PERILAKU PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI PUSKESMAS KECAMATAN CIMANGGIS DEPOK
Artikel Ilmu Kesehatan, 8(1); Januari 2016
PERILAKU PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
1 1 Yocki Yuanti Program Studi Kebidanan STIKes Mitra RIA Husada Alamat koresponsi :
STIKes Mitra RIA Husada Jl. Karya Bhakti No. 3 Cibubur Jakarta Timur
ABSTRAK
ASI merupakan makanan yang terbaik untuk bayi. Tidak ada satupun makanan lain yang dapat menggantikan ASI, karena ASI mempunyai kelebihan yang meliputi tiga aspek yaitu aspek gizi, aspek kekebalan dan aspek kejiwaan. Pemberian ASI pada bayi secara eksklusif diberikan selama 0-6 bulan dan selanjutnya ASI diberikan sampai usia 24 bulan. Cakupan pemberian ASI Eksklusif di Kota Depok hanya berkisar antara 53%-59%. Di salah satu wilayah di Kota Depok, yaitu Kecamatan Cimanggis, terjadi penurunan cakupan ASI Ekslusif dari 36,8% menjadi 20,51% pada tahun 2011. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian ASI Eksklusif.
Desain penelitian ini adalah studi cross sectional. Populasi yang diteliti adalah adalah ibu yang memiliki bayi berusia 6-12 bulan di Puskesmas Kec. Cimanggis Depok, yaitu sebanyak 187 orang. Besar sampel minimal adalah 95 orang dengan menggunakan teknik pengambilan sampel Simple Random Sampling. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner.
Penelitian ini menunjukkan ibu yang memberikan asi eksklusif sebanyak 24,2 % , hasil uji statistik didapat adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan ( p value = 0,000) dan inisiasi menyusu dini (p
value = 0,043) dengan perilaku pemberian ASI eksklusif. Hal yang menjadi faktor lain yaitu umur ibu,
paritas, status gizi saat hamil, pekerjaan, dan konsumsi suplemen ASI.Pengetahuan merupakan faktor dominan dalam pemberian ASI eksklusif, sedangkan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) merupakan variabel yang berpengaruh dalam keberhasilan Pemberian ASI eksklusif.
Kata Kunci : ASI, pengetahuan, inisiasi menyusu dini PENDAHULUAN
Masalah gizi terjadi di setiap siklus kehidupan, Global Public Health merekomendasikan dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, anak, bayi harus menyusu ekslusif selama enam bulan dewasa dan usia lanjut. Periode dua tahun pertama kehidupannya untuk mencapai pertumbuhan, kehidupan merupakan masa kritis, karena pada masa perkembangan dan kesehatan yang optimal. Setelah ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang itu nutrisi yang dianjurkan untuk perkembangan sangat pesat.Gangguan kekurangan gizi tingkat bayi harus mendapatkan nutrisi yang adekwat dan buruk yang terjadi pada periode ini bersifat makanan pendamping yang aman dengan tetap permanen, tidak dipulihkan walaupun kebutuhan disusui sampai dua tahun atau lebih (WHO, 2003). gizi selanjutnya terpenuhi. Perilaku pemberian ASI ekslusif di Indonesia
Untuk mendapatkan gizi yang baik pada bayi juga masih rendah, terlihat adanya penurunan dari yang baru lahir maka ibu harus sesegera mungkin 42,4% (SDKI,1997) menjadi 39,5% (SDKI,2002) menyusui bayinya karena ASI memberikan peranan dan turun kembali menjadi 32% (SDKI,2007). penting dalam menjaga kesehatan dan Sedangkan hasil Riskesdas (2010) menunjukkan mempertahankan kelangsungan hidup bayi.Oleh persentase bayi yang menyusu ekslusif pada bayi karena itu, bayi yang berumur kurang dari enam usia 6 bulan hanya 15,3 %, menyusu predominan bulan dianjurkan hanya diberi ASI tanpa makanan 1,5% dan menyusu parsial 83,2%. pendamping.Makanan pendamping hanya diberikan Terkait dengan perilaku pemberian ASI pada bayi yang berumur enam bulan ke atas (Suraji, kurang dari 1 jam setelah bayi lahir, angka tertinggi 2003). terjadi di Nusa Tenggara Timur (56,2%) dan terendah di Maluku (13%). Berdasarkan data yang
- – 12 bulan di Puskesmas Kecamatan Cimanggis, Depok yaitu berjumlah 187 orang. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian diperoleh dengan menggunakan rumus (Lemeshow, 1997) adalah 95 orang. Metode pengambilan sampel adalah dengan tehnik simple ramdom sampling. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang dikumpulkan berdasarkan dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner terstruktur.
23
Pada penelitian ini diketahui bahwa 1 dari 3 responden menyusui secara eksklusif, yaitu sebesar 24,2%. Angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marzuki (2004) dalam Lestari (2009) di Provinsi Banten, yang menyebutkan bahwa proporsi ibu yang menyusui bayi secara eksklusif adalah sebanyak 27 %.
Sejak Lahir 26 36,10 1-3 bulan 11 15,3 > 3 bulan 35 48,60
29 40,27 Waktu Pemberian
Jenis Cairan Pengganti ASI Susu Formula 43 59,72 Air Putih
75.8 Alasan tidak diberi ASI Diberi susu dari RS/RB 26 36,11 ASI sedikit 15 20,83 Tidak tahu 31 43,05
72
24.2 Tidak
HASIL Pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Kec.Cimanggis Depok Tahun 2003 Tabel 1 Pemberian ASI Eksklusif n % Pemberian ASI Eksklusif Ya
diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Depok menyatakan cakupan pemberian ASI Eksklusif hanya 53,05 % pada tahun 2010 dan 59,51% pada tahun 2011. Sementara itu di Puskesmas Kecamatan Cimanggis, yang berada di wilayah Kota Depok, cakupan Asi Eksklusif pada tahun 2010 sebesar 36,76% dan 20,51% pada tahun 2011.
Penelitian ini adalah studi kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Populasi dari penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki bayi usia 6
METODE
Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pemberian Asi Ekslusif di Puskesmas Kec. Cimanggis Depok.
Studi kualitatif Fikawati & Syafiq melaporkan faktor predisposisi kegagalan ASI eksklusif adalah karena faktor pengetahuan dan pengalaman ibu yang kurang dan faktor pemungkin penting yang menyebabkan terjadinya kegagalan adalah karena ibu tidak difasilitasi melakukan IMD (Fikawati dan Syafiq, 2009).
Undang-undang no. 7/1997 tentang pangan serta Peraturan Pemerintah No. 69/1999 tentang label dan iklan pangan. Dalam Kepmenkes no. 237/ 1997 antara lain diatur bahwa sarana pelayanan kesehatan dilarang menerima sampel atau sumbangan susu formula bayi dan susu formula lanjutan atau menjadi ajang promosi susu formula. Tujuan dari pengaturan ASI Eksklusif adalah untuk menjamin terpenuhinya hak bayi, menjamin pelaksanaan kewajiban ibu memberi ASI Eksklusif, dan mendorong peran keluarga, masyarakat, badan usaha dan pemerintah daerah dalam pemberian ASI Eksklusif.
6 bulan sebagaimana dinyatakan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no.450/MENKES/SK/VI/2004
Program ASI Eksklusif merupakan program promosi pemberian ASI saja pada bayi tanpa 1990, pemerintah mencanangkan Gerakan Nasional Peningkatan Pemberian ASI (PPASI) yang salah satu tujuannya adalah untuk membudayakan perilaku menyusui secara eksklusif kepada bayi dari lahir sampai usia 4 bulan. Tahun 2004, sesuai dengan anjuran WHO, pemberian ASI eksklusif ditingkatkan menjadi
Pemerintah telah menetapkan target cakupan pemberian ASI Eksklusif pada tahun 2010 pada bayi 0-6 bulan sebesar 80% (Depkes, 2007; Minarto, 2011). Berbagai kebijakan dibuat pemerintah untuk mencapai kesehatan yang optimal yaitu Keputusan Menteri Kesehatan (Kemenkes) Nomor 237 tahun 1997 tentang pemasaran Pengganti Air Susu Ibu dan Kepmenkes No. 450/2004 tentang Pemberian Air Susu Ibu secara ekslusif pada Bayi di Indonesia.
Hasil penelitian ini juga tidak jauh berbeda dengan data Susenas Tahun 2004-2008 yaitu cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai 6 bulan turun dari 28,6% (tahun 2007) menjadi 24,3% (tahun 2008). Dari seluruh hasil yang didapatkan, perolehan persentase pemberian ASI Eksklusif pada tiap penelitian masih jauh dibawah target yang ditetapkan Pemerintah yaitu 80 %. Hal ini dikarenakan dalam mendapatkan informasi mengenai perilaku menyusui ASI secara eksklusif, kemungkinan bisa terjadi recall bias karena bergantung pada daya ingat ibu terhadap pemberian ASI kepada bayinya. Kemudian disebutkan bahwa terdapat beberapa hal yang mempengaruhi ibu dalam pemberian ASI eksklusif, diantaranya adalah perubahan sosial budaya dimana ibu bekerja atau kesibukan sosial lainnya, semakin gencarnya promosi susu formula, serta kurangnya fasilitas menyusui di tempat kerja dan kurang informasi tentang ASI eksklusif.
Faktor umur ibu terhadap Pemberian ASI eksklusif Tabel 2 Usia Ibu Menyusui terhadap Pemberian ASI Eksklusif Usia Ibu Pemberian ASI Eksklusif OR P Value Tidak Ya n % Tua 10 100 ( ) 0.999
Hasil penelitian Leung dkk (2000) menunjukkan bahwa ibu yang memiliki satu anak memiliki peluang 3,08 lebih besar untuk memberikan ASI eksklusif dibanding dengan ibu yang memiliki dua atau tiga anak (95% CI=1,02-9,27).
2
7 34,7 Jumlah 72 75,8
1
0.656 Baik 32 65,3
13 3.542 (1.251- 0.023)
6
87
40
Status Gizi saat Hamil terhadap Pemberian ASI Eksklusif Tabel 4 Status Gizi Saat Hamil terhadap Pemberian ASI Eksklusif Status Gizi saat hamil Pemberian ASI Ekslusif OR P Value Tidak Ya n % n % Kurang
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor lain yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif yaitu persepsi dan sikap ibu menyusui dalam perilaku menyusui secara eksklusif, seperti yang dikemukakan dalam penelitian yang dilakukan Gatti (2008) dalam penelitiannya mengenai persepsi ibu tentang kekurangan/ketidakcukupan suplai ASI menyebutkan bahwa paritas dan pengalaman menyusui berpengaruh secara signifikan terhadap kesuksesan menyusui, dimana wanita yang baru pertama kali menyusui biasanya selalu berfikir akan resiko dan masalah menyusui atau penghentian menyusui diawal dibanding dengan wanita yang sudah pernah menyusui sebelumnya.
Penelitian ini tidak sejalan dengan Penelitian Soeparmanto dan Rahayu (2000) menunjukkan bahwa ibu yang memiliki anak 1-2 orang memiliki besar dibandingkan ibu yang baru memiliki bayi ataupun ibu yang memiliki anak lebih dari dua.
Muda 62 72,9 23 27,1 Jumlah 72 75, 8 23 24,2
Dari hasil penelitian diperoleh nilai p value > 0.05 yang menunjukkan bahwa paritas tidak berhubungan bermakna terhadap pemberian ASI eksklusif.
8 23 24,2
25 Jumlah 72 75,
4
(0.304- 3.651) 1,000 Multipara 12 75
Tabel 3 Paritas terhadap Pemberian ASI Eksklusif Paritas Pemberian ASI Eksklusif OR P Valu e Tidak Ya N % n % Primipara 60 75,9 19 24,1 1.053
Menurut Soetjiningsih (1997) pada kenaikan jumlah paritas ada sedikit perubahan produksi ASI walaupun tidak bermakna yaitu: anak pertama: jumlah ASI + 580 ml/24 jam, anak kedua: jumlah ASI + 654 ml/24 jam, anak ketiga: jumlah ASI + 602 ml/24 jam, anak keempat: jumlah ASI + 600 ml/24 jam, anak kelima: jumlah ASI + 506 ml/24 jam, dan anak keenam: jumlah ASI + 524 ml/24 jam. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin banyak jumlah paritas, maka produksi ASI semakin menurun.
Paritas terhadap Pemberian ASI Eksklusif
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2009) yang juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur dan pemberian ASI eksklusif. Tetapi tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Pudjiadi (2000) yang menyatakan umur adalah faktor yang menentukan dalam pemberian ASI eksklusif, karena dari segi produksi ASI, ibu yang berusia 19-23 tahun pada umumnya dapat menghasilkan cukup ASI dibandingkan dengan yang berusia lebih dari 35 tahun. Perbedaan hasil penelitian ini dengan teori, mungkin disebabkan karena adanya perubahan sosial budaya, yaitu ibu- ibu bekerja atau kesibukan sosial lain, pengetahuan, persepsi masyarakat akan gaya hidup mewah dengan memberikan susu formula, atau merasa ketinggalan zaman jika menyusui bayi (Jafar, 2011).
eksklusif (p value = 0,999) sehingga dapat disimpulkan bahwa usia ibu tidak berhubungan dengan pemberian ASI Eksklusif.
Tabel 5.2 menunjukkan hubungan yang tidak bermakna antara usia ibu dengan pemberian asi3 24,2 Hasil analisis pada penelitian ini menunjukkan pada analisis multivariat di dapat p value = 0,656 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel status gizi saat hamil tidak berhubungan secara bermakna dengan pemberian ASI eksklusif.
Hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian dengan penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2003) mengemukakan bahwa kegagalan menyusui disebabkan karena faktor status gizi ibu sebelum hamil, selama hamil dan selama menyusui. Hal ini terjadi karena selama menyusui, terjadi mobilisasi lemak tubuh ibu untuk memproduksi ASI dan simpanan lemak ibu dengan status gizi kurus lebih rendah dari simpanan lemak tubuh pada ibu normal. Status gizi ibu selama menyusui merupakan efek dari status gizi ibu sebelum hamil dan selama hamil (peningkatan berat badan selama hamil). Pertambahan berat badan ibu selama hamil yang memiliki status gizi baik selama hamil, cadangan lemak tubuhnya cukup untuk menyusui selama 4-6 bulan, tetapi ibu dengan status gizinya kurang cadangan lemak tubuhnya kemungkinan tidak cukup untuk menyusui bayinya 4-6 bulan (Irawati dkk, 2003). Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh faktor lain seperti pengetahuan responden tentang ASI Eksklusif, dukungan penolong persalinan dalam memfasilitasi IMD atau faktor ibu bekerja.
90
21
71
54
0.169 Tidak Bekerja
10 3.500 (0,746- 16.414)
2
18
Pengetahuan Ibu terhadap Pemberian ASI Eksklusif Tabel 5 Pengetahuan Ibu terhadap Pemberian ASI Eksklusif Pengetah uan Pemberian ASI Ekslusif OR P
Pekerjaan Ibu terhadap Pemberian ASI Eksklusif Tabel 6 Pekerjaan Ibu terhadap Pemberian ASI Eksklusif Pekerja an Pemberian ASI Ekslusif OR P Value Tidak Ya n % n % Bekerja
Sesuai dengan kerangka kerja PRECEDE dari Green yang menyatakan bahwa tingkat pengetahuan merupakan faktor predisposisi dalam perilaku positif, karena dengan pengetahuannya seseorang akan mulai mengenal dan mencoba atau melakukan suatu tindakan. Penambahan pengetahuan tidak bisa hanya dalam waktu singkat, tetapi harus terus menerus dan berkelanjutan, juga memberikan informasi-informasi baru sehingga pengetahuan terus bertambah dan mendalam karena dengan mengkristalisasinya pengetahuan akan tetap menjadi control terhadap seseorang untuk berperilaku baik.
Sedangkan menurut Roesli (2005), bahwa hambatan utama tercapainya ASI ekslusif yang benar adalah karena kurang sampainya pengetahuan yang benar tentang ASI ekslusif pada para ibu. Seorang ibu harus mempunyai pengetahuan yang baik dalam menyusui. Kehilangan pengetahuan tentang menyusui berarti kehilangan besar akan memberikan perawatan terbaik untuk bayinya dan bayi akan kehilangan sumber makanan yang vital dan cara perawatan yang optimal. Pengetahuan yang kurang mengenai ASI ekslusif terlihat dari pemanfaatan susu formula secara dini di perkotaan dan pemberian atau nasi sebagai tambahan ASI di pedesaan (Afifah, 2009).
Pada penelitian ini menunjukkan pengetahuan ibu memiliki hubungan bermakna terhadap pemberian ASI eksklusif dengan nilai p value = 0.000 dan nilai OR = 546.578 sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan faktor dominan yang mempengaruhi perilaku pemberian ASI eksklusif. Penelitian Tasya (2008) juga memiliki kesesuaian dengan penelitian ini, bahwa faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif yaitu karena rendahnya pengetahuan para ibu mengenai manfaat ASI dan cara menyusui yang benar, kurangnya layanan konseling laktasi dan dukungan dari petugas kesehatan. Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan merupakan hasil penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Seperti halnya pendidikan pengetahuan juga memiliki tingkatan yaitu: tahu, memahami, aplikasi, analisis dan evaluasi. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
0.00 Baik 6 21,4 22 78,6 Jumlah 72 75,8 23 24,2
(27.595- 2122.249)
V Tidak Ya n % n % Kurang 66 98,5 1 1,5 242.000
28 Jumlah 72 75,8 23 24,2 Pada hasil penelitian ini (tabel 5.6) 4 dari 5 responden tidak bekerja sehingga memiliki peluang lebih besar untuk memberikan ASI secara eksklusif, pada tabel 5.13 didapatkan nilai p value = 0,169 dan hasil analisis mulivariat diperoleh nilai p value = 0, 159 . Hal ini yang menunjukkan bahwa status pekerjaan ibu tidak berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif. Dari 75 responden yang tidak bekerja, hanya 21(28%) yang memberikan ASI eksklusif. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuryanto (2002) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara status pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif dan menunjukkan bahwa ibu yang bekerja mempunyai risiko 1,16 kali untuk menghentikan pemberian ASI dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja.
Menurut Amiruddin (2006) , pekerjaan cenderung memiliki waktu yang sedikit untuk menyusui bayinya akibat kesibukan kerja. Sedangkan ibu yang tidak bekerja (ibu rumah tangga) mempunyai waktu yang cukup untuk menyusui bayinya.
Hasil penelitian ini memiliki kesesuaian dengan analisis statistik pada penelitian yang dilakukan oleh Juliastuti (2011) menunjukkan bahwa makin dilaksanakan inisiasi menyusu dini maka akan semakin tinggi pemberian ASI eksklusif (p=0,000; OR = 6,1) .
5 20,8 Jumlah 72 75,8 23 24,2
(0.253- 2.377) 0.864 Ya 19 79,2
Suplemen ASI terhadap Pemberian ASI Eksklusif Tabel 8 Konsumsi Suplemen ASI terhadap Pemberian ASI Eksklusif Konsumsi Suplemen ASI Pemberian ASI Eksklusif OR P V Tidak Ya n % n % Tidak 53 74,6 18 25,4 0.775
IMD, dapat membantu agar proses pemberian ASI eksklusif berhasil, sebaliknya jika IMD gagal dilakukan, akan menjadi penyebab pula terhadap gagalnya pemberian ASI Eksklusif (WHO,2010).
Untuk menunjang keberhasilan laktasi, bayi hendaknya disusui segera atau sedini mungkin setelah lahir. Namun tidak semua persalinan berjalan normal dan tidak semua dapat dilaksanakan menyusui dini. IMD disebut early initation atau permulaan menyusu dini, yaitu bayi mulai menyusui sendiri segera setelah lahir. Keberhasilan praktik
Penelitian Fikawati dan Syafiq (2003) menemukan bahwa Ibu yang memberikan immediate kemungkinannya untuk memberikan ASI secara eksklusif sampai 4 bulan dibandingkan dengan ibu yang tidak immediate breastfeeding. Kegagalan pelaksanaan ASI eksklusif telah dimulai sejak 3 hari pertama kelahiran yaitu pada saat makanan/minuman pralakteal diberikan.
IMD 35 (36,8%). Dari 35 responden 19 (54,28%) persalinan normal namun tidak difasilitasi oleh nakes penolong persalinan, sedangkan 16 (45,71%) karena persalinan dengan tindakan sehingga tidak memungkinkan IMD baik dari segi ibu maupun bayi. Secara statistik dapat disimpulkan bahwa variabel Inisiasi Menyusu Dini (IMD) terdapat hubungan yang bermakna terhadap pemberian ASI eksklusif. Hal ini diperoleh dari hasil uji statistik (tabel 5.7) pada analisis multivariat didapat nilai p value = 0,043 dan nilai OR = 13.363
Perbedaan pada hasil penelitian ini dengan teori dan penelitian sebelumnya, disebabkan karena banyak faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif, diantaranya menurut Tasya (2008) disebabkan oleh faktor pengetahuan dan semakin gencarnya promosi susu formula oleh perusahaan- perusahaan susu. Sedangkan menurut studi kualitatif Fikawati & Syafiq melaporkan faktor predisposisi kegagalan ASI eksklusif adalah karena faktor pengetahuan dan pengalaman ibu yang kurang dan faktor pemungkin penting yang menyebabkan terjadinya kegagalan adalah karena ibu tidak difasilitasi melakukan IMD (Fikawati dan Syafiq, 2009).
Hasil penelitian mengenai IMD didapat 60 (63,2%) yang dilakukan IMD, sedangkan yang tidak
7 Jumlah 72 75,8 23 24,2
41 68,3 19 31,
(1,085- 164,542) 0.043 Ya
4 11, 4 13,363
IMD Pemberian ASI Ekslusif OR P Value Tidak Ya n % n % Tidak 31 88,6
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) terhadap Pemberian ASI Eksklusif Tabel 7 Inisiasi Menyusu Dini (IMD) terhadap Pemberian ASI Eksklusif
Dari 71 responden yang tidak mengkonsumsi suplemen ASI, didapat usaha yang dilakukan responden untuk memperbanyak produksi ASI adalah makan sayuran berkuah, sedangkan jenisnya semua sayuran. Hasil analisis statistik di dapat nilai p value = 0,864 yang artinya suplemen asi tidak berpengaruh atau tidak berhubungan secara bermakna terhadap pemberian ASI eksklusif.
Salah satu jenis sayuran yang dapat meningkatkan produksi ASI adalah daun katuk. Infus daun katuk dapat meningkatkan produksi air susu pada mencit. Infus daun katuk dapat meningkatkan jumlah asini tiap lobulus kelenjar susu mencit. Satu peneliti menyatakan isolat fase eter dan ekstrak petroleum eter daun katuk tidak menyebabkan peningkatan sekresi air susu yang bermakna. Satu peneliti menyatakan bahwa dekok akar katuk mempunyai efek antipiretik terhadap burung merpati.Infus akar katuk mempunyai efek diuretik dengan dosis 72 mg/100 g bb.Konsumsi waktu menyusui bayi perempuan secara nyata dan untuk bayi pria hanya meningkatkan frekuensi dan lama menyusui. Proses perebusan daun katuk dapat menghilangkan sifat anti protozoa. Pemberian infus daun katuk kadar 20 %, 40 %, dan 80 % pada mencit selama periode organogenesis tidak menyebabkan cacat bawaan (teratogenik) dan tidak menyebabkan resorbsi. Sehingga ibu menyusui dianjurkan untuk mengkonsumsi suplemen ASI yang mengandung ekstrak katuk untuk memperbanyak dan memperlancar produksi ASI
Pembahasan Keseluruhan Analisis
Asi Eksklusif merupakan hal yang sangat penting bagi bayi karena memiliki banyak manfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi yang sehat.Karena itu diperlukan upaya sosialisasi dan promosi ASI eksklusif. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kegagalan pemberian ASI eksklusif, bisa dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor Internal, yaitu faktor-faktor yang terdapat di dalam diri individu itu sendiri. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri individu, seperti faktor bayi, dukungan keluarga, tenaga kesehatan dan kebijakan- kebijakan yang kurang mendukung pemberian ASI eksklusif serta gencar promosi susu formula di masyarakat (Jafar,2011).
Menurut Tasya (2008) faktor lain yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah karena rendahnya pengetahuan ibu mengenai manfaat ASI dan cara menyusui yang benar, kurangnya pelayanan konseling laktasi dan dukungan dari petugas kesehatan, persepsi-persepsi sosial budaya yang menentang pemberian ASI, kondisi yang kurang memadai bagi para ibu bekerja seperti waktu cuti melahirkan yang terlalu singkat dan tidak adanya ruang di tempat kerja untuk menyusui atau memompa ASI. Pemasaran yang gencar oleh perusahaan-perushaan susu formula juga turut mempengaruhi pemberian ASI eksklusif.
Menurut Roesli (2005), bahwa hambatan utama tercapainya ASI ekslusif yang benar adalah karena kurang sampainya pengetahuan yang benar tentang ASI ekslusif pada para ibu. Seorang ibu harus mempunyai pengetahuan yang baik dalam menyusui. Kehilangan pengetahuan tentang menyusui berarti kehilangan besar akan kepercayaan diri seorang ibu untuk dapat memberikan perawatan terbaik untuk bayinya dan bayi akan kehilangan sumber makanan yang vital dan cara perawatan yang optimal. Pengetahuan yang kurang mengenai ASI ekslusif terlihat dari pemanfaatan susu formula secara dini di perkotaan dan pemberian atau nasi
Sedangkan menurut hasil penelitian Diana, 2007, dalam Lestari (2009) pengalaman wanita semenjak kecil akan mempengaruhi pengetahuan, sikap dan penampilan wanita dalam kaitannya dengan menyusui di kemudian hari. Seorang wanita yang dalam keluarga atau lingkungan mempunyai kebiasaan atau sering melihat wanita yang menyusui bayinya secara teratur maka akan mempunyai pandangan yang positif tentang menyusui sesuai dengan pengalaman sehari-hari.
Perilaku atau keterampilan adalah hasil dari latihan yang berulang, yang dapat disebut perubahan yang meningkat atau progresif oleh orang yang mempelajari ketrampilan tersebut sebagai hasil dari aktivitas tertentu.Perilaku atau keterampilan dapat terwujud melalui hasil dari pengalaman, pengetahuan dan sikapnya.
Menurut Green (2000), terdapat tiga faktor utama yang dapat mempengaruhi perilaku individu atau masyarakat, yaitu: 1) faktor dasar (predisposing
factors ) yang meliputi: (a) pengetahuan individu; (b)
sikap; (c) kepercayaan; (d) tradisi; (e) unsur-unsur yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat dan; (f) faktor demografi; 2) faktor pendukung
(enabling factors ) yang meliputi: sumberdaya dan
potensi masyarakat seperti lingkungan fisik dan sarana yang tersedia dan; 3) faktor pendorong (reinforcing factors) yang meliputi sikap dan perilaku orang lain seperti teman, orang tua, dan petugas kesehatan.
Perilaku pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini dan pemberian ASI Eksklusif baik oleh ibu maupun petugas kesehatan terutama bidan, semuanya sangat dipengaruhi oleh faktor faktor tersebut diatas. Faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan IMD dan pemberian ASI Eksklusif terutama faktor sikap,
- –299 Arisman,2004, Gizi dalam Daur Kehidupan, EGC:
Konseling Menyusui Dan Pelatihan Fasilitator Konseling Menyusui, Jakarta. Ertem IO, Votto N and Leventhal JM.The timing
Dadhich JP, Agarwal RK, 2009, Mainstreaming
child survival. Indian Pediatric , 46:11
Depkes, 2003, Ibu Bekerja tetap memberikan ASI, Jakarta ______, 2004, Kepmenkes RI no.
450/Menkes/IV/2004, Tentang Pemberian ASI secara eksklusif pada bayi di Indonesia, Jakarta
______,2005, Manajemen Laktasi. Buku Panduan Bagi Bidan dan Petugas Kesehatandi Puskesmas.
Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. ______,2007. Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan
and predictors of early termination of breastfeeding.Pediatrics 2001: 107; 543-548. Available
Bhutta, et al, 2008,What works? Interventions for maternal and child undernutrition and survival .
Februhartanty J, 2008,Strategic Roles of Fathers in
Optimizing breastfeeding Practices; Study in an Urban Setting Of Jakarta
, UI, Jakarta Fikawati,S. dan Syafiq, A, 2010Kajian Implementasi
Dan Kebijakan Air Susu Ibu Eksklusif Dan Inisiasi Menyusu Dini Di Indonesia. Makara, kesehatan, vol. 14, no. 1, juni 2010: 17-24
_________ , 2009, Praktik pemberian ASI eksklusif, penyebab-penyebab keberhasilan dan kegagalannya. Jurnal Kesmas Nasional 2009; 4(3):120-131
_________, 2003, Hubungan Antara Menyusui
Lancet, 371:417
menyusui, Banyu media Bergstrom, A., Okong, P., & Ransjo-Arvidson, A, 2007,Immediate maternal thermal response to skin-to-skin care of newborn.Acta Paediatric, 96(5), 655-658.
- –40 Brown, JE, et al 2002, Nutrition Throught the life Cycle, International Student Edition, 3rd.
- –7
Demikian pula dengan inisiasi menyusu dini, pada penelitian ini semua responden bersalin di tenaga kesehatan sehingga responden yang melakukan Inisiasi Menyusu Dini berjumlah 63,2% berpeluang 13 kali memberikan ASI eksklusif dibandingkan dengan yang tidak IMD (p value = 0.043) , walaupun dari 60 responden yang IMD hanya 19 (31,7%) yang memberikan ASI secara eksklusif. Hal ini kemungkinan disebabkan karena faktor pengetahuan dan pengalaman yang mempengaruhi ibu dalam memberikan ASI.
motivasi, maupun pengetahuan, baik sikap, motivasi, dan pengetahuan ibu, maupun petugas kesehatan khususnya bidan (Aprilia, 2009).
Pada penelitian ini, tidak semua faktor-faktor tersebut diatas dapat diteliti, karena keterbatasan waktu yang tersedia, peneliti hanya memfokuskan pada faktor perilaku ibu dalam memberikan ASI eksklusif. Faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada penelitian ini adalah pengetahuan tentang pemberian ASI eksklusif dan inisiasi menyusu dini. Variabel yang secara statistik tidak berhubungan bermakna dengan pemberian ASI eksklusif, yaitu umur ibu, paritas, status gizi saat hamil, pekerjaan dan konsumsi suplemen ASI. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan pengaruh dari faktor-faktor lain selain faktor perilaku ibu. Faktor tersebut antara lain seperti faktor sosial budaya yaitu dukungan suami dan keluarga terhadap pemberian menyusu dini saat bersalin, serta gencarnya promosi susu formula.
KESIMPULAN
Pengetahuan merupakan faktor dominan dalam mempengaruhi perilaku pemberian ASI ekslusif (P
value = 0.005), nilai OR= 546,578 , maka ibu-ibu
yang memiliki pengetahuan baik mengenai ASI eksklusif mempunyai peluang 546 kali dibanding pengetahuan rendah untuk keberhasilan pemberian ASI eksklusif.
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta Baskoro, A, 2008.ASI Panduan Praktis Ibu
Afifah, 2009, Inisiasi Menyusu Dini dan Pemberian Air Susu Ibu Ekslusif di Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat. Tesis Universitas Sumatra Utara, Medan.
Ahluwalia, Morrow & Hsia ,2005, Why do Women
Stop Breastfeeding ? Finding From The Pregnancy Risk Assesment and monitoring Sistem, Pediatric , Vol. 116 (6), 1407-1412
Aprilia,Y.2009,Analisis Sosialisasi Program Inisiasi Menyusu Dini Dan Asi Eksklusif Kepada Bidan Di Kabupaten Klaten. Tesis Universitas Diponegoro Semarang.
Apurba et al, 2010,Infant and Young Child-feeding
Practices in Bankura District, West Bengal, India. J Health Popul Nutr. June ; 28(3): 294
Segera (Immediate Breastfeeding) dan Pemberian ASI eksklusif Sampai Dengan Empat Bulan.Jurnal Kedokteran Trisakti. Mei-Agustus 2003, Vol.22 No.2
Minarto, 2011.Rencana aksi pembinaan gizi masyarakat tahun 2010-2014. Online diakses 18 Februari 2012)
Jakarta : PT Asdi Maha Satya ____________, 2010, Ilmu Perilaku Kesehatan, PT. Rineka Cipta, Jakarta Owor M, Tumwine JK and JK Kaukauna. 2000,Socio-economic risk factors for severe
Muchina EN and PM Waithaka.Relationship betwen
breastfeeding practices and nutritional status of children aged 0-24 months in Nairobi, Kenya. Ajfand Online Vol. 10 No.4 April 2010.
Mullany, L.C. et al. Breast-feeding patterns, time to
initiation, and mortality risk among newborns in Southern Nepal. J Nutr. 138: 599-603 (2008).
Munawaroh, 2011, Hubungan Menyusu Segera dengan Pemberian Asi Eksklusif Analisis Data Riskesdas 2010, Tesis FKM-Universitas Indonesia
Mushaphi et al.(2008),Infant-feeding practices of
mothers and the nutritional status of infants in the Vhembe District of Limpopo Province.S Afr J Clin Nutrvol ;21(2):36-41
Nuryanto, 2002. Hubungan Faktor Ibu , Faktor Pelayanan Kesehatan dan Pemberian ASI saja pada Anak usia 0-11 Bulan, Tesis FKM-
Notoatmojo,S., 2007. Ilmu Perilaku Kesehatan.
protein energy malnutrition among children in Mulago Hospital Kampala. E.Afr.Me
Their Corelates in Urban Areas of Beijing , Cina, Pediatrics International , Vol. 45 pp 400-406
;Vol.77(9): 471-474
Pawenrusi, 2011, Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif di Kel. Tamamaung Kota Makasar, Media Pangan Gizi, Vol XI, Edisi 1.
Pedoman penulisan Tesis dan Bimbingan Tesis, 2013, Program Pascasarjana Universitas Respati Indonesia, Jakarta
- –414
Prasad, Bindeshwar, and Anthony M de L Costello.Impact and Sustainability
of a “Baby Friendly” Health Education Intervention at a District Hospital in Bihar, India.British Medical Journal. 310 (11 March 1995):621-623)
Pudjiadi, 2000. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI, Edisi ke 4 : hal.
263 Rasmussen, Kathhlen M & Yektine, Ann L, 2009,
Weight Gain During Pregnancy : reexamining The Guidelines. Editors; Committee to Reexamine IOM Pregnancy Weight Guidelines; Institute of Medicine; National Research Council.
Roesli, U, 2005. Mengenal ASI Ekslusif, PT Pustaka Pembangunan Swadaya Nusatara , Jakarta. _____, U, 2008. Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI
Liubai, dkk (1998) Feeding Practice of Infant and
Gatti, 2008, MaternalPerceptions of Insuficient Milk
breastfeeding intervention. Department of health and human services CDC.
Supply in Breastfeeding, Journal of Nursing Scholarship , Vol. 40 No.4, page 355-363
Grijbovski,AM, et al (1999), Sosiodemografhic
Determinants of Initiation and Duration of Breastfeeding in North Rusia . Januari 3, 2008
( http//:www.blackwell-synergy.com ) Gupta, A., 2007. Initiating breastfeeding within one
hour of birth.Presented at Thirty Fourth Session of the Standing Committee on Nutrition
Hamzah, 2008, Teori Motivasi dan Pengukurannya, Edisi 1, Cetakan Ke 3, PT. Bumi Aksara, Jakarta. Hastono, 2007, Analisis Data Kesehatan, FKM-UI,
Jakarta Irawati, dkk, 2003, Pengaruh status gizi selama kehamilan dan menyusui terhadap Keberhasilan
Pemberian ASI. Penelitian Gizi dan Makanan (PGM) Vol.26 No.2 : 10-19 Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Sulawesi Selatan.
Katherine et al, 2005. TheCDC guide to
Khwassawneh.M, dkk, 2003, Knowledge, Attitude
Atopic Factor Affecting Breastfeeding Intention in Chinese Mother’s Journal Pediatrict Child Health , Vol.39, p 460-474
and Practice of Breastfeeding in The North of jordan: A Cross sectional Study International Breastfeeding Journal , Vol 1, no 17 p 1-6
Kori B. Flower, et al. 2008.
UnderstandingBreastfeeding Initiation and Continuation in Rural Communities: A Combined Qualitative/Quantitative
Approach. Matern Child
Health J . 2008 May ; 12(3): 402
Laporan Riset Kesehatan Dasar 2010 . Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Lawrence, 1994, Breastfeeding a Guide for The
Medical Prefession 4th
Lemeshow, et al, 1997, Besar sampel dalam penelitian Kesehatan, Gadjah Mada Univercity Press
Lestari, 2009 Faktor Ibu Bayi yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif di Indonesia Tahun 2007 (Analisis Data SDKI 2007), Skripsi FKM-Universitas Indonesia. Leung, TF, dkk , 2000, Sosiodemographic and
Esklusif. Jakarta: Pustaka Bunda Siregar, A. 2004.Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI oleh ibu melahirkan. Tesis Bagian Gizi Kesehatan Mayarakat FKM Universitas Sumatera Utara
Soekirman, 2000.Gizi, Morbiditas dan Mortalits Bayi di Indonesia. Gizi Indonesia Vol X no.1
ed ; Mosby-Inc, USA, 537
Yohmi, E. 2009.Inisiasi menyusu dini.Ikatan Dokter Anak Indonesia.Online (www. Idai.or.id, diakses
weaning in Alberta , Canada
Determinants of breast-feeding and
__________, 2010,Early Initiation of Breastfeeding: the Key to Survival and Beyond.
Support in Developing Countries.
Ed. Singapore : McGraw-Hill International Editions. World Health Organization .2003, Community-Based strategies for Breastfeeding Promotion and
Cycle 4 th
___________, 2000, Nutrition Throught The life
th
Soeparmanto & Rahayu, 2000, Hubungan antara Pola Pemberian ASI dengan Faktor Sosial, Ekonomi, Demografi dan Perawatan Kesehatan
Whorthington, Bonnie S & Rodwell Sue Williams, 1993, Nutrition in Pregnancy and Lactation 5
Breastfeeding by Breast Crawl, Breast Crawl.org
(Depkes Bina Gizi Masyarakat UNICEF dan Perdhaki). UNICEf, 2007. Breast Crawl ;Initiation of
Breastfeeding and Health assignment Children
(PKL) di Wilayah Puskesmas PONED Karawang, Tesis FKM-Universitas Indonesia. United Nations Children’s Fund, 1981,
Tasya, 2008, Indonesia dan ASI, Mei 10, 2009 http://aimi-asi-org/08/indonesia-dan-asi/ Trisnawati, 2010, Hubungan Status Gizi Ibu selama
Suraji, R. 2003. Manajemen Laktasi. Program Manajemen laktasi Perkumpulan Perinatologi di RSU Tapak Tuan, Aceh.
Suradi, R , 1995, Manfaat Pemberian ASI secara Eksklusif bagi Proses Tumbuh Kembang Anak, MKI Vol 45, Jakarta.
Soetjiningsih, 1997, ASI Petunjuk untuk Nakes, EGC : Jakarta
18 Februari 2012)