KAJIAN KELAYAKAN STRUKTUR BANGUNAN PASAR

LAPORAN LAPORAN

GROUP FIELD WORK (GFW) GROUP FIELD WORK (GFW)

KAJIAN STRUKTUR PASAR JOHAR KAJIAN STRUKTUR PASAR JOHAR PASCA TERBAKAR PASCA TERBAKAR

Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Nuroji, MT NIP. 196303161991031002

Oleh:

Rahma Nindya Ayu Hapsari (21010115410001) Eka Sep na Noor (21010115410006) Bayu Sep aji Wicaksana (21010115410010) Nur Kusuma Anggraini (21010115410013)

Sunarto (21010115410019)

MAGISTER TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

KAJIAN KELAYAKAN STRUKTUR BANGUNAN PASAR JOHAR PASCA KEBAKARAN DOSEN PEMBIMBING:

Dr. Ir. Nuroji, MT NIP. 196303161991031002

DISUSUN OLEH:

Rahma Nindya Ayu Hapsari NIM. 21010 115 410 001 Eka Septina Noor

NIM. 21010 115 410 006 Bayu Septiaji Wicaksana

NIM. 21010 115 410 010 Nurti Kusuma Anggraini

NIM. 21010 115 410 013 Sunarto

NIM. 21010 115 410 019

Magister Teknik Sipil Program Konsentrasi Struktur Pascasarjana Universitas Diponegoro

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN GROUP FIELD WORK KONSENTRASI STRUKTUR “KAJIAN KELAYAKAN STRUKTUR BANGUNAN PASAR JOHAR PASCA KEBAKARAN”

Disusun oleh :

Rahma Nindya Ayu Hapsari NIM. 21010 115 410 001 Eka Septina Noor

NIM. 21010 115 410 006 Bayu Septiaji Wicaksana

NIM. 21010 115 410 010 Nurti Kusuma Anggraini

NIM. 21010 115 410 013 Sunarto

NIM. 21010 115 410 019

Disusun sebagai syarat Kelulusan pada mata Kuliah Group Field Work di Magister Teknik

Sipil, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang.

Disetujui oleh,

Semarang, Maret 2017 Ketua ProgramMagister Teknik

Dosen Pembimbing Sipil Fakultas Teknik Universitas 1.

6. Dr. Ir. Suharyanto, M. Sc Dr. Ir. Nuroji, MT

7. NIP. 196309141988031012 NIP. 196303161991031002

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, hidayah dan karunia-NYA sehingga Tim Group Field Work Konsentrasi Struktur 2015 dapat menyelesaikan Laporan Group Field Work dengan judul Kajian Kelayakan Struktur Bangunan Pasar Johar Pasca Kebakaran.

Laporan ini disusun sebagai syarat Kelulusan pada mata Kuliah Group Field Work di Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Penyusun menyadari bahwa tanpa bantuan dari pihak-pihak yang lain akan mengalami kesulitan. Maka pada kesempatan ini penyusun menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak memberi bantuan dan dorongan bagi terwujudnya Laporan ini.

Penyusun menyadari bahwa Laporan ini masih terdapat kekurangan, oleh sebab itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Akhirnya penyusun berharap semoga Laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Diponegoro.

Semarang, Maret 2017

Tim Group Field Work Konsentrasi Struktur 2015

iii

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kawasan Perdagangan Johar atau yang biasa disebut Pasar Johar merupakan area pusat jual-beli di kota Semarang yang terkenal dengan kelengkapan komoditinya dan menjadi salah satu pusat destinasi belanja masyarakat Semarang.

Pasar Johar terletak pada pusat kota Semarang, kecamatan Semarang Tengah, kelurahan Kauman. Terletak pada bagian wilayah kota I kota Semarang, Pasar Johar memiliki dominasi aktivitas komersial/perdagangan dengan beberapa guna lahan permukiman.

Pasar Johar adalah bangunan cagar budaya yang berada pada pusat kota, di antara Tugu Muda, Simpang Lima, serta dekat dengan Kota Lama Semarang, menjadikan Pasar Johar potensial untuk dikembangkan lebih lanjut. Dalam Studi Perencanaan Teknis Pengembangan Kota Lama Semarang (1999), Pasar Johar termasuk dalam salah satu zona pengembangan Kota Lama Semarang. Kota Lama Semarang sendiri sudah lebih dahulu dijadikan kawasan pariwisata, budaya, dan komersial oleh Pemerintah Kota Semarang.

Awal sejarah Pasar Johar diawali pada 1860, persimpangan johar dahulu adalah sebuah alun - alun Semarang sedangkan sisi sebelah barat terdapat penjara. Awalnya Pasar Johar hanyalah tempat berjualan kecil untuk memenuhi kebutuhan orang - orang yang sedang membesuk tahanan dan menunggu jam besuk di bawah pohon sekitar Johar. Ada pendapat bahwa Pasar Johar adalah kawasan yang kumuh oleh tenda pedagang kemudian Sunan Pandanaran memerintahkan untuk menanami pohon Johar sebagai tempat berteduh. Komoditas yang dijualsaat itu adalah hasil bumi seperti buah, jagung, ketela hingga pisang. Keberadaan pasar dibiarkan tanpa adanya penertiban dan bahkan pemerintahan kota menarik retribusi bagi pedagang di Johar. Hingga pada akhirnya pada 1931 pemerintah kota membangun Pasar Johar untuk menyatukan dikawasan tersebut yaitu Pasar Pedamaran, Johar, Beteng, Jurnatan serta Pekojan. Johar dipilih sebagai lokasi pasar tersebut mengingat lokasinya yang strategis. Maka untuk keperluan pembangunan itu, bangunan penjara dirobohkan dan pohon-pohon Johar ditebang.

Pasar Johar dirancang oleh arsitek Belanda Thomas Karsten, dengan arsitektur dan manajemen yang bagus, bahkan pada 1955, Pasar Johar disebut-sebut sebagai pasar terbesar

1-1 1-1

Sebagai pasar sentral Jawa Tengah dan sempat menjadi pasar terindah dan termegah di Asia Tenggara, menjadikan Pasar Johar memiliki peran penting dalam perkembangan kota Semarang secara keseluruhan.

Sekitar pukul 21.00 WIB, tanggal 9 Mei 2015, Pasar Johar terbakar nyaris habis dilalap si jago merah, bahkan hingga sore hari berikutnya masih banyak sekali asap keluar dari area pasar. Akibatnya banyak pedagang yang kehilangan tempat untuk berdagang.

Upaya revitalisasi Pasar Johar akan dilakukan sebagai jawaban Pemerintah Kota Semarang atas peristiwa Pasar Johar terbakar. Untuk memulai upaya revitalisasi Pasar Johar, Pemerintah Kota Semarang akan memulai dengan penyusunan Detail Engineering Design (DED) tahun 2016. Langkah paling dekat adalah mengkaji kekuatan bangunan pasar yang sudah terbakar dan memutuskan apakah bangunan pasar yang ada saat ini akan dipertahankan atau tidak.

Dalam hal ini ada beberapa penelitian pakar tentang pengaruh kebakaran terhadap material beton bertulang, diantaranya:

1. Irma Aswani Ahmad, Nur Anny Suryaningsih, Taufieq & Abdul Hamid Aras

(Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar )

Kebakaran pada hakekatnya merupakan reaksi kimia dari combustible material dengan oksigen yang dikenal dengan reaksi pembakaran yang menghasilkan panas. Panas hasil pembakaran ini diteruskan ke massa beton/mortar dengan dua macam mekanisme yakni pertama secara radiasi yaitu pancaran panas diterima oleh permukaan beton sehingga permukaan beton menjadi panas. Pancaran panas akan sangat potensial, jika suhu sumber panas relatif tinggi. Kedua secara konveksi yaitu udara panas yang bertiup/bersinggungan dengan permukaan beton/mortar sehingga beton menjadi panas. Bila tiupan angin semakin kencang, maka panas yang dipindahkan dengan cara konveksi semakin banyak.

Tjokrodimuljo (2000) mengatakan bahwa beton pada dasarnya tidak diharapkan mampu menahan panas sampai di atas 250°C. Akibat panas, beton akan mengalami retak, terkelupas (spalling), dan kehilangan kekuatan. Kehilangan kekuatan terjadi karena perubahan komposisi kimia secara bertahap pada pasta semennya. Selain hal tersebut di atas, panas juga menyebabkan beton berubah warna. Bila beton dipanasi sampai suhu sedikit di atas 300°C, beton akan berubah warna menjadi merah muda. Jika di atas 600°C, akan

1-2 1-2

Selanjutnya, Ahmad (2001) membahas kelayakan balok beton bertulang pascabakar secara analisis dan eksperimen. Penelitian dilakukan terhadap lima benda uji berbentuk balok beton bertulang. Empat balok dibakar di dalam tungku pada temperatur 200°C dan 400°C selama ± 3 jam dan satu balok lain yang tidak dibakar sebagai pembanding. Hubungan tegangan regangan memperlihatkan perubahan kemiringan kurva atau dengan kata lain terjadi penurunan kekakuan sejalan dengan kenaikan temperatur dan diikuti dengan penambahan regangan maksimum.

Adapun hasil penelitian Ahmad dan Taufieq (2006) menyatakan bahwa terjadi penurunan kekuatan pada bangunan beton yang telah dioven. Pada penelitian ini didapatkan kuat tekan pada beton yang tidak dioven sebesar 240,0624 kg/cm 2 . Kekuatan sisa beton yang dioven pada temperatur 200°C dan 400°C adalah 88,89 % dan 70,15 % dari kekuatan beton normal yang tidak dioven.

Rahmah (2000) menggunakan silinder hasil core case berdiameter 5 cm dari suatu model balok beton bertulang yang dibakar pada temperatur 200°C, 400°C, 600°C, dan 800°C. Hasil dari penelitian ini adalah terjadi perubahan kuat tekan tiap sentimeter kedalaman core case beton sebesar 0,4%; sedangkan perubahan modulus elastisitas tiap sentimeternya berkisar 1,2% - 2,2%.

Menurut Zacoeb dan Anggraini (2005), perubahan temperatur yang cukup tinggi, seperti yang terjadi pada peristiwa kebakaran, akan membawa dampak pada struktur beton. Karena pada proses tersebut akan terjadi suatu siklus pemanasan dan pendinginan yang bergantian, yang akan menyebabkan adanya perubahan fase fisis dan kimiawi secara kompleks. Hal ini akan mempengaruhi kualitas/kekuatan struktur beton tersebut. Pada beton normal mutu tinggi dengan suhu 1200°C terjadi penurunan kekuatan tekan sampai tinggal 40% dari kekuatan awal. Sedangkan pada beton mutu tinggi dengan Silikafume dan Superplasticizer akan mengalami perubahan yang cukup berarti pada suhu tinggi dimana kekuatannya tinggal 35%.

Penelitian yang dilakukan oleh Sirait (2009), menggunakan balok beton bertulang penampang persegi empat ukuran 15 x 25 x 320, terletak pada tumpuan sederhana, bertulangan lemah. Waktu pembakaran mulai dari 30, 60, 90 dan 120 menit dengan balok yang berbeda pada suhu 500°C sejak awal hingga akhir pembakaran dan tanpa pembebanan.

1-3

Pembebanan pada uji lentur menunjukkan penurunan daya pikul sebesar 26%, demikian juga pada uji kuat tekan beton menunjukkan penurunan kuat tekan beton sebesar 65% dari kekuatan awal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuat tekan beton menurun dengan adanya kenaikan temperatur. Beton yang telah dipanasi pada temperatur 200°C, kuat tekan rata-ratanya sisa 85,83% dari beton normal. Jika dibakar sampai temperatur 400°C, kuat tekan rata-ratanya sisa 58,40%. Kekuatan ini akan terus menurun hingga sisa 35,08% pada temperatur 600°C.

2. A.A. Gede Sutapa (Dosen JurusanTeknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Udayana, Denpasar )

Porositas dapat didefinisikan sebagai perbandingan volume pori-pori (volume yang dapat ditempati oleh fluida) terhadap volume total beton. Ruang pori pada beton umumnya terjadi akibat kesalahan dalam pelaksanaan dan pengecoran seperti: faktor air-semen yang berpengaruh pada lekatan antara pasta semen dengan agregat, besar kecilnya nilai slump, pemilihan tipe susunan gradasi agregat gabungan, maupun terhadap lamanya pemadatan.

Semakin tinggi tingkat kepadatan pada beton maka semakin besar mutu beton itu sendiri, sebaliknya semakin besar porositas beton, maka kekuatan beton akan semakin kecil. Penelitian terhadap porositas lebih didasarkan dari segi keawetan dan kekuatan beton itu sendiri. Dari segi keawetan, porositas sangat penting diteliti terutama pada bangunan tepi pantai dan bangunan yang bersinggungan dengan tanah. Pada bangunan tepi pantai, beton akan bersinggungan dengan air garam yang mengandung sulfat dan klorida yang dapat meresap ke dalam beton sehingga dapat merusak bahkan menghancurkan beton. Kerusakan beton terjadi ketika kedua zat tersebut menguap sehingga di dalam pori-pori beton timbul kristal-kristal sulfat dan klorida yang akan mendesak pori-pori dinding beton. Akibatnya, beton pecah menjadi serpihan-serpihan lepas. Karena proses tersebut berjalan terus menerus dalam kurun waktu lama, kekuatan beton akan berkurang dan terancam hancur. Selain garam air laut, kandungan sulfat (MgSO4, CaSO4, NaSO4) juga dapat menggerogoti beton. Akibatnya beton akan retak-retak, bahkan menjadi rapuh. MgSO4 bahkan mampu melarutkan beton, sehingga yang tertinggal hanyalah batu-batu kerikil dan pasir tanpa semen (Sudarmadi, 2006).

Beton pasca terbakar umumnya memiliki persentase porositas yang lebih besar dibandingkan beton tanpa bakar. Hal ini disebabkan karena terjadi perbedaan angka muai antara agregat dan pasta semen. Jika suhu dinaikkan hingga 800°C, maka pasta semen akan

1-4 1-4

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan porositas beton sebanding dengan volume beton yang mengalami penetrasi panas dengan temperatur 400-800°C. Hal lain juga menunjukkan bahwa porositas beton yang meningkat sebesar 20,695% tersebut menyebabkan kuat tekan turun sebesar 53,665 % dan kuat tarik belah turun sebesar 49,641%.

3. Abdul Rochman ( Jurusan Teknik Sipil-Universitas Muhammadiyah Surakarta) Pada struktur beton yang mengalami kebakaran, kekuatan beton akan dipengaruhi oleh perubahan temperatur, tingkat dan lama pemanasan, jenis dan perilaku pembebanan, jenis dan ukuran agregat, dan faktor air-semen. Pengaruh pemanasan sampai pada temperature 200°C sebenarnya menguntungkan terhadap beton, karena akan menyebabkan penguapan air (dehidrasi) dan penetrasi ke dalam rongga-rongga beton lebih dalam, sehingga memperbaiki sifat lekatan antar partikel-partikel C-S-H. Penelitian Wijaya, (1999) dan Priyosulistyo, (2000) menunjukkan bahwa kuat-tekan beton benda uji silinder maupun kuat lentur benda uji yang dipanaskan dalam tungku pada temperature 200°C meningkat sekitar 10-15 % dibandingkan dengan beton normal yang tanpa dipanaskan. Warna beton yang dipanaskan pada temperatur ini umumnya berwarna hitam gelap. Selanjutnya jika panas dinaikkan lagi, kekuatan beton cenderung menurun. Pada suhu antara 400 – 600°C, penurunan kuat tekan dan kuat lentur hingga mencapai 50 % dari kuat tekan sebelumnya.

Penurunan ini disebabkan karena terjadinya proses dekomposisi unsur C-S-H yang terurai menjadi kapur bebas CaO serta SiO2 yang tidak memiliki kekuatan sama sekali. Karena unsur C-S-H merupakan unsur utama yang menopang kekuatan beton, maka pengurangan C-S-H yang jumlahnya cukup banyak akan sangat mengurangi kekuatan beton. Jika suhu dinaikkan sampai mencapai 1000°C terjadilah proses karbonisasi yaitu terbentuknya Calsium Carbonat (CaCo3) yang berwarna keputih-putihan sehingga merubah warna permukaan beton menjadi lebih terang (pink keputih-putihan). Disamping itu pada temperatur ini terjadi penurunan lekatan antara batuan dan pasta semen, yang ditandai oleh retak-retak dan oleh kerapuhan beton (mudah dipecah dengan tangan).

Kerusakan beton dapat pula disebabkan oleh perbedaan angka muai antara agregat dan pasta semen. Perbedaan ini menyebabkan kerusakan pada interfacial zone sehingga lekatan

1-5 1-5

Didasari oleh penelitian-penelitian tersebut, dalam pengabdian masyarakat ini kami melakukan kajian struktur untuk menganalisa pengaruh struktur beton keseluruhannya terhadap kelayakan dari bangunan tersebut, apakah bangunan setelah pasca kebakaran masih layak atau tidak.

1.2 Maksud dan Tujuan

1.2.1 Maksud

Maksud dari kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat ini adalah melakukan kajian struktur untuk mengidentifikasi kelayakan bangunan Pasar Johar pasca kebakaran.

1.2.2 Tujuan

Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan yang dihadapi maka tujuan dari hasil penelitian ini untuk mendapatkan:

1. Mengetahui lebih lanjut kondisi bangunan Pasar Johar pasca terbakar.

2. Melakukan kajian struktur terhadap kekuatan bangunan Pasar Johar pasca terbakar.

3. Mengevaluasi hasil kajian struktur untuk mengkaji kekuatan bangunan Pasar Johar pasca terbakar apakah masih layak untuk dipertahankan atau tidak.

4. Upaya – upaya yang dilakukan dalam rangka terpenuhi kelayakan struktur gedung pasar Johar pasca kebakaran serta rekomendasi yang diberikan ke Pemerintah Kota Semarang

1-6

1.3 Lokasi Pengabdian

Lokasi pengabdian adalah bangunan Pasar Johar yang terbakar pada 9 Mei 2015, dengan difokuskan pada bagian Utara karena merupakan lokasi bangunan dengan tingkat kerusakan terparah dibandingkan dengan bagian lain.

Sumber: jateng.tribunnews.com

Gambar 1-1 Lokasi Kebakaran Pasar Johar

Sumber: metrotvnews.com/Deo Dwi Fajar Hari

Gambar 1-2 Kondisi Pasar Johar Sebelum Terbakar

1-7

Sumber: beritasatu.com

Gambar 1-3 Kebakaran yang terjadi di Pasar Johar (9 Mei 2015)

Sumber: ANTARA FOTO/R. Rekotomo

Gambar 1-4 Kondisi Pasar Johar Pasca Terbakar

1-8

2 BAB II TARGET DAN LUARAN

2.1. Target dan Luaran

2.1.1. Target yang Ingin Dicapai

Dalam kegiatan ini target yang ingin dicapai adalah mengevaluasi hasil kajian struktur untuk mengkaji kekuatan bangunan Pasar Johar pasca terbakar apakah masih layak untuk dipertahankan atau tidak. Dan jika hasilnya adalah sudah tidak layak untuk dipertahankan maka melalui kegiatan ini diharapkan tercapainya upaya – upaya yang dilakukan dalam rangka terpenuhi kelayakan struktur gedung pasar Johar pasca kebakaran serta rekomendasi yang diberikan ke Pemerintah Kota Semarang

2.2.2. Luaran yang Diharapkan

Tujuan akhir dari kajian struktur ini adalah menilai kelayakan struktur bangunan Pasar Johar pasca kebakaran atau menentukan tingkat kelayakan atau tingkat kerusakan bangunan. Ketentuan tingkat kelayakan eksisting digunakan untuk menentukan metoda perbaikan atau perkuatan yang diperlukan. Setiap praktik pemeriksaan struktur bangunan, keluaran hasil analisis yang diharapkan adalah menghitung apakah tegangan (stress) yang dihasilkan dari perhitungan struktur bangunan lebih kecil dari tahanan (resistance) komponen struktural.

2-1

3 BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN

3.1. Metode Yang Digunakan

Metodologi yang digunakan dalam pelaksanaan pemeriksaan struktur bangunan bersifat menyeluruh (comprehensive), yaitu dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif yaitu dengan melakukan pengamatan dan pemeriksaan lapangan secara visual. Pengukuran kualitatif dilakukan dengan melakukan pencatatan/inventarisasi kondisi bangunan dan kerusakan-kerusakan yang ada pada bangunan eksisting, penelusuran terhadap data-data bangunan, pengambilan foto, dan pemeriksaan visual untuk melihat kondisi komponen struktur yang ada (existing). Di sisi lain, pemeriksaan juga dilakukan dengan metode kuantitatif, yaitu melakukan serangkaian pengujian pada struktur bangunan serta pengukuran konfigurasi bangunan, dan dimensi komponen struktur.

Data-data yang diperoleh dari bangunan tersebut, kemudian dijadikan dasar penentuan mutu bahan yang ada (mutu beton serta jumlah dan diameter tulangan). Selanjutnya dilakukan perhitungan ulang struktur, dan evaluasi bangunan yang ada secara keseluruhan.

3.2. Peninjauan Lapangan

Kegiatan pemeriksaan bangunan dapat disusun dalam beberapa langkah- langkah kegiatan. Adapun urutan langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:

a. Penelusuran data bangunan Pekerjaan penelusuran data bangunan meliputi penelusuran informasi mengenai dibangunnya gedung.

b. Pemeriksaan visual bangunan Pemeriksaan visual bangunan meliputi pemeriksaan sistem struktural komponen non struktural, serta konfigurasi geometri dari komponen struktur tersebut.

3-1

Gambar 3-1 Denah Lantai 1 Pasar Johar Utara

3-2

Gambar 3-2 Denah Lantai 1 Pasar Johar Utara

3-3

Gambar 3-3 Beton pada kolom nampak spalling

c. Pengukuran bangunan Pengukuran bangunan dilakukan unrtuk mengetahui konfigurasi bangunan. Hal ini

juga dapat berfungsi sebagai alat konfirmasi kondisi geometrik bangunan eksisting.

Gambar 3-4 Pengukuran level ketinggian tanah untuk mengetahui kontur pasar johar

3-4 3-4

e. Pengujian lapangan dan laboratorium Pengujian lapangan dilakukan untuk mendapatkan data mutu bahan struktur gedung,

dengan metode non-destructive dan destructive. Kegiatan ini berupa: uji mutu beton permukaan dengan hammer test, dan pengambilan beton inti dengan alat core drill. Sedangkan di laboratorium dilakukan uji tarik tulangan

f. Pengambilan foto Pengambilan foto terhadap kondisi bangunan, komponen struktur dan komponen non struktur untuk diamati penyebab dari kerusakan yang terjadi, serta sebagai alat untuk mengukur tingkat kerusakan bangunan, pengambilan foto juga berfungsi sebagai dokumentasi.

g. Evaluasi data dan analisa struktur bangunan

Evaluasi data bangunan ditujukan untuk mengevaluasi secara keseluruhan kondisi bangunan eksisting, berdasarkan seluruh data yang meliputi: informasi umum gedung, jenis kerusakan pada komponen struktur dan non struktur, serta kelayakan dari komponen tersebut.

Gambar 3-5 Analisis struktur Pasar Johas pasca terbakar menggunakan software

SAP2000

3-5

3.3. Bagan Alir

Tahap pelaksanaan pemeriksaan kelayakan bangunan secara keseluruhan dapat isampaikan bagan alir berikut ini:

Gambar 3-6 Bagan Alir Penelitian Pengabdian

3-6

4 BAB IV HASIL PENGAMATAN

4.1 Pengamatan Visual

4.1.1 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dilakukannya pengamatan secara visual adalah untuk mendapatkan data visual kerusakan pasar johar akibat kebakaran. Data dari pengamatan visual ini selanjutnya akan dipetakan menurut lokasinya. Hasil dari pemetaan data selanjutnya akan dibandingkan dengan pengujian lainnya yang telah dilakukan, yaitu meliputi pengujian hammer, geometri, dan coredrill.

4.1.2 Pelaksanaan Pengamatan

Pelaksanaan pekerjaan dilakukan secara visul dengan bantuan senter penerang, meteran, pilox, kemudian data dimasukkan kedalam form SIMAK yang telah disediakan (terlampir). Dalam pengamatan visual dilakukan pada beberapa obyek pengamatan antara lain; kolom, pelat lantai, pelat atap, dinding, dan tangga.

a. Pengamatan Kolom Pengamatan kolom meliputi kondisi struktur kolom, yaitu berupa pembengkokan kolom

dan kemiringannya; pengelupasan cat, plester, bahkan beton kolom; kondisi beton kolom; terlihatnya tulangan; serta kondisi tulangan yang terlihat. Skala kerusakan kolom dibagi menjadi 5 kondisi, yaitu;

1) Baik

2) Cukup Baik

3) Rusak Ringan

4) Rusak Sedang

5) Rusak Parah

4-1 4-1

keramik; kondisi beton pelat lantai; terlihatnya tulangan; kondisi tulangan; serta lendutan pada pelat. Pada pelat lantai dan pelat atap juga digunakan skala kerusakan dengan 3 kondisi, yaitu;

1) Rusak Ringan

2) Rusak Sedang

3) Rusak Parah

c. Pengamatan pada Dinding dan Tangga Pengamatan pada dinding dan tangga meliputi kondisi cat, plester, spesi, keramik/tegel

dan batu bata, serta kerapuhan yang terlihat pada dinding dan tangga.

4.1.3 Hasil Pengamatan

Gambar 4-1 Peta Kerusakan Kolom Berdasarkan Pengamatan Visual

4-2

Gambar 4-2 Peta Kerusakan Pelat Lantai Berdasarkan Pengamatan Visual

4.2 Hammer Test

4.2.1 Maksud dan Tujuan

Hammer test yaitu suatu alat pemeriksaan mutu beton tanpa merusak beton, metode ini akan diperoleh cukup banyak data dalam waktu yang relatif singkat dengan biaya yang murah. Metode pengujian ini dilakukan dengan memberikan beban intact (tumbukan) pada permukaan beton dengan menggunakan suatu massa yang diaktifkan dengan menggunakan energi yang besarnya tertentu. Jarak pantulan yang timbul dari massa tersebut pada saat terjadi tumbukan dengan permukaan beton benda uji dapat memberikan indikasi kekerasan juga setelah dikalibrasi, dapat memberikan pengujian ini adalah jenis "Hammer".

Alat ini sangat berguna untuk mengetahui keseragaman material beton pada struktur. Alat ini sangat peka terhadap variasi yang ada pada permukaan beton, misalnya keberadaan partikel batu pada bagian-bagian tertentu dekat permukaan. Oleh karena itu, diperlukan pengambilan beberapa kali pengukuran disekitar setiap lokasi pengukuran, yang hasilnya kemudian dirata-ratakan. Secara umum alat ini bisa digunakan untuk: • Memeriksa keseragaman kualitas beton pada struktur.

4-3

• Mendapatkan perkiraan kuat tekan beton. Kelebihan metode hammer test : • Murah, pengukuran bisa dilakukan dengan cepat • Praktis (mudah digunakan). • Tidak merusak Kekurangan metode hammer test : • Hasil pengujian dipengaruhi oleh kerataan permukaan, kelembaban beton, sifat sifat dan

jenis agregat kasar, derajad karbonisasi dan umur beton. Oleh karena itu perlu diingat bahwa beton yang akan diuji haruslah dari jenis dan kondisi yang sama.

• Sulit mengkalibrasi hasil pengujian. Tingkat keandalannya rendah. • Hanya memberikan imformasi mengenai karakteristik beton pada permukaan.

4.2.2 Cara Pelaksanaan Pengujian

Adapun cara pelaksanaan pengujian adalah sebagai berikut.

1. Menyusun rencana jadwal pengujian, mempersiapkan peralatan yang diperlukan.

2. Mencari data tentang letak detail konstruksi, tata ruang dan mutu bahan konstruksi selama pelaksanaan bangunan berlangsung.

3. Menentukan titik test.  Titik test untuk kolom diambil sebanyak 16 (enam belas) titik, masing-masing titik

test terdiri dari 5 (lima) titik tembak .  Pelat lantai diambil sebanyak 9 (sembilan) titik test dan per titik masing-masing

terdiri dari 5 (lima) titik tembak.

4. Letakkan ujung plunger yang terdapat pada ujung alat hammer test pada titik yang akan ditembak dengan memegang hammer dengan arah tegak lurus atau miring bidang permukaan beton yang akan diuji.

5. Plunger ditekan secara perlahan-lahan pada titik tembak dengan tetap menjaga kestabilan arah dari alat hammer. Pada saat ujung plunger akan lenyap masuk kesarangnya akan terjadi tembakan oleh plunger terhadap beton, dan tekan tombol yang terdapat dekat pangkal hammer.

6. Lakukan pengetesan terhadap masing-masing titik tembak yang telah ditetapkan semula dengan cara yang sama.

4-4

7. Tarik garis vertikal dari nilai pantul yang dibaca pada Grafik 1 yaitu hubungan antara nilai pantul dengan kekuatan tekan beton yang terdapat pada alat hammer sehingga memotong kurva yang sesuai dengan sudut tembak hammer.

8. Besar kekuatan tekan beton yang ditest dapat dibaca pada sumbu vertikal yaitu hasil perpotongan garis horizontal dengan sumbu vertikal.

Gambar 4-3 Gambar Pelaksanaan Hammer Test

4-5

4.2.3 Hasil Pengamatan

Tabel 4-1 Tabel data Hammer Test Kolom

NO ANGKA PANTUL

1 2 3 4 5 6 RATA PUKULAN

kg/cm 2

kg/cm

51.80 kg/cm2

= 21.2 < 24.9 (tidak memenuhi syarat K.300)

20.75 (memenuhi syarat K.250)

Maka, mutu beton pelaksanaan memenuhi syarat K.250

Kuat tekan beton/titik uji

Jumlah titik

Kuat tekan beton rata-rata

Standar Deviasi

Kuat tekan beton karakteristik pelaksanaan

Kuat tekan beton karakteristik rencana

Dasar pemeriksaan : SNI

4-6

Tabel 4-2 Analisis Skala Prioritas Kolom

KONVERSI

KATEGORI

NO TITIK

2 TITIK 3 SAMPEL RATA PUKULAN kg/cm kg/cm 1 C-3

108.593 SANGAT BAIK

2 C-9

112.339 SANGAT BAIK

CUKUP BAIK

CUKUP BAIK

CUKUP BAIK

127.316 SANGAT BAIK

4-7

Tabel 4-3 Tabel data Hammer Test Pelat

PERHITUNGAN TITIK

NO PLAT

ANGKA PANTUL

kg/cm

9 kg/cm

71.09 kg/cm2

24.9 (memenuhi syarat K.300)

29.05 (memenuhi syarat K.350)

Maka, mutu beton pelaksanaan memenuhi syarat K.350

Keterangan

Kuat tekan beton/titik uji

Jumlah titik

Kuat tekan beton rata-rata

Standar Deviasi

Kuat tekan beton karakteristik pelaksanaan

Kuat tekan beton karakteristik rencana

Dasar pemeriksaan : SNI

4-8

Tabel 4-4 Analisis Skala Prioritas Pelat KONVERSI

2 TITIK 3 RATA PUKULAN kg/cm kg/cm 1 B-3

41 -90

31.088 SANGAT BAIK

28.055 SANGAT BAIK

17.743 CUKUP BAIK

28.813 SANGAT BAIK

25.780 SANGAT BAIK

29.571 SANGAT BAIK

31.846 SANGAT BAIK

30.329 SANGAT BAIK

4-9

4.3 Survey Inspeksi Geometrik

4.3.1 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dilakukannya Inspeksi Geometrik ini adalah untuk mendapatkan data spasial teliti dari situasi eksisting bangunan gedung pasar Johar dan pengukuran geometri secara teliti menggunakan kaidah-kaidah pemetaan dan peralatan survey yang tepat.

4.3.2 Ruang Lingkup dan Volume Kegiatan

Dalam survey Geodesi untuk investigasi dan analisis kondisi Gedung Pasar Johar Semarang dilakukan dengan beberapa kegiatan, yaitu :

1. Investigasi Geometrik Tiang/Pilar Utama Gedung Pasar Johar

2. Investigasi Profil Lantai Dasar pada Gedung Pasar Johar

4.3.3 Pelaksanaan Teknis Pekerjaan

Pelaksanaan pekerjaan ini menggunakan peralatan sebagai berikut :

8. Total Station Reflectorless Sokkia 630R untuk inspeksi geometri pilar

9. Waterpass digital / Total Station TopCon untuk inspeksi beda tinggi lantai

10. Perangkat Pendukung : Statip, Rambu Ukur, Prisma Ukur, Jalon Inspeksi geometrik yang dilakukan terdiri dari pengukuran verticality tiang utama gedung

dan pengecekan profil lantai.

4.3.3.1 Pengukuran Verticality Tiang Gedung

Pengukuran menara bendungan dilakukan dengan menggunakan TS reflektorless, dimana alat ini mampu membidik objek tanpa harus mengenai prisma ukur. Hal tersebut memudahkan dalam investigasi verticality menara bendungan. Dengan bantuan alat ini pengukuran dapat mendapatkan nilai yang sangat akurat, tentu saja dengan standart operation alat tersebut. Langkah-langkah pengoperasian pengukuran sebagai berikut :

a. Buka dan posisikan alat Total Station (TS) disalah satu sisi pilar bangunan, atur jarak penempatan Antara kaki TS dengan sisi pilar bangunan, usahakan cari jarak yang sesuai dan memudahkan kita dalam mengambil objek.

b. Posisikan alat TS pada ketinggian sesuai dengan kemudahan kita sebagai pengambil objek/ penguna alat, usahakan jangan terlalu rendah ataupun terlalu tinggi.

c. atur posisi alat TS dalam keadaan tegak lurus dan pastikan letak titik as TS satu garis lurus dengan pojokan pilar gedung. Pada tahap inilah hasil pengukuran kita akan ditentukan, dibutuhkan ketelitian dan pemahaman yang tinggi mengenai alat TS,

4-10 4-10

d. Setelah langkah ke 4 selesai, dilanjutlkan dengan mengarahkan alat TS kita kearah sudut pilar gedung dari paling bawah ke paling atas, setelah itu didapatkan dilanjutkan dengan mengunci horizontalnya, kemudian mengarahkan alat teropong ke sudut pilar bangunan paling atas. Pada proses terakhir ini sudah bisa didapatkan apakah ada nilai kemiringan pada tiang/pilar tersebut.

e. Bidik tiap sisi pilar dari sudut pilar dengan TS untuk mendapatkan geometri tiang/pilar.

f. Lakukan Langkah dari satu sampai dengan enam disetiap pilar bangunan

g. Langkah terakhir setelah semua sisi dilakukan pengukuran adalah dengan cara analisa hasil dan melakukan revisi ketegakan bangunan gedung.

Gambar 4-4 Pengukuran Verticality Bangunan Gedung

4.3.3.2 Pengukuran Pengecekan Lantai Bangunan

Pengukuran untuk melakukan pengecekan pada lantai gedung dilakukan dengan melakukan metode tachimetry untuk mendapatkan koordinat horizontal dan vertikal. Pengukuran dilakukan dengan mengambil titik-titik lantai secara menyeluruh dan pengambilan titik-titik lantai yang mempunyai perbedaan tinggi yang cukup signifikan, sehingga diharapkan dapat merepresentasikan kondisi existing dari lantai bangunan gedung.

4-11

Gambar 4-5 Pengukuran Situasi Lantai Gedung

4.3.4 Hasil Pengamatan

4.3.4.1 Hasil Verticality Pilar Bangunan

Verticality bangunan gedung diukur pada pilar/tiang utama untuk diketahui kecondongan kemiringan yang terjadi pada gedung.

Gambar 4-6 Ilustrasi Pengukuran Verticality Gedung

Pengukuran tiang gedung tidak diukur keseluruhan melainkan diambil contoh sampel yang secara kasat mata tiang-tiang gedung tersebut mempunyai kemiringan. Berikut denah dari tiang yang terukur:

4-12

Gambar 4-7 Ilustrasi Pilar-Pilar yang Diukur

Hasil yang diperoleh dari pengukuran dapat dirangkum dalam tabel berikut:

Tabel 4-5 Hasil Pengukuran Tiang Gedung

Koordinat

Nomor Lokasi Posisi Tinggi Tiang Tiang Tiang

Survey

yang Terukur (m) Bawah 996,094 1009,789 98,61

1009,148 999,599 104,237 7 D6 Bawah 1003,664 993,285 98,697

Atas

4-13

Koordinat

Nomor Lokasi

Tinggi Tiang Tiang Tiang

Posisi

Survey

yang Terukur (m)

4.3.4.2 Analisis Kelaikan Geometri Tiang Gedung

Kelaikan tiang dapat dilihat secara geometri dengan mengetahui kemiringan tiang dan pergeseran tiangnya. Kemiringan dan pergeseran dapat diukur secara teliti dan diketahui hasilnya dengan asumsi satu poros pangkal tiang dianggap tetap dan bila poros ujung berubah posisi maka tiang mengalami deformasi pergeseran dan kemiringan. Bila pergeseran posisi tiangnya masih dalam toleransi pergeseran maka tiang masih laik bangunan, sedangkan bila pergeserannya melampaui nilai toleransinya maka tiang bangunan dianggap tidak laik bangunan. Toleransi pergeseran adalah 1/200 x tinggi tiang (asumsi tiang yang terukur).

4-14

Perubahan Kemiringan & Pergeseran

Poros pangkal yang dianggap tetap

Gambar 4-8 Ilustrasi Deformasi pada Tiang Gedung

Berikut hasil analisis kelaikan tiang bangunan dari pengukuran di lapangan:

Tabel 4-6 Hasil Analisis Pengukuran Tiang Gedung

Sudut

Nomor Lokasi Pergeseran Tinggi Toleransi (meter)

Keterangan Tiang Tiang

tidak memenuhi

tidak memenuhi

tidak memenuhi

4-15

Sudut

Nomor Lokasi Pergeseran Tinggi Toleransi (meter)

Keterangan Tiang Tiang

tidak memenuhi

tidak memenuhi

tidak memenuhi

tidak memenuhi

tidak memenuhi

tidak memenuhi

tidak memenuhi

tidak memenuhi

tidak memenuhi

Dari tabel analisis diatas dapat disimpulkan bahwa hanya terdapat empat (25% memenuhi) tiang yang deformasinya masih dalam toleransi pergeseran, dan 12 (75% tidak memenuhi) tiang lainnya tidak memenuhi toleransi. Tiang yang memiliki pergeseran yang cukup tinggi adalah tiang pada posisi E3, D10, dan E10 yang mencapai selisih 10 cm dari batas toleransi pergeseran.

4.3.4.3 Pengecekan Lantai Gedung

Pengecekan lantai gedung dilakukan dengan mengukur titik-titik tinggi pada lantai. Dari pengukuran tersebut, maka akan dapat dilihat kontur lantai yang dapat dianalisis deformasi lantai dengan diketahuinya tingkat kerataan lantai. Pengukuran titik-titik tinggi

4-16 4-16

Titik Terukur 9229340

Gambar 4-9 Plotting Titik Lantai yang Terukur pada Lantai 1

4-17

Gambar 4-10 Plotting Titik Lantai yang Terukur pada Lantai 2

Gambar 4-11 Situasi Lantai yang Terukur pada Lantai 1

4-18

Gambar 4-12 Situasi Lantai yang Terukur pada Lantai 2

4.3.4.4 Analisis Pengecekan Lantai Gedung

Dari hasil pengukuran terlihat ketidak rataan lantai gedung di lantai 1 maupun lantai 2. Bila divisualkan dengan garis kontur maka akan terlihat ketidak rataan lantai dengan hasil sebagai berikut:

4-19

Gambar 4-13 Kontur Lantai yang Terukur pada Lantai 1 Gedung

Dari visual kontur tersebut, maka dapat terlihat garis kontur hijau yang menandakan lantai turun pada sisi timur dan utara (barat laut) pada lantai 1 gedung. Kemudian garis kontur merah menandakan wilayah yang mempunyai ketinggian tertinggi. Dari kondisi lapangan, wilayah yang tinggi merupakan tumpukan-tumpukan beton. Dari hasil pengukuran tersebut juga dapat diketahui rata-rata selisih ketinggian lantai 1 gedung adalah berkisar 40 cm.

4-20

Gambar 4-14 Kontur Lantai yang Terukur pada Lantai 2 Gedung

Kondisi di lantai 2 gedung, sesuai dengan gambar konturnya ada ketidak rataan lantai pada barat, timur, dan selatan. Pada garis kontur hijau menandakan daerah yang rendah/turun dari ketinggian sekitarnya dan yang paling turunadalah pada sisi barat lantai gedung. Kemudian, daerah yang tinggi berada di sisi selatan (tenggara) lantai gedung. Rata-rata perbedaan selisih tinggi dari titik tinggi rata-rata adalah 10 cm. Hasil analisis di kedua lantai dalam visual 3D dapat dilihat gambar berikut:

4-21

Gambar 4-15 Visual 3D Lantai yang Terukur pada Lantai 1 Gedung

Gambar 4-16 Visual 3D Lantai yang Terukur pada Lantai 2 Gedung

4-22

4.4 Core Drill

4.4.1 Maksud dan Tujuan

Secara umum, hasil pengujian dengan cara merusak ini untuk mengetahui kekuatan dari beton di lapangan apakah beton tersebut masih layak atau sudah tidak layak. Salah satu cara untuk mengetahui kekuatan beton di lapangan dengan cara merusak struktur beton ini adalah core drill . Sebelum melakukan pengujian, maka benda uji harus diberikan caping terlebih dahulu. Caping adalah pemberian lapisan bidang perata pada permukaan bidang tekan benda uji.

4.4.2 Pengujian core drill

Pengujian beton keras di lapangan dengan core drill adalah termasuk destruction test (DT) atau pengujian beton keras dengan cara merusak struktur beton yang diuji. Benda uji yang dimaksud adalah benda uji beton berbentuk silinder hasil pengeboran beton pada struktur yang sudah dibangun atau dilaksanakan. Berikut adalah syarat-syarat pengujian core drill .

1. Jumlah benda uji tidak boleh kurang dari 3 buah.

2. Peralatan yang dipakai harus yang telah dikalibrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Untuk keperluan evaluasi tes tekan bor inti digunakan ketentuan Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung SNI 2847-2002 pasal 7.6.5.4 atau ACI 318 pasal

5.6.4.4. Ketentuan mengenai hasil tekan bor inti menyebutkan bahwa daerah beton yang dipersoalkan dinyatakan cukup secara struktur bila kuat tekan rata-rata dari 3 benda uji > 85%f’c dan tidak ada satupun hasil uji < 75%f’c.

Beban yang diperoleh dari pengujian di laboratorium dengan menggunakan alat bantu hydraulic universal testing machine selanjutnya akan dihitung kuat tekan karakteristiknya. Adapun persamaan untuk mencari kuat tekan karakteristik adalah sebagai berikut.

dimana: : Kuat tekan karakteristik (kg/cm 2 )

P : Gaya tekan (kg)

A : Luas bidang tekan (cm 2 )

L : Panjang sampel saat diuji (cm)

4-23

D : Diameter sampel (cm)

f l/d : Faktor koreksi l/d

f dia : faktor koreksi diameter core

f d : faktor koreksi kerusakan akibat drilling Adapun untuk faktor koreksi dapat dilihat pada tabel berikut dimana untuk faktor koreksi l/d bersumber dari ASTM C 42/C 42M-04 dan ACI 214.4R-03. Sedangkan untuk faktor koreksi dameter bersumber dari ACI 214.4R-03.

Tabel 4-7 Faktor koreksi l/d

l/d

Faktor koreksi

Tabel 4-8 Faktor koreksi diameter Diameter (mm)

Faktor koreksi

Berikut adalah langkah kerja dari pengambilan benda uji sampai pada pengujian.

a. Siapkan bahan dan peralatan.

b. Pasangkan core drill dengan arah vertikal atau tegak lurus benda uji atau pelat beton, set alat agar benar-benar vertikal dengan bantuan tabung nivo.

Sumber: Foto Lapangan (2016 )

Gambar 4-17 Setting untuk dudukan alat core drill

4-24 4-24

Sumber: Foto Lapangan (2016 )

Gambar 4-18 Proses pengambilan salah satu benda uji

d. Setelah pengeboran selesai, ambil benda uji dan kemudian potong benda uji tersebut hingga didapatkan panjang yang diinginkan. Di dalam benda uji tidak boleh terdapat tulangan dengan arah vertikal terhadap benda uji karena apabila terdapat tulangan vertikal maka benda uji tidak terpakai. Tetapi apabila pada benda uji terdapat tulangan arah horisontal, maka benda uji tersebut dapat dipakai.

4-25

Sumber: Foto Lapangan (2016 )

Gambar 4-19 Benda uji dari hasil core drill

e. Selanjutnya benda uji ditimbang untuk diketahui beratnya.

f. Caping benda uji dengan menggunakan campuran belerang dan pasir kuarsa (dipanaskan hingga mencair) dengan tebal maksimum 10 mm.

g. Ukur tinggi benda uji setelah dicaping.

h. Tekan benda uji sampai hancur dan perhitungan beban dengan bantuan hydraulic

universal testing machine . Kemudian tentukan besarnya beban hancur tersebut.

Sumber: Lab. Bahan dan Konstruksi UNDIP (2016)

Gambar 4-20 Hydraulic universal testing machine

4-26

Sumber: Lab. Bahan dan Konstruksi UNDIP (2016)

Gambar 4-21 Sesaat sebelum proses uji tekan dari benda uji

Sumber: Lab. Bahan dan Konstruksi UNDIP (2016)

Gambar 4-22 Proses uji tekan dari benda uji

4-27 4-27

Berikut adalah lokasi pengambilan sampel untuk core drill, yaitu di daerah cendawan, pelat, kolom, serta pondasi di Pasar Johar.

Daerah Pelat

Daerah Cendawan

(a)

(b)

4-28

Daerah Kolom

Daerah Pondasi

(c)

Gambar 4-23 Daerah pengambilan sampel core drill (a) daerah pelat dan cendawan; (b) tampak atas pondasi, kolom, dan sloof; (c) potongan A-A

Berikut adalah tabel perhitungan kuat tekan karakteristik untuk masing-masing sampel.

Tabel 4-9 Perhitungan kuat tekan karakteristik benda uji

Tinggi Diameter

No. Kode

(kg/cm 2 )

0.87 0.984 26.834 2 C2-D2 (Pelat)

1 D2 (Cendawan)

0.87 0.984 11.323 3 C2-C3 (Pelat)

0.87 0.984 27.176 4 B3 (Cendawan)

0.87 0.998 37.971 5 H2-I2 (Pelat)

0.87 0.984 25.702 6 I2 (Cendawan)

0.87 0.984 22.084 7 I5 (Cendawan)

0.87 0.984 19.022 8 I5-I6 (Pelat)

0.87 0.998 23.473 9 I10 (Cendawan)

0.87 0.984 19.819 10 H10-I10 (Pelat)

0.87 0.998 31.846 11 C9 (Pondasi)

0.87 0.984 46.426 12 C9 (Kolom)

0.87 1.036 127.316 Sumber: Analisis sendiri (2017)

4-29

Berdasarkan hasil penelitian kuat tekan beton yang dilakukan dapat diketahui bahwa untuk kuat tekan beton yang tidak terkena efek dari kebakaran adalah sebesar 127.316

kg/cm 2 . Nilai ini dapat digunakan sebagai acuan untuk kuat tekan beton normal sehingga dapat diketahui perbandingannya dengan kuat tekan beton pasca terbakar. Apabila

dibandingkan dengan hasil nilai kuat tekan beton normal, nilai kuat tekan beton pasca terbakar jauh berada di bawah nilai kuat tekan beton normal. Hal ini mengindikasikan bahwa kuat tekan beton pasca terbakar telah mengalami penurunan kekuatan dan secara mutu dinyatakan tidak layak lagi untuk digunakan.

Terkait dengan nilai kuat tekan beton yang diperoleh maka dapat diketahui juga nilai penurunan dari awal dibangunnya Pasar Johar. Pasar Johar dibangun pada tahun 1931 dan tahun penelitian adalah 2016 sehingga jangka waktunya adalah 85 tahun. Sebagai contoh

diambil nilai kuat tekan beton pondasi yaitu sebesar 46.426 kg/cm 2 . Apabila nilai kuat tekan pondasi tersebut dibandingkan dengan nilai kuat tekan beton normal, maka diperoleh

persentase 63.53%. Sehingga dapat diperoleh persentase nilai penurunan mutu beton pondasi per tahun adalah 63.53% / 85 tahun, yaitu 0.747% /tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa terlepas dari pengaruh termal, kondisi mutu beton itu sendiri mengalami penurunan yang dapat disebabkan oleh kandungan kimia air dan faktor luar lainnya.

4.5 Pengujian Kualitas Air

Kualitas air sangat mempengaruhi kekuatan beton, baik secara internal yaitu sebagai salah satu material penyusun beton, maupun secara eksternal yaitu sebagai faktor lingkungan beton (underground concrete). Kualitas air erat kaitannya dengan bahan-bahan yang terkandung dalam air tersebut. Air diusahakan agar tidak membuat rongga pada beton, tidak membuat retak pada beton dan tidak membuat korosi pada tulangan yang mengakibatkan beton menjadi rapuh. Banyak hal-hal lain yang bisa berdampak karena pemakaian air, berikut ini uraiannya :

1. Air tidak mengandung lumpur lebih dari 2 gram/liter karena dapat mengurangi daya lekat atau bisa juga mengembang (pada saat pengecoran karena bercampur dengan air) dan menyusut (pada saat beton mengeras karena air yang terserap lumpur menjadi berkurang).

2. Air tidak mengandung garam lebih dari 15 gram karena resiko terhadap korosi semakin besar.

3. Air tidak mengandung khlorida lebih dari 0,5 gram/liter karena bisa menyebabkan korosi pada tulangan.

4-30

4. Air tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter karena dapat menurunkan mutu beton sehingga akan rapuh dan lemah.

5. Air tidak mengandung minyak lebih dari 2 % dari berat semen karena akan mengurangi kuat tekan beton sebesar 20 %.

6. Air tidak mengandung gula lebih dari 2 % dari berat semen karena akan mengurangi kuat tekan beton pada umur 28 hari.

7. Air tidak mengandung bahan organik seperti rumput/lumut yang terkadang terbawa air Karena akan mengakibatkan berkurangnya daya lekat dan menimbulkan rongga pada beton.

Syarat air menurut SK SNI 03-2847-2002, air yang dapat digunakan dalam proses pencampuran beton adalah sebagai berikut :

1. Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan-bahan merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik, atau bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap beton atau tulangan.

2. Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton yang didalamnya tertanam logam aluminium, termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan.

Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton. Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran beton yang menggunakan air dari sumber yang sama dan hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar yang dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus mempunyai kekuatan sekurang- kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat diminum. Perbandingan uji kekuatan tersebut harus dilakukan pada adukan serupa, terkecuali pada air pencampur, yang dibuat dan diuji sesuai dengan “Metode uji kuat tekan untuk mortar semen hidrolis (Menggunakan spesimen kubus dengan sisi ukuran 50 mm)” (ASTM C 109).

4.5.1 Klorida

Klorida banyak ditemukan di alam, hal ini di karenakan sifatnya yang mudah larut. Kandungan klorida di alam berkisar < 1 mg/l sampai dengan beberapa ribu mg/ldi dalam air laut. Air buangan industri kebanyakan menaikkan kandungan klorida demikian juga manusia dan hewan membuang material klorida dan nitrogen yang tinggi. Kadar Cl dalam air dibatasi oleh standar untuk berbagai pemanfaatan yaitu air minum, irigasi dan konstruksi.

4-31

Konsentrasi 250 mg/l unsur ini dalam air merupakan batas maksimal konsentrasi yang dapat mengakibatkan timbulnya rasa asin. Konsentrasi klorida dalam air dapat meningkat dengan tiba-tiba dengan adanya kontak dengan air bekas. Klorida mencapai air alam dengan banyak cara. Kotoran manusia khususnya urine, mengandung klorida dalam jumlah yang kira-kira sama dengan klorida yang dikonsumsi lewat makanan dan air. Jumlah ini rata-rata kira-kira 6 gr klorida perorangan perhari dan menambah jumlah Cl dalam air bekas kira-kira

15 mg/l di atas konsentrasi di dalam air yang membawanya, di samping itu banyak air buangan dari industri yang mengandung klorida dalam jumlah yang cukup besar. Klorida dalam konsentrasi yang layak adalah tidak berbahaya bagi manusia. Klorida dalam jumlah kecil dibutuhkan untuk desinfectan. Unsur ini apabila berikatan dengan ion Na+ dapat menyebabkan rasa asin, dan dapat merusak pipa-pipa air. Konsentrasi maksimal klorida dalam air yang ditetapkan sebagai standar persyaratan oleh Dep. Kes. R.I. adalah sebesar 200,0 mg/l sebagai konsentrasi maksimal yang dianjurkan, dan 600,0 mg/l sebagai konsentrasi maksimal yang diperbolehkan (Sutrisno.T, 2004).

Analisa klorida dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya analisa titrimetri dengan menggunakan metode argentometri. Metode yang sering digunakan pada penetapan klorida adalah metode argentometri.

Metode argentometri (titrasi pengendapan) dapat dilakukan dengan beberapa cara yang melibatkan ion perak, diantaranya adalah cara mohr, cara volhard, dan cara fajans. Pada titrasi ini biasanya digunakan larutan baku perak nitrat 0,1 M dan larutan baku Kalium Tiosianat 0,1 M. Kedua pereaksi ini dapat diperoleh sebagai zat baku utama, namun Kalium Tiosianat agak mudah menyerap air sehingga larutannya perlu dibakukan dengan larutan perak nitrat. Kedua larutan baku ini cukup mantap selama salam penyimpanan asalkan disimpan dalam wadah kedap udara dan terlindung dari cahaya. Pelarut yang digunakan harus air yang benar-benar murni, atau air suling. Kalau tidak kekeruhan akan muncul karena pengaruh ion klorida yang ada di dalam air. Jika larutan itu disaring, kemudian dibakukan dengan NaCl secara gravimetri.

Selain larutan Kalium Tiosianat, larutan amonium tiosianat 0,1 M sering juga dipakai sebagai larutan baku di dalam titrasi argentometri. Namun, karena amonium tiosianat sangat mudah menyerap air, maka harus dibakukan dulu dengan larutan baku perak nitrat memakai cara titrasi volhard (Rivai.H, 1995).

4-32

Hasil pangujian air tanah di lokasi Pasar Johar memiliki kadar Klorida sebanyak 143 mg/l. Jika dibandingkan dengan baku mutu sebesar 400 mg/l maka air tanah dari Pasar Johar tersebut masih masuk standar baku mutu air bersih.

4.5.2 Sulfat

Ion sulfat (SO 4 ) adalah anion utama yang terdapat di dalam air. Jumlah ion sulfat yang berlebih dalam air minum menyebabkan terjadinya efek cuci perut pada manusia. Sulfat mempunyai peranan penting dalam penyaluran air maupun dalam penggunaan oleh umum.