Implementasi Sistem Rujukan Kesehatan Ibu Dan Anak Di Puskesmas Tanah Tinggi Kota Binjai Tahun 2015

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Rujukan
2.1.1. Pengertian Sistem Rujukan
Adapun yang dimaksud dengan sistem rujukan di Indonesia, seperti yang
telah dirumuskan dalam SK Menteri Kesehatan RI No. 001 tahun 2012 ialah suatu
sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan
tanggung jawab timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan
secara vertical dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang
lebih mampu atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit yang setingkat
kemampuannya.
Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan
secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal (Kementerian Kesehatan RI,
2013).
Sistem rujukan upaya keselamatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas
pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab
secara timbal-balik atas masalah yang timbul baik secara vertikal (komunikasi antara
unit yang sederajat) maupun horizontal (komunikasi inti yang lebih tinggi ke unit
yang lebih rendah) ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional

dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi (Syafrudin, 2009).

Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Rujukan Kesehatan Ibu dan Anak
Rujukan kesehatan ibu dan anak adalah sistem rujukan yang dikelola secara
strategis, proaktif, pragmatis dan koordinatif untuk menjamin pemerataan pelayanan
kesehatan maternal dan neonatal yang paripurna dan komprehensif bagi masyarakat
yang membutuhkannya terutama ibu dan bayi baru lahir, dimanapun mereka berada
dan berasal dari golongan ekonomi manapun, agar dapat dicapai peningkatan derajat
kesehatan ibu hamil dan bayi melalui peningkatan mutu dan ketrerjangkauan
pelayanan kesehatan internal dan neonatal di wilayah mereka berada (Depkes, 2006).
Sistem rujukan pelayanan kegawatdaruratan maternal dan Neonatal mengacu pada
prinsip utama kecepatan dan ketepatan tindakan, efisien, efektif dan sesuai dengan
kemampuan

dan

kewenangan


fasilitas

pelayanan.

Setiap

kasus

dengan

kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal yang datang ke puskesmas PONED harus
langsung dikelola sesuai dengan prosedur tetap sesuai dengan buku acuan nasional
pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.
Setelah dilakukan stabilisasi kondisi pasien, kemudian ditentukan apakah
pasien akan dikelola di tingkat puskesmas mampu PONED atau dilakukan rujukan ke
RS pelayanan obstetrik dan neonatal emergensi komprehensif (PONEK) untuk
mendapatkan pelayanan yang lebih baik sesuai dengan tingkat kegawatdaruratannya
(Depkes RI, 2007) dengan alur sebagai berikut:
1. Masyarakat


dapat

langsung

memanfaatkan

semua

fasilitas

pelayanan

kegawatdaruratan obstetric dan neonatal.

Universitas Sumatera Utara

2. Bidan desa dan polindes dapat memberikan pelayanan langsung terhadap ibu
hamil, ibu bersalin, ibu nifas baik yang datang sendiri atau atas rujukan
kader/masyarakat. Selain menyelenggarakan pelayanan pertolongan persalinan
normal, bidan di desa dapat melakukan pengelolaan kasus dengan komplikasi

tertentu sesuai dengan tingkat kewenangan dan kemampuannya atau melakukan
rujukan pada puskesmas, puskesmas mampu PONED dan RS PONEK sesuai
dengan tingkat pelayanan yang sesuai.
3. Puskesmas non-PONED sekurang-kurangnya harus mampu melakukan stabilisasi
pasien dengan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang datang sendiri maupun
yang dirujuk oleh kader/dukun/bidan di desa sebelum melakukan rujukan ke
puskesmas mampu PONED dan RS PONEK.
4. Puskesmas mampu PONED memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan
langsung kepada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru lahir baik yang
datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, bidan di desa dan puskesmas.
Puskesmas mampu PONED dapat melakukan pengelolaan kasus dengan
komplikasi tertentu sesuai dengan tingkat kewenangan dan kemampuannya atau
melakukan rujukan pada RS PONEK.
5. RS PONEK 24 jam memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan PONEK
langsung terhadap ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru lahir baik yang
datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, bidan di desa dan puskesmas,
puskesmas mampu PONED. Pemerintah provinsi/kabupaten melalui kebijakan
sesuai dengan tingkat kewenangannya memberikan dukungan secara manajemen,

Universitas Sumatera Utara


administratif maupun kebijakan anggaran terhadap kelancaran PPGDON
(Pertolongan Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus)
6. Ketentuan tentang persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan dapat
dituangkan dalam bentuk peraturan daerah sehingga deteksi dini kelainan pada
persalinan dapat dilakukan lebih awal dalam upaya pencegahan komplikasi
kehamilan dan persalinan.
7. Pokja/satgas GSI merupakan bentuk nyata kerjasama liuntas sektoral ditingkat
propinsi dan kabupaten untuk menyampaikan pesan peningkatan kewaspadaan
masyarakat terhadap komplikasi kehamilan dan persalinan serta kegawatdaruratan
yang mungkin timbul olkeh karenanya. Dengan penyampaian pesan melalui
berbagai instansi/institusi lintas sektoral, maka dapat diharapkan adanya dukungan
nyata massyarakat terhadap sistem rujukan PONEK 24 jam
8. RS swasta, rumah bersalin, dan dokter/bidam praktek swasta dalam sistem rujukan
PONEK 24 jam, puskesmas mampu PONED dan bidan dalam jajaran pelayanan
rujukan. Institusi ini diharapkan dapat dikoordinasikan dalam kegiatan pelayanan
rujukan PONEK 24 jam sebagai kelengkapan pembinaan pra RS.
2.1.3. Persiapan Rujukan
Kaji ulang rencana rujukan bersama ibu dan keluarganya. Jika terjadi
penyulit, seperti keterlambatan untuk merujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai,

dapat membahayakan jiwa ibu dan atau bayinya. Jika perlu dirujuk, siapkan dan
sertakan dokumentasi tertulis semua asuhan dan perawatan hasil penilaian (termasuk
partograf) yang telah dilakukan untuk dibawa ke fasilitas rujukan (Syafrudin, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Kesiapan untuk merujuk ibu dan bayinya ke fasilitas kesehatan rujukan secara
optimal dan tepat waktu menjadi syarat bagi keberhasilan upaya penyelamatan. Setiap
penolong persalinan harus mengetahui lokasi fasilitas rujukan yang mampu untuk
penatalaksanaan kasus gawatdarurat obstetri dan bayi baru lahir dan informasi
tentang pelayanan yang tersedia di tempat rujukan, ketersediaan pelayanan purna
waktu, biaya pelayanan dan waktu serta jarak tempuh ke tempat rujukan. Persiapan
dan informasi dalam rencana rujukan meliputi siapa yang menemani ibu dan bayi
baru lahir, tempat rujukan yang sesuai, sarana tranfortasi yang harus tersedia, orang
yang di tunjuk menjadi donor darah dan uang untuk asuhan medik, tranfortasi, obat
dan bahan. Singkatan BAKSOKU (Bidan, Alat, Keluarga, Surat, Obat, Kendaraan,
Uang) dapat di gunakan untuk mengingat hal penting dalam mempersiapkan rujukan
(Syafrudin, 2009).
2.1.4. Kegiatan Rujukan
Menurut Syafrudin (2009), kegiatan rujukan terbagi menjadi tiga macam yaitu

rujukan pelayanan kebidanan, pelimpahan pengetahuan dan keterampilan, rujukan
informasi medis:
1.

Rujukan Pelayanan Kebidanan
Kegiatan ini antara lain berupa pengiriman orang sakit dari unit kesehatan kurang
lengkap ke unit yang lebih lengkap, rujukan kasus-kasus patologik pada
kehamilan, persalinan, dan nifas. Pengiriman kasus masalah reproduksi manusia
lainnya seperti kasus-kasus ginekologi atau kontrasepsi yang memerlukan
penanganan spesialis, pengiriman bahan laboratorium dan jika penderita telah

Universitas Sumatera Utara

sembuh dan hasil laboratorium telah selesai, kembalikan dan kirimkan ke unit
semula, jika perlu diserta dengan keterangan yang lengkap (surat balasan).
2.

Pelimpahan Pengetahuan dan Keterampilan, Kegiatan ini antara lain :
a) Pengiriman tenaga-tenaga ahli ke daerah untuk memberikan pengetahuan
dan keterampilan melalui ceramah, konsultasi penderita, diskusi kasus dan

demonstrasi operasi.
b) Pengiriman petugas pelayanan kesehatan daerah untuk menambah
pengetahuan dan keterampilan mereka ke rumah sakit yang lebih lengkap
atau rumah sakit pendidikan, juga dengan mengundang tenaga medis dalam
kegiatan ilmiah yang diselenggarakan dengan tingkat provinsi atau institusi
pendidikan.

3.

Rujukan Informasi Medis, Kegiatan ini antara lain berupa :
a) Membalas secara lengkap data-data medis penderita yang dikirim dan advis
rehabilitas kepada unit yang mengirim.
b) Menjalin kerjasama dalam sistem pelaporan data-data parameter pelayanan
kebidanan, terutama mengenai kematian maternal dan prenatal. Hal ini
sangat berguna untuk memperoleh angka secara regional dan nasional.
Sistem kesehatan nasional membedakannya menjadi dua macam yakni :
1. Rujukan Kesehatan
Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya pencegahan penyakit dan
peningkatan derajat kesehatan. Dengan demikian rujukan kesehatan pada
dasarnya berlaku untuk pelayanan kesehatan masyarakat (public health


Universitas Sumatera Utara

service). Rujukan kesehatan dibedakan atas tiga macam yakni rujukan
teknologi, sarana, dan operasional. Rujukan kesehatan yaitu hubungan
dalam pengiriman, pemeriksaan bahan atau specimen ke fasilitas yang
lebih mampu dan lengkap. Ini adalah rujukan uang menyangkut masalah
kesehatan yang sifatnya pencegahan penyakit (preventif) dan peningkatan
kesehatan (promotif). Rujukan ini mencakup rujukan teknologi, sarana
dan operasional (Syafrudin, 2009).
2. Rujukan Medik
Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan penyakit
serta pemulihan kesehatan. Dengan demikian rujukan medik pada
dasarnya berlaku untuk pelayanan kedokteran (medical service). Sama
halnya dengan rujukan kesehatan, rujukan medik ini dibedakan atas tiga
macam yakni rujukan penderita, pengetahuan dan bahan bahan
pemeriksaan. Menurut Syafrudin (2009), rujukan medik yaitu pelimpahan
tanggung jawab secara timbal balik atas satu kasus yang timbul baik
secara vertikal maupun horizontal kepada yang lebih berwenang dan
mampu menangani secara rasional. Jenis rujukan medic antara lain:

1) Transfer of patient merupakan konsultasi penderita untuk keperluan
diagnosis, pengobatan, tindakan operatif dan lain-lain.
2) Transfer of specimen merupakan pengiriman bahan (spesimen) untuk
pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap.

Universitas Sumatera Utara

3) Transfer of knowledge/personal merupakan pengiriman tenaga yang
lebih kompeten untuk meningkatkan mutu layanan setempat
(Syafrudin, 2009).
2.1.5. Manfaat Rujukan
Beberapa manfaat yang akan diperoleh ditinjau dari unsur pembentuk
pelayanan kesehatan terlihat sebagai berikut :
1. Sudut pandang pemerintah sebagai penentu kebijakan
Jika ditinjau dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan kesehatan (policy
maker), manfaat yang akan diperoleh antara lain membantu penghematan dana
karena tidak perlu menyediakan berbagai macam peralatan kedokteran pada setiap
sarana kesehatan, memperjelas sistem pelayanan kesehatan karena terdapat
hubungan kerja antara berbagai sarana kesehatan yang tersedia dan memudahkan
pekerjaan administrasi terutama pada aspek perencanaan.

2. Sudut pandang masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan
Jika ditinjau dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan (health
consumer), manfaat yang akan diperoleh antara lain meringankan biaya
pengobatan karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama secara berulang-ulang
dan mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan karena diketahui
dengan jelas fungsi dan wewenang sarana pelayanan kesehatan.
3. Sudut pandang kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan.
Jika ditinjau dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan
kesehatan (health provider), manfaat yang diperoleh antara lain memperjelas

Universitas Sumatera Utara

jenjang karir tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif lainnya seperti
semangat kerja, ketekunan dan dedikasi, membantu peningkatan pengetahuan dan
keterampilan yakni melalui kerjasama yang terjalin, memudahkan dan atau
meringankan beban tugas karena setiap sarana kesehatan mempunyai tugas dan
kewajiban tertentu (Syafrudin, 2009).
2.1.6. Keuntungan Sistem Rujukan
Menurut Syafrudin (2009), keuntungan sistem rujukan adalah :
1. Pelayanan yang diberikan sedekat mungkin ke tempat pasien berarti bahwa
pertolongan dapat diberikan lebih cepat, murah dan secara psikologis memberi
rasa aman pada pasien dan keluarga.
2. Dengan adanya penataran yang teratur diharapkan pengetahuan dan keterampilan
petugas daerah makin meningkat sehingga makin banyak kasus yang dapat
dikelola di daerahnya masing-masing.
3. Masyarakat desa dapat menikmati tenaga ahli.
2.1.7. Tahapan Rujukan Maternal dan Neonatal
1. Menentukan kegawatdaruratan penderita
a. Pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih ditemukan penderita yang tidak
dapat ditangani sendiri oleh keluarga atau kader/dukun bayi, maka segera
dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat, oleh karena itu mereka
belum tentu dapat menerapkan ke tingkat kegawatdaruratan.
b. Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas. Tenaga
kesehatan yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut harus dapat

Universitas Sumatera Utara

menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui, sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawabnya, mereka harus menentukan kasus mana
yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk.
2. Menentukan tempat rujukan
Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang
mempunyai kewenangan dan terdekat termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan
tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita.
3. Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga
Kaji ulang rencana rujukan bersama ibu dan keluarga. Jika perlu dirujuk, siapkan
dan sertakan dokumentasi tertulis semua asuhan, perawatan dan hasil penilaian
(termasuk partograf) yang telah dilakukan untuk dibawa ke fasilitas rujukan. Jika
ibu tidak siap dengan rujukan, lakukan konseling terhadap ibu dan keluarganya
tentang rencana tersebut. Bantu mereka membuat rencana rujukan pada saat awal
persalinan.
4. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju
a. Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk.
b. Meminta petunjuk apa yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan dan
selama dalam perjalanan ke tempat rujukan.
c. Meminta petunjuk dan cara penangan untuk menolong penderita bila penderita
tidak mungkin dikirim.
5. Persiapan penderita (BAKSOKUDO)
6. Pengiriman Penderita

Universitas Sumatera Utara

7. Tindak lanjut penderita :
a. Untuk penderita yang telah dikembalikan (rawat jalan pasca penanganan)
b. Penderita yang memerlukan tindakan lanjut tapi tidak melapor harus ada tenaga
kesehatan yang melakukan kunjungan rumah (Depkes RI, 2006).

2.2. Program Kesehatan Ibu dan Anak
2.2.1. Pengertian Program KIA
Upaya kesehatan ibu dan anak adalah upaya di bidang kesehtan yang
menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui, bayi
dan anak balita serta anak prasekolah. Pemberdayaan masyarakat bidang KIA dalam
upaya mengatasi situasi gawat darurat dari aspek non klinik terkait kehamilan dan
persalinan. Sistem kesiagaan merupakan sistem tolong-menolong, yang dibentuk dari,
oleh dan untuk masyarakat, dalam hal penggunaan alat transportasi atau komuinikasi
(telepon genggam, telepon rumah), pendanaan, pendonor darah, pencatatan
pemantauan dan informasi KB. Dalam pengertian ini tercakup pula pendidikan
kesehatan kepada masyarakat, pemuka masyarakat serta menambah keterampilan
para dukun bayi serta pembinaan kesehatan di taman kanak-kanak
2.2.2. Tujuan Program KIA
Tujuan program kesehatan ibu dan anak adalah tercapainya kemampuan hidup
sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal, bagi ibu dan keluarganya
untuk menuju Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) serta
meningkatnya derajat kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh kembang

Universitas Sumatera Utara

optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya.
Tujuan khusus dari program ini adalah:
1. Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan, sikap dan perilaku), dalam
mengatasi kesehatan diri dan keluarganya dengan menggunakan teknologi tepat
guna dalam upaya pembinaan kesehatan keluarga dan masyarakat sekitarnya.
2. Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah secara
mandiri di dalam linkgungan keluarga dan masyarakat
3. Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita, ibu hamil, ibu
bersalin, ibu nifas dan ibu meneteki.
4. Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu
meneteki, bayi dan anak balita.
5. Menningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat, keluarga dan seluruh
anggotanya untuk mengatasi masalah kesehatan ibu, balita, anak prasekolah,
tertama melalui peningkatan peran ibu dan keluarganya
2.2.3. Pelayanan dan Indikator Program KIA
2.2.3.1. Pelayanan Program KIA
Adapun pelayanan Program KIA meliputi:
1. Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama
masa kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal. Frekuensi
pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan dengan ketentuan
waktu minimal 1 kali pada triwulan pertama, minimal 1 kali pada triwulan kedua,
dan minimal 2 kali pada triwulan ketiga.

Universitas Sumatera Utara

2. Pertolongan Persalinan
Jenis tenaga yang memberikan pertolongan persalinan kepada masyarakat:
a. Tenaga professional: dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan,
pembantu bidan dan perawat.
b. Dukun bayi:
Terlatih ialah dukun bayi yang telah mendapatkan latihan tenaga kesehatan
yang dinyatakan lulus.
Tidak terlatih: ialah dukun bayi yang belum pernah dilatih oleh tenaga
kesehatan atau dukun bayi yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus.
c. Deteksi dini ibu hamil berisiko pada ibu hamil diantaranya adalah:
1) Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
2) Anak lebih dari empat
3) Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang 2 tahun atau lebih
dari 10 tahun
4) Tinggi badan kurang dari 145 cm
5) Berat badan kurang dari 38 kg atau lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm
6) Riwayat keluarga menderita diabetes, hipertensi dan riwayat cacat congenital
7) Kelainan bentuk tubuh, misalnya kelainan tulang belakang atau panggul
Risiko tinggi kehamilan merupakan keadaan penyimpangan dan normal yang
secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi.

Universitas Sumatera Utara

1. Risiko tinggi pada kehamilan meliputi:
a. Hb kurang dari 8 gram %
b. Tekanan darah tinggi yaitu sistole lebih dari 140 mmHg dan diastole lebih dari
90 mmHg
c. Oedema yang nyata
d. Eklampsia
e. Perdarahan Pervaginam
f. Ketuban pecah dini
g. Letak lintang pada usia kehamilan lebih dari 32 minggu
h. Letak sungsang pada primigravida
i. Infeksi berat dan sepsis
j. Persalinan premature
k. Kehamilan ganda
l. Janin yang besar
m. Penyakit kronis pada ibu antara lain jantung, paru, ginjal
n. Riwayat obstetri buruk, riwayat bedah sesar dan komplikasi kehamilan
2. Risiko tinggi pada nenonatal meliputi:
a. BBLR atau berat lahir kurang dari 2500 gram
b. Bayi dengan tetanus neonatorum
c. Bayi baru lahir dengan asfiksia
d. Bayi dengan ikterus neonatorum yaitu ikterus lebih dari 10 hari setelah lahir
e. Bayi baru lahir dengan sepsis

Universitas Sumatera Utara

f. Bayi lahir dengan berat lebih dari 4000 gram
g. Bayi pre term dan post term
h. Bayi lahir dengan cacat bawaan sedang
i. Bayi lahir dengan persalinan dengan tindakan (Depkes RI, 2007)
2.2.3.2. Indikator Pelayanan KIA
Terdapat 6 indikator kinerja penilaian standar pelayanan minimal atau SPM
untuk pelayanan kesehatan ibu dan bayi yang wajib dilaksanakan yaitu cakupan
kunjungan ibu hamil K4.
1. Pengertian:
Kunjungan ibu hamil K4 adalah ibu hamil yang kontak dengan petugas kesehatan
untuk mendapatkan pelayanan ANC sesuai dengan standar 14T dengan frekuensi
kunjungan minimal 4 kali selama hamil, dengan syarat trimester 1 minimal 1 kali,
trimester II minimal 1 kali dan trimester III minimal 2 kali. Menurut badan
litbangkes depkes RI (2004) Standar 14T yang dimaksud adalah:
a.

Tanyakan dan menyapa ibu dengan ramah

b.

Tinggi badan diukur dan berat badan ditimbang

c.

Pemeriksaan atau pengukuran tekanan darah

d.

Temukan kelainan/ periksa daerah muka leher, jari dan tungkai (edema),
lingkar lengan atas dan panggul.

e.

Temu wicara konseling

f.

Tekan/palpasi payudara (benjolan), perawatan payudara, tekan titik (accu
pressure) peningkatan ASI

Universitas Sumatera Utara

g.

Tinggi fundus uteri diukur

h.

Tentukan posisi janin dan detak jantung janin

i.

Tentukan keadaan (palpasi) liver dan limpa

j.

Tentukan kadar Hb

k.

Tetanus Toxoid imunisasi

l.

Terapi dan pencegahan anemia (tablet Fe)

m. Tingkatkan kesegaran jasamani dan senam hamil
n.

Tingkatkan pengetahuan ibu hamil tentang gizi ibu hamil dan pengetahuan
tentang tanda bahaya dalam kehamilan dan persalinan.

2. Defenisi Operasional
Perbandingan antara jumlah ibu hamil yang telah memperoleh ANC sesuai standar
K4 di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dengan penduduk sasaran ibu
hamil.
3. Cara Perhitungan
Pembilang: jumlah ibu hamil yang telah memperroleh pelayanan ANC sesuai
dengan standar K4 di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
4. Sumber data:
a. Jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan ANC sesuai dengan
standar K4
b. Perkiraan penduduk sasaran ibu hamil diperoleh dari Bada Pusat Statistik atau
BPS atau Provinsi

Universitas Sumatera Utara

5. Kegunaan
a. Mengatur mutu pelayanan ibu hamil
b. Mengukur tingkat keberhasilan perlindungan ibu hamil melalui pelayanan
standar dan paripurna. Jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan
ANC sesuai dengan standar K4 perkiraan penduduk
c. Mengukur kinerja petugas kesehatan dalam penyelenggaraan pelayanan ibu
hamil (Depkes RI, 2007).

2.3. Manual Rujukan KIA
2.3.1. Pengembangan Manual Rujukan KIA
Sistem rujukan yang dibangun harus dilengkapi dengan manual supaya bisa
dilaksanakan dengan lebih tertata dan jelas. Manual rujukan sebaiknya disusun dan
dikembangkan oleh kelompok kerja/ tim rujukan di sebuah kabupaten/kota. Tujuan
manual adalah untuk menjalankan sistem rujukan pelayanan ibu dan anak dikaitkan
dengan sumber pembiayaannya. Manual rujukan tersusun dari kejadian yang dapat
dialami oleh ibu dan bayi dalam proses kehamilan dan persalinan, dan bagaimana
proses tersebut didanai (Purnomo, 2012).
2.3.2. Tujuan
1. Menggambarkan alur kegiatan pelayanan ibu hamil, persalinan, nifas, dan
pelayanan bayi berdasarkan continuum of care lengkap dengan pedoman dan SOP
yang terkait dengan sumber pembiayaan.

Universitas Sumatera Utara

2. Menjelaskan uraian tugas (Job description) lembaga-lembaga dan profesi yang
terlibat dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak
3. Menjadi acuan kegiatan dilapangan untuk kelompok kerja rujukan dalam
perencanaan, perencanaan, dan monitoring hasil (Purnomo, 2012).
2.3.3. Kebijakan dan Prinsip Dasar
2.3.3.1. Prinsip Umum
1. Prinsip utama adalah mengurangi kepanikan dan kegaduhan yang tidak perlu
dengan cara menyiapkan persalinan (rujukan terencana) bagi yang membutuhkan
(pre-emptive strategy). Sementara itu bagi persalinan emergency harus ada alur
yang jelas.
2. Bertumpu pada proses pelayanan KIA yang menggunakan continuum of care
dengan sumber dana.
3. Sarana pelayanan kesehatan dibagi menjadi 3 jenis: RS PONEK 24 jam,
Puskesmas PONED dan Sarana Pelayanan Kesehatan Lainnya seperti Puskesmas,
bidan praktek, Rumah Bersalin, Dokter Praktek Umum, dan lain-lain
4. Harus ada RS PONEK 24 jam dengan hotline yang dapat dihubungi 24 jam.
5. Sebaiknya ada hotline di Dinas Kesehatan 24 jam dengan sistem jaga untuk
mendukung kegiatan persalinan di RS.
6. Memperhatikan secara maksimal ibu-ibu yang masuk dalam:
a. Kelompok A. Mengalami masalah dalam kehamilan saat di ANC dan di
prediksi akan mempunyai masalah dalam persalinan yang perlu dirujuk secara
terencana;

Universitas Sumatera Utara

b. Kelompok B. Ibu-ibu yang dalam ANC tidak bermasalah. Dalam persalinan,
ternyata ada yang bermasalah dalam persalinan sehingga

membutuhkan

penanganan emergency. Di kelompok ini ada 3 golongan:
1) Kelompok B1. Ibu-ibu bersalin yang membutuhkan rujukan emergency ke
RS PONEK 24 jam.
2) Kelompok B2. Ibu-ibu bersalin yang ada kesulitan namun tidak perlu dirujuk
ke RS PONEK 24 jam
3) Kelompok B3. Ibu-ibu yang mengalami persalinan normal.
7. Menekankan pada koordinasi antar lembaga seperti LKMD, PKK, dan pelaku
8. Memberikan petunjuk rinci dan jelas mengenai pembiayaan, khususnya untuk
mendanai ibu-ibu kelompok A dan kelompok B1 dan B2 (Purnomo, 2012)
2.3.3.2.Alur Rujukan dari Hulu ke Hilir

Gambar 2.1. Alur Rujukan KIA

Universitas Sumatera Utara

1. Ibu Hamil dapat mendapatkan pelayanan ANC diberbagai Sarana Pelayanan
Kesehatan (Bidan, Puskesmas biasa, Puskesmas PONED, RB, RS biasa atau RS
PONEK)
2. Sarana Pelayanan Kesehatan mengidentifiksi jenis kehamilan dan perkiraan jenis
persalinan dari ibu-ibu yang mendapatkan pelayanan ANC dimasing-masing
sarana.
3. Sarana Pelayanan Kesehatan mengelompokan jenis kehamilan dan jenis
persalinan menjadi 2 kelompok. Kelompok A: merupakan ibu-ibu yang dideteksi
mempunyai permasalahan dalam kehamilan dan diprediksi akan mempunyai
permasalahan dalam persalinan; Kelompok B: merupakan ibu-ibu yang dalam
ANC tidak ditemukan permasalahan.
4. Sarana Pelayanan Kesehatan akan merujuk Ibu Hamil Kelompok A ke RS
PONEK (kecuali ibu hamil tersebut sudah ditangani di RS PONEK sejak ANC)
5. Sarana Pelayanan Kesehatan akan menangani persalinan ibu Hamil Kelompok B
6. Pada saat persalinan Sarana Pelayanan Kesehatan akan mengidentifikasi
kemungkinan terjadinya penyulit pada persalinan menggunakan proses dan tehnik
yang baik (misalnya penggunaan partogram)
7. Sarana pelayanan kesehatan mengelompokkan jenis persalinan menjadi 3
kelompok: Kelompok B1: Ibu-ibu yang mengalami permasalahan di dalam
persalinan dan harus dirujuk emergency (dirujuk dalam keadaan in-partu);
Kelompok B2: Ibu-ibu yang mengalami permasalahan di dalam persalinan tapi

Universitas Sumatera Utara

tidak memerlukan rujukan; Kelompok B3: Ibu-ibu dengan persalinan tidak
bermasalah
8. Ibu bersalin kelompok B1 akan dirujuk ke RS PONEK (kecuali persalinan
memang sudah ditangani di RS PONEK
9. Ibu besalin kelompok B2 dapat ditangani di Puskesmas PONED
10. Ibu bersalin kelompok B3 dapat ditangani di seluruh jenis sarana pelayanan
kesehatan/persalinan (Puskesmas, RB, RS)
11. Bayi baru lahir yang dimaksud dalam manual ini adalah neonatus berusia antara
0-28 hari.
12. Bayi baru lahir tanpa komplikasi dapat ditangani di seluruh jenis sarana pelayanan
kesehatan termasuk RS PONEK apabila sang ibu bersalin di RS PONEK tersebut
(karena masuk kelompok A dan B1)
13. Bayi baru lahir dengan komplikasi dapat lahir dari ibu dengan komplikasi
persalinan maupun dari ibu yang melahirkan normal, baik di Rumah Sakit
PONEK atau di sarana pelayanan kesehatan primer
14. Bayi baru lahir yang telah pulang pasca kelahiran dan kemudian kembali lagi ke
fasilitas kesehatan karena menderita sakit juga termasuk dalam manual rujukan
ini.
15. Bayi baru lahir kontrol ke sarana pelayanan kesehatan sesuai dengan surat kontrol
yang diberikan oleh fasilitas kesehatan di tempat kelahiran
16. Pengelompokan tingkat kegawatan bayi baru lahir dilakukan berdasarkan
algoritme MTBS. Bayi baru lahir dengan sakit berat dirujuk ke Rumah Sakit

Universitas Sumatera Utara

PONEK, bayi baru lahir dengan sakit sedang-berat dirujuk ke Puskesmas
PONED, sementara bayi baru lahir sakit ringan ditangani di sarana pelayanan
kesehatan primer atau di sarana pelayanan kesehatan tempat bayi kontrol
(Purnomo, 2012).

2.4. Puskesmas
2.4.1. Pengertian Puskesmas
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2013) Puskesmas Pelayanan Obstetric
Neonatal Essensial Dasar (PONED) merupakan puskesmas rawat inap yang memiliki
kemampuan serta fasilitas pelayanan kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal siap 24
jam untuk memberikan pelayanan terhadap ibu hamil, bersalin dan nifas serta
kegawatdaruratan bayi baru lahir dengan komplikasi baik yang datang sendiri atau
atas rujukan kader atau masyarakat, bidan di desa dan puskesmas. Puskesmas
PONED dapat melakukan pengelolaan kasus dan komplikasi tertentu sesuai dengan
tingkat kewenangan dan kemampuannya atau melakukan rujukan ke rumah sakit atau
rumah sakit Pelayanan obstetric dan neonatal emergensi komprehensif (PONEK).
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan Kabupaten/Kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah
kerja. Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten atau
kota (UPTD). Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis
operasional dinas kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat
pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia (Sulastomo, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang
bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah
kerja.
1. Unit pelaksana teknis sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan
kabupaten/kota (UPTD), Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari
tugas teknis operasional Dinas Kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit
pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di
Indonesia.
2. Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa
Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
3. Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan
di wilayah kabupaten/kota adalah dinas kesehatan kabupaten/kota, sedangkan
puskesmas bertanggungjawab hanya sebagian upaya pembangunan kesehatan yang
dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya.
4. Wilayah Kerja secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu
kecamatan tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas,
maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan
memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masingmasing puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung kepada
dinas kesehatan kabupaten/kota (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

Universitas Sumatera Utara

2.4.2. Puskesmas Mampu PONED
Puskesmas mampu PONED adalah puskesmas rawat inap yang mampu
menyelenggarakan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi/komplikasi tingkat
dasar dalam 24 jam sehari dan 7 hari seminggu. Puskesmas rawat inap adalah
puskesmas yang letaknya strategis dan mudah diakses dari puskesmas di sekitarnya,
dapat dijangkau melalui sarana transportasi, yang didirikan sesuai dengan analisa
kebutuhan kabupaten/kota, dilengkapi fasilitas rawat inap, peralatan medis dan
kesehatan serta sarana prasarana yang sesuai standar (Kementerian Kesehatan RI,
2013).
Penurunan kematian dan peningkatan kualitas hidup ibu dan anak tidak
terlepas dari penanganan kasus emergensi di fasilitas pelayanan kesehatan dasar
melalui upaya peningkatan PONED di puskesmas. Berbagai upaya yang dilaksanakan
dalam PONED antara lain peningkatan pengetahuan dan keterampilan tim dalam
menyelenggarakan PONED, pemenuhan tenaga kesehatan, pemenuhan ketersediaan
peralatan, obat dan bahan habis pakai, manajemen penyelenggaraan serta sistem
rujukannya. Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas
juga sangat membutuhkan kerjasama yang baik dengan Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergensi Komprehensif (PONEK) di Rumah Sakit sebagai suatu kesatuan sistem
rujukan mempunyai peran yang sangat penting (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

Universitas Sumatera Utara

2.4.3. Kriteria Peningkatan Fungsi Puskesmas Rawat Inap Menjadi Puskesmas
Mampu PONED
1. Kriteria Puskesmas yang siap untuk ditingkatkan menjadi puskesmas mampu
PONED:
a. Puskesmas rawat inap yang dilengkapi fasilitas untuk pertolongan persalinan,
tempat tidur rawat inap sesuai kebutuhan untuk pelayanan kasus obstetri dan
neonatal emergensi/komplikasi.
b. Letaknya strategis dan mudah diakses oleh Puskesmas/Fasyankes non PONED
dari sekitarnya.
c. Puskesmas telah mampu berfungsi dalam penyelenggaraan Upaya Kesehatan
Perorangan (UKP) dan tindakan mengatasi kegawat-daruratan, sesuai dengan
kompetensi dan kewenangannya serta dilengkapi dengan sarana prasarana yang
dibutuhkan.
d. Puskesmas telah dimanfaatkan masyarakat dalam/luar wilayah kerjanya sebagai
tempat pertama mencari pelayanan, baik rawat jalan ataupun rawat inap serta
persalinan normal.
e. Jarak tempuh dari lokasi pemukiman sasaran, pelayanan dasar dan puskesmas
non PONED ke puskesmas mampu PONED paling lama 1 jam dengan
transportasi umum mengingat waktu paling lama untuk mengatasi perdarahan 2
jam dan jarak tempuh puskesmas mampu PONED ke rumah sakit minimal 2
jam.

Universitas Sumatera Utara

2. Kriteria Puskesmas mampu PONED
a. Memenuhi kriteria butir 1.
b. Mempunyai tim inti yang terdiri atas dokter, perawat dan bidan sudah dilatih
PONED, bersertifikat dan mempunyai kompetensi PONED serta tindakan
mengatasi kegawatdaruratan medik umumnya dalam rangka mengkondisikan
pasien emergensi/komplikasi siap dirujuk dalam kondisi stabil
c. Mempunyai cukup tenaga dokter, perawat dan bidan lainnya, yang akan
mendukung pelaksanaan fungsi PONED di puskesmas/Fasyankes tingkat dasar.
d. Difungsikan sebagai pusat rujukan antara kasus obstetrik dan neonatal
emergensi/komplikasi, dalam satu regional wilayah rujukan kabupaten
e. Puskesmas telah mempunyai peralatan medis, non medis, obat-obatan dan
fasilitas tindakan medis serta rawat inap, minimal untuk mendukung
penyelenggaraan PONED
f. Kepala puskesmas mampu PONED sebagai penanggungjawab program harus
mempunyai kemampuan manajemen penyelenggaraan PONED
g. Puskesmas mampu PONED mempunyai komitmen untuk menerima rujukan
kasus kegawat-daruratan medis kasus obstetri dan neonatal dari Fasyankes di
sekitarnya.
h. Adanya komitmen dari para stakeholders yang berkaitan dengan upaya untuk
memfungsikan puskesmas mampu PONED dengan baik yaitu:
1) Rumah sakit PONEK terdekat baik milik pemerintah maupun swasta,
bersedia menjadi pengampu dalam pelaksanaan PONED di puskesmas

Universitas Sumatera Utara

2) Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/kota bersama RS kabupaten/kota dan
rumah sakit PONEK terdekat dalam membangun sistem rujukan dan
pembinaan medis yang berfungsi efektif efisien.
3) Adanya komitmen dukungan dari BPJS Kesehatan untuk mendukung
kelancaran pembiayaan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dalam rangka
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
4) Dukungan Bappeda dan Biro Keuangan Pemda dalam pengintegrasian
perencanaan pembiayaan puskesmas mampu PONED dalam sistem yang
berlaku.
5) Dukungan Badan Kepegawaian Daerah dalam kesinambungan keberadaan
tim PONED di puskesmas.
6) Dukungan politis dari pemerintah daerah dalam bentuk regulasi (Perbup,
Perwali atau SK Bupati/Walikota) dalam mempersiapkan sumber daya dan
atau dana operasional, untuk berfungsinya puskesmas mampu PONED
secara efektif dan efisien.
i. Seluruh petugas puskesmas mampu PONED melakukan pelayanan dengan
nilai-nilai budaya. Kepuasan pelanggan adalah kepuasan petugas puskesmas,
berkomitmen selalu memberi yang terbaik, memberi pelayanan dengan hati
(dengan penuh rasa tanggung jawab untuk berkarya dan berprestasi mandiri
bukan karena diawasi), peduli pada kebutuhan masyarakat, selalu memberikan
yang terbaik pada setiap pelayanan (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

Universitas Sumatera Utara

2.4.4. Langkah-langkah Persiapan Peningkatan Fungsi Puskesmas Rawat Inap
Menjadi Puskesmas Mampu PONED

Gambar 2.2. Alur Persiapan Peningkatan Fungsi Puskesmas Rawat Inap
Menjadi Puskesmas Mampu PONED
1. Pengumpulan dan analisis data umum
Apabila dinilai bahwa belum semua puskesmas yang ditetapkan sebagai
puskesmas mampu PONED berfungsi dengan baik atau bila di Kabupaten
bersangkutan belum tercapai minimal 4 puskesmas rawat inap yang sudah
difungsikan dengan baik sebagai puskesmas mampu PONED, maka dinas
kesehatan kabupaten harus:
a. Memetakan wilayah kerja dinas kesehatan kabupaten/kota, sekaligus memberi
gambaran tentang:
1) Kondisi geografis, lingkungan wilayah, pemetaan/batas wilayah kerja
Puskesmas/batas administrasi kecamatan
2) Sarana, prasarana dan jalur transportasi dalam wilayah, untuk mendukung
pelaksanaan rujukan
3) Keberadaan fasilitas kesehatan dalam peta fasyankes di wilayah kabupaten
yaitu puskesmas, dokter praktik swasta, klinik pratama, puskesmas mampu

Universitas Sumatera Utara

PONED, Klinik Pratama mampu PONED, Rumah Sakit Pemerintah dan
Swasta, rumah sakit mampu PONEK dan lain-lain, dalam jumlah dan
persebaran lokasinya
4) Sarana, prasarana, SDM, kemampuan pelayanan dari masing-masing
fasyankes tersebut diatas.
5) Puskesmas yang letaknya strategis terhadap puskesmas di sekitarnya, yang
dapat dikembangkan menjadi pusat rujukan-antara atau pusat rujukan
regional wilayah kabupaten
6) Regionalisasi

sistem

rujukan

medik

wilayah

kabupaten/kota

dan

berfungsinya regionalisasi tersebut.
7) Data puskesmas yang letaknya terpencil dan sulit untuk mengakses rumah
sakit PONEK terdekat, maupun rujukan regional puskesmas mampu PONED
terdekat.
b. Data jumlah penduduk di setiap wilayah puskesmas dirinci menurut:
1) Kelompok umur, berdasarkan kepentingan sasaran program
2) Jenis kelamin
3) Jumlah rumah tangga
4) Jumlah WUS dan PUS
c. Data keberadaan mitra
Mitra yang dapat diperankan sebagai penggerak demand target sasaran dan
keluarga, untuk memanfaatkan pelayanan PONED yang tersedia menurut
kebutuhannya antara lain:

Universitas Sumatera Utara

1) Lintas Sektor di tingkat kabupaten/kota dan kecamatan/puskesmas
2) LSM, Organisasi Profesi Kesehatan
3) Media massa (cetak, elektronik)
4) Masyarakat dalam wadah usaha kesehatan bersumberdaya masyarakat
(UKBM) yang dapat berperan dalam Program Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K)
5) Swasta, Badan Usaha, Penyandang dana lainnya (donor agency)

Gambar 2.3. Upaya PP AKI dan Gambaran Para Mitra Penggerak Demand
Target Sasaran untuk Memanfaatkan Pelayanan Kesehatan Ibu
d. Data tentang dukungan kebijakan dan sumberdaya dari PEMDA dan DPRD.
Upaya-upaya kesehatan dan gerakan para mitra akan lebih berhasil apabila juga
mendapatkan dukungan politis serta sumberdaya dari pemerintah daerah dan
DPRD, khususnya dari tingkat kabupaten/kota:

Universitas Sumatera Utara

1) Peraturan Daerah Kabupaten,
2) Peraturan Daerah Provinsi
3) Peraturan Bupati
4) Peraturan Gubernur
5) APBD Kabupaten, khususnya untuk PONED dan yang terkait dengannya
6) APBD Provinsi
2. Pengumpulan dan analisia data khusus :
a. Data sumberdaya, perunit fasilitas pelayanan tingkat dasar/puskesmas:
1) Fisik gedung tempat pelayanan,
2) Fasilitas untuk pelayanan rawat jalan
3) Fasilitas untuk pelayanan rawat inap serta tindakan medis dalam PONED
4) Peralatan medis, non medis dan penunjang untuk PONED
5) Sarana transportasi rujukan (ambulan rujukan)
6) Sarana komunikasi rujukan yaitu telephon, HP, perangkat sistem rujukan
radio medik, lembar rujukan
7) Keberadaan tim teknis pelaksana PONED yang sudah terlatih dan kompeten
dalam PONED
8) Dana operasional penyelenggaraan PONED dan sumber dananya
b. Data cakupan pelayanan program KIA Gizi pada sasaran maternal dan neonatal,
yang dilayani sesuai standar dan pemetaannya menurut wilayah kerja/target
sasaran yang ditetapkan (PWS dan lain-lain).

Universitas Sumatera Utara

c. Data

perhitungan/prediksi

jumlah

kasus

obstetri

dan

neonatal

emergensi/komplikasi dari wilayah kerja masing-masing berupa target
penemuan, cakupan penemuan, besaran masalah kesehatan obstetri dan
neonatal emergensi/komplikasi yang dihadapi daerah, serta kebutuhan PONED
untuk masing-masing wilayah kerja/tanggung jawab Puskesmas/Fasyankes
Tingkat Dasar mampu PONED.
d. Data tentang kesenjangan pemenuhan kebutuhan PONED menurut peta wilayah
sekaligus latar belakang masalah/kendalanya dari aspek fisik/geografi,
transportasi, manajemen dan lain-lain
e. Jumlah kasus kematian obstetri dan neonatal di kabupaten/kota, menurut
wilayah tanggung-jawab puskesmas dan sumber informasinya
f. Hasil surveillance masalah yang berkaitan dengan kesehatan maternal dan
neonatal
3. Pengumpulan data puskesmas mampu PONED/calon puskesmas mampu PONED
a. Data Lokasi
1) Letaknya: strategis terhadap puskesmas non PONED di sekitarnya.
2) Merupakan jejaring sistem rujukan dalam fungsinya sebagai pusat rujukan
antara/regional dan rumah sakit
3) Waktu tempuh/jam dari masing-masing puskesmas non perawatan dalam
jejaringnya ke puskesmas mampu PONED
4) Waktu tempuh menuju rumah sakit rujukan PONEK terdekat sekitar 2 jam

Universitas Sumatera Utara

5) Merupakan puskesmas terpencil dari semua fasilitas kesehatan yang ada
(khusus daerah terpencil)
b. Data Fasilitas
1) Puskesmas mempunyai fasilitas rawat inap atau terbatas hanya fasilitas rawat
inap untuk persalinan
2) Kemampuan menyelenggarakan pelayanan rawat inap (umum dan
persalinan)
3) Ketersediaan alat kesehatan PONED set
4) Ketersediaan sarana/prasarana penunjang berkaitan dengan PONED
5) Ketersediaan obat dan bahan habis pakai berkaitan dengan PONED
c. Data Administrasi, berupa :
1) SK Bupati/Walikota tentang penetapan puskesmas mampu PONED
2) SK Dinas Kesehatan tentang penetapan tim teknis dan tim pendukung
puskesmas mampu PONED
3) MoU pelaksanaan rujukan, antara puskesmas dengan Fasyankes Rujukan
atau RS mampu PONEK terdekat, tentang rujukan dan pembinaan teknis
4) MoU/kontrak penyelenggaraan PONED antara puskesmas dengan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Asuransi Kesehatan lainnya, untuk
puskesmas dengan persyaratan tertentu
4. Penyusunan rencana peningkatan fungsi puskesmas mampu PONED atau calon
puskesmas mampu PONED. Dalam upaya merencanakan perbaikan, peningkatan,

Universitas Sumatera Utara

pemantapan dan pengembangan fungsi puskesmas mampu PONED/calon
puskesmas mampu PONED, dinas kesehatan perlu membahas kembali bersama:
a. Kepala Puskesmas dan Bidan Koordinator Puskesmas untuk mendiskusikan:
1) Masalah dan hambatan dalam pelaksanaan program yang berkaitan dengan
kesehatan ibu dan anak dari berbagai aspek:
a) Ketersediaan Sumberdaya:
(1) Ketersediaan, kemampuan dan kualitas SDM kemampuan dan
kualitas SDM kesehatan termasuk SDM Kesehatan yag sudah terlatih
manajemen puskesmas, PONED, Pertolongan Pertama Kegawat
daruratan obstetrik dan neonatus (PPGDON), Manajemen Asfiksia,
Manajemen BBLR dan lain-lain.
(2) Ketersediaan fasilitas pelayanan dan pendukungnya (alat medis, non
medis, obat dan bahan habis pakai, ruangan, ambulan dan lain-lain)
(3) Ketersediaan perangkat teknologi komunikasi dan informasi
(4) Dana operasional pelayanan, perawatan, pendukung pelayanan terkait
PONED
b) Pelaksanaan pelayanan dan rujukan kasus obstetri dan neonatal serta
masalah/hambatannya pada tingkat:
(1) Masyarakat (UKBM: Posyandu, Polindes/Poskesdes, Desa Siaga)
(2) Puskesmas non PONED
(3) Puskesmas mampu PONED
(4) Rumah sakit non PONEK

Universitas Sumatera Utara

(5) Rumah sakit PONEK
c) Pembinaan untuk puskesmas mampu PONED, Calon puskesmas mampu
PONED dan non PONED, dalam aspek:
(1) Pembinaan Teknis oleh Organisasi Profesi yang dikoordinir oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten/kota
(2) Pembinaan teknis oleh rumah sakit PONEK yang dikoordinir oleh
dinas kesehatan kabupaten
(3) Pembinaan operasional dan administrasi manajemen PONED oleh
Dinas Kesehatan dan BPJS
(4) Pembinaan oleh Biro Keuangan Pemda tentang Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) pemerintah
daerah
2) Kebutuhan dukungan dalam upaya perbaikan dan peningkatan fungsi
penyelenggaraan:
a) Pelayanan KIA umumnya
b) PONED dan Rujukan PONED,
c) Rujukan ke RS PONEK dan aspek pelayanannya
3) Usulan/rencana pengembangan PONED dan pemantapan fungsi sistem
rujukannya, untuk :
a) Lingkup regional dalam kabupaten, dengan pusat rujukannya adalah
puskesmas mampu PONED (Area sistem rujukan dalam cluster PONED)

Universitas Sumatera Utara

b) Lingkup wilayah kabupaten, dengan pusat rujukannya Rumah Sakit
PONEK.
b. Bersama mitra kerja terkait dan pihak-pihak berkepentingan lainnya malakukan
pembahasan masalah dan menyusun rencana perbaikan/peningkatannya melalui
forum District Team Problem Solving (DTPS), antara lain dengan:
1) Lintas sektor terkait
2) LSM/masyarakat peduli
3) Swasta dan penyandang dana lainnya
4) Organisasi masyarakat yaitu PKK, dasa wisma, muslimat, aisyah,
kepemudaan
5) Media massa yaitu cetak dan elektronik (pemred/wartawan: surat kabar
daerah, majalah daerah, radio daerah, TV lokal)
c. Bersama penentu kebijakan dan pengambil keputusan serta para pemangku
kepentingan:
1) Mendapatkan dukungan kebijakan dan sumberdaya, dari:
a) Bupa, sebagai penanggung-jawab tercapainya target MDGs Kabupaten
b) DPRD Kabupaten, sebagai wakil rakyat yang memperjuangkan
kepentingan masyarakat khususnya bidang kesehatan
2) Melibatkan para pemangku kepentingan, untuk realisasi operasional:
a) Bappeda

Kabupaten,

berhubungan

dengan

pengusulan

anggaran

pengembangan, operasional dan pemeliharaan, baik untuk puskesmas

Universitas Sumatera Utara

mampu PONED yang sudah ada maupun calon puskesmas mampu
PONED
b) Rumah sakit rujukan spesialistik/Rumah Sakit PONEK untuk rencana
pengembangan sistem rujukan dan pembinaan teknis PONED
c) Organisasi Profesi yaitu Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan
Perawatan Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI),
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), Ikatan Dokter
Anak Indonesia (IDAI), Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia
(IAKMI)
d) Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) atau sektor
yang membidangi program KB dan kependudukan untuk upaya-upaya
yang terkait dengan program KB dan penggerakan demand sasaran.
5. Penyusunan

implementasi

pengembangan

fungsi

puskesmas

mampu

PONED/calon puskesmas mampu PONED
a. Persiapan pengembangan fungsi puskesmas mampu PONED:
1) Menyusun rencana pemantapan fungsi puskesmas mampu PONED yang ada
a) Menetapkan puskesmas sebagai calon puskesmas mampu PONED yang
akan dikembangkan
b) Menyusun rencana pengembangan puskesmas calon puskesmas mampu
PONED dengan tahapannya

Universitas Sumatera Utara

2) Mempersiapkan pemantapan fungsi puskesmas mampu PONED yang sudah
ada dan realisasi pengembangan fungsi puskesmas menjadi puskesmas
mampu PONED, sesuai dengan tahapannya :
a) Melengkapi kebutuhan sumberdaya (SDM, alat medis dan non medis,
obat dan bahan habis pakai, ruangan, ambulan, biaya operasional dan
pemeliharaan) sesuai kebutuhan
b) Melatih ulang SDM yang ada dan melatih baru SDM yang diperlukan
c) Melakukan pembinaan teknis, administrasi dan manajemen serta
keuangan
b. Menetapkan realisasi sesuai dengan rencana dan tahapannya:
1) Memantapkan fungsi puskesmas mampu PONED yang sudah ada
2) Mengembangkan puskesmas yang dipilih untuk menjadi puskesmas mampu
PONED
6. Penyusunan

indikator

kinerja

penyelenggaraan

PONED

keberhasilan

penyelenggaran puskesmas mampu PONED diukur berdasarkan rencana dan
indikator kinerja yang telah ditetapkan.
a. Indikator persiapan puskesmas mampu PONED
1) Adanya tim terlatih PONED bersertifikat dan kompeten
2) Adanya Tim Pendukung PONED
3) Tersedianya sarana, prasarana dan peralatan sesuai standar

Universitas Sumatera Utara

4) Tersedianya

ruangan

untuk

penerimaan

pasien,

pemeriksaaan,

pelayanan/tindakan dan perawatan di fasilitas rawat inap untuk ibu dan
bayinya
5) Tersedianya sarana transportasi rujukan dengan kelengkapannya
6) Tersedianya alat komunikasi dan informasi
7) Tersusunnya rencana kegiatan yang disusun melalui pertemuan lintas
program dan lintas sektor, dalam forum tim pemecahan masalah
kabupaten/District Team Problem Solving (DTPS), yang disertai indikator
pencapaiannya
8) Tersedianya biaya operasional dalam jumlah yang memadai
9) Adanya SPO yang disusun tim PONED dan ditandatangani oleh Kepala
Puskesmas dan sudah dikonsultasikan kepada POGI dan IDAI setempat.
10) Adanya MoU antara rumah sakit PONEK/Rumah Sakit Sayang Ibu Bayi
(RSSIB) dengan Dinas Kesehatan Kabupaten, tentang Pembinaan Teknis
PONED oleh rumah sakit PONEK, secara berkala dan teratur.
b. Indikator untuk mengukur kinerja puskesmas mampu PONED :
1) Cakupan pasien yang dirujuk dari masing-masing wilayah kerja puskesmas
yang tercakup dalam kluster regional sistem rujukan
2) Cakupan pasien yang dapat ditangani di puskesmas mampu PONED sesuai
kewenangannya
3) Cakupan pasien yang dirujuk ke Rumah Sakit PONEK, melalui puskesmas
mampu PONED

Universitas Sumatera Utara

4) Jumlah rujukan balik pasien emergensi/komplikasi dari RS PONEK ke
puskesmas (puskesmas mampu PONED dan atau puskesmas jejaring)
5) Jumlah kasus yang dirujuk balik dari puskesmas mampu PONED sesuai
dengan perkembangan kemampuan puskesmas dalam PONED, indikator
penilaian kinerja PONED harus semakin diperluas dan dirinci lebih detail
(Kementerian Kesehatan RI, 2013).
2.4.5. Penerimaan Pasien di Puskesmas Mampu PONED
Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan yang
melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap kasus penyakit atau
masalah kesehatan baik secara vertikal dalam arti dari unit yang berkemampuan
kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horisontal dalam arti unit-unit yang
setingkat kemampuannya.
1. Kasus yang dirujuk ke puskesmas mampu PONED berasal dari:
a. Rujukan masyarakat:
1) Datang sendiri sebagai pasien perorangan atau keluarga
2) Diantar/dirujuk oleh kader posyandu, dukun bayi, dan lainnya
3) Dirujuk dari institusi masyarakat, seperti poskesdes, polindes
b. Rujukan dari pelayanan kesehatan perorangan tingkat pertama dari wilayah
kerja puskesmas mampu PONED antara lain dari unit rawat jalan puskesmas,
puskesmas pembantu/keliling, praktek dokter atau bidan mandiri dan fasilitas
pelayanan kesehatan perorangan tingkat pertama lainnya
c. Rujukan dari puskesmas sekitar (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

Universitas Sumatera Utara

2.4.6. Mekanisme Rujukan PONED

Gambar 2.4. Mekanisme Rujukan PONED
Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 604/Menkes/SK/VII/2008
Keterangan :
: Alur Rujukan

Universitas Sumatera Utara

Menurut Syafrudin (2009), tatalaksana rujukan diantaranya adalah internal
antar petugas di satu