ANALISIS KWANTITAS IDEAL MODA TRANSPORTA

ANALISIS KWANTITAS IDEAL MODA TRANSPORTASI STUDI KASUS : BECA MOTOR DI KOTA PADANGSIDIMPUAN TESIS

Oleh ERWIN SYAH LUBIS 027020009/AR SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

ANALISIS KWANTITAS IDEAL MODA TRANSPORTASI STUDI KASUS : BE CA MOTOR DI KOTA PAD ANGSIDIMPUAN TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik dalam Program Studi Teknik Arsitektur pada Se kolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh ERWIN SY H LUBIS A 027020009/AR SEKOLAH PASCASARJANA UN IVERSITAS SUMATERA UTAR A MEDAN 2008

Judul Tesis

: ANALISIS KWANTITAS IDEAL

MODA TRANSPORTASI STUDI KASUS : BECA MO TOR DI KOTA PADANGSIDIMPUAN

Nama Mahasiswa

: Erwin Syah Lubis

Nomor Pokok

Program Studi

: Arsitektur

Menyetujui Kom isi Pembimb ing

(Prof. Abdul Ghani Salleh, B.Ec, M.Sc, PhD ) (Ir. N. Vinky Rahman, M.T)

Ketua

Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(I r. Nurlisa Ginting, M.Sc) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B. M.Sc)

Tanggal Lulus : 25 April 2008

Telah diuji pada Tanggal : 25 April 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Abdul Ghani Salleh, B.Ec, M.Sc, PhD Anggota

: Ir. N. Vinky Rahman, MT Ir. M. Sofian Asmiza S, M.Sc, PhD Salmina W. Ginting, ST, MT Beny O.Y Marpaung, ST, MT

ABSTRAK

Setiap kota di seluruh Indonesia mempunyai masalah transportasi yang beda-beda, mulai dari masalah sederhana di kota kecil sampai masalah yang komplek di ibukota propinsi dan ibukota negara. Kota Padangsidimpuan yang merupakan bagian kota kecil mempunyai masalah transportasi yang masih tergolong sederhana yaitu masalah moda transportasi umum. Jumlah beca motor ini sangat memprihatinkan, karena porsi jumlah beca motor yang dibutuhkan melebihi targ et, dan akibat keberadaan pool / mangkal beca motor menyebabakan masalah lalulintas disebabkan menggunakan badan jalan untuk parkir. Upaya penekanan jumlah angka tersebut sudah banyak dilakukan dengan oleh pemerintah dan kepolisian dengan merazia izin operasional beca motor untuk setiap asosiasi , tetapi tidak memampakkan hasil yang diharapkan. Pada penelitian ini membuktikan bahwa faktor yang sangat dominan dalam penentuan jumlah ideal transportasi umum adalah variabel d ata persentasi angkutan umum yang melayani suatu kawasan, jarak tempuh perjalanan yang akan dilakukan dan jumlah penduduk yang tidak mempunyai kenderaan pribadi

K ata Kunci : Moda Transportasi, Karakteristik Moda, Penduduk

ABSTRACT

E very city whole in Indonesia have different transportations’ problem, from simple problem in small city until complex problem in capital province and capital country. Padangsidimpuan city which constitute part of small city have transportation which still simple classified that is a moda public transportation’s problem. The quantity of this pedicab is so be apprehensive, because portion quantity of pedicab which needed is over target and the effect of existence of pe dicab poll make traffic jam because using the body of highway to parked. The efforts to pressing that quantity have more do it by government and police. Raid by police operational licenses of pedicab to every associ ation, but the result of it is not show as a hoped. In this research improve that factor which very dominant in ideal quantity of public transportation predicti on is data presentation of public transportation which serve a region, radius travel which will do it and the people quantity which have not a own car.

K eyword : Moda transportation, characteristic of moda, people

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah syukur pada Allah SWT atas izinNya tesis ini dapat diseles aikan sebagai persyaratan akademis di sekolah Pascasarjana Program Studi Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini penulis banyak dibantu serta didukung oleh berbagai pihak, bersama ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Abdul Ghani Salleh, B.Ec, M.Sc, PhD sebagai Ketua Komisi Pembimbing I dan Ir. N. Vinky Rahman, MT sebagai Komisi Pembimbing II.

2. Staf Pengajar S2 di program Manajemen Pembangunan Kota Magister Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara.

3. Staf Dinas Perhubungan Kota Padangs idimpuan yang telah membantu penulis dalam pengambilan data penelitian.

4. Kepada kedua orangtua, istri (Sus i Susilawati, ST) serta anak-anak tercinta (Azhar Rasyidah Lubis, Aqila Nafisah Lubis dan Salman Naufalsyah Lubis) di Padangsidimpuan yang banyak membantu memberikan dorongan kepada penulis sehingga terselesaikannya tesis ini.

Semoga semua amal kebaikannya dibala s oleh Allah SWT. Amin…

Padangsidimpuan, April 2008

Penulis

RIWAYAT HIDUP

N ama

: ERWIN SYAH LUBIS

Tempat/ Tanggal Lahir : Padangsidimpuan, 11 Okt ober 1971 Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama : Islam Pekerjaan : Dosen Alamat

: Jln. Imam Bon jol No. 65 Padangsidimpuan

Pendidik an :

1. Taman Kanak-Kanak ‘Aisyiyah Pada ngsidimpuan Tamat (1978)

2. Sekolah Dasar Muhammadiyah 2 Padangsidimpuan Tamat (1984)

3. Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah 09 Sipirok Tamat (1987)

4. Sekolah Menengah Atas Muhammadiyah Tasikmala ya Tamat (1991)

5. Sarjana Teknik Geodesi Unv. Winaya Mukti Bandung Tamat (1998)

6. Magister Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara Tamat (2008)

5.1.1. Penghasilan responden per-rumah tangga................................ 62

5.1.2. Tujuan perjalanan responden ................................................... 63

5.1.3. Daerah tujuan perjalanan responden ........................................ 64

5.1.4. Waktu penggunaan beca motor................................................ 65

5.1.5. Frekwensi penggunaan beca motor oleh responden................. 66

5.1.6. Ukuran rumah tangga (yang menggunakan beca motor) ......... 66

5.2.1. Perjalanan responden terhadap spasial Kota Padangsidimpuan 67

5.2.2. Linkage kawasan di BWK I Kota Padangsidimpuan............... 68

5.2.3. Peta tata guna lahan kawasan BWK I Kota Padangsidimpuan 69

6.1. Grafik pemilihan moda beca motor di Kota Padangsidimpuan 74

6.3. Grafik Garis Normal Regresi Linier Berganda ....................... 86

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertambahan penduduk perkotaan di Indonesia dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2000 adalah sekitar 4,3% per tahun, hal ini terjadi akibat urbanisasi yang tinggi. Searah dengan pertambahan penduduk perkotaan tersebut menyebabkan kebutuhan sistem transportasi angkutan umum bertambah kira-kira 7,9 % per tahun dan diperkirakan meningkat hingga 10 % per tahun dalam dasawarsa berikutnya (Tamin, 2000).

Permasalahan transportasi di Indonesia sudah sedemikian parahnya, khususnya di beberapa kota besar seperti DKI-Jakarta, Surabaya, Medan dan Bandung. Kota yang berpenduduk melebihi 1-2 juta jiwa dapat dipastikan mempunyai permasalahan transportasi. Pada akhir tahun 2000 diperkirakan semua ibu kota propinsi dan beberapa ibukota kabupaten / kota akan berpenduduk diatas 1-2 juta jiwa, sehingga permasalahan transportasi tidak dapat dihindarkan. Hal ini menjadi lampu merah bagi para pembina, pemimpin kota yang sedang menjabat karena mereka dihadapkan kepada permasalahan baru yang memerlukan pemecahan yang baru pula yaitu permasalahan transportasi perkotaan.

Demikian juga pada beberapa kota kecil yang mempunyai permasalahan transportasi diperlukan penyelesaian dan perencanaan transportasi yang bisa Demikian juga pada beberapa kota kecil yang mempunyai permasalahan transportasi diperlukan penyelesaian dan perencanaan transportasi yang bisa

1.1.1 dapat dilihat bahwa penduduk kota begitu penuh sesak sehingga lahan kota dipenuhi oleh bangunan menjulang tinggi, dan menimbulkan masalah transportasi kota.

Sumber : ESY Photo Collection, 2004

Gambar 1.1.1 : Jumlah penduduk dengan permasalahan transportasi di Perkotaan

Kota Padangsidimpuan adalah salah satu kota kecil yang sedang tumbuh dan baru berubah status dari kota administratif menjadi kota madya. Kota ini mempunyai laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dari tahun 1999 hingga akhir tahun 2004 sekitar 16,63 % (Bappeda Kota Padangsidimpuan, 2004). Hal ini disebabkan oleh Kota Padangsidimpuan adalah salah satu kota kecil yang sedang tumbuh dan baru berubah status dari kota administratif menjadi kota madya. Kota ini mempunyai laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dari tahun 1999 hingga akhir tahun 2004 sekitar 16,63 % (Bappeda Kota Padangsidimpuan, 2004). Hal ini disebabkan oleh

Tabel 1.1 : Jumlah penduduk kota Padangsidimpuan

Jumlah Penduduk (jiwa / tahun) Kota 2003 2004 2005 2006

Padangsidimpuan 168.536 172.419 177.499 181.865

Sumber : BPS Sumatera Utara, 2007

Moda transportasi umum yang beroperasi di kota Padangsidimpuan adalah angkutan kota dan beca motor. Masyarakat kota Padangsidimpuan banyak menggunakan moda transportasi umum beca motor dibandingkan dengan angkutan kota, hal ini disebakan oleh sistem pelayanan beca motor hampir sama dengan moda angkutan taksi, dan dapat dikatakan angkutan semi pribadi dimana angkutan ini melayani “door to door“ dan mengangkut hanya pengguna yang sedang memesan. Sedangkan angkutan kota mempunyai keterbatasan disebabkan mempunyai trayek dan rute tertentu.

Jumlah transportasi umum yang dapat dilihat langsung di kota Padangsidimpuan, jumlah beca motor lebih tinggi persentasenya (dalam membutuhi masyarakat) dari pada angkutan kota, hal ini dapat dilihat dari kondisi yang ada di pusat kota dan depan gang sepanjang jalan arteri kota Padangsidimpuan terdapat titik-titik pangkalan (pool) beca motor yang digunakan untuk menunggu penumpang, ditambah beca motor yang sedang beroperasi, jumlah keseluruhan diperkirakan melebihi 2.500 unit beca motor.

Sumber : Data Penelitian, 2007

Gambar 1.1.2 : Keadaan beca motor di Kota Padangsidimpuan

Keadaan pusat kota Padangsidimpuan penuh sesak dengan beca motor yang sembarangan parkir dan banyak mengakibatkan timbulnya permasalahan baru terhadap kota khususnya di pusat kota, berlatar belakang issu inilah peneliti bermaksud melakukan penelitian terhadap transportasi umum di kota Padangsidimpuan.

1 .2. Batasan Masalah

Banyak masalah yang perlu dikaji pada sektor transportasi umum di kota Padangsidimpuan, pada kesempatan ini peneliti akan menganalisis kwantitas optimum beca motor yang beroperasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat kota.

1.3. Perumusan Masalah

Uraian latar belakang tergambar bahwa perkembangan dan pertambahan jumlah beca motor, sehingga pada kawasan pusat kota banyak terdapat lokasi pangkalan beca motor yang menggunakan badan jalan yang berdampak pada gangguan lalu lintas di ruas jalan tersebut, sehingga terjadi penundaan (delay) dan kemacetan kenderaan pada badan jalan.

Sumber : Data Penelitian, 2007

Gambar 1.3 : Keadaan kemacetan dan parkir beca motor di pusat kota Padangsidimpuan

Bertolak dari masalah jumlah kenderaan beca motor tersebut timbul pertanyaan berapakah jumlah beca motor ideal yang dibutuhkan oleh penduduk kota Padangsidimpuan, untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu adanya tindakan dari semua pihak (pemerintah, penyedia jasa dan penduduk kota) yang sebelumnya harus dilakukan penelitian yang menghasilkan masukan dan informasi yang sangat mendukung dalam melakukan tindakan.

1.4. Hipotesa

Secara logika yang terlihat jelas di lapangan bahwa jumlah beca motor banyak yang parkir menunggu penumpang menjelaskan jumlah tersebut melebihi kebutuhan masyarakat kota sehingga terjadi perebutan penumpang.

1.5. Tujuan Penelitian

1. Menganalisa karakteristik sistem angkutan beca motor.

2. Menganalisis kwantitas optimum angkatan beca motor di kota Padangsidimpuan.

1.6. Manfaat Penelitian

1. Suatu pembuktian ilmiah yang sangat dibutuhkan untuk menguji teori transportasi yang berkaitan dan penelitian sebelumnya, sehingga dapat dilakukan / dibuktikan lagi terhadap kasus yang lain.

2. Hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi pengusaha angkutan beca motor dalam mengoptimalkan pengoperasiannya.

3. Memberikan gambaran dan masukan kepada pihak lain yang tertarik dengan masalah transportasi.

1.7. Metodologi Penelitian BERAPA JUMLAH OPTIMAL BECA MOTOR YANG BEROPERASI DI KOTA PADANGSIDIMPUAN ?

Kuantitas Beca Motor Hipotesa Penelitian

Melebihi kebutuhan

Kebutuhan Angkutan Beca

Batasan Penelitian

Motor di kawasan perkotaan Kota Padangsidimpuan

Penelitian Studi Kasus dengan menggunakan Variabel sama dengan penelitian sebelumnya tapi berbeda kasus

Pengumpulan Data

Data Primer :

- Survey Lapangan - Interview / Kuis

Ya / Tidak Data Skunder : - Data Kependudukan - Data Geografis

- Analisis Data Data Betor (Samsat/Dinas)

Analisis Regresi Linier dan Analisis Kategori

Hasil Penelitian

Kesimpulan Rekomendasi

Gambar 1.7 : Diagram Alir Penelitian

Penelitian ini melalui beberapa tahapan sesuai dengan gambar 1.7 adapun tahapan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Objek dan Batasan Penelitian Objek yang dijadikan pada penelitian ini adalah penduduk dan moda transportasi yang beroperasi di daerah pusat perkotaan atau kawasan BWK I Kota Padangsidimpuan. Adapun batasan penelitian adalah mencari faktor yang menentukan jumlah kwantitas beca motor sesuai dengan kebutuhan penduduk kota.

b. Penelitian Penelitian ini dilakukan menggunakan cara / jenis penelitian studi kasus atau penelitan lapangan yang bertujuan untuk menganalisis faktor penentu jumlah kwantitas beca motor sesuai dengan kebutuhan penduduk kota. Dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan penelitian sejenis yang telah dilakukan peneliti lain sebelumnya di daerah lain.

c. Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan menggunakan teknik pengambilan data sesuai dengan prosedur sesuai dengan tujuannya. Adapun pengambilan data penelitian tersebut adalah : c. Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan menggunakan teknik pengambilan data sesuai dengan prosedur sesuai dengan tujuannya. Adapun pengambilan data penelitian tersebut adalah :

a. Angket (kuesioner) dilakukan dengan cara survey langsung yaitu membagikan angket yang di-design dengan pertanyaan model campuran tertutup yang harus diisi oleh pengguna per-rumah tangga sebanyak 100 angket yang tersebar di dua belas kelurahan.

b. Pemilihan moda dengan selisih utilitas beca motor dengan angkutan kota dilakukan dengan cara observasi langsung dengan menggunakan langsusng kedua angkutan dan mencatat waktu menunggu kedua angkutan, waktu perjalanan dan biaya ongkos perjalan dari zona satu ke zona yang lain.

ii. Pengambilan data sekunder Dilakukan dengan pencarian data pendukung penelitian berupa dokumen lewat kantor BPS, Bappeda, Dinas Pekerjaan umum dan Dinas Perhubungan Kota Padangsidimpuan.

d. Analisis Data Menganalisis data dilakukan beberapa metoda analisis yaitu, untuk menganalisis hasil angket yang telah disebarkan dilakukan menggunakan :

i. Untuk mendapatkan jumlah kebutuhan moda transportasi dilakukan

analisis bangkitan dengan cara analisis kategori.

ii. Untuk mendapatkan karakteristik beca motor dilakukan dengan analisis deskriptif secara grafis.

Sedangkan hasil observasi langsung moda transportasi, untuk mendapatkan informasi pemilihan moda transportasi umum dilakukan dengan cara analisis regresi linier, dan analisis jumlah kwantitas beca motor yang dibutuhkan menggunakan analisis regresi linier berganda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Transportasi Perkotaan

Menurut Mosher (1992), bahwa transportasi adalah faktor utama dalam pembangunan yang berfungsi sebagai penghubung antara wilayah sehingga aksesibilitas ruang gerak menjadi tinggi. Transportasi juga merupakan salah satu faktor yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, karena langsung dirasakan oleh masyarakat sebagai pengguna.

Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat perkotaan banyak melakukan aktivitas yang mengakibatkan meningkatnya pergerakan (trip). Tujuan pergerakan yang dilakukan antara lain untuk bekerja, sekolah, rekreasi. Dalam melaksanakan pergerakan tersebut membutuhkan moda (Sarana Transportasi) (Catanese, 1979). Adapun moda yang dipergunakan bervariasi antara lain jalan kaki, angkutan kota, beca motor, mobil pribadi, kereta api, kapal laut dan sebagainya.

Pada tabel 2.1.1 (Ofyar Z. Tamin, 2000) menjelasskan klasifikasi perjalanan penduduk perkotaan berdasarkan maksud pergerakan dan pada tabel 2.1.2. (Fidel Miro, 1997) menjelaskan jenis moda transportasi perkotaan berdasarkan tipe penggunaannya.

Tabel 2.1.1 : Klasifikasi pergerakan orang perkotaan berdasarkan maksud pergerakan

AKTIVITAS KLASIFIKASI PERJALANAN KETERANGAN I. EKONOMI

1. Ke dan dari tempat kerja

Jumlah orang yang bekerja tidak tinggi, sekitar 40-50% penduduk.

• Mencari nafkah

2. Yang berkaitan dengan

Perjalanan yang berkaitan dengan • Mendapatkan

bekerja

pekerja termasuk : barang dan

a. pulang ke rumah pelayanan

3. Ke dan dari toko dan keluar

untuk keperluan

b. mengangkut barang c. ke dan dari rapat

4. Yang berkaitan dengan

belanja atau bisnis pribadi

Pelayanan hiburan dan rekreasi diklasifikasikan secara terpisah tetapi pelayanan medis, hukum, dan kesejahteraan termasuk di sini.

Kebanyakan fasilitas terdapat di • Menciptakan,

II. SOSIAL

1. Ke dan dari rumah teman

dalam lingkungan keluarga dan menjaga

tidak menghasilkan banyak hubungan

2. Ke dan dari tempat

pertemuan bukan di rumah

perjalanan.

pribadi Butir (2) juga terkombinasi dengan perjalanan dengan maksud hiburan

III. PENDIDIKAN

• Ke dan dari Sekolah, kampus Hal ini terjadi pada sebahagian

dan lain-lain

besar penduduk yang berusia 5-22 tahun.

Di Negara yang sedang berkembang jumlahnya 85 % penduduk

IV. REKREASI DAN 1. Ke dan dari tempat rekreasi

Mengunjungi restoran, kunjungan

HIBURAN

2. Yang berkaitan dengan

sosial, termasuk perjalanan pada

perjalanan dan berkenderaan

hari libur

untuk rekreasi.

V. KEBUDAYAAN

1. Ke dan dari tempat ibadah

Perjalanan kebudayaan dan 2. Perjalanan bukan hiburan ke hiburan sangat sulit dibedakan

dan dari daerah budaya serta pertemuan politik

Sumber : Ofyar Z Tamin, 2000

Tabel 2.1.2 : Jenis dan macam moda transportasi kota menurut karakteristik dan tipe penggunaannya

TIPE PENGGUNAAN (PERUNTUKAN) KARAKTERISTIK PERIBADI DISEWAKAN UMUM

Sebutan

Kenderaan Pribadi

Para Transit

Mass Transit

• Bus, Trolley kenderaannya)

Tipe Moda (bentuk • Mobil

• Taksi

• Motor

• Mobil Sewa

Bus, Mobil

• Jalan Kaki

• Ojek

Kecil/Mikrolet,

• Kereta Api

• Kenderaan Bawah Tanah • Kapal Sungai Tersedia Untuk

• Dokar/Bendi

Penyedia Jasa

Penentuan Rute

Bebas / Fleksibel

Bebas / Fleksibel

Tetap (trayek)

Penentu Jadwal

Bebas / Fleksibel

Bebas / Fleksibel

Tetap (terjadwal)

Karcis

Tetap (Tarif) Daerah Operasi

Negosiasi

Jalan raya, dan Jalan raya dan Jalan raya, rel, jalan (prasarana yang

bawah tanah, digunakan)

tempat parkir.

terminal kecil.

terminal besar, stasiun dan pelabuhan

Kerapatan Daerah

Rendah, sedang,

Rendah, sedang,

Orientasi ke CBD Penentuan Rute

Konfigurasi /

Bebas memencar

Bebas memencar

Waktu

Off peak / peak

Setiap waktu

Peak hours (waktu

hours / setiap waktu

sibuk)

Tujuan Perjalanan

Rekreasi, belanja,

Bisnis, belanja,

Bisnis, Sekolah

bisnis, sekolah

keperluan khusus lainnya

Sumber : Fidel Miro, 1997

2.2. Tinjauan Kebutuhan Transportasi

Kota adalah tempat dimana terdapat sekumpulan orang melakukan kegiatan dimana kegiatan-kegiatan tersebut saling memenuhi kebutuhan. Kegiatan menjadi suatu kebutuhan bagi setiap penduduk. Karena penduduk kota dan tempat kegiatan tersebar secara spatial maka untuk melakukan kegiatannya penduduk harus menempuah suatu jarak tertentu, sehingga terjadilah pergerakan di dalam kota. Intensitas kegiatan kota dan intensitas transportasi adalah berkaitan sangat erat.

Proses perencanaan transportasi, kebutuhan akan transportasi dari suatu zona di dalam kota diwakili dalam langkah Trip Generation, yang terdiri dari bangkitan dan tarikan pergerakan dari suatu zona yang disebabkan oleh variabel-variabel demografis dan sosio ekonomis dari zona dimaksud. Perlu diperhatikan pada tahap trip generasi ini adalah kenyataan bahwa sebagian dari penduduk kota adalah captive terhadap angkutan umum karena keterbatasan ekonomi, fisik dan hukum sehingga tidak dapat mengendarai kenderaan pribadi. Adanya kelompok yang tergantung untuk kelompok yang captive angkutan umum ini sangat beralasan (HUTCHINSON, 1974).

Bangkitan dari penumpang angkutan umum dipengaruhi erat oleh jumlah unit rumah tangga, dan tarikan penumpang dipengaruhi oleh jumlah lapangan pekerjaan (CARTER, et.al, 1979), sedangkan sumber yang lain menduga bangkitan penumpang dipengaruhi oleh kepadatan penduduk, kepadatan perumahan (PUSHKAREV dan ZUPAN, 1977).

2.3. Bangkitan Lalu Lintas

Kebutuhan akan angkutan sebenarnya timbul dari kebutuhan pokok manusia, yaitu kebutuhan akan pangan. Hal ini tampak jelas dalam masyarakat primatif. Dalam masyarakat modern keadaan tersebut sudah dimotifasi melalui beberapa mata rantai walaupun hakikatnya masih sama. Usaha memenuhi kebutuhan pangan tidak dilakukan secara langsung dengan mencari makan, melainkan melalui kerja lain yang menghasilkan uang, sedangkan usaha mengadakan makanan dilakukan melalui mata rantai lain. Contohnya, suami pergi bekerja untuk memperoleh penghasilan, sementara istri pergi belanja untuk menyiapkan makanan bagi keluarga. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan angkutan (yang menimbulkan lalu lintas), waktu dan uang (Overgaard, 1996, 24).

2.3.1. Pengertian Bangkitan Lalu lintas

Bangkitan lalu lintas adalah banyaknya lalu lintas yang ditimbulkan oleh suatu zone atau daerah per satuan waktu. Jumlah lalu lintas bergantung pada kegiatan kota, karena penyebab lalu lintas ialah adanya kebutuhan manusia untuk melakukan kegiatan berhubungan dan mengangkut barang kebutuhannya.

Penelaahan bangkitan lalu lintas ini adalah bagian yang amat penting dalam proses perencanaan perangkutan. Dengan mengetahui bangkitan lalu lintas, maka jumlah perjalanan tiap zone pada masa yang akan datang dapat diperkirakan.

Setiap kepergian pasti mempunyai asal, yaitu zone menghasilkan pelakunya dan tujuan yaitu zone yang menarik pelaku pepergian itu. Secara sederhana dapat dianggap bahwa pepergian pada umumnya diawali dari tempat tinggal dan diakhiri di tempat tujuan. Jadi ada dua pembangkit lalu lintas, yaitu tempat tinggal sebagai produsen pepergian dan bukan tempat tinggal sebagai konsumen. Tentu saja ada kebalikan pepergian. Selain itu, bepergian dari asal ke tujuan selalu mempunyai lintasan .

Istilah produksi lalu lintas digunakan untuk menyatakan bangkitan lalu lintas zone perumahan dan tarikan lalu lintas untuk zone bukan perumahan. Sekarang jelaslah kaitan antara penyebab lalu lintas dan tata guna lahan (disini berupa zone dan bukan perumahan).

Banyaknya lalu lintas dan pepergian antar zone selalu bertambah karena prasarana hubungan pun terus meningkat, misalnya pembuatan jalan baru dan penataran jalan lama atau meningkatkan sarana hubungan seperti penambahan jumlah kenderaan. Pada hakikatnya, usaha meningkatkan prasarana dan sarana adalah jawaban atas kebutuhan perhubungan antar zone. Disamping itu, sering pula timbul satu zone lain yang memperoleh manfaat dari padanya.

2.3.1.1 Bangkitan Lalulintas : Analisa Kategori

Metoda analisa kategori dikembangkan pertama kali pada The Puget Sound Transportation Study pada tahun 1964, dan telah diperbaiki dan sering digunakan. Model ini sering digunakan untuk mendapatkan bangkitan lalulintas untuk daerah Metoda analisa kategori dikembangkan pertama kali pada The Puget Sound Transportation Study pada tahun 1964, dan telah diperbaiki dan sering digunakan. Model ini sering digunakan untuk mendapatkan bangkitan lalulintas untuk daerah

Konsep dasarnya sederhana dimana variable yang sama digunakan dalam analisa kategori adalah :

1. Ukuran keluarga (jumlah orang)

2. Pemilikan kenderaan pribadi

3. Pendapatan keluarga

Data untuk mengilustrasikan tingkat bangkitan lalulintas sangat bervariasi di antara ketiga variable tersebut adalah : Tabel 2.3.1.1 : Data tingkat bangkitan lalulintas menurut (Marler, 1985) Kategori Rendah Menengah Tinggi Total Pendapatan Keluarga *

1,63 Kenderaan per-Keluarga ** 1,27 1,38 2,63 Ukuran Keluarga ***

: Rp 0 s.d 75.000 /bulan

Menengah

: Rp. 75.000 – 150.000 / bulan

Tinggi

: lebih dari Rp. 150.000 / bulan

** rendah

: 0 Kenderaan pribadi

Menengah

: 1 Kenderaan pribadi

Tinggi : +2 Kenderaan pribadi *** rendah

: 1 – 3 orang pekerja Menengah : 4-6 orang pekerja

Tinggi : + 6 orang pekerja

Sumber : Ofyar Z. Tamin, 2000, 146

Tabel 2.3.1.2 : Data tingkat bangkitan lalulintas menurut (Black, 1981)

Tingkat pendapatan Tingkat pemilikan kenderaan rendah menengah Tinggi

a a 3,4 a 3,7 3,8 Tidak ada kenderaan (0)

b b 4,9 b 5,0 5,1

a a 5,2 a 7,3 8,0 Satu Kenderaan (1)

b b 6,9 b 8,3 10,2

a a 5,8 a 8,1 10,0 Dua atau lebih kenderaan (2+)

b b 7,2 b 11,8 12,9

Keterangan :

a. Tingkatan ukuran rumah tangga 1 – 3 pekerja

b. Tingkatan ukuran rumah tangga 4 + pekerja

Sumber : John Black,1981,70

Dalam pelaksanaan kajian jumlah bangkitan lalulintas dengan menggunakan analisis ini dapat ditempuh melalui 4 tahapan yaitu :

a. Tahap 1 Penentuan sub kategori dari setiap kategori, seperti yang digunakan pada studi di West Midlands Transport, UK oleh Wootton dan Pick pada tahun 1967 menjadi 108 kategori dari 3 kategori utama yaitu :

(6 sub katrgori) x (6 sub kategori) x (3 sub kategori) = 108 sub kategori Dimana sub kategori tersebut dapat dilihat pada table 2.3.1.3 yang ada dibawah ini.

Tabel 2.3.1.3 : Sub Kategori dari 3 Kategori (Wootton dan Pick, 1967) Ukuran Keluarga

1. 0 pekerja dan 1 dewasa tidak pekerja

2. 0 pekerja dan +1 dewasa tidak pekerja

3. 1 pekerja dan 0-1 dewasa tidak pekerja

4. 1 pekerja dan +2 dewasa tidak pekerja

5. 2 pekerja dan 0-1 dewasa tidak pekerja

6. 2 pekerja dan +2 dewasa tidak pekerja Pendapatan Keluarga

a. kurang dari £ 500 pertahun

b. £ 500 - £ 1.000

c. £ 1.000 - £ 1.500

d. £ 1.500 - £ 2.000

e. £ 2.000 - £ 2.500

f. lebih dari £ 2.500 Pemilikan Kenderaan Pribadi Keluarga

1. Tidak mempunyai kenderaan pribadi

2. 1 kenderaan pribadi

3. +2 kenderaan pribadi

Sumber : Kebutuhan Transportasi,1992,72-73

Pemilikan +2

Kenderaan pribadi

£ 0 - £ 500 £ 500 - £ 1.000

£ 1.000 - £ 1.500 0,88 pergerakan £ 1.500 - £ 2.000

£ 2.000 - £ 2.500 lebih dari £ 2.500

Pendapatan per-

rumah tangga

Sumber : Kebutuhan Transportasi, 1992, 73 Gambar 2.3.1.1 : Struktur kategori dalam metoda analisis kategori Sumber : Kebutuhan Transportasi, 1992, 73 Gambar 2.3.1.1 : Struktur kategori dalam metoda analisis kategori

c. Tahap 3 Hasil bangkitan lalulintas untuk setiap kategori dari data keluarga dihitung rata-ratanya dengan cara membagikan jumlah bangkitan dengan jumlah anggota keluarga.yang ada pada kategori tersebut.

d. Tahap 4 Tahap ke 3 sudah biasa digunakan sebagai estimasi bangkitan lalulintas per- zone, hal ini dapat dilakukan dengan mengalikan jumlah keluarga dengan setiap kategori dan hasilnya dijumlahkan sehingga menjadi total bangkitan lalulintas untuk zona tersebut, dengan kata lain :

Dimana :

P i = perkiraan jumlah pergerakan yang dihasilkan pada zona i T C = rata-rata bangkitan lalulintas per-keluarga dalam kategori c

H C = jumlah keluarga dengan kategori c yang berlokasi di zona i

2.4 Model Pemilihan Diskret

Secara umum model pemilihan diskret dapat dinyatakan sebagai berikut (Ofyar Z. Tamin, 2000, 256) :

“ Peluang setiap individu memilih suatu pilihan merupakan fungsi ciri sosio-ekonomi dan daya tarik pilihan tersebut “

Untuk menyatakan daya tarik suatu alternatif, digunakan konsep utilitas (didefinisikan sebagai suatu yang diasumsikan setiap individu), alternatif tidak menghasilkan utilitas, tetapi didapatkan dari karakteristiknya (Lancaster, 1966).

Model pemilihan diskret ini secara umum dapat di kalibrasi dengan analisis regresi atau sejenisnya variable tidak bebasnya merupakan peluang yang tidak diamati (bernilai antara 0 dan 1), sedangkan pengamatannya berupa pilihan setiap individu (bernilai 0 atau 1).

2.4.1. Analisis Regresi Linier

Analisis regresi linear adalah metode statistik yang dapat digunakan untuk mempelajari hubungan antarsifat permasalahan yang sedang diselidiki. Model analisis regresi linear dapat memodelkan hubungan antara dua variabel atau lebih. Pada model ini terdapat variabel tidak bebas (y) yang mempunyai hubungan fungsional Analisis regresi linear adalah metode statistik yang dapat digunakan untuk mempelajari hubungan antarsifat permasalahan yang sedang diselidiki. Model analisis regresi linear dapat memodelkan hubungan antara dua variabel atau lebih. Pada model ini terdapat variabel tidak bebas (y) yang mempunyai hubungan fungsional

Y = A + BX

Dimana : Y = variabel tidak bebas

X = variabel bebas

A = konstanta regresi

B = koefisien regresi

Parameter A dan B dapat diperkirakan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil yang meminimumkan total kuadrat residual antara hasil model dengan hasil pengamatan. Nilai parameter A dan B bisa didapatkan dari persamaan berikut :

N ∑ ( X i Y i ) − ∑ ()() X I ∑ Y I

⎞ N ∑ () X i − ⎜ ∑ () X I ⎟

A = Y − B X Y dan X adalah nilai rata-rata dari Y i dan X i

2.4.1.1 2 Koefisien Determinasi (R )

Gambar 2.6.1.1 memperlihatkan garis regresi dan beberapa data yang digunakan untuk mendapatkannya. Jika tidak terdapat nilai x i ramalan terbaik Y i

adalah y i . Akan tetapi, gambar memperlihatkan bahwa untuk x i galat metode tersebut akan tinggi : (Y i - Yˆ i ). Jika x i diketahui, ternyata ramalan terbaik diketahui, ternyata ramalan terbaik Y i menjadi Yˆ i dan hal memperkecil galat menjadi ( Y i − Y ˆ i ).

Y Y 1 − Y ˆ 1 = simpangan terd efinisi

1 − Y = simpangan

Y ˆ 1 = a ˆ + b ˆ x terdefinisi

Sumber : Ofyar Z. Tamin, 2000

Gambar 2.4.1.1 : Beberapa jenis simpangan

Dari gambar diatas didapatkan :

Simpangan total Simpangan terdefinisi

Simpangan tidak terdefinisi

Jika kita kuadratkan total simpangan tersebut dan menjumlahkan semua nilai i dapat :

Simpangan total

Simpangan terdefinisi

Simpangan tidak terdefinisi Simpangan tidak terdefinisi

koefesien determinasi didefinisikan sebagai nisbah antara variasi terdefinisi dengan variasi total :

Koefisien ini mempunyai batas limit sama dengan satu (perfect explanation) dan nol (no explanation); nilai antara kedua batas limit ini ditafsirkan sebagai persentase total variasi yang dijelaskan oleh analisis regresi-linear.

2.4.1.2.Regresi-Linear-Berganda

Konsep ini merupakan pengembangan lanjut dari uraian diatas, khususnya pada kasus yang mempunyai lebih banyak variabel bebas dan patameter b ˆ . Hal ini sangat diperlukan dalam realitas yang menunjukkan bahwa beberapa variabel tata

guna lahan secara simulkan ternyata mempunyai bangkitan pergerakan. Persamaan dibawah ini memperlihatkan bentuk umum metode analisis regresi-linear-berganda.

Y= A + B 1 X 1 +B 2 X 2 +….+ B z X z

Dimana : Y

= variabel tidak bebas

X 1 ……X z = variabel bebas

A = konstanta regresi

B 1 …B z = koefisien regresi

Apabila regresi-linear-berganda adalah suatu metode statistik. Untuk menggunakannya, terdapat beberapa asumsi yang perlu diperhatikan :

1. Nilai variabel, khususnya variabel bebas, mempunyai nilai tertentu atau merupakan nilai yang didapat dari hasil survei tanpa kesalahan berarti.

2. Variabel tidak bebas (Y) harus mempunyai hubungan korelasi linear dengan variabel bebas (X). jika hubungan tersebut tidak linear, transformasi linear harus dilakukan, meskipun batasan ini akan mempunyai implikasi lain dalam analisis residual.

3. Efek variabel bebas pada variabel tidak bebas merupakan penjumlahan, dan harus tidak ada korelasi yang kuat antara sesama variabel bebas.

4. Variasi variabel tidak bebas terhadap garis regresi harus sama untuk semua nilai variabel bebas.

5. Nilai variabel tidak bebas harus tersebar atau minimal mendekati normal.

6. Nilai variabel bebas sebaiknya merupakan besaran hal baru harus diproyeksikan.

Solusinya tetap sama, tetapi lebih kompleks sehingga beberapa hal baru harus dipertimbangkan sebagai berikut :

1. Multikolinear Hal ini terjadi karena adanya hubungan linear antar-variabel pada kasus ini

beberapa persamaan yang mengandung tidak saling bebas dan tidak dapat bˆ dipecahkan secara unik.

2. Jumlah parameter ‘b’ yang dibutuhkan Untuk memutuskan hal ini, beberapa faktor harus dipertimbangkan :

a. Apakah ada alasan teori yang kuat sehingga harus melibatkan variabel itu atau apakah variabel itu penting untuk proses uji dengan model tersebut?

b. Apakah variabel itu signifikan dan apakah tanda koefesien parameter yang didapat sesuai dengan teori ?

Jika diragukan, tetapkan salah satu cara, yaitu menghilangkan variabel itu dan melakukan proses regresi lagi untuk melihat efek dibuangnya variabel itu terhadap variabel lainnya yang masih digunakan oleh model tersebut. Jika ternyata tidak terlalu terpengaruh, variabel itu dibuang saja sehingga kita mendapatkan model yang lebih sederhana dan dapat ditaksir secara lebih tepat.

3. Koefesien determinasi Bentuknya sama dengan persamaan sebelumnya, akan tetapi, pada kasus ini tambahan variabel biasanya meningkatkan nilai 2 bˆ R yang telah dikoreksi :

[ R − K /( N − 1 ) ] [ ( N − 1 ) /( N − K − 1 ) ]

N adalah ukuran sampel dan K adalah jumlah variabel bˆ

4. Koefesien korelasi Koefesien korelasi ini digunakan untuk menentukan korelasi antara variabel tidak bebas dengan variabel bebas atau antara sesama variabel bebas. Koefesien korelasi ini dapat dihitung dengan berbagai cara yang salah satunya adalah persamaan berikut :

N ∑ ( X i Y i ) − ∑ ()() X i ∑ Y i

⎢ N ∑ () X i − ⎜ ∑ () X i ⎟ ⎥ ⎢ N ∑ () Y i − ⎜ ∑ () Y i ⎟ ⎥

⎠ ⎦ ⎥ Nilai r = 1 berarti bahwa korelasi antara variabel y dan x adalah positif

(meningkatkannya nilai x akan mengakibatkan meningkatnya nilai y). Sebaliknya , jika nilai r = -1, berarti korelasi antara variabel y dan x adalah negatif (meningkatnya nilai x akan mengakibatkan menurunnya nilai y). nilai r = 0 menyatakan tidak ada korelasi antar variabel.

5. Uji t-tes Uji t-tes dapat digunakan untuk dua tujuan : untuk menguji signifikasi nilai koefesien korelasi (r) dan untuk menguji signifikansi nilai koefesien regresi. Setiap variabel yang mempunyai koefesien regresi yang tidak signifikan secara statistik harus dibuang dari model.

2.4.2. Model Logit–Biner-Selisih

Model ini adalah model pemilihan disket yang paling mudah dan sering digunakan. Model logit-biner digunakan untuk pemilihan moda yang terdiri dari dua alternatif moda saja, dalam hal ini ada dua jenis yang sering digunakan yaitu model logit-biner-selisih dan model logit-biner-nisbah yang dapat diselesaikan dengan menggunakan metoda penaksiran regresi-linier. Parameter yang paling sering digunakan menjadi variable adalah waktu perjalan dan biaya perjalan. (Ofyar Z. Tamin, 2000, 245).

Pada model logit-biner-selisih ini diasumsikan bahwa C 1 dan C 2 merupakan bagian yang diketahui biayanya dari setiap moda dan pasangan asal-tujuan. Jika didapat informasi proporsi pemilihan setiap moda untuk setiap pasangan (i, d), P 1 dan

P 2 maka kita dapat menghitung nilai α dan β dengan menggunakan analisis regresi-

linier, setelah indicator (i, d) dihilangkan untuk penyederhanaan, proporsi P 1 setiap pasangan (i, d) untuk moda 1 adalah :

1 + exp( α + β

( C 2 − C 1 ))

Dimana :

P 1 = Proporsi pemilihan moda 1

α dan β = Hasil kalibrasi data dari regresi-linier

C 1 dan C 2 = impedansi yang diketahui nilainya dari setiap moda

Dengan mengasumsikan ΔC = C 2 -C 1 dan melakukan beberapa penyederhanaan dapat ditulis kembali sebagai berikut :

P 1 ( 1 + exp( α + β Δ C )) = 1

P 1 + P 1 exp( α + β Δ C ) = 1

P 1 exp( α + β Δ C ) = 1 − P 1

= exp( α + β Δ C )

Atau dapat ditulis kembali menjadi bentuk logaritma natural :

⎡− 1 P 1 ⎤

log e ⎢

Kita mempunyai data P 1 ,C 1 dan C 2 sehingga parameter α dan β yang tidak diketahui nilainya dapat dihitung dengan menggunakan regresi-linier dengan variable

⎡− 1 P 1 ⎤

tidak bebasnya adalah log e ⎢

⎥ , variabel bebasnya adalah ΔC , garis ⎣ P 1 ⎦

kemiringan / koefisien adalah β serta slope-nya adalah α.

2.5. Spasial / Ruang Kota

Kota adalah sebuah istilah atau kata yang sudah sangat populer di kalangan masyarakat awam maupun masyarakat yang memperdalam studinya mengenai kota. Dalam pemahaman awam, kota merupakan suatu tempat yang berasosiasi dengan kompleks pertokoan besar yang berjajar-jajar, keramaian lalu lintas yang luar biasa dan bangunan yang berjubel. Ada beberapa defenisi kota yang ditinjau dari berbagai sisi, antara lain :

1. Kota ditinjau dari segi fisik morfologi Dalam morfologi kota, suatu kota dapat didefenisikan sebagai suatu daerah tertentu dengan karakteristik pemanfaatan lahan non pertanian, pemanfaatan lahan mana sebagian besar tertutup oleh bangunan baik bersifat residensial maupun non residensial (secara umum tutupan bangunan/ building coverage, lebih besar dari tutupan vegetasi/ vegetation coverage), kepadatan bangunan khususnya perumahan yang tinggi, pola jaringan jalan yang kompleks, dalam satuan pemukiman yang kompak/ contigous (dan relatif lebih besar dari satuan permukiman ke desaan yang disekitarnya).

2. Kota ditinjau dari segi jumlah penduduk Kota adalah daerah tertentu dalam wilayah negara yang mempunyai aglomerasi jumlah penduduk minimal yang telah ditentukan dan penduduk mana bertempat tinggal pada satuan permukiman yang kompak. Alasan utama yang muncul mengapa batasan ini digunakan adalah adanya kenyataan bahwa sejumlah penduduk yang berkonsentrasi pada sesuatu tempat tersebut telah mampu 2. Kota ditinjau dari segi jumlah penduduk Kota adalah daerah tertentu dalam wilayah negara yang mempunyai aglomerasi jumlah penduduk minimal yang telah ditentukan dan penduduk mana bertempat tinggal pada satuan permukiman yang kompak. Alasan utama yang muncul mengapa batasan ini digunakan adalah adanya kenyataan bahwa sejumlah penduduk yang berkonsentrasi pada sesuatu tempat tersebut telah mampu

3. Kota ditinjau dari segi sosio kultural Menurut Sujarto (1970), kota merupakan kesatuan masyarakat yang heterogen dan masyarakat kota mempunyai tuntutan kebutuhan yang lebih banyak bila dibandingkan dengan penduduk pedesaan, sebagaimana gambaran perbedaan kota dengan desa.

Tabel 2.5. Perbedaan Ciri-Ciri Desa dan Kota No

Unsur Pembeda

Desa

Kota

1 Mata pencaharian

Agraris homogen

Non agraris heterogen

2 Ruang kerja

Terbuka/ lapangan

Ruang tertutup

3 Musim/ cuaca

Penting/

Tidak penting

menentukan

4 Keahlian/

Spesialisasi dan keterampilan

Umum/ menyebar

mengelompok

5 Jarak rumah dengan Dekat (relatif) Jauh (terpisah) – relatif tempat kerja

6 Kepadatan penduduk Rendah

Tinggi

7 Kepadatan rumah Rendah

Tinggi

8 Kontak sosial

Frekuensi rendah

Frekuensi tinggi

9 Strata sosial

11 Kontrol sosial

Adat/ tradisi

Adat/ tradisi tidak

berperanan besar

berperanan besar, tetapi UU/ peraturan tertulis berperanan besar

12 Sifat Masyarakat

Gotong royong

Individualisme

13 Mobilitas penduduk Rendah

Tinggi

14 Status sosial

stabil

Tidak stabil

Sumber : Raldi H, 2001

2.5.1. Fisik Kota

Komunitas secara fisik adalah daerah binaan di perkotaan yang terletak saling berdekatan, meluas dari pusatnya hingga ke daerah pinggiran kota. Radius jarak dari pusat kota ke pinggiran kota bervariasi dan menggambarkan besarnya sebuah kota.

Kota secara fisik terdiri atas tiga tingkatan, yaitu bangunan-bangunan dan kegiatannya yang berada di atas atau dekat permukaan tanah, instalasi-instalasi di bawah tanah, termasuk beberapa utilitas di bawah permukaan tanah; dan kegiatan-kegiatan dalam ruang.

Bentuk kota secara keseluruhan mencerminkan lokasi geografiknya dan aransemen medan geografi-fisiknya, Branch (1996) mengemukakan contoh pola perkembangan kota pada medan datar dalam bentuk ilustrasi seperti:

a. Topografi,

b. bangunan,

c. jalur transportasi,

d. ruang terbuka,

e. kepadatan bangunan,

f. iklim lokal,

g. vegetasi tutupan,

h. kualitas estetika.

Jalur-jalur transportasi dan utilitas kota merupakan pembentuk pola penggunaan lahan di kota. Sejak awal pertumbuhan, berbagai kegiatan usaha memilih Jalur-jalur transportasi dan utilitas kota merupakan pembentuk pola penggunaan lahan di kota. Sejak awal pertumbuhan, berbagai kegiatan usaha memilih

Radial Menerus

Radial Tidak Menerus

Radial Tidak Menerus

Grid Menerus

Radial Konsentris

Linier Menerus

Menerus

Sumber : Raldi H, 2001

Gambar 2.7.1. : Pola Umum Perkembangan Lahan Perkotaan

2.5.2. Teori Spasial Kota

Tiga model spasial klasik dan struktur perkotaan ditujukan dalam pola tata guna tanah yang ditimbulkan oleh tiga faktor penggunaan lahan yang berinteraksi saling timbal balik yaitu :

Aktivitas

Manusia Lokasi

Sumber : Sofyan, Daim,1991

Gambar 2.5.2.1. : Kerangka Penggunaan Lahan Perkotaan

Akibat dari aksi ketiga factor tersebut menghasilkan corak spasial kota yaitu :

a. Teori Konsentris Teori ini merupakan hasil penelitian Burgess terhadap struktur kota besar Chicago pada tahun 20-an yang kemudian dibukukan dengan nama The City (1925).

Pusat Perdagangan

Pabrik-Pabrik Ringan Perumahan Penghasilan Rendah

Perumahan Penghasilan Sedang Perumahan Penghasilan Tinggi

Kawasan Para Penglaju

Sumber : Hari, 2001

Gambar 2.5.2.2. : Teori Konsentris Burgess 1925 Gambar 2.5.2.2. : Teori Konsentris Burgess 1925

2 Keterangan

3 1 = Central Bisnis Distric

5 2 = Pabrik Ringan 3 3 = Perumahan Penghasilan Rendah

4 4 = Perumahan Penghasilan Sedang 3 5 = Perumahan Penghasilan Tinggi

Sumber : Hari, 2001

Gambar 2.5.2.3. : Teori Sektor Hoyt 1930-an

c. Teori Inti Berganda Teori ini pertama kali dikemukan oleh Harris dan Ullman pada tahun 1945 yang kemudian di bukukan dengan judul Readings in Urban Geography, mereka mengemukakan bahwa tidak selamanya kota berbentuk konsentris dan sector tetapi suatu tempat / Negara ada fenomena yang begitu komplek, banyak kawasan / daerah yang kenyataannya ada yaitu lokasi pabrik besar, pusat perdagangan di pinggiran kota, perumahan penglaju dan lokasi industri di luar kota.

2.5.3. Teori Linkage

Kawasan atau lokasi di perkotaan mempunyai keterkaitan dengan lokasi lainnya di kota tersebut, sebagaimana pendapat Fumihiko Maki (1964) dalam buku Inverstigations in Collective Form yang berbunyi :

Linkage is simply the glue of the city. It is the act by which we unite all the layers of activity and resulting form in the city.

Dia melihat keterkaitan antar ruang / lokasi di suatu kota merupakan lem perekat kota yang merupakan aksi yang dilakukan oleh seluruh penduduk kota dalam melakukan aktivitas dan juga merupakan hasil dari bentuk kota itu sendiri.

Kota merupakan suatu yang komplek dan rumit, maka perkembangan kota sering mempunyai kecenderungan membuat orang merasa tersesat dalam gerakan di daerah kota yang belum mereka kenal, hal ini akan terjadi pada kota yang tidak mempunyai linkage (Markus Z, 1999).

Linkage ini dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu linkage visual, linkage structural dan linkage bentuk kolektif.

2.6. Studi Terdahulu

Studi tentang moda transportasi umum banyak dilakukan, tetapi kebanyakan penelitian dipusatkan pada moda yang banyak menampung penumpang dan yang paling kecil adalah angkutan kota, tetapi terhadap taksi lebih sedikit dan terlebih terhadap angkutan beca dayung, beca motor. Kebayakan penelitian terhadap beca, ojek atau informal transport lainya hanya sebatas analisis keberadaan dan analisis Studi tentang moda transportasi umum banyak dilakukan, tetapi kebanyakan penelitian dipusatkan pada moda yang banyak menampung penumpang dan yang paling kecil adalah angkutan kota, tetapi terhadap taksi lebih sedikit dan terlebih terhadap angkutan beca dayung, beca motor. Kebayakan penelitian terhadap beca, ojek atau informal transport lainya hanya sebatas analisis keberadaan dan analisis

a. Penelitian Pertaksian (Kota Bandung Jawa Barat) pada tahun 1993 oleh Nurbakti dkk. Pada penelitian ini diterangkan bahwa penghitungan jumlah menggunakan analisis metode regresi-linier-berganda, dengan variabel bebasnya kependudukan, tingkat penghasilan, kepemilikan kenderaan, dan ukuran radius kota yang terbangun.

b. Optimasi Jumlah Angkutan Umum Penumpang (Angkutan Banjarmasin Kalimantan Selatan) pada tahun 1994 oleh Norman Ruslan. Pada penelitian ini jumlah angkutan umum ini berdasarkan besar nilai dari jumlah kenderaan keseluruhan yang mempunyai trayek yang sama, frekwensi keberangkatan dan rasio keberangkatan setiap angkutan yang antri.

c. Pemodelan Kebutuhan Penumpang Captive Angkutan Umum (Kota Surabaya Jawa Timur) pada tahun 1995 oleh Wahyu Herijanto Pada penelitian ini penentuan jumlah kebutuhan angkutan umum dengan perhitungan analisa bangkitan pergerakan model gravity, dan perhitungan generalized cost yang dikeluarkan penumpang, perhitungan menggunakan metode regresi-linier berganda. Variabel yang digunakan sosio-ekonomi masyarakat, waktu menunggu, waktu berjalan kaki, waktu perjalanan, ongkos perjalanan.

d. Analisis Tingkat Kebutuhan Angkutan Taksi (Kota Bandung Jawa Barat) pada tahun 2000 oleh Titi Kurniati Pada penelitian ini penghitungan kebutuhan taksi menggunakan metoda MCA (multiple classification analysis) melalui tingkat bangkitan pergerakan dan Stated Preference dengan pendekatan multi regresi, variabel yang digunakan adalah umur penumpang, pekerjaan, penghasilan, kepemilikan kenderaan pribadi, factor daya tampung taksi, alasan pemilihan dan frekwensi penggunaan taksi. Variabel biaya adalah yang paling besar pengaruhnya terhadap kebutuhan taksi.

e. Rencana Operasi Bus Berjadwal (Depansar Bali) pada tahun 2000 oleh Suryawan. Pada penelitian ini jumlah bus yang dibutuhkan berdasarkan waktu regulasi, waktu tempuh dan antrian bus.

f. Analisis Telaah Pengoperasian Angkutan Ojek (studi kasus : Kabupaten Semarang) pada tahun 2000 oleh Ir. Drs. Djoko Setijowarno, MT. Pada penelitian ini membahas BOK (biaya operasional kenderaan) dianalisis menggunakan analisis SWOT

g. Jurnal Urban Poor Consortium 2007 (www.urbanpoor.or.id), memberikan karateristik beca antara lain adalah anti kecepatan, jarak pendek, membawa manusia dan barang, berada di perumahan, pasar, sekolah, rumah sakit dan daerah wisata.

BAB III METODA PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kawasan perkotaan kota Padangsidimpuan dengan wilayah kecamatan Padangsidimpuan Utara dengan Padangsidimpuan Selatan.

3.2. Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan bertitik awal dari masalah yang menjadi latar belakang kemudian memperjelas apa yang akan dikaji setelah itu maka dapat dilaksanakan beberapa tahapan pekerjaan yaitu :

a. Mengajukan hipotesa terhadap penelitian : “Jumlah Beca Motor melebihi dari kebutuhan masyarakat kota Padangsidimpuan”

b. Menentukan Batasan kajian yaitu hanya masalah penentuan jumlah beca motor yang dibutuhkan masyarakat

c. Melakukan penelitian dengan mempelajari cara penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan cara penentuan jumlah angkutan dan mempelajari jenis variabel yang sesuai untuk kajian ini.

d. Melaksanakan pengumpulan data primer yang dilakukan secara langsung dilapangan dan mengumpulkan data seunder yang didapatkan dari instansi dan dinas pemerintahan kota Padangsidimpuan.

e. Setelah seluruh data didapatkan maka dilakukan pengolahan yang didahului dengan mengklasifikasi data sesuai dengan kategori masing-masing data, setelah itu data yang telah diklasifikasikan dianalisis dengan metode regresi- linier untuk mendapatkan informasi pemilihan moda angkutan dan penentuan jumlah angkutan beca motor, dan metode analisis kategori untuk mendapatkan jumlah bangkitan pergerakan yang akhirnya didapatkan jumlah yang melakukan perjalanan menggunakan beca motor.

f. Setelah didapatkan jumlah angkutan beca motor yang dibutuhkan masyarakat maka dibandingkan dengan jumlah yang ada sekarang, dengan ini maka terlihat apakah hipotesa terpenuhi atau tidak.

g. Pekerjaan selanjutnya melakukan kesimpulan dari penelitian dan membuat suatu rekomendasi untuk angkuatan umum beca motor yang beroperasi di kota Padangsidimpuan.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk kota Padangsidimpuan yang bertempat tinggal di kawasan perkotaan (kecamatan Padangsidimpuan Utara dengan

Padangsidimpuan Selatan), sedangkan sample yang digunakan adalah secara acak terhadap penduduk perkotaan (rumah tangga).

Penelitian ini mengambil sampel minimum dikarenakan waktu dan biaya yang terkendala, sehingga sampel yang diambil adalah masyarakat pengguna jasa angkutan beca motor per-rumah tangga yang terdapat di dua kecamatan tersebut dengan rincian sebagai berikut :

a. Kecamatan Padangsidimpuan Utara (40 responden)

1. Batang Ayumi Jae

= 9 responden

2. Kamcar = 7 responden

3. Panyanggar

= 8 responden

4. Sadabuan = 7 responden

5. Timbangan

= 9 responden

b. Kecamatan Padangsidimpuan Selatan (60 responden)

1. Wek V

= 10 responden

2. Ujung Padang

= 14 responden

3. Sitamiang Baru

= 5 responden

4. Silandit = 8 responden

5. Padangmatinggi

= 8 responden

6. Kampung Darek

= 8 responden

7. Aek Tampang

= 7 responden

Sedangkan untuk sample perhitungan pemilihan moda berdasarkan utilitas (waktu menunggu, waktu perjalanan dan biaya ongkos) yang menjadi karakteristik moda angkutan kota dan beca motor adalah :

a. Asal = Pusat Kota (PK) Tujuan = Padangmatinggi (PM)

b. Asal = Pusat Kota (PK)

Tujuan = Sitamiang (ST)

c. Asal = Pusat Kota (PK) Tujuan = Sadabuan lewat Sigiring-giring (SB-1)

d. Asal = Pusat Kota (PK) Tujuan = Sadabuan lewat Sitataring (SB-2)

3.4. Metoda Pengumpulan Data Penelitian

Data yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah :

a. Data primer penelitian meliputi :

1. Data rumah tangga yang berkaitan dengan kepemilikan kenderaan, pendapatan bulanan, ukuran rumah tangga.

2. Frekwensi rumah tangga menggunakan angkutan beca motor ( hari / mingguan)

3. Data survey langsung penggunaan angkutan kota dengan angkutan beca motor terhadap impedansi transportasi (waktu tempuh, ongkos, waktu menunggu ) dari zone a ke zone b.

b. Data sekunder penelitian meliputi :

1. Data kependudukan (BPS Padangsidimpuan, BPS Sumut)

2. Data Geografis (Bappeda, Dinas PU Padangsidimpuan)

3. Data Beca motor (Samsat dan Dinas Perhubungan Padangsidimpuan)

Metoda pengumpulan data primer dan sekunder dilakukan dengan cara :