Prinsip prinsip Temali Gramatikal dalam

Prinsip-prinsip Temali Gramatikal dalam Sintaksis Bahasa Sunda
Ardi Mulyana Haryadi

Pendahuluan
Salah satu kunci untuk memahami tatabahasa ialah memahami struktur-struktur
kalimatnya. Hal tersebut dapat diidentifikasi secara struktural dengan mencermati
proses morfologi dalam konstruksi sintaksisnya (Haryadi, 2012b). Dalam tulisan ini
saya akan mengajukan beberapa pendekatan terkini mengenai pola pergerakan
sintaksis (bahasa Sunda). Van Valin Jr. (2004: 1) mengemukakan bahwa, “ Syntax is a
central component of human language.” Jika berbicara mengenai studi sintaksis,
sebenarnya berbicara morfologi pula. Secara tidak langsung sintaksis mengekplorasi
beberapa rangkaian kata dalam proses morfologis. Akan tetapi, ketika pemahaman
mengenai struktur bahasa (competence) ditransformasikan ke dalam (performance)
akan menjadi rangkaian yang tak terbatas. Chomsky (dalam Poole, 2002)
membedakan antara people know and what they do. Dengan demikian penulis
beranggapan bahwa setiap orang memiliki pengetahuan bahasa ( competence) dan
mentransformasikannya dengan apa yang mereka lakukan ( performance).
Pengetahuan bahasa sendiri diistilahkan sebagai studying behavior yang kemudian
dengan hadirnya teori linguistic maka hadir pula istilah studying knowledge.
Sebelum lebih jauh berbicara mengenai studi sintaksis ini maka di bawah akan
diperikan beberapa contoh realisasi mengenai studying behavior.

(1) Sandy eats an apple, and Sue eats a pear.
(2) Andi membeli buku dan Rini membeli pensil.
(3) Catma ngala jambu jeung Amar nyanggapna.
Pada kalimat (1), (2), dan (3) ada kesamaan aktivitas yang terefleksikan oleh dua
buah klausa. Dalam studi sintaksis itu lazim disebut dengan koordinasi karena ada
penghubung antarklausa yang disebut konjungtor. Akan tetapi akan berlainan jika
konstruksinya seperti pada kalimat di bawah.
(4) Before I give some money to Yadi, he goes.
(5) Sesudah polisi datang, mereka kabur.
(6) Saacan Dadan nampa duit, manehna hees.
Kita bisa menjatuhkan perhatikan pada tiga kalimat di atas bahwa kesemuanya itu
merupakan subordinasi karena dilanjutkan oleh klausa verba. Di bawah ini pula akan
diberikan contoh lain.

1

(6) Saenggeus ngala jambu, tuluy turun, manehna langsung indit ka sawah.
Secara intuisi, kalimat bahasa Sunda di atas berterima. Dan ini disebut dengan
kosubordinasi karena ada rangkaian aktivitas dari tiga klausa yang berurutan dalam
satu kalimat. Sebenarnya baik koordinasi, subordinasi, dan kosubordinasi

merupakan relasi abstrak di antara tipe-tipe konstruksi kalimat (Van Valin Jr., n.d.).
Pergerakan Konstituen Struktur Sintaksis

Constituents are groups of words that function as units with respect grammatical
processes (Carnie, 2010: 18). Ini penulis sebut saja satuan sintaksis yang menduduki
fungsi kalimat. Sebenarnya konstituen struktur merupakan fungsi kalimat dalam
pandangan tatabahasa tradisional. ” Dalam konstruksi antarkalimatnya diidentifikasi
pula istilah c-comand. C-comand atau konstituen komando dipandang sebagai
rangkaian semantis antara fungsi-fungsi sintaksis” (lihat Culicover and Jackendoff,
2005 dalam Haryadi, 2012a). Keproduktivitasan dalam sebuah bahasa
memungkinkan manusia membuat kalimat yang tak terbatas (konsep Chomsky). Di
bawah ini akan diberikan beberapa contoh kalimat.
(8) Joe will buy a book on Tuesday, and Sam will do so on Friday
(contoh diambil dari Poole, 2002: 41)
(9) Saya akan mencuci mobil di pagi dan dia juga di sore.
(10) Deden rék dagang daging di Garut jeung Abas ogé di Sumedang.
Baik do so maupun juga dan ogé mewakili realisasi VP atau verb phrase dari klausa
pertama. Pda kalimat di atas juga masih tergolong koordinasi. Akan tetapi
pergerakan sintaksis ini terbatas jika konstruksinya seperti ini. terlebih menyola
pronominal dalam bahasa Indonesia.

(11) *Joe will buy a book, but sam will do so a newspaper.
(contoh diambil dari Poole, 2002: 41)
(12) *Saya akan mencuci mobil, tapi dia juga motor.
(13) Deden rék dagang daging di Garut, tapi Abas ogé. (kategori netral)
(14) Deden rék dagang daging di Garut, tapi Abas ogé di Sumedang. (Konstituen)
(15) ? Abas ogé, Deden rék dagang daging di Garut.
Pada kalimat (11) tidak ada masalah karena sesuai dengan intuisi bahasa Inggris.
Akan tetapi yang menjadi persoalan ialah dalam bahasa Indonesia dan Sunda.
Terutama dalam bahasa Sunda karena fokus tulisan ini padanya. Pda kalimat (13)
penulis berpandangan bahwa itu netral, sedangkan pada kalimat (14) penulis

2

kategorikan sebagai konstituen. Hal itu berdasar dari keberterimaannya terhadap
pemakaian konjungtor koordinatif (tapi) dan tidak. Dengan demikian pada kalimat
(15) masih diragukan keberterimaannya. Mengapa pada kalimat (14) konstituen? (16)
Deden rék dagang daging di Garut, tapi Abas ogé di Sumedang. (Konstituen)
(17) *Deden rék dagang daging, tapi Abas ogé di Sumedang. (empty category).
Demikian jika adanya elipsisasi pada struktur klausa pertama sehingga menimbulkan
kategori kosong dan membuat kalimat takberterima.

Referensi
Carnie,

Andrew.

(2010). Constituent

Structure

(Second

Edition). Oxford:

Oxford

University Press.
Haryadi, Ardi Mulyana. (2012a). “Government Binding Theory dalam Kalimat Bahasa
Sunda.” Makalah pada Konferensi Linguistik Tahunan ke-10. Jakarta: Pusat Kajian
Bahasa dan Budaya Unika Atma Jaya.
Haryadi,


Ardi

Mulyana.

(2012b).

“Pemanfaatan

Alur

Morfosintaksis

dalam

Pengembangan Semantik Bahasa Sunda”. Makalah pada Seminar Internasional
Bahasa Ibu 2012. Bandung. Balai Bahasa Provinsi Jabar.
Poole, Geoffrey. (2002). Syntactic Theory. New York: Palgrave.
Van Valin Jr., Robert D. (2004). An Introduction to Syntax. Cambridge: Cambridge
University Press.

Van Valin Jr., Robert D. (n.d.). Cosubordination. Retrieved Nov 30, 2012, from
http://www.ling.helsinki.fi/uhlcs/LENCA/LENCA-3/information/abstract-files/vanvalin-robert-2.pdf

3