Makalah Agama Jenis jenis Ijtihad

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang
”JENIS-JENIS IJTIHAD” ini. Makalah ini merupakan laporan yang dibuat
sebagai bagian dalam memenuhi kriteria mata kuliah. Salam dan salawat
saya kirimkan kepada junjungan kita tercinta Rasulullah Muhammad SAW,
keluarga, para sahabatnya serta seluruh kaum muslimin yang tetap teguh
dalam ajaran beliau.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih ada kekurangan disebabkan
oleh kedangkalan dalam memahami teori, keterbatasan keahlian, dana,
dan tenaga penulis. Semoga segala bantuan, dorongan, dan petunjuk
serta bimbingan yang telah diberikan kepada saya dapat bernilai ibadah
di sisi Allah Subhana wa Taala. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfat bagi kita semua, khususnya bagi penulis sendiri.

Makassar, 27 November 2016
Penulis

i

DAFTAR ISI

BAB I
1.1 Latar Belakang…………………………………….

1

1.2 Rumusan Masalah………………………………..

1

1.3 Tujuan………………………………………………

1

BAB II
2.1 Pengertian Ijtihad………………………………….

2

2.2 Kedudukan ijtihad dalam hukum islam…………
2.3 Bentuk atau macam ijtihad……………………....


2
2

2.1 Beberapa Defnisi Qiyas (analogi)……………………………
2.2 Isthisah.............................. 3
2.2 Syarat-syarat Mujtahid......................... 3
2.1 Fungsi Ijtihad.................... 5
2.2 Sududz Dzaria.................... 6
2.1 Isthisab.................... 6
2.2 Urf.................... 6
2.1 Tingkatan-tingkatan.................... 6

BAB III
3.1 Kesimpulan………………………………………...

8

3.2 Saran dan Kritik……………………………………………….


DAFTAR PUSTAKA……………………………………….

ii

9

8

3

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Dewasa ini, kita tahu bahwa hukum Islam adalah sistem hukum yang
bersumber dari wahyu agama, sehingga istilah hukum Islam
mencerminkan konsep yang jauh berbeda jika dibandingkan dengan
konsep, sifat dan fungsi hukum biasa. Seperti lazim diartikan agama

adalah suasana spiritual dari kemanusiaan yang lebih tinggi dan tidak bisa
disamakan dengan hukum. Sebab hukum dalam pengertian biasa hanya
menyangkut soal keduniaan semata. Sedangkan Joseph Schacht
mengartikan hukum Islam sebagai totalitas perintah Allah yang mengatur
kehidupan umat Islam dalam keseluruhan aspek menyangkut
penyembahan dan ritual, politik dan hukum.
Pada umumnya sumber hukum islam ada dua, yaitu: Al-Qur’an dan
Hadist, namun ada juga yang disebut Ijtihad sebagai sumber hukum yang
ketiga berfungsi untuk menetapkan suatu hukum yang tidak secara jelas
ditetapkan dalam Al-Qur’an maupun Hadist. Namun demikian, tidak boleh
bertentangan dengan isi kandungan Al-Quran dan Hadist.

1.2

Rumusan Masalah

1.2.1

Menjelaskan pengertian tentang Ijtihad


1.2.2

Bagaimana kedudukan ijtihad dalam hukum islam

1.2.3

Menjelaskan bentuk atau macam ijtihad

1.2.4

Menjelaskan syarat-syarat mujtahid

1.3

Tujuan

1.3.1

Untuk mengetahui pengertian tentang Ijtihad


1.3.2

Untuk mengetahui kedudukan ijtihad dalam hukum Islam

1.3.3

Untuk mengetahui bentuk atau macam Ijtihad

1.3.4

Untuk mengetahui syarat-syarat Mujtahid

1

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Pengertian Ijtihad


Kata Ijtihad berasal dari kata Ijtahada-yajtahidu-ijtihādan yang berarti
mengerahkan segala kemampuan untuk menanggung beban. Menurut
bahasa, ijtihad artinya bersungguh-sungguh dalm mencurahkan pikiran.
Menurut istilah, ijtihad adalah mencurahkan segenap tenaga dan pikiran
secara bersungguh-sungguh untuk menetapkan suatu hukum. Oleh
karena itu, tidak disebut ijtihad apabila tidak ada unsur kesulitan di dalam
suatu pekerjaan. Secara terminologis, berijtihad berarti mencurahkan
segenap kemampuan untuk mencari syariat melalui metode tertentu.

2.2

Kedudukan ijtihad dalam hukum islam

Masalah-masalah yang menjadi lapangan Ijtihad adalah masalah-masalah
yang bersifat Zhanny, yakni hal-hal yang belum jelas dalilnya baik dalam
Al-Qur’an maupun Hadist.
Tentang kedudukan Ijtihad terdapat dua golongan, yaitu:
Golongan 1:
Berpendapat bahwa, tiap-tiap mujtahid adalah benar dengan alasan
karena dalam masalah tersebut Allah tidak menentukan hukum tertentu

sebelum diIjtihadkan.
Golongan 2:
Berpendapat bahwa yang benar itu hanya satu, yaitu hasil ijtihad yang
cocok jangkauanya dengan hukum Allah, sedang bagi yang tidak cocok
jangkauannya maka dikategorikan salah.

2.1
2.1.1

Bentuk atau macam ijtihad
Ijmā

Kesepakatan para ulama mujtahid dalm memutuskan suatu perkara
atau hukum. Ijmā dilakukan untuk merumuskan suatu hukum yang tidak
disebutkan secara khusus dalam kitab Al-Qur’an dan sunah.

2

2.1.2


Qiyās

Mempersamakan hukum suatu masalah yang belum ada kedudukan
hukumnya dengan masalah lama yang pernah ada karena alasan yang
sama.
2.1.3

Mașlahah Mursalah

Merupakan cara dalam menetapkan hukum yang berdasarkan atas
pertimbangan kegunaan dan manfaatnya.

2.1

Beberapa defnisi

iyys (analogi)

1. Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya,
berdasarkan titik persamaan di antara keduanya.

2. Membuktikan hukum defnitif untuk yang defnitif lainnya, melalui suatu
persamaan di antaranya
.
3. Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam
[Al-Qur'an] atau [Hadis] dengan kasus baru yang memiliki persamaan
sebab (iladh).
4. menetapkan sesuatu hukum terhadap sesuatu hal yg belum di
terangkan oleh al-qur'an dan hadits.

2.2

Isthisah

Beberapa defnisi Istihsân
Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fkih), hanya karena dia
merasa hal itu adalah benar.
1. Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa diekspresikan
secara lisan olehnya
2. Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahat
orang banyak.

3. Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan.
4. Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap
perkara yang ada sebelumnya..

3

2.2

syarat-syarat mujtahid

Orang-orang yang melakukan ijtihad, dinamakan mujtahid, dan harus
memenuhi beberapa syarat.
2.2.1

Mengerti bahasa Arab

Sebagaimana kita ketahui kedua dasar hukum islam menggunakan
bahasa Arab. Maka dari itu, seorang mujtahid wajib mengetahui bahasa
Arab dalam rangka agar penguasaannya pada objek kajian lebih
mendalam.
2.2.2

Memahami tentang Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah sumber hukum Islam primer di mana sebagai fondasi
dasar hukum Islam. Oleh karena itu, seorang mujtahid harus mengetahui
Al-Qur’an secara mendalam. Barangsiapa yang tidak mengerti Al-Qur’an
sudah tentu ia tidak mengerti syariat Islam secara utuh. Mengerti AlQur’an tidak cukup dengan piawai membaca, tetapi juga bisa melihat
bagaimana Al-Qur’an memberi cakupan terhadap ayat-ayat hukum.
·

Mengetahui Asbab al-nuzul

Mengetahui sebab turunnya ayat termasuk dalam salah satu syarat
mengatahui Al- Qur’an secara komprehensif, bukan hanya pada tataran
teks tetapi juga akan mengetahui secara sosial-psikologis.
·

Mengetahui nasikh dan mansukh

Pada dasarnya hal ini bertujuan untuk menghindari agar jangan sampai
berdalih menguatkan suatu hukum dengan ayat yang sebenarnya telah
dinasikhkan dan tidak bisa dipergunakan untuk dalil.
2.2.3

Mengerti tentang sunah

As-Sunnah adalah ucapan, perbuatan atau ketentuan yang diriwayatkan
dari Nabi SAW.
·

Mengetahui ilmu Diroyah Hadist

Ilmu Diroyah menurut Al-Ghazali adalah mengetahui riwayat dan
memisahkan Hadist yang shahih dari yang rusak dan Hadist yang bisa
diterima dari Hadist yang ditolak.
·

Mengetahui Hadist yang nasikh dan mansukh

Mengetahui Hadist yang nasikh dan mansukh ini dimaksudkan agar
seorang mujtahid jangan sampai berpegang pada suatu Hadist yang
sudah jelas dihapus hukumnya dan tidak boleh dipergunakan. Seperti
4

Hadist yang membolehkan nikah mut’ah di mana Hadist tersebut sudah
dinasakh secara pasti oleh Hadist-Hadist lain.

·

Mengetahui Asbab Al-Wurud Hadist

Syarat ini sama dengan seorang Mujtahid yang seharusnya menguasai
Asbab Al-Nuzul, yakni mengetahui setiap kondisi, situasi, lokus, serta
tempus Hadist tersebut ada.
2.2.4
kan

Mengetahui hal-hal yang di Ijma’-kan dan yang di-Ikhtilaf-

Bagi seorang mujtahid, harus mengetahui hukum-hukum yang telah
disepakati oleh para ulama, sehingga tidak terjerumus memberi fatwa
yang bertentangan dengan hasil ijma’. Sebagaimana ia harus mengetahui
nash-nash dalil guna menghindari fatwa yang berseberangan dengan
nash tersebut.
2.2.5

Mengetahui Ushul Fi h

Di antara ilmu yang harus dikuasai oleh Mujtahid adalah ilmu ushul fqh,
yaitu suatu ilmu yang telah diciptakan oleh para fuqaha utuk meletakkan
kaidah-kaidah dan cara untuk mengambil istimbat hukum dari nash dan
mencocokkan cara pengambilan hukum yang tidak ada nash hukumnya.
Dalam ushul fqh, mujtahid juga dituntut untuk memahami qiyas sebagai
modal pengambilan ketetapan hukum.
2.2.6

Mengetahui maksud-maksud hukum

Seorang mujtahid harus mengerti tentang maksud dan tujuan syariat,
yang mana harus bersendikan pada kemaslahatan umat. Dalam arti lain,
melindungi dan memelihara kepentingan manusia.
2.2.7

Bersifat adil dan ta wa

Hal ini bertujuan agar produk hukum yang telah diformulasikan oleh
Mujtahid benar-benar proporsional karena memiliki sifat adil, jauh dari
kepentingan politik dalam istimbat hukumnya.
2.2.8

Mengenal manusia dan kehidupan sekitarnya

Seorang Mujtahid harus mengetahui tentang keadaan zamannya,
masyarakat, problemnya, aliran ideologinya, politiknya, agamanya dan
5

mengenal hubungan masyarakatnya dengan masyarakat lain serta sejauh
mana interaksi saling mempengaruhi antara masyarakat tersebut.

2.1

Fungsi Ijtihad

Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak
berarti semua hal dalam kehidupan manusia diatur secara detail oleh Al
Quran maupun Al Hadist. Selain itu ada perbedaan keadaan pada saat
turunnya Al Quran dengan kehidupan modern. Sehingga
setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturanaturan turunan dalam melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan
beragama sehari-hari.
jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat
tertentu atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut
dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas
ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka
persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana
disebutkan dalam Al Quran atau Al Hadits itu. Namun jika persoalan
tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya
dalam Al Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam
memerlukan ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah
mereka yang mengerti dan paham Al Quran dan Al Hadist.

2.2

Sududz Dzariah

Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau
haram demi kepentingan umat.

2.1

Istishab

Adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada
alasan yang bisa mengubahnya, contohnya apabila ada pertanyaan
bolehkah seorang perempuan menikah lagi apabila yang bersangkutan
ditinggal suaminya bekerja di perantauan dan tidak jelas kabarnya? maka
dalam hal ini yang berlaku adalah keadaan semula bahwa perempuan
tersebut statusnya adalah istri orang sehingga tidak boleh menikah(lagi)
kecuali sudah jelas kematian suaminya atau jelas perceraian keduanya.

2.2

Urf

6

Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan
kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak
bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam Alquran dan Hadis.

2.1
2.1.1

Tingkatan-tingkatan
Ijtihad Muthla

Adalah kegiatan seorang mujtahid yang bersifat mandiri dalam
berijtihad dan menemukan 'illah-'illah hukum dan ketentuan hukumnya
dari nash Al-Qur'an dan sunnah, dengan menggunakan rumusan kaidahkaidah dan tujuan-tujuan syara', serta setelah lebih dahulu mendalami
persoalan hukum, dengan bantuan disiplin-disiplin ilmu.

2.1.2

Ijtihad f al-Madzhab

Adalah suatu kegiatan ijtihad yang dilakukan seorang ulama mengenai
hukum syara', dengan menggunakan metode istinbath hukum yang telah
dirumuskan oleh imam mazhab, baik yang berkaitan dengan masalahmasalah hukum syara' yang tidak terdapat dalam kitab imam mazhabnya,
meneliti pendapat paling kuat yang terdapat di dalam mazhab tersebut,
maupun untuk memfatwakan hukum yang diperlukan masyarakat.
Secara lebih sempit, ijtihad tingkat ini dikelompokkan menjadi tiga
tingkatan ini:
2.1.3

Ijtihad at-Takhrij

Yaitu kegiatan ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid dalam mazhab
tertentu untuk melahirkan hukum syara' yang tidak terdapat dalam
kumpulan hasil ijtihad imam mazhabnya, dengan berpegang kepada
kaidah-kaidah atau rumusan-rumusan hukum imam mazhabnya. Pada
tingkatan ini kegiatan ijtihad terbatas hanya pada masalah-masalah yang
belum pernah difatwakan imam mazhabnya, ataupun yang belum pernah
difatwakan oleh murid-murid imam mazhabnya.
2.1.4

Ijtihad al-Futya

Yaitu kegiatan ijtihad dalam bentuk menguasai seluk-beluk pendapatpendapat hukum imam mazhab dan ulama mazhab yang dianutnya, dan
memfatwakan pendapat-pendapat terebut kepada masyarakat. Kegiatan
yang dilakukan ulama pada tingkatan ini terbatas hanya pada
memfatwakan pendapat-pendapat hukum mazhab yang dianutnya, dan
7

sama sekali tidak melakukan istinbath hukum dan tidak pula memilah
pendapat yang ada di dalamnya.

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan

Ijtihad adalah sebuah usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh
dengan berbagai metode yang diterapkan beserta syarat-syarat yang
telah ditentukan untuk menggali dan mengetahui hukum Islam untuk
kemudian diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Tujuan
ijtihad dilakukan adalah upaya pemenuhan kebutuhan akan hukum
karena permasalahan manusia semakin hari semakin kompleks di mana
membutuhkan hukum Islam sebagai solusi terhadap problematika
tersebut. Jenis-jenis ijtihad adalah ijma’, qiyas, dan maslahah mursalah.

3.2

Saran dan kritik

Demikian makalah ijtihad dalam mata kuliah yang tentunya masih jauh
dari kesempurnaan. Kami sadar bahwa ini merupakan proses dalam
menempuh pembelajaran, untuk itu kami mengharapkan kritik serta saran
yang membangun demi kesempurnaan hasil diskusi kami. Harapan kami
semoga dapat dijadikan suatu ilmu yang bermanfaat bagi kita semua.
Amin!

8

DAFTAR PUSTAKA

Djalil, H. A. Basiq (2010). Ilmu Ushul Fiqih 1 dan 2. Jakarta: Kencana.
Ilmy, Bachrul (2012). Pendidikan Agama Islam untuk Kelas X SMK.
Bandung: Grafndo Media Pratama.
Lismanto (2012). Makalah tentang Ijtihad. From fle:///E:/agama/Makalah
%20Tentang%20Ijtihad.htm, 15 Oktober 2012.

9