PROGRAM STUDI S1 FARMASI SEKOLAH TINGGI

MAKALAH MIKROBIOLOGI
FLORA NORMAL PADA TUBUH MANUSIA

DISUSUN OLEH:
1.
2.
3.
4.
5.

NUROKHAENI
PUNGKI FAJARWATI
RESTU PUTRI UTAMI
SINTA DWI PRISILIA
SITI LAILATUL KARIMAH

E0014048
E0014049
E0014050
E0014052
E0014053


Tingkat

: III B

Dosen Pengampu

: Devi ika K, S. M.Sc.,Apt

PROGRAM STUDI S1 FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI
MANDALA HUSADA
SLAWI
Jl. Cut Nyak Dhien No.16, Desa Kalisapu, Kec. Slawi, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah -52416
Telp.(0283) 6197571 Fax. (0283) 6198450 Homepage website www.stikesbhamada.ac.id email

stikes_bhamada@yahoo.com

KATA PENGANTAR


1

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan penulis kemudahan
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin
penulis tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah
“Mikrobiologi” atas tersusunya makalah ini tidak lupa penulis ucapkan
terimakasih yang tiada terhingga kepada semua pihak yang telah membantu dan
bersedia memberikan dukungan atas terselesaikanya makalah ini.
penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Oleh karena itu segala kritikan dan
saran yang sifatnya membangun akan penulis terima dengan baik. Akhir kata
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.

Slawi, Desember 2016

Penyusun

DAFTAR ISI


2

HALAMAN JUDUL........................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................3
2.1

Flora Normal Tubuh Manusia ....................................................3

2.2

Asal Mula Mikrobiota Manusia ..................................................3

2.3


Penggolongan Flora Normal Tubuh Manusia .............................5

2.4

Peran Flora Normal Tubuh Manusia ..........................................6

2.5

Penyebaran Flora Normal Pada Organ Tubuh Manusia .............7

2.6

Interaksi Inang-Parasit ................................................................15

2.7

Antigen Dan Antibodi .................................................................21

2.8


Resistensi Dan Kekebalan Inang ................................................24

2.9

Penerapan Diagnostik Reaksi Antigen-Antibodi ........................26

BAB III PENUTUP .........................................................................................31
A. Kesimpulan.....................................................................................31
B. Saran...............................................................................................32

3

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................33

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mikroorganisme adalah organisme hidup yang berukuran mikroskopis
sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Mikroorganisme dapat
ditemukan di semua tempat yang memungkinkan terjadinya kehidupan, di

segala lingkungan hidup manusia. Mereka ada di dalam tanah, di lingkungan
akuatik, dan atmosfer (udara) serta makanan. Dan karena beberapa hal
mikroorganisme tersebut dapat masuk secara alami ke dalam tubuh manusia,
tinggal menetap dalam tubuh manusia atau hanya bertempat tinggal
sementara. Lebih lanjut, fisiologi, gizi dan perlindungan tanaman dan hewan
(termasuk manusia) adalah tergantung pada berbagai hubungan dengan
mikroba. Mikroorganisme dapat hidup bebas ataupun menumpang pada tubuh
makhluk hidup lain. Manusia secara konstan berhubungan dengan beribu-ribu
mikroorganisme ini.
Mikroorganisme ini dapat menguntungkan inangnya tetapi dalam kondisi
tertentu dapat juga menimbulkan penyakit. Untuk itu lah makalah ini disusun
guna membahas mikroorganisme alami penghuni tubuh manusia, sehingga
kita dapat mengetahui hubungan antara manusia dan flora normal tubuh
manusia. Tubuh manusia, ditemukan sekitar 1014 bakteri. Populasi bakteri
merupakan flora mikroba normal. Flora mikroba normal adalah relatif stabil,
dengan genera khusus mengisi berbagai daerah tubuh selama periode tertentu
dalam kehidupan individu. Flora normal dapat ditemukan di banyak situs dari
tubuh manusia termasuk kulit (terutama daerah lembab, seperti pangkal paha
dan di antara jari kaki), saluran pernafasan (terutama hidung), saluran kemih,
4


dan saluran pencernaan (terutama mulut dan usus besar). Di sisi lain, area
tubuh seperti otak, sistem peredaran darah dan paru-paru dimaksudkan untuk
tetap steril (bebas mikroba).
Selain itu juga disebutkan bahwa, flora normal adalah kumpulan
mikroorganisme yang secara alami terdapat pada tubuh manusia normal dan
sehat.Kebanyakan flora normal yang terdapat pada tubuh manusia adalah dari
jenis bakteri. Namun beberapa virus, jamur, dan protozoa juga dapat
ditemukan pada orang sehat.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa definisi dari flora normal tubuh manusia?
b. Bagaimana asal mula mikrobiota manusia?
c. Bagaimana penggolongan flora normal tubuh manusia?
d. Apa sajakah peran flora normal tubuh manusia?
e. Bagaimana penyebaran flora normal pada organ tubuh manusia?
f. Bagaimana interaksi inang-parasit?
g. Apa definisi antigen dan antibodi?
h. Apa sajakah jenis-jenis resistensi dan kekebalan inang?
i. Bagaimana penerapan diagnostik reaksi antigen-antibodi?
1.3 Tujuan

a. Dapat mengetahui definisiflora normal tubuh manusia.
b. Dapat mengetahui bagaimana asal mula mikrobiota manusia.
c. Dapat mengetahui bagaimana penggolongan flora normal tubuh manusia.
d. Dapat mengetahui apa sajakah peran flora normal tubuh manusia.
e. Dapat mengetahui bagaimana penyebaran flora normal pada organ tubuh
f.
g.
h.
i.

manusia.
Dapat mengetahui bagaimana interaksi inang-parasit.
Dapat mengetahui definisi antigen dan antibodi.
Dapat mengetahui apa sajakah jenis-jenis resistensi dan kekebalan inang.
Dapat mengetahui bagaimana penerapan diagnostik reaksi antigenantibodi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

5


2.1 Flora Normal Tubuh Manusia
Menurut Pelczar dan Chan (2005), manusia secara konstan berhubungan
dengan

beribu-ribu

mikroorganisme.

Mikrobe

tidak

hanya

terdapat

dilingkungan, tetapi juga menghuni tubuh manusia. Mikrobe yang secara
alamiah menghuni tubuh manusia disebut flora normal, atau mikrobiota.
Mikroba normal tubuh manusia yang sehat perlu diketahui karena alasanalasan berikut:

a. Diketahuinya hal ini dapat membantu menduga macam infeksi yang
mungkin timbul setelah terjadinya kerusakan jaringan pada situs-situs yang
khusus.
b. Hal ini memberikan petunjuk mengenai kemungkinan sumber dan
pentingnya mikroorganisme yang teramati pada beberapa infeksi klinis.
Sebagai contoh, E. coli tidak berbahaya di dalam usus tetapi bila
memasuki kandung kemih dapat menyebabkan sistitis, suatu peradangan
pada selaput lendir organ ini.
c. Hal ini dapat membuat kita menaruh perhatian lebih besar terhadap infeksi
yang disebabkan oleh mikroorganisme yang merupakan mikrobiota normal
atau asli pada inang manusia. Hal ini terutama penting karena terlihat
adanya peningkatan timbulnya infeksi yang disebabkan oleh jasad-jasad
renik ini daripada oleh sumber luar.
2.2 Asal Mula Mikrobiota Manusia
Bila seekor hewan dilahirkan dengan pembedahan perut (caesarian
operations), dan dijaga supaya tidak terjadi kontaminasi oleh mikroba,
kemudian dipelihara di suatu lingkungan bebas kuman serta diberi makan
hanya makanan yang sudah disterilkan, maka hewan tersebut tidak
membentuk mikrobiota (Gambar 1). Ini merupakan bukti bahwa sampai waktu
dilahirkan, janin tidak mengandung mikroorganisme (Pelczar dan Chan,

2005).

6

Gambar 1. Diagram skematik suatu unit isolator bebas kuman. Bagian dalamnya
dapat disterilkan sebelum pelaksanaan percobaan dan dipertahankan pada
keadaan tersebut.

Pada keadaan alamiah, janin manusia mula-mula memperoleh
mikroorganisme ketika lewat sepanjang saluran lahir. Jasad-jasad renik itu
diperolehnya melalui kontak permukaan, penelanan atau penghisapan.
Mikrobe-mikrobe ini segera disertai oleh mikrobe-mikrobe lain dari
banyak sumber yang langsung berada di sekeliling bayi yang baru lahir
tersebut. Mikroorganisme yang menemukan lingkungan yang sesuai, pada
permukaan luar atau dalam tubuh, dengan cepat berbiak dan menetap. Jadi
di dalam waktu beberapa jam setelah lahir, bayi memperoleh flora mikrobe
yang akan menjadi mikrobiota yang asli. Setiap bagian tubuh manusia,
dengan kondisi lingkungan yang khusus, dihuni berbagai macam
mikroorganisme tertentu. Sebagai contoh, di rongga mulut berkembang
populasi mikrobe alamiah yang berbeda dengan yang ada di usus. Dalam
waktu singkat, bergantung kepada faktor-faktor seperti berapa seringnya
dibersihkan, nutrisinya, penerapan prinsip-prinsip kesehatan, serta kondisi
hidup, maka anak tersebut akanmempunyai mikrobiota normal yang
macamnya sama seperti yang ada pada orang dewasa.

7

Walaupun seorang individu mempunyai mikrobiota yang “normal”,
seringkali terjadi bahwa selama hidupnya terdapat fluktuasi pada
mikrobiota ini disebabkan oleh keadaan kesehatan umum, nutrisi, kegiatan
hormon, usia, dan banyak faktor lain (Pelczar dan Chan, 2005).
2.3 Penggolongan Flora Normal Tubuh Manusia
Flora normal tubuh manusia berdasarkan bentuk dan sifat kehadirannya
dapat digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu :
a. Mikroorganisme tetap/normal (resident flora/indigenous)
Mikroorganisme tetap/normal (resident flora/indigenous) yaitu
mikroorganisme jenis tertentu yang biasanya ditemukan pada bagian
tubuh tertentu dan pada usia tertentu. Keberadaan mikroorganismenya
akan selalu tetap, baik jenis ataupun jumlahnya, jika ada perubahan akan
kembali seperti semula. Flora normal/tetap yang terdapat pada tubuh
merupakan organisme komensal. Flora normal yang lainnya bersifat
mutualisme. Flora normal ini akan mendapatkan makanan dari sekresi
dan produk-produk buangan tubuh manusia, dan tubuh memperoleh
vitamin atau zat hasil sintesis dari flora normal. Mikroorganisme ini
umumnya dapat lebih bertahan pada kondisi buruk dari lingkungannya.
Contohnya : Streptococcus viridans, S. faecalis, Pityrosporum ovale,
Candida albicans.
b. Mikroorganisme sementara (transient flora)
Mikroorganisme sementara (transient flora) yaitu mikroorganisme
non patogen atau potensial patogen yang berada di kulit dan selaput
lendir/mukosa selama kurun waktu beberapa jam, hari, atau minggu.
Keberadaan mikroorganisme ini ada secara tiba-tiba (tidak tetap) dapat
disebabkan oleh pengaruh lingkungan, tidak menimbulkan penyakit dan
tidak menetap. Flora sementara biasanya sedikit asalkan flora tetap masih
utuh, jika flora tetap berubah, maka flora normal akan melakukan
kolonisasi, berbiak dan menimbulkan penyakit (Pelczar dan Chan, 2005).
2.4 Peran Flora Normal Tubuh Manusia
Mikroorganisme yang secara tetap terdapat pada permukaan tubuh bersifat
komensal. Pertumbuhan pada bagian tubuh tertentu bergantung pada faktor-

8

faktor biologis seperti suhu, kelembapan dan tidak adanya nutrisi tertentu serta
zat-zat penghambat. Keberadaan flora tersebut tidak mutlak dibutuhkan untuk
kehidupan karena hewan yang dibebaskan (steril) dari flora tersebut, tetap bisa
hidup.Flora yang hidup di bagian tubuh tertentu pada manusia mempunyai
peran penting dalam mempertahankan kesehatan dan hidup secara
normal.Beberapa anggota flora tetap di saluran pencernaan mensintesis
vitamin K dan penyerapan berbagai zat makanan.Flora yang menetap
diselaput lendir (mukosa) dan kulit dapat mencegah kolonialisasi oleh bakteri
patogen dan mencegah penyakit akibat gangguan bakteri. Mekanisme
gangguan ini tidak jelas. Mungkin melalui kompetisi pada reseptor atau
tempat pengikatan pada sel penjamu, kompetisi untuk zat makanan,
penghambatan oleh produk metabolik atau racun, penghambatan oleh zat
antibiotik atau bakteriosin (bacteriocins). Supresi flora normal akan
menimbulkan tempat kosong yang cenderung akan ditempati oleh
mikroorganisme dari lingkungan atau tempat lain pada tubuh. Beberapa
bakteri bersifat oportunis dan bisa menjadi patogen. (Jawetz dkk, 2005)
Selain itu, diperkirakan bahwa stimulasi antigenik dilepaskan oleh flora
adalah penting untuk perkembangan sistem kekebalan tubuh normal.
Sebaliknya, flora normal juga dapat menimbulkan penyakit pada kondisi
tertentu. Berbagai organisme ini tidak bisa tembus (non-invasive) karena
hambatan-hambatan yang diperankan oleh lingkungan. Jika hambatan dari
lingkungan dihilangkan dan masuk kedalam aliran darah atau jaringan,
organisme ini mungkin menjadi patogen.
Streptococcus viridans, bakteri yang tersering ditemukan di saluran nafas
atas, bila masuk ke aliran darah setelah ekstraksi gigi atau tonsilektomi dapat
sampai ke katup jantung yang abnormal dan mengakibatkan subacute
bacterial endocarditis. Bacteroides yang normal terdapat di kolon dapat
menyebabkan peritonitis mengikuti suatu trauma.
Spesies Bacteroides merupakan flora tetap yang paling sering dijumpai di
usus besar dan tidak membahayakan pada tempat tersebut. Tetapi jika masuk
ke rongga peritoneum atau jaringan panggul bersama dengan bakteri lain
akibat trauma, mereka menyebabkan supurasi dan bakterimia. Terdapat

9

banyak contoh tetapi yang penting adalah flora normal tidak berbahaya dan
dapat bermanfaat bagi tubuh inang pada tempat yang seharusnya atau tidak
ada kelainan yang menyertainya. Mereka dapat menimbulkan penyakit jika
berada pada lokasi yang asing dalam jumlah banyak dan jika terdapat faktorfaktor predisposisi (Whidia, 2010)
2.5 Penyebaran Flora Normal Pada Organ Tubuh Manusia
Dalam tubuh manusia banyak terdapat mikroba, mikroba dapat kita jumpai
pada rongga mulut, kulit, wajah, telinga, hidung, usus halus, dan anggota
tubuh lainnya.
a. Kulit
Kulit secara konstan berhubungan dengan bakteri dari udara atau
dari benda-benda, tetapi kebanyakan bakteri ini tidak tumbuh pada kulit
karena kulit tidak sesuai untuk pertumbuhannya.

Gambar 2. Epidermis Manusia beserta lapisan lainnya
Kebanyakan bakteri kulit di jumpai pada epitelium yang seakanakan bersisik (lapisan luar epidermis), membentuk koloni pada permukaan
sel-sel mati. Kebanyakan bakteri ini adalah spesies Staphylococcus dan
sianobakteri aerobik, atau difteroid.
Jauh di dalam kelenjar lemak dijumpai bakteri-bakteri anaerobik
lipofilik, seperti Propionibacterium acnes penyebab jerawat. Jumlahnya
tidak dipengaruhi oleh pencucian. Staphylococcus epidermidis yang
10

bersifat nonpatogen pada kulit namun dapat menimbulkan penyakit saat
mencapai tempat-tempat tertentu seperti katup jantung buatan dan sendi
prostetik (Irianto, 2006).
Bakteri ini lebih sering ditemui pada kulit dibandingkan dengan
kerabatnya yang bersifat patogen yaitu Staphylococcus aureus. Secara
keseluruhan ada sekitar 103-104 mikroorganisme/cm2 yang kebanyakan
terletak pada stratum (lapisan) korneum. Bakteri anaerob dan aerob sering
bersama-sama menyebabkan infeksi sinergistik, selulitis dari kulit dan
jaringan lunak. Timbulnya organisme ini dapat diperlihatkan pada gambar
2 yang melukiskan morfologi dan sifat-sifat mikroorganisme yang
predominan didalam mikrobiota. Letak bakteri-bakteri ini pada atau di
dalam kulit diperlihatkan (Irianto, 2006).

Gambar 3.Morfologi Serta Ciri-CirI Utama Spesies Mikrobe Predominan yang
Merupakan Mikrobiota Normal Tubuh Manusia (Irianto, 2006).

11

Gambar 4.Morfologi Serta Ciri-CirI Utama Spesies Mikrobe Predominan yang
Merupakan Mikrobiota Normal Tubuh Manusia (Irianto, 2006).

b. Hidung dan Nasofaring
Bakteri yang paling sering dan hampir selalu dijumpai di dalam
hidung ialah difteroid. Stafilokokus, yaitu Staphylococcus aureus. Umum
juga ditemukan
kerongkongan

Staphylococccus epidermidis.

hidung,

dapat

juga

dijumpai

Di dalam bagian
bakteri Brauhamella

catarrhalis (suatu kokus Gram negative) dan Haemophilus influenza
atau suatu batang Gram negatif (Irianto, 2006).
Flora utama hidung terdiri dari korinebakteria, stafilokokus dan
streptokokus. Dalam hulu kerongkongan hidung, dapat juga dijumpai
bakteri

Branhamella catarrhalis (suatu

kokus

gram

negatif)

dan

Haemophilus influenzae (suatu batang gram negatif). Pemusnahan flora
normal faring dengan penisilin dosis tinggi dapat menyebabkan over
growth, bakteria negatif Gram seperti Escherichia coli, Klebsiella,
Proteus, Pseudomonas atau jamur (Agus, 2002)
c. Mulut
Kelembapan yang tinggi adanya makanan terlarut secara konstan
dan juga partikel-partikel kecil makanan membuat mulut merupakan
lingkungan ideal bagi pertumbuhan bakteri. Mikrobiota mulut atau rongga
mulut sangat beragam banyak bergantung pada kesehatan pribadi masingmasing individu (Irianto, 2006).
12

Pada waktu lahir, rongga mulut pada hakikatnya merupakan suatu
inkubator yang steril, hangat, dan lembap yang mengandung berbagai
substansi nutrisi. Air liur terdiri dari air, asam amino, protein, lipid,
karbohidrat dan senyawa-senyawa organik. Jadi, air liur merupakan
medium yang kaya serta kompleks yang dapat dipergunakan sebagai
sumber nutrien bagi mikroba pada berbagai situs di dalam mulut. Air liur
itu sendiri pada umumnya mengandung jasad-jasad renik transien artinya
hanya singgah sebentar yang datang dari situs-situs lain rongga mulut,
terutama dari permukaan lidah bagian atas (Irianto, 2006).
Beberapa jam sesudah lahir, terdapat peningkatan mikroorganisme
sedemikian sehingga didalam waktu beberapa hari spesies bakteri yang
khas menjadi mantap. Jasad-jasad renik ini tergolong kedalam genus
Streptococcus, Neisseria, Veillonella, Actinomyces dan Lactobacillus.
Jumlah dan macam spesies ada hubungannya dengan nutrisi bayi serta
hubungan antara bayi tersebut dengan ibunya, pengasuhnya dan bendabenda seperti handuk dan botol-botol susunya. Spesies satu-satunya selalu
diperoleh dari rongga mulut bahkan sedini hari, kedua setelah lahir
ialah Streptococcus salivarius bakteri ini mempunyai afinitas terhadap
jaringan epitel dan karena itu terdapat jumlah besar pada permukaan lidah.
Sampai munculnya gigi, kebanyakan mikroorganisme di dalam mulut
adalah aerob dan anaerob fakultatif. Ketika gigi pertama muncul, anaerob
obligat seperti bakteriodes dan bakteri fusiform (Fusobacterium sp).
Menjadi lebih jelas karena jaringan disekitar gigi menyediakan
lingkungan anaerobik (Irianto, 2006).
Gigi itu sendiri merupakan tempat bagi menempel. Ada dua spesies
bakteri yang dijumpai bersaosiasi dengan permukaan gigi Streptococcus
sanguis dan Streptococcus mutans yang disebutkan terakhir ini diduga
merupakan unsur etiologis (penyebab) utama kerusakan gigi, atau
pembusukkan gigi. Tertahannya kedua spesies ini pada permukaan gigi
merupakan akibat sifat adhesif baik dari glikoprotein liur maupun
polisakarida bakteri. Sifat menempel ini sangat penting bagi kolonisasi

13

bakteri di dalam mulut. Glikoprotein liur mampu menyatukan bakteribakteri tertentu dan mengikatkan mereka pada permukaan gigi.
Baik Streptococcus sanguis maupun Streptococcus mutans menghasilkan
polisakarida ekstraseluler yang disebut dekstran yang bekerja seperti
perekat, mengikat sel-sel bakteri menjadi satu dan melekatkan mereka
pada permukaan gigi. Tertahannya bakteri dapat juga terjadi karena
terperangkapnya secara mekanis didalam cela-cela gusi atau di dalam
lubang dan peletakan gigi. Agregasi bakteri semacam itu serta bahan
organik pada permukaan gigi disebut plak (plaque). Air liur terus menerus
dihasilkan dan ditelan dan oleh sebab itu bekerja sebagai pembersih
(Raharja, 2010)
Sekali gigi keluar, maka mikrobiota pada bayi secara umum
nampak serupa seperti yang ada pada orang dewasa. Kemudian, karena
alasan-alasan yang belum begitu dipahami sekarang ini, tetapi mungkin
merupakan akibat perubahan hormonal, spiroket mulut dan Bacteroides
melaninogenicus membentuk koloni dicelah-celah gusi pada masa akhil
balig (Irianto, 2006).
Menurut (Sofa, 2008) adanya flora normal dalam saluran cerna akan
memberikan keuntungan bagi hospesnya :
1) menghambat pertumbuhan atau menimbulkan resistensi terhadap
bakteri pathogen.
2) menghasilkan vitamin B kompleks dan vitamin.
3) konversi pigmen empedu dan asam empedu.
4) absorbsi zat makanan
Contohnya : B. fragilis, C. perfringens.
d. Orofaring
Orofaring (bagian faring yang terletak di bawah palatum mole di
atas os hiedeus) juga dihuni sejumlah besar bakteri Staphylococcus
aureus dan

Staphylococcus

epidermidis dan

juga difteroid. Tetapi

kelompok bakteri terpenting yang merupakan penghuni asli orofaring
ialah streptokokus α-hemolitik, yang juga dinamakan Streptococcus

14

viridans biakan

yang

ditumbuhkan

dari

orofaring

juga

akan

memperlihatkan adanya Branhamella catarhalis, spesies Haemophilus,
serta galur-galur Pneumokokus avirulen Syeptococcus pneumonia
(Irianto, 2006).

Gambar 4. Penyebaran Mikrobiota Normal Tubuh Manusia
Sumber: (Irianto, 2006).
e.

Perut
Isi perut yang sehat pada umumnya steril karena adanya asam
hidroklorat di dalam sekresi lambung. Setelah ditelannya makanan,
jumlah bakteri bertambah tetapi segera menurun kembali dengan
disekresinya getah lambung dan pH zat alir perut pun menurun (Irianto,
2006).
Isi perut yang sehat pada praktisnya steril karena adanya asam
hidroklorat di dalam sekresi lambung. Setelah ditelannya makanan,
jumlah bakteri bertambah tetapi segera menurun kembali dengan
disekresikannya getah lambung dan pH zat alir perut pun menurun (Agus
M, 2002).

f.

Usus Kecil
Usus kecil bagian atas usus dua belas jari mengandung beberapa
bakteri. Diantara yang ada, sebagian besar adalah kokus dan basilus Gram
positif. Di dalam jejunum atau usus halus kosong (bagian kedua usus
kecil, diantara usus dua belas jari dan ileum atau usus halus gelung)
kadang kala dijumpai spesies-spesies enterekokus, laktobasilus, dan

15

difteroid. Khamir Candida albicans dapat juga dijumpai pada bagian usus
kecil. Pada bagian usus kecil yang jauh (ileum), mikrobiota mulai
menyerupai yang dijumpai pada usus besar. Bakteri anaerobik dan
enterobakteri mulai nampak dalam jumlah besar (Irianto, 2006).
g.

Usus Besar
Didalam tubuh manusia, kolon atau usus besar, mengandung
populasi mikroba yang terbanyak. Telah diperkirakan bahwa jumlah
mikroorganisme di dalam spesimen tinja ialah kira-kira 1012 organisme
per gram. (Lima puluh atau enam puluh persen dari berat kering bahan
tinja dapat terdiri dari bakteri dan mikroorganisme lain). Telah pula
dihitung bahwa seorang dewasa mengekskresikan 3 x 1013 bakteri setiap
harinya didalam tinja, kebanyakan dari sel-sel tersebut tidak hidup
(Irianto, 2006).
Ada kira-kira 300 kali lebih banyak bakteri anaerobik dari pada
bakteri anaerobik fakultatif (Seperti Escherichia coli) di dalam usus besar.
Basilus

Gram

negatif

anaerobik

yang

ada

meliputi

spesies-

spesies Bacteroides (Bacteroides fragilis, Bacteroides melaninogenicus,
Bacteroides oralis) dan Fusobacteriu. Basilus Gram positif diwakili oleh
spesies-spesies Clostridium (termasuk Clostridium

perfringens) yang

mempunyai kaitan dengan kelemayuh, suatu inveksi jaringan disertai
gelembung

gas

dan

keluarnya

nanah)

serta

spesies-spesies

Lactobacillus. Spesies-spesies anaerobik fakultatif yang dijumpai di
dalam

usus

tergolong

dalam

Klebsiella, dan Enterobacter.

genus

Escherichia,

Peptostreptokokus

Proteus,

(Streptokokus

anaerobik) juga umum, Khamir Candida albicans juga dijumpai. Harus
juga diperhatikan bahwa pada diare, sebagai akibat pergerakan isi perut
yang cepat, maka mikrobiota usus mengalami perubahan yang besar.
Perubahan mikrobiota ini juga terjadi pada orang-orang yang menerima
pengobatan

antibiotic,

sayangnya,

organisme

tergantikan oleh yang resisten (Irianto, 2006).
h.

Saluran Kemih Kelamin

16

yang

rentan

dapat

Pada orang sehat, ginjal, ureter (saluran dari ginjal ke kandung
kemih), dan kandung kemih bebas dari mikroorganisme, namun bakteri
pada umumnya dijumpai pada uretra (saluran dari kandung kemih ke luar)
bagian bawah baik pada pria maupun wanita. Tetapi jumlahnya berkurang
di dekat kandung kemih agaknya disebabkan oleh efek antibakterial yang
dilancarkan oleh selaput lendir uretra dan seringnya epitelium terbilas
oleh air seni. Ciri populasi ini berubah menurut variasi daur haid.
Penghuni utama vagina dewasa ialah laktobasilus yang toleran terhadap
asam. Bakteri ini mengubah glikogen yang dihasilkan oleh epitelium
vagina, dan didalam proses tersebut menghasilkan asam. Penumpukan
glikogen pada dinding vagina disebabkan oleh kegiatan indung telur; hal
ini tidak dijumpai sebelum masa akil balig ataupun setelah menopause
(berhenti haid). Sebagai akibat perombakan glikogen, maka pH di dalam
vagina terpelihara pada sekitar 4,4–4,6. Mikroorganisme yang mampu
berbiak pada pH rendah ini dijumpai di dalam vagina dan mencakup
enterokokus, Candida albicans, dan sejumlah besar bakteri anaerobik
(Irianto, 2006)
i.

Mata (Konjungtiva) dan Telinga
Mikroorganisme

konjungtiva

terutama

adalah

difteroid

(Coynebacterium xerosis), S.Epidermidis dan Streptokukus non hemolitik.
Neiseria dan basil gram negatif yang menyerupai spesies Haemophilus
(Moraxella) seringkali juga ada. Flora konjungtiva dalam keadaan normal
dikendalikan oleh aliran air mata, yang mengandung lisozim. Flora liang
telinga luar biasanya merupakan gambaran flora kulit. Dapat dijumpai
Streptococcus pneumonia, batang gram negatif termasuk Pseudomonas
aeruginosa, Staphylococcus aureus dan kadang-kadang Mycobacterias
aprofit. Telinga bagian tengah dan dalam biasanya steril (Kamaruddin,
2012).
j.

Bakteri di Darah dan jaringan
Pada keadaan normal darah dan jaringan adalah steril. Kadangkadang karena manipulasi sederhana seperti mengunyah, menyikat gigi,

17

ekstraksi gigi, flora komensal dari mulut dapat masuk ke jaringan atau
darah.

Dalam

keadaan

normal

mikroorganisme

tersebut

segera

dimusnahkan oleh sistem kekebalan tubuh. Hal seperti itu dapat terjadi
pula dengan flora faring, saluran cerna dan saluran kemih. Pada keadaan
abnormal seperti adanya katup jantung abnormal, atau protesa lain,
bakteremia di atas dapat mengarah pada pembentukan koloni dan infeksi
(Staf pengajar Universitas Indonesia, 1998).
2.6 Interaksi Inang-Parasit
a. Patogenisitas, virulensi, dan infeksi
Patogenesitas ialah kemampuan

organisme

untuk

untuk

menimbulkan penyakit. Bila mikroorganisme menyerang inang yaitu bila
mereka memasuki jaringan tubuh dan berkembang biak disitu, maka
terjadilah infeksi. Respons inang terhadap infeksi ialah terganggunya
fungsi tubuh, ini disebut penyakit. Jadi pathogen ialah mikroorganisme
atau makroorganisme mana saja yang mampu menimbulkan penyakit.
Cacing trichinella menyebabkan trikinosis, suatu penyakit parasitic yang
menyerang jaringan otot, dan merupakan pathogen.
Kemampuan mikroorganisme patogenik untuk menyebabkan
infeksi (patogenesitasnya) dipengaruhi tidak hanya oleh kemampuan
inang untuk menahan infeksi. Namun derajat kemampuan suatu mikrobe
untuk menyebabkan infeksi disebut virulensi. Jadi sifat mikrobe yang
meningkatkan patogenisitas mikroorganisme disebut faktor virulensi.
Apabila satu mikrobe lebih mampu menimbulkan suatu penyakit, maka
dikatakan microbe tersebut lebih virulen dari pada yang lain. Faktor–faktor
virulensi beberapa pathogen telah diketahui. Sebagai contoh, sel–sel
streptococcus

pheumoniae

yang

berkapsul

lebih

virulen

dalam

menimbulkan pneumonia 1 daripada yang tidak memiliki kapsul, galur–
galur virulen corynebacterium diphtheriae menghasilkan toksin yang
menyebabkan difteri. Namun, bagi kebanyakan pathogen, faktor–faktor
virulensinya belum diketahui dengan sedemikian tepatnya.

18

Untuk dapat menimbulkan penyakit menular, suatu patogen harus
dapat mencapai hal–hal berikut :
1) Harus dapat memasuki inang
2) Harus dapat bermetabolisme dan berkembang biak di dalam jaringan
inang
3) Harus dapat menahan pertahanan tubuh inang
4) Harus dapat merusak inang (Pelczar dan Chan, 2005).
b. Faktor- faktor virulensi microbe
1) Toksin
Beberapa mikroorganisme menghasilkan zat beracun yang dikenal
sebagai

toksin.

Kemampuan

suatu

mikroorganisme

untuk

menghasilkan suatu toksin yang mempunyai efek buruk terhadap
inang dan kemampuan toksin tersebut merupakan faktor penting di
dalam kemampuan organisme tersebut untuk menyebabkan penyakit.
Banyak bakteri belum teramati menghasilkan toksin.Hal ini mungkin
disebabkan karena tidak adanya metode untuk mempertunjukkan
adanya beberapa jenis toksin atau karena kegagalan untuk cukup
memahami masalahnya. Toksin yang dihasilkan mikroorganisme
mungkin diekskresikan ke medium di sekitarnya (eksotoksin) atau
disimpan didalam selnya (endotoksin) sebagai bagian dari sel tersebut.
a) Eksotoksin
Eksotoksin dapat berdifusi dan diekskresikan dari sel
mikrobe yang menghasilkan ke dalam medium biakan atau
kedalam sistem peredaran dan jaringan inang. Eksotoksin adalah
protein.Toksisitasnya akan hilang bila dipanaskan atau diberi
perlakuan dengan zat kimia. Fenol formal dehide, β-propiolakton,
dan berbagai asam dapat memodifikasi eksotoksin secara kimiawi
sehingga toksisitasnya lenyap, dalam hal demikian maka disebut
toksoid.
b) Endotoksin
Banyak mikroorganisme, terutama bakteri gram negative,
tidak mengeksresikan toksin terlarut dari sel yang utuh lagi hidup,
tetapi menghasilkan endotoksin, yang dilepaskan hanya bila
selnya hancur (Pelczar dan Chan, 2005).
Berikut ini beberapa ciri eksotoksin dan endotoksin:

19

Ciri
Sumber bacterial

Eksotoksin
Terutama

Endotoksin
Dilepaskan

diekskresikan

oleh dinding sel bakteri

bakteri gram positif

dibuat tindak aktif
pada

Imunologi

gram negatif yang

mengalami lisis
lipopolisakaride
mudah Tahan di autoklaf

Sifat kimiawi
Protein
Toleransi terhadap Dengan
panas

dari

60-100o C

selama 30 menit
Dapat diubah

Tidak dapat

menjadi toksoid dan

membentuk

dapat dengan

toksoid ,netralisasi

mudah dinetralkan

dengan antitoksin

oleh antitoksin

tidak mungkin
ataupun kalau
mungkin akan

Efek biologis

Spesifik

sangatlah sulit
bagi Berbagai efek ,

macam

tertentu tetapi kebanyakan

fungsi sel

berupa gejala
renjatan acak
(“generalized
shock”) atau

Dosis letal

Sangat sedikit

hipersensivitas
Jauh lebih banyak
dibandingkan
dengan aksotoksin

2) Enzim ekstraselular
Berikut ini beberapa enzim ekstaselular yang turut menentukan
virulensi microbe:

20

Enzim
Hilalurodinase

Kerjanya

Contoh

yang

Menghasilkan Enzim
asam Stafilokokus, Stertokokus

Merombak
hialuronat

Bakteri

(suatu dan klostridia

Koagulase

komponen jaringan)
Menggumpalkan

Hemolisin

plasma
Melisis sel–sel darah Stafilokokus, steptokokus,

Lestinase

merah
dan klostridia
Menghancurkan sel- Clostridium perfringens

Staphylococcus aureus

sel darah merah dan
Kolagenase

sel jaringan lain
Menguraikan

Cl. perfringens

kolagen (suatu serat
Leukosidin

jaringan)
Membunuh leukosit

Staphylococcus aureus

a) Hialuronidase
Membantu pathogen menembus jaringan inang dengan cara
menghidrolisis asam hiarulonat, yaitu “semen jaringan” esensial
yang membantu merekatkan sel-sel hidup menjadi satu.
b) Lesitinase
Lesitinase ialah suatu enzim yang menghancurkan berbagai
sel jaringan dan terutama aktif melisis sel-sel darah merah.
c) Kolagenase
Menghancurkan kolagen, yaitu serabut jaringan yang dijumpai
pada otot, tulang serta tulang rawan, dan membentuk semacam
jalan tempat-tempat terletaknya sel-sel jaringan itu.
d) Koagulase
Beberapa stafilokokus virulen menghasilkan suatu enzim yang
biasa disebut koagulase, enzim ini bekerja bersama-sama dengan

21

suatu activator, di dalam plasma untuk mengubah fibrinogen
menjadi fibrin.
e) Leukosidin
Leukosidin ialah suatu enzim yang dihasilkan beberapa
stafolokokus dan strepkokus.
f) Hemolisin
Hemosilin ialah substansi yang melisis sel-sel darah merah,
membebaskan hemoglobinnya (Pelczar dan Chan, 2005).
c. Faktor-faktor selain virulensi yang mempengaruhi jaringan infeksi
1) Afinitas jaringan
Beberapa protozoa seperti parasit malaria, dapat menghancurkan
eritrosit, namun demikian pada stadia tertentu didalam daur hidupnya
parasit tersebut tumbuh didalam sel-sel darah merah manusia. Pada
stadia lain, parasit yang sama mempunyai afinitas terhadap jaringan
nyamuk, didalamnya ia berkembang tanpa menyebabkan penyakit
yang jelas dan dari satu parasit tersebut dapat dipindah sebarkan
melalui gigitan kepada manusia. Hewan-hewan lain, terutama
serangga berlaku sebagai penyebar banyak penyakit karena adanya
afinitas jaringan semacam itu.
Jadi kini telah diketahui bahwa beberapa mikroorganisme
mempunyai afinitas tertentu terhadap sel dan jaringan tertentu, yang
dapat dirusak dan dihancurkannya. Diganggunya proses normal suatu
sel atau jaringan mempengaruhi organisme secara keseluruhan, maka
penyakitpun timbul. Bagi beberapa pathogen, kita ketahui alasan
mengaopa terdapat afinitas jaringan. Sebagai contoh, bakteri brusela
menyebabkan bruselois (mengakibatkan keguguran) pada hewan
ternak, kambing, biri-biri, dan babi. Plasenta (tembumi atau ari-ari)
hewan-hewan ini mengandung gula eritriol yang dibutuhkan oleh
bakteri brusela tersebut untuk pertumbuhannya yang lebih baik.
2) Gerbang masuk
Pathogen tidak hanya harus memesuki tubuh dalam jumlah yang
cukup banyak untuk menimbulkan penyakit, tetapi banyak di antara

22

mereka harus masuk melalui rute tertentu yang di sebut gerbang
masuk ini berbeda–beda bagi berbagai organisme, bergantung kepada
kemampuannya untuk menyerang organ atau bagian tertentu tubuh.
Saluran pencernaan merupakan gerbang masuk bagi organismeorganisme tifoid, disentri, dan kolera, kesemuanya ini mampu
menahan kerja enzim di dalam air liur serta cairan pencernaan lainya
dan mengatasi kemasaman alamiah perut. Beberapa mikroorganisme
mempunyai afinitas khusus terhadap saluran pernafasan dan dapat
menyebabkan infeksi pada bronki (cabang tenggorok ) dan paru-paru,
organisme tuberkolosis dan difteri masuk melalui gerbang ini. untuk
menyebabkan

pneumonia

lobar,

terlepas

dari

virulensinya

pneumokokus harus memasuki paru-paru melalui saluran pernafasan.
3) Pemindahan sebaran
Terlepas dari tngkat virulensi suatu organisme-organisme tersebut
tidak dapat menimbulkan penyakit pada sejumlah orang atau
menyebabkan epidemi, kecuali bila ia dapat menemukan inang-inang
yang rentan untuk di infeksi.suatu pathogen yang sangat virulen
membawa kehancuran bagi dirinya sendiri bila membunuh inang yang
menghidupinya atau dengan cara merangsang resistensi kekebalan
inang yang menghancurkanya karena alasan inilah maka semua
epidemic sifatnya membatasi diri yaitu inang yang resistensinya
rendah menjadi lenyap dan anggota-anggota populasi yang sangat
resisten serta kebal akan bertahan hidup.
Penyebaran atau penularan bergantung pada 2 faktor penting :
lepasnya pathogen dari inangnya dan masuknya pathogen itu kedalam
inang yang rentan.biila ada jarak waktu diantara 2 kejadian tersebut,
maka organisme tersebut harus dapat bertahan hidup di suatu
lingkungan yang kurang menguntungkan (Pelczar dan Chan, 2005).
2.7 Antigen dan Antibodi
a. Antigen

23

Antigen ialah suatu substansi yang bila memasuki inang vertebrata,
menimbulkan respon kekebalan yang membawa kepada terbentuknya
kekebalan dapatan. Respons kekebalan ini mengakibatkan pembentukan
antibody spesifik yang beredar didalam aliran darah (imunitas humoral)
atau merangsang peningkatan jumlah sel-sel reaktif khusus yang disebut
limfosit (imunitas yang diperantarai sel atau “cell-mediated immunity”)
atau keduanya. Limfosit ini telah memperoleh kemampuan yang lebih
tinggi untuk menghancurkan atau menteralkan mikroorganisme penyerang
ataupun toksinnya. Ini merupakan jalur utama pertahanan internal tubuh
terhadap microbe patogenik.
b. Sifat-sifat antigen
Pada umumnya makin asing komposisi kimiawi dan stuktur
antigen terhadap individu yang diimunisasi maka makin efektif antigen
tersebut dalam merangsang suatu respons kekebalan.
Hanya ada dua kelompok senyawa yang dijumpai secara alamiah
yang jelas bersifat imunogenik, artinya mempunyai kemampuan untuk
merangsang respons kekebalan. Senyawa yang dimaksud ialah protein dan
polisakaride. Protein pada umumnya lebih efektif dalam merangsang
pembentukan antibody dibandingkan dengan polisakaride. Namun,
polisakaride kompleks berukuran besar, seperti polisakride kompleks
berukuran besar, seperti polisakaride pada kapsul pneumokokus,
merupakan antigen yang baik karena menimbulkan reaksi kekebalan yang
kuat. Oligosakaride, lipid, dan asam-asam nukleat tidak merangsang
pembentukan antibody bila berdiri, tetapi dapat melakukannya bila
bergabung dengan protein. Mereka ini disebut hapten, yaitu substansi yang
bila berdiri sendiri tidak bersifat antigenic, tetapi bila digabungkan eraterat kepada molekul pembawa seperti protein, dapat berfungsi sebagai
gugusan antigenic yang mengarahkan spessifisitas respons kekebalan.
Sekali terbentuk, hapten akan bergabung dengan antibody yang spesifik.
Antigen dapat berupa substansi yang dapat larut seperti toksin
bakteri atau protein serum (bagian zat alir dari darah terkoagulasi).
Antigen partikulat, seperti sel bakteri atau virion. Antigen partikukat

24

biasanya lebih ampuh dari pada antigen yang dapat larut (Baratawidjaja,
2010)
Tanpa pengecualian, antigen adalah substansi yang mempunyai
berat molekul tinggi. Suatu senyawa dengan berat molekul tinggi. Suatu
senyawa dengan berat molekul kurang dari 6.000 dalton jarang sekali
dapat bekerja sendiri sebagai antigen. Kebanyakan antigen memiliki berat
molekul 10.000 dalton atau lebih.
c. Determinan antigenic
Virus, bakteri, atau sel tubuh, yang bekerja sebagai antigen,
mempunyai sejumlah situs reaktif atau determinan antigenik.
d. Ajuvan
Ajuvan ialah substansi yang bila disuntikkan bersama-sama dengan
antigen akan menambah produksi antibody. Berbagai macam substansi
dengan komposisi kimiawi yang berbeda-beda telah dijumpai memiliki
efek ajuvan. Substansi semacam itu meliputi alum dan garam-garam
aluminium lainnya, atrium alginate, endotoksin bakteri, dan suspense airdalam-minyak dengan atau tanpa mikobakteri yang telah dimatikan.
Sebagai contoh, ajuvan freund adalah yang paling banyak dipelajari serta
paling banyak digunakan dalam percobaan. Ajuvan freund terdiri dari
minyak mineral, zat pengemulsi dan bacillus tuberculosis yang telah
dimatikan.
e. Antibodi
Antibodi telah di definisikan sebagai suatu subtansi khusus yang di
bentuk oleh tubuh yang di respons terhadap stimulasi antigenetik. Semua
molekul antibody termasuk kedalam kelas khusus protein serum yang di
sebut globulin, meskipun tidak semua globulin serum merupakan antibody.
Jadi antibody di sebut juga iminoglobulin (di singkat sebagai ig).
f. Kelas kelas imonoglobulin (anti bodi)
Ada lima kelas iminoglobulin: immunoglobulin G (igG),
immunoglobulin M (igM), immunoglobulin A (igA), immonoglobulin D
(igD) dan immunoglobulin E (igE). Semuanya terdiri dari unit structural
yang sama atau unit monomerik, yaitu terbuat dari dua rantai polipeptida
ringan dan dua rantai polipeptida berat. Berikut merupakan ciri-ciri
biologis berbagai kelas immunoglobulin manusia.

25

26

2.8 Resistensi dan Kekebalan Inang
Parasit menggunakan berbagai cara untuk menimbulkan infeksi inang
memiliki sejumlah mekanisme pertahanan diri untuk mencegah infeksi.
a. Resistensi alamiah :
1. Resistensi spesies
Resistensi atau kerentanan terhadap infeksi oleh suatu patogen
tertentu dapat berbeda–beda dari satu spesies hewan ke yang lain.
Sebagai contoh, manusia pada umumnya rentan terhadap infeksi oleh
gonokokus yang menyebabkan penyakit yang ditularkam secara
seksual (venerik) .
2. Resistensi rasial
Resistensi terhadap malaria ( disebabkan oleh Plasmodium vivax )
pada hampir semua orang negro Afrika dan pada 70 % orang negro
yang ada di Amerika. Kebanyakan orang kulit putih rentan terhadap
parasit ini. Resistensi terhadap organisme ini disebabkan oleh tidak
hanya reseptor spesifik pada sel – sel darah merah inang yang resisten ;
parasit itu harus terikat pada reseptor ini untuk mencegah penyakit .
3. Resistensi perorangan
Beberapa faktor yang jelas berkaitan dengan resitensi perorangan
ialah usia, keadaan gizi, keberhasilan pribadi, kesehatan, seks, dan
pekerjaan.
4. Rintangan mekanis dan kimiawi resistensi
Rintangan mekanis meliputi kulit, dan selaput lendir yang utuh
(tidak

sobek)

yang

pada

umumnya

mencegah

masuknya

mikroorganisme. Namun, cendawan tertentu dapat dengan mudah
menimbulkan infeksi kulit bila kulit lembab dan lunak .
5. Peradangan
Bila mikrobe atau bahan asing lain telah menembus ke dalam atau
melintasi permukaan epitel, mereka menyebabkan timbulnya suatu
proses rumit yang disebut peradangan di sekitar situs keluar masuknya.

27

6. Fagositosis
Proses fagositosis mensyaratkan melekatnya mikrobia terlebih
dahulu kepada sel fagositik . Sel fagositik mempunyai afinitas khusus
terhadap mikroorganisme yang terbungkus antibodi. Bila pada
permukaan mikrobe juga terdapat komplemen, maka terdapat reseptor–
reseptor komplemen pada sel fagositik yang menyediakan tenaga
pelekatan tambahan.
b. Imunitas Khusus Dapatan
Telah mengenai respons kekebalan, yaitu imunologi, mula-mula
berkembang sejajar dengan mikrobiologi karena berkenaan dengan
pembentukan resistensi inang terhadap penyakit menular. Pada masa kini
resistensi atau kekebalan semacam itu hanyalah merupakan aspek
imunologi.

Telah

di

perlihatkan

bahwa

bermacam-macam

efek

patosiologis telah tibul dari respons kekebalan terhadap antigen-antigen
yang tidak beracun dan tidak menular.Contoh-contoh antigen ini ialah
tepung sari, zat-zat kimiawi tertentu dan sel-sel darah merah.Sistem
kekebalan juga terlibat didalam banyak penyakit termasuk kanker, rematik,
dan kelainan-kelainan karena kemunduran akibat menjadi tua.Karena itu
imunologi menyinggung banyak aspek kedokteran modern. (Gambar 25-7)
memperlihatkan fungsi utama sistem kekebalan juga sebagaimana
diperlihatkan pada gambar tersebut, disamping pertahanan tubuh terhadap
penyebab infeksi, sistem kekebalan juga mendorong berlangsungnya
homeostasis

dan

melaksanakan

pengawasan.

Homeostasis

ialah

pemeliharan kondisi yang normal, sumbangan sistem kekebalan terhadap
proses ini ialah menyingkirkan unsur-unsur selular yang rusak dan juga
memelihara toleransi diri imunologis. Bila mekanisme toleransi diri
imunologis menjadi rusak, maka dapat terjadi berbagai macam status
penyakit. Artritis rematoid dan anemia hemolitik (kekurangan sel-sel darah
merah) merupakan contoh-contoh penyakit autoimun. Pengawasan oleh
sistem kekebalan meliputi dikenalinya dan disingkirkannya sel-sel kanker
untuk mencegah supaya tidak menjadi ganas.

28

2.9 Penerapan Diagnostik Reaksi Antigen-Antibodi
Antibodi tidak dapat dilihat dengan mata bugil tetapi adanya antibodi
diketahui melalui hal – hal yang dilakukanya . Imunitas humoral dapat diamati
pada hewan laboratorium dengan cara menentukan besarnya jumlah
mikroorganisme yang perlu ditambahkan untuk timbulnya suatu infeksi pada
hewan yang diimunisasi dan membandingkan dengan jumlah yang diperlukan
untuk menimbulkan infeksi pada hewan yang tidak diimunisasi .
Kegunaan reaksi antigen-antibody terapan : Uji serologis yang terpenting
dan digunakan paling luas mencangkup reaksi-reaksi aglutinasi, presipitasi
dan fiksasi komplemen .
a. Uji aglutinasi
Uji aglutinasi merupakan salah satu uji serologi yang digunakan
untuk mendiagnosa suatu penyakit. Uji aglutinasi ini dapat dilakukan
dengan menambahkan antibodi yang homolog pada antigen yang
dapat berupa sel ataupun partikel lateks yang telah diserapi antigen
yang dapat larut. Penambahan antibodi pada pertikel lateks ini dapat
menyebabkan terjadinya proses aglutinasi atau penggumpalan,
sehingga menyebabkan terbentuknya agregat sel-sel yang kasat mata.
Proses penggumpalan ini disebabkan karena antibodi berlaku sebagai

29

jembatan untuk membentuk jaringan kisi-kisi antibodi dan antigen
partikulat sehingga membentuk gumpalan.
Uji aglutinasi ini tidak hanya dapat digunakan untuk diagnosis
penyakit menular tertentu yang reaksi aglutinasi antigen-antigennya
yang telah diketahui oleh serum penderita, tetapi juga dapat digunakan
untuk mengetahui mikroorganisme atau bakteri yang belum diketahui.
Hal ini dapat diketahui karena kemampuan spesifik serum yang telah
diketahui untuk menggumpalkan suspensi sel-sel yang yang belum
diketahui tersebut, sehingga mikroorganisme atau bakteri yang belum
diketahui

tersebut

dapat

diidentifikasi.

Uji aglutinasi terhadap bakteri dapat diklakukan dalam tabungtabung reaksi kecil atau sebuah kaca objek.Kebanyakan uji bakteri
dilakukan dengan pengenceran antiserum secara serial di dalam
tabung yang kedalamnya ditambahkan antigen dalan jumlah yang
konstan. Setelah diinkubasi, pengamatan dapat dilakukan secara
visual, kemudian ditentukan titernya. Titer antiserum adalah suatu
nilai nisbi dan berbanding terbalik dengan pengenceran tertinggi yang
memiliki gumpalan sel dan antibodi. Titer yang lebih tinggi
menunjukkan adanya konsentrasi antibodi yang lebih tinggi pula.
b. Uji presipitin
Pada uji presipitin terjadi reaksi antara satu antigen yang dapat
larut dengan antibodi homolognya. Reaksi ini berlangsung dengan
poembentukan presipitat (endapan) kasat mata pada batas permukaan
reaktan-reaktan bersangkutan. Reaksi semacam itu biasanya dilakukan
dengan menggunakan antibodi (antiserum) dengan jumlah konstan
dan antigen dengan berbagai pengenceran. Dengan mengingat bahwa
konsentrasi antibodi itu konstan, maka dapat kita lihat bahwa hanya
terbentuk sejumlah kecil presipitat bila antibodinya berlebihan.
Dengan ditambahnya konsentrasi antigen, maka jumlah presipitat
meningkat dan mencapai maksimum bila perbandingan antara antigen
dan antibodinya optimum.Sesudah zone ini, dengan bertambahnya
konsentrasi antigen, maka jumlah presipitat menurun lagi. Jadi ada

30

tiga zone reaksi antigen-antibodi pada uji presipitin : zone kelebihan
antibodi,

zone

setara,

dan

zone

kelebihan

antigen.

Pada zone kelebihan antibodi, semua antigen telah bereaksi dengan
antibodi dan telah diendapkan (tidak ada antigen bebas di dalam
supernatan). Sebaliknya di dalam zone kelebihan antigen, semua
antibodi telah bereaksi dengan antigen (tidak ada antibodi di dalam
supernatan), tetapi kompleks yang terbentuk tetap dapat larut karena
banyaknya kelebihan antigen mengikat antibodi menjadi kompleks
yang berukuran kecil yang tidak terikat saling membentuk agregat
besar yang kasat mata.di dalam zone setara terjadi presipitasi
antigendan antibodi secara maksimum (tidak terdapat antigen bebas
maupun antibodi bebas di dalam supernatan) karena keduanya
terdapat dalam proporsi optimum sehingga dapat membentuk kisi-kisi
antigen dan antibodi yang menjadi kasat mata dan tidak dapat larut.
Karena alasan ini, maka uji presipitin akan paling bermanfaat bila
memungkinkan reaktan berdifusi sampai konsentrasi optimumnya
tercapai.
1. Uji cincin
Uji cincin adalah uji presipitin yang paling sederhana.
Kedalam sebuah tabung bermulut kecil diletakkan larutan antigen
diatas larutan serum yang mengandung antibodi. Kedua larutan
tersebut akan berdifusi sampai keduanya mencapai konsentrasi
optimum untuk terjadinya presipitasi, pada titik tersebut
munculah suatu zona rapat atau cincin endapan diantara kedua
larutan tersebut.
2. Metode difusi agar
Ketepatan yang lebih tinggi dan pemisahan komponen di
dalam campuran antigen dan antibodi dapat diperoleh dengan cara
membiarkan reaktan-reaktan tersebut berdifusi bersama-sama
dalam di dalam suatu gel agar.
3. Radioimunoasai
Suatu teknik mikro dengan kepekaan tinggi untuk
menentukan jumlah antigen yang amat sedikit.

31

c. Uji Fiksasi Komplemen
Uji fiksasi (penambatan) komplemen didasarkan pada adanya
antibodi penambatan komplemen di dalam serum. Adanya komplemen
menyebabkan antibodi ini melisis sel-sel. Tujuan uji fiksasi
komplemen adalah untuk menentukan ada atau tidaknya antibodi
spesifik di dalam serum. Uji ini terdiri dari dua sistemyaitu sebagai
berikut:
1. Sistem penambatan komplemen
Dalam sistem ini serum, suspense bakteri (antigen lain),
dan komplemen dicampurkan. Bila antigen dan antibodi dari
dalam serum itu bergabung, maka komplemen itu dinyatakan
tertambat.
2. Sistem indikator hemolitik
Antibody hemolitik (hemolisin) dibuat dengan cara
mengimunisasi kelinci dengan sel-sel darah merah biri-biri.
Serum dari kelinci yang sudah diimunisasi dengan sel biri-biri ini
dicampur dengan sel-sel darah merah biri-biri. Bila komplemen
tertambat digunakan di dalam reaksi antibodi uji dan atigen maka
tidak akan terjadi hemolisis. Oleh sebab itu, reaksi hemolitik
meninjukan uji negatif.Ini menunjukan bahwa semua reaktan
didalam uji fiksasi komplemen harus disesuaikan dengan tepat.
Uji fiksasi komplemen terutama bermanfaat bila kombinasi antara
antigen uji dan antibodi tidak menimbulkan reaksi kasat mata
seperti yang terjadi pada aglutinasi dan presipitasi. Uji fiksasi
komplemen ini banyak digunakan secara luas di dalam diagnosis
laboratories penyakit menular, termasuk penyakit yang disebutkan
oleh bakteri, virus, protozoa, dan cendawan. Salah satu penerapan
yang diketahui paling baik dari uji ini adalah uji Wasserman untuk
sifilis, meskipun uji ini telah diganti oleh uji-uji lain.

32

BAB III
PENUTUP
3.1

KESIMPULAN
Dalam makalah ini dapat disimpulkan :

33

a. Flora normal adalah kumpulan mikroorganisme yang secara alami
terdapat pada tubuh manusia normal dan sehat. Mikroorganisme yang
secara tetap terdapat pada permukaan tubuh bersifat komensal.
b. Awal mula tubuh manusia mulai ditempati oleh flora normal sejak
Mikroba

diperoleh

melalui

kontak

permukaan,

penelanan

atau

penghisapan. Mikrobe-mikrobe ini segera disertai oleh mikrobe-mikrobe
lain dari banyak sumber yang langsung berada di sekeliling bayi yang
baru lahir tersebut.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kehadiran f