MANAJEMEN KONFLIK YANG MELIBATKAN TIGA P

MANAJEMEN KONFLIK YANG MELIBATKAN TIGA PIHAK
(Studi pada Konflik Tambang Emas Tumpang Pitu Banyuwangi)
Oleh: Muhammad Habibi

PENDAHULUAN
Awal tahun 2008, ketegangan muncul di kampung nelayan Pulau Merah,
Desa Sumberagung, Kecamatan Pasanggaran, Kabupaten Banyuwangi. Pro-kontra
konflik muncul di tengah masyarakat mengiringi rencana eksploitasi PT Indo
Multi Niaga (IMN) di kawasan itu. PT Indo Multi Niaga terindikasi merupakan
mitra dari Intrepid Mines Limited Australia yang kepemilikan sebagian sahamnya
di Indonesia disinyalir dimiliki oleh Surya Paloh yang juga merupakan bos dari
Media Group. Berdasarkan paparan PT IMN pada saat itu, jumlah cadangan bijih
emas Tumpang Pitu mencapai sekitar 9,6 juta ton dengan kadar emas rata-rata
mencapai 2,39 ton. Sedangkan jumlah logam emas sekitar 700 ribu ton.
Penambangan dilakukan dengan metode tambang dalam (underground mining)
dengan skala produksi mencapai 1.577 ton per tahun. Total investasi awal yang
disiapkan PT IMN mencapai US$ 4,3 juta.1
Pada periode 2005-2010, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dipimpin
Bupati Ratna Ani Lestari mendukung rencana PT IMN dengan dalih bahwa
cadangan emas Tumpang Pitu akan mampu menyumbang 10-20 persen
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Surat Keputusan Bupati Banyuwangi nomor

188/05/KP/429.012/2007 menjadi dasar bagi PT IMN untuk melakukan
1

Berdasarkan data dari Tabloid Intelijen Nomer 9/Tahun V/Juni 2008 "Eksplorasi Emas
Banyuwangi, Konspirasi Elit Politik".

22

eksplorasi. Penelusuran lebih lanjut, Gubernur Jawa Timur periode itu, Imam
Utomo merekomendasikan eksplorasi PT IMN di Tumpang Pitu dengan
menandatangani surat nomor 522/7150/021/2007. Dukungan pusat memperkuat
dengan ijin yang diterbitkan Menteri Kehutanan periode itu, M.S. Kaban dengan
ijin eksplorasi kepada PT IMN untuk jangka waktu dua tahun terhitung sejak 27
Juli 2007 melalui surat bernomor S.406/MENHUT-VII/PW/2007.2
Berakhirnya era kepemimpinan Bupati Ratna Ani Lestari (2005-2010) dan
terpilihnya Bupati Abdullah Azwar Anas untuk memimpin Kabupaten
Banyuwangi periode 2010-2015 menjadi periode baru bagi penguasaan di
kawasan pertambangan emas Tumpang Pitu. PT Indo Multi Niaga pada tahun
2012 mengalihkan sahamnya kepada PT Bumi Suksesindo. PT Bumi Suksesindo
merupakan perusahaan yang dikuasai oleh Edwin Soeryadjaya, merupakan bos

dari PT Adaro Energy, Tbk dan Saratoga Investama Sedaya. Pada saat ini,
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi telah menyepakati Izin Usaha Pertambangan
(IUP) kepada PT Bumi Suksesindo selaku perusahaan yang mengeksplorasi
kawasan tambang emas Tumpang Pitu.
Keberadaan tambang emas Tumpang Pitu yang terletak di Desa
Sumberagung

Kecamatan

Pesanggaran

Kabupaten

Banyuwangi

tersebut,

menimbulkan permasalahan konflik yang bukan hanya mengenai dampak
lingkungan dari adanya kegiatan pertambangan. Namun lebih jauh juga
menyangkut masalah bagi hasil yang diajukan oleh Pemerintah Daerah hingga

manfaat yang bisa diterima oleh masyarakat sekitar kawasan pertambangan yang

2

Ibid.

23

secara langsung juga merasa dirugikan terkait adanya kegiatan pertambangan.
Warga masyarakat Desa Sumberagung yang terdampak langsung kegiatan
pertambangan telah melakukan perlawanan-perlawanan. Perlawanan tersebut
seperti melakukan perusakan atas alat-alat pertambangan ketika proses eksplorasi
dipegang oleh PT IMN hingga melakukan aksi-aksi unjuk rasa menuntut adanya
kompensasi. Pada Januari 2014, ratusan warga masyarakat berunjuk rasa di depan
kantor PT Bumi Suksesindo untuk menuntut adanya kompensasi yang belum
mencapai titik temu, padahal dalam klausul kontrak pertambangan saat ini,
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi memperoleh 10 persen saham pertambangan
emas Tumpang Pitu.
Kerusakan lingkungan terkait dengan adanya perusahaan tambang
memang menjadi persoalan tersendiri bagi Pemerintah Kabupaten Banyuwangi

memiliki potensi tambang emas yang terletak di Hutan Lindung Gunung
Tumpang Pitu Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran. Kecamatan
Pesanggaran terletak sekitar 60 km dari Kota Banyuwangi. Konflik yang terjadi di
Kecamatan Pesanggaran disebabkan oleh eksplorasi tambang emas oleh PT Bumi
Suksesindo. Masyarakat beranggapan jika perusahaan tambang tersebut
beroperasi maka akan mengakibatkan kerusakan hutan lindung yang mereka jaga
selama ini dan mata pencaharian sebagai nelayan serta bertani akan terancam.
Kegiatan eksplorasi tambang yang dilakukan oleh PT Bumi Suksesindo
memberikan dampak dan perubahan fisik pada Hutan Lindung Gunung Tumpang
Pitu. Dampak yang dapat dilihat dari hasil eksplorasi tambang adalah rusaknya
Hutan Lindung Gunung Tupang Pitu akibat galian-galian tambang, tercemarnya

24

air laut, muncul dan berkembangnya konflik di masyarakat, serta munculnya
tambang emas ilegal di Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu. Ijin eksplorasi
tambang berubah menjadi eksploitasi namun hal ini dianggap cacat hukum karena
tanpa melalui sidang paripurna. Perubahan ijin pertambangan tersebut
mendapatkan respons dari berbagai pihak dan mengakibatkan munculnya sebuah
konflik dalam masyarakat.

Kegiatan pertambangan emas di Gunung Tumpang Pitu yang akan
dikelola oleh PT Bumi Suksesindo menarik perhatian dari berbagai kalangan yang
perduli terhadap lingkungan misalnya Wahana Lingkungan Hidup (Walhi),
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Konsorsium Advokasi Rakyat Sekitar
Tambang (KARST), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan masyarakat
Kecamatan Pesanggaran. Serta adanya respons masyarakat yang dilakukan untuk
menolak kegiatan pertambangan adalah dengan melakukan berbagai aksi seperti
aksi demonstrasi, dan audiensi dengan aparat pemerintahan hingga pengerusakan.
PEMETAAN KONFLIK (CONFLICT MAPPING)
Kecamatan Pesanggaran adalah salah satu kecamatan di Banyuwangi yang
memiliki luas paling luas (selain Kecamatan Tegaldlimo). Wilayahnya terdiri dari
hutan tropis di utara dan pesisir pantai di selatan. Di Kecamatan Pesanggaran
banyak terdapat gunung-gunung dengan dengan ketinggian yang tidak terlalu
tinggi seperti Gunung Tumpangpitu (489 meter), Gunung Lampon (180 meter),
Gunung Tembakur (458 meter), Gunung Gendong (893 meter), Gunung
Sumbadadung (520 meter) dan Gunung Permisan (587 meter). Selain itu di
Kecamatan Pesanggaran juga banyak terdapat pantai, sebagian diantaranya adalah

25


objek wisata yang dikunjungi oleh wisatawan lokal dan mancanegara seperti
Teluk Hijau, Pantai Sukamade, Pantai Rajegwesi, Pulau Merah, Pantai Pancer dan
Pantai Lampon. Kecamatan Pesanggaran juga menjadi tempat wilayah konservasi
Taman Nasional Meru Betiri yang melindungi spesies penyu hijau dan banteng
jawa.
Pada periode 2006-2011, saat berita mengenai kandungan emas di Gunung
Tumpang Pitu mulai menyeruak, banyak warga desa yang ikut-ikutan menambang
emas di area ini dengan peralatan seadanya. Kegiatan penambangan ilegal ini
sempat menimbulkan korban karena tertimbun galian. Beberapa usaha pernah
dilakukan pihak berwenang untuk menutup dan menertibkan kegiatan
penambangan liar ini. Hingga akhirnya kini area tambang tersebut dikelola oleh
PT. Bumi Suksesindo. Dampak dari penambangan liar itu adalah, dimana banyak
warga desa yang menemukan emas dari kegiatan itu dan menjadi kaya mendadak,
pada masa itu warga beramai-ramai merenovasi rumah dari uang hasil penjualan
emas.
Penolakan tambang yang dilakukan warga bertahun-tahun tidak ada
perubahan justru kegiatan pertambangan tetap dilakukan bahkan hanya pindah
tangan antar PT. Warga menolak namun kegiatan penambangan masih dilakukan
yang terbaru di lakukan oleh PT BSI dan PT BSI sudah mengantongi ijin dari
pemerintahan setempat. Warga kecewa dan salah satu faktor juga ketika warga

menginginkan mediasi antara PT dan warga namun PT tidak menemui warga dan
tidak ada yang mewakili. Hingga akhirnya warga berduyun-duyun datang ke
perusahaan namun dihalangi oleh anggota kepolisian sehingga terjadi dorong-

26

dorongan antara warga dan pihak aparat. Akhirnya warga berorasi dan
menyampaikan aspirasi di depan perusahaan dan dijaga aparat kepolisian seperti
yang ada dalam rekaman ketika warga berdemo. Bahkan statment yang
dikeluarkan kapolres Banyuwangi menyulut amarah warga yang mengatakan
bahwa “Saya baru tahu bahwa masyarakat Banyuwangi tidak punya Etika” maka
warga marah.
KRONOLOGIS KONFLIK TAMBANG EMAS TUMPANG PITU
Berikut kronologi konflik yang terjadi di pertambangan emas di Gunung
Tumpang Pitu yang di olah dari berbagai sumber:
1. Mei 2006, Bupati Banyuwangi (2005-2010) Ratna Ani

Lestari

mengeluarkan izin kuasa eksplorasi kawasan hutan lindung dan produksi

seluas 11.621,45 hektare kepada PT Indo Multi Niaga.
2. Tahun 2007, PT Indo Multi Niaga melakukan kerja sama pembiayaan
dengan Intrepid Mines Ltd yang berpusat di Australia. Intrepid
mengeluarkan dana Rp 1 triliun untuk eksplorasi Tumpang Pitu.
3. 25 Januari 2010, Bupati Ratna Ani Lestari menerbitkan izin usaha
produksi (IUP) di kawasan hutan lindung dan produksi seluas 4.998
hektare kepada PT Indo Multi Niaga selama 20 tahun. Namun untuk
berproduksi, perusahaan membutuhkan izin dari Menteri Kehutanan.
Tahun 2007-2011, masyarakat sekitar tambang dan daerah yang berpotensi
dampak lainnya berulang kali melakukan unjuk rasa.

27

4. Agustus 2011, ribuan warga yang menjadi penambang rakyat membakar
aset PT IMN. Mereka meminta agar pemerintah kabupaten mengizinkan
warga ikut menambang.
5. Juli 2012, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menyetujui
pengalihan IUP dari PT Indo Multi Niaga ke PT Bumi Suksesindo.
6. Maret 2013, Intrepid Mines Ltd menggugat Bupati Banyuwangi Azwar
Anas ke PTUN Surabaya.

7. September 2013, Intrepid kalah, ajukan banding ke PT TUN. Intrepid juga
menggugat PT IMN ke Arbitrase Singapura. Namun akhirnya Intrepid
bersedia mencabut gugatan setelah diberi ganti rugi.
8. September 2013, PT Merdeka Serasi Jaya (induk perusahaan PT BSI)
memberikan saham 10 persen kepada pemerintah Kabupaten Banyuwangi.
9. November 2013, Menteri Kehutanan melalui Surat Keputusan Nomor
826/2013 tertanggal 19 November 2013 menyetujui alih fungsi hutan
lindung Tumpang di gunung tersebut menjadi hutan produksi. Dengan
turunnya status ini, pertambangan emas PT Bumi Suksesindo bisa
dilakukan secara terbuka.
10. Tahun 2014, PT Bumi Suksesindo melakukan pembangunan infrastruktur
menjelang eksploitasi pada 2016. Sejumlah warga Dusun Pancer, Desa
Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Jawa
Timur mengalami luka tembak, setelah terlibat bentrok dengan anggota
polisi. Bentrok dipicu aksi unjuk rasa dan penolakan warga terkait

28

aktivitas tambang emas PT. Bumi Suksesindo (BSI) di kawasan Gunung
Tumpang Pitu.

11. 25 November 2015, warga yang berjumlah sekitar 300-an menyerbu
gudang PT. BSI, melakukan aksi pembakaran serta perusakan sejumlah
fasilitas dan kendaraan. Aksi ini dipicu ketidakpuasan warga terhadap
hasil pertemuan dengan Manajemen PT. BSI yang difasilitasi Polres
Banyuwangi. Intinya, warga menolak dan tidak setuju terhadap aktivitas
penambangan emas di kawasan Gunung Tumpang Pitu. Warga menolak
penambangan itu dengan melakukan aksi, karena mediasi gagal dilakukan.
Warga juga tersinggung dengan perkataan Kapolres Banyuwangi yang
mengatakan “Saya baru tahu kalau masyarakat Banyuwangi tidak
memiliki etika.” Hal tersebutlah yang membuat masyarakat akhirnya
marah dan membuat mereka mengamuk sehingga hal tersebut memjadi
salah satu pemicu pecahnya konflik pada tanggal.3
Kemarahan masyarakat kemudian dilampiaskan dalam bentuk aksi
anarkis warga di sekitar area pertambangan masyarakat yang mengamuk
membakar fasilitas kantor yang ada dan turut membakar 2 kendaraan
motor milik kantor. Keadaan yang begitu tegang membuat pihak
kepolisian kemudian melepaskan tembakan peluru karet yang ditujukan
pada masyarakat yang tengah mengamuk setidaknya 3 warga terkena
tembakan peluru karet 2 orang terkena di telinga dan satu warga tekena
tembakan di paha yang kemudian dibawa ke rumah sakit. Hal ini justru

3

Putri. 2015. Analisis Konflik Tambang Emas Antara Pt.Bsi Dan Warga (Studi Kasus di Desa
Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi Tahun 2015). Skripsi. Universitas
Negeri Malang

29

membuat warga marah dan geram sehingga balik melempari aparat dengan
batu. Respon warga terhadap polisi membuat polisi akhirnya memburu
pelaku pelemparan batu dirumah warga. Dari pencarian ini rumah warga
menjadi sasaran aparat 1 televisi warga dirumah dan sebuah sepeda motor
rusak.
12. 22 November dan yang terakhir 25 November 2015. Warga menolak
karena takut dampak yang terjadi bila Tumpang Pitu dijadikan tambang
emas. Gunung Tumpang Pitu diyakini warga sebagai pelindung dari tiupan
angin barat daya serta bencana tsunami. Rere Christanto, Divisi Advokasi
dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur
menyebut, pelepasan kawasan pesisir selatan Jawa untuk wilayah
pertambangan dipastikan akan memicu konflik sosial yang melibatkan
warga karena bersentuhan langsung dengan lahan. Selain itu, pemanfaatan
kawasan pesisir untuk pertambangan tidak sesuai dengan rencana tata
ruang nasional maupun provinsi. “Kawasan itu sudah dinyatakan rawan
bencana tsunami juga merupakan area produktif untuk budidaya pertanian
maupun perikanan nelayan tradisional.”4
Walhi Jawa Timur mempertanyakan turunnya izin penambangan
oleh PT. BSI yang dinilai sarat kepentingan. Perijinan yang diberikan
pemerintah terkesan cepat dikeluarkan, yang diawali perubahan status
Gunung Tumpang Pitu dari hutan lindung menjadi hutan produksi. “Ini
menyalahi aturan, sebelumnya Tumpang Pitu ditetapkan sebagai kawasan

4

Kompas. www.kompas.com. di akses 3 Oktober 2016

30

lindung,” ujar Rere. Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan saat itu, pada 19
November 2013, telah tega mengubah status Hutan Lindung Gunung
Tumpang Pitu dari hutan lindung menjadi hutan produksi melalui Surat
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK 826/Menhut-II/2013.5
Hutan seluas 1.942 hektar didorong oleh usulan Bupati
Banyuwangi

Abdullah

Azwar

Anas

melalui

surat

Nomor

522/635/429/108/2012 tanggal 10 Oktober 2012 dengan luasan 9.743,28
hektar atau 5 kali dari yang disetujui Menteri Kehutanan. “Di kawasan
hutan lindung tidak diperbolehkan melakukan aktivitas pertambangan
terbuka, ini sesuai Undang-Undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
Dengan diturunkan menjadi hutan produksi, tambang emas bisa berjalan,”
lanjut Rere. Penurunan status hutan lindung menjadi hutan produksi demi
penambangan emas merupakan tindakan berisiko tinggi. “Pemerintah
Pusat dan Provinsi harus evaluasi seluruh izin pertambangan di pesisir
selatan Jawa.”6
Sebagai Kawasan Rawan Bencana, Gunung Tumpang Pitu pernah
dihantam Tsunami pada 3 Juni 1994. Memberi kemudahan izin
penambangan sangat membahayakan keselamatan masyarakat yang ada di
sekitar Tumpang Pitu. Eksploitasi emas di Tumpang pitu juga akan
mengancam kehidupan masyarakat yang menggantungkan hidup sebagai
petani dan nelayan. Aktivitas ribuan truk yang mengeruk Tumpang Pitu
dipastikan akan berpengaruh terhadap hasil pertanian masyarakat, karena
5

Ibid.
Tempo.
http://nasional.tempo.co/read/news/2015/11/26/058722459/delapan-tahun-konfliktambang-emas-banyuwangi. di akses 3 Oktober 2016

6

31

fungsi hutan sebagai kawasan resapan atau penyimpan sumber air akan
hilang. Pencemaran limbah yang dibuang langsung ke laut akan merugikan
kehidupan nelayan yang sangat bergantung dari tangkapan ikan.
Air merupakan elemen penting dan utama dari sebuah proses
pemurnian emas yang dilakukan perusahaan tambang, termasuk di
Tumpang Pitu. Kajian kebutuhan air yang pernah dilakukan Jaringan
Advokasi Tambang (Jatam) pada 2008 menyebutkan, pemurnian emas
membutuhkan air dalam jumlah sangat besar. Diperkirakan, aktivitas
tambang emas di Tumpang Pitu menghisap air sebanyak 2,038 juta liter
setiap hari. Rere mengatakan bahwa Jumlah kerukan tanah sebanyak 8.219
truk per hari merupakan ancaman kematian bagi dunia pertanian
khususnya di Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi.
Solusi konflik yang dapat diberikan pada permasalahan kali ini adalah
seharusnya mengkaji terlebih dahulu kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan.
Seharusnya pemerintah mempertimbangkan secara matang terhadap surat
keputusan yang dibuat. Dalam artian tidak hanya demi kepentingan sesaat. Namun
juga memperhatikan efek domino yang berimbas pada masyarakat sekitar.
Selain itu ada beberapa solusi yang dapat kami berikan:
1. Mediasi antara pemerintah dengan masyarakat harus dilakukan. Dalam
artian apakah keputusan itu akan memberikan keuntungan ataukah
kerugian bagi masyarakat.
2. PT terbuka yang mengelola tambag dirubah kepada perusahaan publik dan
negara. Maka pemilik sebnarnya adalah publik dan negara, bukan private.

32

3. Menghapus secara total UU dan aturan yang meliberalisasi aset negara.
Kemudian aturan disesuaikan dengan sistem ekonomi kerakyatan dalam
pengelolaan SDA. Serta memilih pejabat yang amanah untuk mengemban
tugas mengelolanya.
4. Meminta bantuan teknisi, tenaga ahli, dan memanfaatkan potensi sumber
daya manusia untuk mengelola dan mengeksplorasi tambang. Tujuannya
untuk mengkaji segala bentuk dampak, recovery alam, dan pengaturan
produksi. Mereka digaji karena aqad bekerja.
5. Memberikan edukasi kepada rakyat baik secara politik, ekonomi, dan
sosial untuk memunculkan kewaspadaan pada ide yang rusak. Ide itulah
yang disebut neo-liberalisme yaitu menyerahkan pengelolaan SDA pada
swasta lokal dan internasional. Selain itu, ada neo-imprealisme yakni
penjajahan gaya baru dengan cara menguasai sumber kekayaan rakyat dan
menyuap pejabat yang korup, komprador, dan nakal.
6. Memberikan kesadaran untuk menjaga alam dan lingkungan sekitar dari
kerusakan akibat ulah tangan manusia. Jangan sampai atas nama
kerakusan segelintir orang, mengorbankan banyak orang.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Terjadinya penambangan emas rakyat merupakan dampak diijinkanya
penambangan emas oleh PT Indo Multi Niaga (PT.IMN) oleh pemerintah.
Dampak dari penambangan emas rakyat adalah rusaknya sebagaian

33

bentang alam dan lingkungan serta menurunya nilai tatanan sosial pada
sebagaian masyarakat utamanya dalam bidang moral dan kebersamaan,
2. Penurunan

status

hutan

lindung

menjadi

hutan

produksi

demi

penambangan emas merupakan tindakan berisiko tinggi. “Pemerintah
Pusat dan Provinsi harus evaluasi seluruh izin pertambangan di pesisir
selatan Jawa.” Sebagai Kawasan Rawan Bencana, Gunung Tumpang Pitu
pernah dihantam Tsunami pada 3 Juni 1994. Memberi kemudahan izin
penambangan sangat membahayakan keselamatan masyarakat yang ada di
sekitar Tumpang Pitu. Eksploitasi emas di Tumpang pitu juga akan
mengancam kehidupan masyarakat yang menggantungkan hidup sebagai
petani dan nelayan.
3. Aktivitas ribuan truk yang mengeruk Tumpang Pitu dipastikan akan
berpengaruh terhadap hasil pertanian masyarakat, karena fungsi hutan
sebagai kawasan resapan atau penyimpan sumber air akan hilang.
Pencemaran limbah yang dibuang langsung ke laut akan merugikan
kehidupan nelayan yang sangat bergantung dari tangkapan ikan.
4. Sejumlah warga

Dusun Pancer, Desa

Sumberagung,

Kecamatan

Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur mengalami luka
tembak, setelah terlibat bentrok dengan anggota polisi. Bentrok dipicu aksi
unjuk rasa dan penolakan warga terkait aktivitas tambang emas PT. Bumi
Suksesindo (BSI) di kawasan Gunung Tumpang Pitu. Warga yang
berjumlah sekitar 300-an menyerbu gudang PT. BSI, melakukan aksi
pembakaran serta perusakan sejumlah fasilitas dan kendaraan.

34

35