Peran Guru Fisika dalam Pembentukan Kara

A. Latar Belakang
Dewasa ini banyak kejadian yang menimpa sebagian pelajar mengindikasikan adanya
penurunan kualitas karakter mereka. Tawuran antar pelajar dan antar mahasiswa, terjadi di
berbagai tempat. Tawuran tersebut kadang dipicu oleh masalah-masalah yang sepele. Kejadian
lain yang masih menjamur bahkan mungkin setiap hari dilakukan siswa, yaitu contek masal.
Kejadian ini tidak hanya melibatkan para siswa tetapi juga guru kelas yang seharusnya
membimbing mereka untuk menjadikan siswa berkarakter yang baik.
Tidaklah mengherankan apabila banyak pihak menuntut peningkatan kualitas
pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan
pada gejala sosial yang berkembang seperti dikemukakan di atas. Bahkan di kota-kota besar
tertentu, kejadian tersebut telah sampai pada taraf yang sangat mengkhawatirkan. Oleh karena itu,
lembaga pendidikan formal sebagai wadah pembinaan pelajar diharapkan dapat meningkatkan
peranannya dalam peningkatan kualitas pendidikan karakter. Karakter pelajar perlu dibina agar
tetap baik dan mengarah pada perilaku positif. Pembinaan karakter pelajar menjadi tanggung
jawab kita semua, pendidik, pemerintah, masyarakat, dan lebih-lebih orang tua. Karakter pelajar
yang baik akan menjadi salah satu modal yang sangat baik bagi yang bersangkutan dan
masyarakat luas untuk menjadi tenaga kerja yang handal. Karakter pelajar yang baik akan
mengarahkan pelajar untuk berperilaku yang baik pula.
Berbagai upaya untuk menjaga dan mebina kualitas karakter yang baik telah dilakukan
oleh berbagai pihak. Pemerintah melalui Kemendikbud telah memasukkan pembinaan karakter
melalui semua mata pelajaran dengan memasukkan unsur-unsur karakter ke dalam rencana

pembelajaran guru-guru. Orang tua dengan penuh kesadaran membina karakter putra-putrinya
dan menjaga mereka dari pengaruh yang kurang baik terhadap karakter mereka. Masyarakat
melalui berbagai komponen seperti komite sekolah, organisasi kepemudaan, dan organisasi
lainnya ikut pula berperan serta dalam membina karakter pelajar.
Seperti telah dikemukakan di atas, upaya menjaga kualitas karakter yang baik dapat dilakukan
melalui pendidikan formal. Jika semua mata pelajaran mengintegrasikan unsur-unsur karakter yang baik ke
dalam kurikulumnya maka secara keseluruhan pembinaan semua unsur karakter dapat dilakukan. Dengan
demikian, pendidikan fisika juga memiliki andil dalam upaya menjaga dan mengarahkan karakter pelajar.
Tentu saja hanya unsur-unsur karakter tertentu saja yang bisa diintegrasikan ke dalam pendidikan fisika.
Hal ini dapat dilakukan agar pendidikan fisika tidak tercerabut dari hakikatnya. Jadi, unsur-unsur karakter
yang sesuai dengan hakikat pendidikan fisika lah yang dapat dikembangkan dan dibina melalui pendidikan

Page 2
Rindi Lisiskasari_K2311067

fisika. Walaupun tidak semua unsur karakter bisa dibina melalui pendidikan fisika, pendidikan fisika tentu
saja masih memiliki sumbangan yang berarti dalam upaya menjaga kualitas karakter yang baik.

B. Hakikat Pendidikan Karakter
Semua orang membicarakan pendidikan karakter. Bahkan tema utama yang diangkat

dalam rangka memperingati Hardiknas tahun 2010 adalah “Pendidikan karakter dalam rangka
membangun peradaban bangsa” dan Hari Sumpah Pemuda “Membangun Karakter Pemuda Demi
Bangsa”. Selain itu, di berbagai tempat dan papan poster terpampang pendidikan karakter. Apa
sebenarnya pendidikan karakter?
Perlu dilihat terlebih dahulu tentang hakikat pendidikan. Pendidikan adalah proses
internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan
masyarakat menjadi beradab. Pendidikan bukan merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan
saja, tetapi lebih luas lagi yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai (enkulturasi
dan sosialisasi) (Adnan, 2010). Lebih lanjut dijelaskan bahwa seorang anak harus mendapatkan
pendidikan yang menyentuh 3 dimensi dasar kemanusiaan: (1) afektif yang tercermin pada
kualitas keimanan, ketaqwaan, akhlak mulia, (2) kognitif yang tercermin pada kapasitas piker dan
daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan , dan (3) psikomotorik yang tercermin
pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi
kinestetis.
Menurut tokoh pendidikan kita, Ki Hadjar Dewantara dari Taman Siswa Yogyakarta yang
memberikan teladan dengan ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tutwuri handayani
(didepan memberi contoh, di tengah ikut berkarya, dan di belakang turut mendukung), pernah
mengatakan pesan bahwa, “Hidup haruslah diarahkan pada kemajuan, keberadaban, budaya, dan
persatuan.” Pesan tersebut disampaikan di Taman Siswa Yogyakarta.
Dukungan pendapat tersebut disampaikan oleh Prof. Wuryadi (Adnan, 2010) bahwa

manusia pada dasarnya baik secara individu dan kelompok, memiliki apa yang jadi penentu watak
dan karakternya yaitu dasar dan ajar. dasar, dapat dilihat sebagai apa yang disebut modal biologis
(genetik) atau hasil pengalaman yang sudah dimiliki (teori konstruktivisme), sedangkan ajar adalah
kondisi yang sifatnya diperoleh dari rangkaian pendidikan atau perubahan yang direncanakan
atau diprogram.
Pemikiran-pemikiran mengenai pendidikan karakter tersebut diperkuat dengan dasar
hukum yang jelas pada UU Sisdiknas pasal 3, bahwa Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

Page 2
Rindi Lisiskasari_K2311067

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Dalam rangka mewujudkan pendidikan karakter pemerintah melakukan
berbagai upaya untuk mengimplementasikan di sekolah dan kampus. Namun demikian, kita harus
menrujuk pendapat Stiles (1998) bahwa “Pembangunan karakter tidak dapat dilakukan dengan
serta merta tanpa upaya sistematis dan terprogram sejak dini” (Furqon, 2010).
C. Eksistensi Guru Kreatif dan Profesional dalam Pendidikan Karakter

“Guru yang baik terwujud dari hati.” (Barbara Dorff, guru sekolah lanjutan teladan dari texas)
dan “Hal yang paling indah tentang mengajar adalah bahwa semakin banyak kita memberi, maka
semakin banyak pula yang akan kita peroleh kembali.” (Richard Sprecher, guru teladan dari
Montgomery Country, Maryland) (Fakhrudin, 2009:98).
Guru menjadi kata kunci untuk mewujudkan pendidikan karakter. Guru sebagai orang
yang dipercaya dan diteladani oleh murid harus memberikan contoh karakter yang kuat. Hal ini
akan menjadi dasar yang kuat bagai seorang guru untuk membentuk karakter siswanya. Dengan
demikaan, akan terwujud filosofi guru digugu (dipercaya) dan ditiru (diteladani). Akan tetapi
apabila perilaku guru tidak dapat menjadi teladan bagi siswanya, justru menjadi “tontonan”.
Seorang guru harus mendidik. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan yang
disamapaikan Santoso (1981:33, Hidayatullah, 2010:18) bahwa tujuan setiap pendidikan yang
murni adalah menyusun harga diri yang kukuh-kuat dalam jiwa pelajar, supaya mereka kelak
dapat bertahan dalam masyarakat. Selanjutnya dijelaskna pula bahwa pendidikan bertugas
mengembangkan potensi individu semaksimal mungkin dalam batas-batas kemampuannya,
sehingga terbentuk manusia yang pandai, terampil, jujur, tahu kemmapuan, dan batas
kemampuannya. Merujuk pemikiran di atas, berarti pembentukan karakter dan watak menjadi
salah satu tanggung jawab dan tugas seorang guru dalam mendidik peserta didiknya.
Mendukung pendapat di atas, Hidayatullah (2010:18) berpendapat bahwa guru yang
memiliki makna “digugu dan ditiru” (dipercaya dan dicontoh) secara tidak langsung juga
memberikan pendidikan karakter kepada peserta didiknya. Oleh karena itu, profil dan penampilan

guru seharusnya memiliki sifat-sifat yang dapat membawa peserta didiknya ke arah pembentukan
karakter yang kuat. Oleh karena itu, seorang guru harus menjadi teladan bukan sekadar memberi
teladan dan menjadi contoh bukan sekadar memberi contoh.

Page 2
Rindi Lisiskasari_K2311067

Kesadaran menjadi guru kreatif dan berkarakter yang menjadi contoh dan teladan harus
dimiliki oleh guru TK, SD, SMP/MTs, SMA/MA/K tanpa terkecuali. Untuk mewujudkan cita-cita
tersebut harus dilakukan secara bersama-sama antara dinas pendidikan, pemerintah, stakeholder
pendidikan, dan semua elemen bangsa. Dengan duduk bersama para pemangku kepentingan
pendidikan memikirkan kepentingan bangsa dan generasi penerus secara komit maka akan
terwujud pendidikan karakter bangsa.
D. Membangun Karakter dari Pendidikan Fisika
Membangun karakter melalui pendidikan fisika berarti mengintegrasikan pendidikan
karakter ke dalam pelajaran fisika. Nucci dan Narvaez (2008) menyatakan bahwa pendidikan
karakter tidak sama dengan mengontrol tingkah laku, disiplin, pelatihan, atau indoktrinasi;
pendidikan karakter memiliki cakupan lebih luas dan memiliki tujuan yang lebih ambisius.
Karakter adalah terminologi inklusif untuk individu sebagai keutuhan. Konsekuensinya,
pendidikan karakter memiliki banyak hal yang harus dikerjakan pendidik untuk pembentukan dan

transformasi seseorang dengan melibatkan pendidikan di sekolah, keluarga, dan melalui
partisipasi individu dalam jaringan sosial masyarakat. Pendidikan karakter adalah suatu sistem
penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan
karakter di sekolah harus melibatkan semua pemangku kepentingan sekolah. Seluruh pemangku
kepentingan sekolah harus juga berkarakter dalam menyelenggarakan pendidikan karakter.
Dengan kata lain, jangan hanya siswa dibina agar berkarakter tetapi penyelenggaranya dan warga
sekolah lainnya tidak berkarakter. Ini berarti bahwa pembina pendidikan karakter harus menjadi
orang di garis paling depan dalam memberi teladan untuk berkarakter yang baik.
Secara yuridis-konseptual, keharusan matapelajaran fisika menumbuhkembangkan
karakter siswa sudah diamanatkan dalam peraturan perundangan terkait. Misalnya, dalam
Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi, khususnya untuk rumpun matapelajaran
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di mana pelajaran fisika termasuk di dalamnya, dinyatakan
bahwa kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dimaksudkan untuk:
(1) mengenal, menyikapi, dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi (untuk jenjang
SD), memperoleh kompetensi dasar (untuk jenjang SMP) dan kompetensi lanjut (untuk
jenjang SMA) ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
(2) Menanamkan kebiasaan (untuk jenjang SD) dan membudayakan (untuk jenjang SMP dan
SMA) berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri. Dalam Permendiknas


Page 2
Rindi Lisiskasari_K2311067

no 23 Tahun 2006 tentang SKL (Standar Kompetensi Lulusan), khususnya pada SKL rumpun
matapelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Dinyatakan bahwa lulusan SMA harus menunjukkan sejumlah kemampuan dan sikap, antara
lain:
(1) berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif secara mandiri,
(2) mengembangkan budaya belajar untuk pemberdayaan diri,
(3) kompetitif, sportif, dan etos kerja untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam
bidang iptek,
(4) menganalisis dan memecahkan masalah kompleks,
(5) menganalisis fenomena alam dan sosial sesuai dengan kekhasan daerah masingmasing,
(6) memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab, dan
(7) berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun melalui berbagai cara
termasuk pemanfaatan teknologi informasi.
Khusus untuk pelajaran Fisika, Permendiknas tentang standar isi menyatakan bahwa
tujuan pelajaran Fisika di SMA adalah agar peserta didik memiliki kemampuan-kemampuan
sebagai berikut.
i.


Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan
alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.

ii. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama
dengan orang lain.
iii. Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan
menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan,
mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengomunikasikan hasil
percobaan secara lisan dan tertulis.
iv. Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif
dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa
alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Page 2
Rindi Lisiskasari_K2311067

v. Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan
pengetahuan dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada
jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Berdasarkan telaah beberapa peraturan perundangan tersebut dapat disimpulkan bahwa
pelajaran Fisika di SMA (atau IPA di jenjang SD dan SMP) juga berfungsi untuk menyiapkan
generasi muda Indonesia yang berkarakter kuat. Meskipun kata “karakter” tidak dinyatakan
secara eksplisit, banyak indikator manusia berkarakter yang muncul dalam rumusan-rumusan
tersebut. Misalnya mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa (sebagai salah satu indicator
ketaqwaan terhadap Tuhan), memiliki kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah (jujur, obyektif,
terbuka, ulet, kritis, kreatif, dan mandiri), percaya diri dan beretos kerja tinggi untuk
mendapatkan hasil kerja yang terbaik, bertanggung jawab dalam memanfaatkan lingkungan
secara produktif; dan dapat bekerjasama dengan orang lain (berkomunikasi dan berinteraksi
secara efektif dan santun).
Dalam hal membangun karakter melalui pendidikan fisika, guru fisika (IPA) harus
melakukan segala sesuatu agar mampu mempengaruhi karakter siswa. Dengan kata lain, guru
fisika harus mampu membantu membentuk karakter siswa sesuai dengan nilai-nilai yang dimiliki
oleh mata pelajaran fisika. Cara sederhana yang harus dilakukan guru fisika adalah memberi
teladan dengan mendemontrasikan perilaku guru yang berkarakter baik dalam pembelajaran.
Sebagai contoh, guru fisika menyajikan materi pelajaran dengan kreatif, menghormati pandangan
siswanya walaupun berbeda, dan lain-lain. Selain itu, guru-guru fisika harus dengan sadar
menerapkan berbagai model pembelajaran agar dampak sertaannya makin Membangun dan
mengembangkan karakter dilakukan beberapa tahap.



Tahap pertama adalah tahap pengetahuan. Untuk siswa yang sudah dewasa, mereka harus
mengetahui karakter yang baik dan yang tidak baik beserta alasannya. Mengetahui karakter
yang baik saja masih belum cukup karena banyak siswa mengetahui sesuatu baik tetapi
tidak melaksanakan.



Tahap kedua pengembangan karakter adalah pelaksanaan. Agar pengetahuan karakter yang
baik dapat diaktualisasi maka pengetahuan tersebut perlu dilaksanakan. Mengetahui dan
melaksanakan saja tidak cukup untuk membentuk karakter siswa. Bisa saja siswa
melaksanakan hanya setelah diberi nasehat dari guru. Besoknya siswa sudah lupa dengan
nasehat apa yang mereka dapat kemarin, sehingga perlu adanya kebiasaan bagi siswa.

Page 2
Rindi Lisiskasari_K2311067



Tahap ketiga pengembangan karakter adalah kebiasaan. Seseorang yang memiliki

pengetahuan karakter yang baik belum tentu mampu bertindak sesuai dengan
pengetahuannya, jika ia tidak terbiasa untuk melakukan karakter tersebut. Membangun dan
mengembangkan karakter melalui pendidikan fisika tidak berhenti sampai pada ranah
kognitif tetapi harus dilanjutkan sampai ke penghayatan nilai-nilai karakter dalam ranah
afektif. Agar terjadi keinginan sangat kuat (tekad) pada diri siswa untuk mengamalkan
nilai-nilai karakter yang baik maka guru perlu membimbing mereka sampai pada pemilikan
tekad tersebut.

E. Cara Guru Fisika Memupuk Karakter Melalui Keteladanan
Pendidikan karakter tidak bisa hanya dilakukan dengan kata-kata, nasehat, atau
slogan. Keteladan adalah yang paling diperlukan siswa. Dalam konteks pendidikan
karakter melalui pelajaran Fisika, maka keteladan guru fisika sangat menentukan
keberhasilannya. Secara teoretis, berdasarkan Undang Undang Guru dan Dosen serta
Permendiknas nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Guru, guru fisika semestinya telah memiliki sejumlah kompetensi yang
pantas diteladankan ke para siswa. Sebagai misal, terkait dengan kompetensi kepribadian,
guru fisika dituntut:
1. bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan
nasional Indonesia,
2. menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan
teladan bagi peserta didik dan masyarakat,
3. menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa,
4. menunjukkan etos kerja, tanggungjawab yang tinggi, rasa bangga
menjadi guru, dan rasa percaya diri, dan
5. menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
Jika guru fisika senantiasa menunjukkan kepribadian tersebut di hadapan para siswa,
maka setiap hari siswa akan melihat keteladanan itu sehingga secara alami akan
menyerap karakter tersebut.
Selain hal tersebut diatas, Guru Fisika bisa memberikan contoh-contoh yang baik
kepada siswa agar siswa segan untuk berbuat tidak baik. Hal-hal yang bisa dilakukan
guru fisika antara lain:

Page 2
Rindi Lisiskasari_K2311067



Senantiasa menunjukkan sikap positif terhadap fisika
Guru fisika perlu senantiasa menunjukkan sikap positifnya terhadap fisika
sekaligus apresiasinya terhadap keteraturan alam ciptaan Tuhan. Guru fisika
perlu menyiptakan sebanyak mungkin kesempatan untuk menunjukkan sikap itu
seraya mengajak siswanya untuk bersikap yang sama. Guru fisika juga perlu
senantiasa menunjukkan sikap ilmiah (jujur, objektif, cermat, selalu ingin tahu,
tidak mudah percaya terhadap opini yang belum teruji, terbuka terhadap
pandangan orang lain, dan mau bekerjasama) sebagai buah dari sikap positifnya
terhadap fisika. Keteladanan seperti itu sangat diperlukan siswa. Jika guru
menunjukkan sikap sebaliknya, maka segala nasehat dan ajakan guru tentang itu
sangat sulit bisa diikuti siswa. Adalah sangat tidak mungkin mengharapkan siswa
memiliki sikap-sikap itu jika gurunya sendiri tidak memilikinya, apalagi
menunjukkan perilaku yang sebaliknya.



Senantiasa menunjukkan perilaku sebagai profesional
Guru fisika perlu secara konsisten menunjukkan etos kerja yang tinggi dan
bertanggungjawab terhadap tugasnya. Guru fisika memiliki peluang lebih besar
menunjukkan sikap profesional itu sebab mereka harus melakukan banyak upaya
untuk bisa menyiapkan pembelajaran fisika yang baik. Misalnya menyiapkan setup percobaan, menghadirkan fenomena nyata ke dalam kelas, dan melayani siswa
dengan berbagai latar belakang kemampuan agar bisa belajar fisika dengan baik.
Sebagai profesional, guru fisika hendaknya juga selalu menunjukkan motivasi
yang tinggi untuk meningkatkan wawasan, kemampuan, dan ketrampilannya.
Semakin sering siswa melihat keteladan itu dari guru semakin besar peluang
siswa menyerap sikap profesional tersebut.



Membangun komunitas belajar yang sehat
Terciptanya kelas sebagai komunitas belajar yang sehat memungkinkan setiap
siswa bisa berpartisipasi aktif dalam berbagai bentuk kegiatan belajar yang
berlangsung di kelas. Untuk menciptakan komunitas belajar seperti itu, guru
perlu memberi contoh bagaimana menghargai pendapat dan pemikiran siswa,
betapa pun naifnya pemikiran itu. Guru juga perlu memberikan penguatan
terhadap interaksi positif antar siswa serta mencegah berkembangnya suasana
negatif yang menyebabkan siswa tidak nyaman mengemukan pendapat.

Page 2
Rindi Lisiskasari_K2311067

Keteguhan menciptakan dan menjaga komunitas belajar yang sehat sekaligus
dapat mendidik siswa untuk berinteraksi dengan orang lain dengan baik.
F. Cara Guru Fisika Memupuk karakter Melalui Pembelajaran Fisika
Dalam memupuk Karakter melalui pembelajaran fisika yang baik, disini guru harus bisa
kreatif berkreasi agar pembelajaran fisika yang disajikan menarik. Guru harus bisa
membuat suasana pembelajaran fisika menyenangkan, santai tapi serius, agar siswa juga
merasakan nyaman. Selain itu perlu juga ditanamkan nilai-nilai agama serta normanorma yang terkait dengan pembelajaran fisika. Hal-hal yang perlu dilakukan guru fisika
dalam membelajarkan fisika dengan karakter adalah sebagai berikut:


Dalam mengajarkan pelajaran fisika, Guru harus bersikap profesional dengan
tidak melakukan penilaian secara subyektif sehingga siswa selalu merasa puas
dengan materi dan nilai yang diberikan guru



Guru harus mampu mengaitkan pelajaran fisika dengan religi. Contohnya ketika
Guru mengajarkan tentang tata surya, saat mempelajari gerak rotasi dan revolusi,
guru mengaitkan hal tersebut dengan Kebesaran Allah. Guru menunjukkan
bahwa segala sesuatu yang ada di jagad raya ini sangatlah besar, mestinya
penciptanya juga sangatlah Agung.



Dalam pemupukan Akhlak mulia
Pelajaran Fisika bisa digunakan untuk memupuk akhlak mulia yang berkaitan
dengan aspek interpersonal (berinteraksi dengan orang lain) dan aspek
intrapersonal (misalnya jujur, cermat, ulet, rasa ingin tahu, tidak mudah percaya
terhadap pernyataan yang belum jelas kebenaran nya, dan bersedia meninggalkan
pandangan yang ternyata terbukti salah). Pelajaran fisika bisa mengembangkan
karakter-karakter tersebut melalui pemahaman dan pemerolehan (akuisisi). Tentu
saja guru dituntut menyiapkan dan merencanakannya dengan baik. Pemahaman.
Pemahaman terhadap nilai-nilai akhlak mulia bisa dilakukan melalui diskusi dan
refleksi mendalam manakala hal itu muncul dalam pembelajaran. Misalnya,
pentingnya menaati peraturan lalulintas dan berhati-hati dalam berkendaraan
(untuk melindungi keselamatan diri
dan orang lain) perlu didiskusikan saat membahas topik gerak atau tumbukan.
Pada topik gerak, misalnya, perlu dibahas secara mendalam hal-hal berikut. (1)
Berapa jauh kendaraan akan melaju tanpa kendali (nyelonong) jika kita lengah
selama 0,5 detik saja pada saat mengemudikan kendaraan dengan laju 60

Page 2
Rindi Lisiskasari_K2311067

km/jam? (2) Berapa jarak aman iring-iringan mobil saat melaju dengan kecepatan
80 km/jam? (3) Mengapa kecepatan maksimum dalam kota rata-rata 40 km/jam?
Pada topik tumbukan, misalnya perlu dibahas secara mendalam hal-hal
berikut: (1) pentingnya menggunakan sabuk keselamatan (safety belt) saat
berkendaraan serta melengkapi mobil dengan kantung udara (air bag), (2)
pengaruh ukuran mobil terhadap keselamatan penumpang saat terjadi kecelakaan
(semakin panjang dan semakin berat akan semakin aman), dan (3) sekurangkurangnya ada tiga jenis tumbukan saat terjadi tabrakan, yaitu tumbukan antara
mobil dengan benda yang ditabrak, tumbukan antara penumpang dengan bagianbagian mobil, dan tumbukan antar-organ dalam tubuh. Kesadaran akan skala
tentang besaran-besaran terkait juga penting dibahas. Misalnya, tingkat
kerusakan (besarnya gaya impuls) berdasarkan kecepatan saat terjadi tabrakan.
Dengan menghitung gaya impuls pada berbagai kecepatan saat suatu mobil
bertabrakan dan gaya impuls yang dialami mobil itu jika dijatuhkan dari
ketinggian tertentu (misalnya dari lantai 1, lantai 2, lantai 3 dst suatu bangunan)
kemudian membandingkan keduanya, siswa akan memiliki “gambaran” tingkat
kerusakan atau kerasnya benturan yang diakibatkan tabrakan pada kecepatan
tertentu.
G. Kesimpulan
Pribadi yang berkarakter adalah pribadi yang bermoral yaitu pribadi yang mengenal
kebaikan, menginginkan kebaikan, dan yang melaksanakan hal-hal yang baik. Pembentukan
pribadi yang berkarakter tidak terjadi dalam jangka waktu yang singkat tetapi memerlukan waktu
yang lama. Dan untuk dapat mengaktualisasikan nilai-nilai karakter tersebut maka perlu adanya
intervensi dan habituasi (pemberdayaan dan pembudayaan) dan juga adanya komponen
pendukung lainnya.
Guru berkarakter bisa ditunjukkan bagaimana cara ia mempersiapkan materi
pembelajaran, bagaimana cara ia mengajar siswa, dan bagaimana cara ia memperlakukan siswa
antara satu dengan yang lainnya. Guru berkarakter juga ditunjukkan dalam keteladanannya dan
contoh tingkahnya yang baik.
Apabila guru sudah melaksanakan keprofesionalannya dalam mengajar dan berperilaku,
maka secara langsung siswa akan segan dan meneladani sikap gurunya, sehingga akan terjadi
timbal balik antara sikap siswa dan sikap guru Fisika. Semakin profesional guru, maka peluang
untuk membentuk karakter peserta didik juga akan semakin besar

Page 2
Rindi Lisiskasari_K2311067

H. Daftar Pustaka
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. (2010). Pendidikan Karakter
di Sekolah Menengah Pertama.Jakarta: Kemendiknas.
Lickona, T. (1991). Educating for Character, How Our Schools can Teach
Respect and Responsibility. New York: Bantam Books.
Martin R., Sexton, C., Franklin, T. & Gerlovich, J. (2005). Teaching Science for
All Children, Inquiry Methods for Constructing Understanding. New Jersey: Pearson
Education, Inc
Patta Bundu. (2006). Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah dalam
Pembelajaran Sains Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas.
Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas. (2010).Pengembangan Pendidikan
Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kemendiknas.
Trowbridge, L. W., Bybee, R. W., & Powell, J. C. (2000). Teaching Secondary
School Science: Strategies for Developing Scientific Literacy. New Jersey: Prentice Hall,
Inc
Wina Sanjaya. (2008). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta:
Kencana Prenada Media Goup.

Page 2
Rindi Lisiskasari_K2311067