Pengembangan Model Pembelajaran Kajian C

SIMPOSIUM NASIONAL PENELITIAN DAN INOVASI PENDIDIKAN 2009 JAKARTA 4-6 AGUSTUS 2009

PUSAT PENELTIIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI PENDIDIKAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL

Pengembangan Model Pembelajaran Kajian Cerpen Berciri Lokal Melalui Pendekatan Integratif Dalam Upaya Memberdayakan Pembelajaran Sastra Di SMA Jawa Timur

Dr. Ekarini Saraswati, M.Pd, Drs. Ajang Budiman, M.Hum Dra. Ribut Wahyu Erliyanti, M.Si, M.Pd

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi: 1) kegiatan belajar mengajar apresiasi sastra di SMA Jawa Timur, 2) sejumlah cerpen Indonesia mutakhir hasil seleksi peneliti dan praktisi yang sesuai dengan kapasitas mental siswa, yang berlatar budaya Jawa, dan yang dapat dikritisi dari segi budaya yang berhubungan dengan kebijakan pemerintah, 3) keefektifan model pembelajaran kajian cerpen dengan pendekatan integrative: Respons pembaca, inkuiri, kajian budaya, dan pedagogi kritik di SMA Jawa Timur.

Cerpen yang terpilih berjumlah 15 buah yang terdiri dari (1) Mbok Jah karya Umar Kayam, (2) Dinding Anak karya Danarto, (3) Pulang karya Ratna Indraswari Ibrahim, (4) Godlob karya Danarto, (5) Burung Bangau karya Ratna Indraswari Ibrahim, (6) Sukab dan Sepatu karya Seno Gumira Adjidarma, (7) Ibu karya Sumartono, (8) Keris karya Purnawan Tjondronegoro, (9) Komponis Tua karya B Sularto, (10) Keningnya Berkeringat karya Sl Supriyanto, (11) Air Mata Tua karya Motinggo Busye, (12) Teko Jepang karya Jasso Winarto, (13) Dilarang Mencintai Bunga -bunga karya Kuntowijoyo, (14) Hati Ibunda karya Bambang Indra Basuki dan Becaaak karya Marselli.

Materi cerpen dibuat buku ajar dan buku pedoman guru terbentuk berdasarkan uji pakar sastra, kebudayaan, pendidikan, bahasa dan ilustrasi. Berdasarkan hasil uji pakar tergambar adanya kesesuaian materi dengan tingkat mental siswa SMA baik dari segi isi, format, bahasa dan ilustrasi Selanjutnya dilakukan uji coba di lapangan dan menunjukkan adanya peningkatan pemahaman siswa terhadap cerpen Indonesia.

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KAJIAN CERPEN BERCIRI LOKAL MELALUI PENDEKATAN INTEGRATIF DALAM UPAYA MEMBERDAYAKAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA JAWA TIMUR

Oleh Dr. Ekarini Saraswati, M.Pd Drs. Ajang Budiman, M.Hum Dra. Ribut Wahyu Erliyanti, M.Si, M.Pd PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG MEI 2009

A. Permasalahan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Taufiq Ismail ( Suara Muhammadiyah , 2002 ) pengajaran sastra di SMA di Indonesia sudah lama tergusur ke pinggir oleh pengajaran tata bahasa dengan perbandingan 10-20% berbanding 90-80%. Begitu juga kewajiban membaca buku sastra terperosok dari 25 buku di Algemeene Middelbare Achool (AMS) Hindia Belanda tahun 1942, menjadi nol buku di SMA kini, yang sudah terjadi 60 tahun sejak 1943-2003. Jika siswa SMA di Amerika Serikat menghabiskan 32 judul buku selama tiga tahun, sementara di Jepang dan Swiss 15 buku, serta siswa SMA di negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Brunei Darussalam menamatkan membaca 5-7 judul buku sastra.

Berdasarkan evaluasi Depdiknas (2000) tentang pelaksanaan pembelajaran sastra selama ini diketahui bahwa terdapat beberapa kendala, yakni (1) Muatan sastra dalam kurikulum Bahasa Indonesia sangat sedikit; (2) EBTA/EBTANAS masih menitikberatkan pengetahuan faktual dan belum menjangkau apresiasi sastra; (3) Kurangnya kemampuan guru dalam memakai GBPP Bahasa Indonesia termasuk sastra; (4) Kurangnya pemahaman guru Bahasa Indonesia tentang kebermaknaan belajar sastra bagi siswa; (5) Kurangnya kemampuan guru bahasa (secara rata-rata) untuk menyajikan pembelajaran sastra yang menarik; (6) Kurangnya buku-buku sastra di perpustakaan sekolah .

Sejalan dengan itu berdasarkan gambaran hasil penelitian oleh Asri, Mahardi dan Suryatin (dalam Mulyana, 2000:8) menunjukkan adanya ketidakpuasan terhadap hasil pembelajaran sastra terlihat pada komponen sistem Proses Belajar Pembelajaran (PBM) sastra, kurangnya pengakraban pengajar dan siswa terhadap karya sastra dan kurangnya minat baca, pengetahuan kemampuan menelaah, dan pengalaman mengapresiasi karya sastra siswa.

Kondisi pembelajaran sastra yang memprihatinkan selama ini menjadikan siswa kurang memberikan respons positif terhadap karya sastra. Waktu yang dialokasikan secara terbatas menjadikan pembelajaran sastra kurang apresiatif terjebak dalam kegiatan yang membosankan karena hanya menghapal karya sastra dan nama-nama Kondisi pembelajaran sastra yang memprihatinkan selama ini menjadikan siswa kurang memberikan respons positif terhadap karya sastra. Waktu yang dialokasikan secara terbatas menjadikan pembelajaran sastra kurang apresiatif terjebak dalam kegiatan yang membosankan karena hanya menghapal karya sastra dan nama-nama

Upaya-upaya telah dilakukan oleh berbagai kalangan di antaranya upaya yang telah dilakukan oleh Taufik Ismail ( Suara Muhammadiyah , 2002) yang bekerjasama dengan Ford Fondation untuk melakukan beberapa program terobosan dalam meningkatkan kualitas guru, terutama mahasiswa calon guru dalam mengapresiasi karya

sastra. Upaya itu di antaranya: pertama, menerbitkan Kaki Langit, sisipan untuk anak SMA/SMK/MAN/SLTP di majalah Horison ; kedua, pelatihan MMAS (Membaca, Menulis dan Apresiasi Sastra); ketiga, SBSB (Sastrawan Bicara Siswa Bertanya); keempat, SBMM (Sastrawan Bicara Mahasiswa Membaca); kelima, LMKS (Lomba Mengulas Karya Sastra); LMCP (Lomba Menulis Cerita Pendek) untuk guru-guru; dan keenam SSSI (Sanggar Sastra Siswa Indonesia). Kegiatan tersebut berlangsung sejak Februari 1999 hingga Oktober 2002, program MMAS sudah berlangsung sebanyak 30 angkatan. Materi pelatihan yang disusun Horison dan dilaksanakan di pusat pendidikan dan pelatihan guru (PPPG) di 11 kota itu melibatkan sekitar 1.500 guru dari berbagai daerah di Tanah Air, kecuali guru-guru dari daerah konflik (Aceh, Papua, dan Maluku). Para guru dilatih oleh tenaga yang kompeten di bidangnya selama 6-7 hari, terutama tentang bagaimana meningkatkan minat siswa membaca dan kemampuan mengarang. Dalam forum itu mereka juga berkesempatan berdiskusi langsung dengan sejumlah sastrawan seputar karya-karya mereka. ( Kompas , ) Kegiatan ini diikuti 1500 guru seluruh tanah air. Adapun hasilnya berupa rekomendasi pelaksanaan pembelajaran sastra di SMA yang di antaranya pembelajaran sastra hendaknya bersifat aplikatif, berorientasi pada empat keterampilan berbahasa dan apresiasi sastra, buku sastra yang wajib dibaca siswa sebanyak 15 judul, dan EBTANAS tidak hanya pilihan ganda, melainkan juga berbentuk esai

B. Tujuan

Penelitian ini secara umum bertujuan menyusun model pembelajaran kajian cerpen berdasarkan pendekatan integratif dalam upaya memberikan masukan dalam Penelitian ini secara umum bertujuan menyusun model pembelajaran kajian cerpen berdasarkan pendekatan integratif dalam upaya memberikan masukan dalam

dengan kapasitas mental siswa, yang berlatar budaya Jawa, dan yang dapat dikritisi dari segi budaya yang berhubungan dengan kebijakan pemerintah,

3. mengujicobakan keefektifan model pembelajaran kajian cerpen dengan pendekatan integratif:

Respons pembaca, inkuiri, kajian budaya, dan pedagogi kritik di SMA Jawa Timur.

C. Pentingnya Penelitian

Pembelajaran cerpen bukan merupakan pembelajaran teoritis karena cerpen merupakan hasil karya seni yang dalam pelaksanaan pembelajaran perlu adanya kebebasan memaknai. Pembelajaran yang dibutuhkan pembelajaran yang menyenangkan dan memberikan kesempatan siswa untuk menemukan sendiri makna dalam sebuah cerpen. Pendekatan reader response (respons pembaca) merupakan pendekatan memaknai cerpen berdasarkan wawasan yang dimiliki siswa. Siswa diberi kebebasan di dalam memaknai sebuah cerpen sesuai dengan kapasitas pengetahuan mereka. Pendekatan inquiry (inkuiri) merupakan pendekatan yang mempola siswa dalam suatu kondisi penemuan berdasarkan urutan pemikiran ilmiah. Pendekatan ini dapat memberikan kebebasan siswa untuk menemukan makna dalam sebuah cerpen berdasarkan pemikiran ilmiah.

Pendekatan culture study (kajian budaya) merupakan pendekatan yang memberikan gambaran pentingnya pendekatan budaya di dalam memaknai cerpen. Pendekatan ini berguna untuk memperkaya wawasan siswa. Pendekatan terakhir merupakan pendekatan critical pedagogy (pedagogi kritik) yang memberikan masukan bagi siswa untuk mempertanyakan sesuatu secara kritis. Pendekatan ini berguna untuk meningkatkan daya kritis siswa dalam memaknai sebuah cerpen. Keempat pendekatan ini dapat diterapkan secara integratif karena dapat saling mengisi kekurangan pada pendekatan lain. Dengan upaya sistematis hasil integrasi keempat pendekatan itu dapat Pendekatan culture study (kajian budaya) merupakan pendekatan yang memberikan gambaran pentingnya pendekatan budaya di dalam memaknai cerpen. Pendekatan ini berguna untuk memperkaya wawasan siswa. Pendekatan terakhir merupakan pendekatan critical pedagogy (pedagogi kritik) yang memberikan masukan bagi siswa untuk mempertanyakan sesuatu secara kritis. Pendekatan ini berguna untuk meningkatkan daya kritis siswa dalam memaknai sebuah cerpen. Keempat pendekatan ini dapat diterapkan secara integratif karena dapat saling mengisi kekurangan pada pendekatan lain. Dengan upaya sistematis hasil integrasi keempat pendekatan itu dapat

model pembelajaran yang efektif digunakan, maka model pembelajaran ini dapat memberikan kontribusi yang positif sehingga mengurangi beban pembelajaran sastra yang selama ini mulai terabaikan.

II. Kajian Teori

A. Model Pembelajaran Sastra dengan Empat Pendekatan

Model pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kajian cerpen berciri lokal dengan pendekatan integratif. Pendekatan yang digunakan secara integratif adalah pendekatan pembelajaran hasil modifikasi dari empat pendekatan pembelajaran, yakni pendekatan respons pembaca, inkuiri, kajian budaya dan pedagogi kritis.

1. Pendekatan Respons Pembaca

Respons pembaca merupakan suatu teori yang menekankan pentingnya peranan pembaca di dalam penerimaan teks sastra. Sebuah teks sastra tidak berarti apa-apa tanpa adanya keterlibatan pembaca di dalamnya. Teks sastra akan berubah dari sebuah artefak yang tidak memiliki makna menjadi sesuatu yang bernilai estetis setelah pembaca memberi makna terhadapnya. Hal ini disebabkan karena di dalam kegiatan membaca terjadi interaksi yang aktif dan dinamis antara pembaca dan teks. Ketika pembaca melakukan kegiatan membacanya, pembaca tidak berada dalam keadaan kosong dari konsep-konsep. Menurut Teeuw (1984: 201) pengalaman hidup, pengetahuan, pendidikan merupakan bekal awal yang dimiliki pembaca dalam menetapkan suatu karya yang dihadapinya menjadi karya sastra.

Pada beberapa dekade terakhir respons pembaca menjadi teknik pembelajaran yang mapan di Amerika. Pembelajaran yang dilakukan bersifat dinamis dengan cara memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengkonstruk sendiri pengetahuan yang dia dapatkan. Adapun kegiatan memaknai teks melalui experiencing (pengalaman),

Yang paling penting dalam pembelajaran dengan pendekatan respons pembaca adalah siswa dapat memaknai teks sastra berdasarkan latar budaya yang mereka miliki. Mereka memaknai teks sebagai pembaca berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki dari teks bacaan ataupun pengalaman hidup sehari-hari.

Dalam kelas respons pembaca siswa menjadi aktif karena mereka secara mandiri memaknai teks sastra dan mempertanggungjawabkan penilaian mereka. Manfaat dari kegiatan pembelajaran dengan pendekatan respons pembaca menjadikan siswa lebih kaya dalam penafsiran juga lebih toleran terhadap pendapat teman yang lain. Yang pasti pembelajaran respons pembaca menjadikan siswa pembaca yang kritis. Sementara itu hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan dalam penerapan pendekatan respons pembaca dalam pembelajaran kajian cerpen, antara lain dapat digambarkan sebagai berikut: 1)Agnes J Webb (Barr, dkk. 1991: 471) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pendekatan yang berdasarkan resepsi tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap kemampuan sastra atau kedewasaan kognitif siswa, tetapi pendekatan resepsi tersebut secara signifikan memberikan pengaruh positif pada sikap siswa terhadap sastra.

2) Temuan M. Price (Barr, dkk. 1991: 471) lebih meyakinkan lagi dengan kesimpulannya bahwa siswa tingkat pertama yang menerima pembelajaran kajian cerpen dengan menggunakan pendekatan resepsi menghasilkan kajian cerpen yang lebih tinggi kualitasnya dibandingkan dengan siswa yang menerima pembelajaran dengan menggunakan pendekatan tradisional.

2. Pendekatan Inkuiri

Inkuiri merupakan pendekatan pembelajaran hasil adaptasi dari pemikiran John Dewey (The Expanding Canon: Teaching Multicultural Literature in High School,2004) pada beberapa abad yang lalu tentang rasa ingin tahu tentang dunia nyata dan bagaimana terjadinya suatu karya. Beranjak dari suatu masalah siswa dibimbing untuk mencari (investigasi), mendiskusikan, menyajikan dan merefleksikan pandangannya. Dalam inkuiri siswa dikondisikan untuk senantiasa bertanya dan bertanya tentang berbagai hal, kemudian investigasi, uji coba, refleksi, dan berdiskusi mengenai penemuannya Inkuiri merupakan pendekatan pembelajaran hasil adaptasi dari pemikiran John Dewey (The Expanding Canon: Teaching Multicultural Literature in High School,2004) pada beberapa abad yang lalu tentang rasa ingin tahu tentang dunia nyata dan bagaimana terjadinya suatu karya. Beranjak dari suatu masalah siswa dibimbing untuk mencari (investigasi), mendiskusikan, menyajikan dan merefleksikan pandangannya. Dalam inkuiri siswa dikondisikan untuk senantiasa bertanya dan bertanya tentang berbagai hal, kemudian investigasi, uji coba, refleksi, dan berdiskusi mengenai penemuannya

3. Pendekatan Kajian Budaya

Berkelindan dengan inkuiri di atas berikut ini akan diuraikan tentang kajian budaya dan pedagogi kritis. Pendekatan kajian budaya (The Expanding Canon: Teaching Multicultural Literature in High School,2004) di dalam pembelajaran dilaksanakan dengan mengkombinasikan membaca dan analisis sosial dan sejarah. Di dalam kegiatan membaca siswa berupaya memahami karya sastra secara mendalam bagaimana keadaan sejarahnya, kebiasaan masyarakat, dan media yang bersama-sama menciptakan lingkungan budaya yang di dalamnya terkandung kepercayaan sebagai penguatan dan pertanyaan. Bersamaan dengan kegiatan membaca siswa menganggap teks sastra itu sebagai suatu produk sosial dengan sejarah khusus dan agenda yang teliti.

4. Pedagogi Kritik

Pedagogi kritik merupakan pendekatan yang memaknai teks sastra sebgai anggota kelompok yang sadar secara politik. Salah satu prinsip utama pedagogi kritik adalah garis besar yang dikemukakan Paulo Freire (The Expanding Canon: Teaching Multicultural Literature in High School,2004) tentang kemapanan kelas yang memungkinkan belajar bersama antara guru dan siswa. Pedagogi kritik memungkinkan siswa untuk berbicara melebihi ketentuan karena mereka mendekati pengetahuan yang telah mereka miliki. Selama berlangsungnya diskusi, guru dan siswa dapat membangun kreatifitas bersama dalam dialog yang saling mendukung. Pada saat yang sama guru dapat membimbing siswa menemukan suara dan aktivitas yang mereka miliki. Pada cara ini siswa mempertanyakan langsung apa yang mereka kaji dan guru ikut serta dalam kegiatan siswa itu sebagai teman diskusi. Siswa kemudian dapat membuat esai argumentatif, petisi, atau proposal yang membuat perubahan positif dalam kelompok mereka.

sebagai berikut

PENGARANG

GURU

CERPEN PENGETAHUAN STRUKTUR

SINTAKSIS PBM

FASE KE-1 MENGHADAPKAN PD

KONDISI

MASALAH (BENTUK & ISI

CERPEN, BUDAYA, PEDAGOGI

KRITIK)

SISTEM FASE KE-2 MEMVERIFIKASI DATA

PENUNJANG

FASE KE-3 MENGANALISIS

STRATEGI

FASE KE-4 MEMFORMULASI FASE KE-5 MENGANALISIS PROSES

RESPONS KETERLIBATAN

EMOSI

PENGETAHUAN SASTRA SISWA

Skema 2.1 Model Pembelajaran Apresiasi Cerpen dengan Pendekatan Integratif (Respons Pembaca, Inkuiri, Kajian Budaya dan Pedagogi Kritik )

Keterangan

1) Strategi

a) Fase kesatu: siswa menerima informasi tentang prosedur inkuiri dalam mengkaji cerpen. Siswa menyerap informasi tentang strategi respons pembaca, yakni (1) menyertakan, (2) merinci, (3) memahami, (4) menghubungkan, (5) menafsirkan, dan (7) menilai. Setelah itu siswa dihadapkan pada pertanyaan- a) Fase kesatu: siswa menerima informasi tentang prosedur inkuiri dalam mengkaji cerpen. Siswa menyerap informasi tentang strategi respons pembaca, yakni (1) menyertakan, (2) merinci, (3) memahami, (4) menghubungkan, (5) menafsirkan, dan (7) menilai. Setelah itu siswa dihadapkan pada pertanyaan-

terdapat dalam cerpen serta kritik terhadap kebijakan pemerintah terhadap budaya yang diangkat.

c) Fase ketiga: siswa mengkaji kemungkinan pemecahan masalah yang ada dalam cerpen dengan mengidentifikasi variabel yang relevan, hubungan sebab akibat dan mendiskusikannya.

d) Fase keempat: siswa merumuskan hasil kajian dan menuliskannya dalam bentuk tulisan argumentasi

e) Fase kelima: siswa mengkaji kembali strategi inkuiri serta memberikan penguatan dan pengayaan terhadap langkah-langkah dan hasil pengkajian yang telah dilakukan.

2) Sistem Sosial

Model ini menuntut siswa untuk memiliki keterbukaan dalam menerima pendapat orang lain dan memiliki semangat untuk bekerja sama. Suasana pengembangan intelektual harus terbuka, termasuk komuniaksi intelektual antara guru dengan para siswa. Pengaturan ruangan harus mendukung stimulus dan kebebasan siswa untuk mencari, menemukan, dan memecahkan masalah kajian cerpen

3) Prinisp-prinsip Reaksi Reaksi dari guru terutama dibutuhkan pada fase kedua dan ketiga. Tugas guru pada fase kedua dan ketiga adalah membantu siswa dalam mencari, menemukan dan memecahkan masalah. Guru menjaga agar keiatan tetap pada proses mengkaji cerpen.

Lebih khusus lagi reaksi guru yang diperlukan ialah: (a) guru tidak boleh menentukan respons kepada siswa, tetapi dengan mengajukan pertanyaan terbuka; (b) guru harus menciptakan suasana kooperatif, dan bukan kompetetif; (c) guru harus meningkatkan kesadaran pada para siswa utnuk membuat rumusan hasil Lebih khusus lagi reaksi guru yang diperlukan ialah: (a) guru tidak boleh menentukan respons kepada siswa, tetapi dengan mengajukan pertanyaan terbuka; (b) guru harus menciptakan suasana kooperatif, dan bukan kompetetif; (c) guru harus meningkatkan kesadaran pada para siswa utnuk membuat rumusan hasil

4) Sistem Penunjang Penunjang secara optimal dapat berdampak positif pada pelaksanaan model ini ialah bahan yang mempunyai muatan problematik cukup memadai untuk tingkatan siswa SMA. Diharapkan enam cerpen yang diajukan dapat mewakili bahan penunjang diharapkan.

5. Berciri Lokal

Yang dimaksud dengan berciri lokal artinya materi pembelajaran yang digunakan adalah cerpen yang berasal dari kebudayaan Jawa. Karya fiksi yang dapat dijadikan bahan pembelajaran yang menggambarkan kehidupan orang Jawa di antaranya karya Pramudya Ananta Toer, N.H. Dini, Danarto, Umar Kayam (Mulder) dan Seno Gumira Adji Darma. Cerpen-cerpen yang sarat dengan kebudayaan Jawa di antaranya cerpen karya Danarto yang menggambarkan manunggaling kawula Gusti, Seno Gumira Adji Darma yang sarat dengan kehidupan sehari-hari orang Jawa.

III. Hasil dan Pembahasan

A. Kelemahan Pembelajaran Sastra di SMA Jawa Timur

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang guru bidang studi Bahasa Indonesia, yakni Dra. Indri dari SMAN 4 Malang pada tanggal 14 Agustus 2005 pelaksanaan pembelajaran sastra di SMA Jawa Timur yang lebih intensif dilakukan di jurusan Bahasa. Jadi, penelitian ini lebih difokuskan pada jurusan bahasa di SMA-SMA. Permasalahan kelemahan pembelajaran sastra di SMA Jawa Timur secara umum dapat dilihat dari hasil ujian akhir di bidang mata pelajaran sastra. Dari 106 SMA jurusan Bahasa menunjukkan 16 sekolah atau 15,09 % memiliki kualitas sedang, 62 sekolah atau 58,49% memiliki kualitas kurang dan 28 sekolah atau 26,42% memiliki kualitas kurang sekali. Jadi, sebagian besar penguasaan siswa terhadap sastra kurang.

prest asi

prest asi 30. 00%

kurang sekali

Grafik 3.1 Kelemahan Pembelajaran Sastra di SMA Jawa Timur

B. Faktor-faktor Penyebab Kelemahan Pembelajaran Sastra di SMA Jawa Timur

Pengumpulan data awal yang dilakukan di empat daerah, yakni daerah yang memiliki perguruan tinggi negeri tidak banyak memberikan informasi yang banyak, terutama untuk kabupaten Jember dan kabupaten Bangkalan yang masing-masing daerah hanya memiliki tiga SMAN. Akhirnya pengumpulan data yang dapat terjaring selain dari empat kota/kabupaten yang telah direncanakan juga dari kota/kabupaten lainnya dan tidak terbatas pada SMAN saja. Adapun Kota/ Kabupaten tersebut terdiri dari: Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Jember, Kota Malang, Kota Surabaya, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Tuban, Kabupaten Ponorogo. SMA Negeri yang berasal dari Kabupaten Bangkalan terdiri dari SMAN 1, SMAN 2, dan SMAN 3. SMA Negeri yang berasal dari Kabupaten Jember terdiri dari SMAN 1, SMAN 2, SMAN 3, SMAN 4 dan SMAN 5. SMA Negeri

6, SMAN 7, SMAN 8, SMAN 9, SMAN 10, SMAN 11, dan SMAN 12. SMAN dari Kota Surabaya terdiri dari SMAN 1, SMAN 2, SMAN 3, SMAN 4, SMAN 5, SMAN 6, SMAN 7, SMAN 8, SMAN 9, SMAN 10, SMAN 11, SMAN 12, SMAN 13, SMAN 14, SMAN 15, SMAN 16, SMAN 17, SMAN 18, SMAN 19, SMAN 20, SMAN 21 dan SMAN 22 dari Kabupaten Mojokerto SMA 10 November, SMK Raden Patah, SMA

Manbaul Ulum, Kabupaten Lamongan: MAN Babat, SMA Ta’miriyah, SMK NU, Kabupaten Ngawi: SMAN 2, SMAN 1, Kabupaten Sidoarjo: SMA Antartika, Kabupaten Tuban: SMA PGRI, MA Maibit, Kabupaten Ponorogo: SMA Bakti

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan jumlah kelas bahasa rata-rata hanya satu kelas pada tiap SMA. Jumlah rata-rata siswa satu kelas antara 15 hingga 25 orang. Fasilitas yang tersedia buku teks tersedia di perpustakaan sekolah. Jumlah guru bahasa Indonesia mulai dua hingga empat orang. Media majalah hanya tersedia di satu sekolah SMAN 4 Malang. Sastra Indonesia mulai diajarkan kelas dua di jurusan bahasa. Proporsi siswa dengan buku tidak memadai. Mereka ke perpustakaan apabila ada tugas dari sekolah. Cerpen-cerpen yang diberikan di jurusan bahasa bervariasi bergantung pada pemilihan yang dilakukan guru.

Terdapat beberapa faktor penyebab kelemahan pelaksanaan pembelajaran sastra di SMA Jawa Timur, yakni dari segi kepala sekolah, guru, siswa, fasilitas yang tersedia, dan pelaksanaan ekstrakurikuler.

No. SMA Kota/Kabupaten

Jumlah

1. Bangkalan 3 (SMAN 1, SMAN 2 dan SMAN 3) 2. Surabaya

3 (SMAN 3, SMAN, 8 dan SMAN 21) 3. Malang

3 (SMAN 1, SMAN 4 dan SMAN 9 ) 4. Jember

3 (SMAN 1, SMAN 2 dan SMAN 3) 5. Mojokerto

3 (SMA 10 November, SMK Raden Patah, SMA Manbaul

Ulum)

6. Lamongan 3 (MAN Babat, SMA Ta’miriyah, SMK NU) 7. Ngawi

2 (SMAN 2, SMAN 1)

8. Sidoarjo

1 (SMA Antartika)

9. Tuban 3 (SMA PGRI, MA Maibit, SMA Rengel) 10. Ponorogo

1 (SMA Bakti )

11. Nganjuk

1 (SMAN 2 Nganjuk)

12. Tulungagung

1 (SMAN Kedungwaru)

1. Kepala Sekolah

Kebijakan kepala sekolah lebih banyak dilakukan berdasarkan visi dan misi yang telah digariskan oleh sekolah itu sendiri di samping kecenderungan pandangan yang dianut warga setempat. Kebijakan yang digariskan kepala sekolah SMAN di Kabupaten Bangkalan didasarkan pada visi dan misi sebagian masyarakat di sana yang sebagian besar warganya yang masih memegang teguh ajaran agama Islam sehingga ada pandangan bahwa Kabupaten Bangkalan antipendidikan. Penggambaran antipendidikan mengakibatkan adanya hukum haram terhadap pelajaran bahasa Inggris. Oleh karena itu, pembelajaran sastra di SMAN Kabupaten Bangkalan kurang berkembang.

Kebijakan kepala sekolah SMAN di Kabupaten Jember tidak secara eksplisit menggariskan adanya penggalakkan pembelajaran sastra di sekolah. Dari tiga SMAN yang diteliti tidak ada kebijakan kepala sekolah yang memberikan perhatian khusus pada bidang sastra.

Sebagian besar SMAN di Kota Malang telah membuka jurusan Bahasa sehingga

SMAN membuka jurusan Bahasa, hanya dua yang tidak, yakni SMAN 3 dan SMAN 10. Dengan adanya perbedaan penjurusan di sekolah dapat diketahui kebijakan yang digariskan kepala sekolah SMAN masing-masing.

Di Kota Surabaya tidak semua SMAN membuka jurusan Bahasa. SMAN yang membuka jurusan Bahasa di antaranya SMAN 3, SMAN 8 dan SMAN 21. gambaran ini cukup memprihatinkan karena yang tidak membuka jurusan Bahasa merupakan SMAN favorit.

Yang menentukan pembelajaran sastra di sekolah 100% kepala sekolah, yang mengajarkan sastra 100% guru bahasa Indonesia. Guru sastra Indonesia ditentukan berdasarkan kecenderungan guru itu sendiri yang berminat terhadap sastra. Pembelajaran sastra tidak termasuk ke dalam tujuan umum sekolah yang diarahkan ke bidang sains. Kendala yang dihadapi karena sastra tidak memberikan masa depan yang jelas. Upaya yang dilakukan kepala sekolah untuk pembelajaran sastra di antaranya dengan mengirim guru pada pelatihan-pelatihan. Pengadaan ekstrakurikuler sastra di sekolah. Fasilitas buku masih sedikit. Pembelajaran sastra sebaiknya yang bermanfaat bagi kelangsungan anak dan menciptakan manusia yang berbudaya.

2. Guru

Ditinjau dari segi latar belakang pendidikan guru yang ada di 34 SMA berasal dari Program Bahasa Indonesia (95%) dan non-Bahasa Indonesia (5%). Latar pendidikan yang dimiliki guru sebagian besar S1 (80%), Pascasarjana (15%) dan SMA (5%). Guru yang berstatus pegawai negeri (85%), honorer (10%) dan guru bantu (5%). Mengingat latar pendidikan yang dimiliki, maka kelayakan mereka sebagai pengajar sudah memadai. Masa kerja antara 9-12 dan 13-16 memiliki jumlah yang seimbang yakni 36% sedangkan dengan masa kerja 5-7 tahun sekitar 15% dan masa kerja antara 0-4 tahun sekitar 13%.

60% Program Bahasa Indonesia

50% S1 PNS Masa kerja 9-16th

Grafik 3.2 Latar Belakang Pendidikan dan Pengalaman Mengajar Guru

3. Fasilitas

Fasilitas pembelajaran yang tersedia untuk menunjang pembelajaran sastra terutama perpustakaan dimiliki semua SMAN. Namun, yang jadi permasalahan penyediaan buku sastra serta majalah sastra tidak memadai bagi semua siswa. Di Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Jember, Kota Malang buku sastra yang tersedia terdiri dari buku-buku lama dan itu tidak bisa dijadikan bahan pembelajaran sastra di sekolah. Keadaan di Kota Surabaya tidak berbeda dengan keadaan di Kota Malang yang menjadi permasalahan adalah penyediaan buku karya sastra. Buku sastra yang tersedia di perpustakaan hanya sekitar 10%.

Buku sastra

6% Buku sastra

Grafik 3.3 Fasilitas Buku Sastra di Sekolah

4. Ekstrakurikuler

Penyelenggaraan ekstrakurikuler yang menunjang pembelajaran sastra misalnya teater hanya terdapat di beberapa sekolah. Di Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Jember tidak ada ekstrakurikuler teater, sedangkan di Kota Malang dan Kota Surabaya hanya beberapa SMAN. Di Kota Malang yang menyelenggarakan ekstrakurikuler teater di antaranya SMAN 4, SMAN 8 dan SMAN 9, sedangkan di Kota Surabaya SMAN 16 dan SMAN 21.

5. Prestasi

Prestasi di bidang sastra yang pernah diraih oleh beberapa SMAN di antaranya di Kota Malang dan Kota Surabaya. Di Kota Malang yang sering menjadi juara pembacaan

6. Pendekatan Pembelajaran Sastra

Dari 34 SMA yang diteliti secara umum guru telah berupaya melakukan pembelajaran yang menyenangkan. Ini dapat dilihat dari metode pembelajaran serta alat peraga yang digunakan. Kegiatan pembelajaran paling banyak mengacu pada GBPP (98%) sedangkan yang tidak hanya 3%. Dari jumlah 98% yang menyatakan isi GBPP sesuai dengan prinsip pembelajaran sastra berjumlah seimbang dengan jumlah yang menyatakan tidak sesuai dengan prinsip pembelajaran sastra masing-masing 42% sedangkan 16% abstain. Materi pelajaran sastra sebagian besar guru menyatakan mengumpulkan materi dari berbagai sumber (82%) menggunakan buku pelajaran siswa (37%) dan membuat sendiri (10%). Jadi terdapat guru yang menggunakan buku siswa dengan sumber lain (19%). Alat bantu yang digunakan lebih banyak menggunakan tv/vcd sebanyak 68%, tape recorder 42%, OHP 21%, alat musik 11%, lainnya (kunjungan ke rumah dan teks sastra) 16%.

Sesuai dengan prinsip

Tidak sesuai dengan

Mengumpulkan

Mengacu GBPP

pengajaran sastra

prinsip pengajaran

materi dari berbagai

Media tv/vcd

Grafik 3.4 Pendekatan Pembelajaran yang Digunakan di Sekolah

Teknik pengajaran yang banyak digunakan, yakni demonstrasi (68%), bermain peran (74%), memberikan pertanyaan (74%), berdialog (89%), memberi tugas (84%), sedangkan simulasi (42%), menyanyi, dan pemberian tugas diskusi masing-masing 5%.

tugas diskusi

memberi tugas 84%

Jumlah

dialog 89%

memberikan pertanyaan

74%

bermain peran

Grafik 3.5 Teknik Pembelajaran yang Digunakan

Keterampilan berbahasa yang digunakan meliputi semua keterampilan, yakni menyimak (84%), berbicara (95%), membaca (89%), menulis (89%)

Grafik 3.6 Keterampilan Berbahasa yang Digunakan

Buku Pelajaran Bahasa Indonesia yang dipakai adalah Bahasa dan Sastra Indonesia karangan Drs. Haris Sunardi penerbit Universitas Negeri Malang, Mahir Berbahasa Indonesia FX. Surana penerbitYudistira / Sastra Indonesia pengarang Moch Ali, penerbit Armico / Semenjana karangan Laminuddin dan Euis Tiga Serangkai / Pelajaran Bahasa Indonesia SMA/ Angkatan 66 Prosa Puisi H.B. Jassin Pustaka Jaya / Pengantar Apresiasi Sastra Tengsoe Tjahjono UNS University Kajian Prosa Fiksi Ian Sukasworo dkk Armico / Terampil Berbahasa Indonesia Imam Syafi’i Balai Pustaka / Bahasa Indonesia, Berbahasa dan Bersastra Indonesia, LKS S. Sugiyantoro Piranti, Grafindo

No Judul Buku

Pengarang

Penerbit

Universitas Negeri Indonesia

1. Bahasa dan Sastra Drs. Haris Sunardi

Malang

Yudistira Indonesia

2. Mahir Berbahasa

FX. Surana

3. Sastra Indonesia

Moch Ali

Armico

4. Semenjana

Laminuddin dan Euis

Tiga Serangkai

5. Angkatan 66 Prosa Puisi

H.B. Jassin

Pustaka Jaya

6. Pengantar Apresiasi

UNS University Sastra

Tengsoe Tjahjono

7. Kajian Prosa Fiksi

Ian Sukasworo

Armico

8. Terampil Berbahasa

Balai Pustaka Indonesia

Imam Syafi’i

9. Bahasa Indonesia,

Grafindo Berbahasa dan Bersastra Indonesia, LKS S

Sugiyantoro Piranti

Sebagian besar guru (68%) menyarankan agar pembelajaran sastra diberikan sebagai mata palajaran khusus dan hanya 11% menyatakan tidak perlu. Ini menunjukkan bahwa pembelajaran sastra sangat penting untuk diperhatikan karena memberikan kontribusi yang tidak sedikit bagi perkembangan kerpibadian siswa.

Kendala yang dihadapi para guru dalam mengajarkan sastra Indonesia

a. Buku-buku literatur sastra sangat sulit didapat 68%, anak sulit memahami 26%, 10% pengetahuan sastra guru kurang sisanya karena jam pelajaran sastra yang kurang alat peraga kurang, banyak berteori, belum ada LKS khusus untuk pelajaran sastra. Upaya yang dilakukan guru untuk mengatasi hambatan tersebut? Di antaranya dengan mencari sumber bacaan di perpustakaan daerah, sekalipun koleksinya terbatas 42%/ dibantu dengan media lain 21%, guru keluar dari paradigma teori 16%, sisanya diputarkan VCD, memberikan karya sastra dari kolega

Saran guru tentang pembelajaran sastra Indonesia di SMA cukup variatif di antaranya menu pembelajaran sastra pada GBPP perlu ditambah, mohon diberikan Saran guru tentang pembelajaran sastra Indonesia di SMA cukup variatif di antaranya menu pembelajaran sastra pada GBPP perlu ditambah, mohon diberikan

Adapun pandangan siswa terhadap pembelajaran sastra 41% menganggap sangat perlu dan 59% menganggap perlu. 53% menganggap pelajaran sastra Indonesia mudah dan 47% menganggap pelajaran sastra Indonesia kurang mudah. 82% menganggap senang belajar sastra dan 18% senang sekali. 76% siswa menyatakan dalam belajar sastra Indonesia tidak digunakan buku sastra Indonesia dan 24% menyatakan menggunakan. 50% menganggap buku yang digunakan cukup menarik, 40% kurang menarik dan 10% menganggap tidak menarik. Siswa beranggapan pelajaran sastra Indonesia di buku itu 62,5% sulit, 25% menganggap mudah dan hanya 12,5% menganggap sangat mudah. Buku sastra Indonesia yang diinginkan mereka 43% ceritanya menarik, 48% bahasanya mudah dimengerti dan 9% lainnya. Mengenai cara mengajar guru 59% menganggap menarik, 35% sangat menarik dan 6% kurang menarik. 47% siswa menyatakan guru kadang-kadang menggunakan alat peraga, 44% tidak pernah menggunakan dan 9% sering menggunakan. Alat peraga yang digunakan 50% menyatakan benda di sekitar dan sisanya mengunakan kaset, tv, alat musik. Kegiatan yang dilakukan saat pelajaran sastra 100% siswa menyatakan membaca, menulis dan bermain peran sedangkan menyanyi dan menyimak sekitar 94%. Kegiatan belajar sastra yang diinginkan 71% menginginkan kebebasan mengapresiasi sastra. Tugas yang sering diberikan guru 100% siswa menjawab tugas berkelompok. Sebagian besar (94%) siswa menginginkan guru sastra yang tidak membosankan dan yang mengajar dengan berbagai kegiatan. Jam mengajar sastra saat ini dijawab siswa 53% cukup dan 41% menganggap lebih dari cukup.

Budaya Jawa

Guru dan siswa mengenal beberapa pengarang yang berasal dari budaya Jawa, yakni Umar Kayam (79%) , Danarto (42%), Ratna Indraswari Ibrahim (37%), Seno Gumira Aji Darma (37%) namun mereka masih kesulitan di dalam memahami isi cerpen tersebut terutama Danarto. Untuk karya Umar Kayam mereka mengenal novel Para Priyayi , cerpen Sri Sumarah , cerpen Bawuk , untuk karya Danarto Godlob , Rintrik,

Berhala, Adam Ma’rifat untuk karya Ratna Indraswari Ibrahim cerpen Rambut Juminten, Menjelang Pagi, Senja di Malang dan untuk karya Seno Gumira Aji Darma Saksi Mata

dan Manusia Kamar .

8. Potensi yang Ada di Lingkungan Sekolah

Potensi yang dimiliki Jawa Timur terutama di bidang sastra cukup tinggi di antaranya para sastrawan, Taman Budaya, penyelenggaraan lomba yang berkaitan dengan sastra. Para sastrawan yang dimiliki daerah Jawa Timur yang sudah diakui secara nasional di antaranya dari Malang cerpenis Ratna Indraswari Ibrahim, dan dari Surabaya Bonari, Zoya Herawati. Perlombaan menulis cerpen sering diadakan hampir tiap tahun oleh Taman Budaya Surabaya juga Universitas Airlangga Surabaya dan Universitas Brawijaya Malang.

9. Data Tambahan

Selain keempat kota dan kabupaten di Jawa Timur yang telah disebutkan di atas terdapat beberapa kota/kabupaten yang dapat dijadikan mitra untuk penelitian berikutnya. SMAN kota/kabupaten lain tersebut yang dipilih memiliki fasilitas serta perhatian terhadap ekstrakurikuler sastra. Adapun SMAN kota/kabupaten tersebut di antaranya SMAN 1 Bojonegoro, SMAN 2 Jombang, SMAN 1 Nganjuk, SMAN 1 Rengel Tuban, SMAN Tulungagung Kedungwaru, dan SMAN Sidoarjo.

C. Pengembangan Pedoman Guru dan Buku Ajar Pembelajaran Sastra

Dalam penyusunan Pedoman Guru dan Buku Ajar komponen-komponen yang

Tujuan pengajaran Kompetensi dasar yang akan dicapai Isi atau materi Metode atau Kegiatan Belajar Mengajar

Prosedur pengembangan yang sifatnya pengembangan proses melalui beberapa tahap memerlukan cukup banyak waktu. Proses pengembangan melalui tahap-tahap berikut:

1. Pengumpulan informasi

2. Seleksi informasi dari hasil pengumpulan butir 1

3. Memformulasikan tujuan pembelajaran

4. Memilih, menyeleksi dan mengembangkan bahan ajar.

5. Menentukan kegiatan belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan dan bahan ajar serta dengan pembelajaran.

6. Penulisan manuskrip

7. Melakukan evaluasi dan revisi

8. Penulisan usulan model pembelajaran

Sebagaimana telah diuraikan pada bab tinjauan pustaka pembelajaran sastra tidak dapat dilakukan hanya dari segi kognitif, tetapi dari emotif sehingga pembaca dapat menikmati dan terlibat di dalam karya sastra itu. Pengembangan model pembelajaran sastra dengan pendekatan integratif (inkuiri, respons pembaca, kajian budaya, dan pedagogi kritik) yang mendekati sastra dari segi kognitif dan emotif dapat merupakan alternatif pendekatan pembelajaran sastra yang kondusif. Untuk pengembangan model pembelajaran tersebut tidak terlepas dari rambu-rambu Kurikulum Berbasis Kompetensi. Pengembangan model pembelajaran sastra ini sesuai dilaksanakan di kelas XII.

Untuk pengembangan buku ajar dilakukan pemilihan awal materi cerpen yang memiliki latar budaya Jawa, yakni Mbok Jah karya Umar Kayam yang mengangkat upacara sekatenan dan penanganan pemerintah terhadap pelestarian budaya. Kedua cerpen Dinding Anak karya Danarto yang mengangkat kepasrahan terhadap takdir serta

Indraswari Ibrahim, tentang ketoprak perbedaan penanganan kesenian rakyat di daerah. Godlob karya Danarto, kajian budaya tentang pahlawan, pedagogi kritik terhadap penanganan pemerintah terhadap pahlawan nasional, Burung Bangau karya Ratna Indraswari Ibrahim, kajian budaya tentang pergaulan pria dan wanita di daerah. Penanganan pemerintah terhadap pergaulan bebas. Cerpen Godlob karya Seno Gumira Aji Darma, kajian budaya tentang kesetiaan. Pedagogi kritik tentang kesetiaan terhadap tanah air

1. Hasil Analisis Pakar

Untuk menganalisis kelayakan buku diperlukan para pakar yang benar-benar kompeten di bidangnya. Adapun para pakar yang dianggap layak untuk dijadikan konsultan berasal dari Universitas Negeri Malang dan Universitas Muhammadiyah Malang. Untuk bidang sastra pakar yang dijadikan konsultan yakni Dr.Djoko Saryono, untuk pakar di bidang budaya Dr.Arief Budiwuryanto sekaligus merupakan pakar di bidang pendidikan, pakar di bidang ilmu pemerintahan yakni Deden Faturahman, M.A dan pakar di bidang ilustrasi yakni Dra.Yenny M.Si.

2. Ketepatan Isi

Beranjak dari ketepatan isi yang disusun menggambarkan bahwa unsur sastra yang terdapat dalam buku teks dapat mewakili karya sastra Indonesia. Cerpen-cerpen yang diambil memiliki kriteria sebagai karya sastra karena menggunakan bahasa yang tertata baik serta menggambarkan adanya pergulatan batin. Demikian juga dengan pengarang yang dipilih dapat mewakili sastrawan Indonesia. Cerpen yang dipilih berjumlah 15 buah yang terdiri dari (1) Mbok Jah karya Umar Kayam, (2) Dinding Anak karya Danarto, (3) Pulang karya Ratna Indraswari Ibrahim, (4) Godlob karya Danarto, (5) Burung Bangau karya Ratna Indraswari Ibrahim, (6) Sukab dan Sepatu karya Seno Gumira Adjidarma, (7) Ibu karya Sumartono, (8) Keris karya Purnawan Tjondronegoro, (9) Komponis Tua karya B Sularto, (10) Keningnya Berkeringat karya Sl Supriyanto, (11) Air Mata Tua karya Motinggo Busye, (12) Teko Jepang karya Jasso Winarto, (13)

Bambang Indra Basuki dan Becaaak karya Marselli

Mbok Jah karya Umar Kayam menceritakan seorang perempuan yang bernama Mbok Jah yang berstatus sebagai pembantu. Keeratan hubungan antara pembantu dengan majikan tergambar ketika keluarga majikan merasa kehilangan karena pembantu itu sudah lama tidak mengunjungi mereka setelah pembantu itu berhenti bekerja. Dinding Anak karya Danarto menceritakan pergulatan batin seorang Ayah tidak dapat menerima apabila anak kesayangannya diambil Yang Kuasa. Berbagai upaya dia lakukan untuk menghindarkan anaknya dari takdir yang telah digariskan. Pulang karya Ratna Indraswari Ibrahim menceritakan pergulatan batin seorang perempuan yang telah lama hidup di kota untuk pulang kembali ke daerahnya tempat dia dibesarkan oleh kehidupan panggung sebagai pemain ketoprak yang digeluti kedua orang tuanya. Godlob karya Danarto yang menceritakan ambisi seorang ayah yang ingin mendudukkan anak- anaknya sebagai pahlawan sehingga setiap kali terjadi peperangan dia membunuh anak- anaknya demi sebuah penghargaan. Burung Bangau karya Ratna Indraswari Ibrahim menceritakan keingintahuan seorang anak tentang hadirnya seorang adik. Dia hanya mengetahui bahwa adiknya diberikan kepada ibunya melalui burung bangau. Sukab dan Sepatu karya Seno Gumira Adjidarma yang menceritakan kesetiaan seorang lelaki terhadap sepatunya sekalipun sepatunya itu telah jelek. Ibu karya Sumartono menceritakan perasaan kehilangan kasuh saya seorang ibu karena ibu yang selama ini tinggal di rumahnya bukan ibu kandungnya sendiri. Keris karya Purnawan Tjondronegoro menceritakan tentang keris sebagai tanda pusaka keluarga dan hanya anak kesayangan ayahnya yang akan dapat warisan itu bagi anak yang tidak menurut kepada ayahnya tidak akan mendapatkan. Komponis Tua karya B Sularto menceritakan seorang laki-laki tua yang memiliki idealisme politik sehingga dia berani berdebat dengan para politikus dari aliran komunis. Keningnya Berkeringat karya Sl Supriyanto menceritakan kesetiakawanan seorang suami terhadap tetangganya yang akan melahirkan. Dia rela dibangunkan dini hari hanya untuk mengantar tetangga yang akan melahirkan padahal dia mengharapkan yang melahirkan itu adalah istrinya. Air Mata Tua karya Motinggo Busye menceritakan seorang nenek yang merasa tidak disayangi Mbok Jah karya Umar Kayam menceritakan seorang perempuan yang bernama Mbok Jah yang berstatus sebagai pembantu. Keeratan hubungan antara pembantu dengan majikan tergambar ketika keluarga majikan merasa kehilangan karena pembantu itu sudah lama tidak mengunjungi mereka setelah pembantu itu berhenti bekerja. Dinding Anak karya Danarto menceritakan pergulatan batin seorang Ayah tidak dapat menerima apabila anak kesayangannya diambil Yang Kuasa. Berbagai upaya dia lakukan untuk menghindarkan anaknya dari takdir yang telah digariskan. Pulang karya Ratna Indraswari Ibrahim menceritakan pergulatan batin seorang perempuan yang telah lama hidup di kota untuk pulang kembali ke daerahnya tempat dia dibesarkan oleh kehidupan panggung sebagai pemain ketoprak yang digeluti kedua orang tuanya. Godlob karya Danarto yang menceritakan ambisi seorang ayah yang ingin mendudukkan anak- anaknya sebagai pahlawan sehingga setiap kali terjadi peperangan dia membunuh anak- anaknya demi sebuah penghargaan. Burung Bangau karya Ratna Indraswari Ibrahim menceritakan keingintahuan seorang anak tentang hadirnya seorang adik. Dia hanya mengetahui bahwa adiknya diberikan kepada ibunya melalui burung bangau. Sukab dan Sepatu karya Seno Gumira Adjidarma yang menceritakan kesetiaan seorang lelaki terhadap sepatunya sekalipun sepatunya itu telah jelek. Ibu karya Sumartono menceritakan perasaan kehilangan kasuh saya seorang ibu karena ibu yang selama ini tinggal di rumahnya bukan ibu kandungnya sendiri. Keris karya Purnawan Tjondronegoro menceritakan tentang keris sebagai tanda pusaka keluarga dan hanya anak kesayangan ayahnya yang akan dapat warisan itu bagi anak yang tidak menurut kepada ayahnya tidak akan mendapatkan. Komponis Tua karya B Sularto menceritakan seorang laki-laki tua yang memiliki idealisme politik sehingga dia berani berdebat dengan para politikus dari aliran komunis. Keningnya Berkeringat karya Sl Supriyanto menceritakan kesetiakawanan seorang suami terhadap tetangganya yang akan melahirkan. Dia rela dibangunkan dini hari hanya untuk mengantar tetangga yang akan melahirkan padahal dia mengharapkan yang melahirkan itu adalah istrinya. Air Mata Tua karya Motinggo Busye menceritakan seorang nenek yang merasa tidak disayangi

Dari unsur pendidikan cerpen-cerpen yang dipilih sudah sesuai dengan perkembangan mental anak Berdasarkan Beach (1991) cerita yang dipilih untuk anak SMA memiliki plot yang tidak terlalu rumit, tokoh yang unik menampilkan hubungan sosial dan masalah sosial yang tidak terlalu kompleks. Mbok Jah menceritakan hubungan yang harmonis antara majikan dan pembantunya, Dinding Anak , Pulang , Godlob , Burung Bangau dan Becaak menceritakan hubungan kasih sayang antara orang tua dan anaknya. Sukab dan Sepatu menceritakan perasaan cinta terhadap benda kesayangan, Ibu dan Keris menceritakan hubungan kakak beradik, Teko Jepang dan Hati Ibunda menceritakan hubungan kasih sayang suami istri. Komponis Tua dan Keningnya Berkeringat menceritakan hubungan sosial di dalam masyarakat

Ditinjau dari segi pendekatan pembelajaran yang digunakan menunjukkan adanya pengkondisian kegiatan belajar yang terfokus pada siswa. Ini terlihat dari pendekatan inkuiri yang memungkinkan siswa dapat berperan aktif memecahkan masalah yang diberikan guru. Model ini juga dapat meningkatkan kreatifitas anak terutama dalam bidang menulis argumentasi.

Dari unsur kebudayaan sudah menggambarkan kehidupan di lingkungan suku Jawa. Mbok Jah menggambarkan sekatenan, Dinding Anak menggambarkan tentang konsep pasrah, Pulang tentang ketoprak, Godlo b tentang kepahlawanan, Burung Bangau tentang budaya kawin kontrak, Sukab dan Sepatu tentang kesetiaan, Ibu tentang Wanita Dari unsur kebudayaan sudah menggambarkan kehidupan di lingkungan suku Jawa. Mbok Jah menggambarkan sekatenan, Dinding Anak menggambarkan tentang konsep pasrah, Pulang tentang ketoprak, Godlo b tentang kepahlawanan, Burung Bangau tentang budaya kawin kontrak, Sukab dan Sepatu tentang kesetiaan, Ibu tentang Wanita

3 Ketepatan Bahasa

Bahasa yang digunakan sudah menunjukkan penggunaan kalimat yang koheren artinya menunjukkan adanya hubungan antar kalimat, memiliki kohesi yang menunjukkan adanya kesatuan hubungan makna antar kalimat dan sesuai dengan konteks yang digunakan. Bahasa yang digunakan untuk siswa SMA tidak terlalu rumit tapi cukup jelas menunjukkan adanya muatan pengetahuan. Kalimat-kalimat yang digunakan tidak terlalu panjang tetapi diupayakan jelas.

4 Ketepatan Ilustrasi

Beberapa komponen yang menggambarkan ilustrasi di antaranya ukuran buku, jenis hurufjilid buku. Ukuran buku yang digunakan 16,5 x 24 cm, ukuran huruf menggunakan Times New Roman 12 dan ilustrasi gambar disajikan pada setiap teks cerpen.

D. Hasil Uji Coba

1. Pola Penerimaan terhadap Cerpen Sukab dan Sepatu Karya Seno Gumira

Peristiwa-peristiwa yang diterima terdiri dari: 1) Sukab dengan sepatunya yang telah berumur 17 tahun. 2) Sukab dimarahi Maya karena sepatunya. 3) Dibelikan sepatu oleh Maya. 4) Pembicaraan sepatu lama dan baru. 5) Saat Sukab merenung tentang kesetiaan.

17 tahun, saat sepatu sepasang sepatu saling berbicara. Konsep kesetiaan bagi siswa berpegang teguh pada prinsip. Sebagian besar siswa beranggapan apabila jadi Sukab tidak ambil pusing dengan sepatu Tidak terlalu ambil pusing hanya karena masalah sepatu . Segi bahasa: mudah/ menarik, mudah dipahami/ cukup dimengerti/ bisa dimengerti walau banyak kiasan/ seperti bahasa sehari-hari. Secara emosi siswa merasakan bingung, ceritanya tidak dilanjutkan sehingga pembaca tidak mengetahui apa yang akan dipilih Sukab, bagus.

Strategi membaca yang digunakan siswa sudah pada taraf memahami dan menerangkan. Artinya siswa sudah dapat memahami alur, tokoh, latar, bahasa dan gaya yang digunakan pengarang dan dapat menerangkan kejadian dibalik unsur-unsur tersebut. Di antararanya siswa dapat menerangkan mengapa aeorang ayah membunuh anaknya, mengapa seorang ibu memarahi anaknya dan mengapa seorang teman wanita memperhatikan tokoh Sukab. Dari segi emosi yang dikemukakan siswa sudah dapat mengemukakan perasaannya dengan disertai alasan.

2. Pola Penerimaan Cerpen Godlob karya Danarto

Siswa pada umumnya sudah dapat merumuskan peristiwa-peristiwa yang ada di dalam cerpen. Pada peristiwa pertama pada umumnya terdapat tiga peristiwa yang berbeda yang dikemukakan siswa, yakni 1) tentang keadaan sesudah perang di sebuah padang yang luas, 2) tentang seorang ayah yang kecewa, 3) tentang gerombolan burung gagak yang memakan bangkai prajurit.

Pada peristiwa kedua tergambar: 1) burung gagak yang memakai bangkai, 2) tentang ayah yang membunuh anaknya, 3) tentang ayah yang menggotong mayat anaknya.

Pada peristiwa ketiga: 1) terbunuhnya seorang anak di tangan ayahnya, 2) kedatangan seorang Ibu yang membawa mayat anaknya, 3) Anaknya dianggap seorang pahlawan oleh masyarakat dan pembesar.

Peristiwa keempat: 1) pemakaman anak muda sebagai seorang pahlawan, 2) pembongkaran seorang pria oleh seorang wanita yang merupakan istrinya bahwa pria itu

Peristiwa kelima: 1) pembunuhan seorang istri kepada suaminya Untuk pertanyaan yang berkenan dengan peristiwa logis dan tidak logis. 90% siswa mengatakan peristiwa yang ditampilkan dapat diterima akal, karena pembunuhan seorang anak oleh ayahnya dianggap biasa pada masa ini.

Latar tempat yang siswa ungkapkan meliputi: padang pasir yang luas di sebuah padang yang luas yang tidak ditumbuhi pepohonan. Di jalan yang terletak di tengah- tengah kota, di negara yang sedang dilanda perang, di medan perang, di sebuah kota, di suatu kota yang sedang mengalami perang. Bangunannya berupa tembok-tembok kusam bermatel tua, di sebuah kota di dekat padang pasir yang tandus, kota yang senang akan pertempuran, di padang gundul dan tempat pemakaman jenazah pahlawan, di masa perang, di sebuah tanah lapang yang luas dengan tumbuhan alang-alang

Seratus persen siswa tidak mengetahui istilah godlob, karena baru pertama kali mereka mendengar istilah tersebut. 70% menganggap bahasa yang digunakan sulit karena terlalu banyak menggunakan majas dan puisi 80% siswa tidak setuju dengan konsep pahlawan yang digambarkan dalam cerpen. Menurut mereka pahlawan merupakan orang yang berjasa bagi masyarakat bukan hanya orang yang gugur di medan perang. Tidak, karena pahlawan adalah seseorang yang meninggal

Tokoh yang paling berkesan bagi siswa yang paling banyak (60%) adalah anak muda karena menurut mereka sebagai seorang semuda dia tidak menuntut untuk menjadi seorang yang harus dihormati atau dianggap pahlawan hanya karena dia bergelar tentara. tokoh Anak Muda . 1) karena sebagai seorang semuda dia tidak menuntut untuk menjadi seorang yang harus dihormati atau dianggap pahlawan hanya karena dia bergelar tentara.