Manajemen Risiko dalam Pengembangan Mere

MANAJEMEN RESIKO
DALAM PENGEMBANGAN MEREK
DI INDUSTRI JASA RUMAH SAKIT
Oleh : Ilham Akhsanu Ridlo, S.KM., M.Kes
I.

PENDAHULUAN
Rumah sakit dewasa ini dituntut untuk memberikan pelayanan yang optimal
dan memuaskan pelanggan, hal ini merupakan langkah yang tidak mudah karena
institusi ini merupakan sebuah industri yang padat modal (capital intensive), padat
teknologi (technology intensive), padat karya (labor intensive) dan padat
keterampilan (skill intensive) dengan sumber daya manusia yang sangat kompleks.
Oleh karenanya industri perumahsakitan harus mengedepankan banyak perubahan
demi perbaikan pelayanan kepada pelanggan (Aditama, 2006).
Perubahan besar dalam industri jasa rumah sakit disertai oleh beragam
strategi dengan model baru dan berkembangnya sebuah merek yang saat ini
dijadikan sebagai sebuah strategi, utamanya dalam bidang pemasaran. Kita lebih
mengenal merek dengan istilah Brand. Merek merupakan nama, istilah, tanda,
simbol, atau rancangan atau kombinasi semuanya, untuk mengidentifikasi barang
atau jasa penjual atau kelompok penjual untuk membedakan suatu barang atau jasa
kita dengan para pesaing atau kompetitor. Merek digunakan untuk menyederhanakan

penelusuran produk, mengorganisasikan catatan inventori, perlindungan hukum,
menandakan mutu, meningkatkan keuntungan bersaing (Keller, 2006).
Sebuah merek yang merupakan cerminan dari sebuah industri rumah sakit
mempunyai beberapa resiko dalam pelaksanaannya. Merek dikenalkan oleh sebuah
rumah sakit kepada pelanggannya dengan sebuah brand strategy

yang

dikomunikasikan melalui sebuah upaya brand communication (Schultz dan Barnes,

1

1999). Komunikasi ini menyangkut aspek positioning, identity dan personality dari
brand itu sendiri (Gelder, 2005).

Dalam kondisi persaingan bisnis yang semakin ketat, sebuah brand memiliki
peran yang sangat penting untuk menjadi pemimpin pasar. Dengan demikian maka
rumah sakit saat ini harus secara berkelanjutan harus mengelola ekuitas merek
(brand equity) sebagai salah satu intangible asset-nya. Merek yang prestisius adalah
merek yang memiliki brand equity kuat sehingga memiliki daya tarik yang besar di

mata konsumen. (Ridlo, 2011)
Oleh karena itu dalam memperkuat brand dan menjadikan sebagai sebuah
aset bagi rumah sakit maka perlu dipikirkan sebuah manajemen resiko yang menjaga
agar brand rumah sakit bisa bertahan dan menghindari sebuah kerugian besar yang
diakibatkan oleh sebuah brand failure atau kegagalan merek. Manajemen resiko
dalam upaya menjaga brand rumah sakit dari kegagalan brand merupaka salah satu
upaya yang perlu dilakukan oleh rumah sakit.

II.

HUBUNGAN PRODUK DAN MEREK
Komponen produk merupakan salah satu yang diperlukan dalam analisis
brand strategy. Produk adalah merupakan hasil dari kegiatan produksi baik

menyangkut produk barang maupun yang bersifat jasa. Produk merupakan variabel
pertama yang diperlukan dalam proses penjualan dan merupakan salah satu yang
diperhatikan dalam pemasaran, karena produk merupakan sesuatu yang ditawarkan ke
pasar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. (Ridlo, 2011)
Menurut Kotler (2008) adalah “a product is anything that can be offered to
be a market for attention, acquasition, use or consumption that might satisfy a want


or need”. Definisi di atas menjelaskan bahwa produk adalah apa saja yang ditawarkan

2

ke pasar untuk dipertahankan, diperoleh, digunakan atau dikonsumsi yang dapat
memenuhi kebutuhan dan keinginan.
Pengembangan produk merupakan strategi yang digunakan oleh perusahaan
untuk dapat survive dan sustain. Pengembangan produk baru akan menjadi sebuah
terobosan strategik untuk memecahkan situasi kebuntuan akibat karena persaingan
bisnis yang mulai jenuh. Tetapi, Fakta di dalam industri pelayanan jasa rumah sakit
menunjukkan lebih banyak produk baru yang gagal dibandingkan yang sukses
berkembang. Kegagalan ini disebabkan oleh banyaknya rumah sakit (perusahaan)
kurangnya distribusi sumberdaya (resources) dan sistem pengambilan keputusan
strategik yang menyeluruh berdasarkan informasi kualitatif dan kuantitatif dan
memperoleh informasi dari pengembangan produk sebelumnya (Park et al, 2011).
Produk tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya merek. Termasuk pada
industri jasa rumah sakit. Sebuah pelayanan kesehatan harus dilabeli merek rumah
sakit. Produk layanan kesehatan akan mempunyai nilai (value) dan image jika disertai
dengan sebuah merek (brand). Oleh karena itu keduanya menjadi bagian yang utuh

dalam strategi pemasaran (Ridlo, 2011)
Manajemen resiko dalam pengelolaan merek dimaksudkan untuk mengetahui
ekuitas merek pada produk-produk yang dimiliki oleh rumah sakit, upaya tersebut
dapat diaplikasikan sesua dengan konsep manajemen resiko yang secara umum
disebut Risk Analysis atau analisis resiko. Analisis resiko dapat dianalisis melalui
sebuah Risk Assessment baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

III.

MANAJEMEN RISIKO DALAM PENGEMBANGAN MEREK
Keberlangsungan suatu rumah sakit sebagai sebuah industri jasa untuk tetap
berkembang salah satunya adalah dengan cara terus menerus melakukan

3

pengembangan produk. Tetapi, situasi bisnis akan terus menerus berubah berdasarkan
tuntutan pasar yang semakin komplek.
Kondisi

pasar


yang

cepat

berubah

penuh

dengan

ketidakpastian.

Ketidakpastian itulah yang membuat perusahaan harus mengantisipasi segala macam
kemungkinan yang terjadi di masa mendatang. Ketidakpastian dalam pelayanan jasa
rumah sakit disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Internal dari lingkungan
organisasi yang selalu dinamis karena rumah sakit merupakan pelayanan yang padat
modal, dapat karya, padat keterampilan dan padat teknologi. Eksternal dari regulator
yang memegang kebijakan kesehatan, keinginan dan harapan konsumen (pasien dan
keluarga), kompetitor dan faktor fiskal dan ekonomi serta lainnya. (Ridlo, 2011)

Ketidakpastian diatas dapat diantisipasi dengan mengetahui risiko pada
proses pengembangan merek baru yang melekat pada produk jasa kesehatan. Untuk
membuat keputusan itu dilakukan penilaian risiko (risk assessment) pada tahapan
pengembangan merek. Kerangka risk assesment dapat dibangun dengan berdasarkan
ISO 31000 yang sistematis diharapkan dapat menentukan strategi yang harus dihadapi
perusahaan (Hadi dan Karningsih, 2014).
Perusahaan dapat mengetahui risiko yang paling tinggi pada saat proses
pengembangan merek baru sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadi
kegagalan. Risiko dianalisis menggunakan Failure Modes and Effects Analysis
(FMEA). Metode ini digunakan untuk mengetahui resiko yang paling tinggi untuk
selanjutnya dilakukan tindakan mitigasi risiko sebagai inisiasi rencana kontingensi.
Antisipasi dan pengurangan risiko di masa depan dapat diatasi pada tahap mitigasi
pada manajemen risiko. (Hadi dan Karningsih, 2014).
Pengembangan produk baru terkait dengan pengambilan dan pengelolaan
risiko (Kwak dan LaPlace, 2005), dalam hal ini pengembangan produk baru juga

4

diikuti oleh pengembangan merek karena merek melekat pada produk. Persoalan yang
melingkupi lingkungan strategis suatu perusahaan adalah ketidakpastian. Dengan

situasi demikian, setiap rumah sakit harus dapat mengantisipasi segala macam
kemungkinan yang terjadi di masa mendatang. Ketidakpastian penuh dengan risiko,
namun terdapat juga peluang yang dapat dimanfaatkan.
Manajemen risiko diharapkan dapat menuntun suatu perusahaan (rumah
sakit) untuk perjalanan ke depannya (forward-looking). Hal ini dikarenakan strategi
tidak bisa langsung diterapkan secara pasti di dalam perjalanan perusahaan karena
harus disesuaikan dengan perkembangan situasi perusahaan tersebut. Dengan
demikian, manajemen risiko dapat membantu suatu perusahaan dalam menetapkan
strategi ke depannya, kemudian meninjau kembali strategi yang telah diterapkan
sehingga dapat relevan dengan situasi yang terus berkembang.
Dalam standar ISO 31000 (ISO, 2009) merupakan kerangka kerja yang
umum untuk mengelola risiko. Tujuannya adalah untuk menjadi independen dari
konteks aplikasi spesifik dan itu tidak mengatasi pengembangan produk baru secara
eksplisit. Manajemen risiko secara luas didefinisikan sebagai kegiatan yang
terkoordinasi secara langsung dan mengendalikan organisasi yang berkaitan dengan
risiko.
Kerangka kerja menurut ISO 31000 dimulai dengan komunikasi dan
konsultasi, menyusun konteks, identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko,
perlakuan risiko dan memonitor dan peninjauan. Pada saat melakukan analisis risiko
digunakan metode FMEA untuk mengetahu risiko yang paling tinggi pada saat

pengembangan produk baru. Kemudian setelah diketahui risikonya yang terjadi
kemudian dilakukan mitigasi risiko untuk mengurangi risiko pada saat pengembangan

5

produk yang kemudian akan dijadian acuan untuk pengambilan keputusan dengan
mempertimbangkan masalah yang ada.

IV. TAHAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PENGEMBANGAN MEREK
Pada tahun 2005, ISO menetapkan kelompok kerja untuk mengembangkan
standar manajemen risiko internasional pertama menggunakan AS/NZS 4360:2004
sebagai rancangan awal. Standar proses pengembangan yang disertakan konsultasi
publik yang luas di Australia dan Selandia Baru dan menghasilkan publikasi ISO
31000:2009. Berikut merupakan perbandingan tahapan proses manajemen risiko
dengan bermacam-macam kerangka kerja (Oehmen et al, 2014).

1. Tahap Identifikasi Manajemen Risiko Dalam Pengembangan Merek
Tahapan identifikasi manajemen risiko dalam pengembangan merek sesuai dengan
kerangka ISO 31000:2009 adalah sebagai berikut:
a. Tahapan pengembangan merek baru

Pada pengembangan merek ini perlu dilakukan proses audit merek yang sebelumnya
dan untuk mengukur tingkat ekuitas merek (brand equity).

6

b. Penentuan merek dalam produk jasa rumah sakit yang akan dipilih sebagai acuan
Pada rumah sakit terdapat beberapa merek yang ada dan melekat pada produk. Untuk
itu perlu ditentukan apakah merek utama atau merek turunan yang akan dipilih.
c. Pemetaan Resiko (Risk) yang berkaitan dengan Pengembangan Merek
Faktor-faktor risiko yang sebelumnya terjadi dan kemungkinan akan terjadi akan
dijadikan input pada pengolahan data dan dilakukan analisa faktor apa yang
menghasilkan risiko paling besar dalam pengembangan merek pada rumah sakit.
2. Tahap Analisis Manajemen Risiko Dalam Pengembangan Merek
FMEA telah lama digunakan sebagai alat perencanaan selama pengembangan produk,
proses dan jasa (Mehjerdi, 2013). Dalam penerapan di makalah ini FMEA berfungsi
untuk mengidentifikasi modul kegagalan yang potensial dari suatu merek selama siklus
hidupnya, mengidentifikasi efek yang ditimbulkan dari kegagalan dan mengidentifikasi
tingkat kekritisan dari efek kegagalan dalam penggunaan merek yang melekat pada
produk layanan kesehatan di rumah sakit.
Tujuan utama FMEA untuk menemukan dan memperbaiki permasalahan utama yang

terjadi pada tiap tahapan desain dan proses perencaaan dan pengembangan untuk
mencegah merek yang gagal (brand failure) sampai ke pelanggan yang nantinya dapat
membahayakan reputasi rumah sakit.
Susilo dan Kaho (2010) menyatakan bahwa dalam penerapan FMEA terdapat
beberapa langkah sebagai berikut:
1. Memetakan proses bisnis atau bagan alir dalam suatu proses pembentukan merek di
rumah sakit.
2. Brainstorming berbagai bentuk kemungkinan kesalahan atau kegagalan proses dalam
pembentukan merek dan pengembangannya.

7

3. Membuat daftar dampak dari kesalahan atau kemungkinan kesalahan dalam
pengembangan merek.
4. Menilai tingkat dampak (severity) kesalahan dalam pembentukan merek
5. Menilai tingkat kemungkinan terjadinya (occurance) kesalahan dalam pembentukan
merek
6. Menilai tingkat kemungkinan deteksi dari tiap kesalahan atau dampaknya dalam
pembentukan merek
7. Hitung tingkat prioritas risiko dari masing-masing kesalahan dan dampaknya dalam

pembentukan merek
8. Urutkan prioritas kesalahan (RPN) yang memerlukan penanganan lanjut
9. Lakukan mitigasi terhadap kesalahan dampaknya dalam pembentukan merek
Idealnya semua kesalahan yang menimbulkan dampak tinggi harus dihilangkan
sepenuhnya. Penanganan dilakukan secara serentak untuk ketiga aspek, yaitu
meningkatkan kemampuan untuk mendeteksi kesalahan, mengurangi dampak
kesalahan bila terjadi.
10. Hitung ulang priopitas kesalahan yang memerlukan penangan lanjut yang tersisa
untuk mengetahui hasil dari kontrol yang dilakukan.
3. Tahap Evaluasi Manajemen Risiko Dalam Pengembangan Merek
Fungsi dari manajemen resiko adalah mengevaluasi, ketika resiko terjadi maka resiko
tersebut di prioritaskan sehingga rencana mitihas ditetapkan berdasarkan data terdahulu,
proses pembelajaran, dan pelatihan mengenai pengetahuan organisasi dan pelatihan
standar (Ahmed et al, 2003).
Menurut Ahmed et al (2007) beberapa metode yang digunakan dalam tahap evaluasi
adalah seperti Decision Tree Analysis, Portfolio Management dan Multiple Criteria
Decision-making Method . Mitigasi risiko dimaksudkan untuk menyelesaikan permasalaha

8

dalam pengembangan merek di rumah sakit serta melakukan langkah apa yang harus
diambil untuk mengatasi persoalan yang terjadi. Langkah selanjutnya setelah mitigasi
adalah melakukan monitoring untuk dibuat mekanisme perbaikan berkelanjutan yang
dimaksudkan untuk memperbaiki merek pada rumah sakit. Dalam istilah merek perbaikan
ini dapat diartikan sebagai re-branding. Proses re-branding ini membutuhkan keseriusan
stakeholder rumah sakit dan komitmen pimpinan dan manajemen level atas dan
menengah.

V. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Pada pengembangan merek dalam jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit terdapat
risiko yang penuh dengan ketidakpastian. Tetapi, adanya risiko tersebut dapat
diminimalkan dengan mengetahui faktor-faktor risiko yang mungkin terjadi pada tiap
tahapnya;
2. Dalam pengembangan merek rumah sakit, maka perlu diperhatikan layanan kesehatan
(produk) apa yang melekat pada merek. Sehingga harus diidentifikasi terlebih dahulu
kategori produk dan mereknya;
3. Suatu perencanaan dan pelaksanaan kerangka kerja (framework) yang sistematis dapat
membantu untuk memprediksi kemungkinan dari keberhasilan suatu pengembangan
merek.
Untuk memperbaiki makalah ini, maka disarankan perlu dilakukan telaah
mendalam tentang aspek komunikasi dan psikososial dari dampak yang ditimbulkan
dalam resiko pengembangan merek dan perlu dilakukan penelitian khusus mengenai
manajemen risiko pengembangan merek dengan didasari oleh data primer dan
sekunder.

9

DAFTAR PUSTAKA
Aditama, TY. 2006. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Edisi Ke-2. UI-Press. Jakarta
Ahmed, A., Kayis, B., Amornsawadwatana, S., (2007). “A Review Of Technique For Risk
Management In Projects”. School of Mechanical and Manufacturing Engineering,
The University of New South Wales. Australia.
AS/NZS 4360 (2004), 3rd Edition The Australian And New Zealand Standard on Risk
Management, Broadleaf Capital International Pty Ltd, NSW Australia
Baba, Y., Kikuchi, J., Mori, S., (1995). “Japan's R&D strategy reconsidered: departure from
the manageable risks”. Technovation 15, 65–78.
Gelder, SV. 2005. Global Brand Strategy. London: Kogan Page.
Hadi, Wijdani Anindya., Karningsing, Putu Dana., (2014). “Manajemen Resiko Dalam
Pengembangan Produk Baru”. Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi
XXI. ISBN : 978-602-70604-0-1. Program Studi MMT-ITS, Surabaya
Keller, KL. 2006. Strategic Brand Management: Building. Measuring. and Managing Brand
Equity. 2nd. Upper Saddle River. N.J: Pearson Education International.
Mehrjedi, Y.Z., Dehghanbaghi, M. (2013). “A Dynamic Risk Analysis on New Product
Development Process”. IJIEPR volume 24, 17-35.
Oehmen, J., Seering, W., (2011). Risk-driven design processes–balancing efficiency with
resilience in product design. In: Birkhofer, H. (Ed.), The Future of Design
Methodology. Springer, London
Ridlo, Ilham Akhsanu. 2011. Penyusunan Brand Expression Berdasarkan Strategi Pemasaran
dan Brand Strategy. Tesis. Surabaya
Schultz DC and Barnes BE 1999. Strategic Brand Communication Campaigns. USA: NTC
Bussiness Books.

10