bentuk (genre) folklor yang termasuk ke dalam kelompok besar ini antara lain : (a) bahasa rakyat (folk speech) seperti logat, julukan, pangkat tradisional dan titel kebangsawanan, (b) ungkapan tradisional, seperti peribahasa, pepatah dan pameo, (c) pertanyaan tradisional, seperti teka – teki, (d) puisi rakyat, seperti pantun, gurindam, dan syair, (e) cerita prosa rakyat seperti mite, legenda, dan dongeng, dan (f) nyanyian rakyat.

  Folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Kepercayaan rakyat misalnya, yang oleh masyarakat modern sering kali disebut dengan takhyul itu, terdiri dari pernyataan yang bersifat lisan ditambah dengan gerak isyarat yang dianggap mempunyai makna gaib, seperti tanda salib bagi orang Kristen Katolik yang dianggap dapat melindungi seseorang dari gangguan hantu, atau ditambah dengan benda material yang dianggap berkhasiat dapat melindungi diri atau dapat membawa rejeki, seperti batu – batu permata tertentu.

  Bentuk folklor yang tergolong dalam kelompok besar ini, selain kepercayaan rakyat adalah permainan rakyat, teater rakyat, tarian rakyat, adat – istiadat, upacara, pesta rakyat dan lain – lain.

4. Folklor bukan lisan ( non verbal folklore ).

  Folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Kelompok besar ini dapat dibagi menjadi dua subkelompok yakni yang material dan yang bukan material. Bentuk – bentuk folklor yang tergolong material antara lain makanan dan minuman rakyat, dan obat – obatan tradisional. Sedangkan yang termasuk dalam bentuk bukan material antara lain gerak isyarat tradisional, bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat dan musik rakyat.

  Tarian tumba ini merupakan folklor yang digolongkan ke dalam folklor sebagaian lisan. Namun tarian yang dinyanyikan, dan lirik yang dinyanyikan adalah pantun (umpasa) yang merupakan bagian dari folklor. Tarian ini dikelompokkan ke dalam folklor sebagian lisan. Sedangkan nyanyian rakyat dan pantun yang mengiringi tarian tersebut merupakan bagian dari folklor lisan.

  Adapun fungsi Folklor tersebut menurut Willian R. Bascom ( dalam Dananjaya 1986 : 19 ) adalah 1.

  Sebagai sistem proyeksi ( projective system ), yakni sebagai alat pencermin angan – angan suatu kolektif.

  2. Sebagai alat pengesahan pranata – pranata dan lembaga – lembaga kebudayaan

3. Sebagai alat pendidikan anak ( pedagogical device ).

  4. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma – norma masyarakat akan selalu dipatuhi oleh kolektifnya