T2 912013007 BAB III
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Variabel
ARIMA menggunakan variabel dependen harga
saham LQ45 dan variabel independen harga saham
LQ45 periode sebelumnya, sedangkan ARCH/GARCH
menggunakan variabel dependen harga saham LQ45
dan variabel independen inflasi, kurs USD, dan suku
bunga bank Indonesia (BI rate).
3.2 Populasi dan Sampel
Pada penelitian ini populasi yang menjadi objek
penelitian adalah perusahaan yang tergabung dalam
Indeks Saham LQ45
sedangkan
sampel
di Bursa Efek Indonesia,
dipilih
menggunakan
metode
purposive sampling. Sampel yang digunakan adalah
perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Saham LQ
45 selama 10 periode berturut-turut dengan periode
Februari 2009 – Januari 2014, yaitu AALI, ADRO,
ASII, BBCA, BBNI, BBRI, BDMN, BMRI, INCO, INDF,
INTP, ITMG, JSMR, KLBF, LPKR, LSIP, PGAS, PTBA,
SMGR, TLKM, UNTR, dan UNVR.
34
35
3.3 Jenis dan Sumber Data
Data
adalah
yang
data
diunduh
di
digunakan
sekunder
dari
dalam
penelitian
Indeks
ini
LQ45
yang
http://www.finance.yahoo.com.
Data
yang digunakan merupakan data harga penutupan
saham harian (closing price) dengan periode selama 5
tahun mulai 2 Februari 2009 hingga 31 Januari
2014, begitu pula periode yang sama untuk data
inflasi kurs USD, dan suku bunga BI yang diunduh
di http://www.bi.go.id. Data untuk profil setiap
perusahaan diunduh di http://www.idx.co.id.
3.4 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini menggunakan dua teknik
analsis yaitu ARIMA dan ARCH/GARCH.
3.4.1 Uji Stasioneritas
Suatu series dikatakan stasioner apabila mean
dan variance-nya konstan dari waktu ke waktu.
Pengujian
kestasioneran
dalam
mean
dilakukan
dengan uji correlogram yaitu autocorrelation function
(ACF) dan partial autocorrelation function (PACF).
Kestasioneran data dapat dilihat berdasarkan plot
ACF dan PACF. Jika koefisien ACF berbeda secara
signifikan dari nol atau berada di luar confidence limit
36
(5%) maka data dikatakan tidak stasioner, dan
sebaliknya jika koefisien ACF tidak berbeda secara
signifikan dari nol atau berada dalam confidence
limit, maka data dikatakan stasioner.
Jika data yang diolah bersifat tidak stasioner
pada orde nol I(0), maka akan dilakukan pembedaan
data (differencing) pada orde berikutnya sehingga
diperoleh tingkat stasioneritas pada orde ke-n (first
difference) I(1), atau second difference I(2), dan
seterusnya. Setelah melakukan proses differencing
maka data akan kembali diolah untuk mengetahui
apakah data tersebut sudah stasioner atau belum.
3.4.2 Teknik Analisis ARIMA
Langkah I : Identifikasi Model ARIMA
Tahapan selanjutnya yaitu identifikasi model
tentatif sementara. Data yang telah stasioner akan
ditentukan
ordo
p
dan
q
dari
model
ARMA
menggunakan ACF dan PACF. Penentuan apakah
suatu data time series dimodelkan dengan AR, MA,
atau ARMA tergantung pada pola ACF dan PACF.
Pola ACF dan PACF dapat dilihat pada Tabel 3.1.
37
Tabel 3.1 Pola Autokorelasi dan Autokorelasi Parsial
Model
Pola ACF
Pola PACF
Menurun secara
AR(p)
eksponensial atau pola
Terdapat tiang pancang
Sinusoidal yang tidak
samapai lag p
begitu jelas
Terdapat tiang pancang
Menurun secara
yang jelas sampai lag q
eksponensial
ARMA
Menurun secara
Menurun secara
(p,q)
eksponensial
eksponensial
MA(q)
Sumber : Gujarati, 2003
Jika
koefisien
ACF
menurun
secara
eksponensial (bertahap), sedangkan koefisien PACF
menurun drastis pada lag tertentu, maka modelnya
adalah AR. Jika koefisien ACF menurun drastis pada
lag
tertentu, sedangkan PACF menurun secara
eksponensial (bertahap), maka modelnya adalah MA.
Sedangkan jika koefisien ACF dan PACF menurun
secara eksponensial (bertahap), maka model yang
tepat
adalah
ARMA.
Secara
umum
dapat
didefinisikan model ARIMA (p,d,q) dimana p dan q
adalah tingkat lag (kelambanan) dan d adalah tingkat
differencing. Sehingga dapat dicoba beberapa model
tentatif ARIMA dengan AR(p) dan MA(q) pada tingkat
differencing I(d). Setiap lag pada plot ACF dan PACF
akan berada dalam garis batas autokorelasi, tetapi
38
lag
yang
melebihi
garis
batas
(signifikan)
diidentifikasi sebagai tingkat AR dan MA karena hal
tersebut menunjukkan besarnya pengaruh pada lag
tersebut.
Langkah II : Estimasi Model
Setelah ditentukan model tentatif ARIMA, maka
akan dilakukan estimasi model. Pada tahap estimasi
ini akan diuji kelayakan model tersebut untuk
mendapatkan
model
terbaik.
Kriteria
untuk
menentukan model terbaik dilakukan dengan nilai
AIC (Akaike Information Criterion) dan SIC (Schwarz
Information Criterion) terkecil (Gujarati, 2003). AIC
dan SIC merupakan kriteria yang menyediakan
ukuran
informasi
yang
dapat
menyeimbangkan
ukuran kebaikan model dan efisiensi.
Langkah III : Diagnostic Checking
Setelah didapatkan model terbaik, maka perlu
untuk melakukan uji diagnostik (model yang dipilih
mampu menjelaskan data dengan baik) dengan
melihat
apakah
bersifat
white
residual
noise.
yang
Untuk
diperoleh
melihat
sudah
apakah
residualnya bersifat white noise dapat dilakukan
dengan
correlogram
ACF
maupun
PACF,
jika
39
koefisien
ACF
maupun
PACF
secara
individual
probabilitasnya tidak signifikan (>5%) maka residual
yang didapatkan bersifat white noise, sebaliknya jika
koefisien ACF dan PACF signifikan maka dilakukan
pemilihan model yang lain karena residual tidak
bersifat white noise, apabila model dalam bentuk
ARIMA, maka model persamaannya seperti pada
persamaan (2.4).
Langkah IV : Peramalan
Peramalan akan dilakukan setelah ditemukan
model yang tepat. Model terbaik yang telah terpilih
akan digunakan untuk memprediksi harga saham
dengan melihat seberapa besar selisih antara hasil
peramalan dengan nilai sebenarnya.
3.4.3 Teknik Analisis ARCH/GARCH
Langkah I : Uji ARCH Effect (Heterokedastisitas)
Data yang akan diuji harus bersifat stasioner,
jika belum maka data tersebut harus distasionerkan
terlebih dahulu. Untuk mengetahui apakah terdapat
unsur heterokedastisitas, dalam penelitian ini akan
menggunakan uji Arch-LM (Lagrange Multiplier).
40
Hipotesis untuk pengujian ini adalah :
�0 : Tidak terdapat ARCH effect (homokedastisitas)
�1 : Terdapat ARCH effect (heterokedastisitas)
Untuk menentukan apakah �0 ditolak atau
diterima,
dapat
dilihat
berdasarkan
besarnya
probabilitas Chi-square (χ2) dari hasil perkalian
jumlah observasi (Obs) dengan nilai R-squared, jika
χ2 < 0.05, maka �0 ditolak. Apabila terdapat unsur
heterokedastisitas
berarti
data
tersebut
layak
dimodelkan dengan Arch/Garch.
Langkah II : Estimasi Model Garch (p,q)
Estimasi
model
Arch/Garch
tidak
dapat
dilakukan sekali saja, yang berarti harus melalui
proses iteratif untuk mendapatkan hasil estimasi
yang terbaik. Model Arch/Garch dalam penelitian ini
akan
diestimasi
berdasarkan
(Akaike Information Criterion)
dan
nilai
SIC
AIC
(Schwarz
Information Criterion) terkecil.
Langkah III : Uji Diagnostik Residual
Langkah selanjutnya adalah evaluasi hasil
estimasi model untuk mengetahui apakah model
terpilih sudah homekedastik dan sudah tidak ada
korelasi
serial
dalam
residual.
Pengujian
41
homokedastik dilakukan menggunakan uji Arch-LM
(Lagrange
Multiplier),
dan
pengujian
korelasi
menggunakan uji Ljung-Box. Peramalan hanya dapat
dilakukan jika model sudah tidak mengandung
heterokedastisitas.
Jika
model
persamaannya
sedangkan
dalam
seperti
jika
bentuk
pada
dalam
Arch,
maka
persamaan
(2.5),
bentuk
Garch,
maka
persamaannya seperti pada persamaan (2.6). Model
Garch dapat juga ditulis dengan persamaan sebagai
berikut :
LQ45 = �0 + �1 Inflasi + �2 BI rate + �3 USD + �� ......... (3.1)
Langkah IV : Peramalan
Setelah data sudah tidak mempunyai unsur
heterokedastisitas, maka akan dilakukan peramalan
dengan model terbaik. Untuk evaluasi kesalahan
peramalan akan
dihitung berdasarkan besarnya
selisih antara nilai ramalan dengan nilai aktual.
3.5 Perbandingan Akurasi
Kriteria keakuratan dalam memprediksi harga
saham menggunakan Arima dan Arch/Garch akan
ditentukan dengan menghitung besarnya selisih nilai
absolut antara nilai hasil ramalan dengan nilai
42
aktual. Teknik yang memiliki selisih lebih sedikit
dengan nilai aktualnya merupakan teknik analisis
yang lebih akurat.
METODE PENELITIAN
3.1 Variabel
ARIMA menggunakan variabel dependen harga
saham LQ45 dan variabel independen harga saham
LQ45 periode sebelumnya, sedangkan ARCH/GARCH
menggunakan variabel dependen harga saham LQ45
dan variabel independen inflasi, kurs USD, dan suku
bunga bank Indonesia (BI rate).
3.2 Populasi dan Sampel
Pada penelitian ini populasi yang menjadi objek
penelitian adalah perusahaan yang tergabung dalam
Indeks Saham LQ45
sedangkan
sampel
di Bursa Efek Indonesia,
dipilih
menggunakan
metode
purposive sampling. Sampel yang digunakan adalah
perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Saham LQ
45 selama 10 periode berturut-turut dengan periode
Februari 2009 – Januari 2014, yaitu AALI, ADRO,
ASII, BBCA, BBNI, BBRI, BDMN, BMRI, INCO, INDF,
INTP, ITMG, JSMR, KLBF, LPKR, LSIP, PGAS, PTBA,
SMGR, TLKM, UNTR, dan UNVR.
34
35
3.3 Jenis dan Sumber Data
Data
adalah
yang
data
diunduh
di
digunakan
sekunder
dari
dalam
penelitian
Indeks
ini
LQ45
yang
http://www.finance.yahoo.com.
Data
yang digunakan merupakan data harga penutupan
saham harian (closing price) dengan periode selama 5
tahun mulai 2 Februari 2009 hingga 31 Januari
2014, begitu pula periode yang sama untuk data
inflasi kurs USD, dan suku bunga BI yang diunduh
di http://www.bi.go.id. Data untuk profil setiap
perusahaan diunduh di http://www.idx.co.id.
3.4 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini menggunakan dua teknik
analsis yaitu ARIMA dan ARCH/GARCH.
3.4.1 Uji Stasioneritas
Suatu series dikatakan stasioner apabila mean
dan variance-nya konstan dari waktu ke waktu.
Pengujian
kestasioneran
dalam
mean
dilakukan
dengan uji correlogram yaitu autocorrelation function
(ACF) dan partial autocorrelation function (PACF).
Kestasioneran data dapat dilihat berdasarkan plot
ACF dan PACF. Jika koefisien ACF berbeda secara
signifikan dari nol atau berada di luar confidence limit
36
(5%) maka data dikatakan tidak stasioner, dan
sebaliknya jika koefisien ACF tidak berbeda secara
signifikan dari nol atau berada dalam confidence
limit, maka data dikatakan stasioner.
Jika data yang diolah bersifat tidak stasioner
pada orde nol I(0), maka akan dilakukan pembedaan
data (differencing) pada orde berikutnya sehingga
diperoleh tingkat stasioneritas pada orde ke-n (first
difference) I(1), atau second difference I(2), dan
seterusnya. Setelah melakukan proses differencing
maka data akan kembali diolah untuk mengetahui
apakah data tersebut sudah stasioner atau belum.
3.4.2 Teknik Analisis ARIMA
Langkah I : Identifikasi Model ARIMA
Tahapan selanjutnya yaitu identifikasi model
tentatif sementara. Data yang telah stasioner akan
ditentukan
ordo
p
dan
q
dari
model
ARMA
menggunakan ACF dan PACF. Penentuan apakah
suatu data time series dimodelkan dengan AR, MA,
atau ARMA tergantung pada pola ACF dan PACF.
Pola ACF dan PACF dapat dilihat pada Tabel 3.1.
37
Tabel 3.1 Pola Autokorelasi dan Autokorelasi Parsial
Model
Pola ACF
Pola PACF
Menurun secara
AR(p)
eksponensial atau pola
Terdapat tiang pancang
Sinusoidal yang tidak
samapai lag p
begitu jelas
Terdapat tiang pancang
Menurun secara
yang jelas sampai lag q
eksponensial
ARMA
Menurun secara
Menurun secara
(p,q)
eksponensial
eksponensial
MA(q)
Sumber : Gujarati, 2003
Jika
koefisien
ACF
menurun
secara
eksponensial (bertahap), sedangkan koefisien PACF
menurun drastis pada lag tertentu, maka modelnya
adalah AR. Jika koefisien ACF menurun drastis pada
lag
tertentu, sedangkan PACF menurun secara
eksponensial (bertahap), maka modelnya adalah MA.
Sedangkan jika koefisien ACF dan PACF menurun
secara eksponensial (bertahap), maka model yang
tepat
adalah
ARMA.
Secara
umum
dapat
didefinisikan model ARIMA (p,d,q) dimana p dan q
adalah tingkat lag (kelambanan) dan d adalah tingkat
differencing. Sehingga dapat dicoba beberapa model
tentatif ARIMA dengan AR(p) dan MA(q) pada tingkat
differencing I(d). Setiap lag pada plot ACF dan PACF
akan berada dalam garis batas autokorelasi, tetapi
38
lag
yang
melebihi
garis
batas
(signifikan)
diidentifikasi sebagai tingkat AR dan MA karena hal
tersebut menunjukkan besarnya pengaruh pada lag
tersebut.
Langkah II : Estimasi Model
Setelah ditentukan model tentatif ARIMA, maka
akan dilakukan estimasi model. Pada tahap estimasi
ini akan diuji kelayakan model tersebut untuk
mendapatkan
model
terbaik.
Kriteria
untuk
menentukan model terbaik dilakukan dengan nilai
AIC (Akaike Information Criterion) dan SIC (Schwarz
Information Criterion) terkecil (Gujarati, 2003). AIC
dan SIC merupakan kriteria yang menyediakan
ukuran
informasi
yang
dapat
menyeimbangkan
ukuran kebaikan model dan efisiensi.
Langkah III : Diagnostic Checking
Setelah didapatkan model terbaik, maka perlu
untuk melakukan uji diagnostik (model yang dipilih
mampu menjelaskan data dengan baik) dengan
melihat
apakah
bersifat
white
residual
noise.
yang
Untuk
diperoleh
melihat
sudah
apakah
residualnya bersifat white noise dapat dilakukan
dengan
correlogram
ACF
maupun
PACF,
jika
39
koefisien
ACF
maupun
PACF
secara
individual
probabilitasnya tidak signifikan (>5%) maka residual
yang didapatkan bersifat white noise, sebaliknya jika
koefisien ACF dan PACF signifikan maka dilakukan
pemilihan model yang lain karena residual tidak
bersifat white noise, apabila model dalam bentuk
ARIMA, maka model persamaannya seperti pada
persamaan (2.4).
Langkah IV : Peramalan
Peramalan akan dilakukan setelah ditemukan
model yang tepat. Model terbaik yang telah terpilih
akan digunakan untuk memprediksi harga saham
dengan melihat seberapa besar selisih antara hasil
peramalan dengan nilai sebenarnya.
3.4.3 Teknik Analisis ARCH/GARCH
Langkah I : Uji ARCH Effect (Heterokedastisitas)
Data yang akan diuji harus bersifat stasioner,
jika belum maka data tersebut harus distasionerkan
terlebih dahulu. Untuk mengetahui apakah terdapat
unsur heterokedastisitas, dalam penelitian ini akan
menggunakan uji Arch-LM (Lagrange Multiplier).
40
Hipotesis untuk pengujian ini adalah :
�0 : Tidak terdapat ARCH effect (homokedastisitas)
�1 : Terdapat ARCH effect (heterokedastisitas)
Untuk menentukan apakah �0 ditolak atau
diterima,
dapat
dilihat
berdasarkan
besarnya
probabilitas Chi-square (χ2) dari hasil perkalian
jumlah observasi (Obs) dengan nilai R-squared, jika
χ2 < 0.05, maka �0 ditolak. Apabila terdapat unsur
heterokedastisitas
berarti
data
tersebut
layak
dimodelkan dengan Arch/Garch.
Langkah II : Estimasi Model Garch (p,q)
Estimasi
model
Arch/Garch
tidak
dapat
dilakukan sekali saja, yang berarti harus melalui
proses iteratif untuk mendapatkan hasil estimasi
yang terbaik. Model Arch/Garch dalam penelitian ini
akan
diestimasi
berdasarkan
(Akaike Information Criterion)
dan
nilai
SIC
AIC
(Schwarz
Information Criterion) terkecil.
Langkah III : Uji Diagnostik Residual
Langkah selanjutnya adalah evaluasi hasil
estimasi model untuk mengetahui apakah model
terpilih sudah homekedastik dan sudah tidak ada
korelasi
serial
dalam
residual.
Pengujian
41
homokedastik dilakukan menggunakan uji Arch-LM
(Lagrange
Multiplier),
dan
pengujian
korelasi
menggunakan uji Ljung-Box. Peramalan hanya dapat
dilakukan jika model sudah tidak mengandung
heterokedastisitas.
Jika
model
persamaannya
sedangkan
dalam
seperti
jika
bentuk
pada
dalam
Arch,
maka
persamaan
(2.5),
bentuk
Garch,
maka
persamaannya seperti pada persamaan (2.6). Model
Garch dapat juga ditulis dengan persamaan sebagai
berikut :
LQ45 = �0 + �1 Inflasi + �2 BI rate + �3 USD + �� ......... (3.1)
Langkah IV : Peramalan
Setelah data sudah tidak mempunyai unsur
heterokedastisitas, maka akan dilakukan peramalan
dengan model terbaik. Untuk evaluasi kesalahan
peramalan akan
dihitung berdasarkan besarnya
selisih antara nilai ramalan dengan nilai aktual.
3.5 Perbandingan Akurasi
Kriteria keakuratan dalam memprediksi harga
saham menggunakan Arima dan Arch/Garch akan
ditentukan dengan menghitung besarnya selisih nilai
absolut antara nilai hasil ramalan dengan nilai
42
aktual. Teknik yang memiliki selisih lebih sedikit
dengan nilai aktualnya merupakan teknik analisis
yang lebih akurat.