Pemilu amerika serikat perbandingan huku

Pemilihan Umum (Pemilu) Amerika Serikat diselenggarakan setiap dua tahun sekali pada
bulan November tahun genap. Pemilu selalu jatuh pada hari Selasa yang jatuh setelah Senin
pertama pada bulan tersebut.
Walaupun diselenggarakan setiap 2 tahun sekali, hanya setiap 2 pemilu, atau 4 tahun sekali,
jabatan Presiden AS diperebutkan, dan pemilu yang inilah yang umumnya menarik perhatian
dunia, contohnya Pemilu AS 2000 dan Pemilu AS 2004.
Sedangkan Pemilu AS 2002, yang tidak memperebutkan jabatan Presiden, tidak banyak
menyita perhatian dunia luar. Pemilu seperti ini disebut juga pemilu paruh waktu (midterm
election), karena terjadinya persis pada separuh masa jabatan Presiden yang sedang berkuasa,
dan hasilnya dapat diinterpretasikan sebagai evaluasi, dukungan, ataupun penolakan rakyat
atas kebijakan-kebijakan Presiden.
WARGA Amerika Serikat baru saja mengakhiri proses pemilihan umum untuk menentukan
presiden pengganti George Walker Bush. Berbeda dengan sistem pemilu pada umumnya,
Amerika memang menerapkan sistem yang agak rumit dan panjang sebelum sampai pada
puncaknya, yakni hari pencoblosan pada hari kemarin, 4 November 2008.
Untuk memenangi kursi kepresidenan, kandidat harus meraih setidaknya 270 electoral votes.
sementara hasil perhitungan sementara hari ini (real time ketika tulisan ini saya posting)
menunjukkan bahwa Senator Barack Obama dari Partai Demokrat menguasai 338 electoral
votes sementara McCain hanya mendapat 162 electoral votes ini berarti senator Obama
dipastikan menjadi Presiden Amerika Serikat berikutnya.
Seperti apa sebenarnya seluk-beluk Pemilu di Amerika Serikat? berikut sekelumit informasi

yang bisa kita pelajari:

Tahap pertama dimulai antara satu sampai dua tahun sebelum pemilu. Jadi, untuk pemilu
2008 persiapan paling tidak lebih telah dimulai sejak 2006. Dalam masa itu dibentuk komite
khusus oleh masing-masing calon untuk mempelajari peta politik dan menggalang dana.
Kampanye pemilu presiden AS merupakan salah satu yang termahal di dunia dan menelan
biaya antara ratusan juta sampai satu miliar dolar lebih.
Sebagian besar dana itu untuk pemasangan iklan dan perjalanan kampanye maraton ke
sebanyak mungkin negara bagian yang dapat dikunjungi kandidat. Pemilihan pendahuluan
(primary) bertujuan menentukan calon-calon presiden. Primary adalah salah satu cara
menominasikan kandidat yang akan dicalonkan dalam pemilu. Penyelenggaraan primary itu
sendiri bermula dari gerakan progresif di Amerika Serikat. Primary diselenggarakan oleh
pemerintah, selaku penerima mandat partai-partai. Di negara lain, nominasi kandidat
biasanya berlangsung secara internal dan tidak melibatkan aparatus publik.
Selain primary, cara lain untuk memilih kandidat adalah melalui kaukus, konvensi dan
pertemuan-pertemuan nominasi.
Kaukus juga untuk memilih para calon. Namun, kaukus sangat berbeda dengan primary.
Kaukus adalah pertemuan di daerah pemilihan dengan diisi debat mengenai platform dan isu
kampanye masing-masing partai. Kalau primary digelar oleh pemerintah, kaukus
dilaksanakan oleh kelompok sipil, misalnya kelompok media, organisasi nonpemerintah, dan

sebagainya.
Bentuk primary mirip pemilihan umum, yakni dengan coblosan, sedangkan pemungutan
suara pada kaukus tergantung pada ketentuan masing-masing penyelenggaraan.

Hanya 12 negara bagian yang menggunakan model kaukus, yakni Iowa, New Mexico, North
Dakota, Maine, Nevada, Hawaii, Minnesota, Kansas, Alaska, Wyoming, Colorado dan
District of Columbia.
Istilah masa primary merujuk pada primary dan juga kaukus, yakni diawali dengan Kaukus
Iowa dan berakhir dengan Primary Montana pada 3 Juni. Kemudian, digelar konvensi partai
untuk menetapkan calon presiden. Konvensi itu bertujuan meratifikasi hasil pemilihan pada
primary dan kaukus.
Delegasi untuk konvensi partai juga dipilih pada primary, kaukus negara bagian, dan
konvensi negara bagian. Calon presiden ditentukan berdasarkan perolehan mayoritas delegasi
untuk memenangi nominasi partai mereka. Calon presiden itulah yang akan mengajukan
calon wakil presiden.
Dalam sistem pemilu Amerika Serikat, pilihan rakyat tidak mutlak menentukan kemenangan
seorang calon presiden. Pasalnya, AS menggunakan sistem electoral college.
Electoral College adalah dewan pemilih yang akan memilih presiden. Anggotanya dipilih
oleh rakyat pada hari pemilu. Para utusan itu sudah berjanji di awal untuk memilih kandidat
tertentu.

Jumlah utusan pada dewan pemilih itu adalah dua orang ditambah jumlah anggota DPR dari
negara bagian tersebut. Sehingga, beberapa negara bagian memiliki jumlah utusan terbanyak,
seperti misalnya, Florida, dan menjadi sangat menentukan dalam pemenangan pemilu.
Dengan demikian, pemilihan presiden dan wakil presiden sebenarnya adalah pemilu tidak
langsung, karena pemenangnya ditentukan oleh suara para pemilih dalam Electoral College.
Pada hari pencoblosan, rakyat memilih dua kali. Pertama, untuk memilih calon presiden
favorit. Kedua, untuk memilih utusan berjumlah 538 yang mewakili 50 negara bagian.

Utusan inilah yang berhak memilih presiden. Jadi, pilihan rakyat hanya berguna untuk
menentukan popularitas kandidat.Pemilihan presiden pendahuluan Partai Demokrat (Amerika
Serikat) 2008.
Pelaksanaan Pemilu Amerika Serikat
Beberapa pekan ini berbagai media, termasuk Indonesia memberitakan proses pemilihan
presiden Amerika Serikat(AS). Pemberitaannya bahkan setiap hari. Sebenarnya sangat
menarik mencermati pemilu Amerika. Karena sebagai sebuah Negara adidaya, Negara ini
mempengaruhi banyak Negara. Karena itu bisa dipastikan, siapa pun orang yang terpilih
sebagai presiden, pasti akan memiliki peran sangat penting dalam stabilitas dunia.
Berbeda dengan Indonesia yang memiliki banyak sekali partai. Amerika Serikat hanya
mempunyai duo partai, Partai Demokrat dan Partai Republik. Meski demikian, calon presiden
tidak harus kader dari dua partai ini. Dalam sejarahnya, banyak presiden AS yang justru

bukan kader partai. Salah satunya adalah Bill Clinton. Menurut Jonathan Miller, penasehat
salah seorang senator Partai Demokrat, Clinton tak punya hubungan apapun dengan partai
democrat, Ia bahkan memulai karirnya sebagai orang luar partai. Apa yang membuat Bill
Clinton

terpilih

sebagai

kandidat

presiden

Partai

Demokrat?

Tak

lain


karena

kepribadiannya.Menariknya daya pikat pribadi ini tak hanya berpengaruh saat pemilihan saja,
tetapi juga punya peranan dalam menggalang dana kampanye. Karena biaya kampanye AS
sangat besar. Konon, kampanye pemilu presiden di AS merupakan salah satu yang termahal
di dunia, biaya kampanye bisa mencapai satu milyaran dollar lebih.
Pelaksanaan pemilu di Amerika Serikat Memakan waktu dua tahun, Pada tahap awal,
masing-masing calon membentuk komite khusus. Komite ini bertugas mempelajari peta
perpolitikan AS. Selain itu, komite ini bertugas menggalang dana.

Setelah itu diadakan pemilihan pendahuluan atau yang disebut dengan primary, tujuannya
untuk memilih salah satu calon presiden yang akan diusung oleh partai dalam pemilu
nasional. Biasanya selain mengadakan primary, juga diadakan kaukus. Kaukus merupakan
semacam pertemuan didaerah pemilihan yang berisi debat tentang isu-isu kampanye. Primary
dan Kaukus sama-sama bertujuan untuk memilih kandidat. Bedanya, primary diadakan
pemerintah, sedangkan kaukus diadakan oleh kelompok sipil seperti kelompok media, LSM,
dan lain-lain.
Metode kaukus ini hanya digunakan oleh 12 negara bagian AS. Yakni, Lowa, New Mexico,
North Dakota, Maine, Nevada, Hawaii, Minnesota, Kansas, Alaska, Wyoming, Colorado, dan

Distict of Colombia.
Setelah masa ini selesai, digelarlah konvensi partai. Tujuannya untuk menetapkan calon
presiden. Biasanya, calon presiden yang paling banyak mendapat dukungan dari para anggota
pertain, akan terpilih sebagai kandidat presiden. Untuk selanjutnya kandidat masing-masing
partai akan bertarung di kancah nasional, untuk merubut suara pemilih.
Electoral Collage adalah dewan pemilih. Merekalah yang akan memilih presiden. Jadi,
bukan rakyat AS langsung yang memilih calon presiden mereka. Anggota dewan ini dipilih
rakyat dalam pemilu AS. Jadi, hari pencoblosan, rakyat akan memilih dua kali. Pertama,
untuk memilih calon presiden, dan yang kedua memilih anggota dewan pemilih. Meski rakyat
juga mencoblos gambar presiden faforitnya, namun hasil pencoblosan tidak menentukan
siapa yang menjadi presiden. Karena yang menentukan adalah anggota dewan pemilih. Meski
demikian, biasanya rakyat Cuma akan mencoblos gambar anggota dewan pemilih, yang
berjanji memilih calon presiden tertentu. Jadi, bisa dibilang, presiden pilihan rakyat dengan
pilihan dewan pemilih, nyaris tidak ada bedanya.

Dewan pemilih ini bejumlah 538 orang, dan mewakili 50 negara bagian AS. Untuk menjadi
presiden AS, seorang kandidat harus memenangkan 270 suara anggota electoral collage.
Kalau tidak mencapai suara minimal, otomatis kandidat calon presiden kalah.
Pemilihan umum – bersama partai-partai politik, sistem kepartaian, kelompok-kelompok
kepentingan, pers, dan pemerintah dan lembaga perwakilan rakyat – adalah alat atau sarana

perwujudan demokrasi. Ada kesepakatan di antara para teoritisi demokrasi bahwa pemilu
merupakan syarat minimal bagi demokrasi. Tak ada pemilu, maka tak ada demokrasi. Bahkan
teoritisi demokrasi minimalis – yang mengembangkan pemikiran Schumpeterian –
menempatkan pemilu sebagai satu-satunya persyaratan bagi demokrasi.
“Perwujudan demokrasi” sendiri diindikasikan antara lain oleh tegaknya prinsip-prinsip
kebebasan, keterwakilan, akuntabilitas, dan keadilan sebagai satu paket. Pemilu adalah sarana
untuk menegakkan keempat prinsip ini sebagai satu paket. Pemilu yang demokratis, dengan
demikian, pada akhirnya diindikasikan oleh seberapa jauh aturan, proses, dan hasil Pemilu itu
bisa melayani keharusan tegaknya satu paket kebebasan, keterwakilan, akuntabilitas, dan
keadilan.
Dalam kerangka itu, ada tiga aspek yang mesti menjadi pusat perhatian dalam penilaian atau
pemantauan atas pemilu: (a) hukum atau aturan pemilu (electoral law), (b) proses pemilu
(electoral process), dan (c) hasil-hasil pemilu (electoral results). Pemilu-pemilu yang telah
dilaksanakan di Indonesia memberikan pembelajaran penting mengenai seberapa jauh
prinsip-prinsip yang berkaitan dengan pemilu dan demokrasi tersebut sudah berhasil
diwujudkan.
Sebagai elemen sentral dalam proses rekrutmen politik modern, pemilu juga merupakan titik
penyeimbang antara kebutuhan akan sirkulasi elit di satu sisi dengan keperluan adanya
jaminan kesinambungan sistem di sisi yang lain. Selain itu, pemilu juga merupakan salah satu


ukuran terpenting bagi derajat partisipasi politik pada suatu negara. Terwujudnya pemilu
yang bebas biasanya merupakan indikator mulai bekerjanya kekuatan reformasi di negara
yang sedang mengalami transisi.
Indonesia termasuk negara yang telah mengalami transisi politik besar-besaran secara
berulang. Demokrasi di negeri ini juga mengalami pasang surut yang cukup signifikan. Tak
beda dengan kecenderungan umum di banyak negara, perubahan politik serta naik-turunnya
kualitas demokrasi di negara ini juga berimplikasi pada penyelenggaraan pemilu. Keluhankeluhan utama tentang kualitas demokrasi di masa pemerintahan Orde Baru antara lain
dialamatkan pada penyelenggaraan pemilu yang intimidatif dan penuh kecurangan.
Sebaliknya, kebanggaan pada era reformasi pun senantiasa direfleksikan pada kemampuan
bangsa kita untuk menyelenggarakan pemilu multi-partai yang bebas, jujur dan adil semenjak
tahun 1999.
Meskipun demikian, pemilu di Indonesia tak selalu mudah dipahami oleh publik umumnya
dan para pemilih khususnya. Regulasi yang senantiasa berubah-rubah memberikan kontribusi
sangat besar terhadap munculnya kebingungan akan sistem dan tata cara pemilu kita.
Regulasi dalam Pemilihan Umum merupakan salah satu faktor yang menentukan berhasil
tidaknya pelaksanaan Pemilu Indonesia. Pemilu yang sukses mengindikasikan bahwa
pembangunan dalam suatu negara berhasil dilaksanakan dengan sukses pula. Ini berarti
bahwa negara tersebut berhasil mengantisipasi perubahan dalam proses pengelolaan
pembangunan, sekaligus mengoreksi kelemahan-kelemahan yang ada,


dan sanggup

membawa pembangunan pada sasaran dalam jangka waktu yang sudah ditetapkan. Di
Indonesia, kesemuanya itu bertumpu pada 4 (empat) pilar, yaitu Dasar Negara Pancasila
sebagai idiologi bangsa, Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945, Bhinneka Tunggal
Ika, dan NKRI.

Bagaimana penerapan regulasi dalam Pemilu Indonesia agar dapat mempertahankan
pembangunan berkelanjutan? Jawaban atas pertanyaan ini merupakan kunci sukses dalam
pembangunan yang telah, sedang dan akan terus dilakukan oleh pemimpin bangsa, dalam hal
ini adalah pemerintah sebagai leader, beserta seluruh komponen bangsa kita.
Perubahan paradigma dan perilaku dalam penerapan regulasi pada Pemilu termasuk faktor
esensial untuk mengatasi permasalahan-permasalahan, termasuk dalam pengelolaan konflik.
Dalam hal ini, perubahan regulasi tidak hanya pada komitmen dan kebijakan politik yang
lebih pro-aktif untuk menyelamatkan dan mencegah terjadinya konflik antar peserta Pemilu
lebih jauh. Perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan juga merupakan aspek strategis
untuk mengatasi kondisi suatu bangsa dan negara. Selain karena kesalahan cara pandang dan
perilaku manusia, keterpurukan suatu negara juga dapat disebabkan oleh kegagalan
pemerintah, yang antara lain adalah:
 kegagalan dalam memilih model pemerintahan;

 kegagalan pemerintah dalam memainkan peran sebagai penjaga kepentingan bersama;
 kegagalan pemerintah dalam membangun suatu penyelenggaraan pemerintah yang
baik; dan
 terjadinya penyimpangan dan penyelewengan terhadap berbagai ketentuan formal
dibidang politik.
Memperhatikan fakta-fakta tersebut, segenap komponen bangsa telah sepakat untuk
mengatasi penyimpangan perilaku dengan mengedepankan supremasi hukum sebagai ujung
tombak untuk mengatasi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), karena pemberantasan KKN
dan penegakkan hukum merupakan salah satu syarat terciptanya kepemerintahan yang baik
(good governance). Untuk itu diperlukan adanya pemerintahan yang bersih (clean
government). Dengan terbangunnya komitmen tersebut, regulasi dalam Pemilu Indonesia

diharapkan akan dapat diterapkan dan dipatuhi oleh seluruh komponen masyarakat secara
bersama-sama sehingga akan berdampak pada tercapainya pembangunan yang berkelanjutan.
Pelaksanaan pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan
kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan diselenggarakan pada
setiap lima tahun sekali, serta dilaksanakan di seluruh wilayah NKRI sebagai satu kesatuan.
Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak pada hari libur atau hari yang diliburkan.
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setelah pelaksanaan Pemilu anggota DPR,

DPD, dan DPRD.
Dalam pada itu, hakekat Pemilu sejak tahun 1955 sampai pascareformasi 98 cenderung
mengalami perubahan, terutama sejak adanya amandemen UUD 1945. Sebagai pelaksanaan
UUD 1945 dan perubahan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum
DPR, DPD dan DPRD, telah disahkan Undang-Undang 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan
Umum DPR, DPD dan DPRD yang intinya mengatur tahapan Pemilu, peserta Pemilu,
persyaratan Parpol peserta Pemilu, pemutakhiran data kependudukan, kampanye dan
pemungutan suara. Selain itu, dalam Undang–Undang tersebut juga diatur mengenai peranan
perempuan dalam Pemilu 2009 dengan diakomodirnya keterwakilan perempuan sekurangkurangnya 30% pada kepengurusan parpol tingkat pusat dan setiap daftar balon paling sedikit
30% keterwakilan perempuan. Artinya, dalam setiap 3 orang bakal calon terdapat sekurangkurangnya 1 orang perempuan.
Dalam rangka pembangunan politik dalam negeri dan sejak Pemilu 1999 dan Pemilu 2004,
berdasarkan pengalaman pelaksanaan dua kali Pemilu tersebut, pemerintah dan DPR-RI
senantiasa melakukan perbaikan regulasi politik khususnya undang-undang Pemilu. Prinsipprinsip umumnya adalah melakukan perbaikan kelemahan pasal-pasal tertentu dari undang-

undang yang sudah ada; sinkronisasi seluruh undang-undang bidang politik; melanjutkan
konsolidasi demokrasi berdasarkan UUD 1945; dan memantapkan sistem pemerintahan
presidensiil.
Ada 5 (lima) Undang-Undang bidang politik yang telah disusun/ditata kembali. UndangUndang tersebut adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara
Pemilu, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, UndangUndang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Sedangkan Rancangan Undang-Undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD,
dan DPRD masih sedang dalam proses pembahasan di tingkat Panja.
Dari semua produk perundang-undangan bidang politik tersebut, satu hal yang harus kita
pahami bahwa Pemilu dilaksanakan oleh Penyelenggara Pemilu yang selanjutnya disebut
Komisi Pemilihan Umum. Dalam hubungan ini Pemerintah memberikan dukungan dan
fasilitasi, bukan masuk pada tatanan pelaksanaan teknis Pemilu.
Semuanya bermuara pada ketahanan politik dalam negeri yang mencakup; a) Sistem dan
Implementasi Politik; Kelembagaan Politik Pemerintahan; Kelembagaan Partai Politik; b)
Budaya dan Pendidikan Politik; c) Fasilitasi Pemilihan Umum; d) Fasilitasi Pemilihan
Presiden; e) Fasilitasi Pemilihan Kepala Daerah. Meskipun demikian, keberhasilan
penyelenggaraan Pemilu secara nasional tetap menjadi tanggung jawab pemerintah, dalam
hal ini Presiden. Inilah, dasar pertimbangannya pemerintah dalam hal ini Departemen Dalam
Negeri mengupayakan terbentuknya Desk Pilkada dan Desk Pemilu sebagai bentuk
pengawalan atas tahapan Pemilu demi terciptanya Pemilu yang damai, tenteram dan tetap
terjaganya persatuan dan kesatuan bangsa.

Di dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR,
DPD, dan DPRD, telah ditetapkan 10 tahapan Pemilu, yaitu: (1) Pemutakhiran data pemilih;
(2) Pendaftaran peserta Pemilu; (3) Penetapan peserta Pemilu; (4) Penetapan jumlah kursi dan
daerah pemilihan; (5) Pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota; (6) Masa kampanye; (7) Masa tenang; (8) Pemungutan suara dan
penghitungan suara; (9) Penetapan hasil Pemilu; dan (10) Pengucapan sumpah/janji anggota
DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPR, dan DPD.
Keseluruhan tahapan Pemilu ini akan diselesaikan dalam waktu 17 (tujuh belas) bulan, yang
dimulai dari penyerahan DP4 (Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu) leh Menteri Dalam
Negeri dan Menteri Luar Negeri kepada Ketua KPU, sebagai bahan untuk penyusunan daftar
pemilih. Tahapan Pemilu ini akan berakhir pada saat pengucapan sumpah/janji anggota DPR
dan DPD.
Ketentuan kampanye Pejabat Negara berdasarkan UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu
Anggota DPR, DPD, dan DPRD, yaitu pada pasal 85 Ayat 1, 2, dan 3 diatur sebagai berikut:
(1) Kampanye Pemilu yang mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur,
wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota dan wakil walikota harus memenuhi
ketentuan:
a. Tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan
bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan;
b. Menjalani cuti di luar tanggungan negara.
(2) Cuti dan jadwal cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan
memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan
pemerintahan daerah.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai keikutsertaan pejabat negara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan KPU.
Selanjutnya, sesuai ketentuan Pasal 86 ayat (1), dalam hal terdapat bukti permulaan yang
cukup atas adanya pelanggaran larangan kampanye oleh pelaksana dan peserta kampanye,
maka KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota menjatuhkan denda kepada pelaksana
dan peserta kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) dan ayat (3).
Kemudian dalam ayat (2), denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan ke kas
negara.
Pengaturan tentang kampanye terbagi atas: pengaturan tentang kampanye pemilu; materi
kampanye; metode kampanye; larangan dalam kampanye; pemberitaan, penyiaran dan iklan
kampanye; pemasangan alat peraga kampanye; peranan Pemerintah, TNI dan Polri dalam
kampanye; pengawasan atas pelaksanaan kampanye; dan dana kampanye pemilu. Dalam hal
kampanye Pemilu, telah diatur tentang pelaksana kampanye, peserta kampanye, dan petugas
kampanye.
Pelaksana kampanye meliputi pengurus Parpol, calon anggota DPR dan DPRD, juru
kampanye, orang seorang, dan organisasi yang ditunjuk oleh peserta Pemilu, serta calon
anggota DPD. Peserta kampanye meliputi seluruh anggota masyarakat, sedangkan petugas
kampanye adalah seluruh petugas yang memfasilitasi pelaksanaan kampanye. Khusus
kegiatan kampanye dalam bentuk rapat umum di ruang terbuka yang mengerahkan massa
dalam jumlah besar diatur pelaksanaannya hanya selama 21 hari.
Mengenai larangan dalam kampanye, telah diatur hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh
pelaksana, peserta dan petugas kampanye; antara lain berupa larangan mempersoalkan dasar
negara Pancasila, Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945, menghasut dan mengadu domba
perseorangan ataupun masyarakat, serta berbagai bentuk larangan lainnya. Dengan

berakhirnya masa kampanye nanti, tahapan Pemilu akan memasuki masa tenang yang
berlangsung selama 3 (tiga) hari sebelum hari atau tanggal pemungutan suara.
Untuk penetapan kursi DPR, Parpol peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan
suara sekurang-kurangnya 2,5% dari suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam
penentuan perolehan kursi DPR. Sedangkan untuk penentuan perolehan kursi DPRD,
langsung dihitung dari suara sah yang diperoleh. Calon terpilih anggota DPR dan DPRD
ditetapkan berdasarkan calon yang memperoleh suara sekurang-kurangnya 30% dari
Bilangan Pembagi Pemilihan (BPP). Keseluruhan proses penyelenggaraan Pemilu legislatif
diakhiri dengan tahap Pengucapan sumpah/janji anggota DPR dan DPD.
Sesuai dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum,
Pemilu diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional, tetap,
dan mandiri. Sifat nasional ini mencerminkan bahwa wilayah kerja dan tanggung jawab KPU
sebagai penyelenggara Pemilu mencakup seluruh wilayah negara kesatuan RI. Lembaga KPU
ini menjalankan tugas secara berkesinambungan, dibatasi oleh masa jabatan tertentu. Sifat
mandiri KPU dalam menyelenggarakan dan melaksanakan Pemilu bebas dari pengaruh pihak
manapun. Selanjutnya dengan wilayah Indonesia yang begitu luas, jumlah penduduk yang
besar dan menyebar ke seluruh nusantara serta memiliki kompleksitas permasalahan tertentu,
penyelenggara pemilu dituntut untuk profesional, memiliki kredibilitas dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Selanjutnya sesuai dengan Pasal 121 UU 22/2007, bahwa untuk melaksanakan tugas,
wewenang, dan kewajibannya, KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dapat bekerja
sama dengan Pemerintah dan pemerintah daerah serta memperoleh bantuan dan fasilitas, baik
dari pemerintah maupun dari pemerintah daerah, sesuai dengan peraturan perundangundangan. Hal ini sejalan dengan kewajiban daerah sesuai Pasal 22 UU No. 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah yang bunyinya pada point a. melindungi masyarakat, menjaga
persatuan, kesatuan, dan kerukunan nasional, serta keutuhan NKRI, dan c. mengembangkan
kehidupan Demokrasi.
Berdasarkan hal tersebut maka Departemen Dalam Negeri memandang perlu adanya suatu
koordinasi dengan seluruh jajaran Pemerintah Daerah untuk menginventarisir sekaligus
mengkoordinasikan berbagai persiapan pemilu 2009 di masing-masing daerah. Hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui kondisi riil tentang berbagai persiapan dan bentuk bantuan
maupun fasilitas yang diperlukan untuk lancarnya pemilu. Semua ini adalah sejalan dengan
UU Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 27 ayat (1) huruf d, bahwa Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah mempunyai kewajiban melaksanakan kehidupan demokrasi.
Pelanggaran Pemilu memiliki dua kategori, yakni pelanggaran administrasi Pemilu dan
pelanggaraan pidana Pemilu. Dalam hal terjadi pelanggaran administrasi Pemilu, berdasarkan
laporan dari masyarakat, pemantau Pemilu, dan peserta Pemilu, maka Bawaslu/Panwaslu
meneruskan laporan tersebut kepada KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota untuk
penyelesaiannya.
Sedangkan untuk penyelesaian pelanggaran pidana Pemilu dilaksanakan melalui pengadilan
dalam lingkungan peradilan umum. Dalam hal ini, berdasarkan laporan dari masyarakat,
pemantau Pemilu, dan peserta Pemilu, maka Bawaslu/Panwaslu meneruskan laporan tersebut
kepada kepolisian. Prosedur penyelesaiannya adalah penyidikan oleh Kepolisian paling lama
14 hari sejak menerima laporan dari Bawaslu/Panwaslu untuk kemudian diserahkan kepada
Penuntut Umum. Selanjutnya Penuntut Umum melimpahkan berkas perkara kepada
Pengadilan Negeri paling lama 5 hari sejak menerima berkas perkara dari kepolisian.
Pengadilan Negeri memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana Pemilu paling lama 7
hari setelah pelimpahan berkas perkara dari Penuntut Umum. Dalam hal terhadap putusan

Pengadilan Negeri diajukan banding, permohonan banding diajukan paling lama 3 hari
seteleh putusan dibacakan. Pengadilan Negeri melimpahkan berkas perkara permohonan
banding kepada Pengadilan Tinggi paling lama 3 hari setelah permohonan banding diterima.
Selanjutnya Pengadilan Tinggi memeriksa dan memutus perkara banding paling lama 7 hari
seteleh permohonan banding diterima. Putusan Pengadilan Tinggi merupakan putusan
terakhir dan mengikat serta tidak ada upaya hukum lain.
Khusus untuk perselisihan hasil Pemilu antara KPU dan peserta Pemilu mengenai penetapan
perolehan suara hasil Pemilu secara nasional, peserta Pemilu dapat mengajukan permohonan
pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU kepada Mahkamah
Konstitusi. Selain itu, Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 telah mengatur penyelesaian
sengketa Pemilu hanya sampai pada tingkat Banding di Pengadilan Tinggi, sehingga tidak
ada upaya hukum Kasasi apalagi Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Hukum
acara penyelesaian pelanggaran pidana Pemilu juga diatur dengan waktu yang super singkat,
tidak sama dengan Hukum Acara biasa. Harapan dari kesemuanya itu adalah agar kepastian
hukum dalam Pemilu akan cepat terwujud dan dapat selesai sebelum para anggota DPR,
DPD, dan DPRD dilantik.