Ragam Bahasa Gaul pada Kaus Oleh–Oleh Kota Medan, Kajian Sosiolinguistik

BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep
Dalam memahami hal – hal yang ada dalam penelitian ini perlu dipaparkan
beberapa konsep yaitu sosiolinguistik, ragam bahasa, dan bahasa gaul.
2.1.1 Sosiolinguistik
Sosiolinguistik adalah gabungan dari kata sosiologi dan linguistik.
Sosiologi adalah kajian yang objektif

dan ilmiah mengenai manusia dalam

masyarakat dan mengenai lembaga – lembaga serta proses sosial yang ada di dalam
masyarakat. Sedangkan linguistik adalah bidang yang mengambil bahasa sebagai
objek kajiannya (Chaer dan Agustina, 1995:3).
Sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi –
fungsi variasi bahasa, dan pemakaian bahasa. Ketiga unsur ini selalu berinteraksi,
berubah, dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur (J.A
Fishman, 1972:4).

2.1.2 Ragam Bahasa

Ragam bahasa adalah variasi bahasa berdasarkan pemakaian bahasa,
khususnya pemakaian bahasa dalam bidang pokok pembicaraan, hubungan
pembicara dan medium pembicaraan (Antilan Purba,1996 : 40).
Ragam bahasa atau variasi bahasa merupakan bahasan pokok dalam studi
sosiolinguistik, sehingga Kridalaksana (1974) mendefenisikan “sosiolinguistik
sebagai cabang linguistik yang berusaha menjelaskan ciri – ciri variasi bahasa dan
13
Universitas Sumatera Utara

menetapkan hubungan ciri – ciri variasi bahasa tersebut dengan ciri – ciri sosial
kemasyarakatan”.Kemudian dengan mengutip pendapat Fishman (1971 : 4)
Kridalaksana mengatakan bahwa sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari ciri
dan fungsi berbagai variasi bahasa, serta hubungan di antara bahasa dengan ciri dan
fungsi itu dalam suatu masyarakat bahasa.

2.1.3 Bahasa Gaul
Bahasa Slang oleh Kridalaksana (1982:156) dirumuskan sebagai ragam
bahasa yang tidak resmi dipakai oleh kaum remaja atau kelompok sosial tertentu
untuk komunikasi intern sebagai usaha orang di luar kelompoknya tidak mengerti,
berupa kosa kata yang serba baru dan berubah-ubah.

Dalam variasi atau ragam bahasa ini ada dua pandangan.Pertama, variasi atau
ragam bahasa itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu
dan keragaman fungsi bahasa itu.Jadi, variasi atau ragam bahasa itu terjadi sebagai
akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa.Kedua, varisi
atau ragam bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi
dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam.

2.2 LandasanTeori
Adapun landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori
akomodasi bahasa (speechaccommodation theory), sedangkan strategi identifikasi
tidak ubahnya dengan teori divergensi bahasa (speech divergence theory).
Giles dan rekan – rekannya, seperti yang dikutip oleh Mesthire et al. (2004,
hlm.151-152)

mengatakan

bahwa

penutur




penutur

bahasa

akan

mengakomodasikan ciri – ciri tuturan lawan bicaranya untuk berbagai keperluan,
14
Universitas Sumatera Utara

misalnya untuk memperkecil lebarnya jarak sosial antara penutur dan lawan tutur.
Fenomena akomodasi bahasa telah dicatat oleh beberapa peneliti.Misalnya,
Trudgill (1986) menemukan beberapa penggunaan cirri aksen tertentu pada
tuturannya sewaktu mewawancara informannya.Coupland (1984) mengemukakan
bahwa aksen yang digunakan oleh pekerja agen perjalanan mirip dengan aksen para
pelanggannya. Bell (1984) menemukan bahwa ucapan para pembaca berita radio di
stasiun – stasiun radio di New Zealand berbeda – beda bergantung pada
pendengarnya.

Apakah mereka penyiar stasiun radio nasional atau stasiun radio
local.Sementara itu, divergensi bahasa dilakukan penutur apabila ingin
menekankan

perbedaan

atau

memperlebar

jarak

sosial

dengan

kawan

bicaranya.Walaupun ingin menekankan perbedaan atau memperlebar jarak sosial
dengan kawan bicaranya. Walaupun diasumsikan bahwa akomodasi berbahasa

akan lebih dihargai dibandingkan dengan divergensi bahasa, Giles et al. (1991)
memberi beberapa catatan tentang masalah konvergensi dan divergensi ini. Tiga di
antaranya yang dirasa cukup penting dalam hubungan ini adalah :
1. Penutur tidak selamanya perlu melakukan konvergensi bahasa di dalam
berbicara karena tidak setiap penutur mampu melakukan peniruan – peniruan.
Adapun yang kadang – kadang dilakukan adalah penutur berkonvergensi
terhadap apa yang seharusnya dilakukan oleh lawan bicaranya, bukan terhadap
tuturan yang direalisasikan.
2. Terhadap motivasi yang berbeda – beda untuk masalah divergensi dan
konvergensi ini, seringkali dirasa perlu untuk mempertahankan identitas tanpa
berarti penutur memusuhi lawan bicaranya.

15
Universitas Sumatera Utara

3. Konvergensi tidak selamanya dipandang positif, dan divergensi selalu
dipandang negative, khususnya apabila konvergensi atau akomodasi itu
bertujuan untuk mengejek atau merendahkan variasi bahasa tertentu.

2.2.2 Bahasa Slang

Menurut pendapat Alwasilah (1985:57) bahwa slang atau bahasa gauladalah
variasi ujaran yang bercirikan dengan kosa kata yang baru ditemukan dan cepat
berubah, dipakai oleh kaum muda atau kelompok sosial dan profesional untuk
komunikasi di dalamnya.

2.2.3 Jenis – Jenis Bahasa Gaul

Menurut Sumarsono dan Partana (laman pusat bahasa dan sastra, 2004)
berdasarkan bentuknya bahasa slang dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis/
bagian. Bentuk – bentuk bahasa slang ini terdapat hampir diseluruh bahasa slang
yang ada di dunia. Jenis – jenis bahasa slang ini antara lain :

1) Prokem
Prokem atau bahasa okem merupakan variasi bahasa slang yang dalam
pembentukan katanya biasa menambah satu kata dasar dengan sebuah awalan atau
akhiran, membalikkan susunan kata atau dengan memberi suatu sisipan. Sehingga
bentuk kata asli yang lazim di masyarakat berubah bunyinya menjadi aneh, lucu
bahkan menjadi tidak dapat dipahami. Bahasa prokem ini memiliki beberapa jenis
varian – varian lain yang diantaranya :


16
Universitas Sumatera Utara

-

Tambahan awalan ko

Awalan ko bisa dibilang sebagai dasar pembentukan kata dalam bahasa
prokem. Caranya setiap kata dasar yang diambil hanya suku kata pertamanya.Tapi
suku kata pertama ini huruf terakhirnya harus konsonan. Misalnya kata preman,
yang diambil bukannya pre tapi prem. Setelah itu diberi tambahan awalan ko, maka
menjadi koprem. Kata koprem ini kemudian dimodifikasi dengan mengubah posisi
konsonan kata sehingga menjadi prokem.

-

Kombinasi e + ong

Contoh dari pembentukan kata ini adalah kata bencong, yang dibentuk dari
kata dasar banci yang disisipi bunyi [e] dan ditambahi akhiran ong.Huruf vokal

pada suku kata pertama diganti dengan [e].Huruf vokal pada suku kata kedua
diganti ong.

-

Tambahan sisipan pa/pi/pu/pe/po

Setiap kata dimodifikasi dengan penambahan pa/pi/pu/pe/po pada suku
katanya.Maksudnya apabila suku kata itu bervokal a, maka ditambahi pa, bila
bervokal i ditambah pi, begitu seterusnya.

2) Cant
Cant adalah bahasa yang menjadi ciri khas dari suatu golongan,
misalya bahasa golongan penegak hukum (polisi) yang menggunakan kode – kode
rahasia dalam berkomunikasi dilapangan. Bahasa kaum banci, bahasa pemakai
narkoba dan pelaku kriminalitas.Contohnya bahasa yang digunakan pemakai

17
Universitas Sumatera Utara


narkoba, yang mengubah vokal i suku kata terakhir dari setiap kata dasar dengan
bunyi aw.Misalnya kata putih yang merupakan kata ganti dari kata heroin, berubah
menjadi putaw, kata pakai menjadi pakaw, sakit menjadi sakaw dan seterusnya.

3) Argot

Argot merupakan dialek dari suatu golongan, biasanya berhubungan
dengan lingkungan pekerjaan.Misalnya dialek dalam lingkungan politik, bidang
hukum, bidang ekonomi, bidang sastra dan bidang – bidang lainnya.
4) Colloqial
Colloquial adalah bahasa non formal atau tidak resmi.Colloqial juga disebut
sebagai bahasa sehari – hari. Ciri khas dari bahasa ini antara lain adalah
dikuranginya pemakaiannya fitur – fitur linguistik yang terdapat dalam kalimat.
Dapat dilihat pada contoh kalimat berikut : “Kalau begitu, kenapa tidak pergi saja”.
Dalam bahasa sehari – sehari berupa menjadi “Klo gitu napa nggak pigi aja”.
Pengurangan pemakaian fitur linguistik ini dimaksudkan agar komunikasi bahasa
dapat lebih ringkas dan praktis, bersifat akrab dan menciptakan suasana yang tidak
kaku.
Menurut pendekatan Chaer dan Agustina (2004:66) variasi bahasa
berkenaan dengan tingkat golongan, status, dan kelas sosial para penuturnya, yang

mana variasi bahasa dapat dibagi atas :
1.) Akrolek adalah variasi bahasa yang dianggap lebih tinggi atau bergengsi
daripada variasi sosial lainnya.
2.) Basilek adalah variasi bahasa yang dianggap kurang bergengsi atau bahasa
rakyat kebanyakan bahkan dianggap dipandan rendah.

18
Universitas Sumatera Utara

3.) Vulgar adalah variasi bahasa yang ciri – cirinya tampak pemakaian bahasa oleh
mereka yang kurang terpelajar , atau dari kalangan mereka yang tidak
berpendidikan dan berkecendrungan menyatakan sesuatu apa adanya dan kasar.
4
4.) Colokial variasi bahasa yang digunakan oleh penutur dalam percakapan sehari –
hari secara lisan.
5.) Jargon adalah variasi bahasa yang digunakan secara terbatas oleh kelompok –
kelompok sosial tertentu, ungkapan yang digunakan seringkali tidak dapat
dipahami oleh masyarakat umum atau masyarakat di luar kelompoknya namun
ungkapan – ungkapan tersebut tidak bersifat rahasia.
6.) Argot adalah variasi bahasa yang digunakan secara terbatas pada profesi –

profesi tertentu dan bersifat rahasia, letak kekhususan argot adalah pada kosa
katanya.
7.) Ken adalah variasi bahasa yang dipakai untuk merengek – rengek atau pura –
pura yang bernada “memelas” biasanya digunakan oleh kalangan sosial rendah
misalnya oleh para pengemis.
8.) Slang adalah variasi bahasa yang bercirikan penggunaan kosakata yang baru
ditemukan dan cepat berubah biasanya dipakai oleh kaum muda atau kelompok
sosial dan profesional untuk berkomunikasi anatarkelompok yang digunakan
secara terbatas dan bersifat rahasia.

Menurut Sumarsono dan Partana (2004:152) Bahasa rahasia yang unik di
kalangan remaja, di sekitar tahun 1960 muncul di Malang, tetapi akhirnya juga
meluas. Aturan umum dalam bahasa rahasia ini adalah dasarnya bisa bahasa jawa

19
Universitas Sumatera Utara

atau bahasa Indonesia.Kata – kata “dibaca” menurut urutan fonem dari belakang,
dibaca terbalik.
Contoh :
Bahasa Indonesia

Bahasa Gaul

Mata

Atam

Sari

Iras

Tidak

Kadit

Variasi sosial pengguna bahasa dapat ditinjau dari status sosial dan
pendidikan merupakan salah satu

bentuk dari status sosial yang keberadaannya

terlihat jelas di masyarakat. Chaer dan Agustina (2004: 65) mengungkapkan bahwa
perbedaan variasi bahasa berdasarkan pendidikan bukan hanya dapat terlihat pada
isi pembicaraan melainkan juga kosakata, pelafalan, morfologi, dan sintaksisnya.
Pendapat ini juga sejalan dengan teori Bernstein (dalam Sumarsono, 2011: 53)
yang menyatakan ada dua ragam bahasa penutur yaitu kode terperinci

dan kode

terbatas. Kode terperinci biasa digunakan dalam situasi formal atau dalam situasi
akademik. Ciri-cirinya mengacu pada ragam bahasa yang tinggi dan bermutu,
seperti banyak menggunakan kata “saya” dalam berbahasa, menggunakan bahasa
asing dengan baik, atau penggunaan bahasa yang tersusun dengan rapi secara
gramatikal. Kode terbatas lebih cenderung pada situasi nonformal. Kode ini
umumnya terikat pada konteks.
Menurut Abdul Chaer dan Leonie adanya tingkat sosial di dalam masyarakat
dapat dilihat dari dua segi:pertama, dari segi kebangsawanan, kalau ada; dan
keduadari segi kedudukan sosial yang ditandai dengan tingkatan pendidikan dan

20
Universitas Sumatera Utara

keadaan perekonomian yang dimiliki. Biasanya yang memiliki pendidikan lebih
baik memperoleh kemungkinan untuk memperoleh taraf perekonomian yang lebih
baik pula. Tetapi ini tidak mutlak. Bisa saja taraf pendidikannya lebih baik, namun,
taraf perekonomiannya kurang baik. Sebaliknya, yang memiliki taraf pendidikan
kurang, tetapi memiliki taraf perekonomian baik.

2.3 Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai kebahasaan, terutama penelitian yang berkaitan erat
dengan ragam bahasa gaulsudah sering dilakukan peneliti sebelumnya. Maka ada
sejumlah sumber yang dikaji dalam penelitian ini.
Anna Revi Nurumi (2011) dalam karya ilmiahnya yang berjudul Pengaruh
Bahasa Gaul Remaja Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia menyatakan
bahwa pemakaian bahasa Indonesia baik dalam kehidupan sehari – hari maupun
dunia film mulai bergeser digantikan dengan pemakaian bahasa anak remaja yang
dikenal dengan bahasa gaul. Bahasa gaul merupakan salah satu cabang dari bahasa
Indonesia sebagai bahasa untuk pergaulan. Istilah ini mulai muncul pada akhir
tahun 1980-an. Pada saat itu bahasa gaul dikenal sebagai bahasanya para bajingan
atau anak jalanan disebabakan arti kata prokem dalam pergaulan sebagai preman.
Sehubungan dengan semakin maraknya penggunaann bahasa gaul yang digunakan
oleh sebagian masyarakat modern, perlu adanya tindakan dari semua pihak yang
peduli terhadap eksistenti bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional,
bahasa persatuan, dan bahasa pengantar dalam dunia pendidikan.
Sukmi (2006) dalam skripsinya yang berjudul Bahasa Gaul, menganalisis
penggunaan bahasa gaul yang terdapat di dalam Kamus Bahasa Gaul (Kamasutra
Bahasa Gaul; 2003) yang disusun oleh Debby Sahertian. Dalam penelitiannya, dia
21
Universitas Sumatera Utara

membagi bahasa gaul menjadi dua bagian, yaitu bahasa gaul umum (bahasa yang
digunakan muda – mudi di perkotaan untuk bergaul), dan bahasa gaul khusus
(bahasa yang sering dipakai para waria). Selanjutnya dia mengatakan bahwa bahasa
yang terdapat di dalam Kamus Bahasa Gaul merupakan bahasa gaul khusus,
sehingga pembentukan kata dan makna bahasa gaul lebih dikhususkan pada bahasa
gaul khusus yang terdapat dalam kamus tersebut. Penelitian ini akan menunjukkan
bagaimana ragam bahasa gaul berdasarkan tingkat sosial yang terdapat pada kaos
oleh – oleh kota Medan.
Azwar (2007) dengan judul skripsinya Pemakaian Bahasa Gaul Pada Iklan
Produk Komersial Televisi, melakukan penganalisisan terhadap pembentukan
bahasa gaul yang terdapat pada iklan produk komersial televisi, bagaimana pesan
atau makna yang ingin disampaikan pengiklan khususnya penulis naskah iklan atau
(copy writer) serta bagaimana pengaruh dari pemakaian bahasa gaul pada iklan
produk komersial televisi terhadap konsumen sebagai pemakai bahasa Indonesia.
Soniya Utari (2015), dalam skripsinya yang berjudul Bahasa Alay Pada
Remaja Dalam Konsentrasi Kebahasaan, membahas tentang bentuk penggunaan
bahasa alay pada remaja dan makna bahasa alay dalam remaja. Dalam
penelitiannya dia membahas tampilan bahasa Alay melalui chattingpada terbitan
juni sampai juli 2014 yang berupa bahasa Alay terdiri dari tampilan fonem yang
dibaca, misalnya q dibaca akiu, tampilan singkatan dibaca kata, misalnya
indgdibaca

indang,

misalnya

s7dibaca

setuju,

dan

tampilan

singkatan

berupaakronim,misalnya lubiz dibaca lucu abiz. Sedangkan makna Alay dilihat dari
makna fonem, misalnya fonem Qbermakana aku, makna kata, misalnya indang
bermakna ini, makna singkatan , misalnya PD bermakna percaya diri. Metode dan

22
Universitas Sumatera Utara

teknik pengumpulan data dalam skripsi ini adalah metode simak merupakan
metode yang dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa.Selanjutnya dengan
teknik simak libat cakap, kegiatan ini dilakukan pertama – tama dengan
berpartisipasi dalam pembicaraan sambil menyimak pembicara.Teknik lanjutan
yang digunakan adalah teknik catat yaitu mencatat data yang dikumpulkan dari
penerapan hasil teknik sebelumnya.Kemudian metode dan teknik analisis data yang
digunkan dalam skripsi ini adalah metode agih yaitu metode yang memadankan
sesuatu dengan objek penentu yang berasal dari bahasa itu sendiri.Teknik yang
digunakan adalah teknik lesap yang dilakukan dengan melesapkan unsur tertentu
pada satuan lingual serta teknik ganti yang dilakukan dengan mengganti unsur
satuan lingual yang ada.
Penelitian Siregar (2010), dalam tesisnya yang berjudul: Bahasa Gaul pada
Kalangan waria di Jalan Gajah Mada Medan: Tinjauan Sosiolinguistik. Penelitian
itu bertujuan untuk mendeskripsikan bahasa gaul pada kalangan waria di Jalan
Gajah Mada Medan, yang dikaji berdasarkan teori sosiolingusitik dan semantik
stuktural. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskripstif
kualitatif.Data dikumpulkan dengan teknik rekam dan cetak. Objek anlisis adalah
bahasa waria dari sudut deskripsi semantik, struktur leksikal, selanjutnya
karakteristik bahasa gaul waria.
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa bahasa gaul di kalangan waria
diciptakan sebagai alat komunikasi dalam berinterkasi anatarkelompok mereka.
Bahasa gaul waria di Jalan Gajah Mada tidak hanya berpedoman pada kamus
waria, yang berarti bahasa yang digunakannya adalah bahasa yang diciptakan
sendiri. Bahasa waria juga memiliki hubungan makna dengan bahasa

23
Universitas Sumatera Utara

Indonesia.Terdapat pembentukan kata – kata baru yang dapat menciptakan
perubahan makna.Selanjutnya, penelitian tentang bahasa di kalangan waria,
berbeda dengan bahasa yang digunakan waria di Jalan Gajah Mada Medan.
Berdasarkan hasil analisis data deskripsi semantik bahasa gaul waria
diperoleh hasil penelitian bahwa bahasa yang digunakan waria dalam
berkomunikasi terdapat kaitan makna sinonim, antonim dan perubahan makna.
Sedangkan struktur leksikal memiliki pola tertentu, yaitu gejala bahasa seperti
penambahan suku kata, penghilangan suku kata, serta pembentukan kata – kata
baru secara teratur dan tidak teratur. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis
karakteristik bahasa yang digunakan bersifat atbitrer, dan diperoleh ciri yang unik
dan tidak berpedoman pada kamus Debby Sehertian .Bahasa waria hanya memiliki
beberapa ratus kata dan penggunaaan bahasa waria ini meliputi bidang – bidang
tertentu.

24
Universitas Sumatera Utara