PROPOSAL SKRIPSI Syifa Fem IPB

PROPOSAL SKRIPSI

KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PADA MAYARAKAT
HUTAN HARAPAN DI DESA BUNGKU, KECAMATAN BAJUBANG,
KABUPATEN BATANGHARI, PROVINSI JAMBI

Oleh :
Syifa Selvia Sulistyoningrum
I34090113

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI
DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

i

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI
DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
Dengan ini menyatakan bahwa proposal skripsi yang disusun oleh:
Nama Mahasiswa
: Syifa Selvia Sulistyoningrum
NIM
: I34090113
Judul Proposal Skripsi
: Ketahanan Pangan Rumah Tangga pada Mayarakat Hutan
Harapan di Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten
Batanghari, Provinsi Jambi
Telah memenuhi persyaratan untuk dilanjutkan dengan penelitian lapangan

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Dr. Titik Sumarti MC, MS.
NIP. 19610927 19860 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS
NIP. 19550630 198103 1 003

Tanggal Pengesahan :

ii

RIWAYAT HIDUP
Peneliti bernama Syifa Selvia Sulistyoningrum lahir di Bekasi pada tanggal 15 Januari
1992, anak terakhir dari tiga bersaudara dari pasangan Martono Dharma Wihardja dan
Rusmiyarti. Pendidikan formal penulis dimulai dari Taman Kanak-Kanak Cut Meutia Bekasi
pada tahun 1996-1997, SDN Pengasinan 1 Bekasi pada tahun 1997-2003, SMPN 2 Bekasi
pada tahun 2003-2006, dan SMA Yadika 8 Jatimulya pada tahun 2006-2009. Pada tahun
2009 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada Mayor Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Peneliti aktif sebagai staf departemen rohis kelas FORSIA (Forum Syiar Islam

Fakultas Ekologi Manusia) periode 2010-2011, staf divisi publishing dan tim pengajar
Sanggar Juara periode 2010-2011, tim media IPB Youth Journalist periode 2011, ketua
Sanggar Juara periode 2011-2012, Biro/Program SPEAK Goes to School di club SPEAK
(Suara Pemuda Anti Korupsi) periode 2012-2013, volunteer YEP! (Youth Empowering)
periode 2012-2013, founder dan external relationship BicaraDesa.com periode 2012sekarang, Young Changemaker ASHOKA Indonesia 2012-sekarang, dan staf IT & Kreatif
Indonesian Future Leaders (IFL) pusat. Penghargaan yang pernah di dapat adalah 20 Foto
terbaik lomba fotografi IDEA 2011 masuk dalam buku ‘POTRET REALITA, Pendidikan
Masa Kini’ terbitan IPB PRESS, cetakan pertama September 2011, Juara II Perkusi SKPM
dalam E’SPENT 2011, Juara III kontingen tenis meja wakil Departemen SKPM dalam
E’SPENT 2012, Observer wakil Jawa Barat pada Indonesian Young Changemakers Summit
(IYCS) 2012, 10 besar project dalam Unilever Leadership Action on Sustainibility 2012,
wakil Sanggar Juara sebagai nominator dalam Apresiasi Kepada Community Development di
Bidang Pendidikan oleh RCDC MITI Jabar, Kabinet KM ITB dan BEM UNPAD, pembicara
Sanggar Juara dalam acara Indonesia Young and Creative Weeks 2012 di fX Senayan, dan
penerima pembiayaan program PKM-M dari DIKTI tahun 2013. Pengalaman kerja penulis
adalah sebagai pengajar bimbel (bimbingan belajar) sekolah dasar di FLY Education, Villa
Bogor Indah.

iii


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi berjudul
“Ketersediaan Pangan Rumahtangga Dan Upaya Pemenuhannya Pada Komunitas Batin
Sembilan di Hutan Harapan Jambi”. Proposal skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat
pengambilan data lapangan dan skripsi pada Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian yang ditulis dalam skripsi ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana
ketersediaan pangan rumah tangga dan upaya pemenuhannya pada komunitas batin sembilan
di hutan harapan Jambi. Tujuan lainnya adalah untuk menjadi referensi baik bagi semua
pihak yang terkait.
Peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr Ir Titik Sumarti,
MC MS, selaku dosen pembimbing yang telah memberi banyak arahan, saran dan sabar
membimbing peneliti dalam menyelesaikan proposal penelitian ini. Tak lupa kepada
ayahanda Martono Dharma Wihardja, ibunda Rusmiyarti, serta kedua kakak Taufiq Wisnu
Wihardja dan Maradona Bagus Budi Dharma atas segala bentuk doa dan dukungan juga
dorongan semangat yang sangat besar kepada peneliti. Juga kepada sahabat-sahabat terbaik
KPM angkatan 46 terutama Gressayana Suciari, Ajeng Intan Purnamasari, Hamdani
Pramono, Ai Nurasiah Zhakiyah, Lulu Hanifah, Anggi Lestari Utami, Faris Budiman Annas,
Indra Setiyadi, Arif Rachman, Nina Lucellia, Firda Emiria Utami, Rafi Nugraha, Yanitha

Rahmasari, Puti Bunga Hadian, Novia Fridayanti, Muhammad Septiadi, Dini Dwiyanti, Siska
Oktavia, Rizka Andini, Bahari Ilmawan, Iqbaludin Akbar, Rizka Amalia, Ananndita Rostu,
Fadil Afrianto, Oki Wanarijki, Elbie Yudha Pratama, dan Ade Martha atas saran, masukan,
dan pelajaran yang diberikan kepada peneliti. Teman satu bimbingan Yuli Dwi Anggraeni
dan Linda Dessy Kania untuk masukan, saran, candaan dan kebersamaannya. Terima kasih
juga kepada sahabat terbaik Sanggar Juara, komunitas BicaraDesa.com, dan Indonesian
Future Leaders yang sudah seperti keluarga yang setia memberi doa dan dukungan moril
kepada penulis dalam menyelesaikan proposal penelitian ini.
Peneliti mengetahui bahwa karya ini belumlah sempurna, sehingga kritik dan saran
yang membangun sangat diharapkan. Akhir kata semoga skripsi ini nantinya dapat
bermanfaat bagi banyak pihak.
Bogor, 12 April 2013

Syifa Selvia Sulistyoningrum
NIM. I34090113

iv

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................iii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL......................................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................................vii
1. PENDAHULUAN..............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Masalah Penelitian............................................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian..............................................................................................................4
1.4 Kegunaan Penelitian.........................................................................................................4
2. PENDEKATAN TEORETIS..............................................................................................6
2.1 Tinjauan Pustaka..............................................................................................................6
2.1.1
Konsep Ketahanan Pangan...................................................................................6
2.1.2
Ketahanan Pangan................................................................................................7
2.1.3
Pemberdayaan Masyarakat...................................................................................9
2.1.4
Partisipasi...........................................................................................................11
2.2 Kerangka Pemikiran.......................................................................................................12

3. PENDEKATAN LAPANGAN.........................................................................................16
3.1 Lokasi dan Waktu...........................................................................................................16
3.2 Teknik Pengambilan Sampel dan Pengumpulan Data....................................................17
3.3 Teknik Pengolahan dan Analisis Data............................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................19
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian.........................................................................................13
Lampiran 2. Wawancara Mendalam........................................................................................14
Lampiran 4. Rancangan Skripsi...............................................................................................20

v

DAFTAR TABEL
Nomor
Tabel 1.

Rencana Jadwal Penelitian..................................................................

Halaman
16


vi

DAFTAR GAMBAR
Nomor
Gambar 1.

Kerangka pemikiran Partisipasi Suku Anak Dalam di Jambi
dalam Program Ketahanan Pangan...............................................

Halaman
13

vii

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.


Peta Hutan Harapan Desa Bungku Kecamatan Bajubang
Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi........................................
Wawancara Mendalam...............................................................
Rancangan Skripsi......................................................................

Halaman
13
14
20

1

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tingkat alih fungsi ataupun penggundulan hutan di Indonesia sedang disorot seksama
oleh dunia. Betapa tidak, Indonesia yang separuh wilayahnya terdiri dari hutan (primer dan
terkelola) menyumbang 18,7 miliar ton emisi karbon dan efek rumah kaca, hanya satu tingkat
di bawah Brasil di urutan pertama. Demikian data Food and Agricultural Organization (FAO)
melingkup termin waktu sejak 1990 hingga 2010. Indonesia yang pada akhir 1890-an
dikagumi sebagai paru-paru Dunia dengan Borneo sebagai sumber oksigen terbesar, kini

terancam penggundulan dan alih fungsi hutan yang memprihatinkan. FAO mencatat sebesar
51% atau 94.432.000 hektare lahan Indonesia adalah hutan. Setengahnya adalah hutan primer
dan sebanyak 3.549.000 hektare hutan perkebunan. Antara 1990 hingga 2010, Indonesia
kehilangan 1,02% luas hutan per tahun, yang berarti total penggundulan atau alih fungsi
dalam 20 tahun terakhir sebesar 20,3%.1
Penggundulan dan alih fungsi lahan hutan, atau istilahnya deforestasi, untuk dijadikan
perkebunan kelapa sawit ditunding sebagai salah satu penyebab kerusakan hutan. Hutan yang
didalamnya terdapat beranekaragam jenis pohon dirubah menjadi tanaman monokultur,
menyebabkan hilangnya biodiversitas dan keseimbangan ekologis di areal tersebut. Laju
deforestasi hutan di Indonesia menurut perkiraan FAO mencapai 1.315.000 ha per tahun atau
setiap tahunnya luas areal hutan berkurang sebesar satu persen (1%).2
Deforestrasi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit juga dialami oleh Hutan
Harapan. Hutan Harapan merupakan proyek restorasi hutan produksi yang terletak di
perbatasan Provinsi Jambi-Sumatera Selatan yang mempuanyai luas sekitar 101.000 Ha.
Sejak 2004, konsorsium PT Restorasi Ekosistem Konservasi Indonesia memperoleh konsesi
dari pemerintah untuk merestorasi hutan tersebut. Di hutan ini juga terdapat sekitar 280 jenis
burung, 69 jenis di antaranya hampir punah. Selain itu, terdapat 159 jenis pohon. Salah satu
di antaranya sudah rentan, yaitu jenis kayu bulian dan juga terdapat 49 jenis binatang
mamalia dan 43 jenis binatang amfibi. Di wilayah Hutan Harapan juga terdapat permukiman
komunitas Batin Sembilan. Komunitas ini merupakan suku asli tertinggal yang telah menetap

di dalam hutan sejak ratusan tahun lalu, yang hingga kini masih mengandalkan hutan sebagai
tempat tinggal dan mencari makan.3
PT. Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI) sebagai pengelola ekosistem Hutan
Harapan Jambi menyatakan bahwa 100.000 Ha kawasan itu rusak akibat maraknya
perambahan untuk perkebunan sawit. Menurut Kepala Jagawana Hutan Harapan, dalam satu
bulan, perambah bisa menanam 300-400 Ha sawit. Tujuan utama pengelolaan Hutan Harapan
yang membentang di Provinsi Jambi dan Sumatra Selatan itu adalah untuk mengembalikan
dan meningkatkan fungsi hutan sebagaimana semula. Hanya saja, upaya ini cukup berat
karena maraknya gangguan dari luar, khususnya perambah. Banyak kelompok tertentu datang
dari berbagai daerah luar Provinsi Jambi untuk kemudian membuka lahan dikawasan Hutan
Harapan. Ironisnya, sebagian besar perambah dari luar itu mengatasnamakan sebagai petani.
Bahkan sebagian mengatasnamakan komunitas Batin Sembilan yang sejak awal justru telah
dibina oleh PT REKI dalam upaya pelestarian hutan.
Terjadinya perambahan hutan menyebabkan perubahan aktivitas nafkah pada
komunitas Batin Sembilan. Mereka yang terbiasa mengandalkan hutan sebagai tempat tinggal
dan mencari makan kini setelah deforestasi hutan menjadi perkebunan sawit komunitas Batin
1

http://green.kompasiana.com/polusi/2013/03/07/dunia-sorot-hutan-indonesia539963.html
2
http://www.irwantoshut.net/kerusakan_hutan_indonesia.html
3
http://www.jambiprov.go.id/?show=direktori&id=hutan-harapan

2

Sembilan tak lagi mencari makan dengan berburu dan meramu namun dengan berupaya
memiliki penghasilan untuk membeli makanan.
Menurut Rosyani (2009) perkembangan pemanfaatan lahan di Provinsi Jambi saat ini,
sangat memprihatinkan, ditandai dengan menjamurnya perusahaan-perusahaan perkebunan
kelapa sawit. Perkembangan perkebunan kelapa sawit, disatu sisi meningkatkan pendapatan
asli daerah, namun di sisi lain, akan mengkhawatirkan kehidupan masyarakat desa.
Masyarakat desa sekitar perusahaan dan perusahaan perkebunan hidup dalam ruang yang
sama. Pola-pola yang dikembangkan dalam kerjasama dengan petani pedesaan, telah
menghancurkan kebiasaan pola diversifikasi usaha yang sejak lama dikembangkan. Praktekpraktek tanaman monokultur yang sekarang berkembang dengan pesat akan menghancurkan
kehidupan petani, lahan pangan berganti, dan ada kecendrungan petani beralih ke tanaman
monokultur, peristiwa terakhir ini akan mengancam lingkungan hidup sekitar masyarakat
desa sekitar perusahaan. Sehingga muncul permasalahan salah satunya yaitu kerawanan
pangan.
Pemberian ruang seluas-luasnya kepada komodotas-komoditas Industri, salah satunya
adalah komoditas kelapa sawit telah membuka ruang bagi terus tersingkirnya tanamantanaman pangan dari lahannya sendiri. Ada ketimpangan tata kuasa ruang dipropinsi Jambi.
Untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan beras seluruh penduduk propinsi Jambi yang
mencapai 3.088.618 jiwa (data sensus 2010) hanya ditopang dari lahan pangan yang luasnya
tidak lebih dari 3% dari total luas propinsi Jambi. 4 Dari 202 desa yang diperkirakan beresiko
rawan pangan (berdasarkan data Satuan Kerja Perangkat Daerah dari Badan Ketahanan
Pangan Provinsi Jambi), sampai saat ini baru 74 desa yang tersentuh program Desa Mandiri
Pangan. Masalah-masalah akses pangan pada umumnya banyak disebabkan karena masih
tingginya tingkat kemiskinan dan rendahnya tingkat pengetahuan tentang pangan dan gizi.
Kepala BKKBN Provinsi Jambi, Dra Retno Munfaati, MM, mengungkapkan jumlah
penduduk miskin jambi mencapai 64.625 jiwa.
Qoriah (2008) menyebutkan kebijakan di bidang ketahanan dan gizi merupakan
bagian integral dari kebijakan pembangunan nasional. Oleh karena itu strategi dalam
membangun sistem ketahanan pangan tidak hanya berorientasi pada peningkatan
produktivitas saja, tetapi juga pada peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui
pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat memiliki kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan mereka secara mandiri dan berkelanjutan. Dinas Pertanian Provinsi Jambi telah
melakukan program pemanfaatan lahan pekarangan untuk ketahanan pangan rumahtangga di
Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari. Dalam implementasinya, setiap
kebijakan yang dilakukan setiap instansi seyogyanya harus memperhatikan partisipasi
masyarakat untuk mengukur dan melihat keberdayaan masyarakat tersebut.
Penelitian ini berfokus pada upaya memahami bagaimana perubahan ketersedian
pangan rumah tangga pada masyarakat Desa Bungku yang mengalami perubahan alih fungsi
hutan menjadi perkebunan kelapa sawit. Hutan yang awalnya berfungsi sebagai penyedia
pangan semakin berkurang peranannya. Oleh karena itu perlu dikaji pula bagaimana
penguasaan sumber daya rumah tangga mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga,
termasuk sejauh keterlibatan pihak luar sebagai aktor lain dalam mendukung ketahanan
pangan Desa Bungku. Hal ini menarik minat peneliti untuk mengkaji upaya masyarakat Desa
Bungku dalam pemenuhan kebutuhan pangan untuk menyelamatkan rumah tangganya dari
kerawanan pangan.

4

http://setarajambi.org/index.php?
option=com_content&view=article&id=63:opini&catid=43:news

3

1.2 Masalah Penelitian
Perumusan masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut :
Tiga hal pokok yang menjadi dasar analisis ketahanan pangan yakni (1) ketersediaan
pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik jumlah maupun
mutunya, serta aman, (2) distribusi, dimana pasokan pangan dapat menjangkau keseluruhan
wilayah sehingga harga stabil dan terjangkau oleh rumah tangga, dan (3) konsumsi, yaitu
setiap rumah tangga dapat mengakses pangan yang cukup dan mampu mengelola konsumsi
kaidah kaidah gizi dan kesehatan, serta prevensinya. Pengalihfungsian lahan di Desa Bungku
yang menyebabkan lahan pangan berganti menjadi perkebunan sawit dan karet menyebabkan
masalah kerawanan pangan. Untuk itu penting untuk diketahui bagaimana kondisi terkini
ketersediaan pangan rumah tangga pada komunitas Batin Sembilan dan mengapa
demikian?
Pemberian ruang seluas-luasnya kepada komodotas-komoditas Industri, salah satunya
adalah komoditas kelapa sawit telah membuka ruang bagi terus tersingkirnya tanamantanaman pangan dari lahannya sendiri. Oleh karena itu masyarakat Batin Sembilan harus
memiliki strategi dalam membangun sistem ketahanan pangannya yang tidak hanya
berorientasi pada peningkatan produktivitas saja, tetapi juga pada peningkatan Sumber Daya
Manusia (SDM) melalui program-program pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat
Batin Sembilan memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan mereka secara mandiri dan
berkelanjutan. Untuk itu dirumuskan bagaimana upaya pemenuhan kebutuhan pangan
rumahtangga pada komunitas Batin Sembilan? Sejauh mana peran wanita dalam
upaya tersebut?
1.3 Tujuan Penelitian
1.
2.
3.
4.

Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:
Menganalisis ciri demografis rumah tangga dan hubungannya terhadap ketahanan
rumah tangga komunitas Batin Sembilan di Desa Bungku.
Menganalisis upaya-upaya pemenuhan kebutuhan pangan rumahtangga dan kualitas
sumber daya wanita dalam rumah tangga komunitas Batin Sembilan di Desa Bungku.
Menganalisis keterlibatan pihak luar dalam mendukung ketahanan pangan komunitas
Batin Sembilan di Desa Bungku.
Menganalisis strategi pemenuhan pangan rumah tangga komunitas Batin Sembilan di
Desa Bungku.

1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi akademisi, pembuat
kebijakan dan pembaca pada umumya mengenai kajian strategi ketersediaan pangan
rumahtangga dan upaya pemenuhannya. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat
menambah khasanah penelitian mengenai partisipasi masyarakat dan pemberdayaan
masyarakat untuk ketahanan pangan. Serta menjadi literatur bagi akademisi yang ingin
mengkaji lebih jauh mengenai partisipasi dan pemberdayaan masyarakat untuk ketahanan
pangan. Bagi pembuat kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat menambah rujukan dalam
menentukan bentuk-bentuk pemberdayaan masyarakat yang akan dikembangkan sebagai
implementasi ketahanan pangan masyarakat. Bagi pembaca pada umumnya, penelitian ini
diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai ketersediaan pangan rumahtangga dan
upaya pemenuhannya.

4

2. PENDEKATAN TEORETIS
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1

Konsep Ketahanan Pangan
Pengertian mengenai konsep ketahanan pangan terus mengalami perkembangan.
Tahun 1974 dalam World Food Conference di Roma dirumuskan bahwa ketahanan pangan
merupakan kemampuan suatu negara dan wilayah-wilayahnya di dalamnya untuk memenuhi
target konsumsi pangan dari tahun ke tahun. Pengertian tersebut disadari hanya terbatas pada
peningkatan peningkatan produksi saja, Falcon et al. (1980) dalam Alfiasari (2007)
mengembangkan konsep ketahanan pangan tersebut. Ketahanan pangan bukan hanya ditinjau
dari aspek suplai (ketersediaan) saja tetapi juga dalam aspek demand, dalam hal ini konsumsi
pangan. Aspek suplai (ketersediaan) mencakup kestabilan stok pangan, impor, dan bahkan
pemanfaatan pangan di masa depan, termasuk juga peningkatan produksi domestik. Aspek
konsumsi pangan merujuk pada pencapaian peningkatan pendapatan ekonomi bagi keluarga
miskin. World Food Conference berikutnya pada tahun 1996 menghasilkan rumusan tentang
ketahanan pangan yang baru, yakni kondisi dimana semua orang, setiap orang, mempunyai
akses fisik dan ekonomi, untuk memperoleh pangan yang cukup, aman, dan bergizi, guna
memenuhi kebutuhan pangan dan prevensinya untuk kehidupan yang aktif dan sehat (FAO
1997).
Pengertian lain mengenai ketahanan pangan lebih detail dijelaskan oleh Suryana 2011
dalam Gunawan (2009), yakni:
1. Terpenuhinya pangan yang cukup, yang diartikan sebagai ketersediaan pangan dalam
arti luas bukan hanya beras tetapi mencakup pangan yang berasal dari tanaman,
ternak, ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan
mineral yang bermanfaat bagi manusia.
2. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari cemaran
biologis kimia dan benda zat lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia serta aman dari kaidah agama.
3. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, dapat diartikan pangan harus
tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air.
4. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan mudah diperoleh
oleh setiap rumah tangga dengan harga terjangkau.
Pangan dalam setiap pendefinisian dalam konsep ketahanan pangan adalah pengertian
pangan dalam arti luas. Pangan tidak terbatas pada beras yang menjadi makanan pokok
sehari-hari. Undang-undang Ketahanan Pangan juga telah mendefinisikan pangan sesuai
dengan apa yang di ungakpkan Suryana di atas, yakni pangan bukan berarti hanya beras dan
komoditas tanaman pangan (padi, jagung, kedelai, dan lain-lain), namun juga mencakup
makanan dan minuman yang berasal dari tumbuhan dan hewan termasuk ikan, baik produk
primer maupun turunannya. Dengan demikian pengertian pangan dapat dipahami dengan
makna yang sangat luas.
Sebagai indikator ketahanan pangan, Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian
(BKP Deptan 2006) merumuskan tiga hal pokok yang menjadi dasar analisis ketahanan
pangan yakni:
1. Ketersediaan pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik
jumlah maupun mutunya, serta aman.
2. Distribusi, dimana pasokan pangan dapat menjangkau keseluruhan wilayah sehingga
harga stabil dan terjangkau oleh rumah tangga

5

3. Konsumsi, yaitu setiap rumah tangga dapat mengakses pangan yang cukup dan
mampu mengelola konsumsi kaidah kaidah gizi dan kesehatan, serta prevensinya.
Cung et al. (1997) sebagaimana di kutip oleh Sofiati (2009) juga mengemukakan
indikator katahanan pangan sesuai dengan aspek ketersediaan, akses, dan pemanfaatan
pangan. Faktor ketersediaan dan kestabilan pangan tergantung pada sumberdaya (alam,
manusia, dan sosial) serta produksi pangan. Akses pangan manunjukkan jaminan bahwa
setiap rumah tangga dan individu mempunyai sumberdaya yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan pangan sesuai dengan norma gizi. Akses pangan tercermin dari kemampuan rumah
tangga meningkatkan pendapatan dan produksi pangan. Akses pemanfaatan meliputi
konsumsi pangan dan status gizi.
2.1.2

Ketahanan Pangan
Perhatian terhadap ketahanan pangan (food security) merupakan respon dari deklarasi
PBB tentang Hak Asazi Manusia (HAM) tahun 1948, bahwa hak atas pangan adalah salah
satu elemen utama untuk menjalani kehidupan secara ideal. Dalam hal ini, kebutuhan pangan
masyarakat dilihat dalam konteks pendekatan hak (right-based), yang bermakna bahwa
pemerintah wajib untuk menghormati, melindungi dan memenuhi kecukupan pangan
tersebut. Menghormati berarti bahwa pemerintah tidak boleh menghilangkan akses
masyarakat terhadap pangan yang cukup. Melindungi berarti bahwa pemerintah harus
melindungi masyarakat dari keadaan kehilangan akses tersebut. Pemerintah secara proaktif
harus menciptakan lingkungan yang memungkinkan masyarakat untuk dapat mandiri, apabila
masyarakat belum mampu melakukannya, maka pemerintah harus menjamin ketersediaan
pangannya.
Berdasarkan Konferensi Pangan Tingkat Tinggi tahun 1996 yang diselenggarakan oleh
FAO, definisi ketahanan pangan adalah “food security exists when all people, at all times,
have physical and economic access to sufficient, safe and nutritious food to meet their distary
needs and food preferences for an active and healthy life” (Dewan Ketahanan Pangan, 2011).
Makna yang terkandung dalam definisi tersebut adalah setiap orang pada setiap saat memiliki
aksesibilitas secara fisik dan ekonomi terhadap pangan yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan pangan agar dapat hidup produktif dan sehat.
Indonesia kemudian mengadopsi rumusan ketahanan pangan tersebut dan dituangkan
ke dalam Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan. Berdasarkan UU tersebut,
ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata
dan terjangkau.
Pangan merupakan komoditas penting, hal ini karena pangan merupakan kebutuhan
pokok manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi manusia (Husodo dan Muchtadi
dalam Qoriah 2008). Qoriah (2008) menyatakan kecukupan pangan menentukan kualitas
sumber daya manusia dan ketahanan suatu bangsa. Oleh karena itu usaha untuk mencapai
kecukupan pangan harus dilakukan secara bersungguh-sungguh. Untuk membentuk manusia
yang berkualitas pangan harus tersedia setiap saat dalam jumlah yang cukup, merata, aman,
bermutu, bergizi, beragam dan dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Perwujudan ketahanan pangan tidak hanya merupakan tanggung jawab pemerintah tetapi
semua lapisan masyarakat.
Pada Kebijakan Umum Ketahanan Pangan (KUKP) 2010-2014, secara esensial dapat
dikatakan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga
yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman,
merata dan terjangkau. Pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah desa
melaksanakan kebijakan ketahanan pangan dan bertanggungjawab terhadap penyelengaraan

6

ketahanan pangan di wilayahnya masing-masing dengan memperhatikan pedoman, norma,
standar dan kriteria yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah masih sangat penting dalam mencapai
ketahanan pangan, walaupun akhir-akhir ini terdapat kecenderungan semakin pentingnya
fungsi sektor swasta dan kelembagaan pasar. Pemerintah pusat menentukan arah kebijakan,
strategi yang akan ditempuh, dan sasaran yang akan dicapai menuju tingkat ketahanan
pangan dan kesejahteraan masyarakat secara umum. Ketidakjelasan dan keterputusan antara
hierarki level politis-strategis, organisasi, dan implementasi sangat mempengaruhi perjalanan
serta kualitas ketahanan pangan, yang meliputi dimensi ketersediaan, aksesibilitas dan
stabilitas harga, serta utilisasi produk pangan di Indonesia.
Secara umum ketahanan pangan mencakup empat aspek, yaitu kecukupan (sufficiency),
akses (acces), keterjaminan (security) dan waktu (time).
Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri atas:
1. Subsistem ketersediaan, dipengaruhi oleh sumber daya dan produksi pangan
2. Subsistem kemudahan memperoleh pangan, dipengaruhi oleh kesempatan kerja,
pendapatan rumah tangga dan sarana transportasi.
3. Subsistem pemanfaatan pangan, dipengaruhi oleh konsumsi pangan dan status gizi.
Ketahanan pangan yang baik memberikan ruang bagi rumah tangga untuk memperoleh
gizi yang cukup bagi seluruh anggota rumah tangganya yang sangat penting untuk
pemnagunan generasi yang berkualitas. Ketahanan pangan merupakan prasyarat bagi bangsa
Indonesia untuk dapat membangun sektor lainnya, karena bila kebutuhan masyarakat yang
paling asasi ini belum terpenuhi akan sangat mudah terjadinya kerawanan pangan.
Kerawanan pangan terjadi manakala rumah tangga, masyarakat atau daerah tertentu
mengalami ketidakcukupan pangan untuk memenuhi standar kebutuhan para individu
anggotanya (Suryana dalam Qoriah 2008). Ada dua tipe kerawanan pangan atau
ketidaktahanan pangan, yaitu kronis dan transitori. Ketidaktahanan pangan kronis adalah
ketidakcukupan pangan secara menetap akibat ketidakmampuan rumah tangga untuk
memperoleh pangan yang dibutuhkan melalui pembelian di pasar atau produksi sendiri.
Kondisi ini berakar dari kemiskinan. Sedangkan ketidaktahanan pangan transitori adalah
penurunan akses terhadap pangan yang dibutuhkan rumah tangga secara temporer. Hal ini
disebabkan oleh adanya bencana alam.
Kebijakan di bidang ketahanan pangan dan gizi merupakan bagian integral dari
kebijakan pembangunan nasional. Dalam membangun sistem ketahanan pangan yang handal
dan berkelanjutan tidak terlepas dari upaya-upaya yang meningkatkan pembangunan manusia
dan mengatasi kemiskinan. Oleh karena itu strategi dalam membangun sistem ketahanan
pangan tidak hanya berorientasi pada peningkatan produktivitas saja, tetapi juga pada
peningkatan SDM melalui pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat memiliki
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri secara mandiri dan berkelanjutan.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan
Membahas ketahanan pangan tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhi.
Dari berbagai sumber pustaka yang diperoleh dirangkum beberapa faktor yang baik secara
langsung ataupun tidak, berdampak pada ketahanan pangan. Faktor-faktor tersebut adalah
peluang dan tantangan yang dihadapi dalam mencapai ketahanan pangan. Faktor yang
menjadi tantangan dalam mencapai ketahanan pangan adalah tekanan penduduk dan
degradasi lingkungan.
Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 telah mencapai angka 237.556.363 jiwa
(BPS 2011). Dari angka tersebut, rata-rata laju pertumbuhan penduduk Indonesiabpertahun
adalah 1,49 persen. Artinya setiap tahun terdapat peningkatan penduduk Indonesia kurang
lebih sebanyak 3. 539. 000 jiwa. Dengan demikian setiap tahunnya diperlukan tambahan

7

pangan untuk mencukupi pertumbuhan penduduk tersebut. Secara matematis perhitungan
untuk memenuhi kebutuhan tambahan pangan tersebut adalah dengan melakukan
penambahan lahan pertanian penghasil padi dan sereal sebanyak 100.000 hektar, belum
termasuk ribuan hektar untuk memproduksi pertanian lain (Krisnamurti et al. 2003).
Pertumbuhan penduduk yang tidak terkontrol akan menimbulkan berbagai
permasalahan. Sanusi (2003) mengemukakan permasalahan yang akan timbul akibat tekanan
jumlah penduduk adalah berupa peningkatan biaya hidup masyarakat yang menambah beban
secara ekonomi, pemenuhan gizi dengan kualitas dan kuantitas memadai yang makin sulit,
masalah dalam pendidikan karena biaya tinggi, dan pemenuhan lapangan kerja yang semakin
sulit.
Tekanan penduduk secara nyata juga berdampak pada penurunan kuantitas dan kualitas
pertanian sebagai satu-satunya sumber pangan bagi manusia. Degradasi lingkungan
mengalami peningkatan akibat kondisi lahan yang mendapatkan pemaksaan produksi melalui
penggunaan bahan-bahan yang dapat merusak lahan. Sejalan dengan kerusakan secara
kualitas, terjadi pula konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. Laju konversi
lahan di Indonesia rata-rata mencapai 110.000 hektar pertahun (Kompas nline 14 Januari
2012). Konersi lahan dan degradasi lingkungan tentu akan menjadi tantangan yang harus
dihadapi guna mewujudkan ketahanan pangan.
Disamping faktor yang menjadi tantangan, ada pula faktor pendukung yang menjadi
peluang tercapainya ketahanan pangan. Faktor peluang tersebut adalah modal sosial dan
diversifikasi pangan. Memenuhi kebutuhan hidup mutlak harus memiliki modal ekonomi atau
modal alam. Keterbatasan kedua modal tersebut membuat kasus rawan pangan banyak terjadi
khususnya daerah urbanisasi pinggiran kota. Di beberapa desa di tanah air, hal tersebut justru
tidak terjadi. Masyarakat yang memiliki keterbatasan modal ekonomi dan alam tetap masih
bisa memenuhi kebutuhan pangannya. Tanpa disadari lingkungan dimana mereka tinggal
dapat memberikan bantuan yang menyebabkan mereka terbebas dari rawan pangan.
Alfiasari et al. (2009) menganalisis kasus di atas dengan modal sosial. Konsep modal
sosial dalam penelitian tersebut dijelaskan dalam tiga komponen utama yang
dikonseptualisasikan oleh Putman, yaitu kepercayaan, jejaring sosial, dan norma sosial.
Modal sosial dapat terbentuk karena adanya hungan sosial. Hubungan sosial masyarakat di
pedesaan umumnya adalah hubungan ketetanggaan. Basis lain kedekatan masyarakat adalah
kekerabatan, yakni di mana masyarakat memiliki hubungan keluarga luas satu dengan yang
lain.
Masih menurut Alfiasari et al. (2009) mekanisme modal sosial dalam penguatan
ketahanan pangan rumah tangga dapat dilihat dari: (1) kepercayaan, di mana komponen
kepercayaan yang mempunyai hubungan signifikan dengan ketahanan pangan rumah tangga
miskin adalah kepercayaan diri rumah tangga untuk menjalin kerja sama tanpa rasa saling
curiga. (2) Sifat jaringan sosial, hasil penelitian menunjukkan bahwa semua rumah tangga
miskin responden memiliki jaringan sosial yang bersifat informal, baik dalam hubungan
sosial keseharian maupun dalam hubungan sosial dalam pemenuhan kebutuhan pangan. (3)
Basis jaringan sosial, kekerabatan dan pertetanggaan merupakan basis jaringan sosial yang
penting bagi rumah angga miskin untuk pemenuhan pangan.
Penelitian sebelumnya di Amerika Serikat berhasil menjelaskan bahwa hubungan sosial
yang diukur dari kepercayaan, hubungan sosial, dan timbal balik pada tingkat rumah tangga
berhubungan signifikan terhadap ketahanan pangan rumah tangga. Penelitian tersebut juga
menemukan bahwa modal sosial pada tingkat komunitas berhubungan signifikan dengan
penurunan resiko kelaparan pada rumah tangga miskin berpendapatan rendah (Alfiasari et al.
2009).
Penganekaragaman pangan dikenal dengan istilah diversifikasi pangan. Diversifikasi
pangan oleh Tampubolon (1998) diartikan sebagai suatu proses pemilihan pangan yang tidak

8

tergantung pada satu jenis pangan saja, tapi lebih pada berbagai bahan pangan mulai dari
aspek produksi, pengolahan, aspek distribusi, hingga aspek konsumsi pada tingkat rumah
tangga. Suyastiri (2008) mengungkapkan ada tiga hal manfaat utama dari diversifikasi
pangan, yaitu: (1) Dalam lingkup nasional pengurangan konsumsi beras akan memberikan
dampak positif terhadap ketergantungan impor beras dari negara lain, (2) diversifikasi
konsumsi pangan akan mengubah alokasi sumberdaya ke arah yang efisien, fleksibel, dan
stabil kalau didukung oleh pemanfaatan potensi lokal, (3) diversifikasi konsumsi pangan
penting dilihat dari segi nutrisi untuk dapat mewujudkan pola pangan harapan.
Keberagaman sumber daya alam yang dimiliki Indonesia menghasilkan banyak pilihan
untuk membantu mendorong dalam usaha diversifikasi beras. Beberapa makanan pokok
pengganti yang jumlahnya melimpah adalah singkokng, ubi jalar, sagu, kentang, jagung,
sukun, dan kacang-kacangan. Variasi makanan pokok tidak hanya akan mengurangi beban
produksi beras, namun juga dapat meningkatkan citra makanan-makanan pokok alternatif
yang ada di Indonesia.
Beberapa faktor lain yang dapat mendukung pencapaian ketahanan pangan adalah
keterlibatan instansi luar seperti LSM dan institusi pendidikan. Kegiatan-kegiatan pengabdian
masyarakat yang dilakukan oleh institusi tersebut menjadi salah satu pendorong yang
memberikan motivasi dan bantuan kepada masyarakat guna mencapai ketahanan pangan di
daerahnya.
2.1.3

Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan menurut Swift dan Levin (1987) dalam Mardikanto (2010) menunjuk
pada kemampuan orang, khususya kelompok rentan dan lemah, untuk:
1. Memiliki akses terhadap sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat
meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa yang mereka
perlukan.
2. Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang
mempengaruhi mereka. Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali
kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial.
Dari pengertian yang disebutkan Mardikanto (2010) diatas, pemberdayaan
mengandung arti perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan setiap individu dan
masyarakat baik dalam arti: (1) perbaikan ekonomi, terutama kecakupan pangan; (2)
perbaikan kesejahteraan sosial (pendidikan dan kesehatan); (3) kemerdekaan dari
segala bentuk penindasan; (4) terjaminnya keamanan; (5) terjaminnya hak asasi
manusia yang bebas dari rasa takut dan kekhawatiran; (6) dan lain-lain.
Kuntari (2003) menjelaskan Pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan
berdasarkan beberapa langkah yang perlu diperhatikan, baik dalam lingkup umum maupun
khusus. Pertama, melakukan analisis kebutuhan. Seseorang agen harus dapat mengenali apa
sesungguhnya yang menjadi kebutuhan masyarakat. Ia harus melakukan need assesment.
Analisis kebutuhan dimaksudkan agar tidak terjadi kekeliruan di dalam memetakan apa yang
mestinya diperbuat untuk pemberdayaan masyarakat. Kedua, melakukan analisis situasi
sosial atau social analysis, yaitu melakukan kajian terhadap berbagai hambatan dan potensi,
baik fisik maupun non-fisik yang mempengaruhi atas hidupnya masyarakat, dan kemudian
menempatkan hasil analisis kebutuhan tersebut di dalam peta hambatan dan potensi yang
dimaksud. Ketiga, menemukan berbagai program yang layak dijadikan sebagai basis
pengembangan masyarkat, mungkin akan ditemui sekian banyak program yang relevan
dengan analisis kebutuhan dan analisis situasi sosialnya. Keempat, menentukan alternatif
program yang diprioritaskan. Kelima, melakukan aksi pemberdayaan masyarakat sesuai
dengan program prioritaskan. Keenam, melakukan evaluasi untuk mengetahui keberhasilan

9

atau kegagalan program dan faktor-faktor penyebabnya. Melalui evaluasi ini akan
ditindaklanjuti program berikutnya.
Menurut prosiding seminar hasil-hasil penelitian oleh Sumarti (2009) dalam Model
Pemberdayaan Petani Dalam Mewujudkan Desa Mandiri Dan Sejahtera (Kajian Kebijakan
Dan Sosial Ekonomi Tentang Ketahanan Pangan Pada Komunitas Desa Rawan Pangan Di
Jawa), (1) Berdasarkan indikator keberhasilan pemberdayaan kelompok afinitas,
perkembangan kelompok di kabupaten Garut relatif lebih baik dibandingkan di kabupaten
Klaten; (2) Salah satu faktor penentu keberhasilan adalah kesesuaian antara usaha yang
dikembangkan dengan kontekstual setempat, yang dipengaruhi oleh dinamika sosial ekonomi
politik dan ekologi tata kelola ketahanan pangan masyarakat; (3) Kelembagaan ketahanan
pangan (kelompok afinitas) mengalami perkembangan yang berbeda di tiap wilayah
mengikuti tahap persiapan dan penumbuhan kelompok sebelumnya, dan dipengaruhi oleh
kelembagaan asli dan kelembagaan atas desa. (4) Model pemberdayaan petani di setiap desa
juga spesifik menurut dinamika masyarakat, perkembangan kelembagaan kelompok afinitas,
serta tahapan perkembangan implementasi program mapan. Situasi konflik politik dan
kepentingan aktor turut mempengaruhi kegiatan pemberdayaan petani.
2.2 Kerangka Pemikiran
Penelitian ini akan melihat sejauh mana ketersediaan pangan rumahtangga dan upaya
pemenuhannya pada komunitas Batin Sembilan di hutan harapan jambi khususnya di Desa
Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi. Bagaimana hubungan
ketahanan pangan komunitas Batin Sembilan berdasarkan ciri demografis rumah tangga yaitu
dilihat dari tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan ukuran rumah tangga. Kemudian
melihat hubungan kualitas sumber daya wanita dalam rumah tangga terhadap ketahanan
pangan, yang diukur dari kualitas sumber daya wanita rumah tangga yaitu tingkat pendidikan,
tinkat kemampuan bertani, modal sosial, dan luas lahan.
Dalam penelitian ini, akan diukur pula secara kualitatif keterlibatan pihak luar yang
mendukung upaya ketahanan pangan yaitu dari intensitas pembinaan dan intensitas
pemberian bantuan kepada komunitas Batin Sembilan. Strategi pemenuhan pangan rumah
tangga komunitas Batin Sembilan juga akan dilihat secara kualitatif untuk melihat upayaupaya yang mungkin dilakukan komunitas Batin Sembilan dalam pemenuhan kebutuhan
pangan di Desa Bungku.

Karakteristik Sosial
Demografi
Status perkawinan
(menikah, duda, janda)
A
Ukuran rumah tangga
Kualitas Sumber Daya
Wanita dalam RT
Tingkat pendidikan
Tingkat kemampuan
bertani
Modal Sosial
Luas lahan
Keterlibatan pihak luar
Intensitas pembinaan
Intensitas pemberian
bantuan

Ketahanan
Pangan

Strategi
pemenuhan
pangan rumah
tangga
komunitas

Keterangan:

Menunjukkan hubungan
Diuji secara kualitatif

10

Gambar 1. Ketersediaan Pangan Rumah Tangga dan Upaya Pemenuhannya Pada Komunitas
Suku Anak Dalam di Hutan Harapan Jambi
Hipotesis Penelitian
1. Diduga ciri demografi berhubungan nyata dengan status ketahanan pangan rumah tangga
di Desa Bungku
2. Diduga kualitas sumber daya wanita dalam rumah tangga berhubungan nyata dengan
status ketahanan pangan rumah tangga di Desa Bungku
Definisi Operasional
1. Ciri demografis rumah tangga adalah ciri-ciri khas yang dipunyai oleh masing-masing
rumah tangga yakni ukuran rumah tangga, pendapatan, dan pengeluaran.
a. Ukuran rumah tangga adalah jumlah seluruh individu yang tinggal/menetap bersama
dalam satu atap dan hidup dari penghasilan yang sama.
 Kecil (≤ 4 orang)
=1
 Sedang (5 – 6 orang) = 2
 Besar (> 6 orang) = 3
b. Pendapatan adalah akumulasi jumlah pendapatan rumah tangga dalam satuan rupiah.
Skala pengukuran tingkat pendapatan akan disesuaikan dengan data di lapangan.
 Kecil (pendapatan x-x) = 1
 Sedang (pendapatan x-x) = 2
 Besar (pendapatan x-x) = 3
c. Pengeluaran adalah banyaknya uang yang dikeluarkan dalam satu periode waktu
untuk membayar barang atau jasa, dibandingkan antara pengeluaran pangan dengan
non pangan.
 Rendah (> 60 persen pengeluaran untuk konsumsi)
 Sedang (40 persen ≤ pengeluaran untuk konsumsi ≤ 60 persen)
 Tinggi (< 40 persen pengeluaran untuk konsumsi)
2. Kualitas sumber daya wanita dalam rumah tangga diartikan kemampuan yang dimiliki
wanita dalam mendapatkan atau mengakses sumberdaya yang memungkinkan
melaksanakan aktivitas yang menunjang ketahanan pangan rumah tangga
a. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah ditamatkan oleh
responden, dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
 Rendah (tidak sekolah, tidak lulus SD, lulus SD dan tidak lulus SMP) = 1
 Sedang (lulus Sekolah Menengah Pertama dan atau sederajat)
=2
 Tinggi (lulus Sekolah Menengah Atas dan atau sederajat)
=3

11

b. Tingkat kemampuan bertani: kemampuan bertani yang dimiliki masyarakat mulai dari
menyiapkan lahan hingga memanen dan memasarkan hasil pertanian.
 Rendah (9-17) = skor 1
 Sedang (18-26) = skor 2
 Tinggi (27-36) = skor 3
c. Modal sosial adalah nilai-nilai positif yang dimiliki masyarakat dalam berinteraksi
dengan masyarakat lainnya. Diukur berdasarkan, tingkat kepercayaan, kuatnya
pengaruh norma sosial.
 Rendah (15-29) = skor 1
 Sedang (30-44) = skor 2
 Tinggi (44-60) = skor 3
d. Luas lahan garapan: total luas lahan yang dikuasai dan diusahakan untuk
menghasilkan kebutuhan pangan, baik berupa sawah, ladang atau kebun. Luas
penguasaan lahan didasarkan pada rataan luas lahan yang dimiliki masyarakat.
 Rendah (≤ 0,25 hektar)
=1
 Sedang (> 0,25-0,99 hektar)
=2
 Tinggi (> 0,99 hektar)
=3
3. Status ketahanan pangan rmah tangga adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan
rumah tangga dalam jumlah maupun mutunya. Diukur dengan mengkombinasikan antara
ketersediaan pangan, distribusi pangan, dan konsumsi pangan rumah tangga.
 Kurang pangan = skor 16-31
 Rentan pangan = skor 32-47
 Tahan pangan = skor 48-64

12

1. PENDEKATAN LAPANGAN
3.1 Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari,
Provinsi Jambi. Desa Bungku terdiri dari Dusun Tanjung Mandiri, Dusun Kunangan Jaya I,
dan Dusun Kunangan Jaya II. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive).
Penelitian dilaksanakan dalam waktu lima bulan (Tabel 1). Kegiatan penelitian meliputi
penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan, penulisan draft skripsi,
sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian. Rencana jadwal penelitian akan dijelaskan
pada tabel dibawah ini :
Tabel 1. Rencana Jadwal Penelitian
2013
Kegiatan
Bulan I
Bulan II
Bulan III
Bulan IV
Bulan V
2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
Penyusunan
Proposal Skripsi
Kolokium
Perbaikan
Proposal
Pengambilan
Data Lapangan
Pengolahan dan
Analisi Data
Penulisan Draft
Skripsi
Sidang Skripsi
Perbaikan
Laporan
Penelitian
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif didukung data kualitatif.
Penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode survey. Populasi dalam penelitian ini
yaitu seluruh rumah tangga yang ada di desa Bungku. Kerangka sampling adalah rumah
tangga yang terlibat dalam pelaksanaan program ketahanan pangan yang dilakukan pihak
luar. Sample diambil secara acak non proposional, yaitu sebanyak 60 orang dari tiga etnis
yaitu, n Suku Anak Dalam = 20 orang, n Suku Anak Dalam-Semendo = 20 orang, dan n etnis
luar = 20 orang. Unit analisis dalam penelitian ini yaitu rumah tangga dengan unit sasarannya
kepala rumah tangga.
Pendekatan kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam kepada informan.
Pemilihan informan dilakukan dengan menggunakan teknik snowball. Informan yang terpilih
yaitu dari pihak pemerintah lokal, tokoh masyarakat dan masyarakat dari Desa Bungku,
Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari, Jambi. Selanjutnya data kualitatif dari panduan
wawancara mendalam dimasukkan dalam catatan harian sehingga dapat menjadi pedoman
dan menganalisis data. Selanjutnya metode pengumpulan data dilakukan dengan metode
triangangulasi sehingga di dapat data yang akurat dari wawancara mendalam dengan
informan.

13

Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan pengambilan data dan
melakukan teknik sampling. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer
dan data sekunder. Data primer berupa data kuantitatif dan kualitatif yang diperoleh dari hasil
kuesioner (Lampiran 2). Data sekunder yaitu data pendukung yang di dapat dari literatur
baik dokumen ilmiah, jurnal, dokumen yang berhubungan dengan keadaan wilayah,
demografi penduduk, karakteristik desa dan lain-lain yang dapat digunakan dalam menunjang
penelitian.
1.3 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Teknik analisis data dilakukan melalui data kuantitatif dan data kualitatif. Data
kuantitatif dianalisis dengan mengukur ketahanan pangan rumah tangga pada masyarakat
Desa Bungku. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan Microsoft Excel dan Statistical
Product and Service Solution (SPSS) dan dianalisis disesuaikan dengan metode yang
digunakan. Teknik pengolahan data dilakukan dengan perlakuan yang berbeda sesuai dengan
jenis data yang diperoleh yaitu menggunakan Korelasi Rank Spearman untuk melihat
hubungan antara variabel dengan data yang berbentuk ordinal - ordinal dan atau
menggunakan uji Chi Square untuk melihat hubungan antara variabel dengan data yang
berbentuk ordinal – nominal. Uji statistik ini dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan
dari partisipasi masyarakat dengan pelaksanaan program dari tahap perencanaan hingga
pelaporan terhadap ketahanan pangan masyarakat Desa Bungku. Analisis Data dilakukan
dengan Metode Tabulasi Frekuensi, Tabulasi Silang, dan Grafik yang disesuaikan dengan
kebutuhan penelitian dan ketersediaan data.
Data kualitatif berupa data primer dan sekunder akan dianalisis secara kualitatif akan
diolah melalui tiga tahap analisis data kualitatif, yaitu reduksi data (menggolongkan data
sehingga dapat disimpulkan), penyajian data (dalam bentuk table atau deskriptif) dan
penarikan kesimpulan. Penyimpulan hasil penelitian dilakukan dengan mengambil hasil
analisis antar variabel yang konsisten (Sitorus 1998).
Penggolangan masyarakat yang mendapatkan program yaitu digolongkan berdasarkan
etnis. Hal ini menjadi penting karena etnis menjadi indikator penting dalam melihat kondisi
ketersediaan pangan masyarakat. Pembagaian kategori sosial menjadi empat kelompok, yaitu
kategori 1 yang berkerja di sektor pertanian, kategori 2 yang bekerja di bidang non pertanian,
kategori 3 yang memiliki usaha pribadi, dan kategori empat yaitu masyarakat yang bekerja di
sektor non pertanian (buruh).

14

DAFTAR PUSTAKA
Irwanto. Kerusakan Hutan di Indonesia. [Dikutip tanggal 22 februari 2013]. Dapat diunduh dari:
http://www.irwantoshut.net/kerusakan_hutan_indonesia.html
Hanani N. 2012. Strategi Pencapaian Ketahanan Pangan Keluarga. E-Journal Ekonomi Pertanian.
Volime 1 No. 1 Januari 2012. [Dikutip tanggal 17 maret 2013]. Dapat diunduh dari:
http://perhepi.org/wp-content/uploads/2012/01/E-Journal-2012-Perhepi.pdf
Nasdian FT. 2006. Modul Pengembangan Masyarakat: Bagian Sosiologi Pedesaan dan
Pengembangan Masyarakat [ID] : (tidak diterbitkan) [IPB] Institut Pertanian Bogor.
Nasution AH. 2012. Status Ketahanan Pangan Rumah Tangga dan Peranan Kepemimpinan di Dea
Ciaruteun Ilir. [Skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.
Rizki F. 2012. Sekitar 100.000 Ha Hutan Harapan Jambi Rusak Akibat Dirambah. [Dikutip tanggal 22
februari 2013]. Dapat diunduh dari: http://www.aktual.co/sosial/192103sekitar-100.000-hahutan-harapan-jambi-rusak-akibat-dirambah
[Pemerintah Provinsi Jambi]. Hutan Harapan. [Dikutip tanggal 22 februari 2013]. Dapat diunduh dari:
http://www.jambiprov.go.id/?show=direktori&id=hutan-harapan
Prathivi M. 2012. Strategi Pengembangan Konsumsi Pangan di Kota Jambi. [Thesis]. Bogor [ID