Gambaran Stomatitis Aftosa Rekuren Dalam

Gambaran Stomatitis Aftosa Rekuren
Dalam Hal Profil Pasien dan Karakteristiknya
The Description of Recurrent Aphthous Stomatitis
Patient’s Profile and Its Characteristic
Rahmat Ibrahim; Elizabeth Fitriana Sari, drg., Sp.PM.; Erna Herawati, drg., M.Kes.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran
Jl. Sekeloa Selatan 1 Bandung, Jawa Barat, Indonesia, 40132

Alamat: Jl. Sekeloa Selatan 1 Bandung, Jawa Barat, Indonesia 40132 (www.fkg.unpad.ac.id ;
email: fkg@unpad.ac.id)

ABSTRAK
Stomatitis aftosa rekuren (SAR) merupakan penyakit mulut yang paling umum terjadi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran profil pasien SAR dan karakteristik SAR
khususnya di instalasi penyakit mulut Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Padjadjaran (RSGM FKG Unpad).
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif retrospektif dengan cara mengambil
data pada semua kasus SAR yang ada dalam kartu rekam medis di instalasi penyakit mulut
RSGM FKG Unpad periode Juli 2009 – Juli 2011. Data ini mencakup profil pasien SAR yang
terdiri dari jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan pekerjaan; serta karakteristik SAR
yang terdiri dari tipe, lokasi, lamanya penyembuhan, dan penatalaksanaan SAR.

Hasil penelitian ini didapatkan profil pasien SAR sebagian besar terjadi pada: (1)
perempuan 74,23%, (2) rentang usia 20-29 tahun 84,66%, (3) tingkat pendidikan universitas
52,15%, dan (4) pada ibu rumah tangga (IRT) dan pasien yang tidak bekerja 84,66%.
Sedangkan, karakteristik SAR sebagian besar terjadi pada: (1) tipe SAR minor 96,32%, (2)
lokasi mukosa labial 44,29%, (3) durasi sembuh 7-14 hari 63,19%, dan (4) obat antiseptik
64,32%.
Simpulan dari penelitian ini adalah gambaran profil pasien SAR lebih banyak terjadi
pada perempuan, usia 20-29 tahun, tingkat pendidikan universitas, dan pekerjaan IRT dan
pasien yang tidak bekerja. Sedangkan, gambaran karakteristik SAR lebih banyak terjadi pada
tipe SAR minor, lokasi mukosa labial, durasi sembuh 7-14 hari, dan penatalaksanaan yang
umum diberikan adalah obat antiseptik.
Kata kunci: SAR, profil pasien SAR, karakteristik SAR

1

2

ABSTRACT
Recurrent aphthous stomatitis (RAS) is the most common oral diseases. This study
aims to know the description of RAS patient’s profile and its characteristic, especially in

installation of oral medicine Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Padjadjaran (RSGM FKG Unpad).
The method of this study was retrospective descriptive by collecting all the data on the
existing RAS cases from the medical record in the installation of Oral Medicine RSGM FKG
Unpad during July 2009 - July 2011 period of time. This data divided into RAS patient’s
profiles which consists of gender, age, education level, and occupation; and also RAS
characteristic which consists of RAS type, location, duration of healing, and treatment of
RAS.
These results showed that RAS patient’s profiles occurs majority in (1) 74.23%
female, (2) 84.66% in 20-29 years range of age, (3) 52.15% patients in the level of university,
(4) 84.66% happen mostly in housewife and unemployee patients. RAS characteristics occurs
majority in (1) 96.32% as minor type of RAS, (2) 44.29% the location at labial mucosa, (3)
63.19% healing period within 7-14 days, and (4) 64.32% treated with antiseptic.
The conclusion that the description of RAS patient’s profiles is more common in
women, aged 20-29 years, the level of study is in university, and happen mostly in housewife
and unemployee patients. The description of RAS characteristics is more common in minor
type of RAS, location at labial mucosa, healing period within 7-14 days, and most of
treatment by antiseptic.
Keywords: RAS, Patient profiles of RAS, Characteristics of RAS


PENDAHULUAN
Di bidang kedokteran gigi sariawan dikenal sebagai canker sore, stomatitis aftosa atau
ulser aftosa. Sedangkan pada individu yang setiap bulan mengalami sariawan disebut sebagai
sariawan berulang atau Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR). SAR merupakan salah satu
penyakit mulut yang paling umum terjadi, tetapi prevalensi SAR di Indonesia masih belum
diketahui secara pasti dan masih belum banyak penelitian yang dilakukan mengenai profil
pasien dan karakteristik SAR (Harahap, 2006; Wray, et al., 2001).
Sejak dahulu SAR banyak mengenai masyarakat di seluruh dunia dan berbagai
penelitian mengenai SAR telah dilakukan, seperti hasil survey epidemiologi yang telah
dilakukan, SAR dapat mengenai sekitar 5-60% dari kelompok atau populasi umum yang telah

3

diteliti (Jurge, et al., 2006; Gurenlian, 2003). Terdapat beberapa penelitian lain yang
dilakukan diberbagai negara, antara lain pada penelitian yang dilakukan Donatsky (1973)
terhadap 512 mahasiswa kedokteran gigi di Denmark, dilaporkan prevalensi SAR mencapai
56% (289/512). Dan dari 289 mahasiswa yang terkena SAR, sekitar 50% pria dan 62%
wanita. Dalam populasi yang sama prevalensi SAR sekitar 45% dibawah umur 16 tahun dan
17% umur 16-18 tahun. Di Swedia, penelitian yang dilakukan pada populasi umum
didapatkan prevalensi SAR sekitar 17.7% (Jurge, et al., 2006). Di Indonesia, berdasarkan

penelitian yang dilakukan di klinik penyakit mulut di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
pada tahun 1988-1990 didapatkan kasus SAR sekitar 26.6% (Harahap, 2006).
Berdasarkan penelitian mengenai status sosioekonomi pasien SAR di Turki, bahwa
status sosioekomoni menengah ke atas (27,9%) lebih beresiko terkena penyakit SAR daripada
status sosioekonomi yang rendah (22,8%). Tingkat pendidikan ataupun pekerjaan merupakan
salah satu bagian dari status sosioekonomi setiap individu (Jurge, et al., 2006; Cicek, et al.,
2004).
Selain itu, terdapat berbagai penelitian mengenai karakteristik SAR seperti penelitian
tentang tipe, bahwa SAR diklasifikasikan dalam 3 tipe, yaitu ulser minor, ulser mayor, dan
ulser herpetiform. SAR minor adalah tipe yang paling umum terjadi sekitar 80% pada
penderita SAR, sedangkan SAR mayor (10-15%) dan ulser herpetiform yang jarang terjadi
(Preeti, et al., 2011; Jurge, et al., 2006). Dilaporkan dari hasil penelitian di Inggris pada 209
pasien penyakit mulut yang telah didiagnosa SAR, bahwa ulserasi biasanya muncul pada
mukosa labial (39%), mukosa bukal (30%), atau vestibulum (29%) (McCullough, et al.,
2007).
Hingga saat ini etiologi SAR masih belum diketahui, tetapi terdapat faktor yang dapat
memicunya, antara lain faktor nutrisi, stres, trauma, alergi, infeksi, berhenti merokok, nutrisi,
genetik, endokrin, dan imunitas. Oleh karena itu, penatalaksanaan pasien SAR dapat dibagi
kedalam pencegahan terbentuknya ulser dan perawatan simptomatik (Murray, et al., 2004;
Wray, et al., 2001).

Tindakan perawatan SAR yang paling sering dilakukan adalah dengan mengobati
keluhannya. Pada penelitian terhadap mahasiswa di Yordania didapatkan pengobatan yang
umum digunakan ketika SAR, yaitu sekitar 21.7% dari 181 (67.8%) menggunakan
pengobatan dengan analgesik/anestetik topikal, 18.4% dengan obat kumur antiseptik, 17.2%
dengan steroid topikal, 3% dengan agen pelindung, dan 0.7% dengan vitamin (Sawair, 2010).
Pada penelitian di Yordania juga terhadap 685 pasien dental, dilaporkan durasi ulserasi SAR

4

pada 2/3 partisipan kurang dari 7 hari, sedangkan 29% partisipan durasi ulserasinya sampai 2
minggu dan minoritas (4%) hingga mencapai lebih dari 2 minggu (Safadi, 2009).
Berdasarkan uraian diatas dan RSGM FKG Unpad merupakan salah satu rumah sakit
yang memiliki instalasi penyakit mulut, juga belum pernah ada yang melakukan penelitian
tentang gambaran profil pasien SAR dan karakteristik SAR. Oleh karena itu, penulis tertarik
untuk meneliti gambaran profil pasien yang terdiri dari jenis kelamin, umur, tingkat
pendidikan, pekerjaan; dan karakteristik SAR yang terdiri dari tipe, lokasi, lamanya
penyembuhan, dan penatalaksanaan SAR.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan memberikan informasi tentang
gambaran profil pasien dan karakteristik SAR, di instalasi penyakit mulut RSGM FKG Unpad
pada periode Juli 2009 – Juli 2011. Memudahkan dokter gigi dalam menegakkan diagnosis

dan memberikan pengobatan pada pasien SAR, juga dapat mendorong penelitian-penelitian
lebih lanjut mengenai SAR.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif retrospektif dengan cara mengambil data
sekunder dari kartu rekam medis kasus SAR di instalasi penyakit mulut RSGM FKG Unpad
pada periode Juli 2009 – Juli 2011.
Populasi pada penelitian ini adalah semua kasus SAR yang ada dalam rekam medis di
instalasi penyakit mulut RSGM FKG Unpad. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah semua kasus SAR yang ada dalam rekam medis di instalasi penyakit mulut RSGM
FKG Unpad. pada periode Juli 2009 – Juli 2011.
Variabel dalam penelitian ini adalah profil pasien SAR yang terdiri dari jenis kelamin,
usia, tingkat pendidikan, dan pekerjaan; dan karakteristik SAR yang terdiri dari tipe SAR,
lokasi SAR, lamanya penyembuhan, dan penatalaksanaan.
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mencatat data kasus pasien
SAR dari kartu rekam medis di instalasi penyakit mulut RSGM FKG Unpad pada periode Juli
2009 – Juli 2011. Kemudian mengelompokkan data sesuai dengan variabel yang telah
ditentukan dari kartu rekam medis pasien SAR. Lalu mencatat data variabel yang mencakup
jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, tipe SAR, lokasi SAR, lamanya
penyembuhan, dan penetalaksanaan. Setelah itu, masukkan data kedalam tabel kemudian data
tersebut dihitung dan dimasukkan juga ke dalam diagram.


5

HASIL
Hasil penelitian pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa jumlah kasus stomatitis aftosa
rekuren adalah 163 kasus atau 21,94% dari seluruh kasus penyakit mulut di instalasi penyakit
mulut RSGM FKG Unpad periode Juli 2009 – Juli 2011 yang berjumlah 743 kasus.

Pada tabel 4.2 berdasarkan jenis kelamin, gambaran pasien SAR sebagian besar terjadi
pada perempuan, yaitu dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 121 orang (74,23%) dan
laki – laki berjumlah 42 orang (25,77%).

Pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa pasien SAR berdasarkan usia sebagian besar
terjadi pada rentang usia 20 – 29 tahun dengan jumlah 138 orang atau dengan persentase
84,66% dan paling sedikit terjadi pada rentang usia 14 hari (26,99%), dan < 7 hari (9,82%).

Pada tabel 4.9 menunjukkan bahwa penatalaksanaan yang banyak diberikan pada
pasien SAR, yaitu obat antiseptik dengan jumlah 146 atau 64,32%. Selain itu, pemberian
vitamin merupakan penatalaksanaan yang umum diberikan dengan jumlah 52 (22,91%) dari
jumlah 227 pemberian.


7

PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis penyakit mulut kasus SAR,
gambaran profil pasien dan karakteristik SAR di instalasi penyakit mulut RSGM FKG Unpad
periode Juli 2009 – Juli 2011, yang terdiri dari jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan,
pekerjaan, tipe SAR, lokasi SAR, penatalaksanaan dan lamanya penyembuhan dapat diteliti.
Hasil penelitian pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa jumlah kasus yang menderita
penyakit Stomatitis Aftosa Rekuren di instalasi penyakit mulut RSGM FKG Unpad selama
periode Juli 2009 – juli 2011, yaitu 163 kasus atau dengan persentase 21,94% dari 743 kasus
penyakit mulut. Pada penelitian yang telah dilakukan di klinik penyakit mulut di Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo pada tahun 1988-1990 didapatkan kasus SAR sekitar 26.6% (Harahap,
2006). Literatur lain juga menyatakan bahwa prevalensi SAR dapat terjadi sekitar 5 – 60%
pada populasi umum atau tertentu (Sawair, 2010; Jurge, et al., 2006). Penelitian lain pada
pelajar diperoleh kasus SAR paling banyak terjadi sekitar 27,79% dari 331 kasus penyakit
mulut (Crivelli, et al., 1988). Pada penelitian ini hasilnya sesuai dengan literatur dan
penelitian yang telah dilakukan, bahwa kasus SAR banyak terjadi pada pasien penyakit mulut.
Berdasarkan jenis kelamin pada tabel 4.2, gambaran pasien SAR sebagian besar
terjadi pada pasien dengan jenis kelamin perempuan, yaitu 121 orang atau 74,23% daripada

laki-laki yang hanya berjumlah 42 orang atau 25,77%. Hasil ini menunjukkan bahwa kasus
SAR banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 3:1.
Besarnya persentase pasien SAR pada jenis kelamin perempuan dikarenakan perempuan
memiliki faktor pemicu yang lebih banyak, seperti adanya fase menstruasi atau fase luteal dari
siklus mens, banyaknya perdarahan saat menstruasi, ataupun asupan nutrisi yang tidak
mencukupi (Field and Longmann, 2003). Penelitian lain yang telah dilakukan pada 500
mahasiswa di Yordania, didapatkan bahwa pasien SAR paling banyak terjadi pada perempuan
(62,6%) daripada laki-laki (37,4%) (Sawair, 2010). Hasil penelitian ini sesuai dengan
berbagai literatur dan penelitian yang telah dilakukan, bahwa pasien SAR banyak terjadi pada
perempuan daripada laki-laki.
Berdasarkan usia, kasus penyakit SAR sebagian besar terjadi pada pasien dengan
rentang usia 20 – 29 tahun, yaitu 84,66%, dan yang jarang terjadi pada rentang usia < 10 dan
50 – 59 tahun yang sama-sama memperoleh persentase 1,23%. Besarnya persentase penyakit
SAR pada rentang usia 20 – 29 tahun dikarenakan usia tersebut dalam masa produktif dan
beban pikiran yang semakin berat, sehingga dapat menimbulkan berbagai faktor pemicu,
seperti kurangnya asupan nutrisi yang dapat menimbulkan SAR. Berbeda pada pasien dengan
rentang usia < 10 dan 50 – 59 tahun, pada rentang usia yang lebih muda atau makin

8


bertambahnya usia masa produktif dan beban pikiran yang ringan, sehingga faktor pemicu
terbentuk SAR lebih sedikit. Berdasarkan tipe, SAR minor biasa muncul pada dekade kedua
kehidupan (10-19 tahun) dan merupakan kasus yang banyak terjadi (Preeti, et al., 2011; Field
and Longmann, 2003). Dalam penelitian lain yang telah dilakukan, bahwa SAR biasa muncul
pada rentang usia 2 – 22 dan 22 – 31 tahun, sedangkan usia diatas 60 tahun jarang terjadi
(McCullough, 2007). Penelitian lain juga dilaporkan bahwa SAR banyak terjadi pada rentang
usia 10 – 30 tahun (Cicek, et al., 2004). Hasil penelitian ini sesuai dengan berbagai literatur
dan penelitian yang telah dilakukan, yaitu SAR banyak muncul pada rentang usia 20 – 29
tahun dan 10 – 19 tahun.
Hasil penelitian pada tabel 4.4 dan 4.5, menunjukkan bahwa pasien SAR berdasarkan
tingkat pendidikan sebagian besar terjadi pada tingkat pendidikan Universitas, yaitu 52,15%
atau 85 orang dari 163 pasien SAR, dan berdasarkan pekerjaan sebagian besar terjadi pada
pekerjaan ibu rumah tangga (IRT) dan tidak bekerja dengan jumlah 138 orang atau 84,66%
dari 163 pasien SAR. Tingkat pendidikan dan pekerjaan merupakan salah satu faktor dari
status sosioekonomi. Penelitian yang telah dilakukan pada populasi di Turki, dilaporkan
kejadian kasus SAR paling banyak pada status sosioekomoni ke atas, yaitu 27,9% daripada
status sosioekonomi ke bawah (22,8%) (Cicek, et al., 2004). Literatur lain juga menyatakan,
bahwa pasien dengan status sosioekonomi yang lebih tinggi memiliki tingkat insidensi SAR
yang tinggi juga. (Field and Longmann, 2003; Greenberg and Glick, 2003). Hasil ini sesuai
dengan literatur dan penelitian yang telah dilakukan, bahwa tingkat pendidikan dan pekerjaan

yang semakin tinggi memiliki tingkat insidensi SAR yang tinggi. Karena kasus SAR pada
penelitian ini berada di lingkungan mahasiswa RSGM FKG Unpad, maka kasus pasien SAR
yang ditemukan paling banyak terjadi pada tingkat pendidikan universitas. Dan berdasarkan
pekerjaan insidensi SAR banyak terjadi pada ibu rumah tangga (IRT) dan pasien yang tidak
bekerja.
Hasil penelitian pada tabel 4.6, menunjukkan bahwa tipe SAR sebagaian besar terjadi
pada tipe SAR minor dengan persentase 96,32% kasus, sedangkan untuk SAR mayor hanya
3,68% dan kasus SAR herpetiform tidak ditemukan. Berdasarkan dari beberapa penelitian
yang telah dilakukan, SAR minor merupakan variasi yang paling umum, yaitu sekitar 80%
dari penderita SAR. Berbeda dengan SAR minor, SAR mayor merupakan bentuk yang parah
dan jarang terjadi, yaitu dapat mengenai sekitar 10 – 15% pasien SAR dan tipe SAR yang
paling jarang terjadi adalah SAR herpetifom (Preeti, et al., 2011; Field and Longmann, 2003).
SAR minor biasa timbul pada mukosa non-keratin yang terdiri dari mukosa labial, mukosa
bukal, dasar mulut, ventral lidah, ataupun palatum lunak. Mukosa non-keratin tidak

9

mengalami proses keratinisasi pada lapisan permukaannya sehingga tidak tahan terhadap
abrasi dan tidak terikat kuat dengan lamina propria. Oleh karena itu, tipe SAR minor banyak
terjadi pada penyakit mulut (Squiver and Finkelstein, 2003). Hasil yang diperoleh sesuai
dengan literatur dan penelitian yang telah dilakukan, yaitu SAR paling banyak terjadi pada
tipe SAR minor.
Hasil penelitian pada tabel 4.7 menunjukkan bahwa penyakit SAR berdasarkan lokasi
SAR sebagian besar terjadi pada mukosa labial dengan jumlah 93 lokasi (44,29%) dari 210
lokasi SAR yang ada dan mukosa bukal dengan persentase 26,67%. Selain di lokasi mukosa
labial dan bukal yang umum muncul, terdapat juga di lokasi lidah (13,33%), gingiva (9,52%),
dasar mulut (5,24%), dan palatum (0,95%). Berdasarkan dari hasil penelitian oleh
McCullough, et al., pada tahun 2007, didapatkan bahwa ulserasi biasanya muncul pada
mukosa labial (39%) dan mukosa bukal (30%). Literatur lain menyatakan bahwa lokasi
mukosa labial dan bukal lebih banyak terjadi dengan persentase 55% dari kasus SAR yang
ada (Safadi, 2009). Mukosa labial, mukosa bukal, dasar mulut, ataupun ventral lidah memiliki
struktur epitel non-keratin yang merupakan lapisan permukaannya tidak tahan terhadap abrasi
dan tidak terikat kuat dengan lamina propia, sehingga mudah terbentuk ulser (Squiver and
Finkelstein, 2003). Hasil penelitian ini sesuai dengan literatur dan penelitian yang telah
dilakukan, yaitu lokasi SAR paling banyak terjadi pada mukosa labial dan mukosa bukal.
Hasil penelitian pada tabel 4.8 menunjukkan bahwa durasi penyembuhan setelah
pemberian penatalaksanaan pada pasien SAR sebagian besar sembuh pada durasi 7 – 14 hari,
yaitu 103 kasus atau 63,19% dari 163 kasus SAR, lalu diikuti oleh durasi > 14 hari (26,99%)
dan < 7 hari (9,82%). Berdasarkan penelitian lain yang telah dilakukan bahwa durasi ulser
paling banyak terjadi pada durasi < 7 hari (66,9%), sedangkan durasi 7 – 14 hari dengan
persentase 29,1% dan paling jarang pada durasi > 14 hari (Safadi, 2009). Dalam literatur
dikatakan bahwa ulser minor berdurasi 7 – 14 hari, ulser mayor berdurasi lebih dari 2 minggu,
dan ulser herpetiform berdurasi 7 – 14 hari (Field and Longmann, 2003). Penelitian ini
didapatkan durasi penyembuhan SAR lebih banyak pada durasi 7 – 14 hari, karena hasil
penelitian pada tabel 4.6 berdasarkan tipe SAR lebih banyak terjadi pada SAR, ini sesuai
dengan literatur diatas bahwa ulser minor berdurasi antara 7 – 14 hari. Akan tetapi durasi > 14
hari lebih banyak terjadi daripada durasi < 7 hari, hal ini berbeda dengan penelitian lain
dikarenakan adanya data yang kurang jelas, seperti waktu setelah pemberian obat sampai
ulsernya sembuh tidak disebutkan atau diketahui, sehingga hal ini berbeda dengan literatur
yang ada.

10

Hasil penelitian pada tabel 4.9 menunjukkan bahwa penatalaksanaan yang umum
dipakai pada pasien SAR, yaitu obat antiseptik dengan jumlah 146 atau 64,32% dari 227
pemberian. Selain itu, vitamin yang terdiri dari vitamin B12, B komplek, dan C merupakan
yang umum diberikan dengan jumlah 52 atau 22,91%. Berdasarkan penelitian terhadap
mahasiswa di Jordania didapatkan pengobatan yang umum dipakai antara lain topikal
analgesik/anestetik 21,7%, obat kumur antiseptik 18,4%, kortikosteroid topikal 17,2%,
antibiotik 3,0%, analgesik 1,1%, dan vitamin 0,7% (Sawair, 2010). Defisiensi vitamin B12,
asam folat, dan zat besi merupakan faktor pemicu terjadinya SAR. Selain itu, defisiensi
vitamin B kompleks (B1, B2, dan B6) dan zinc telah dilaporkan terdapat pada beberapa pasien
SAR (Preeti, et al., 2011; Cawson and Odell, 2002). Penelitian yang telah dilakukan di AS,
bahwa defisiensi vitamin B12 pada pasien SAR paling banyak terjadi sekitar 51%, kemudian
asam folat (12%), dan zat besi (8%) (Shulman, 2004; Greenberg and Glick, 2003). Zat besi,
vitamin B12, dan asam folat merupakan zat gizi yang paling penting dalam pembentukan sel
darah merah yang berguna untuk mengangkut oksigen dan metabolisme sel. Apabila tubuh
kekurangan asupan nutrisi maka perbaikan suatu jaringan yang rusak akan menjadi terhambat
(Guyton dan Hall, 2007; Winarno, 2002). Sedangkan obat antiseptik berfungsi dalam
mencegah infeksi sekunder pada ulserasi mukosa (Field and Longmann, 2003). Hasil
penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan, yaitu pemberian obat antiseptik
merupakan salah satu penatalaksanaan yang umum diberikan dan juga vitamin B kompleks
merupakan pemberian vitamin yang banyak diresepkan di instalasi penyakit mulut RSGM
FKG Unpad.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran profil pasien SAR dan karakteristik
SAR di Instalasi Penyakit Mulut RSGM FKG Unpad periode Juli 2009 – Juli 2011, dapat
disimpulkan:
1.

Gambaran profil pasien SAR lebih banyak terjadi pada jenis kelamin perempuan, usia
20-29 tahun, tingkat pendidikan universitas, dan pekerjaan IRT dan tidak bekerja.

2.

Gambaran karakteristik SAR lebih banyak terjadi pada tipe SAR minor, lokasi mukosa
labial, lamanya penyembuhan 7-14 hari, dan penatalaksanaan yang umum diberikan obat
antiseptik.

UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih penulis sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa; Prof. Dr. H.
Eky S. Soeria Soemantri, drg., Sp.Ort(K), selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Padjadjaran; Staf SBA dan staf di bagian pendaftaran RSGM FKG Unpad.

11

REFERENSI
Boras, V. V. and N. W. Savage. 2007. Recurrent aphthous ulcerative disease: presentation and
management. Australian Dental Journal. 52:(1): 10-15.
Cawson, R. A. and Odell, E. W. 2002. Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine
(Cawson’s) 7ed. Oxford: Saunders.
Çiçek, Y.; V. Çanakçi; M. Özgöz; Ü. Ertas; E. Çanakçi. 2004. Prevalence and handedness
correlates of recurrent aphthous stomatitis in the Turkish population. J Public Health
Dent. 64(3): 151-156.
Crivelli, M. R.; S. Aguas; I. Adier; C. Quarracino; and P. Bazerque. 1988. Influence of
socioeeonomic status on oral mucosa lesion prevalence in schoolchildren. Community
Dent Oral Epidemol. 16: 58-60.
Field, A. and Longman, L. 2003. Tyldesley’s Oral Medicine, 5th edition. Oxford: university
press, 51-58.
Greenberg, M. S. and Glick, M. 2003. Burket’s Oral Medicine. 10 ed. Bc Decker Inc,
Hamilton Ontario, p. 57-60.
Gurenlian, J. R. 2003. Differentiating Herpes Simplex Virus and Recurrent Aphthous
Ulcerations, (February), 30-35. Available online at http://search.ebscohost.com (diakses
Februari 2012).
Guyton, A. C., dan J. E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC.
Harahap, A. O. 2006. Kesembuhan stomatitis aftosa rekuren (SAR) minor dengan pemberian
daun pegagan (Centella asiatica). Jakarta: Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedoteran Gigi
FKG UPDM, 92-95.
Jurge, S.; R. Kuffer; C. Scully; and S. R. Porter. 2006. Mucosal diseases series. Number VI
Recurrent aphthous stomatitis. Oral Diseases. 12: 1-21.
McCullough, M. J.; S. Abdel-hafeth; and C. Scully. 2007. Recurrent aphthous stomatitis
revisited; clinical features, associations, and new association with infant feeding
practices?. J Oral Pathol Med 36: 615-620.
Murray C. B. E., J. J.; J. H. Nunn; and J.G. Steele. 2003. The prevention of Oral Disease.
Fourth Edition. Oxford: University Press, 181-182.
Preeti L; K. T. Magesh; K. Rajkumar; and R. Karthik. 2011. Recurrent aphthous stomatitis.
Journal of Oral and Maxillofacial Pathology. 15(3): 252-257.
Safadi, R. A. 2009. Prevalence of recurrent aphthous ulceration in Jordanian dental patients.
BMC Oral Health. 9: 31, 1-5.
Sawair, F. A. 2010. Recurrent aphthous stomatitis : Do we know what patients are using to
treat the ulcers?. The Journal of Alternative and Complementary Medicine. 16(6): 651655.
Shulman, J. D. 2004. An exploration of point , annual , and lifetime prevalence in
characterizing recurrent aphthous stomatitis in USA children and youths. J Oral Pathol
Med. 33: 558-567.
Squiver, C. A.; and M. W. Finkelstein. 2003. Oral Mucosa. In. Nancy, A eds. Ten Cate’s Oral
Histology Development, Structure, and Function. 6th ed. Mosby. CO. Missouri. p. 32975.
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi, Edisi 2009. Jakarta: Gramedia.
Wray D.; G. D. O. Lowe; J. H. Felix; and C. Scully. 2001. Textbook of General and Oral
Medicine. London: Harcourt Brace, Churcill Livingstone. p. 225-231.
Squiver, C. A.; and M. W. Finkelstein. 2003. Oral Mucosa. In. Nancy, A eds. Ten Cate’s Oral
Histology Development, Structure, and Function. 6th ed. Mosby. CO. Missouri. p. 32975.