Demokrasi di Indonesia Antara Harapan da
I.
Alasan Pemilihan Judul
Makalah singkat yang di beri judul : “Demokrasi di Indonesia : Antara Harapan
dan kenyataan” ini penulis membuat dengan beberapa pertimbangan diantaranya
sebagai berikut :
1. Pembahasan mengenai demokrasi akan selalu menarik apalagi di Indonesia
yang merupakan salah satu negara demokrasi terbesar di dunia.
2. Kita juga harus mengetahui bagaimana demokrasi yang ideal untuk di
terapkan di Indonesia
3. Harapan masyarakat di Indonesia mengenai demokrasi dan kenyataan yang
sekarang terjadi selalu menjadi permasalahan di Indonesia.
II.
Latar Belakang Masalah
Demokrasi dipandang sebagai sebagai sesuatu yang penting karena nilai-nilai
yang dikandungnya sangat diperlukan sebagai acuan untuk menata kehidupan berbangsa
dan bernegara yang baik. Demokrasi merupakan alat yang dapat digunakan untuk
mewujudkan kebaikan bersama, atau masyarakat dan pemerintahan yang baik (good
society and good government). Kebaikan dari sistem demokrasi adalah kekuasaan
pemerintah berasal dari rakyat, baik secara langsung maupun perwakilan. Secara
teoritis, peluang terlaksananya partisipasi politik dan partisipasi warga negara dari
seluruh lapisan masyarakat terbuka lebar. Masyarakat juga dapat melakukan kontrol
sosial terhadap pelaksanaan pemerintahan karena posisi masyarakat adalah sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi.
Namun dalam praktek atau pelaksanaan demokrasi khususnya di Indonesia,
tidak berjalan sesuai dengan teori yang ada. Demokrasi yang dilaksanakan di Indonesia
belum mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Partisipasi warga
negara dalam bidang politik pun belum terlaksana sepenuhnya. Untuk memaparkan
lebih lanjut, permasalahan demokrasi yang ada perlu dikelompokkan lagi menjadi tiga
hal, yaitu dari segi teknis atau prosedur, etika politik, serta sistem demokrasi secara
keseluruhan.
1 | Page
Dari segi teknis atau prosedur, demokrasi di Indonesia sesungguhnya sudah
terlaksana. Hal ini dapat dibuktikan dengan terlaksananya pemilu pada tahun 1955,
1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009 untuk pemilihan calon
legislatif (Pileg) dan pemilihan calon presiden dan wakil presiden (Pilpres). Bahkan,
pemilu Indonesia tahun 1999 mendapat apresiasi dari dunia internasional sebagai
Pemilu pertama di era Reformasi yang telah berlangsung secara aman, tertib, jujur, adil,
dan dipandang memenuhi standar demokrasi global dengan tingkat partisipasi politik
ketika itu adalah 92,7%.
Namun sesungguhnya pemilu 1999 yang dipandang baik ini mengalami
penurunan partisipasi politik dari pemilu sebelumnya yaitu tahun 1997 yang mencapai
96,6 %. Tingkat partisipasi ppolitik di tahun berikutnya pun mengalami penurunan,
dimana pada pemilu tahun 2004, tingkat partisipasi politik mencapai 84,1 % untuk
pemilu Legislatif, dan 78,2 % untuk Pilpres. Kemudian pada pemilu 2009, tingkat
partisipasi politik mencapai 10,9 % untuk pemilu Legislatif dan 71,7 % untuk Pilpres.
Menurunnya angka partisipasi politik di Indonesia dalam pelaksanaan pemilu ini
berbanding terbalik dengan angka golput (golongan putih) yang semakin meningkat.
Tingginya angka golput ini menunjukkan apatisme dari masyarakat di tengah pesta
demokrasi, karena sesungguhnya pemilu merupakan wahana bagi warga negara untuk
menggunakan hak pilihnya dalam memilih orang-orang yang dianggap layak untuk
mewakili masyarakat, baik yang akan duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
Dewan Perwakilan Daerah (DPD), maupun Presiden dan Wakil Presiden.
Hak untuk memilih atau mengemukakan pendapat tergolong sebagai Hak Asasi
Manusia yang pelaksanaannya dijamin dalam UUD 1945 Pasal 28E ayat (3). Tingginya
angka golput mungkin berasal dari pandangan masyarakat yang memandang bahwa hak
asasi manusia merupakan suatu kebebasan, yang dalam hal ini adalah kebebasan untuk
menggunakan hak pilihnya ataupun tidak. Memang tidak ada aturan atau hukum yang
menjerat bagi orang-orang yang tidak turut serta berpartisipasi politik dalam pemilu,
namun apabila terus dibiarkan angka golput terus meningkat. Hal ini menimbulkan
kekhawatiran terhadap demokrasi Indonesia yang akan semakin tidak berkualitas akibat
rendahnya partisipasi dari para warganya.
2 | Page
III.
Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat ditarik suatu
permasalahan atas makalah ini :
1. Bagaimana kenyataan dari harapan masyarakat mengenai demokrasi di
Indonesia ?
2. Bagaimana demokrasi yang stabil agar dapat di terapkan di Indonesia ?
IV.
Konsep
Kata Deemokrasi berasal dari bahasa Yunani δημοκρατία (dēmokratía)
"kekuasaan rakyat", yang terbentuk dari δῆμος (dêmos) "rakyat" dan κράτος (kratos)
"kekuatan" atau "kekuasaan" pada abad ke-5 SM untuk menyebut sistem politik negara
kota Yunani, salah satunya Athena; kata ini merupakan antonim
dari ἀριστοκρατία (aristocratie) "kekuasaan elit". Secara teoritis, kedua definisi
tersebut saling bertentangan, namun kenyataannya sudah tidak jelas lagi. Sistem politik
Athena Klasik, misalnya, memberikan kewarganegaraan demokratis kepada pria elit
yang bebas dan tidak menyertakan budak dan wanita dalam partisipasi politik. Di semua
pemerintahan demokrasi sepanjang sejarah kuno dan modern, kewarganegaraan
demokratis tetap ditempati kaum elit sampai semua penduduk dewasa di sebagian besar
negara demokrasi modern benar-benar bebas setelah perjuangan gerakan hak suara pada
abad ke-19 dan 20. Kata demokrasi (democracy) sendiri sudah ada sejak abad ke-16 dan
berasal dari bahasa Perancis Pertengahan dan Latin Pertengahan lama. Jadi ini adalah
harapan dan kenyataan mengenai demokrasi sebagai sistem pemerintahan di Indonesia,
yang katanya ‘dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
V.
3 | Page
Jawaban Sementara
Harapan masyarakat mengenai demokrasi di Indonsesia belumlah terpuaskan,
masih banyak masalah terjadi di negri kita tercinta ini, jadi apa-apa saja yang
masyarakat harapkan mengenai demokrasi bisa di bilang tidak sesuai harapan, oknumoknum pemerintah yang semena-mena dan hanya mementingkan kepentingan pribadi
mejadi salah satu faktor penghambat harapan demokrasi ideal yang ada di Indonesia.
VI.
Uraian
VI. 1. Demokrasi di Indonesia
Konstitusi Indonesia, UUD 1945, menjelaskan bahwa Indonesia adalah sebuah
negara demokrasi. Presiden dalam menjalankan kepemimpinannya harus memberikan
pertanggungjawaban kepada MPR sebagai wakil rakyat. Oleh karena itu secara hierachy
rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi melalui sistem perwakilan dengan cara
pemilihan umum. Pada era Presiden Soekarno, Indonesia sempat menganut demokrasi
terpimpin tahun 1956. Indonesia juga pernah menggunakan demokrasi semu(demokrasi
pancasila) pada era Presiden Soeherto hingga tahun 1998 ketika Era Soeharto
digulingkan oleh gerakan mahasiswa. Gerakan mahasiswa yang telah memakan banyak
sekali harta dan nyawa dibayar dengan senyum gembira dan rasa syukur ketika Presiden
Soeharto mengumumkan "berhenti sebagai Presiden Indonesia" pada 21 Mei 1998.
Setelah era Seoharto berakhir Indonesia kembali menjadi negara yang benar-benar
demokratis mulai saat itu. Pemilu demokratis yang diselenggarakan tahun 1999
dimenangkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Pada tahun 2004 untuk
pertama kali Bangsa Indonesia menyelenggarakan pemilihan umum presiden. Ini adalah
sejarah baru dalam kehidupan demokrasi Indonesia.
Demokrasi dianggap sistem pemerintahan yang paling tepat bagi Indonesia,
dengan berbagai macamnya suku, ras, agama dan bahasa, demokrasi menjadi pemersatu
dan pegangan bagi masyarakat yang bhineka dimana tidak ada golongan yang
diuntungkan, semua sama Indonesia, semua rakyat Indonesia dan semua berhak atas
segala hak rakyat atas nama demokrasi.
Indonesia pernah menerapkan demokrasi parlementer yaitu pada tahun 19451959. Dalam sistem demokrasi parlementer, Indonesia memiliki kepala negara dan
kepala pemerintahan sendiri. Selama periode ini konstitusi yang digunakan adalah
4 | Page
Konstitusi RIS dan UUDS 1950. BAnyak kelebihan yang dirasakan ketika Indonesia
menerapkan sistem demokrasi parlementer antara lain:
1. Parlemen menjalankan peran yang sangat baik
2. Akuntabilitas pemengang jabatan tinggi
3. Partai politik diberi kebebasan dan peluang untuk berkembang
4. Hak dasar setiap individu tidak dikurangi
5. Pemilihan umum dilaksanakan benar-benar dengan prinsip demokrasi (Pemilu
1955)
6. Daerah diberikan otonomi dalam mengembangkan daerahnya sesuai dengan
asas desentralisasi
Meskipun banyak sekali kelebihan yang dirasakan, demokrasi parlementer
dianggap gagal karena beberapa alasan yang dikemukakan para ahli sebagai berikut:
1. Usulan Presiden (Konsepsi Presiden) tentang Pemerintahan yang berasaskan
gotong-royong (berbau komunisme)
2. Dewan Konstituante yang bertugas menyusun Undang-undang (konstitusi)
mengalami kegagalan dalam merumuskan ideologi nasional.
3. Dominan sekali politik aliran yang memicu konflik
4. Kondisi ekonomi pasca kemerdekaan masih belum kuat.
Indonesia juga pernah menganut sistem demokrasi terpimpin pada 1959-1965.
Demokrasi terpimpin, juga disebut demokrasi terkelola, adalah istilah untuk
sebuah pemerintahan demokrasi dengan peningkatan otokrasi. Pemerintahan negara
dilegitimasi oleh pemilihan umum yang walaupun bebas dan adil, digunakan oleh
pemerintah untuk melanjutkan kebijakan dan tujuan yang sama. Atau, dengan kata lain,
pemerintah telah belajar untuk mengendalikan pemilihan umum sehingga pemilih dapat
melaksanakan semua hak-hak mereka tanpa benar-benar mengubah kebijakan publik.
Walaupun mengikuti prinsip-prinsip dasar demokrasi, dapat timbul penyimpangan kecil
terhadap otoritarianisme. Dalam demokrasi terpimpin, pemilih dicegah untuk memiliki
5 | Page
dampak yang signifikan terhadap kebijakan yang dijalankan oleh negara melalui
pengefektifan teknik kinerja humas yang berkelanjutan.
Istilah ini digunakan sebagai referensi untuk periode politik tertentu
di Indonesia. Akhir-akhir ini istilah ini juga banyak digunakan di Rusia, dimana Ia
diperkenalkan ke dalam praktek umum oleh pemikir dari anggota Kremlin,
khususnya Gleb Pavlovsky.
Demokrasi Terpimpin berjalan berdasarkan Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli
1959 dan Tap MPRS No. VIII/MPRS/1959. Paham demokrasi ini berdasarkan paham
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan (Pancasila sila 4). Paham ini berintikan musyawarah
untuk mufakat secara gotong royong antara semua
kekuatan nasional yang revolusioner dengan prinsip Nasakom (nasionalisme, agama,
dan komunisme).
Pada masa pemerintahan Habibie ada perencanaan untuk mengadakan revisi
terhadap semua undang-undang perpolitikan yang dianggap tidak mendukung usaha
demokratisasi yang dihasilkan oleh pemerintah Soeharto. Termasuk didialmnya dalah
UU Kepartaian, UU Keormasan, UU Pemilihan Umum, UU Susunan dan Kedudukan
DPR/MPR, UU Referendum. UU Pemerintahan Daerah, dan lain-lain. Untuk
mewujudkan rencana tersebut, pemerintah, dalam hal ini Departemen Dalam Negeri,
membentuk sebuah tim yang terdriri dari para ilmuwan politik. Tugas utama dari tim
tersebut adalah membuat draft Rancangan Undang-Undang dalam bidang politik.
Setelah bekerja selama tiga bulan, akhirnya draft RUU dapat diselesaikan, yaitu
RUU Tentang Pemilihan Umum Badan Perwakilan Rakyat, RUU Tentang Kepartaian,
dan RUU Tentang Susunan dan Kedudukan DPR/MPR. Keriga RUU tersebut sudah
disampaikan kepada DPR untuk dibahas. Diantara ketiga RUU tersebut yang paling
banyak mengundang kontroversi adalah RUU Tentang Pemilihan Umum. Ada beberapa
krusial poin tentang RUU tersebut yang mengundang kontroversi. Pertma, tentang
sistem pemilihan oleh RUU diusulkan untuk menggunakan pluralitas yang dikenal
secara populer di Indonesia dengan sistem distrik. Kedua, tentang pengaturan syarat
minimal sebuah paratai untuk ikut dalam pemilihan umum, yaitu harus memiliki
6 | Page
pengurus di 14 provinsi dan 154 kabupaten atau mampu mengumpulkan satu juta tanda
tangan. Ketiga, masih tersedianya kursi untuk ABRI sejumlah 10% atau 55 kursi di
DPR. Keempat, tentang kududukan pegawai negeri sipil. Menurut penulis, sebenarnya
pemerintahan Habibie sudah meletakan dasar bagi pembangunan politik menuju
demokratisasi. Hal itu dilakukan dengan dasar semangat toleransi terhadap perbedaan
pendapat. Kalangan oposisi yang kuat di dalam masyarakat mulai muncul, liberalisai di
bidang politik, terutama yang menyangkut implementasi, dari beberapa hak asasi
manusia di bidang politik juga sudah mulai eksis. Diajukannya sejumlah RUU di bidang
politik merupakan langkah awal yang positif menuju kehidupan politik yang lebih
demokratik di masa depan, terutama apabila dalam pemilihan umum dilaksanakan
dengan lebih baik, lebih demokratik. Hal itu harus diakui merupakan tonggak baru
dalam sejarah politik di Indonesia.
Demokrasi mempersyaratkan adanya sikap moderat dan toleran terhadap
perbedaan, dan itu yang disebut dengan pluralisme. Oleh karena itu, sikap moderat
merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan, bukan sikap otoritarian dengan semangat
toleransi yang rendah. Semuanya itu akan bergantung pada masyarakat sendiri untuk
mengisi masa transisi dengan baik sehingga jalan menuju demokratisasi menjadi lapang.
Bila sebaliknya yang terjadi, yaitu semangat toleransi yang rendah, bahkan
kecenderungan anarkis yang muncul, bangsa Indonesia akan kehilangan momentum
untuk menciptakan jalan lapang menuju demokrasi. Selama beberapa syarat demokrasi
masih belum terpenuhi dan selama ekstrimitas (anarkisme) masih ada di Indonesia maka
dapat disebut demokrasi di Indonesia masih belum sesuai harapan.
VI. 2. Demokrasi Yang Stabil
Ukuran demokrasi yang paling jelas adalah hak pilih universal (hak setiap warga
negara untuk memilih). Seperti pemerintahan demokrasi yang ditegaskannya, hak pilih
universal telah lama dinantikan kedatangannya. Juga dalam banyak hal, perkembangan
demokrasi adalah suatu proses yang bertahap.
Di dunia modern, demokrasi juga menyiratkan pemerintahan perwakilan. Hak
pilih unuversal dinyatakan dengan memilih wakil-wakil yang kemudan bertanggung
jawab untuk membuat dan mengelola atau mengawasi pelaksanaan kebijakan umum.
Keikutsertaan langsung pemilh dalam pembuataan kebijakan relatif jarang terjadi. Akan
7 | Page
tetetapi dalam banyak hal, para pemilih yang memilih wakil-wakil mereka dan wakilwakil mereka inilah yang memerintah. Namun unutk mengatakan hak pilih universal
masih banyak ditemukan masalah yang tidak terungkapkan.
Dalam suatu demokrasi, pemungutan suara warga negara untuk memilih wakilwakil di strukturkan oleh sebuah sistem partai politik. Sistem partai dapat dicirikan oleh
sejumlah partai besar yang diwakili dalam badan pembuat undang-undang nasional.
Bila hanya ada stu partai politik seperti di Uni Soviet jelas ini bukanlah demokrasi.
Sistem partai dalam pemerintahan demokrasi pada dasarnya adalah sistem dua partai
atau sistem multi partai. Dalam sistem multi partai bisanya ada satu partai dominan
yang bekerja sama dengan partai lain atau partai dominan tersebut dapat memerintah
dalam waktu lama.
Jadi untuk memeberi ekspresi yang bermakna bagi hak plih universal dalam
konteks pemerintahan perwakilan, warga negara harus mampu ikut serta dalan
pemilihan kompetitif, yang pilihan pribadi dan kebijakan distrukturkan oleh persaingan
dua atau lebih partai politik. Tentu dengan sistem pemilihan umum yang benar.
Adapula ciri demokrasi stabil yang lain. Diantaranya adalah ada kelompokkelompok yang berkepentingan. Di setiap negara, selain persaingan partai-partai
politiknya, selalu ada bermacam-macam kelompok yang memiliki kepentingan khusus.
Kelompok-kelompok tersebut berusaha mempengaruhi program partai politikdan
kebijakan pemerintah atas nama anggotanya yang biasanya sangat homogen karena
mereka datang dari kategori kedudukan tertentu. Contohnya, kelompok buruh,
kelompok pengusaha, kelompok mahasiswa, kelompok pekerjann dan lain-lain. Jumlah
dan macamnya kelompok yang berkepentingan itu sendiri dalam masyarakat manapun
berguna untuk mengukur tingkat demokrasi dalam masyarakat itu sendiri.
Kemudian komunikasi. Otonomi politik yang besar dari kelomok-kelompok
yang berkepentingan dalam masyarakat demokrasi debagian berdasarkan pada sistemsistem otonomi yang sama dalam komunikasi umum. Boleh saja pemerintah memeilik
jaringan siaran radio dan televisi, tetapi kebijakan menentukan dan isi berita harus bebas
dari pengendalian pemerintah. Mungkin ada juga jaringan-jaringan siarang lain yang
kecuali memeperoleh izin dari pemerintah. Jadi pendapat umum bisa saja berpedoman
8 | Page
pada sumber–sumber informasi yang tidak sama dengan kepentingan-kepentingan
kelompok elit yang berkuasa.
Selanjutnya orang terpelajar. Pers yang mempunyai otonomi dapat menjalankan
peran yang brepengaruh dalam masyarakat hanya jika mereka terpelajar. Masyarakat
terpelajar mebutuhkan informasi. Mereka berminat untuk mengetahui dunia di sekitar
meraka, dan kebutuhan akan informasi merupakan suatu wahana kontrol bagi perilaku
pribadi maupun kelompok yang berekepentingan terhadap kepentingan politik elit.
Orang terpelajar juga merupakan syarat untuk organisai politik yang
berdayaguna, komunikasi, dan perilaku yang direncanakan untuk memepengaruhi
kebijakan umum. Tingkat orang terpelajar yang rendah erat hubunganya dengan
rendahnya organisasi politik dan keiuktsertaan dalam proses pembuatan kebijakan.
Kemudian perkembangan ekonomi. Salah satu syarat penting terjadinya hal-hal
yang diruraikan diatas adalah mengenai perkembanagn ekonomi. Bukankah orangorang terpelajar mereka bersekolah menggunakan biaya ? Demikian, terlihatlah
hubungan erat antara tingkat perkembangan ekonomi dengan tingkat orang terpelajar.
Memang ini bukanlah salah satu faktor penting demokrasi stabil, namun apabila sedikit
orang terpelajar yang ada dalam suatu masyarakat maka bukan tidak mungkin
demokrasinya akan tidak stabil pula.
Selain itu pula struktur kelas dalam masyarakat juga harus jelas, namun tetap
menjunjung tiggi pluralisme sehingga demokrasi di masyarakat dapat berjalan lancar.
Ketidak pluralisan yang terjadi dapat mengakibatkan kecemburuan sosial, dn
masyarakat tersebut biasanya gampang terpengaruh dengan paham fasisme atau
komunisme.
Bentuk negara demokrasi pun haruslah jelas anatara federal atau kesatuan.
Negara federal kesatuan politiknya dibagi kedalam negara bagian, kekuasaan
pemerintah dibagi menjadi wilayah hukum nasional dan subnasional yang ditentikan
menurut geografis. Bentuk negara kesatuan adalah wewenang pemerintahan regional
tetap dawasi oleh pemerintahan nasional. Serta sistem presidentil atau parlementer, ini
sudah dijelaskan diatas. Kekuasaan dan tanggung jawab politik yang jelas juga
merupakan salah satu ciri demokrasi yang stabil. Pemerintahan yang demokratis dan
menunjukan tanggung jawab yang besar juga merupakan pemerintahan yang biasanya
9 | Page
dapat berfungsi dalam wacana negara kesatuan ketimbang negara fedral. Juga
mempunyai pemerintahan yang parlementer juga pembuat undang-undang yang
dominan dimana kekuasaan politiknya terpusat.
VII.
Kesimpulan
Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar, sebagai bangsa yang multikultural,
sebagai bangsa yang menganut sistem demokrasi haruslah memiliki kriteria yang juga
dapat menjadi indikasi bahwa demokrasi sudah berjalan sebagaimana mestinya.
Harapan masyarakat mengenai sistem demokrasi amatlah besar, demokrasi sudah
menjadi rumusan para pendiri bangsa kita dimana pancasila sebagai dasarnya,
penerapan pancasila yang sesuai dan sebagaimana mestinya pastilah akan sangat
mendukung proses demokrasi yang ideal, para pendiri bangsa telah bersusah payah
menentukan ‘racikan’ yang pas mengenai semua ini. Kita sebagai penerus bangsa
tinggalah menerapkannya. Namun kita sebagai msayarakat Indonesia janganlah hanya
bisa berharap saja. Mari kita bersma-sama membangun demokrasi yang ideal di
Indonesia. Mari kita awasi para wakil dan para pembuat kebijakan itu. Kita jangan
hanya menuntut hak saja, kita juga harus memberikan sesuatu pada negara kita tercinta
ini. Demokrasi mempersyaratkan adanya sikap moderat dan toleran terhadap perbedaan,
dan itu yang disebut dengan pluralisme. Oleh karena itu, sikap moderat merupakan
sesuatu yang mutlak diperlukan, bukan sikap otoritarian dengan semangat toleransi
yang rendah. Semuanya itu akan bergantung pada masyarakat sendiri untuk mengisi
masa transisi dengan baik sehingga jalan menuju demokratisasi menjadi lapang. Bila
sebaliknya yang terjadi, yaitu semangat toleransi yang rendah, bahkan kecenderungan
anarkis yang muncul, bangsa Indonesia akan kehilangan momentum untuk menciptakan
jalan lapang menuju demokrasi. Selama beberapa syarat demokrasi masih belum
terpenuhi dan selama ekstrimitas (anarkisme) masih ada di Indonesia maka dapat
disebut demokrasi di Indonesia masih belum sesuai harapan. Mari kita junjung tinggi
semangat toleransi, kita junjung tinggi Bhineka Tunggal Ika. Kita benahi sistem-sistem
yang salah, sistem-sistem yang mementingkan suatu golongan saja.
10 | P a g e
Banyak yang ingin mengubah Indonesia menjadi liberal, komunis atau yang lain.
Hanya kita sendirilah yang dapat mencegah semua itu. Mari kita membuat demokrasi di
Indonesia menjadi kenyataan, bukan sekedar harapan dan angan-angan belaka. Ingat !
Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dari rakyat Indonesia, oleh rakyat Indonesia,
untuk rakyat Indonesia. Hidup Indonesia !
11 | P a g e
Alasan Pemilihan Judul
Makalah singkat yang di beri judul : “Demokrasi di Indonesia : Antara Harapan
dan kenyataan” ini penulis membuat dengan beberapa pertimbangan diantaranya
sebagai berikut :
1. Pembahasan mengenai demokrasi akan selalu menarik apalagi di Indonesia
yang merupakan salah satu negara demokrasi terbesar di dunia.
2. Kita juga harus mengetahui bagaimana demokrasi yang ideal untuk di
terapkan di Indonesia
3. Harapan masyarakat di Indonesia mengenai demokrasi dan kenyataan yang
sekarang terjadi selalu menjadi permasalahan di Indonesia.
II.
Latar Belakang Masalah
Demokrasi dipandang sebagai sebagai sesuatu yang penting karena nilai-nilai
yang dikandungnya sangat diperlukan sebagai acuan untuk menata kehidupan berbangsa
dan bernegara yang baik. Demokrasi merupakan alat yang dapat digunakan untuk
mewujudkan kebaikan bersama, atau masyarakat dan pemerintahan yang baik (good
society and good government). Kebaikan dari sistem demokrasi adalah kekuasaan
pemerintah berasal dari rakyat, baik secara langsung maupun perwakilan. Secara
teoritis, peluang terlaksananya partisipasi politik dan partisipasi warga negara dari
seluruh lapisan masyarakat terbuka lebar. Masyarakat juga dapat melakukan kontrol
sosial terhadap pelaksanaan pemerintahan karena posisi masyarakat adalah sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi.
Namun dalam praktek atau pelaksanaan demokrasi khususnya di Indonesia,
tidak berjalan sesuai dengan teori yang ada. Demokrasi yang dilaksanakan di Indonesia
belum mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Partisipasi warga
negara dalam bidang politik pun belum terlaksana sepenuhnya. Untuk memaparkan
lebih lanjut, permasalahan demokrasi yang ada perlu dikelompokkan lagi menjadi tiga
hal, yaitu dari segi teknis atau prosedur, etika politik, serta sistem demokrasi secara
keseluruhan.
1 | Page
Dari segi teknis atau prosedur, demokrasi di Indonesia sesungguhnya sudah
terlaksana. Hal ini dapat dibuktikan dengan terlaksananya pemilu pada tahun 1955,
1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009 untuk pemilihan calon
legislatif (Pileg) dan pemilihan calon presiden dan wakil presiden (Pilpres). Bahkan,
pemilu Indonesia tahun 1999 mendapat apresiasi dari dunia internasional sebagai
Pemilu pertama di era Reformasi yang telah berlangsung secara aman, tertib, jujur, adil,
dan dipandang memenuhi standar demokrasi global dengan tingkat partisipasi politik
ketika itu adalah 92,7%.
Namun sesungguhnya pemilu 1999 yang dipandang baik ini mengalami
penurunan partisipasi politik dari pemilu sebelumnya yaitu tahun 1997 yang mencapai
96,6 %. Tingkat partisipasi ppolitik di tahun berikutnya pun mengalami penurunan,
dimana pada pemilu tahun 2004, tingkat partisipasi politik mencapai 84,1 % untuk
pemilu Legislatif, dan 78,2 % untuk Pilpres. Kemudian pada pemilu 2009, tingkat
partisipasi politik mencapai 10,9 % untuk pemilu Legislatif dan 71,7 % untuk Pilpres.
Menurunnya angka partisipasi politik di Indonesia dalam pelaksanaan pemilu ini
berbanding terbalik dengan angka golput (golongan putih) yang semakin meningkat.
Tingginya angka golput ini menunjukkan apatisme dari masyarakat di tengah pesta
demokrasi, karena sesungguhnya pemilu merupakan wahana bagi warga negara untuk
menggunakan hak pilihnya dalam memilih orang-orang yang dianggap layak untuk
mewakili masyarakat, baik yang akan duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
Dewan Perwakilan Daerah (DPD), maupun Presiden dan Wakil Presiden.
Hak untuk memilih atau mengemukakan pendapat tergolong sebagai Hak Asasi
Manusia yang pelaksanaannya dijamin dalam UUD 1945 Pasal 28E ayat (3). Tingginya
angka golput mungkin berasal dari pandangan masyarakat yang memandang bahwa hak
asasi manusia merupakan suatu kebebasan, yang dalam hal ini adalah kebebasan untuk
menggunakan hak pilihnya ataupun tidak. Memang tidak ada aturan atau hukum yang
menjerat bagi orang-orang yang tidak turut serta berpartisipasi politik dalam pemilu,
namun apabila terus dibiarkan angka golput terus meningkat. Hal ini menimbulkan
kekhawatiran terhadap demokrasi Indonesia yang akan semakin tidak berkualitas akibat
rendahnya partisipasi dari para warganya.
2 | Page
III.
Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat ditarik suatu
permasalahan atas makalah ini :
1. Bagaimana kenyataan dari harapan masyarakat mengenai demokrasi di
Indonesia ?
2. Bagaimana demokrasi yang stabil agar dapat di terapkan di Indonesia ?
IV.
Konsep
Kata Deemokrasi berasal dari bahasa Yunani δημοκρατία (dēmokratía)
"kekuasaan rakyat", yang terbentuk dari δῆμος (dêmos) "rakyat" dan κράτος (kratos)
"kekuatan" atau "kekuasaan" pada abad ke-5 SM untuk menyebut sistem politik negara
kota Yunani, salah satunya Athena; kata ini merupakan antonim
dari ἀριστοκρατία (aristocratie) "kekuasaan elit". Secara teoritis, kedua definisi
tersebut saling bertentangan, namun kenyataannya sudah tidak jelas lagi. Sistem politik
Athena Klasik, misalnya, memberikan kewarganegaraan demokratis kepada pria elit
yang bebas dan tidak menyertakan budak dan wanita dalam partisipasi politik. Di semua
pemerintahan demokrasi sepanjang sejarah kuno dan modern, kewarganegaraan
demokratis tetap ditempati kaum elit sampai semua penduduk dewasa di sebagian besar
negara demokrasi modern benar-benar bebas setelah perjuangan gerakan hak suara pada
abad ke-19 dan 20. Kata demokrasi (democracy) sendiri sudah ada sejak abad ke-16 dan
berasal dari bahasa Perancis Pertengahan dan Latin Pertengahan lama. Jadi ini adalah
harapan dan kenyataan mengenai demokrasi sebagai sistem pemerintahan di Indonesia,
yang katanya ‘dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
V.
3 | Page
Jawaban Sementara
Harapan masyarakat mengenai demokrasi di Indonsesia belumlah terpuaskan,
masih banyak masalah terjadi di negri kita tercinta ini, jadi apa-apa saja yang
masyarakat harapkan mengenai demokrasi bisa di bilang tidak sesuai harapan, oknumoknum pemerintah yang semena-mena dan hanya mementingkan kepentingan pribadi
mejadi salah satu faktor penghambat harapan demokrasi ideal yang ada di Indonesia.
VI.
Uraian
VI. 1. Demokrasi di Indonesia
Konstitusi Indonesia, UUD 1945, menjelaskan bahwa Indonesia adalah sebuah
negara demokrasi. Presiden dalam menjalankan kepemimpinannya harus memberikan
pertanggungjawaban kepada MPR sebagai wakil rakyat. Oleh karena itu secara hierachy
rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi melalui sistem perwakilan dengan cara
pemilihan umum. Pada era Presiden Soekarno, Indonesia sempat menganut demokrasi
terpimpin tahun 1956. Indonesia juga pernah menggunakan demokrasi semu(demokrasi
pancasila) pada era Presiden Soeherto hingga tahun 1998 ketika Era Soeharto
digulingkan oleh gerakan mahasiswa. Gerakan mahasiswa yang telah memakan banyak
sekali harta dan nyawa dibayar dengan senyum gembira dan rasa syukur ketika Presiden
Soeharto mengumumkan "berhenti sebagai Presiden Indonesia" pada 21 Mei 1998.
Setelah era Seoharto berakhir Indonesia kembali menjadi negara yang benar-benar
demokratis mulai saat itu. Pemilu demokratis yang diselenggarakan tahun 1999
dimenangkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Pada tahun 2004 untuk
pertama kali Bangsa Indonesia menyelenggarakan pemilihan umum presiden. Ini adalah
sejarah baru dalam kehidupan demokrasi Indonesia.
Demokrasi dianggap sistem pemerintahan yang paling tepat bagi Indonesia,
dengan berbagai macamnya suku, ras, agama dan bahasa, demokrasi menjadi pemersatu
dan pegangan bagi masyarakat yang bhineka dimana tidak ada golongan yang
diuntungkan, semua sama Indonesia, semua rakyat Indonesia dan semua berhak atas
segala hak rakyat atas nama demokrasi.
Indonesia pernah menerapkan demokrasi parlementer yaitu pada tahun 19451959. Dalam sistem demokrasi parlementer, Indonesia memiliki kepala negara dan
kepala pemerintahan sendiri. Selama periode ini konstitusi yang digunakan adalah
4 | Page
Konstitusi RIS dan UUDS 1950. BAnyak kelebihan yang dirasakan ketika Indonesia
menerapkan sistem demokrasi parlementer antara lain:
1. Parlemen menjalankan peran yang sangat baik
2. Akuntabilitas pemengang jabatan tinggi
3. Partai politik diberi kebebasan dan peluang untuk berkembang
4. Hak dasar setiap individu tidak dikurangi
5. Pemilihan umum dilaksanakan benar-benar dengan prinsip demokrasi (Pemilu
1955)
6. Daerah diberikan otonomi dalam mengembangkan daerahnya sesuai dengan
asas desentralisasi
Meskipun banyak sekali kelebihan yang dirasakan, demokrasi parlementer
dianggap gagal karena beberapa alasan yang dikemukakan para ahli sebagai berikut:
1. Usulan Presiden (Konsepsi Presiden) tentang Pemerintahan yang berasaskan
gotong-royong (berbau komunisme)
2. Dewan Konstituante yang bertugas menyusun Undang-undang (konstitusi)
mengalami kegagalan dalam merumuskan ideologi nasional.
3. Dominan sekali politik aliran yang memicu konflik
4. Kondisi ekonomi pasca kemerdekaan masih belum kuat.
Indonesia juga pernah menganut sistem demokrasi terpimpin pada 1959-1965.
Demokrasi terpimpin, juga disebut demokrasi terkelola, adalah istilah untuk
sebuah pemerintahan demokrasi dengan peningkatan otokrasi. Pemerintahan negara
dilegitimasi oleh pemilihan umum yang walaupun bebas dan adil, digunakan oleh
pemerintah untuk melanjutkan kebijakan dan tujuan yang sama. Atau, dengan kata lain,
pemerintah telah belajar untuk mengendalikan pemilihan umum sehingga pemilih dapat
melaksanakan semua hak-hak mereka tanpa benar-benar mengubah kebijakan publik.
Walaupun mengikuti prinsip-prinsip dasar demokrasi, dapat timbul penyimpangan kecil
terhadap otoritarianisme. Dalam demokrasi terpimpin, pemilih dicegah untuk memiliki
5 | Page
dampak yang signifikan terhadap kebijakan yang dijalankan oleh negara melalui
pengefektifan teknik kinerja humas yang berkelanjutan.
Istilah ini digunakan sebagai referensi untuk periode politik tertentu
di Indonesia. Akhir-akhir ini istilah ini juga banyak digunakan di Rusia, dimana Ia
diperkenalkan ke dalam praktek umum oleh pemikir dari anggota Kremlin,
khususnya Gleb Pavlovsky.
Demokrasi Terpimpin berjalan berdasarkan Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli
1959 dan Tap MPRS No. VIII/MPRS/1959. Paham demokrasi ini berdasarkan paham
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan (Pancasila sila 4). Paham ini berintikan musyawarah
untuk mufakat secara gotong royong antara semua
kekuatan nasional yang revolusioner dengan prinsip Nasakom (nasionalisme, agama,
dan komunisme).
Pada masa pemerintahan Habibie ada perencanaan untuk mengadakan revisi
terhadap semua undang-undang perpolitikan yang dianggap tidak mendukung usaha
demokratisasi yang dihasilkan oleh pemerintah Soeharto. Termasuk didialmnya dalah
UU Kepartaian, UU Keormasan, UU Pemilihan Umum, UU Susunan dan Kedudukan
DPR/MPR, UU Referendum. UU Pemerintahan Daerah, dan lain-lain. Untuk
mewujudkan rencana tersebut, pemerintah, dalam hal ini Departemen Dalam Negeri,
membentuk sebuah tim yang terdriri dari para ilmuwan politik. Tugas utama dari tim
tersebut adalah membuat draft Rancangan Undang-Undang dalam bidang politik.
Setelah bekerja selama tiga bulan, akhirnya draft RUU dapat diselesaikan, yaitu
RUU Tentang Pemilihan Umum Badan Perwakilan Rakyat, RUU Tentang Kepartaian,
dan RUU Tentang Susunan dan Kedudukan DPR/MPR. Keriga RUU tersebut sudah
disampaikan kepada DPR untuk dibahas. Diantara ketiga RUU tersebut yang paling
banyak mengundang kontroversi adalah RUU Tentang Pemilihan Umum. Ada beberapa
krusial poin tentang RUU tersebut yang mengundang kontroversi. Pertma, tentang
sistem pemilihan oleh RUU diusulkan untuk menggunakan pluralitas yang dikenal
secara populer di Indonesia dengan sistem distrik. Kedua, tentang pengaturan syarat
minimal sebuah paratai untuk ikut dalam pemilihan umum, yaitu harus memiliki
6 | Page
pengurus di 14 provinsi dan 154 kabupaten atau mampu mengumpulkan satu juta tanda
tangan. Ketiga, masih tersedianya kursi untuk ABRI sejumlah 10% atau 55 kursi di
DPR. Keempat, tentang kududukan pegawai negeri sipil. Menurut penulis, sebenarnya
pemerintahan Habibie sudah meletakan dasar bagi pembangunan politik menuju
demokratisasi. Hal itu dilakukan dengan dasar semangat toleransi terhadap perbedaan
pendapat. Kalangan oposisi yang kuat di dalam masyarakat mulai muncul, liberalisai di
bidang politik, terutama yang menyangkut implementasi, dari beberapa hak asasi
manusia di bidang politik juga sudah mulai eksis. Diajukannya sejumlah RUU di bidang
politik merupakan langkah awal yang positif menuju kehidupan politik yang lebih
demokratik di masa depan, terutama apabila dalam pemilihan umum dilaksanakan
dengan lebih baik, lebih demokratik. Hal itu harus diakui merupakan tonggak baru
dalam sejarah politik di Indonesia.
Demokrasi mempersyaratkan adanya sikap moderat dan toleran terhadap
perbedaan, dan itu yang disebut dengan pluralisme. Oleh karena itu, sikap moderat
merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan, bukan sikap otoritarian dengan semangat
toleransi yang rendah. Semuanya itu akan bergantung pada masyarakat sendiri untuk
mengisi masa transisi dengan baik sehingga jalan menuju demokratisasi menjadi lapang.
Bila sebaliknya yang terjadi, yaitu semangat toleransi yang rendah, bahkan
kecenderungan anarkis yang muncul, bangsa Indonesia akan kehilangan momentum
untuk menciptakan jalan lapang menuju demokrasi. Selama beberapa syarat demokrasi
masih belum terpenuhi dan selama ekstrimitas (anarkisme) masih ada di Indonesia maka
dapat disebut demokrasi di Indonesia masih belum sesuai harapan.
VI. 2. Demokrasi Yang Stabil
Ukuran demokrasi yang paling jelas adalah hak pilih universal (hak setiap warga
negara untuk memilih). Seperti pemerintahan demokrasi yang ditegaskannya, hak pilih
universal telah lama dinantikan kedatangannya. Juga dalam banyak hal, perkembangan
demokrasi adalah suatu proses yang bertahap.
Di dunia modern, demokrasi juga menyiratkan pemerintahan perwakilan. Hak
pilih unuversal dinyatakan dengan memilih wakil-wakil yang kemudan bertanggung
jawab untuk membuat dan mengelola atau mengawasi pelaksanaan kebijakan umum.
Keikutsertaan langsung pemilh dalam pembuataan kebijakan relatif jarang terjadi. Akan
7 | Page
tetetapi dalam banyak hal, para pemilih yang memilih wakil-wakil mereka dan wakilwakil mereka inilah yang memerintah. Namun unutk mengatakan hak pilih universal
masih banyak ditemukan masalah yang tidak terungkapkan.
Dalam suatu demokrasi, pemungutan suara warga negara untuk memilih wakilwakil di strukturkan oleh sebuah sistem partai politik. Sistem partai dapat dicirikan oleh
sejumlah partai besar yang diwakili dalam badan pembuat undang-undang nasional.
Bila hanya ada stu partai politik seperti di Uni Soviet jelas ini bukanlah demokrasi.
Sistem partai dalam pemerintahan demokrasi pada dasarnya adalah sistem dua partai
atau sistem multi partai. Dalam sistem multi partai bisanya ada satu partai dominan
yang bekerja sama dengan partai lain atau partai dominan tersebut dapat memerintah
dalam waktu lama.
Jadi untuk memeberi ekspresi yang bermakna bagi hak plih universal dalam
konteks pemerintahan perwakilan, warga negara harus mampu ikut serta dalan
pemilihan kompetitif, yang pilihan pribadi dan kebijakan distrukturkan oleh persaingan
dua atau lebih partai politik. Tentu dengan sistem pemilihan umum yang benar.
Adapula ciri demokrasi stabil yang lain. Diantaranya adalah ada kelompokkelompok yang berkepentingan. Di setiap negara, selain persaingan partai-partai
politiknya, selalu ada bermacam-macam kelompok yang memiliki kepentingan khusus.
Kelompok-kelompok tersebut berusaha mempengaruhi program partai politikdan
kebijakan pemerintah atas nama anggotanya yang biasanya sangat homogen karena
mereka datang dari kategori kedudukan tertentu. Contohnya, kelompok buruh,
kelompok pengusaha, kelompok mahasiswa, kelompok pekerjann dan lain-lain. Jumlah
dan macamnya kelompok yang berkepentingan itu sendiri dalam masyarakat manapun
berguna untuk mengukur tingkat demokrasi dalam masyarakat itu sendiri.
Kemudian komunikasi. Otonomi politik yang besar dari kelomok-kelompok
yang berkepentingan dalam masyarakat demokrasi debagian berdasarkan pada sistemsistem otonomi yang sama dalam komunikasi umum. Boleh saja pemerintah memeilik
jaringan siaran radio dan televisi, tetapi kebijakan menentukan dan isi berita harus bebas
dari pengendalian pemerintah. Mungkin ada juga jaringan-jaringan siarang lain yang
kecuali memeperoleh izin dari pemerintah. Jadi pendapat umum bisa saja berpedoman
8 | Page
pada sumber–sumber informasi yang tidak sama dengan kepentingan-kepentingan
kelompok elit yang berkuasa.
Selanjutnya orang terpelajar. Pers yang mempunyai otonomi dapat menjalankan
peran yang brepengaruh dalam masyarakat hanya jika mereka terpelajar. Masyarakat
terpelajar mebutuhkan informasi. Mereka berminat untuk mengetahui dunia di sekitar
meraka, dan kebutuhan akan informasi merupakan suatu wahana kontrol bagi perilaku
pribadi maupun kelompok yang berekepentingan terhadap kepentingan politik elit.
Orang terpelajar juga merupakan syarat untuk organisai politik yang
berdayaguna, komunikasi, dan perilaku yang direncanakan untuk memepengaruhi
kebijakan umum. Tingkat orang terpelajar yang rendah erat hubunganya dengan
rendahnya organisasi politik dan keiuktsertaan dalam proses pembuatan kebijakan.
Kemudian perkembangan ekonomi. Salah satu syarat penting terjadinya hal-hal
yang diruraikan diatas adalah mengenai perkembanagn ekonomi. Bukankah orangorang terpelajar mereka bersekolah menggunakan biaya ? Demikian, terlihatlah
hubungan erat antara tingkat perkembangan ekonomi dengan tingkat orang terpelajar.
Memang ini bukanlah salah satu faktor penting demokrasi stabil, namun apabila sedikit
orang terpelajar yang ada dalam suatu masyarakat maka bukan tidak mungkin
demokrasinya akan tidak stabil pula.
Selain itu pula struktur kelas dalam masyarakat juga harus jelas, namun tetap
menjunjung tiggi pluralisme sehingga demokrasi di masyarakat dapat berjalan lancar.
Ketidak pluralisan yang terjadi dapat mengakibatkan kecemburuan sosial, dn
masyarakat tersebut biasanya gampang terpengaruh dengan paham fasisme atau
komunisme.
Bentuk negara demokrasi pun haruslah jelas anatara federal atau kesatuan.
Negara federal kesatuan politiknya dibagi kedalam negara bagian, kekuasaan
pemerintah dibagi menjadi wilayah hukum nasional dan subnasional yang ditentikan
menurut geografis. Bentuk negara kesatuan adalah wewenang pemerintahan regional
tetap dawasi oleh pemerintahan nasional. Serta sistem presidentil atau parlementer, ini
sudah dijelaskan diatas. Kekuasaan dan tanggung jawab politik yang jelas juga
merupakan salah satu ciri demokrasi yang stabil. Pemerintahan yang demokratis dan
menunjukan tanggung jawab yang besar juga merupakan pemerintahan yang biasanya
9 | Page
dapat berfungsi dalam wacana negara kesatuan ketimbang negara fedral. Juga
mempunyai pemerintahan yang parlementer juga pembuat undang-undang yang
dominan dimana kekuasaan politiknya terpusat.
VII.
Kesimpulan
Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar, sebagai bangsa yang multikultural,
sebagai bangsa yang menganut sistem demokrasi haruslah memiliki kriteria yang juga
dapat menjadi indikasi bahwa demokrasi sudah berjalan sebagaimana mestinya.
Harapan masyarakat mengenai sistem demokrasi amatlah besar, demokrasi sudah
menjadi rumusan para pendiri bangsa kita dimana pancasila sebagai dasarnya,
penerapan pancasila yang sesuai dan sebagaimana mestinya pastilah akan sangat
mendukung proses demokrasi yang ideal, para pendiri bangsa telah bersusah payah
menentukan ‘racikan’ yang pas mengenai semua ini. Kita sebagai penerus bangsa
tinggalah menerapkannya. Namun kita sebagai msayarakat Indonesia janganlah hanya
bisa berharap saja. Mari kita bersma-sama membangun demokrasi yang ideal di
Indonesia. Mari kita awasi para wakil dan para pembuat kebijakan itu. Kita jangan
hanya menuntut hak saja, kita juga harus memberikan sesuatu pada negara kita tercinta
ini. Demokrasi mempersyaratkan adanya sikap moderat dan toleran terhadap perbedaan,
dan itu yang disebut dengan pluralisme. Oleh karena itu, sikap moderat merupakan
sesuatu yang mutlak diperlukan, bukan sikap otoritarian dengan semangat toleransi
yang rendah. Semuanya itu akan bergantung pada masyarakat sendiri untuk mengisi
masa transisi dengan baik sehingga jalan menuju demokratisasi menjadi lapang. Bila
sebaliknya yang terjadi, yaitu semangat toleransi yang rendah, bahkan kecenderungan
anarkis yang muncul, bangsa Indonesia akan kehilangan momentum untuk menciptakan
jalan lapang menuju demokrasi. Selama beberapa syarat demokrasi masih belum
terpenuhi dan selama ekstrimitas (anarkisme) masih ada di Indonesia maka dapat
disebut demokrasi di Indonesia masih belum sesuai harapan. Mari kita junjung tinggi
semangat toleransi, kita junjung tinggi Bhineka Tunggal Ika. Kita benahi sistem-sistem
yang salah, sistem-sistem yang mementingkan suatu golongan saja.
10 | P a g e
Banyak yang ingin mengubah Indonesia menjadi liberal, komunis atau yang lain.
Hanya kita sendirilah yang dapat mencegah semua itu. Mari kita membuat demokrasi di
Indonesia menjadi kenyataan, bukan sekedar harapan dan angan-angan belaka. Ingat !
Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dari rakyat Indonesia, oleh rakyat Indonesia,
untuk rakyat Indonesia. Hidup Indonesia !
11 | P a g e