Hubungan Tajam Penglihatan Dengan Tingkat Prestasi Pada Siswa Berprestasi SD Panca Budi Medan Tahun 2014
BAB I
PENDAHALUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Penglihatan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam
seluruh aspek kehidupan, apabila terdapat gangguan pada penglihatan
dapat menyebabkan gangguan terhadap aktifitas, baik dalam proses
pembelajaran maupun interaksi sosial sehingga dapat mempengaruhi
perkembangan
alamiah
dari
intelegensia
maupun
perkembangan
akademis, profesi dan sosial. (AA0, 2011; Reinaldo José Gianinia,
Eduardo de Masib, Eliane Cleto Coelhob et all, 2004)
Beberapa penulis mengakui hubungan antara prestasi akademik
dengan penglihatan yang baik. Data dari studi internasional menunjukkan
bahwa sekitar 25% dari anak usia sekolah membawa beberapa bentuk
kelainan penglihatan. (Reinaldo José Gianinia,b, Eduardo de Masib,
Eliane Cleto Coelhob et all, 2004)
Kelainan dari tajam penglihatan merupakan kelainan refraksi yang
menjadi penyebab terbanyak gangguan penglihatan di seluruh dunia dan
merupakan salah satu penyebab kebutaan. Menurut WHO dalam Global
Data On Visual Impairments 2010, disebutkan bahwa 285 juta penduduk
dunia mengalami gangguan penglihatan dengan penyebab terbanyak
adalah kelainan refraksi yang tidak diatasi yaitu 43% dan menjadi
penyebab kebutaan sebanyak 3%. (WHO, 2010)
Universitas Sumatera Utara
Di Indonesia kelainan refraksi juga merupakan penyebab terbanyak
gangguan penglihatan. Berdasarkan hasil survei kesehatan indera
penglihatan dan pendengaran tahun 1993-1996, kelainan refraksi
menempati urutan pertama dalam 10 penyakit mata terbesar di Indonesia
dengan prevalensi sebesar 22,1%. Kelainan refraksi juga merupakan
penyebab kebutaan dengan prevalensi sebesar 0,14%.(Depkes, 2005)
Dalam teori belajar koneksionisme yang dikembangkan oleh
Thorndike (2010:19) menjelaskan bahwa adanya hubungan atau koneksi
antara kesan yang ditangkap oleh pancaindera atau stimulus dengan
perbuatan atau respons. Pembelajaran dapat berlangsung secara efektif
dan efisien apabila peserta didik telah memiliki kesiapan belajar. Dampak
negatif atau positif perilaku dan hasil belajar tidak selalu sama antar siswa
bergantung pada faktor psikologis, fisiologis dan lingkungan (2010:22).
(Pristiwatin, D. S., Widyawati, I. Y., Wahyuni, E. D. 2006)
Menurut Lauretti-Filho (1982) dan Gianini (2004), terdapat adanya
asosiasi antara performa akademis yang adekuat dengan kesehatan
penglihatan yang bagus. Menurut Pettiss (1993) dan Gianini (2004),
terdapat data dari studi internasional yang menunjukkan bahwa sekitar
25% anak-anak usia sekolah memiliki suatu bentuk defisiensi penglihatan.
Keterlambatan melakukan koreksi refraksi terutama pada anak
usia sekolah akan sangat mempengaruhi kemampuan menyerap materi
pembelajaran dan berkurangnya potensi untuk meningkatkan kecerdasan
karena 30 % informasi diserap dengan melihat dan mendengar (Direktorat
PLB, 2004). Menurut Lauretti-Filho (1982) dan Gianini (2004), banyak
diantara anak-anak cenderung tidak mengeluhkan masalah tersebut
Universitas Sumatera Utara
kepada keluarga maupun guru mereka. (Available at: http://repository.
usu.ac.id/bitstream/123456789/21449/5/Chapter%20I.pdf).
Dalam hal mengurangi angka penurunan ketajaman penglihatan
selain melalui skrining, dapat ditempuh langkah edukasi. Melalui edukasi
mengenai cara pengunaan mata yang benar, diharapkan penurunan tajam
penglihatan ini tidak berlanjut. Menurut Resnikoff (2008) skrining dan
edukasi lebih dipilih sebagai manajemen penurunan tajam penglihatan
karena dibandingkan dengan usaha mengkoreksi kelainan refraksi
maupun kelainan mata lainnya oleh ahli, usaha preventif lebih bersifat
hemat biaya dan dapat dilakukan oleh tenaga masyarakat yang sudah
terlatih.
(Available
at:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/
21449/5/Chapter%20I.pdf)
Tajam penglihatan merupakan salah satu parameter pengukuran
kemampuan visual seseorang sehingga pengukuran tajam penglihatan
dan koreksi dini perlu dilakukan agar dapat tercapai kemampuan visual
yang optimal (Xu,2005). (Available at: http://repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/ 21449/5/Chapter%20I.pdf)
Pemeriksaan rutin pada mata sebaiknya dimulai pada usia dini.
Skrinning mata perlu dilakukan untuk mendeteksi apakah menderita
gangguan tajam penglihatan yang nantinya akan mengganggu aktivitas
disekolahnya. (Dedy Fachrian, Arlia Barlianti Rahayu, Apep Jamal Naseh,
et all., 2009)
Dengan alasan inilah, diperlukan penelitian yang terfokus pada
prevalensi penurunan ketajaman penglihatan pada anak-anak agar dapat
Universitas Sumatera Utara
dinilai apakah ada hubungan antara tajam penglihatan dengan tingkat
prestasi pada anak Sekolah Dasar (SD) Panca Budi di Medan.
1.2
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagi berikut:
1.
Hubungan antara tajam penglihatan dengan tingkat prestasi
pada anak Sekolah Dasar (SD) Panca Budi kelas IV sampai
VI.
2.
Mengetahui proporsi tajam penglihatan dan proporsi tingkat
prestasi pada anak Sekolah Dasar (SD) Panca Budi kelas IV
sampai VI.
1.3
TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara tajam penglihatan dengan
tingkat prestasi pada anak Sekolah Dasar (SD) Panca Budi.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui proporsi tajam penglihatan pada anak SD
Panca Budi kelas IV sampai VI.
2. Untuk mengetahui proporsi tingkat prestasi dari rangking 1
sampai rangking 10, pada anak SD Panca Budi kelas IV sampai
VI.
Universitas Sumatera Utara
1.4
MANFAAT PENELITIAN
•
Untuk Peneliti: Menambah pengetahuan peneliti dalam bidang
refraksi dan informasi bagi peneliti lain yang akan melakukan
penelitian selanjutnya.
•
Untuk Institusi: Memberikan informasi mengenai hubungan
antara tajam penglihatan dengan tingkat prestasi anak Sekolah
Dasar (SD), sehingga dapat membantu untuk menentukan
pengobatan selanjutnya terhadap tajam penglihatan dan
meningkatkan prestasi anak SD.
•
Untuk Masyarakat: Mengetahui lebih dini kelainan tajam
penglihatan pada anak, dan sebagai bahan informasi dalam
upaya meningkatkan prestasi anak.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHALUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Penglihatan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam
seluruh aspek kehidupan, apabila terdapat gangguan pada penglihatan
dapat menyebabkan gangguan terhadap aktifitas, baik dalam proses
pembelajaran maupun interaksi sosial sehingga dapat mempengaruhi
perkembangan
alamiah
dari
intelegensia
maupun
perkembangan
akademis, profesi dan sosial. (AA0, 2011; Reinaldo José Gianinia,
Eduardo de Masib, Eliane Cleto Coelhob et all, 2004)
Beberapa penulis mengakui hubungan antara prestasi akademik
dengan penglihatan yang baik. Data dari studi internasional menunjukkan
bahwa sekitar 25% dari anak usia sekolah membawa beberapa bentuk
kelainan penglihatan. (Reinaldo José Gianinia,b, Eduardo de Masib,
Eliane Cleto Coelhob et all, 2004)
Kelainan dari tajam penglihatan merupakan kelainan refraksi yang
menjadi penyebab terbanyak gangguan penglihatan di seluruh dunia dan
merupakan salah satu penyebab kebutaan. Menurut WHO dalam Global
Data On Visual Impairments 2010, disebutkan bahwa 285 juta penduduk
dunia mengalami gangguan penglihatan dengan penyebab terbanyak
adalah kelainan refraksi yang tidak diatasi yaitu 43% dan menjadi
penyebab kebutaan sebanyak 3%. (WHO, 2010)
Universitas Sumatera Utara
Di Indonesia kelainan refraksi juga merupakan penyebab terbanyak
gangguan penglihatan. Berdasarkan hasil survei kesehatan indera
penglihatan dan pendengaran tahun 1993-1996, kelainan refraksi
menempati urutan pertama dalam 10 penyakit mata terbesar di Indonesia
dengan prevalensi sebesar 22,1%. Kelainan refraksi juga merupakan
penyebab kebutaan dengan prevalensi sebesar 0,14%.(Depkes, 2005)
Dalam teori belajar koneksionisme yang dikembangkan oleh
Thorndike (2010:19) menjelaskan bahwa adanya hubungan atau koneksi
antara kesan yang ditangkap oleh pancaindera atau stimulus dengan
perbuatan atau respons. Pembelajaran dapat berlangsung secara efektif
dan efisien apabila peserta didik telah memiliki kesiapan belajar. Dampak
negatif atau positif perilaku dan hasil belajar tidak selalu sama antar siswa
bergantung pada faktor psikologis, fisiologis dan lingkungan (2010:22).
(Pristiwatin, D. S., Widyawati, I. Y., Wahyuni, E. D. 2006)
Menurut Lauretti-Filho (1982) dan Gianini (2004), terdapat adanya
asosiasi antara performa akademis yang adekuat dengan kesehatan
penglihatan yang bagus. Menurut Pettiss (1993) dan Gianini (2004),
terdapat data dari studi internasional yang menunjukkan bahwa sekitar
25% anak-anak usia sekolah memiliki suatu bentuk defisiensi penglihatan.
Keterlambatan melakukan koreksi refraksi terutama pada anak
usia sekolah akan sangat mempengaruhi kemampuan menyerap materi
pembelajaran dan berkurangnya potensi untuk meningkatkan kecerdasan
karena 30 % informasi diserap dengan melihat dan mendengar (Direktorat
PLB, 2004). Menurut Lauretti-Filho (1982) dan Gianini (2004), banyak
diantara anak-anak cenderung tidak mengeluhkan masalah tersebut
Universitas Sumatera Utara
kepada keluarga maupun guru mereka. (Available at: http://repository.
usu.ac.id/bitstream/123456789/21449/5/Chapter%20I.pdf).
Dalam hal mengurangi angka penurunan ketajaman penglihatan
selain melalui skrining, dapat ditempuh langkah edukasi. Melalui edukasi
mengenai cara pengunaan mata yang benar, diharapkan penurunan tajam
penglihatan ini tidak berlanjut. Menurut Resnikoff (2008) skrining dan
edukasi lebih dipilih sebagai manajemen penurunan tajam penglihatan
karena dibandingkan dengan usaha mengkoreksi kelainan refraksi
maupun kelainan mata lainnya oleh ahli, usaha preventif lebih bersifat
hemat biaya dan dapat dilakukan oleh tenaga masyarakat yang sudah
terlatih.
(Available
at:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/
21449/5/Chapter%20I.pdf)
Tajam penglihatan merupakan salah satu parameter pengukuran
kemampuan visual seseorang sehingga pengukuran tajam penglihatan
dan koreksi dini perlu dilakukan agar dapat tercapai kemampuan visual
yang optimal (Xu,2005). (Available at: http://repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/ 21449/5/Chapter%20I.pdf)
Pemeriksaan rutin pada mata sebaiknya dimulai pada usia dini.
Skrinning mata perlu dilakukan untuk mendeteksi apakah menderita
gangguan tajam penglihatan yang nantinya akan mengganggu aktivitas
disekolahnya. (Dedy Fachrian, Arlia Barlianti Rahayu, Apep Jamal Naseh,
et all., 2009)
Dengan alasan inilah, diperlukan penelitian yang terfokus pada
prevalensi penurunan ketajaman penglihatan pada anak-anak agar dapat
Universitas Sumatera Utara
dinilai apakah ada hubungan antara tajam penglihatan dengan tingkat
prestasi pada anak Sekolah Dasar (SD) Panca Budi di Medan.
1.2
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagi berikut:
1.
Hubungan antara tajam penglihatan dengan tingkat prestasi
pada anak Sekolah Dasar (SD) Panca Budi kelas IV sampai
VI.
2.
Mengetahui proporsi tajam penglihatan dan proporsi tingkat
prestasi pada anak Sekolah Dasar (SD) Panca Budi kelas IV
sampai VI.
1.3
TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara tajam penglihatan dengan
tingkat prestasi pada anak Sekolah Dasar (SD) Panca Budi.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui proporsi tajam penglihatan pada anak SD
Panca Budi kelas IV sampai VI.
2. Untuk mengetahui proporsi tingkat prestasi dari rangking 1
sampai rangking 10, pada anak SD Panca Budi kelas IV sampai
VI.
Universitas Sumatera Utara
1.4
MANFAAT PENELITIAN
•
Untuk Peneliti: Menambah pengetahuan peneliti dalam bidang
refraksi dan informasi bagi peneliti lain yang akan melakukan
penelitian selanjutnya.
•
Untuk Institusi: Memberikan informasi mengenai hubungan
antara tajam penglihatan dengan tingkat prestasi anak Sekolah
Dasar (SD), sehingga dapat membantu untuk menentukan
pengobatan selanjutnya terhadap tajam penglihatan dan
meningkatkan prestasi anak SD.
•
Untuk Masyarakat: Mengetahui lebih dini kelainan tajam
penglihatan pada anak, dan sebagai bahan informasi dalam
upaya meningkatkan prestasi anak.
Universitas Sumatera Utara