Gerakan Islam Indonesia Dalam Memperjuangkan Penggunaan Jilbab Pada Masa Orde Baru

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masuknya Islam ke Indonesia pada abad 7 Masehi yang dibawa oleh para
pedagang dari Arab, menjadi periode terpenting dalam sejarah Indonesia. Islam
menyebar di Indonesia melalui berbagai macam cara di antaranya adalah melalui
perkawinan, perdagangan yang dimotori oleh para saudagar-saudagar Arab,
pendidikan (pesantren), budaya dan kesenian. Islam di Indonesia berpangkal pada
kota-kota pelabuhan seperti Samudra Pasai, Malaka, dan kota-kota pelabuhan lain
di pesisir utara Jawa. 1 Pada abad 13 Islam menyebar di semua kalangan termasuk
raja-raja yang mendirikan kerajaan-kerajaan, salah satunya kerjaan Islam yang
pertama di Nusantara yaitu Samudra Pasai, sedangkan di Jawa perkembangan
Islam muncul setelah kerajaan Demak menggantikan kerajaan Majapahit dan
Mataram.
Posisi Islam menjadi lebih kuat saat Belanda datang ke Indonesia pada
tahun 1602. Tokoh–tokoh Islam banyak melahirkan intelektual Islam yang
dilindungi oleh penguasa (Raja-raja) pada saat itu, seperti Hamzah Fansuri,
Syamsuddin, Nuruddin ar-Raniri dan Abdul Rauf Al-Sankili. 2 Mereka selalu di
curigai Belanda dan menjadi ancaman bagi penjajahan Belanda. Kedatangan
Belanda ke Indonesia tidak hanya dilandasi oleh ekonomi dan politik tetapi juga

didasarkan pada tujuan untuk menyebarkan agama sipenjajah ke Indonesia.
Belanda memiliki penasehat agama bernama Snouck Hurgrogne yang melakukan

1

Abdul Azis Thaba. 1996. Islam Dan Negara Dalam Politik Orde Baru. Jakarta: Gema Insani
Press. Hal. 120.
2
Ibid. Hal. 121.

Universitas Sumatera Utara

penyamaran sebagai orang Islam yang bertujuan untuk menghapuskan ajaran
Islam dari gerakan politik yang menentang penjajah. 3
Sikap politik Belanda terhadap Islam dilandasai oleh kecurigaan,
kewaspadaan dan mengawasi segala sesuatu yang berhubungan dengan Islam.
Belanda juga berusaha untuk membatasi penyebaran Islam dan menghalangi
pemeluk Islam untuk melakukan ibadah seperti rukun Islam yang kelima yaitu
menunaikan ibadah Haji.Mereka beranggapan orang yang pulang dari Ibadah Haji
lalu kembali ke Indonesia akan membawa pemikiran-pemikiran baru dari Mekah

yang membahayakan bagi kedudukan pemerintahan Belanda di Indonesia. 4
Belanda takut akan adanya pemberontokan di Indonesia yang dipimpin oleh
mereka yang sudah melakukan Ibadah Haji di Mekah.
Umat Islam pada saat itu mengalami berbagai tantangan seperti,
pembuangan berbagai pemuka Islam yang dapat membahayakan kedudukannya di
Indonesia seperti Haji Yahya dari Simabu, Minangkabau yang dibuang ke Ambon
pada tahun 1904, Haji Abdul karim amrullah (ayah Hamka) dibuang ke Sukabumi
pada tahun 1941 dan pangeran Diponegoro yang dibuang ke Makasar pada tahun
1830. 5 Dari sikap-sikap Belanda ini, sehingga menimbulkan reaksi perlawan di
berbagai daerah di Nusantara seperti Perlawanan Rakyat Aceh, Perang Padri di
Sumatra Barat dan Perang di Ponegoro. 6 Perjuangan melawan penjajahan ini
bermunculan dari semangat juang santri-santri di pesantren untuk siap melawan
penjajah, sedangkan ulama menjadi pemimpin dalam perjuangan ini. Perlawanan
terhadap penjajah didukung oleh ulama-lama sebagai elit agama yang ikut
melakukan perjuangan, seperti Cut Nyak Dien, Teungku Umar, Teungku Cik Di
Tiro, Imam Bonjol dan lainnya.

3

Husnul Aqib Suminto. 1986. Politik Islam Hindia Belanda. Jakarta: LP3ES. Hal 40.

Delia Noer.1988. Gerakan Moderen Islam Di Indonesia 1900-1942. Jakarta :LP3S. Hal. 32.
5
Kemerdekaan Dan Jejak Umat Islam dalam Ishlah, Edisi 64 Tahun, 1996. Hal. 12-13.
6
Ibid.
4

Universitas Sumatera Utara

Perlawan-perlawanan yang terjadi di Aceh, Sumatra Barat dan Ponegoro
membuat Belanda kehilangan 8000 tentara yang tewas dan kerugian yang
membuat kas Belanda habis sebesar 20.000.000 gulden, kemudian Belanda
merubah sikap politik kolonialnya dengan pendekatan “welfere politiek” (politik
kemakmuran). 7Dengan kerugiaan ini, Belanda mengubah strategi politiknya
dengan membuat strategi balas budi untuk menyekolahkan orang-orang Islam.
Dengan tujuan mensosialkan ilmu-ilmu barat yang jauh dari Al-quran dan Hadist
sehingga menghilangkan pengaruh Islam di Indonesia. 8 Ternyata ini menjadi
bumerang sendiri untuk Belanda, karena langkah ini melahirkan tokoh-tokoh
penting dalam pergerakan Nasional Indonesia sehingga bermunculnya gerakan
organisasi-organisasi yang melakukan perjuangan melawan Belanda. 9

Pada masa kebangkitan nasional dalam pergerakan kebangsaan Indonesia
bermunculan gerakan-gerakan formal seperti Serikat Islam (SI) merupakan
organisasi pergerakan yang pertama pada tahun 1905 dan muncul Budi Utomo
tahun 1908 yang bersifat kedaerahan dan nasional. Serikat Islam merupakan awal
kemunculan gerakan politik di Indonesia. 10 SI menyadarkan lapisan masyarakat
untuk menuntut kemerdekaan Indonesia dengan Ideologi Perjuangan Islam. 11
Kemudian Islam hadir membentuk organisasi-organisasi yang lebih banyak
seperti Muhamadiyah yang didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan pada tanggal 18
November 1912, Nadhatul Ulama (NU) pada tahun 1926, dan Persatuan Islam
(Persis) yang didirikan tahun 1920-an. Organisasi-organisasi ini menjadi wadah
penggerak bagi umat Islam untuk berjuang melawan penjajahan, selain itu juga
berjuang dalam menegakkan syariat Islam seperti menyiarkan dan menyatakan
kewajiban menggunakan Jilbab bagi wanita Islam Indonesia.

7

Husnul Aqib Suminto. Op.Cit. Hal. 127.
Ibid.
9
Abdul Azis thaba.Op.cit. Hal. 127.

10
Deliar Noer. Op.Cit. Hal. 114.
11
Ibid.
8

Universitas Sumatera Utara

Pada tahun 1942 Belanda keluar dari Indonesia karena adanya perpecahan
perang pasifik, posisi Belanda di Indonesia digantikan oleh Jepang. 12 Jepang
mendekati golongan Islam dengan memberikan prioritas untuk mendirikan
organisasi seperti MASYUMI (Majelis Syura Muslim Indonesia) dengan
didukung oleh Muhamadiyah dan Nadhatul Ulama. 13 Jepang membentuk
Masyumi dengan tujuan merangkul rakyat Indonesia, khususnya pemimpin Islam,
tetapi usaha Jepang gagal, sentimen anti Jepang tetap tinggi 14.
Pada tanggal 7 September 1944 Jepang semakin terdesak dalam perang
Pasifik, sehingga Jepang menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia dengan
memberikan fasilitas kemerdekaan Indonesia melalui pembentuk BPUPKI (Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) tanggal 9 April 1945.
BPUPKI beranggotakan 68 orang, terdiri dari 8 orang dari Jepang, 15 orang dari

Golongan Islam, selebihnya dari golongan nasional sekuler dan priayi Jawa. 15
Dalam sidang BPUPKI terjadi perdebatan ideologis yang sengit antara golongan
Islam dan golongan nasional sekuler tentang dasar negara yang akan
diberlakukan. Akhirnya dibentuklah panitia sembilan disebut Panitian Persiapan
Kemerdekan Indonesia (PPKI) yang terdiri dari lima orang dari golongan nasional
sekuler yaitu Soekarno, Mohammad Hatta, Achmad Subarjo, Muhammad Yamin
dan AA Maramis, dan empat orang dari golongan Islam yaitu H.Agus Salim, Kyai
Wahid Hasyim, Abikusno dan Abdul Kahar Muzajir. 16 Hasil dari PPKI adalah
piagam Jakarta untuk merumuskan sila pertama pancasila yaitu “kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya” diganti dengan Ketuhanan yang
Maha Esa.

17

setelah hasil dari piagam Jakarta disepakati, Muhamad Hatta

mendatangi perwakilan Islam melakukan lobby, supaya perwakilan Islam dapat

12


Abdul Azis thaba.Op.cit. Hal. 146.
Ibid. Hal 150.
14
Ibid.
15
Ibid .Hal. 154.
16
Ibid. Hal. 155.
17
Ibid.
13

Universitas Sumatera Utara

menerima hasil Piagam Jakarta sebagai bentuk mempersatukan bangsa. Akhirnya
perwakilan Islam menyetujui hasil dari Piagam Jakarta.
Dimasa demokrasi terpimpin, Soekarno mencetuskan ide NASAKOM
(Nasionalis, Agamis dan Komunis) merupakan suatu pemikiran yang ingin
menyatukan nasionalis sekular, Islam dan komunis untuk meredam gejolak
politik. 18 Dengan ide ini kondisi partai politik mengalami kemerosotan tetapi

berbeda dengan PKI yang tetap memainkan peranan penting yang dominan.
Keadaan ini menimbulkan ketegangan antara PKI dengan kelompok nasionalis
sekuler didukung oleh kelompok Islam dan angkatan bersenjata. PKI melakukan
pemberontakan yang dikenal dengan Gerakkan 30 September pada tahun 1965
yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat. Dengan adanya peristiwa ini,
memunculkan kerjasama antara Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI)
dan kelompok-kelompok Islam seperti Kesatuan Aksi Penggayangan (KAP
Gestapu), Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dan Kesatuan Aksi
Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) termasuk didalamnya Gerakan HMI
(Himpunan Mahasiswa Islam) dan PII (pelajar Islam Indonesia) untuk melawan
PKI. 19
Gerakkan-gerakkan ini dimotori dan dipimpin oleh pemimpin-pemimpin
Islam yang melakukan aksi demonstrasi selama empat hari yang digelar di Jakarta
dan diikuti ribuan mahasiswa dengan teriakkan Allahu Akbar. 20 Kerjasama antara
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dan kelompok Islam tidak
berhenti sampai disitu saja. Militer sangat membutuhkan kekuatan umat Islam
untuk menekan Soekarno agar turun dari kekuasaannya. Kekuatan-kekuatan anti
Soekarno yang dimotori militer dan unsur-unsur kekuatan politik Islam di partaipartai politik dan kesatuan-kesatuan aksi akhirnya berhasil memaksa Soekarno
turun dari kursi kekuasaannya.
18


Ibid. Hal. 160.
Din Syamsuddin. 2001. Islam Dan Politik Era Orde Baru. Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu.
Hal.33.
20
Ibid. Hal. 35.

19

Universitas Sumatera Utara

Krisis yang terjadi pada penghujung masa Orde Lama pada tahun 1965
membuat para pemegang kekuasan pada saat itu harus berbesar hati untuk turun
dari jabatannya dan digantikan oleh penguasa yang baru yaitu Rezim Orde Baru
dengan tampuk kekuasaanya di pegang oleh Jendral Soeharto. Orde Baru lahir
memberikan harapan baru bagi masyarakat Indonesia akan perubahan dan
kemajuan atas kegagalan yang pernah dilakukan oleh penguasa pada masa Orde
Lama, termasuk kegembiraan yang juga dirasakan di kalangan aktivis Islam dan
optimisme timbul dari mereka untuk kembali memainkan peranan dominan dalam
politik Nasional, mengingat sumbangan yang pernah mereka lakukan dalam

meruntuhkan rezim Orde Lama.
Keikut sertaan kelompok Islam dalam menjatuhkan Orde Lama
menunjukkan bahwa Islam telah memberikan pengaruh yang besar bagi
munculnya kekuasaan Orde Baru dan mendapatkan legitimasi dalam peran
politiknya. Dengan turunnya Soekarno memberikan peluang bagi Soeharto untuk
menjadi presiden dan menjalankan kekuasaan di Indonesia. Dalam pemerintahan
baru yang dipegang Soeharto, dia harus menyingkirkan krikil-krikil kecil yang
akan mengancam jabatan dan kekuasaan yang baru didapatkannya. Pemerintah
Orde Baru menganggap kekuatan politik Islam sebagai krikil-krikil dalam
pemerintahannya, dikarenakan politik Islam dan kelompok-kelompok Islam
mempunyai kekuatan-kekuatan yang besar, terbukti dari peristiwa pada masa
penjajahan sampai peristiwa menghancurkan PKI dan menurunkan Soekarno,
inilah yang dianggap oleh Rezim Soeharto sebagai ancaman bagi kekuasaan yang
baru dikuasainya.
Pemerintahan Orde Baru mengeluarkan berbagai macam strategi agar
kelompok Islam tidak memberikan pengaruh yang besar dalam proses kekuasaan
yang sedang dijalankan oleh pemerintahan Soeharto. Seperti kebijakan dari hasil
sidang MPR tahun 1978 mengenai ketetapan yang mengakui aliran kepercayaan
sebagai salah satu dari agama dalam masyarakat Indonesia. Disusul dengan
diajukannya Rancangan Undang-undang tentang penetepan pancasila sebagai


Universitas Sumatera Utara

satu-satunya asas bagi semua organisasi sosial politik maupun organisasi
masyarakat.21 Semua ini menimbulkan kekhawatiran bagi kalangan Islam,
penerimaan asas tunggal ini akan mengarahkan pada keadaan dimana Ormas
dilarang menggunakan lambang Islam dalam setiap kegiatan yang membangun
masyarakat. Bahkan berujung pada penerimaan pancasila sebagai Agama atau
agama “dipancasilakan”. 22 Dengan penetapan Pancasila sebagai asas sosial dan
politik di Indonesia, menimbulkan penolakan dari sebagian organisasi-organisasi
pemuda, terutama Organisasi Islam seperti23 Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
dan Pelajar Islam Indonesia (PII), Organisasi-organisasi tersebut dinyatakan
sebagai organisasi terlarang oleh Pemerintah, tetapi mereka tetap melakukan
gerak-gerakkan sosial maupun politik sebagai gerakan bawah tanah, salah satunya
dengan membuat kegiatan
‟training dan pembinaan bagi pemuda

-pemuda

Islam”. 24
Kebijakan yang bersifat represif juga dikeluarkan sampai kepada ranah
pendidikan, dimana

pemerintah Rezim Orde Baru mengeluarkan sebuah

kebijakan berupa Surat Keputusan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
nomer 052 pada tanggal 11 Maret 1982 yang mengatur bentuk dan Penggunaan
Seragam Sekolah Di sekolah-sekolah negeri. 25 Sebelum keluarnya SK tersebut,
peraturan seragam sekolah ditetapkan oleh masing-masing Sekolah Negeri secara
terpisah. Dengan adanya SK tersebut, maka peraturan seragam sekolah menjadi
bersifat nasional dan diatur langsung oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Akibatnya, kebijakan pemerintah ini segera berbenturan dengan
keinginan beberapa pelajar Muslim disekolah-sekolah negeri untuk menutup
auratnya sesuai dengan syari’at Islam yang mereka yakini. Setelah keluar
kebijakan ini, maka bermunculan kasus pelarangan Jilbab bagi wanita Muslim
21

Ibid. Hal.262.
Din Syamsuddin.Op.cit. Hal 61.
23
Intan Maenati. 2014. Gerakan Pelajar Dan Mahasiswa Islam Terhadap Pelarangan Jilbab Di
Sekolah Negri Tahun 1982-1991.[Skripsi]. Hal. 3. Diakses pada tanggal 29 Oktober 2016 pada
pukul 14.00 WIB di http://repository.upi.edu/14709/4/S_SEJ_1009716_Chapter1.pdf
24
Ali Said Damanik. Op.cit. Hal. 54.
25
Intan Maenati.Op.cit. Hal. 6
22

Universitas Sumatera Utara

Indonesia yang memperoleh teguran, pelarangan, dan tekanan dari pihak
sekolah. 26 Bahkan bagi siswi yang tetap mengenakan Jilbab di sekolah, ia harus
keluar dari sekolah negri dan pindah ke sekolah swasta.
Pelarangan Jilbab bukannya hanya terjadi dikalangan pelajar tetapi di
kalangan Mahasiswi pun mendapatkan tekanan untuk tidak menggunakan Jilbab
pada saat pengambilan photo untuk ijazahnya. Terdapat banyak kasus mengenai
pelarangan Jilbab seperti, pada tahun 1988 adanya pengaduan 4 siswi SMA 1
Bogor kepengadilan berkaitan dengan sikap Kepala Sekolah SMA 1 Bogor yang
tidak memperbolehkan mereka memakai kerudung. 27 Dipicu dari surat
pemberitahuan kepala sekolah yang diberikan kepada para orang tua dari keempat
murid tersebut bahwa nama anak-anak mereka telah dicoret dari daftar hadir.
Tidak hanya Absen, pekerjaan rumah, ulangan, dan tugas juga tidak diperiksa oleh
guru, dengan begitu status dari keempat siswa ini menjadi mengambang. 28
Pelaranga Jilbab tidak hanya di rasakan di daerah Ibu Kota, tetapi juga memasuki
Profinsi Sumatra Utara. Pelarangan Jilbab dirasakan oleh siswi SMA N1 Tebing
Tinggi yang bernama Riris, yang tetap istiqamah menggunakan Jilbab dengan
harus menjalani berbagai hukuman seperti di jemur di tengah lapangan sambil
hormat bender, tugas dari Riri tidak di Periksa dan bahkan Riri hampir
dikeluarkan dari Sekolah. 29
Pelarangan untuk menggunakan Jilbab pada saat itu dianggap masyarakat
Indonesia sebagai tradisi orang Arab, selain itu sebagai perwujudan gerakan
politik yang mengancam pihak pemerintah karena Jilbab dianggap sebagai
kebudayaan dari Negara Arab. Semangat bagi wanita Muslim Indonesia dalam
menggunakan Jilbab di pengaruhi oleh Revolusi Iran yang terjadi pada tahun
26

Alwi Alatas. 2001. Kasus Jilbab di Sekolah-sekolah Negri di Indonesia Tahun 1982-1991. Hal.
23. Diakses melalui http://tamadduniaislam.files.wordpress.com/2012/11/penelitian-kasasjilbab.pdf pada Senin, 24 Oktober 2016 pukul 09.00 WIB.
27
Lihat Abu Al-Ghifar. 2005. Jilbab Seksi. Bandung: Media Qalbu. Hal.153.
28
Ibid.
29
Hasil Wawancara Dengan Ibu Siti Aminah Jumat, 20 Januari 2017, Pukul 13.00-13.30WIB di
Jalan Kasmala no 6 komp. Kejaksaan Medan Tuntungan

Universitas Sumatera Utara

1979. 30 Selain itu semangat menggunakan Jilbab juga disebabkan adanya
pemikiran Al-Ikhwan Al-Muslimin yang masuk ke Indonesia melalui buku-buku
para tokohnya yang banyak diterjemahkan sejak tahun 1970-an.
Kasus-kasus pelarang Jilbab ini bertambah banyaksehingga menumbuhkan
semangat perjuangan untuk menggunakan Jilbab yang didukung oleh gerakkangerakkan Islam yang dilakukan mahasiswa-mahsiswaseperti HMI yang bergerak
di lingkungan Kampus, PII (Pelajar Islam Indonesia) bergerak di lingkungan
sekolah menengah atas dan gerakkan Tarbiyah. Mengingat perjuangan dari
gerakan PII dan HMI yang telah berjuang dari tahun 1947 serta ikut dalam
mempertahankan kemerdekaan Indonesia serta menjadi organisasi yang
berlandaskan Islam. Sedangkan Gerakan Tarbiyah merupakan gerakan yang baru
muncul pada tahun 1980 yang dipengaruhi oleh pemikiran pemikiran organisasi
Al-Ikhwan Al-Muslimin dari Mesir. Tarbiyah mempunyai Tujuan dari gerakan
tarbiyah adalah syakhshiyyah islāmiyyah da‘iyyah (kepribadian da‘i yang
Islami). 31HMI berdiri pada tanggal 5 Febuari 1947 yang memiliki tujuan untuk
terbinanya insan akademis, pencipta dan pengabdi yang bernafaskan Islam dan
bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai
Allah. 32 Sedangkan PII terbentuk 4 Mei 1947 memiliki tujuan dari PII adalah
kesempurnaan pendidikan dan kebudayaan yang sesuai dengan Islam bagi
segenap bangsa Indonesia dan umat Islam. 33
Ketiga gerakan Islam ini berusaha melakukan berbagai cara-cara agar syiar
penggunaan Jilbab tetap sampai kepada pelajar, mahasiswa dan bahkan di
lingkungan masyarakat. Serta menghilangkan rasa ketakutan akan ancaman-

30

Abdul Ghofar. 1989. Revolusi Islam Iran. Lihat Di Digilib.Uinsby.Ac.Id. diakses Kamis,13
Oktober 2016 Pukul 21.00 Wib
31
Febrian Taufig Sholeh.2015. Manhaj Trabiyah Dalam Pendidikan Politik Kader Partai Keadilan
Sejahtera(PKS).jurnal Salam.Volume 18 No.1.Hal 61
32
Alfan alfian.2013.HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) 1963-1966 Menegakkan Pancasila di
tengah Prahara. Jakarta: PT.Kompas Media Nusantara. Hal.83.
33
Djayadi Hanan.2006. Gerakan Pelajar Islam Dibawah Bayang-Bayang Negara. Jakarta: UII
Pres. Hal.33.

Universitas Sumatera Utara

ancaman dan tantang bagi perempuan muslim yang berniat untuk menggunakan
Jilbab. Perjuangan Jilbab tidak hanya dilakukan oleh gerakan PII, HMI dan
Tarbiyah di Jakarta tetapi perjuangan juga dilakukan oleh HIM, PII dan Tarbiyah
di Sumatra Utara. Gerakan PII, HMI dan Tarbiyah yang berada di Sumatra Utara
juga tidak kalah dalam menyusun pola-pola gerakan dalam memperjuangkan
Jilbab.
Tiga gerakkan ini sama-sama berjuang, sebagai wujud dari respon terkait
kasus-kasus pelarangan Jilbab yang semakin banyak di jumpai dari tahun 1983
sampai tahun 1993. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk
mengkaji mengenai “Gerakan-gerakan organisasi kemahasiswaan Islam Indonesia
Terhadap Perjuangan Jilbab pada Masa Orde baru”.
B. Rumsan Masalah
Berdasarkan pokok-pokok uraian di atas, terdapat permasalahan yang akan
menjadi

kajian

peneliti

yaitu

“Bagaimana

pola

Gerakkan

organisasi

kemahasiswaan Islam dalam Perjuangan Jilbab Pada Masa Orde Baru?”.

C. Batasan Masalah
Pembatasan masalah ini dibuat dengan tujuan untuk memperjelas ruang
lingkup penelitian dan untuk menghasilkan uraian yang sistematis. Batasanbatasan masalah dalam penelitian ini adalah kajian dibatasi pada:
1. Bagaimanakah hubungan pemerintah Orde Baru dengan Kelompok Islam
Indonesia pada masa Orde Baru ?
2. Bagaimakah pola-pola dari Gerakan organisasi kemahasiswaan Islam
dalam memperjuangkan Jilbab pada masa Orde Baru?
3. Hambatan apa saja yang dialami oleh gerakan organisasi kemahasiswaan
Islam dalam memperjuangkan Jilbab?

Universitas Sumatera Utara

D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui hubungan pemerintah Orde Baru dengan Kelompok
Islam di Indonesia.
2. Untuk mengetahui pola-pola dari gerakan organiasasi kemahasiswaan
Islam dalam memperjuangkan Jilbab.
3. Untuk mengetahui hambatan yang dialami gerakan Islam Indonesia dalam
memperjuangkan Jilbab pada masa Orde Baru.

E.

Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, baik kepada Institusi

masyarakat maupun penelitian:
1. Secara teoritis, penelitian ini ditujukan untuk memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan peneliti tentang perjuangan gerakan-gerakan Islam terhadap
larangan Jilbab pada masa Orde Baru
2. Secara akademis, penelitian ini dapat menjadi sumbangsih untuk
Departemen Ilmu Politik FISIP USU beserta praktisi dalam kajian
Gerakkan Sosial Islam
3. Secara individual, penelitian ini menjadi tugas akhir peneliti untuk syarat
menyelesaikan pendidikan strata satu.

F. Kerangka Teori
F.1. Teori Gerakkan Sosial
Gerakkan Sosial merupakan fenomena yang selalu terjadi di suatu negara
sebagai ekspresi dari perilaku dan sikap individu sebagai Civil Soviety didalam
suatu negara. Gerakkan sosial mengalami oriantasi perubahan-perubahan tujuan
tergantung respon masyarakat terhadap dominasi kekuasaan pemerintah atau
rezim yang berkuasa. Definisi gerakan sosial menurut Tarrow adalah gerakan
sosial didefinisikan sebagai sebuah tindakan perlawanan yang dilakukan oleh
sekelompok masyarakat atau warga biasa yang bergabung dan membentuk

Universitas Sumatera Utara

alienasi dengan para tokoh atau kelompok yang memiliki pengaruh besar dalam
suatu negara, mereka bersama-sama bergerak untuk melakukan suatu perlawanan
terhadap para pemegang kekuasaan atau para elit politik, terhadap suatu kebijakan
dirasa tidak sesuai dengan apa yang diinginkan. 34
Tipologi Gerakan sosial menurut Horton dan Hunt dibedakan menjadi enam,
yaitu 35:
1. Gerakan perpindahan (migratory movement),
yaitu arus perpindahan ke suatu tempat yang baru. Individu-individu dalam
jenis gerakan ini umumnya tidak puas dengan keadaan sekarang dan
bermigrasi dengan harapan memperoleh masa depan lebih baik.
2. Gerakan ekspresif (expresive movement)
Yaitu gerakan yang merupakan ekspresi, sikap atau reaksi terhadap
kenyataan dan bukan merubah kenyataan itu sendiri.
3. Gerakan utopia (utopian movemet)
yaitu gerakan yang bertujuan untuk menciptakan suatu masyarakat sejahtera
dalam skala terbatas.
4. Gerakan reformasi (reform movement)
yaitu gerakan yang berupaya memperbaiki beberapa kepincangan atau
aspek tertentu dalam masyarakat tanpa memperbarui secara keseluruhan.
5. Gerakan revolusioner (revolutionary movement) yaitu gerakan sosial yang
melibatkan masyarakat secara tepat dan drastis dengan tujuan mengganti
sistem yang ada dengan sistem baru.
6.

Gerakan perlawanan (resistance movement)
yaitu

gerakan

yang

bertujuan untuk

melawan atau menghambat

perubahan sosial tertentu. Contohnya gerakan anti (pornografi, narkoba,
seks bebas) atau gerakan pemurnian (kembali kepada ajaran agama, tradisi
moralitas).
34

Abdul Wahib. 2007.Gerakan Sosial Studi Kasus Beberapa Perlawanan. Yogyakarta: Pustaka
Belajar. Hal.3.
35
Ibid. Hal. 133.

Universitas Sumatera Utara

Dalam studi Henselin dikemukakan terdapat beberapa tahapan dari gerakkan
sosial 36:
1. Tahap kerusuhan dan agiatif.
Bermula dari sekelompok orang yang merasa terganggu oleh kondisi tertentu
dan hendak mengubahnya.
2. Tahapan mobilisasi sumber daya.
Tahapan pertama gerakkan biasa di lalui jika mampu memobilisasi sumber
daya seperti waktu, dana, keterampilan orang, dan untuk mendapatkan
perhatian media massa.
3. Tahapan pengorganisasian.
Tahapan

ini ditandai dengan

adanya

pembagian

kerja.

Pemimpin

memutuskan suatu kebijakan, sedangkan perangkat struktur yang ada
melaksanakan tugas sehari-hari yang berlaku agar tetap berjalan.
4. Tahap institualisasi.
Pada tahap ini gerakkan telah mengembangkan suatu birokrasi. Kontrol
berada di tangan pejabat karier, yang mungkin lebih mementingkan
kepentingan atau possisi mereka sendiri ketimbang pencapaian tujuan
pergerakkan itu sendiri
5. Tahap kemunduran dan kemungkinan kebangkitan kembali.
Manajemen kegiatan sehari-hari mendominasi kepemimpinan. Juga di tandai
dengan perubahan sentiment politik, tidak ada lagi kelompok orang yang
mempunyai komitmen kuat dan berbagi tujuan bersama.

Gerakan sosial dibangun berdasarkan kepada tujuan yang ingin dicapai.
Untuk mencapai tujuan itu, gerakan sosial melakukan berbagai pola-pola yang
dilakukan sebagai strategi dalam mencapai tujuan yang diinginkan oleh gerakan
tersebut. Pengertian pola didalam kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bentuk
36

Damsar. 2010. Pengantar Sosiologi Politik Edisi Revisi. Jakarta : Kencana Perdana. Hal. 136137.

Universitas Sumatera Utara

atau model yang bisa dipakai untuk membuat atau untuk menghasilkan suatu atau
bagian dari sesuatu. 37 Pola juga bisa diartikan sebagai sistem dan cara kerja.
Didalam

buku

Pengantar

Sosiologi Politik

karangan

Prof.

Dr.Damsar

mengemukakan gerakan sosial memiliki beragam cara untuk merealisasikan
tujuan yang dimilikinya, antaralain: 38
1. Kekerasan meliputi demonstrasi anarkis, pembajakan, penyaderaan,
penculikan, pembunuhan, teror fisik, psikis dan budaya serta perang.
2. Non kekerasan meliputi mogok, demonstrasi damai, pemberdayaan,
advokasi dan sebagainya.

F.2. Konsep Hak Asasi Manusia
Menurut G.J. Wolhoff, hak asasi manusia adalah sejumlah hak yang seakanakan berakar dalam tabiat setiap oknum pribadi manusia justru karena
kemanusiaannya, yang tak dapat dicabut oleh siapapun juga, karena bila dicabut
hilang juga kemanusiaannya. 39Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak yang
melekat dalam diri manusia secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah
Tuhan Yang Mahadan berfungsi untuk kelangsungan hidup, kemerdekaan, yang
tidak boleh diabaikan, dirampas, atau diganggu gugat oleh siapapun. 40 Undangundang Dasar 1945 yang lahir sebelum adanya Universal Declaration of Human
Right tahun 1948, dengan tegas menjamin adanya hak-hak dan kewajiban asasi di
pasal-pasalnya. Hal ini terlihat dalam pasal UUD 1945 yaitu: 41 pasal 27 mengenai
kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemetintahan,pasal 28 mengenai
kemerdekaan berserikat dan berkumpul,Pasal 29 mengenai kemerdekan memeluk
agama yang diperjelas pada ayat 1 dan 2 yaitu pasal 29 ayat (1) Negara berdasar atas
37

Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI. Diakses di htttp://kbbi.web.id/pola pada tanggal 1
Febuari 2017.
38
Damsar. 2010. Pengantar sosiologi Politik. Jakarta: kencana. Hal. 136.
39
Herlambang Perdana Wiratraman1.2005. KONSTITUSIONALISME & HAK-HAK ASASI
MANUSIA Konsepsi Tanggung Jawab Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia. Jurnal
Ilmu Hukum YURIDIKA Vol. 20, No. I Januari 2005. Hal.4.
40
41

Christine kansil. 2003.Sekitar Hak asasi manusia dewasa ini. Jakarta:Djambatan. Hal.26.
Ibid. Hal. 27.

Universitas Sumatera Utara

ketuhanan yang maha Esa, Pasal 29 ayat (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaanya itu. Pasal 30 menegenai hak dan kewajiban pembelaan
negara. Pasal 31 mengenai hak pendapat pengajaran. Pasal 32 mengenai kebudayaan
nasionaI ndonesia dan pasal 33 dan 34 mengenai kesejahteraan Sosial.
Hak asasi manusia memiliki prinsip-prinsip utama dan menjadikannya sebagai
bagian penting dalam kehidupan umat manusia. Ada delapan prinsip hak asasi
manusia yaitu 42:
1. Prinsip universalitas.
Prinsip universalitas adalah prinsip yang dimiliki dalam nilai-nilai etika dan
moral yang tersebar di seluruh wilayah di dunia, dan pemerintah termasuk
masyarakatnya. Hak-hak asasi manusia itu ada dan harus dihormati oleh seluruh
umat manusia di dunia manapun, tidak tergantung pada wilayah atau bangsa tertentu.
Ia berlaku menyeluruh sebagai kodrat lahiriah setiap manusia.
2. Prinsip pemartabatan terhadap manusia (human dignity).
Prinsip ini menegaskan perlunya setiap orang untuk menghormati hak orang
lain, hidup damai dalam keberagaman yang bisa menghargai satu dengan yang
lainnya, serta membangun toleransi sesama manusia.
3. Prinsip non-diskriminasi.
Prinsip non-diskriminasi sebenarnya bagian integral dengan prinsip persamaan,
dimana menjelaskan bahwa tidak ada perlakuan yang membedakan dalam rangka
penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak seseorang. Pembedaan, baik
berdasarkan kelas atau bangsa tertentu, agama, suku, adat, keyakinan, jenis kelamin,
warna kulit dan sebagainya, adalah praktek yang justru menghambat realisasi hakhak asasi manusia.
4. Prinsip equality atau persamaan.

42

R. Herlambang Perdana Wiratraman.Op.cit. Hal.4-5.

Universitas Sumatera Utara

Persamaan, merupakan hak yang dimiliki setiap orang dengan kewajiban yang
sama pula antara yang satu dengan yang lain untuk menghormatinya. Salah satu hal
penting dalam negara hukum, adalah persamaan di muka hukum, merupakan hak
untuk memperoleh keadilan dalam bentuk perlakuan dalam proses peradilan.
5. Prinsip indivisibility
Suatu hak tidak bisa dipisah-pisahkan antara yang satu dengan yang lainnya.
Pemahaman prinsip atas hak yang tidak bisa dipindahkan, tidak bisa dirampas atau
dipertukarkan dengan hal tertentu, agar hak-hak tersebut bisa dikecualikan
6. Prinsip interdependency (saling ketergantungan).
Prinsip ini juga sangat dekat dengan prinsip indivisibility, dimana setiap hak
hak yang dimiliki setiap orang itu tergantung dengan hak-hak asasi manusia lainnya
dalam ruang atau lingkungan manapun, di sekolah, di pasar, di rumah sakit, di hutan,
desa maupun perkotaan.
7. Prinsip responsibilitas atau pertanggungjawaban (responsibility).
Prinsip pertanggungjawaban hak-hak asasi manusia ini menegaskan bahwa
perlunya mengambil langkah atau tindakan tertentu untuk menghormati, melindungi
dan memenuhi hak-hak asasi manusia, serta menegaskan kewajiban-kewajiban
paling

minimum dengan memaksimalkan sumber

daya

yang

ada

untuk

memajukannya.
8. Prinsip inalienability.
Pemahaman prinsip atas hak yang tidak bisa dipindahkan, tidak bisa dirampas
atau dipertukarkan dengan hal tertentu, agar hak-hak tersebut bisa dikecualikan
Misalnya, hak pilih dalam pemilu, tidak bisa dihilangkan hanya dengan dibeli oleh
orang yang mampu dan kemudian menggantikan posisi hak pilih.

Universitas Sumatera Utara

F.3. Konsep Jilbab
Pakaian sejenis Jilbab pernah menjadi bagian dari tradisi dan ajaran agamaagama besar di dunia, diantaranya Jilbab sudah dikenal sebelum adanya agamaagama Samawi (Yahudi dan Nasrani) sebagai penutup kepala (veil) sampai keseluruh
tubuh yang digunakan oleh lelaki atau perempuan dan pemuka agama sebagai
pakaian kebesaran dari mereka, misalnya Code Bilalama (3.000 SM), kemudian
berlanjut di dalam Code Hammurabi (2.000 SM) dan Code Asyiria (1.500 SM). 43
Ketentuan penggunaannya juga sudah dikenal di beberapa kota tua seperti Babilonia,
Mesopotamia (Mediterania) dan Asyiria. 44 Sebelum masuknya Islam, Jilbab wajib
digunakan bagi perempuan terhormat di ruang publik, sedangkan bagi seorang
“budak atau hamba wanita dan pelacur dilarang menggunakannnya. Jika para hamba
dan pelacur ini ketahuan memakai Jilbab akan dikenakan hukuman menggunting
telinga hamba dan memukul pelacur tersebut 50 kali pukulan serta menuangkan aspal
panas di atas kepalanya. 45
Perkembangan selanjutnya Jilbab menjadi simbol kelas menengah atas
masyarakat di zaman Romawi dan Yunani juga sudah menggunakan kostum yang
menutupi seluruh tubuh wanita. 46 Sedangkan Bagi orang yahudi, Jilbab yang
digunakan sebagai pertanda atau simbol yang menunjukan wanita yang sedang
menstruasi, karena perempuan yang sedang mengalami menstruasi dianggap sedang
berada dalam suasana tabu. 47Saat perempuan menstruasi, dia memiliki kekuatan
yang dapat menyebabkan kerusakan yang sangat berbahaya karena dapat
menimbulkan malapetaka bagi manusia dan alam sekitarnya. Sehingga di
butuhkanlah tanda yang menyatakan perempuan itu sedang menstruasi agar tidak
terjadi pelanggaran serta sebagai penolak bala. Hal ini sangat berbeda dengan Islam,
dimana Islam sangat memuliakan perempuan (baik yang sedang haid atau tidak).
43

Fathonah K.Daud. 2013.Jilbab, Hijab Dan Aurat Perempuan (Antara Tafsiran Klasik, Tafsir
Kontemporer, Dan Pandangan Muslim Feminis. Jurnal Al-Hikmah Studi Keislaman, Volume 3
No 1. Hal. 6.
44
Ibid.
45
Ibid.Hal.7.
46
Ibid. Hal 8.
47

Ibid. Hal.9.

Universitas Sumatera Utara

Jilbab masuk ke negara Arab, disaat Arab menaklukkan wilayah Romawi
Timur, 48

dimana

wilayah-wilayah

taklukan

Islam

ini

masyarakat

sudah

menggunakan Jilbab, sehingga Jilbab menjadi sesuatu yang sudah lumrah di
kalangan masyarakat kelas atas, kelompok masyarakat kaya. Jilbab yang tadinya
merupakan pakaian pilihan mendapatkan kepastian hukum menjadi pakaian bagi
perempuan Islam. 49 Dengan adanya dasar hukum dari Al-quran dan Hadist. Budaya
dengan pakaian tertutup dari kepala hingga kaki ini kemudian diterima secara baik
oleh masyarakat Arab dan dipandang lebih sopan dan terhormat untuk dipakai kaum
Hawa.
Jilbab menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kerudung lebar yang
dipakai muslimah untuk menutupi kepala dan leher sampai dada, sedangkan arti
Jilbab dalam surat Al-Ahzab 59 yang disebutkan didalam ayat dengan kata aljalabib yang merupakan bentuk jamak dari Jilbab, yaitu baju kurung yang meliputi
seluruh tubuh wanita, lebih dari baju biasa dan kerudung. 50 Istilah Jilbab berbedabeda di setiap negara antara lain Purdah di Mesir dan Maroko, Chador di Iran,
Burqa di Pakistan, Parde di India dan Pakistan, Milayat di Libiya, Abaya di Irak,
Charshaf di turki, Tudung untuk Malaysia, dan Hijab bagi negara Arab-Afrika.
Landasan Dasar tentang perintah memakai Jilbab terdapat di dalam AlQur’an dan Al-Hadits. Adapun ayat-ayat dan hadits yang berhubungan dengan
perintah memakai Jilbab adalah sebagai berikut:
a. Dasar Al-Qur’an
Ayat Al-Qur’an yang menerangkan perintah memakai jilbab terdapat dalam surat
Al-Ahzab ayat 59 , yang artinya:
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mu'min:

‘Hendaklah mereka mengulurkan Jilbabnya ke

48

Ibid.
Ibid.
50
Depdiknas.1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Hal. 473.

49

Universitas Sumatera Utara

seluruh tubuh mereka’. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.”
Ayat lain yang berkenaan dengan perintah memakai Jilbab adalah surat
An-Nur ayat 31 yang artinya:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka
menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya
kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara
laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka,atau putera-putera
saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang
mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan
(terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.
Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang
mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, haiorangorang yang beriman supaya kamu beruntung.”
b. Dasar Hadits
1. Hadits Riwayat Muslim
“Ada dua golongan (dari umatku) yang akan masuk neraka: sekelompok
orang yang mempunyai cambuk seperti ekor sapi. Dengan cambuk itu mereka
memukuli manusia. Dan wanita-wanita yang berpakaian, namun seperti telanjang,
genit dan melenggang-lenggangkan kepala mereka seperti punuk unta. Mereka
tidak bisa masuk surga, bahkan mencium aromanya pun tidak. Padahal, aroma

Universitas Sumatera Utara

surga bisa dicium dari kejauhan perjalanan tertentu (perjalanan lima ratus tahun)”
(HR. Muslim). 51
2. Hadits Riwayat Bukhori
“Pada Idul Fitri dan Idul Adha, kami diperintahkan Rasulullah SAW agar
mengajak keluar mereka (kaum wanita, para perawan, wanita-wanita yang sedang
haid dan wanita-wanita yang jarang keluar dari rumahnya. Adapun wanita yang
sedang haid tidak mengerjakan sholat, bersandar kepada kebaikan dan dakwah
pada kaum muslim, akupun berkata:‘wahai Rasulullah SAW diantara kami ada
yang

tidak

memakai

Jilbab.’beliau

menjawab:

“hendaknya

saudaranya

memakaikan Jilbab untuknya).”(HR. Bukhori) 52 Dari hadits ini dapat diketahui,
memakai Jilbab adalah sesuatu yang harus dilaksanakan oleh setiap muslimah,
sampai-sampai Rasulullah juga menyuruh meminjamkan Jilbab pada wanita yang
tidak memiliki Jilbab.
G.

Metodologi Penelitian
Berangkat dari uraian serta penjelasan tujuan penelitian maupun kerangka

pemikiran yang telah dipaparkan, penelitian ini akan menggunakan metode
penelitian

deskriptif.

Penelitian

deskriptif

berusaha

mendeskripsi

dan

menginterpretasi yang berkaitan mengenai kondisi atau hubungan, pendapat yang
sedang tumbuh, proses yang dilakukan, akibat atau efek yang terjadi, atau
kecenderungan yang tengah berkembang. 53 Metode deskriptif pada penilitian ini
digunakan untuk mendiskripsikan Pola-pola yang berkaitan dengan gerakangerakan Islam dalam memperjuangkan Jilbab pada masa Orde Baru.

G.1. Jenis Penelitian
51

Aba Firdaus Al-Hawani. 1995. Selamatkan Dirimu Dari Tabarruj. Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Hal.109.
52
53

Jahrah Ahmad A.1994. Wahai Putriku Tutuplah Auratmu. Jakarta: Granada Nadia. Hal. 57.
Sumanto.1995. Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan. Yogyakarta : Andi Offset. Hal.77.

Universitas Sumatera Utara

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif akan menggunakan data yang diambil melalui wawancara,
dan mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan kasus-kasus pelarangan
Jilbab. Penelitian ini bermaksud untuk mengungkapkan bagaimana pola dari
gerakan Islam Indonesia terhadap memperjuangkan Jilbab pada masa Orde Baru.

G.2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan maka penulis
melakukan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
Data Primer
Pengumpulan data primer dalam penelitian ini yakni melaului metode
wawancara (interview). Teknik pengumpulan data melalui wawancara ialah
dengan bertanya langsung kepada informan ataupun narasumber yang dianggap
sesuai dengan objek penelitian serta melakukan tanya jawab secara langsung
kepada informasi yang terkait dengan penelitian ini. Dalam hal ini peneliti
mengambil informasi yang berkaitan dengan gerakan-gerakan muslim terhadap
pelarangan Jilbab pada masa Orde Baru. Sebagai key informan dalam penyusunan
skripsi ini yaitu :
1. Informan kunci dari Gerakan Tarbiyah yaitu:
Ibu Wilda Angraini (Bendahara DPC PKS Deli Serdang).
Ibu Siti Aminah (anggota DPRD Kota medan tahun 2009-2014)
2. Informan Kunci dari Gerakan Pelajar Islam Indonesia yaitu:
Ibu Siti Hajar ( bendahara Kordinator Wilayah PII WatiSumatra Utara
tahun 1985)
Bapak Satiman (Seketaris PW PII Sumatra Utara tahun 1985)
3. Informan Kunci dari Gerakan Himpunan Mahasiswa Islam
Bapak Drs.Ahmad Taufan Damanik,MA (Ketua HMI Komesariat Fisip
USU tahun 1984)
Ibu Dra. Mazdalifah, M.Si., Ph.D.(Seketaris KOHATI tahun 1985)

Universitas Sumatera Utara

4. Informasi tambahan


Korban dari Pelarangan Jilbab pada masa Orde Baru yaitu Ibu Suryah
Nisa



Bapak Alwi Alatas merupakan penulis buku “Revolusi Jilbab : kasus
pelarangan Jilbab di SMA Negri se-Jabotabek tahun 1982-1991”.



Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatra Utara oleh Drs. Ir. Masri
Sitanggang.

Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini adalah mencari data dan
informasi melalui buku-buku, e-book, jurnal, artikel dan lainnya yang berkaitan
dengan penelitian ini. Nantinya teori-teori dan referensi dari sumber-sumber data
sekunder tersebut dapat dijadikan panduan dalam melakukan penelitian ini.

G.3. Teknik Analis Data
Analisi data merupakan proses pencarian dan perencanaan secara
sistematik dari semua data dan bahan yang telah terkumpul sehingga peneliti
mengerti makna yang telah dikemukakan dan dapat menyajikan kepada orang lain
dengan benar. Dalam penelitian ini teknik yang digunakkan dalam menganalisis
data ialah model analisi Mils dan Huberman. Dalam hal ini analisis data kualitatif
dapat dilakukan melalui langkah-langkah reduksi data, penyajian data, mengambil
kesimpulan dan verifikasi. 54 Reduksi data merupakan proses pengumpulan data
penelitian dan proses seleksi data yang dibutuhkan atau relevan dengan penelitian
ini. Pada langkah ini hal yang akan dilakukan adalah peneliti akan melakukan
suatu proses pemilihan atau seleksi, pemusatan pada penyerderhanaan,
pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di
lapangan yang terus menerus selama proyek berorientasi kualitatif berlangsung

54

Miles Dan Gabermas. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Ui Press. Hal.20

Universitas Sumatera Utara

maka informasi yang tidak di perlukan dibuang atau direduksi agar tidak
menganggu proses analisis.
Tahapan selanjutnya ialah penyajian data. Pada tahap ini data yang
direduksi, data yang didapat diolah menjadi teks naratif yang ditampilkan atau
disajikan sebagai sekumpulan informasi yang memberi penarikan kesimpulan
yang tersusun secara sistematis kedalam bagian-bagian penting. Mengambil
kesimpulan dan verifikas dilakukan dengan melanjutkan analisa dari reduksi data
dan penyajian data, pada tahap ini data disimpulkan tetapi masih berpeluang untuk
menerima masukan. Setelah hasil penelitian diuji kebenarannya maka peneliti
dapat memberikan kesimpulan berbentuk deskripsi.

H. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini yaitu:
BAB I

: Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metode
penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II

: Sejarah Jilbab di Indonesia dan sejarah Gerakan-Gerakkan Islam
Indonesia (PII, HMI dan Tarbiyah).

BAB III

: Bab ini menjelaskan Hubungan pemerintah Orde Baru dengan
kelompok-kelompok Islam, pola-pola dari gerakan organisasi
kemahasiswaan

Islam

(PII,

HMI

dan

Tarbiyah)

dalam

memperjuangkan Jilbab serta hambatan-hambatan apa saja yang
dialami dari gerakan-gerakan ini dalam perjuangan Jilbab.
BAB IV

: Penutup
Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari hasil analisis data dan
mencantumkan saran atas penelitian yang telah dilakukan.

Universitas Sumatera Utara