KONSEPSI MAHASISWA BARU PROGRAM STUDI PE

1

KONSEPSI MAHASISWA BARU PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
TENTANG PENGAJARAN KIMIA DI SEKOLAH MENENGAH
Makalah
Dibentangkan dalam UPSI-UPI Conference,
University Pendidikan Sultan Idris, Malaysia, 25-27 November 2008
Harry Firman
Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRACT
This study explored new pre-service chemistry teachers’ conceptions about several aspects of
teaching secondary school chemistry as well as qualitative comparison of their conceptions with
what senior pre-service chemistry teachers’ held. Preconceptions brought by new pre-service
students with regard to teaching was thought need to be identified as a basis for designing and
delivering effective professional courses for pre-service chemistry teacher in teacher education
program at university. Six new and three senior pre-service teachers were selected as partiscipants
in this study. When this study was carried out, those new pre-service teachers had been enrolled for
one month in the program, whereas senior pre-service teachers had completed four month full time
school based professional training (student teaching period) in final year of teacher education
program. An about sixty minutes recorded interview was conducted to each subject independently
to reveal his/her conceptions about some aspects of teaching chemistry at secondary school,

particularly function of teaching, characteristics of a good chemistry teacher, factors support
learning process, and the role of laboratory work in teaching chemistry as well. Data analysis
uncovered that new pre-service teachers conceptualized that: (1) Teaching as an effort to transmit
knowledge from the teacher to his/her students; (2) Curriculum content need to be explained by
teacher as complete and detail as possible in order to become learnable for the students; (3)
Effectiveness of teaching process depending more on good interpersonal relationships between
teacher and students rather than academic aspect of teaching tasks; (4) Laboratory work functions
mainly to verify theoretical knowledge taught in class. It could be concluded that there was a strong
tendency for pre-service teachers to hold a traditional conception about chemistry teaching. In
addition, it was found that some aspects of traditional conception about chemistry teaching still
held by senior pre-service teachers, which indicate that those conceptions are quite resistance to
change.

LATAR BELAKANG
Telah cukup lama reformasi pengajaran kimia di sekolah, dari pengajaran berpusat pada
guru (teacher centered) ke pengajaran berpusat pada pelajar (student centered), diupayakan
secara intenstif di Indonesia melalui inovasi-inovasi dalam program pendidikan dan
pelatihan guru. Namun demikian praktek pengajaran kimia yang terjadi di sekolah saat kini
tidak banyak berbeda dari semula. Pengajaran masih didominasi oleh transmisi
pengetahuan dari guru kepada pelajar secara pasif dalam bentuk ceramah. Sementara itu

penilaian pencapaian belajar dipenuhi oleh soalan yang menuntut hafalan terhadap fakta,
konsep, aturan, dan prosedur. Sejumlah faktor dapat diduga bertali-temali dengan
permasalahan tersebut, salah satu yang patut diduga sebagai faktor kunci adalah konsepsi
tradisional tentang pengajaran kimia yang dipegang kuat guru. Dengan konsepsi tradisional
yang memandang mengajar sebagai menceritakan informasi kepada pelajar (teaching as
telling), sangat sukar bagi metode dan pendekatan pengajaran baru yang disemai melalui
program pendidikan dan pelatihan guru dapat terwujud dalam pengajaran di kelas.

2

Permasalahan di atas menunjukkan pentingnya konsepsi tentang pengajaran kimia diangkat
sebagai isu krusial dalam penyelenggaraan pendidikan pra-jabatan (pre-service teacher
training). Yang dimaksud dengan konsepsi dalam konteks ini adalah gagasan personal
tentang pengajaran yang berkembang sebagai kesimpulan dari yang diamati dan
dirasakannya (Nyaumwe, 2004).
Pendidikan guru harus membekali calon guru dengan pengetahuan dan kecakapan calon
guru tentang kaidah dan teknik penggunaan metode dan pendekatan pengajaran yang
berpusat pada pelajar. Lebih dari itu pendidikan guru harus pula menumbuhkan keyakinan
(beliefs) pada diri calon guru betapa pentingnya pengajaran berpusat pada pelajar sangat
untuk meningkatkan kualitas murid-muridnya. Upaya untuk mengembangkan pendidikan

guru sebagaimana diharapkan di atas berhadapan dengan tantangan utama, yaitu mahasiswa
baru calon guru memasuki program pendidikan guru dengan konsepsi-konsepsi awal (preconceptions) tentang mengajar dan belajar. Konsespsi-konsepsi awal ini terbentuk dalam
pikiran mereka sebagai buah dari pengalaman-pengalaman belajar ketika mereka masih
menjadi pelajar sekolah (Chong, Wong, & Lang, 2004). Merujuk pada pandangan
konstruktivis tentang belajar, pra-konsepsi ini kritikal pada bagaimana mahasiswa
memaknai apa yang dipelajarinya. Sesuai dengan pandangan ini jika konsepsi-konsepsi
tentang mengajar yang dibawa mahasiswa baru calon guru sangat tradisional, maka akan
lebih sukar untuk mengkoreksi pra-konsepsi tersebut dalam program pendidikan guru.
Mengingat pentingnya pra-konsepsi mahasiswa baru calon guru tentang pengajaran untuk
pengembangan program pendidikan guru yang efektif, maka pra-konsepsi tersebut perlu
diidentifikasi, sehingga dapat menjadi sebagai profil pangkal (baseline profile) tentang
input program pendidikan guru, yang selanjutnya dapat digunakan dalam perencanaan dan
pengembangan program pendidikan guru kimia yang efektif. Di samping itu untuk
mengembangkan program pendidikan guru kimia yang efektif diperlukan pula informasi
tentang konsepsi-konsepsi tentang pengajaran yang sulit berubah, sehingga perlu
penanganan yang lebih khusus.

TUJUAN PENYELIDIKAN
Penyelidikan ini memiliki dua tujuan. Pertama, mendeskripsikan konsepsi yang dipegang
mahasiswa baru calon guru kimia tentang berbagai aspek belajar dan mengajar kimia, yang

meliputi antara lain tujuan pengajaran, strategi mengajar, buku pelajaran, dan peran
kegiatan laboratorium dalam pengajaran kimia. Kedua, membandingkan konsepsi
mahasiswa baru dengan mahasiswa senior pendidikan guru kimia dalam aspek-aspek
pengajaran kimia tersebut, untuk mengungkap konsepsi-konsepsi pengajaran mana yang
sukar berubah (robust). Sesuai dengan tujuan ini, rumusan operasional masalah utama
dalam penyelidikan ini adalah:
1. Konsepsi-konsepsi apakah yang ada pada diri mahasiswa baru program studi
pendidikan kimia UPI mengenai berbagai aspek mengajar dan belajar kimia, baik fungsi
mengajar, karakteristik guru yang baik, kondisi dan sarana penunjang proses belajar,
serta peran kegiatan praktikum dalam proses belajar kimia kimia?
2. Dalam aspek-aspek pengajaran kimia apa konsepsi mahasiswa baru dan mahasiswa
senior program studi pendidikan kimia menunjukkan kesamaan?
Jawaban terhadap masalah-masalah di atas dapat berfungsi ganda. Pertama, sebagai
informasi penting bagi pembuatan keputusan mengenai perancangan desain dan konten
perkuliahan dan praktikum dalam program pendidikan guru kimia yang efektif

3

mengembangkan konsepsi modern tentang pengajaran kimia. Kedua, menjadi informasi
pangkal untuk penyelidikan longitudinal lebih lanjut mengenai teori pengubahan konsepsi

tentang pengajaran kimia dalam konteks pendidikan guru kimia.
KAJIAN PUSTAKA
Pendidikan guru membawa misi transisional dari pelajar menjadi pengajar (guru). Peralihan
ini pada dasarnya merupakan proses yang mendasar dan sukar. Mahasiswa calon guru
memasuki program pendidikan guru dengan sejumlah pikiran awal (existing ideas), yakni
konsepsi, persepsi, keyakinan, dan sikap, baik tentang isi pengetahuan dan keterampilan
yang diajarkannya maupun sifat dan tujuan belajar, mengajar, serta peran-peran pelajar dan
guru dalam kegiatan belajar-mengajar (Uzuntiryaki & Boz, 2007; Gunstone & Northfield,
1992). Dari sudut pandang konstruktivisme, segala macam pikiran awal itu terbentuk
karena pelajar secara aktif membangun pengetahuan dan pandangan berdasarkan
pengalaman personalnya (Chong, Wong, & Lang, 2004; Doyle, 1990). Pengalaman calon
guru berinteraksi dengan guru-gurunya ketika berada dalam jenjang pendidikan menengah,
membentuk pandangannya mengenai belajar, mengajar, serta peran guru dan pelajar dalam
proses belajar-mengajar. Perbedaan pengalaman antarindividu mengakibatkan adanya
keragaman pada pra-konsepsi di kalangan mahasiswa baru calon guru.
Dari waktu ke waktu pikiran awal mahasiswa calon guru dapat mengalami konflik dengan
pengetahuan baru yang dipelajarinya, sehingga terjadi perubahan konsepsi. Laju perubahan
konsepsi sangat bergantung pada dua faktor, yakni sifat pikiran awal yang ada pada diri
mahasiswa dan terjadinya konflik kognitif dalam pembelajaran. Oleh karena itu program
akademik dalam pendidikan guru yang berhasil membawa misi pengubahan konsepsi

tentang belajar dan mengajar, mempersyaratkan perhatian pada konsepsi-konsepsi yang
telah dimiliki mahasiswa ketika memasuki program pendidikan, dan disain program
pendidikan yang berorientasi pada upaya pengubahan konsepsi.
Berbagai penyelidikan tentang pra-konsepsi mengenai belajar dan mengajar telah dilakukan
pakar pendidikan guru di luar negeri. Beberapa di antaranya dikemukakan berikut ini.
Weinstein (1989) melakukan studi tentang pra-konsepsi mahasiswa baru calon guru sekolah
menengah di Universitas Rutgers (US) mengenai guru yang baik (good teacher).
Ditemukan bahwa para calon guru mengkonseptualisasi titik sentral efektifitas guru dari
sudut kemampuan mengembangkan hubungan antar-pribadi yang baik. Mereka lebih
menekankan variabel sosial-afektif dari tindakan mengajar, seperti misalnya peduli dan
akrab dengan pelajar. Sementara itu perhatian pada dimensi akademik dari tindakan
mengajar sangat rendah, seperti tidak memiliki pandangan bahwa mengajar sebagai upaya
memfasilitasi pelajar menangkap bahan pelajaran.
Hollingsworth (Carter, 1990) menyelidiki profil pangkal pengetahuan dan keyakinan 14
mahasiswa calon guru ketika memasuki program pendidikan guru berdasarkan interviu dan
observasi, serta melacak perubahan-perubahan yang terjadi setelah melalui berbagai waktu
dalam satu tahun. Berdasarkan data yang diperolehnya ia mengembangkan model yang
menunjukkan bahwa prior beliefs memegang peranan penting dalam proses belajar cara
mengajar. Keyakinan awal tersebut berinteraksi secara dinamik dengan materi program dan
pengalaman belajar menghasilkan pengetahuan masing-masing mahasiswa mengenai

mengajar. Kyriacou (1993) melaporkan penelitian yang terhadap pandangan 12 mahasiswa
calon guru sekolah dasar di Ingggris mengenai mengajar. Dari penelitian itu diperoleh
kesimpulan bahwa pandangan tentang mengajar yang ada pada diri mahasiswa ketika
memasuki program pendidikan cenderung membentuk apa yang mereka pandang berguna
dan relevan dari perkuliahan.

4

Secara singkat dapat diungkapkan berbagai studi yang pernah dilakukan di berbagai negara
menunjukkan bahwa pikiran awal tentang mengajar yang ada pada diri mahasiswa ketika
memasuki program pendidikan guru mempunyai pengaruh yang tidak kecil pada
pertumbuhan pengetahuan tentang mengajar dalam diri individu calon guru. Temuan ini
memberikan penjelasan pada keragaman kualitas guru sebagai hasil dari proses pendidikan
guru yang sama. Temuan itu pula yang memperkuat pandangan akan sangat pentingnya
melakukan penelaahan profil pangkal mahasiswa calon guru, sebab ternyata mempunyai
implikasi praktis di samping implikasi teoretisnya.
METODE
Partisipan studi ini terdiri atas sembilan mahasiswa program studi pendidikan kimia UPI,
yang terdiri atas enam mahasiswa baru dan tiga mahasiswa senior. Pada saat penyelidikan
dilakukan mahasiswa baru telah mengikuti satu bulan perkuliahan, sedangkan mahasiswa

senior tahun keempat yang baru menyelesaikan internship empat bulan kegiatan pelatihan
profesi (student teaching) di sekolah-sekolah mitra.
Pada penyelidikan ini interviu semi-berstruktur digunakan sebagai prosedur pengumpulan
data. Kepada semua partisipan penelitian diberikan delapan pertanyaan inti dengan tujuan
untuk menggali konsepsi-konsepsi mereka tentang berbagai aspek belajar dan mengajar
kimia di sekolah menengah. Pertanyaan-pertanyaan kunci tersebut mencakup tugas guru
dalam pengajaran kimia, cara mengajar kimia yang efektif, sikap guru dalam memfasilitasi
siswa belajar, keterampilan mengajar yang diperlukan guru, kondisi lingkungan belajar
yang kondusif, peranan kegiatan laboratorium, buku pelajaran yang baik, faktor-faktor yang
mempengaruhi capaian belajar. Respon masing-masing partisipan dalam interviu direkam
pada kaset, agar analisis data dapat dilakukan secara lebih cerma.
Langkah pertama analisis data adalah penyusunan transkripsi wawancara, untuk kemudian
dilakukan inferensi konsepsi-konsepsi masing-masing parisipan tentang setiap aspek
pengajaran kimia berdasarkan transkripsi wawancara tersebut. Lebih lanjut dilakukan
kategorisasi konsepsi-konsepsi partisipan penyelidikan berdasarkan kesamaan di antara
konsepsi-konsepsi partisipan.
HASIL-HASIL
Konsepsi tentang mengajar
Mahasiswa baru yang menjadi partisipan penyelidikan ini memandang pekerjaan mengajar
sebagai upaya untuk mentransfer pengetahuan kepada siswa dengan jalan menjelaskan

secara rinci. Terhadap pertanyaan tentang arti mengajar dan tugas guru dalam kelas,
terdapat respon-respon sebagai berikut:
P1
P2
P3
P4
P6

:
:
:
:
:

Menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa.
Memberikan apa diketahui guru kepada muridnya.
Mentransfer informasi kepada siswa.
Menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa.
Mengalihkan pengetahuannya kepada siswa.


(Catatan: P1 berarti partisipan ke-1, P2 berarti partisipan ke-2, dan seterusnya).
Sesuai dengan konsepsi mereka tentang mengajar sebagaimana dikemukakan di atas,
mahasiswa baru yakin bahwa cara mengajar yang baik adalah menceritakan secara rinci
materi pelajaran kepada siswanya. Sementara itu "drill" diyakini partisipan kepentingannya

5

untuk memperkuat pemahaman siswa. Cara mengevaluasi apakah siswa telah menguasai
materi pelajaran adalah melalui kemampuannya menyelesaikan soal-soal.
Terhadap pertanyaan: "Bagaimana cara mengajarkan kimia yang baik dalam arti
memungkinkan pelajar belajar?”, partisipan memberikan respon sebagai berikut.
P1 : Menurut saya materi pelajaran harus dijelaskan secara rinci dan ada latihan
pemecahan soal.
P2 : Menurut saya, cara guru menerangkan harus jelas. Pokoknya rinci, diberi
contoh soal, kemudian diberikan latihan-latihan.
P3 : Materi pelajaran dijelaskan secara rinci, kemudian hal-hal penting dituliskan
pada papan tulis. Latihan-latihan banyak dilakukan.
P4 : Di kelas materi pelajaran dijelaskan secara rinci, dan ada kesempatan untuk
latihan memecahkan soal-soal.


Mahasiswa senior yang menjadi partisipan penelitian ini memiliki konsepsi berbeda tentang
tugas guru dalam pengajaran kimia, sebagaimana terIihat pada segmen transkripsi
wawancara berikut ini.
P7 : Mengupayakan agar pelajar mencapai tujuan pembelajaran yang telah
dirumuskan guru ketika menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran.
P8 : Menyampaikan materi pelajaran agar dimengerti dan dapat diterapkan pelajar
dalam kehidupan sehari-hari.
P9 : Memberikan materi pelajaran, memotivasi belajar, serta membimbing pelajar
menarik kesimpulan.

Sikap guru dalam pengajaran
Faktor kepribadian guru diyakini mahasiswa baru yang menjadi partisipan kepentingannya
dalam menunjang keberhasilan proses belajar-mengajar. Mereka yakin bahwa materi
pelajaran lebih mudah dimengerti pelajar jika mereka menyukai gurunya, sedangkan
karakteristik guru yang disukai siswa yang terungkap dari wawancara adalah sebagi
berikut.
P1 : Harus dekat pada pelajar, memberikan perhatian pada pelajar, baik di dalam
kelas maupun di luar kelas.
P2 : Harus akrab dengan pelajar, ada komunikasi yang baik antara guru dan
pelajar.
P3 : Dekat dengan pelajar, dalam arti banyak memberikan perhatian pada pelajar.
P4 : Akrab dengan pelajar.
P5 : Saya kira umumnya murid menyukai guru yang dekat dengan murid, tidak
galak.

Partisipan memandang keterampilan mengajar yang diperlukan seorang guru mencakup
kemampuan untuk menggunakan teknik mengajar yang bervariasi sehingga tidak monoton,
kemampuan berkomunikasi verbal sehingga uraiannya jelas, memahami bahan pelajaran
yang akan diajarkan, menyesuaikan tempo mengajar dengan kecerdasan murid-muridnya,
serta berwawasan luas dalam penerapan pengetahuan kimia yang diajarkan dalam
kehidupan sehari-hari. Terhadap pertanyaan yang menyangkut hal ini, subyek memberikan
respon sebagai berikut.
P1 : Cara mengajarnya tidak monoton, maksud saya materi pelajaran dihubungkan
dengan hal-hal yang terjadi disekitar kita, misalnya ketika membahas amonia
sang guru membicarakan pula penggunaan amonia dan senyawanya, masalah
lingkungan yang berkaitan dengan amonia.

6

P2 : Pertama, guru harus mengerti karakter muridnya. Kedua, guru harus mampu
menciptakan suasana santai tetapi serius, tidak tegang, serta membuat
selingan-selingan humor.
P3 : Cara mengajarnya tidak monoton, misalnya mengaitkan materi pelajaran
dengan hal-hal yang terjadi di sekitar kita, misalnya ketika membahas kimia
lingkungan disinggung pula masalah lingkungan kita sehari-hari, misalnya
sampah dan air limbah pabrik, dll.
P4 : Guru harus bisa membuat suasana rileks, tidak menegangkan.
P5 : Pertama, bahan pelajaran harus dikuasai guru. Kedua, guru perlu menguasai
cara berkomunikasi, maksud saya menyampaikan materi pelajaran.
P6 : Pengetahuan diaplikasikan secara langsung dalam kehidupan sehari-hari,
maksud saya setelah belajar teori tertentu, murid diajak membuat sesuatu
yang berguna untuk mereka sendiri, contohnya membuat sabun.

Upaya yang perlu dilakukan guru ketika mengajar dipandang oleh mahasiswa senior adalah
mengupayakan agar materi pelajaran dapat dimengerti atau "diserap" pelajar. Atas dasar itu
keterampilan penting yang perlu dimiliki guru kimia mencakup kemampuan mengolah
materi pelajaran yang akan disajikan atas dasar pemahaman pada tingkat penalaran murid,
agar konsep-konsep abstrak dalam materi pelajaran kimia menjadi lebih kongkrit, misalnya
dengan menggunakan ana1ogi.
P7 : Menggunakan analogi dalam menanamkan konsep. Menurut pengalaman saya
analogi banyak berhasil, dan juga menjadi selingan dalam mengajar, kadangkadang membuat segar suasana belajar.
P8 : Harus tahu jalan pikiran anak, serta mengaitkan pelajaran dengan kehidupan
sehari-hari.
P9 : Harus sistematik, serta menggunakan analogi dalam menamkan konsep.

Cara mengajar yang berpusat pada guru masih diyakini mahasiswa senior sebagai cara yang
baik untuk mengajarkan kimia, sebagaimana terlihat dari respon yang diberikannya pada
pertanyaan tentang cara mengajar kimia yang baik.
P7 : Matei pelajaran dijelaskan secara rinci. Ilustrasi diberikan melalui gambargambar, di samping itu contoh-contoh banyak diberikan, dan guru banyak
memberikan latihan memecahkan soal.
P8 : Bagi saya, cara mengajar yang baik adalah memperhatikan jalan pikiran anak,
dan berupaya agar mereka menggali sendiri konsep-konsep, bukan diberikan
guru. Mengaktifkan anak bertanya merupakap pula ciri kegiatan belajarmengajar yang baik, sebab memberikan umpan balik kepada guru tentang
materi yang belum dikuasai murid.

Suasana belajar yang kondusif
Mahasiswa baru yang menjadi partisipan penyelidikan ini meyakini pentingnya keberadaan
kondisi lingkungan belajar. Belajar yang kondusif, agar kegiatan belajar-mengajar dalam
kelas berjalan efektif, khususnya suasana yang tenang yang memungkinkan
terkonsentrasinya pikiran siswa. Sehubungan dengan hal itu disiplin dalam kelas dipandang
sangat penting keberadaannya, sebagaimana terungkap dari respon partisipan pada
pertanyaan yang menyangkut suasana kelas yang kondusif bagi proses belajar-mengajar.
P1 : Murid tidak terlalu banyak sehingga ada kesempatan untuk bertanya jika
belum mengerti. Guru harus berwibawa sehingga tidak ada murid yang ribut,
karena ribut itu mengganggu konsentrasi belajar.
P3 : Suasana tenang, tidak berisik.
P5 : Suasana tertib diperlukan untuk belajar.

7

Aspek hubungan interpersonal dipandang oleh mahasiswa senior kontributif pada
kesenangan murid belajar kimia, yang pada gilirannya dapat menyebabkan pelajar belajar
secara optimal, sebagaimana terlihat pada jawaban mahasiswa senior pada pertanyaan
tentang guru yang disukai.
P7 : Tidak membuat tegang, tidak ada gap dengan siswa, ramah dan tidak galak.
Agar materi pelajaran dapat diserap anak, saya kira hanya satu, yaitu anak
jangan dibuat tegang atau takut dalam kelas. Guru harus terbuka, sehingga
anak berani bertanya apabila ada yang belum dimengertinya.
P8 : Guru bertindak sebagai pembimbing, seolah-olah sebagai teman sehingga
siswa berani bertanya. Guru yang senang guyon dan ramah menurut
pengamatan saya banyak disukai murid-muridnya.
P9 : Tidak membuat tegang, tanya jawab hidup dalam kelas, dan diskusi di antara
para pelajar sering terjadi.

Peran praktikum (kegiatan lab)
Praktikum dalam kegiatan belajar-mengajar kimia dipandang mahasiswa baru berperan
sebagai upaya untuk menunjukkan fakta-fakta peristiwa atau gejala kimia secara nyata,
sebagai pembuktian atau pengkongkritan fakta-fakta yang diajarkan. Respon mahasiswa
baru terhadap pertanyaan sekitar manfaat atau peranan kegiatan praktikum dalam proses
belajar-mengajar kimia adalah berikut ini.
P1 : Saya kira praktikum itu gunanya untuk memberikan fakta-fakta nyata kepada
pelajar sebagai pengkongkritan hal-hal yang dijelaskan guru.
P2 : Untuk mengkongkritkan materi pelajaran sehingga lebih jelas dan dimengerti
pelajar karena reaksi kimia itu terlihat secara langsung.
P3 : Melatih cara-cara menggunakan alat-alat laboratorium.
P4 : Untuk penerapan teori-teori, pembuktian kebenaran teori yang diberikan guru
dalam kelas, misalnya tentang kecepatan reaksi dimana praktikum
menunjukkan kebenaran apa yang telah dikatakan guru bahwa temperatur
meningkatkan kecepatan reaksi.
P5 : Mengamati secara langsung kejadian kimia yang sesungguhnya, serta
mempraktekan teori.

P6 : Membuktikan teori sehingga pelajar tahu secara langsung peristiwa
kimia yang dipelajarinya.
Sementara itu praktikum dalam proses belajar-mengajar kimia diyakini mahasiswa senior
kepentingannya sebagai upaya untuk memperjelas materi pelajaran.
P7 : Saya kira fungsi praktikum terutama untuk mengkongkritkan konsep abstrak
sehingga mudah ditangkap anak. Untuk keberhasilan atau kelancaran
praktikum, anak harus telah tahu dasarnya terlebih dahulu.
P8 : Memperjelas materi pelajaran karena dapat mengkongkritkan yang abstrak.
P9 : Untuk memperjelas teori.

Buku pelajaran yang efektif
Karakteristik buku pelajaran yang baik menurut keyakinan mahasiswa baru yang menjadi
partisipan penyelidikan ini adalah buku yang uraiannya singkat sehingga dapat dipelajari
pelajar secara cepat. Komponen yang paling penting dari buku pelajaran yang baik adalah
contoh pemecahan soal dan kumpulan soal-soal latihan. Fakta ini disimpulkan dari respon
subyek terhadap pertanyaan mengenai buku pegangan yang mudah dipelajari pelajar,
sebagaimana dikemukakan berikut ini.

8

P1 : Bahasanya harus sederhana, memuat yang penting-penting saja, bergambar,
serta ada contoh-contoh pemecahan soal.
P2 : Yang saya rasakan buku seperti itu berisi banyak soal dan solusinya, serta
penjelasannya tidak berbelit-belit, ringkas-ringkas saja.
P3 : Yang penjelasannya pendek, padat, ringkas, serta banyak contoh-contoh soal.
Uraian yang panjang-panjang akan menjemukan.
P4 : Yang langsung penerapannya, yaitu soal-soal, tidak banyak kata-kata, hanya
memuat yang paling pokok saja agar penggunaan waktu belajar lebih efisien
sebab selain kimia masih banyak lagi pelajaran lain sehingga terpaksa belajar
harus cepat.
P5 : Yang mudah dicerna, teorinya singkat, ada banyak pertanyaan dan
pembahasan soal supaya kita yang belajar tahu apakah cara kita salah atau
benar.
P6 : Tidak bertele-tele, langsung pada rumus-rumus, to the point.

Konsepsi mahasiswa senior tentang buku pelajaran kimia yang baik tidak berbeda dari
konsepsi mahasiswa baru, yakni uraiannya singkat, bahasanya sederhana, memuat butirbutir penting saja, serta ada gambar-gambar yang memperjelas konsep.
P7 : Isi dan urutan materinya harus sesuai dengan silabus, bahasanya sederhana
sehingga mudah dipahami secara cepat, tidak perlu harus dibaca berulangulang.
P8 : Bergambar, membuat point-point penting secara singkat, tidak bertele-tele.
P9 : Bahasanya sederhana, memuat yang penting-penting saja, bergambar, serta
ada banyak contoh pemecahan soal.

Faktor yang berpengaruh pada hasil belajar
Mahasiswa baru yang menjadi subyek penelitian ini yakin bahwa prestasi belajar kimia
dipengaruhi banyak faktor, sehingga terdapat keragaman pada capaian belajar murid.
Faktor-faktor yang diyakini berdampak pada prestasi belajar adalah kecerdasan, minat
belajar, usaha, serta kondisi kejiwaan ketika ujian dilaksanakan. Terhadap pertanyaan
"mengapa hasil belajar siswa berbeda-beda ?", partisipan memberikan respon berikut ini.
P1 : Karena saya kira satu sama lain berbeda dalam minat, kerajinan belajar di
rumah, kecerdasan, dll. Adanya masalah psikologis yang dihadapi pelajar
dapat saja mengganggu konsentrasi belajar.
P2 : Saya kira karena daya tangkap pelajar berbeda. Demikian pula dengan wakta
latihan di rumah, juga fasilitas belajar yang dipunyai berbeda-beda.
P3 : Karena pelajar mempunyai kecerdasaran berbeda-beda. Dalam suatu kelas itu
ada murid yang pintar, yang bagi mereka soal-soal itu mudah, tetapi bagi yang
lain sulit sehingga otomatis hasilnya pun berbeda.
P4 : Karena keragaman pelajar itu sendiri. Yang paling menentukan adalah
konsentrasi pada pelajaran dan kebiasaan untuk membaca dari sumber-sumber
lain.
P5 : Karena daya pikir atau daya tangkap pelajar berbeda-beda, demikian pula
minat dan usaha yang dilakukan untuk memahami materi pelajaran.
P6 : Karena berbeda dalam bakat dan minat. Daya serap bergantung pada
kemampuan dan kemauan.

Mahasiswa senior yakin bahwa perbedaan individu menyebabkan perbedaan prestasi
belajar. Pada prinsipnya mereka yakin bahwa dengan upaya guru tertentu pengetahuan
dapat “ditransfer" dari guru ke muridnya. Terhadap pertanyaan yang menyangkut perbedaan prestasi belajar siswa, mereka memberikan respon sebagai berikut.

9

P7 : Saya kira faktor kecerdasan dan keaktifan bertanya dalam kelas menentukan
kecepatan murid belajar. Kecerdasaan menentukan daya tangkap, dan
keberanian bertanya menyebabkan guru berupaya lebih jauh agar materi
diajarkan lebih jelas lagi. Pada prinsipnya pengetahuan dapat ditransfer dari
guru ke murid, hanya saja kecepatannya berbeda, ada yang lambat dan ada
yang cepat.
P8 : Yang aktif dalam kelas umumnya berhasil. Materi pelajaran tidak bisa
dimengerti seluruhnya oleh anak karena kemampuan siswa, kondisi belajar,
dll.

PEMBAHASAN
Terdapat berbagai butir penting yang menarik untuk dibahas lebih lanjut dari temuantemuan penyelidikan ini. Masing-masing adalah:
Konsepsi mahasiswa baru tentang mengajar kimia
Mahasiswa baru yang menjadi partisipan penyelidikan ini mengkonsepsikan belajar sebagai
proses transfer pengetahuan dari otak guru ke otak anak. Sebagai konsekuensi dari konsepsi
ini mahasiswa baru yakin bahwa makin rinci informasi "diradiasikan" dari guru dalam
kegiatan belajar mengajar, makin besar peluang bagi pengetahuan tersebut ditangkap
pelajar. Hal ini yang menyebabkan mahasiswa baru memandang dominasi guru dalam
kegiatan belajar-mengajar, yang diekspresikan dalam uraian rinci guru dan banyaknya
contoh-contoh yang diberikan, merupakan cara yang efektif untuk mengajar (mentransfer
pengetahuan). Keberadaan konsepsi belajar dan mengajar seperti ini menempatkan guru
sebagai satu-satunya sumber pengetahuan bagi muridnya. Sejalan dengan hal ini suasana
belajar yang dikonsepsikan kondusif oleh mahasiswa baru adalah suasana yang tenang,
yang memungkinkan siswa merekam informasi yang disampaikan guru. Tentu saja hal ini
perlu diperhatikan sebab konsepsi mahasiswa ini merupakan miskonsepsi, apabila
dihubungkan dengan asas belajar dan mengajar berlandaskan faham konstruktivisme.
Menurut faham ini belajar merupakan proses konstruksi pengetahuan dalam diri anak
berdasarkan pengalaman-pengalamannya. Dalam pada itu peran yang dapat dimainkan guru
dalam mengajar hanyalah membantu siswa dalam mengkonstruk pengetahuan tersebut,
dengan cara menyediakan kegiatan-kegiatan belajar yang diprediksikan dapat menciptakan
kondisi yang memungkinkan anak mengkonstruk pengetahuan.
Konsepsi mahasiswa baru tentang tindakan mengajar
Mahasiswa baru mengkonseptualisasi tindakan mengajar lebih banyak dari sudut hubungan
inter-personal. Perhatian pada variabel sosial dan afektif ini berakibat peminimalan “aspek
akademik" dari tindakan mengajar. Hal ini jelas terlihat dari pandangan mahasiswa baru
yang menyatakan bahwa pelajar dapat belajar secara lebih baik dari guru yang disukai.
Agar seorang guru disukai muridnya, ia harus bersikap “manis" dan “ngemong”. Seorang
guru yang efektif dalam pandangan mahasiswa harus akrab dengan pelajar, memberikan
banyak perhatian pada muridnya. Gejala itu menunjukkan tumbuhnya pandangan tentang
mengajar sebagai perpanjangan dari parenting, yang dalam berbagai hal lebih cocok untuk
anak sekolah dasar ketimbang murid sekolah menengah. Sesusai dengan tingkat
kematangan psikologis dan sosial muridnya, serta karakter substansi yang diajarkannya,
layaknya faktor penentu keberhasilan mengajar pelajar sekolah menengah dikonseptualisasi
lebih pada kemampuan "mengolah" materi pelajaran agar menjadi mudah tercerna murid.

10

Perbedaan kualitatif konsepsi mahasiswa baru dan mahasiswa senior tentang belajar
dan mengajar kimia
Secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan kualitatif antara konsepsi
mahasiswa baru dan mahasiswa senior tentang berbagai aspek belajar dan mengajar kimia.
Sekalipun belum terpisah secara nyata, pada konsepsi mahasiswa senior (yang
berpengalaman mengajar) telah ada unsur-unsur lain selain penyerapan pengetahuan
sebagai capaian hasil belajar, yakni kemampuan-kemampuan berpikir dengan pengetahuan
yang telah diakuisisinya. Mahasiswa senior telah ada yang memiliki konsepsi bahwa
kemampuan mengolah materi pelajaran, baik dalam mengatur struktur materi maupun
penyampainnya sebagai kecakapan (skills) penting dalam mengajar. Sebagai bukti, mereka
menyatakan pentingnya pemahamam pada jalan pikiran murid, penggunaan analogi, serta
sistematisasi materi pelajaran. Namun, dalam beberapa aspek belajar-mengajar kimia, dapat
ditunjukkan tidak adanya perbedaan antara kualitas konsepsi mahasiswa baru dan
mahasiswa senior.
Hal yang paling menonjol adalah konsepsi tentang fungsi praktikum dan buku pelajaran.
Baik mahasiswa baru maupun mahasiswa senior memiliki konsepsi yang sama tentang
fungsi praktikum sebagai “verifikasi" informasi faktual yang dikemukakan guru dalam
kelas. Mereka tidak mengkonsepsikan peran praktikum dari dimensi pengembangan
keterampilan proses (process skills) serta penumbuhan sikap dan minat. Demikian halnya
dengan buku pelajaran yang dikonseptualisasi efektif jika hanya memuat butir-butir penting
saja, itu pun secara singkat dan tidak bertele-tele. Fenomena ini berkaitan erat dengan
adanya konsepsi dalam benak mahasiswa baru dan senior tentang tujuan pengajaran kimia
sebagai akuisisi pengetahuan faktual. Konsepsi ini yang menyebabkan mereka
berpandangan bahwa makin ringkas pengetahuan itu dikemas dalam buku makin mudah
diingat pelajar, dan itulah yang terbaik.
Konsepsi yang tangguh (robust)
Dari analisis terhadap beberapa kesamaan konsepsi mahasiswa baru dan mahasiswa senior
tentang berbagai aspek belajar mengajar kimia di SMA dapat disimpulkan bahwa ada
beberapa konsepsi yang tangguh (robust) atau resisten untuk berubah, khususnya mengenai
fungsi praktikum dan buku pelajaran. Hal ini dapat dipandang wajar oleh karena konsep
mahasiswa terbentuk atas dasar pengalamannya. Sangat mungkin mereka hanya
bersentuhan dengan praktikum berpola verifikatif dan tidak berkesempatan mengamati
pola-pola discovery, baik ketika menjadi pelajar sekolah maupun mahasiswa, bahkan
merekapun menyelenggarakan praktikum verifikatif semasa mengikuti internship latihan
profesi. Demikian halnya dengan konsepsi tentang buku pelajaran yang berkembang karena
partisipan hanya membaca tipe buku-buku pelajaran yang ringkas dan mengutamakan
potongan fakta dan konsep secara salingterpisah. Dalam jangka panjang upaya untuk
mengubah konsepsi-konsepsi seperti ini perlu direncanakan dan dilaksanakan secara baik,
karena upaya ini berperan penting dalam mengubah situasi belajar-mengajar di sekolah
menengah di masa depan.
KESIMPULAN
1. Mahasiswa baru program studi pendidikan kimia UPI yang menjadi partisipan
penelitian memegang konsepsi-konsepsi berikut: (a) Pekerjaan mengajar sebagai upaya
untuk mentransfer informasi dari otak guru ke otak murid, sehingga menceritakan
secara rinci materi pelajaran oleh guru kepada muridnya dalam suasana yang tenang

11

agar pikiran murid terkonsentrasi dipandang dapat meningkatkan capaian hasil belajar;
(b) Drill dipandang sebagai teknik mengajar yang efektif; (c) Hubungan interpersonal
antara guru dan murid sebagai faktor utama yang menjamin keberhasilan belajar siswa
sekolah menengah; (d) Praktikum sebagai medium untuk verifikasi pengetahuan faktual
yang disampaikan guru dalam kelas: (e) Buku pelajaran yang efektif adalah buku
pelajaran yang menampilkan pengetahuam faktual (materi pelajaran) dalam kemasan
yang padat, ringkas, dan "to the point", serta menyediakan contoh pemecahan soalan
dan sarana untuk melaksanakan latihanlatihan dalam kegiatan belajar mengajar.
2. Terdapat perbedaan kualitatif antara konsepsi mahasiswa baru mahasiswa senior
mengenai belajar-mengajar dan fungsi mengajar. Mahasiswa senior mengkonsepsikan
belajar lebih berupa pengembangan kemampuan pelajar, dan tindakan mengajar sebagai
upaya untuk mengolah materi pelajaran agar tercerna siswa. Sebaliknya, terdapat
beberapa kesamaan konsepsi mahasiswa baru dan mahasiswa senior dalam memandang
fungsi praktikum dan kualitas buku pelajaran yang efektif. Semua partisipan
penyelidikan ini mengonseptualisasi praktikum hanya sebagai alat verifikasi
pengetahuan faktual yang telah dipresentasikan di kelas. Sementara itu karakteristik
buku pelajaran yang efektif adalah yang ringkas dan dapat dihapal secara cepat. Hal ini
menunjukan bahwa konsepsi-konsepsi tersebut sukar berubah pada diri mahasiswa
walaupun telah mempelajari teori kependidikan dan internship pelatihan profesi di
sekolah.
RUJUKAN
Carter, K. (1990). Teachers’ knowledge and learning to teach. Dalam W. R. Houston, et al.
(Eds.), Handbook of research on teacher education (pp. 291-310). New York:
Macmillan.
Chong, S., Wong, I., & Lang, Q. C. (2004). Pre-service teachers’ beliefs, attitudes and
expectations: A review of the literature. Retrieved June 5, 2007 from
http://www.elearnjourney.com/covert/ab00613.pdf
Doyle, W. (1990).Themes in teacher education research. In W. R. Houston et al. (Eds.),
Handbook of Research on Teacher Education (pp. 3-24). New York: Macmillan.
Gunstone, R.F., & Northfield, J. (1992). Conceptual change in teacher education: the
centrality of metacognition. Paper presented in symposium on conceptual change
approach in teacher education, San Fransisco, April 1992. Dokumen ERIC No. ED
348342.
Kyriacou, C. (1993). Research on the development of expertise in classroom teaching
during initial training and the first year of teaching. Educational Review, 45, 1, 79-87.
Nyaumwe, L. (2004). The impact of full time student teaching on preservice teachers’
conceptions of mathematics teaching and learning. Mathematics Teacher Education
and Development, 6, 16-30.
Uzuntiryaki, E., & Boz, Y. (2007). Turkish pre-service teachers’ beliefs about the
importance of teaching chemistry. Australian Journal of Teacher Education, 32, 1-16.
Weinstein, C. S. (1989). Teacher education students’ preconceptions of teaching. Journal of
Teacher Education, 41, 2, 53-60.