Peran Perempuan dalam Pembangunan dalam

Peran Perempuan dalam Pembangunan
Oleh Hi. Ahmad Jajuli, S.I.P., M.Si. (Anggota DPD RI/MPR)
Pembangunan nasional adalah seluruh upaya membangun bangsa yang berkesinambungan ke
seluruh aspek kehidupan masyarakat dan bangsa dalam rangka mewujudkan tujuan nasional
seperti yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945.
YAITU, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan
keadilan sosial. Sementara Pembangunan daerah adalah segala aktivitas pembangunan yang
berlangsung di daerah, yang selaras dengan pembangunan nasional.
Perempuan Indonesia memegang peranan penting dalam pembangunan, jumlahnya yang
mencapai 118.048.783 (49%) orang dari 237.556.363 orang penduduk Indonesia (sensus
pendudukan 2010), merupakan jumlah yang potensial untuk pembangunan nasional.
Dengan jumlah yang demikian banyak, pantas bila perempuan dijadikan salah satu komponen
pembangun bangsa. Peran perempuan dalam pembangunan bangsa Indonesia sangat besar
dan merupakan aset bangsa yang potensial dan kontributor yang signifikan dalam
pembangunan bangsa baik sebagai agen perubahan maupun subyek pembangunan.
Indikator Kemajuan Perempuan
Saat ini perempuan Indonesia dinilai masih jauh tertinggal, dibandingkan dengan perempuan
negara-negara maju lainnya. Indikator hal tersebut dapat dilihat dari tiga hal. Pertama, aspek
ekonomi. Kaum perempuan Indonesia masih banyak yang berada dalam garis kemiskinan.

Rendahnya pendapatan dan kurangnya akses dalam perekonomian membuat kaum
perempuan Indonesia semakin terpuruk. Saat ini 4,7 juta perempuan di Indonesia masih
menganggur. Masih kuatnya budaya patriarki juga menyebabkan ketimpangan sosial.
Sehingga, kaum perempuan sulit mengakses pekerjaan, pendidikan dan aktualisasi diri.
Kedua, aspek pendidikan. Dari jumlah perempuan pekerja di Indonesia sekitar 81,15 juta
orang dan 56 persen atau 45,4 juta orang di antaranya hanya berpendidikan SD. Hanya 4,7
persen atau 3,8 juta yang berpendidikan akademi atau sarjana, data BPS tersebut juga
menunjukkan bahwa banyak kasus anak perempuan terpaksa tidak bersekolah untuk
mengurangi biaya pendidikan yang ditanggung keluarganya dan terpaksa masuk ke angkatan
kerja mencari nafkah bagi keluarganya, dan lebih banyak anak perempuan usia sekolah yang
bekerja dibandingkan anak laki-laki.
Jumlah buta aksara perempuan masih 2 kali lipat dari laki-laki (perempuan 12,28%, laki-laki
5,48%) dan rata-rata lama bersekolah perempuan (7,1 tahun) lebih rendah daripada laki-laki
(8,0 tahun). Jumlah sarjana perempuan yang masih di bawah 5%
Ketiga, aspek kesehatan. Derajat kesehatan kaum perempuan juga sangat memprihatinkan.
Walaupun Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sudah menurun, namun ternyata masih
cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN. AKI di Indonesia terakhir

berada di angka 228/100.000 kelahiran hidup setelah sebelumnya sebesar 307/100.000
kelahiran hidup.

Perempuan dan Pembangunan
Pemerintah telah menerbitkan Inpres No. 9/2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Nasional, sebagai acuan memaksimalkan potensi perempuan dalam
pembangunan. Dalam keluarga, kaum perempuan merupakan tiang keluarga, kaum
perempuan akan melahirkan dan mendidik generasi penerus. Kualitas generasi penerus
bangsa ditentukan oleh kualitas kaum perempuan sehingga mau tidak mau kaum perempuan
harus meningkatkan kualitas pribadi masing-masing.
Tidak mungkin akan terbentuk keluarga yang berkualitas tanpa meningkatkan kualitas
perempuan. Kualitas pendidikan perempuan juga merupakan aspek yang sangat penting bagi
pembangunan bangsa. Kaum perempuan harus berusaha meraih jenjang pendidikan setinggi
mungkin. Peningkatan derajat kesehatan perempuan juga seiring dengan upaya peningkatan
akses pendidikan, kesehatan reproduksi dan keluarga berencana dan pelayanan kesehatan.
Terlepas dari semua kekurangan dan keterbatasan perempuan Indonesia, saat ini perempuan
Indonesia berbeda dengan perempuan Indonesia masa lalu. Bila dulu perempuan Indonesia
beraktivitas hanya di sekitaran keluarga dan rumah tangga, kini bisa disaksikan bagaimana
perempuan Indonesia berperan hampir dalam setiap bidang pekerjaan dan profesi.
Bahkan, salah seorang presiden Indonesia adalah perempuan. Tidak sedikit pula yang
berprofesi sebagai pimpinan dalam perusahaan atau lembaga. Hal ini menunjukkan
bagaimana kualitas perempuan Indonesia, sesungguhnya tidak kalah dari kaum laki-laki.
Oleh karena itu, optimisme akan pembangunan nasional dan daerah yang bertumpu pada

semua pihak akan terselenggara dengan baik. Dukungan semua pihak tetap diperlukan, agar
keseimbangan yang telah terjadi selama ini, dapat terus disempurnakan, saling mengisi dan
memberikan kontribusi pada pembangunan daerah dan nasional.
DPD dan Keberpihakan
DPD RI menyadari potensi dan keunggulan kaum perempuan dalam pembangunan bangsa.
Oleh karena itu, DPD selalu berusaha dalam setiap keputusannya selalu mempertimbangkan
kebutuhan perempuan Indonesia. Bahkan di pimpinan DPD sendiri, terdapat seorang
perempuan sebagai representasi 1/3 keterwakilan perempuan. Pembentukan kaukus parlemen
perempuan juga turut berperan dalam mengakomodasi aspirasi masyarakat. Khususnya
perempuan. Pada rapat-rapat kerja dengan kementerian terkait pun, DPD selalu menyertakan
permasalahan perempuan untuk dibicarakan dan dicari solusi atas permasalahan yang ada.
Mendorong kepada para pemimpin bangsa baik nasional dan daerah untuk memiliki
perspektif gender, mampu melindungi dan memenuhi hak-hak perempuan dalam setiap
kebijakan dan pembangunan.
Walau banyak permasalahan yang menghadang, besar harapan DPD RI agar potensi
perempuan Indonesia terus tetap dapat digali dan bermanfaat bagi kepentingan bangsa. (*)