Partai Politik dalam Pemilihan Umum PEMI

I.

Alasan Pemilihan Judul
Semenjak runtuhnya rezim orde baru, telah muncul puluhan hingga ratusan partai

politik, dari yang terdaftar dan diakui secara hukum dan maupun yang dibentuk dengan iseng
hanya untuk melampiaskan luapan emosi psiko-politik yang tidak bisa dibendung. Semuanya
berlangsung sedemikian rupa sehingga berpartai adalah ekspresi diri dan sekaligus menjadi
pengalaman baru yang disusun diatas puing-puing pengalaman yang sudah pupus dari daya
ingatan kolektif dalam banyak kalangan publik. Dengan semakin banyaknya partai politik ini
pulalah, juga semakin tumbuh nilai-nilai demokrasi dalam percaturan politik Indonesia yang
awalnya agak sedikit sewenang-wenang menjadi lebih demokratis. Dengan alasan ini pulalah
penulis memutuskan untuk menulis makalah dengan judul “Partai Politik dalam Pemilihan
Umum (PEMILU) sebagai Ciri Negara Demokrasi"
II.

Latar Belakang
Dalam kedudukannya sebagai pilar demokrasi, peran partai politik dalam sistem

perpolitikan nasional merupakan wadah seleksi kepemimpinan nasional dan daerah.
Pengalaman dalam rangkaian penyelenggaraan seleksi kepemimpinan nasional dan daerah

melalui pemilu membuktikan keberhasilan partai politik sebagai pilar demokrasi.
Penyelenggaraan pemilu tahun 2004 dinilai cukup berhasil oleh banyak kalangan, termasuk
kalangan internasional. Dengan gambaran ini dapat dikatakan bahwa sistem perpolitikan
nasional dipandang mulai sejalan dengan penataan kehidupan berbangsa dan bernegara yang
di dalamnya mencakup penataan partai politik.
Peran partai politik telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi sistem
perpolitikan nasional, terutama dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang dinamis dan
sedang berubah. Jika kapasitas dan kinerja partai politik dapat ditingkatkan, maka hal ini
akan berpengaruh besar terhadap peningkatan kualitas demokrasi dan kinerja sistem politik.
Oleh karena itu, peran partai politik perlu ditingkatkan kapasitas, kualitas, dan kinerjanya
agar dapat mewujudkan aspirasi dan kehendak rakyat dan meningkatkan kualitas demokrasi.
Persoalan lain yang dihadapi sistem partai adalah belum berjalannya secara maksimal
fungsi yang dimiliki oleh partai politik, baik fungsi partai politik terhadap negara maupun
fungsi partai politik terhadap rakyat. Fungsi partai politik terhadap negara antara lain adalah
menciptakan pemerintahan yang efektif dan adanya partisipasi politik terhadap pemerintahan
yang berkuasa. Sedangkan fungsi partai politik terhadap rakyat antara lain adalah
[1]

memperjuangkan kepentingan, aspirasi, dan nilai-nilai pada masyarakat serta memberikan
perlindungan dan rasa aman. Kebanyakan partai politik pada saat ini belum sepenuhnya

memberikan pendidikan politik dan melakukan pengkaderan serta rekrutmen politik yang
efektif untuk menghasilkan keder-kader pemimpin yang memiliki kemampuan di bidang
politik.

III.

Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah singkat sebagaimana yang diuraikan di atas,

maka dapat diambil pokok permasalahan yang dapat diambil ialah : “Bagaimana dan
seberapa besar peran partai politik dalam Pemilu sebagai salah satu pilar demokrasi di
Indonesia?”.

IV.

Tujuan Penulisan

Paper ini ditulis dengan tujuan agar :
1. Mengetahui apa itu partai politik serta fungsi-fungsinya
2. Mengetahui hubungan partai politik dan pemilu di Indonesia

3. Mengetahui kaitan/hubungan antara demokrasi, partai politik dan partisipasi
masyarakat dalam pemilu di Indonesia

V.

Pembahasan
A. Pengertian Partai Politik
Partai politik adalah sekelompok orang yang memiliki ideologi yang sama, berniat

merebut dan mempertahankan kekuasaan (yang menurut pendapat mereka pribadi paling
idealis) dengan tujuan untuk memperjuangkan kebenaran dalam suatu level tingkat negara1.
Pengertian ini mengungkapkan bahwa partai politik merupakan sebuah organisasi
artikulasi yang di dalamnya terdapat orang-orang yang memiliki kepentingan politik yaitu
menguasai pemerintah dan bersaing untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat. Jadi
partai politik disini merupakan penghubung kekuasaan antara pemerintah dengan masyarakat,
tentunya sebagai media penghubung dan penampung aspirasi masyarakat.
Hal ini berbeda pula dengan pendapat Inu Kencana dkk, yang mengemukakan bahwa
Partai politik itu tidak hanya menekankan pada kumpulan orang-orang yang memiliki
ideologi yang sama atau berniat merebut dan mempertahankan kekuasaan belaka, tetapi lebih
untuk memperjuangkan kebenaran, dalam suatu level negara. (Kencana dkk, 2002:58). Jadi,

1

Inu Kencana Syafi’i, Proses Legislatif (Bandung: PT. Refika Aditama,2004) hlm. 11

[2]

partai politik tidak hanya sekedar kumpulan orang-orang yang memiliki kesamaan ideologi
dan tujuan yang sama, tetapi harus bersedia memperjuangkan kebenaran, terutama dalam
melaksanakan aktivitas politik dalam suatu negara.
Pengertian partai politik di atas senada dengan yang tertera dalam Undang-undang
Nomor 31 tahun 2002 pasal 1 (1) adalah: Organisasi yang dibentuk oleh sekelompok warga
negara Republik Indonesiasecara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk
memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilihan
umum”.
B. Fungsi Partai Politik
Fungsi partai politik di Indonesia dapat dibedakan menjadi fungsi partai politik di
Indonesia sebagai negara demokrasi dan Indonesia sebagai negara berkembang. Hal ini
terjadi karena partai politik merupakan salah satu kelompok kepentingan yang bersifat
multifungsional dan juga setiap kriteria negara pasti memerlukan fungsi dari partai politik
dengan porsi yang berbeda.

1.

Fungsi partai politik di negara demokrasi
 Sebagai Sarana Komunikasi politik : partai politik berfungsi sebagai perantara
memperbincangkan dan menyebarluaskan rencana dan kebijakan (broker ).
Dengan demikian, terjadi arus informasi dan dialog dua arah, yaitu dari atas
ke bawah dan sebaliknya. Peran partai politk sebagai jembatan sangat penting,
karena kebijakan pemerintah perlu dijelaskan ke masyarakat,dan pemerintah
harus tanggap terhadap tuntutan masyarakat.
 Sebagai Sarana Sosialisasi Politik : Sosialisasi politik bagian dari proses yang
menentukan sikap politik seseorang. Fungsi sosialisasi politik partai adalah upaya
menciptakan citra (image) bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum.
 Sebagai Sarana Rekrutmen Politik : Fungsi ini berkaitan erat dengan masalah
seleksi kepemimpinan, baik kepemimpinan internal partai maupun kepentingan
nasional.

Kader-kader

yang berkualitas


bisa menjadi

pemimpin

di partai

politik. Rekrutmen politik menjamin kontinuitas dan kelestarian partai, sekaligus
merupakan cara untuk menjaring dan melatih calon-calon pemimpin.
 Sebagai Sarana Pengatur Konflik : Potensi terjadinya konflik di masyarakat
sangatlah besar apalagi di masyarakat yang bersifat heterogen. Di sini, peran
partai politik diperlukan untuk mengatasinya dengan sedemikian rupa sehingga
akibat negatifnya dapat ditekan seminimal mungkin.
[3]

2.

Fungsi partai politik di negara berkembang
Satu peran yang sangat diharapkan dari partai politik adalah sebagai sarana untuk
mengembangkan integrasi nasional dan memupuk identitas nasional. Akan tetapi,
pengalaman di beberapa negara menunjukkan bahwa, partai politik sering tidak

mampu membina integrasi, tetapi malah menimbulkan pengotaan dan pertentangan.
Di negara-negara berkembang partai politik, partai politik tetap dianggap penting
meskipun memiliki berbagai kelemahan. Usaha melibatkan partai politik dan
golongan-golongan politik lainnya dalam proses pembangunan dalam segala aspek
dan dimensinya, merupakan hal yang amat utama dalam negara yang ingin
membangun suatu masyarakat atas dasar pemerataan dan keadilan sosial.
Jika partai dan golongan-golongan

politik

lainya

diberi

kesempatan

untuk

berkembang, mungkin ia dapat mencari bentuk partisipasi yang dapat menunjang
untuk mengatasi masalah-masalah yang ada di negara itu. Mungkin bentuk ini dalam

banyak hal akan berbeda dengan partai di negara yang sudah mapan, karena
disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan dalam negeri masing-masing.
C. Pemilu Sebagai Ciri Negara Demokrasi
Pemilihan umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk
memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat, serta salah satu
bentuk pemenuhan hak asasi warga Negara di bidang politik. Pemilu dilaksanakan untuk
mewujudkan kedaulatan rakyat. Sebab, rakyat tidak mungkin memerintah secara langsung.
Karena itu, diperlukan cara untuk memilih wakil rakyat dalam memerintah suatu Negara
selama jangka waktu tertentu.
Bagi sejumlah negara yang menerapkan atau mengklaim diri sebagai negara
demokrasi (berkedaulatan rakyat), pemilu memang dianggap sebagai lambang sekaligus tolah
ukur utama dan pertama dari demokrasi. Artinya, pelaksanaan dan hasil pemilu merupakan
refleksi dari susasana keterbukaan dan aplikasi dari nilai dasar demokrasi, di samping perlu
adanya kebebasan berpendapat dan berserikat yang dianggap cerminan pendapat warga
negara. Alasannya, pemilu memang dianggap akan melahirkan suatu representatif aspirasi
rakyat yang tentu saja berhubungan erat dengan legitimasi bagi pemerintah. Melalui pemilu
demokrasi sebagai sistem yang menjamin kebebasan warga negara terwujud melalui

[4]


penyerapan suara sebagai bentuk partisipasi publik secara luas. Dengan kata lain bahwa
pemilu merupakan simbol daripada kedaulatan rakyat2.
Di dalam demokrasi modern, pemilu selalu dikaitkan dengan konsep demokrasi
perwakilan atau demokrasi tidak langsung (indirect democracy), yang berarti keikutsertaan
rakyat di dalam pemerintahan dilakukan oleh wakil-wakil rakyat yang dipilih sendiri oleh
rakyat secara langsung dan bebas, sehingga hasil pemilu haruslah mencerminkan konfigurasi
aliran-aliran dan aspirasi politik yang hidup di tengah-tengah rakyat. Konsep dan pemahaman
yang seperti itu pulalah yang mendasari penyelenggaraan pemilu di sepanjang sejarah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Seperti yang telah dikemukakan di atas, pemilu-pemilu di Indonesia diatur dengan
Undang-Undang Pemilu yang selalu berubah-ubah karena kebutuhan perbaikan kualitas,
karena pengaruh konfigurasi politik, dan karena perubahan demografi kependudukan dan
peta pemerintahan daerah.
Pemilu diadakan sebagai sarana untuk melaksanakan kedaulatan rakyat dan juga salah
satu instrument yang mencerminkan negara demokrasi, pemilu juga untuk menentukan dan
memilih siapa-siapa saja yang pantas yang akan mewakili rakyat dan juga untuk memilih
pemimpin yang akan memimpin dan membawa negeri ke arah yang lebih baik.
Indonesia sebagai negara demokrasi sudah selayaknya mengadakan pemilu. Sejak
kemerdekaan hingga tahun 2014 bangsa Indonesia telah menyeleng-garakan 11 kali
pemilihan umum, yaitu 1945, 1971, 1977, 1982, 1992, 1997, 1999, 2004 ,2009 dan 2014.

Akan tetapi pemilihan pada tahun 1955 merupakan pemilihan umum yang dianggap istimewa
karena ditengah suasana kemerdekaan yang masih tidak stabil Indonesia melakukan PEMILU
, bahkan dunia internasional memuji pemilu pada tahun tersebut. Pemilihan umum
berlangsung dengan terbuka, jujur dan fair, meski belum ada sarana komunikasi secanggih
pada saat ini ataupun jaringan kerja KPU.
D. Hubungan Parta Politik dalam Partisipasi Masyarakat pada Pemilu
Adanya partai politik di Indonesia adalah sebagai salah satu wujud adanya kebebasan
mengeluarkan pendapat, berserikat,dan berkumpul yang menjadi satu ciri utama negara yang
2

Titik triwulan tutik. Kontruksi hukum tata negara indonesia pasca amandemen UUD 1945.
Jakarta:Kencana.2011, hal. 329-330.

[5]

menjalankan sistem demokrasi. Partai politik, bersama dengan institusi demokrasi lainnya
seperti lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan pers, harus secara konsisten melaksanakan
tugas dan fungsi-fungsinya baik pada masa persiapan pemilihan umum maupun pada masa
setelah pemilihan umum. Pada pemilu tahun 2009, partai politik peserta pemilu mencapai
jumlah yang paling banyak dibandingkan dengan pemilu sebelumnya, yaitu sebanyak 38

parpol. Peran parpol dalam membangun demokrasi di Indonesia ini memungkinkan
partisipasi rakyat berlangsung secara penuh dalam urusan-urusan negara . Rakyat sebagai
elemen utama dalam sebuah negara secara mutlak diberikan kebebasan dan kedudukan
strategis yang dijamin oleh konstitusi untuk menjalankan peran-perannya sebagai bentuk
partisipasi aktif pada Indonesia.
Pada masyarakat yang demokrasinya sedang berkembang seperti Indonesia,
rendahnya partisipasi politik mengindikasikan berbagai makna atau arti. Terdapat banyak
alasan mengapa partisipasi politik masih rendah. Salah satu alasannya di sini karena adanya
performa institusi demokrasi yang buruk.
Berdasarkan fakta data-data yang diperoleh pada pemilu Kepala Daerah tahun 2008
tercermin rendahnya masyarakat yang menggunakan hak pilih, misalnya angka golput yang
terjadi pada Pilkada di Jawa Tengah 45,25 persen, Jawa Barat 32,6 persen, DKI 37 persen,
Kaltim 34,4 persen, Sumatera Utara 43 persen, Sulawesi Selatan 33 persen dan Sumatera
Barat 39,9 persen3. Sementara itu pada pemilihan presiden tahun 2014 kemarin, angka Golput
juga masih terbilang sangat tinggi yaitu 56.7 juta pemiilih atau 29,8% dari seluruh pemilih 4.
Angka ini bahkan terbilang lebih tinggi dari angka Golput pada tahun 2009 yang mencapai
27,7%, dan jauh diatas angka Golput pada pemilu 2004 yang hanya mencapai 24%.
Sebagai catatan tersendiri, partai politik harus mewaspadai gejala melemahnya
partisipasi politik masyarakat. Fenomena yang semakin meningkatnya angka pemilih yang
memilih untuk tidak memilih atau sering kali yang disebut dengan golput ini harus dipandang
dalam dua perspektif. Pertama, munculnya ketidakpercayaan terhadap saluran politik dalam
bentuk partai, yang kemudian berakibat pada perspektif kedua yakni keinginan warga Negara
untuk melakukan delegitimasi politik terhadap kekuasaan 5. Partisipasi politik dalam hal ini
bukan merupakan suatu kewajiban, melainkan suatu hak yang dilaksanakan berdasarkan
kesadaran masyarakat. Jika masyarakat memandang penggunaan hak politiknya akan
3

http://www.ugm.ac.id/id/berita/361-fenomena.golput.ketidakpercayaan.pada.partai.politik.dan.figur.kandidat
(diakses pada 08 april 2015)
4
http://www.harianterbit.com/read/2014/07/23/5622/26/26/Terburuk-Sepanjang-Sejarah-Golput-Pilpres-Capai567-Juta (diakses pada 09 april 2015)
5
Koirudin, Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 178-180

[6]

memberikan manfaat bagi kehidupannya, dengan sendirinya mereka akan berpartisipasi
dalam politik. Sebaliknya jika tidak mereka akan mengabaikan dan memilih golput.
Alasan yang dikemukakan oleh masyarakat yang memilih untuk Golput salah satunya
adalah karena banyaknya parpol yang sekarang ada di Indonesia. Sehingga masyarakat
menjadi bingung dan berada pada ketidakpastian, mana parpol yang benar-benar
mengutamakan rakyat, mana yang hanya memanipulasi rakyat. Munculnya berbagai parpol di
Indonesia merupakan sebuah konsekuensi dari penerapan sistem demokrasi secara konsisten,
namun di sisi lain banyaknya jumlah partai politik tidak otomatis membuat kualitas
pelaksanaan sistem demokrasi menjadi lebih baik, bahkan cenderung menjadi semakin buruk.
Di dalam konteks pemerintahan, demokrasi adalah kesadaran dari rakyat untuk
terlibat langsung dalam politik dan pemerintahan, namun terkadang hal ini menjadi hal sulit
untuk diwujudkan, karena masyarakat sebagai warga Negara belum mempunyai kesadaran
untuk turut aktif dalam perpolitikan dan urusan pemerintahan. Kesulitan ini disebabkan
berbagai macam faktor yang mendasarinya seperti kesadaran masyarakat.
Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum memiliki beberapa
penyebab: Pertama, kasus-kasus korupsi yang melibatkan banyak anggota partai politik yang
kemudian menduduki jabatan politik di eksekutif, legislatif serta yudikatif telah
mengecewakan kepercayaan rakyat dan melemahkan animo dan keterlibatan masyarakat
untuk memberikan suara dan partisipasi politiknya. Dari kasus korupsi tersebut masyarakat
akan secara otomatis akan memberikan cap negatif kepada partai politik. Kedua, lemahnya
penegakan hukum oleh aparatur pemerintah menimbulkan ketidakpercayaan dan ketiadaan
rasa aman bagi masyarakat tertentu. Pada saat petinggi Negara ataupun pejabat Negara
terjerat kasus korupsi, hukuman yang diberikan oleh pengadilan negeri sangat lemah, bahkan
bisa dibilang tidak adil, inilah yang menyebabkan masyarakat enggan untuk memilih lagi
karena masyarakat beranggapan bahwa para pejabat yang telah melakukan korupsi pasti akan
dihukum ringan.
Partai politik yang memiliki sejumlah kepentingan dengan rakyat harus berkaca dari
fenomena perilaku pemilih yang mulai kehilangan kepercayaan dan memilih apatis dan
golput. Setidaknya, partai politik perlu melakukan beberapa langkah peninjauan kembali
seperti: Pertama, melakukan pendidikan politik kepada kader-kader politik sehingga
menghasilkan kader yang berkualitas dan matang. Kematangan berpolitik para kader
diharapkan agar mereka tidak mudah terjerumus pada jebakan-jebakan korupsi yang siap
membawa mereka masuk bui saat mereka menduduki jabatan publik. Pendidikan politik yang
harus diberikan partai politik kepada kadernya ialah mengenai pembangunan dan pemenuhan
[7]

adab berdemokrasi atau perilaku berdemokrasi. Tetapi sebenarnya peran pendidikan politik
ini tidak hanya terbatas pada kader partai politik saja melainkan kepada seluruh
penyelenggara Negara, politisi dan masyarakat. Lewat pendidikan politik terlebih mengenai
pendidikan kebangsaan, di harapkan segenap masyarakat dapat lebih matang dalam
menjalankan demokrasi itu sendiri. Pendidikan politik berfungsi untuk menyembuhkan
disfungsionalitas anggota partai yang telah melakukan perilaku menyimpang karena
tersandung kasus-kasus pidana seperti korupsi.
Kedua, meninjau ulang dalam perekrutan kader politik. Fenomena perekrutan publik
figur dari kalangan artis untuk mendulang suara partai, terbukti tidak menghasilkan berbagai
perubahan signifikan yang disodorkan partai politik melalui kader-kadernya. Partai kerap
mengorbankan idealisme dan mengikuti arus pasar sehingga kerap mementingkan perolehan
suara belaka namun mengabaikan kualitas para kader. Masuknya kader dari kalangan artis ini
kerap dimanfaatkan oleh partai itu sendiri yaitu partai mencoba untuk meraup sebanyak
mungkin suara tanpa memperhatikan kualitas dari sang kader artis. Fenomena ini juga
menunjukan bahwa sistem kaderisasi dan kepemimpinan di partai politik tersebut tidak
berjalan dengan baik.

VI.

PENUTUP
A. Kesimpulan
Negara demokrasi adalah negara yang berdiri dan menjunjung tinggi kedaulatan

rakyat. Oleh karena kedaulatan berada di tangan rakyat, maka kekuasaan politik harus
dibangun dari bawah dan rakyat harus diberikan kebebasan untuk mendapatkan hak politik.
Selain itu, sebagai sarana politik paling besar maka partai politik juga harus turut andil dalam
memainkan peranan yang besar itu dengan memaksimalkan fungsi-fungsinya agar bisa
optimal dan bisa sebagai wadah penyalur aspirasi masyarakat maupun sebagai sarana
membangun pemerintahan demokratis yang mengakar. Oleh sebab itu, tidak ada salahnya
jikalau keberadaan partai politik di pergunakan untuk mewujudkan tatanan kehidupan
kenegaraan yang lebih beradab. Partai politik, pemilihan umum dan demokrasi adalah
bagaikan rantai yang saling terikat satu sama lain dimana salah satunya tidak akan berjalan
maksimal tanpa didukung oleh yang lainnya.

[8]