Identifikasi Mutasi Gen rpoB, katG dan embB Penyebab Multidrug Resistance Tuberkulosis Di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Chapter III V

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dan dilakukan secara
prospektif untuk mengetahui dan menentukan mutasi gen Mycobacterium
tuberculosis penyebab resistensi terhadap Rifampicin, Isoniazid, dan Etambutol
pada pasien MDR-TB yang memenuhi kriteria periode bulan Agustus sampai
November 2016 di RSUP Haji Adam Malik Medan.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan sejak bulan Agustus sampai November 2016 di
poli MDR-TB RSUP Haji Adam Malik Medan. Penentuan mutasi gen
Mycobacterium tuberculosis penyebab resistensi terhadap Rifampicin, Isoniazid,
dan Etambutol menggunakan metode molekuler PCR dilakukan di laboratorium
Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3.3 Kerangka Konsep
Konsep penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1

34
Universitas Sumatera Utara


Jenis Kelamin
Usia
Status Pernikahan
Pendidikan

Suspek MDR TB

Tempat berobat TB
Kriteria Suspek
Penyakit Komorbid

Pemeriksaan GeneXpert
MTB/RIF
Positif MDR TB

Negatif MDR TB

Sampel Dahak
Deteksi gen embB


Ekstraksi
DNA
M.tuberculosis
dari sputum

Deteksi gen rpoB

Deteksi gen katG

Mutasi = Resisten

Wild Type

Gambar 3.1 Kerangka Konsep
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian
3.4.1 Populasi Target
Populasi target penelitian ini adalah pasien MDR-TB RSUP Haji Adam
Malik Medan
3.4.2 Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah suspek MDR-TB RSUP

Haji Adam Malik Medan selama periode bulan Agustus sampai November 2016.

35
Universitas Sumatera Utara

3.4.3 Sampel Penelitian
Sampel penelitian harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. semua penderita MDR-TB.
b. penderita positif GeneXpert MTB/RIF resisten rifampisin.
c. kategori semua gender
d. penyakit Komorbid pada pasien MDR-TB
e. pasien MDR-TB dari etnis/suku tertentu.
3.4.4 Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel sebagai subjek penelitian dilakukan dengan metode
purposive sampling. Pemilihan sampel berdasarkan karakteristik tertentu yang
mempunyai kaitan dengan karakteristik populasi yang sudah diketahui
sebelumnya.
3.4.5 Jumlah Sampel
Perhitungan jumlah sampel didasarkan pada Teorema Limit Central
(Pierre Simon Laplace, 1749-1827) seperti dikutip dalam Notoatmodjo (2011),

yaitu sebuah teorema yang menyatakan bahwa kurva distribusi sampling (untuk
ukuran sampel 30 atau lebih) akan berpusat pada nilai parameter populasi dan
akan memiliki semua sifat-sifat distribusi normal. Sampel dalam penelitian ini
berjumlah 31 orang berdasarkan teori diatas.
3.5 Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini, dilakukan sebagai berikut:
a. pasien poli MDR-TB di RSUP Haji Adam Malik Medan digunakan sebagai
subjek penelitian. Apabila memenuhi kriteria penelitian diminta persetujuan

36
Universitas Sumatera Utara

keluarga dengan informed consent tertulis dari keluarga dan selanjutnya
diikutsertakan dalam penelitian.
b. data riwayat pengobatan, umur, jenis kelamin, status pernikahan, penyakit
komorbid dicatat
c. sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat klinik (sputum) yang
diperoleh dari pasien poli MDR-TB
d. identifikasi mutasi gen pada sampel sputum yang mengandung Mycobacterium
tuberculosis dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.
3.6 Alur Penelitian
Alur penelitian disajikan pada Gambar 3.2:
Sputum penderita MDR Tb yang mempunyai hasil positif GeneXpert
MTB/RIF Periode: Agustus - November 2016

Isolasi DNA dari Sputum

Amplifikasi gen rpoB, katG, dan embB dengan PCR

Deteksi hasil PCR dengan metode elektroforesis gel

Analisis

Gambar 3.2 Alur Penelitian

37
Universitas Sumatera Utara

3.7 Etika Penelitian

Etika pada penelitian ini terdiri dari:
a. prosedur penelitian harus mendapat ijin dari Komite Etik Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik.
b. prosedur untuk diikutsertakan dalam penelitian akan dimintakan dari
pasien/keluarga dalam bentuk informed consent tertulis.
c. pasien/keluarga berhak menolak untuk diikutsertakan dalam penelitian dengan
alasan apapun serta berhak untuk keluar dari penelitian setiap saat.
d. data identitas yang diperoleh dari hasil penelitian akan dirahasiakan.
e. semua biaya yang keluar sebagai akibat ikut serta penelitian akan ditanggung
oleh peneliti.
3.8 Prosedur Penelitian
3.8.1 Pengambilan Sampel Sputum (R. Gandasoebrata, 1992)
a. pengambilan sputum sebaiknya dilakukan pada pagi hari, dimana kemungkinan
untuk mendapat sputum bagian dalam lebih besar. Atau juga bisa diambil
sputum sewaktu. Pengambilan sputum juga harus dilakukan sebelum pasien
menyikat gigi.
b. agar sputum mudah dikeluarkan, pasien dianjurkan mengonsumsi air yang
banyak kira-kira 2 gelas pada malam sebelum pengambilan sputum.
c. dijelaskan pada pasien yang dimaksud dengan sputum agar yang dibatukkan
benar-benar sputum, bukan air liur/saliva ataupun campuran antara sputum dan

saliva. Selanjutnya, dijelaskan cara mengeluarkan sputum.
d. sebelum

mengeluarkan

sputum,

pasien

terlebih

dahulu

berkumur-

kumur dengan air dan melepas gigi palsu (bila ada)

38
Universitas Sumatera Utara


e. sputum diambil dari batukan pertama (first cough)
f. cara membatukkan sputum yaitu ditarik nafas dalam dan kuat (dengan
pernafasan dada) batukkan kuat sputum pada mulut wadah penampung. Wadah
penampung berupa pot steril bermulut besar dan berpenutup (Screw Cap
Medium)
g. diperiksa sputum yang dibatukkan, bila ternyata yang dibatukkan adalah air
liur/saliva, maka harus diulangi.
h. sputum yang dipilih sebaiknya mengandung unsur-unsur khusus seperti,: butir
keju, darah, dan unsur-unsur lain.
i. bila sputum susah keluar dilakukan perawatan mulut. Perawatan mulut
dilakukan dengan obat gliseril guayakolat (expectorant) 200 mg atau dengan
mengonsumsi air teh manis saat malam sebelum pengambilan sputum.
j. bila sputum juga tidak bisa didahakkan, sputum dapat diambil secara:
i. Aspirasi transtracheal
ii. Bronchial lavage
iii. Lung biopsy
Sampel (Sputum) yang diambil harus memenuhi kriteria. Perawat yang
berkompeten mengambil sampel sputum yang ditampung dalam wadah transparan
bermulut lebar dan dapat ditutup. Sampel dimasukkan ke dalam ice cooler
kemudian langsung di bawa ke Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara untuk digunakan sebagai bahan penelitian identifikasi
mutasi gen yang terjadi pada Mycobacteirum tuberculosis. Jika sampel belum
digunakan, harus disimpan pada suhu 2-8°C

39
Universitas Sumatera Utara

3.8.2 Dekontaminasi sampel dengan NaOH (Lisdawati, 2010)
a. bahan dan alat
Sarung tangan, masker, tabung falcon, autoclave, vortex mixer, inkubator,
pengatur waktu/timer, mesin sentrifugasi rotor conical tube 50 ml 3000xg,
sputum,NaOH 4%, buffer fosfat steril pH 6,8.
b. cara kerja
Sampel dalam pot dibuka lalu didekontaminasi dengan larutan NaOH 4%
sebanyak 2 ml untuk menghilangkan kontaminasi silang, lalu dipindahkan
kedalam tabung falcon, kemudian dihomogenkan menggunakan vortex mixer
selama 5-20 detik, lalu dibiarkan selama 15 menit. Ditambahkan buffer fosfat
steril pH 6,8 lalu spesimen dipekatkan menggunakan sentrifuse 3000x g selama
15 menit. Larutan supernatan dibuang dan endapan diresuspensi dengan buffer
fosfat sebanyak 2 ml. Sampel disimpan pada inkubator suhu 37°C selama 15

menit, kemudian sampel disiapkan untuk proses ekstraksi DNA.
3.8.3 Ekstraksi DNA M.tuberculosis dari sputum dan strain standar H37RV
(PureLink™ Genomic DNA, 2007)
a. bahan dan alat
Sarung tangan, masker, mikropipet, Waterbath atau heat block, tabung
ependorf 1,5ml, tip biru 1000 µl, tip kuning 200 µl, mesin sentrifugasi, pengatur
waktu/timer, kit ekstraksi DNA PureLink™ Genomic DNA.
b. cara kerja
Ekstraksi DNA M.tuberculosis sampel dan strain standar H37RV sebagai
kontrol positif dilakukan menggunakan PureLink™ Genomic DNA (Invitrogen)
dengan prosedur sesuai ketentuan pabrikan.

40
Universitas Sumatera Utara

Waterbath atau heat block diset pada suhu 55 ° C dan 20 µl Proteinase K
ditambahkan ke tabung efendorf steril. Suspensi sel (sampai dengan 5 x 10 6 sel)
diambil secara sentrifugasi, media pertumbuhan dibuang lalu sel diresuspensi
dalam 200 µl PBS (Phospat Buffer Saline), dan ditambahkan kedalam tabung
yang sudah berisi 20 µl Proteinase K. 20 µl RNase A ditambahkan ke lisat, aduk

dengan vortexing singkat, dan inkubasi pada suhu kamar selama 2 menit. 200 µl
PureLink ™ Genomic Lysis/Binding Buffer ditambahkan ke dalam lysat dan
diaduk dengan vortexing untuk mendapatkan larutan yang homogen setelah itu
tube diinkubasi pada 55 ° C selama 10 menit untuk meningkatkan protein digesti.
200 µl etanol 96-100% ditambahkan ke dalam tube lalu vortex selama 5 detik
untuk menghasilkan larutan homogen.
3.8.4 Purifikasi DNA (PureLink™ Genomic DNA, 2007)
a. bahan dan alat
Sarung tangan, masker, mikropipet, tabung ependorf 1,5ml, tip biru 1000 µl,
tip kuning 200 µl, mesin sentrifugasi, pengatur waktu/timer, kit ekstraksi DNA
PureLink™ Genomic DNA, Spin Kolom PureLink™.
b. cara kerja
Lisat (≈ 640 µl) yang sudah dipreparasi dengan PureLink ™ Genomic
Lysis/Binding Buffer dan etanol dipindahkan pada spin kolom kemudian
disentrifugasi 10000 × g selama 1 menit pada suhu kamar. Collection tube
dibuang dan tempatkan spin kolom ke collection tube PureLink ™ bersih,
ditambahkan 500 µl Wash Buffer 1 yang dipreparasi dengan etanol ke kolom,
kemudian sentrifugasi 10000 × g selama 1 menit pada suhu kamar. Collection
tube dibuang dan tempatkan spin kolom ke collection tube PureLink ™ bersih,

41
Universitas Sumatera Utara

ditambahkan 500 µl Wash Buffer 2 yang dipreparasi dengan etanol ke kolom,
kemudian disentrifugasi kecepatan maksimum selama 3 menit pada suhu kamar.
Collection Tube

dibuang lalu spin kolom ditempatkan dalam tabung

microcentrifuge 1,5 ml steril dan ditambahkan 50 µl PureLink ™ Genomic
Elution Buffer ke kolom, inkubasi pada suhu kamar selama 1 menit, kemudian
disentrifugasi kecepatan maksimum selama 1 menit pada suhu kamar, tabung
berisi DNA genomik murni.
Langkah elusi kedua dapat dilakukan untuk mendapatkan DNA lebih
menggunakan volume elusi buffer sama dengan elusi pertama, kolom
disentrifugasi pada kecepatan maksimum selama 1,5 menit pada suhu kamar.
Tabung berisi DNA genomik murni, kolom diambil dan dibuang. DNA dapat
diaplikasikan sesuai yang diinginkan atau simpan purified DNA pada - 4°C
(jangka pendek) atau -20 ° C (jangka panjang).
3.8.5 Amplifikasi gen rpoB kodon 516, 526, dan 531 Multiplex-PCR
(P.Farnia, 2012)
a. bahan dan alat
Sarung tangan, masker, mikropipet, tabung ependorf 1,5ml, tip biru 1000 µl,
tip kuning 200 µl, tip putih 10 µl, PCR tube, mesin PCR / Thermal cycler, mesin
sentrifugasi, GoTaq® Green Master mix, DMSO, nuclease free water, DNA
M.tuberculosis sampel dan standar H37RV, primer RIRm, rpoB 516, rpoB 526,
dan rpoB 531 (Tabel 3.1).
b. cara kerja
5 µL ekstrak DNA ditambahkan 12,5 µL GoTaq® Green Master mix; 0,5
µL DMSO; 3 µL nuclease free water dan primer masing-masing 1 µL dalam

42
Universitas Sumatera Utara

PCR tube, kemudian amplifikasi fragmen gen rpoB pada mesin PCR/ Thermal
cycler pada kondisi seperti Tabel 3.2. Produk PCR diperiksa dengan elektroforesis
gel, Wild type M.tuberculosis H37RV akan membentuk pita DNA berukuran 218
bp, 185 bp, dan 170 bp dan suatu sampel dikatakan mutan jika tidak terbentuk pita
DNA di daerah 218 bp, 185 bp, dan 170 bp atau salah satu dari pita DNA tersebut.
Tabel 3.1 : Primer yang digunakan untuk amplifikasi gen rpoB kodon 516, 526,
dan 531 Multiplex-PCR dan deteksi MDR strains M. tuberculosis.

rpoB 516
rpoB 526
rpoB 531

Product size
(base pair)

Primer

Sequence (5’-3’)

rpoB 516
RIRm
rpoB 526
RIRm
rpoB 531
RIRm

CAGCTGAGCCAATTCATGGA
TTGACCCGCGCGTACAC
CTGTCGGGGTTGACCCA
TTGACCCGCGCGTACAC
CACAAGCGCCGACTGTC
TTGACCCGCGCGTACAC

Target

218
185
170

Tabel 3.2 : Kondisi Multiplex PCR Thermal cycler gen rpoB

40
Cycles

Initial denaturation 5 menit 95°C
Step 1
30 sec
Step 2
30 sec
Step 3
30 sec
Final extension 7 menit 72°C

95°C
68°C
72°C

3.8.6 Amplifikasi gen rpoB kodon 507, 518, dan 533 Multiplex-PCR
(P.Farnia, 2012)
a. bahan dan alat
Sarung tangan, masker, mikropipet, tabung ependorf 1,5ml, tip biru 1000 µl,
tip kuning 200 µl, tip putih 10 µl, PCR tube, mesin PCR / Thermal cycler, mesin
sentrifugasi, GoTaq® Green Master mix, DMSO, nuclease free water, DNA
M.tuberculosis sampel dan standar H37RV, primer RIRm, rpoB 507, rpoB 518,
dan rpoB 533 (Tabel 3.3).

43
Universitas Sumatera Utara

b. cara kerja
5 µL ekstrak DNA ditambahkan 12,5 µL GoTaq® Green Master mix; 0,5
µL DMSO; 3 µL nuclease free water dan primer masing-masing 1 µL dalam
PCR tube, kemudian amplifikasi fragmen gen rpoB pada mesin PCR/ Thermal
cycler pada kondisi seperti Tabel 3.2. Produk PCR diperiksa dengan elektroforesis
gel, Wild type M.tuberculosis H37RV akan membentuk pita DNA berukuran 244
bp, 213 bp, dan 163 bp dan suatu sampel dikatakan mutan jika tidak terbentuk pita
DNA di daerah 244 bp, 213 bp, dan 163 bp atau salah satu dari pita DNA tersebut.
Tabel 3.3 : Primer yang digunakan untuk amplifikasi gen rpoB kodon 507, 518
dan 533 Multiplex-PCR dan deteksi MDR strains M. tuberculosis.

Target
rpoB 507
rpoB 518
rpoB 533

Primer
rpoB 507
RIRm
rpoB 518
RIRm
rpoB 533
RIRm

Product
size (base
pair)

Sequence (5’-3’)
GCGATCAAGGAGTTCGG
TTGACCCGCGCGTACAC
TGAGCCAATTCATGGACCAGA
TTGACCCGCGCGTACAC
CGCCGACTGTCGGCGCT
TTGACCCGCGCGTACAC

244
213
163

3.8.7 Amplifikasi gen rpoB kodon 511, 513, dan 522 Multiplex-PCR
(P.Farnia, 2012)
a. bahan dan alat
Sarung tangan, masker, mikropipet, tabung ependorf 1,5ml, tip biru 1000 µl,
tip kuning 200 µl, tip putih 10 µl, PCR tube, mesin PCR / Thermal cycler, mesin
sentrifugasi, GoTaq® Green Master mix, DMSO, nuclease free water, DNA
M.tuberculosis sampel dan standar H37RV, primer RIRm, rpoB 511, rpoB 513,
dan rpoB 522 (Tabel 3.4).

44
Universitas Sumatera Utara

b. cara kerja
5 µL ekstrak DNA ditambahkan 12,5 µL GoTaq® Green Master mix; 0,5
µL DMSO; 3 µL nuclease free water dan primer masing-masing 1 µL dalam
PCR tube, kemudian amplifikasi fragmen gen rpoB pada mesin PCR/ Thermal
cycler pada kondisi seperti Tabel 3.2. Produk PCR diperiksa dengan elektroforesis
gel, Wild type M.tuberculosis H37RV akan membentuk pita DNA berukuran 230
bp, 251 bp, dan 199 bp dan suatu sampel dikatakan mutan jika tidak terbentuk pita
DNA di daerah 230 bp, 251 bp, dan 199 bp atau salah satu dari pita DNA tersebut.
Tabel 3.4 : Primer yang digunakan untuk amplifikasi gen rpoB kodon 511, 513,
dan 522 Multiplex-PCR dan deteksi MDR strains M. tuberculosis.

Target
rpoB 511
rpoB 513
rpoB 522

Primer

Sequence (5’-3’)

rpoB 511
RIRm
rpoB 513
RIRm
rpoB 522
RIRm

TTCGGCACCAGCCAGCT
TTGACCCGCGCGTACAC
CACCAGCCAGCTGAGCC
TTGACCCGCGCGTACAC
GACCAGAACAACCCGCTGT
TTGACCCGCGCGTACAC

Product
size (base
pair)
230
251
199

3.8.8 Amplifikasi gen katG kodon 315 Multiplex-PCR (P.Farnia, 2012)
a. bahan dan alat
Sarung tangan, masker, mikropipet, tabung ependorf 1,5 ml, tip biru 1000
µl, tip kuning 200 µl, tip putih 10 µl, PCR tube, mesin PCR / Thermal cycler,
mesin sentrifugasi, GoTaq® Green Master mix, DMSO, nuclease free water, DNA
M.tuberculosis sampel dan standar H37RV, primer katG5R dan katGOF (Tabel
3.5).

45
Universitas Sumatera Utara

b. cara kerja
5 µL ekstrak DNA ditambahkan 12,5 µL GoTaq® Green Master mix; 0,5
µL DMSO; 5 µL nuclease free water dan primer masing-masing 1 µL dalam
PCR tube, kemudian amplifikasi fragmen gen katG pada mesin PCR/ Thermal
cycler pada kondisi seperti Tabel 3.6. Produk PCR diperiksa dengan elektroforesis
gel, Wild type M.tuberculosis H37RV akan membentuk pita DNA berukuran 292
bp dan suatu sampel dikatakan mutan jika tidak terbentuk pita DNA di daerah 292
bp.
Tabel 3.5 : Primer yang digunakan untuk amplifikasi PCR gen katG kodon 315
dan deteksi MDR strains M. tuberculosis.
Target

Primer

Sequence (5’-3’)

Product size
(base pair)

katG315

katG5R
katGOF

ATACGACCTCGATGCCGC
GCAGATGGGGCTGATCTACG

292

Tabel 3.6 : Kondisi Multiplex PCR Thermal cycler gen katG

40 Cycles

Initial denaturation 5 menit 95°C
Step 1
30 sec
Step 2
30 sec
Step 3
30 sec
Final extension 7 menit 72°C

95°C
70°C
72°C

3.8.9 Amplifikasi gen embB kodon 306 dengan Nested Allele Specific-PCR
(P.Farnia, 2012)
a. bahan dan alat
Sarung tangan, masker, mikropipet, tabung ependorf 1,5 ml, tip biru 1000
µl, tip kuning 200 µl, tip putih 10 µl, PCR tube, mesin PCR / Thermal cycler,
mesin sentrifugasi, GoTaq® Green Master mix, nuclease free water, DNA
M.tuberculosis sampel dan standar H37RV, primer Emb1 forward, Emb1 reverse,
Emb306A, dan Emb306B (Tabel 3.7).

46
Universitas Sumatera Utara

b. cara kerja
5 µL Ekstrak DNA ditambahkan 12,5 µL GoTaq® Green Master mix, 5,5
µL nuclease free water dan 2 µL primer Emb1 forward dan Emb2 reverse pada
PCR tube, kemudian amplifikasi fragmen gen embB pada mesin PCR/ Thermal
cycler pada kondisi seperti Tabel 3.8. Produk PCR pertama diambil 5 µl
ditambahkan 12,5 µL GoTaq® Green Master mix; 4,5 µL nuclease free water dan
primer emb306A, emb306B, dan Emb2 reverse masing –masing sebanyak 1 µL,
amplifikasi kembali dengan kondisi seperti pada tabel 3.8, kemudian produk PCR
dielektroforesis. Wild type M.tuberculosis H37RV akan membentuk pita DNA
berukuran 325 bp dan 160 bp atau 220 bp, sedangkan suatu sampel dikatakan
mutan jika tidak terbentuk pita DNA berukuran 325 bp dan 160 bp atau 220 bp.
Tabel 3.7 : Primer yang digunakan untuk amplifikasi gen embB kodon 306
dengan Nested Allele Specific-PCR dan deteksi MDR strains M.
tuberculosis.
Target

Emb 306

Primer

Sequence (5’-3’)

Emb1 forward
Emb1 reverse

GGGCGGGGCTCAATTGCC
GCGCATCCACAGACTGGCGTC
GACGACGGCTACATCCTGGGC
A
GGTCGGCGACTCGGGCC

Emb306 A
Emb306 B

Product size
(base pair)
325
160 dan 220

Tabel 3.8 : Kondisi Nested Allele Specific-PCR Thermal cycler gen embB

30 Cycles

Initial denaturation 5 menit 95°C
Step 1
30 sec
Step 2
30 sec
Step 3
30 sec
Final extension 10 menit 72°C

94°C
65°C
72°C

47
Universitas Sumatera Utara

3.8.10 Deteksi hasil PCR dengan elektroforesis gel agarosa (Made, 2014)
a. bahan dan alat
Sarung tangan, masker, mikropipet,erlenmeyer, tip putih 10 µl, perangkat
gel elektroforesis, gel documentation system, gel agarosa, buffer TAE 10 x,
etidium bromida, BenchTop 1000 bp DNA ladder (Promega).
b. cara kerja
Sebanyak 3,9 g agarosa dalam 130 mL trisasetat EDTA (TAE) 10x
dipanaskan hingga larut, kemudian larutan didiamkan hingga hangat dan
ditambahkan 1 μL etidium bromida (EtBr). Campuran tersebut dikocok hingga
homogen kemudian dituang ke dalam cetakan dan dibiarkan hingga membeku
sempurna. Sebanyak 5 μL sampel hasil PCR dan marker dimasukkan ke dalam
sumur gel agarosa 3%. Proses elektroforesis dilakukan dengan beda potensial
sebesar 80 V, 400 A selama 70 menit. DNA hasil amplifikasi yang telah
dielektroforesis divisualisasi dengan menggunakan Gel Documentation. Pita DNA
akan terlihat dan dapat diketahui ukurannya berdasarkan penanda ukuran molekul
yang dinyatakan dengan base pair.
3.9 Analisis Data
Data yang diperoleh merupakan data kualitatif dan kemudian dianalisis
secara deskriptif.

48
Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Telah dilakukan penelitian observasional terhadap 31 pasien MDR TB
yang akan menjalani pengobatan dan yang telah menjalani pengobatan selama 1
bulan tetapi masih positif BTA. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai
November 2016 di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan dan
Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Seluruh subjek penelitian yang diikutsertakan dalam penelitian berdasarkan
purposive sampling. Semua subjek menandatangani pernyataan persetujuan
(informed consent). Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik
Penelitian Bidang Kesehatan FK USU.
4.1.1 Jenis Kelamin
Karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat
pada Tabel 4.1:
Tabel 4.1 Distribusi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total

N
21
10
31

Persentase
67,74 %
32,26 %
100,00 %

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa distribusi penderita MDR TB
berdasarkan jenis kelamin yaitu penderita MDR TB laki-laki lebih banyak yaitu
21 orang (67,74%) dibandingkan perempuan yaitu 10 orang (32,26%). Hasil
penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Sirait pada tahun 2013

49
Universitas Sumatera Utara

di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung yang menunjukkan bahwa penderita
MDR TB lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan (56,8%: 43,2%)
dan penelitian Susanty pada tahun 2015 di RSUP. H. Adam Malik Medan, bahwa
penderita MDR TB laki-laki lebih banyak (71,43%) dibandingkan dengan
perempuan (28,57%). Menurut Nofizar (2012), WHO melaporkan prevalensi TB
paru 2,3 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan terutama pada
negara yang sedang berkembang karena laki-laki dewasa lebih sering melakukan
aktivitas sosial, sedangkan perempuan lebih sering terlambat berobat atau datang
ke fasilitas kesehatan karena berhubungan dengan rasa malu yang lebih
dibandingkan dengan laki-laki serta adanya rasa khawatir akan dikucilkan dari
keluarga dan lingkungan sekitarnya akibat penyakitnya.
Penelitian yang dilakukan Rifat pada tahun 2014 di Banglades
menunjukkan perbandingan prevalensi TB paru antara laki-laki dan perempuan
sama hingga umur remaja tetapi setelah remaja prevalensi laki-laki lebih tinggi
dari perempuan. Hal ini diduga karena hingga umur remaja kontak hanya terjadi
pada lingkungan yang lebih kecil tetapi setelah dewasa laki-laki banyak kontak
dengan lingkungan yang lebih besar di luar rumah dibandingkan dengan
perempuan di samping faktor biologi, sosial budaya termasuk stigma TB sehingga
dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin bukan merupakan faktor risiko untuk
terjadinya MDR TB.
4.1.2 Usia penderita MDR-TB
Data yang disajikan pada Tabel 4.2 menunjukkan usia penderita MDR TB
di RSUP Haji Adam Malik Medan yang menjadi sampel penelitian. Dari jumlah
sampel sebanyak 31 sampel, usia penderita MDR terbanyak adalah 31-40 tahun

50
Universitas Sumatera Utara

yaitu sebanyak 10 penderita (32,26%), kemudian rentang usia 51-60 tahun
(22,58%) serta rentang usia 21-30 tahun dan 41-50 tahun masing-masing sebesar
16,13%.
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi usia penderita MDR-TB RSUP Haji Adam Malik
Medan
Kelompok Usia
< 20
21 - 30
31- 40
41 - 50
51- 60
> 60
Total

N
1
5
10
5
7
3
31

Persentase
3,23 %
16,13 %
32,26 %
16,13 %
22,58 %
9,68 %
100,00 %

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan Nofizar pada
tahun 2012 di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta bahwa penderita MDR-TB
terbanyak adalah pada usia 31-40 tahun (30%) dan penelitian Susanty pada tahun
2015 di RSUP. H. Adam Malik Medan bahwa penderita MDR-TB terbanyak pada
usia 31-40 tahun dengan 30,95 %. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan WHO
dalam Global Tuberculosis Report tahun 2014 bahwa insidensi TB paru terbanyak
adalah pada usia produktif sehingga sangat mengganggu perekonomian tingkat
keluarga sampai negara, disamping itu sangat berbahaya terhadap tingkat
penularan karena pasien mudah berinteraksi dengan orang lain sehingga penularan
mudah terjadi (Bintang, 2013). Di negara berkembang angka kejadian TB
terbanyak adalah usia muda, sedangkan di negara maju lebih tinggi pada
kelompok usia tua.

51
Universitas Sumatera Utara

4.1.3 Suku penderita MDR-TB
Karakteristik subjek penelitian berdasarkan suku dapat dilihat pada Tabel 4.3
terbanyak berasal dari suku batak sebanyak 12 sampel (38,71%) dan paling sedikit
berasal dari suku arab dan suku minang dengan masing-masing 1 sampel (3,23%).
Meskipun ada beberapa bukti untuk mendalilkan predisposisi genetik host sebagai
dasar untuk faktor risiko MDR-TB, seperti penelitian dari India, pasien dengan
HLA-DRB1*13 dan -DRB1*14 ditemukan memiliki dua kali lipat peningkatan
risiko MDR-TB dan pasien di Korea sangat terkait dengan HLA DRB1*08032DQB1*0601 haplotype. Peran faktor-faktor ini tidak diketahui secara pasti, sangat
mungkin

bahwa

lokus

atau

alel

terkait

mempunyai

peran permisif dalam memberikan peningkatan kerentanan OAT untuk
pengembangan MDR-TB (Sharma dan Mohan, 2004). Hal ini sesuai dengan
pernyataan WHO pad global TB report tahun 2014 yang menyatakan bahwa TB
paru adalah penyakit yang dapat menyerang semua ras dan suku di seluruh dunia.
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi suku penderita MDR TB RSUP Haji Adam Malik
Medan
Suku
Aceh
Arab
Batak
Jawa
Minang
Melayu
Mandailing
Total

N
3
1
12
4
1
2
8
31

Persentase
9,68 %
3,23 %
38,71 %
12,90 %
3,23 %
6,45 %
25,81 %
100,00 %

4.1.4 Status pernikahan penderita MDR-TB
Distribusi status pernikahan penderita MDR TB pada penelitian ini (Tabel
4.4) paling banyak adalah penderita yang sudah menikah sebanyak 25 orang

52
Universitas Sumatera Utara

(80,65%). Hasil penelitian Susanty juga mendapatkan bahwa distribusi penderita
MDR TB pada tahun 2015 lebih banyak pada penderita yang sudah menikah yaitu
sebesar 90,45%, serupa dengan penelitian Bintang (2013) di RSUP H.Adam malik
penderita yang sudah menikah, sebanyak 9 orang (64,29%). Sedangkan yang tidak
atau belum menikah sebanyak 5 orang (35,71%).
Tabel 4.4 Distribusi subjek penelitian berdasarkan status pernikahan
Status Pernikahan
Menikah
Belum Menikah
Total

N
25
6
31

Persentase
80,65 %
19,35 %
100,00 %

4.1.5 Status pendidikan penderita MDR-TB
Distribusi status pendidikan penderita MDR-TB pada penelitian ini (Tabel
4.5) paling banyak adalah pendidikan sarjana sebanyak 9 orang (29,03%), dan
yang paling sedikit adalah pendidikan pasca sarjana sebanyak 1 orang (3,23%).
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi status pendidikan penderita MDR-TB RSUP Haji
Adam Malik Medan
Status Pendidikan
SD
SMP
SMU
Sarjana
Pasca Sarjana
Tidak Sekolah
Total

N
6
7
8
9
1
0
31

Persentase
19,35 %
22,58 %
25, 81 %
29, 03 %
3,23 %
0,00 %
100,00 %

Pada penelitian yang dilakukan Nofizar pada tahun 2012 di Rumah Sakit
Persahabatan Jakarta, pendidikan pasien MDR-TB yang tertinggi adalah S1
sampai yang terendah SD; 4 orang S1; 2 orang D-III; 24 orang SMA/sederajat; 7
orang SMP/sederajat dan SD/sederajat sebanyak 13 orang. Hal ini menunjukkan
berdasarkan status pendidikan, paling banyak adalah pada tingkat SMA/sederajat,

53
Universitas Sumatera Utara

diikuti SD/sederajat, belum bisa disimpulkan bahwa tingkat pendidikan rendah
cenderung menjadi faktor risiko terjadinya MDR-TB, karena faktor konseling dari
tenaga medis kepada pasien serta dukungan dari keluarga sangat berperan besar
dalam kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat secara tepat.
4.1.6 Tempat Berobat TB Sebelumnya penderita MDR-TB
Berdasarkan frekuensi distribusi tempat berobat TB sebelum penderita
MDR-TB masuk ke RSUP Haji Adam Malik Medan dapat dilihat pada Tabel 4.6,
dari 31 sampel, penderita MDR-TB yang berobat TB sebelumnya ke praktek
dokter swasta 2 orang (6,45%), ke rumah sakit 10 orang (32,26%), ke puskesmas
17 orang (54,84%), ke klinik paru 1 orang (3,23%), dan ke RSU Paru 1 orang
(3,23%). Jadi, persentase tertinggi tempat berobat TB sebelum penderita MDRTB masuk ke RSUP Haji Adam Malik Medan adalah ke puskesmas sebanyak 17
penderita (54,84%).
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi tempat berobat TB sebelumnya penderita MDRTB RSUP Haji Adam Malik Medan
Tempat berobat TB sebelumnya
Puskesmas
Rumah Sakit
Praktek Dokter Swasta
Klinik Paru
RSU Paru
Total

N
17
10
2
1
1
31

Persentase
54,84 %
32,26 %
6,45 %
3,23 %
3,23 %
100,00 %

Distribusi tempat berobat TB sebelumnya pada penelitian ini menunjukkan
bahwa puskesmas merupakan tempat berobat TB yang paling banyak dengan
jumlah 17 orang (54,84%). Hasil penelitian ini dapat dijelaskan merujuk pada
penelitian Suharmiati dan Maryani pada tahun 2011 menggunakan data sekunder
hasil Survei Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, bahwa fasilitas kesehatan yang

54
Universitas Sumatera Utara

dimanfaatkan oleh penderita untuk diagnosis dan pengobatan TB paling banyak
adalah di puskesmas yaitu 47,6%; pasien berhenti setelah minum obat 2-5 bulan
sebanyak 39,6%; dan pasien tidak minum obat 57,1%. Ketidakpatuhan berupa
kontrol tidak teratur dan mangkir/putus obat merupakan faktor risiko bagi pasien
MDR-TB, komunikasi, informasi, dan edukasi yang disampaikan oleh dokter
merupakan faktor resiko dari sisi dokter dan sebagian besar pasien tidak
meminum obat OAT sesuai panduan yang benar merupakan faktor resiko dari
obat pada penderita MDR-TB (Nofizar, 2012).
4.1.7 Penyakit Komorbid penderita MDR-TB
Penyakit komorbid yang diamati pada penelitian ini adalah diabetes
melitus dan HIV/AIDS. Dari 31 sampel, 7 orang (22,58%) memiliki penyakit
komorbid diabetes melitus, 24 orang (77,42%) tidak mempunyai penyakit
komorbid, sedangkan penyakit komorbid HIV/AIDS pada penderita MDR-TB
yang dijadikan subjek penelitian tidak ditemukan (Tabel 4.7).
Tabel 4.7 Distribusi frekuensi penyakit komorbid penderita MDR-TB RSUP Haji
Adam Malik Medan
Penyakit Komorbid
Diabetes Melitus
HIV/AIDS
Tidak ada penyakit komorbid
Total

N
7
0
24
31

Persentase
22,58 %
0,00 %
77, 42 %
100,00 %

Penelitian yang dilakukan Yuan (2013) menunjukkan bahwa DM
merupakan faktor risiko penting TB. Hubungan antara DM dengan MDR-TB
masih kontroversi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pasien DM lebih
mudah menderita MDR-TB dibandingkan dengan yang tanpa DM. Penelitian
Rifat (2014) menunjukkan bahwa DM tipe 2 merupakan faktor risiko TB dan

55
Universitas Sumatera Utara

berhubungan dengan MDR TB yang mempengaruhi outcome pengobatan TB dan
merupakan penyakit penyebab gagalnya pengobatan serta menurunnya imunitas
penderita terhadap TB karena DM meningkatkan kesensitifan terhadap strain yang
resisten terhadap obat. Perubahan metabolik pada penderita DM akan
mempengaruhi farmakokinetik OAT melalui perubahan absorbsi, distribusi,
metabolisme, dan ekskresi. Efektivitas OAT dipengaruhi oleh kadar obat di dalam
plasma sehingga pada kasus DM terjadi penurunan efektifitas OAT dan berakibat
terhadap kesembuhan pasien TB. Kadar OAT yang rendah dalam plasma dapat
menginduksi resistensi terhadap OAT sehingga menimbulkan komplikasi.
4.1.8 Kriteria Suspek Penderita MDR TB
Berdasarkan kriteria suspek MDR-TB (Tabel 4.8), dari 31 sampel 5 orang
(16,13%) terindikasi karena gagal pengobatan ketegori 2, kriteria suspek MDRTB karena gagal pengobatan kategori 1 sebanyak 6 orang (19,35%), kriteria
suspek karena kambuh kategori 1 dan kategori 2 sebanyak 13 orang (41,94%),
kriteria suspek MDR-TB karena lalai/default pengobatan kategori 1 atau 2
sebanyak 7 orang (22,58%). Persentase tertinggi kriteria suspek MDR-TB adalah
kriteria nomor 6 yaitu karena kambuh kategori 1 dan kategori 2 sebanyak 13
orang (41,94%).
Tabel 4.8 Distribusi frekuensi kriteria suspek penderita MDR-TB RSUP Haji
Adam Malik Medan
Kriteria Suspek MDR TB
N
Persentase
1. Kronik/gagal pengobatan kategori 2
5
16,13 %
2. Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif
0
0,00 %
setelah bulan ke 3 pengobatan kategori 2
3. Pasien TB yang pernah diobati OAT MDR TB
0
0,00 %
(Fluorokuinolon dan kanamisin)
4. Gagal pengobatan kategori 1
6
19,35 %
5. Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif
0
0,00 %
setelah sisipan pada pengobatan kategori 1
6. Kambuh
13
41,94 %

56
Universitas Sumatera Utara

7. Pengobatan setelah lalai/default pada pengobatan
kategori 1 atau 2
Lanjutan Tabel 4.8
Kriteria Suspek MDR TB
8. Suspek TB dengan keluhan yang tinggal dekat dengan
pasien MDR TB terkonfirmasi termasuk petugas
kesehatan yang bertugas di bangsal MDR TB
Total

7

22,58 %

N

Persentase

0

0,00 %

31

100,00 %

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Susanty (2015) di RSUP H.
Adam Malik Medan bahwa penderita kriteria suspek MDR TB terbanyak yaitu
pasien TB kasus kambuh (relaps) kategori 1 dan 2 yaitu sebanyak 40,48% serta
penelitian yang dilakukan Sharma (2011) di India yang menunjukkan bahwa dari
40 pasien TB MDR, 29 orang (72,5%) merupakan pasien TB relaps atau kambuh.
Tetapi berbeda dengan penelitian yang dilakukan Nofizar di RSUP Persahabatan
Jakarta (2012) yang menunjukkan bahwa kriteria suspek MDR-TB terbanyak
dikarenakan kasus kronik /gagal pengobatan kategori 2 sebanyak 36%.
3.2 Distribusi mutasi gen rpoB M.tuberculosis pada subjek penelitian
Berdasarkan distribusi mutasi gen rpoB M.tuberculosis pada subjek
penelitian, seluruh sampel yaitu sebanyak 31 sampel mengalami mutasi gen rpoB
M.tuberculosis di kodon 516 (100%) dan tidak ditemukan M.tuberculosis wild
type. Dari 31 sampel sebanyak 30 orang (96,77%) mengalami mutasi gen rpoB
pada beberapa kodon (multiple mutation), dan hanya 1 sampel yang mengalami
mutasi gen rpoB M.tuberculosis di kodon 516 (Tabel 4.9).

57
Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.9 Distribusi mutasi gen rpoB M.tuberculosis pada subjek penelitian
Kodon Termutasi
507
511
513
516
518
522
526
531
533
Wild type

N
24
22
22
31
25
27
28
30
4
0

Persentase
77,42 %
70,97 %
70,97 %
100,00 %
80,65 %
87,10 %
90,32 %
96,77 %
12,90 %
0,00 %

Persentase kejadian tertinggi mutasi gen 81 bp rpoB M.tuberculosis atau
pada daerah RRDR adalah pada kodon 516 (100%), diikuti kodon 531 (96,77%),
dan kodon 526 (90,32%). Persentase mutasi gen 81 bp rpoB M.tuberculosis
terkecil terdapat pada kodon 533 (12,90%). Kejadian mutasi ini ada kesamaan
dengan penelitian Da Silva dan Palomino (2011) yaitu mutasi paling banyak
terjadi pada kodon 531 dan 526, dan yang sering dilaporkan pada kebanyakan
penelitian adalah pada kodon 516 (Zhang dan Yew, 2009; Da Silva dan Palomino,
2011). Mutasi yang ditemukan dalam penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
ditemukan oleh Lingala (2010) di India yaitu mutasi gen 81 bp rpoB
M.tuberculosis persentase terbanyak ditemukan pada kodon 531(47%), 526
(17%), dan 516 (13%). Sedangkan Yao tahun 2010 yang menggunakan isolat dari
Chongqing, China persentase mutasi gen 81 bp rpoB M.tuberculosis yang terjadi
pada kodon 531(73%) dan kodon 513 (27%), tetapi tidak dijumpai mutasi pada
kodon 511, 516, 526 dan 533. Penelitian Nghiem (2011) yang menggunakan isolat
M.tuberculosis dari Vietnam, juga menunjukan hasil yang sama dengan temuan

58
Universitas Sumatera Utara

Lingala di India dengan persentase mutasi rpoB terbanyak pada kodon
531(37,8%), 526 (23%), dan 516 (9,46%).
Resistensi rifampisin dihubungkan dengan mutasi pada gen rpoB, yang
mengkode β-subunit RNA polymerase M. tuberculosis (Li e al, 2012). Dengan
GeneXpert MTB/RIF yang resistensi terhadap rifampisin dideteksi sebagai
gagalnya satu atau lebih rpoB-molecular beacon spesifik untuk menghibridisasi
amplikon polimorfisme rpoB, dan yang paling sering terjadi yaitu pada kodon
516, 526, dan 531. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa 95% M. tuberculosis
yang resisten terhadap rifampisin mengalami mutasi pada gen 81 bp rpoB pada
kodon 507 sampai 533 (Li et al, 2012; Castan et al, 2014). Diperkirakan sebanyak
5% M. tuberculosis yang resisten terhadap rifampisin mengalami mutasi di luar
hot spot region rpoB (Li et al, 2012).
Produk PCR diperiksa dengan elektroforesis gel, Wild type M.tuberculosis
H37RV sebagai kontrol positif akan membentuk fragmen spesifik alel sesuai
dengan target primer yang digunakan, sedangkan hasil PCR multipleks sampel
dikatakan bermutasi jika tidak terbentuk pita DNA sesuai fragmen spesifik alel,
yang divalidasi dengan kontrol positif dan kontrol negatif yang digunakan. Kedua
kontrol berjalan dengan baik, ditunjukan dengan tidak adanya pita DNA pada
hasil PCR kontrol negatif dan adanya pita DNA sesuai dengan PCR multipleks
yang dilakukan pada hasil PCR kontrol positif. Hasil elektroforesis produk PCR
resisten terhadap rifampisin ditunjukkan pada gambar 4.1 sampai gambar 4.4.

59
Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.1 Elektroforesis produk PCR 213 bp dan 163 bp fragmen gen rpoB
M.tuberculosis dengan primer rpoB518, rpoB533, dan RIRm dalam
agarose 3%.
Keterangan :
- Lane A
: 1000 bp DNA Ladder/Marker
- Lane 1 dan 28
: kontrol negatif
- Lane 2 dan 29
: hasil PCR H37RV wild type (kontrol positif)
- Lane 3-27 dan 30-35
: hasil PCR sampel 1-31

60
Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.2 Elektroforesis produk PCR 251 bp dan 230 bp fragmen gen rpoB
M.tuberculosis dengan primer rpoB511, rpoB513, dan RIRm dalam
agarose 3%.
Keterangan:
- Lane A
- Lane 1 dan 28
- Lane 2 dan 29
- Lane 3-27 dan 30-35

: 1000 bp DNA Ladder/Marker
: kontrol negatif
: hasil PCR H37RV wild type (kontrol positif)
: hasil PCR sampel 1-31

61
Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.3 Elektroforesis produk PCR 218 bp, 185 bp dan 170 bp fragmen gen
rpoB M.tuberculosis dengan primer rpoB516, rpoB526, rpoB531
dan RIRm dalam agarose 3%.

Keterangan :
- Lane A
- Lane 1 dan 28
- Lane 2 dan 29
- Lane 3-27 dan 30-35

: 1000 bp DNA Ladder/Marker
: kontrol negatif
: hasil PCR H37RV wild type (kontrol positif)
: hasil PCR sampel 1-31

62
Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.4 Elektroforesis produk PCR 244 bp dan 199 bp fragmen gen rpoB
M.tuberculosis dengan primer rpoB507, rpoB522, dan RIRm dalam
agarose 3%.

Keterangan :
- Lane A
- Lane 3 dan 29
- Lane 1,2 dan 27-28
- Lane 4-26 dan 30-37

: 1000 bp DNA Ladder/Marker
: kontrol negatif
: hasil PCR H37RV wild type (kontrol positif)
: hasil PCR sampel 1-31

Mutasi gen rpoB M tuberculosis pada kodon 516 telah dilaporkan terjadi
mutasi Asp516 menjadi Val dan Gly, termutasinya residu menjadi Val dan Gly
menyebabkan ikatan hidrogen tidak terbentuk, dan adanya perubahan residu asam
amino dengan rantai samping polar menjadi non polar. Hilangnya ikatan hidrogen
yang pada awalnya terbentuk akan mengurangi afinitas pengikatan RIF sehingga
RIF terikat lebih lemah pada RNAP subunit β, akibatnya RIF tidak dapat bekerja
secara efektif, padahal aktivitas RIF lebih bergantung pada kemampuannya untuk

63
Universitas Sumatera Utara

berikatan dengan RNAP. Selain hal itu, konformasi RIF yang kaku diduga juga
mengakibatkan RIF tidak dapat beradaptasi terhadap mutasi yang merubah bentuk
dan lingkungan kimia tapak pengikatnya. Jika RIF terikat lemah dengan RNAP
mengakibatkan perubahan posisi RIF, terutama pada kondisi enzim yang bersifat
dinamis dan juga dipengaruhi oleh adanya molekul air. Bila posisi RIF berubah
sedemikian rupa sehingga tidak lagi menghalangi jalur perpanjangan RNA, maka
kemungkinan proses transkripsi akan terus berjalan dan bakteri akan resisten
terhadap RIF (Ubyaan, 2012).
Satu studi tentang gen rpoB pada isolat yang resisten terhadap rifampisin
telah mengidentifikasi berbagai mutasi dan delesi pendek pada gen. Dari
penelitian dilaporkan ada sebanyak 69 perubahan nukleotida tunggal, 3 insersi, 16
delesi, dan 38 perubahan nukleotida multipel. Lebih 95% dari semua mutasi
berlokasi pada 81bp regio inti gen rpoB antara kodon 507‐533 dengan perubahan
paling sering yaitu pada kodon Ser531Leu, His526Tyr, dan Asp516Val.
Perubahan asam amino serin pada kodon 531 serta histidin pada kodon 526
ditemukan pada 70% isolat resisten terhadap rifampisin. Namun begitu,
dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk memastikan asam amino yang termutasi
pada hasil penelitian ini yaitu melalui sequensing. Beberapa perubahan asam
amino yang terjadi pada mutasi gen rpoB dapat dilihat di Tabel 4.10

64
Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.10 Distribusi perubahan asam amino gen rpoB yang termutasi
Kodon Termutasi
Perubahan Nukleotida Perubahan asam amino
511
CTG → CCG
Leu → Pro
513
CAA → CCA
Gln → Pro
GAC → GTC
Asp → Val
516
GAC → TAC
Asp → Tyr
GAC → GGC
Asp → Gly
522
TCG → TTG
Ser → Leu
CAC → CTC
His → Leu
CAC → TAC
His → Tyr
CAC → GAC
His → Asp
526
CAC → CGC
His → Arg
CAC → AGC
His → Ser
CAC → ACC
His → Thr
TCG → TTG
Ser → Leu
TCG → TGG
Ser → Trp
531
TCG → TTC
Ser → Phe
TCG → CAG
Ser → Gln
533
CTG → CCG
Leu → Pro
Sumber : Nghiem, 2011 dan Yao, 2010
3.3 Distribusi mutasi gen katG M.tuberculosis pada subjek penelitian
Distribusi mutasi gen katG M.tuberculosis pada Tabel 4.11 dan hasil
elektroforesis produk PCR ditunjukkan pada Gambar 4.5. Berdasarkan uji yang
dilakukan 26 sampel dari 31 sampel (83,87%) mengalami mutasi pada gen katG
M.tuberculosis terjadi pada kodon 315 yang berarti 26 orang mengalami resistensi
terhadap INH dan juga mengalami resistensi terhadap rifampisin. Pada penelitian
Susanty (2015) didapatkan 42 dari 48 sampel yang resisten terhadap rifampisin juga
resisten terhadap isoniazid berdasarkan hasil uji kepekaan metode proporsi media LJ
atau terdapat 87,5% penderita yang resisten terhadap rifampisin juga resisten terhadap
isoniazid. Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahwa lebih dari 90%

kasus resistensi rifampisin juga resistensi terhadap isoniazid oleh karena itu
resistensi rifampisin dapat digunakan sebagai tanda pendeteksi MDR-TB (WHO,
2013b).

65
Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.11 Distribusi mutasi gen katG 315 M.tuberculosis pada subjek penelitian
Distribusi Mutasi
N
Persentase
Mutan
26
83,87 %
Wild type
5
16,13 %
Total
31
100,00 %

Gambar 4.5 Elektroforesis produk PCR 270 bp fragmen gen katG M.tuberculosis
dengan primer katG5R dan KatGOF dalam agarose 3%.

Keterangan Gambar :
- Lane A
- Lane 1 dan 23
- Lane 2 dan 24
- Lane 3-22 dan 25-35

: 1000 bp DNA Ladder/Marker
: kontrol negatif
: hasil PCR H37RV wild type (kontrol positif)
: hasil PCR sampel 1-31

INH masuk ke sel bakteri sebagai prodrug secara difusi pasif, kemudian
diaktivasi oleh enzim katalase peroksidase yang dikode oleh gen katG membentuk
kompleks isonocotinic acyl-NADH yang berikatan erat pada enoylacyl-acyl

66
Universitas Sumatera Utara

carrier protein (ACP) reduktase yang dikenal sebagai inhA sehingga memblokade
aktivitas sintesis asam lemak serta menghambat sintesis asam mikolat yang
diperlukan untuk dinding sel mikobakterium. Kehilangan aktivitas katalase
peroksidase (katG) akan menyebabkan resistensi terhadap INH, yang disebabkan
oleh adanya mutasi pada gen katG. Kebanyakan peristiwa mutasi dijumpai antara
kodon 138 dan 328, dan yang paling sering pada kodon 315 dari gen tersebut.
(Rattan, 1998)
Beberapa varian mutasi pada kodon 315 gen katG M.tuberculosis yaitu
Ser315Thr (AGC→ACC), Ser315Thr (AGC→ACA), Ser315Asn (AGC→AAC),
Ser315Ilo (AGC→ATC), Ser315Arg (AGC→CGC), Ser315Arg (AGC→AGA),
dan Ser315Gly (AGC→GGC), tetapi mutasi paling banyak adalah mutasi
Ser315Thr (AGC→ACC) dan menyebabkan perubahan asam amino serin menjadi
treonin yang akan mengekspresikan protein katalase-peroksidase mutan.
(Ramaswamy, 2003).
3.4 Distribusi mutasi gen embB M.tuberculosis pada subjek penelitian
Sembilan sampel dari 31 sampel (29,03%) mengalami mutasi gen embB
M.tuberculosis pada kodon 306A sehingga menimbulkan resistensi terhadap
etambutol, 8 dari 9 sampel yang termutasi pada kodon 306A juga mengalami
resisten terhadap rifampisin dan isoniazid, sedangkan 1 sampel lainnya
mengalami resistensi terhadap rifampisin dan etambutol. Distribusi mutasi gen
embB M.tuberculosis pada subjek penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.12 dan
hasil elektroforesis produk PCR ditunjukkan pada Gambar 4.6.

67
Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.12 Distribusi mutasi gen embB 306 M.tuberculosis pada subjek penelitian
Distribusi Mutasi
N
Persentase
Mutan
9
29, 03 %
Wild type
22
70,97 %
Total
31
100,00 %

Gambar 4.6 Elektroforesis produk PCR 325 bp, 160 bp dan 220 bp fragmen gen
embB M.tuberculosis dengan primer embB306A dan embB306B serta
primer emb1F dan emb2R dalam agarose 3%.

Keterangan Gambar :
- Lane A
- Lane 1 dan 23
- Lane 2 dan 24
- Lane 3-22 dan 25-35

: 1000 bp DNA Ladder/Marker
: kontrol negatif
: hasil PCR H37RV wild type (kontrol positif)
: hasil PCR sampel 1-31

Kemampuan bakteri (resistensi perolehan) untuk tetap tumbuh dan
multifikasi dengan kehadiran antibiotika menggambarkan adanya perbedaan

68
Universitas Sumatera Utara

genetika dengan bakteri yang sensitif. Apabila populasi bakteri beradaptasi
dengan kehadiran antibiotika, sel-sel yang sensitif secara perlahan akan digantikan
oleh bakteri yang resisten yang membawa gen untuk memacu sifat resisten. Pada
paparan OAT yang tidak adekuat, bakteri yang sensitif akan mati dan mutan akan
berkembang biak dengan pesat tanpa adanya persaingan yang berarti dalam hal
nutrisi. Tuberkulosis pada kasus MDR cenderung akan berkembang menjadi
kasus kronik dan kondisi ini semakin mempermudah penyebaran M. tuberculosis
galur MDR. Mutasi terhadap OAT terjadi 10-9 kali per pembelahan sel. Oleh
sebab itu OAT diberikan secara kombinasi untuk memperkecil kemungkinan
terjadinya mutasi hingga 10-18 per pembelahan sel (Rinanda,2015).
Ethambutol (EMB), digunakan dalam kombinasi dengan obat lain dan
spesifik terhadap mikobakterium yang sedang mengalami diferensiasi mampu
menghambat arabinosyl transferase (embB) yang terlibat pada biosintesis dinding
sel bakteri. Berbagai studi berhasil mengidentifikasi lima macam mutasi pada
kodon 306 [(ATG‐GTG), (ATG‐CTG), (ATG‐ATA), (ATG‐ATC) dan (ATG‐
ATT)] yang menghasilkan substitusi asam amino (Val, Leu, dan Ile) pada isolat
resisten EMB.
Analisis dari Rattan (1998) embCAB telah mengkonfirmasi dominasi
embB substitusi Met306 antara isolat M.tuberculosis resistan EMB (sekitar 89%
antara isolat resisten embB dengan substitusi asam amino tunggal). Dari 118 isolat
M.tuberculosis menunjukkan bahwa 5 mutan embB kodon 306, semua mengarah
ke substitusi Val, Leu, atau Ile. Perubahan struktural pada kodon ini merugikan
interaksi etambutol dan embB, sehingga menghasilkan fenotip resisten.

69
Universitas Sumatera Utara

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa 4 dari 31 sampel (12,90%)
mengalami monoresisten rifampisin (R), 18 dari 31 sampel (58,06%) mengalami
resisten terhadap rifampisin dan isoniazid (RH), 8 dari 31 sampel (25,81%)
mengalami resisten terhadap rifampizin, isoniazid dan etambutol (RHE), serta 1
sampel lainnya (3,23%) mengalami polyresisten terhadap rifampisin dan
etambutol (RE). Beberapa penelitian di Indonesia juga menunjukkan angka
monoresisten yang rendah seperti yang dilaporkan oleh Aditama dalam
Sihombing (2012) yang mendapatkan angka 0,50% pada monoresisten rifampisin
dan hasil penelitian Sihombing di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun
2012 yang mendapatkan monoresisten rifampisin hanya ada 1 kasus (1,18%) dari
18 kasus monoresisten primer. Penelitian Bintang (2015) diperoleh resistensi pada
rifampisin dan INH (RH) sebanyak 4 orang (28,58%), resitensi terhadap
rifampisin, INH, etambutol (RHE) dan sebesar 2 orang (14,28%).
Berdasarkan teori, jika resistensi rifampisin dan MDR TB mempunyai
korelasi kuat, maka deteksi MDR TB cukup hanya dengan single rapid test yang
mendeteksi resistensi rifampisin seperti GeneXpert MTB/RIF. Pada negara
dengan kejadian monoresisten rifampisin rendah tetapi prevalensi MDR TB
tinggi, korelasi ini dapat dipakai. Negara dengan kejadian monoresisten rifampisin
tinggi, korelasi tersebut masih dipertanyakan dan tidak selalu dapat digunakan
(Coovadia, et al, 2013). Berdasarkan data dari WHO (2013a) Indonesia
merupakan salah satu negara dengan beban MDR TB tinggi dengan perkiraan
pasien MDR TB sebesar 6900 kasus yaitu 1,9% dari kasus baru dan 12% dari
kasus pengobatan ulang. Oleh karena itu GeneXpert MTB/RIF dapat digunakan
untuk mendeteksi atau mendiagnosis MDR TB untuk kasus di Indonesia.

70
Universitas Sumatera Utara

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan
a. karakteristik pasien MDR-TB di RSUP Haji Adam Malik berdasarkan jenis
kelamin lebih banyak pada laki-laki yaitu 21 orang ( 67,74%). Berdasarkan
usia penderita MDR terbanyak yaitu 31-40 tahun sebanyak 10 orang (32,26%).
Berdasarkan suku paling banyak suku batak sebanyak 12 orang (38,71%).
Berdasarkan status pernikahan paling banyak penderita sudah menikah yaitu 25
orang (80,65 %). Berdasarkan tingkat pendidikan paling banyak penderita
mempunyai pendidikan Sarjana yaitu 9 orang (29,03%), berdasarkan tempat
berobat TB penderita sebelumnya paling banyak di puskesmas yaitu sebanyak
17 orang (54,84%), berdasarkan penyakit komorbid yang dijumpai yaitu
diabetes melitus sebanyak 7 orang (22,58%), dan berdasarkan kriteria suspek
MDR TB paling banyak yaitu pasien TB kasus kambuh (relaps) kategori 1 dan
kategori 2 sebanyak 13 orang (41,94%.).
b. persentase tertinggi terjadinya mutasi gen 81 bp rpoB M.tuberculosis atau
pada daerah RRDR (Rifampicin Resistance Determining Region) yaitu berada
pada kodon 516 (100%) kemudian pada kodon 531 (96,77%), dan kodon 526
(90,32%) sedangkan persentase terkecil yaitu adanya mutasi gen 81 bp rpoB
M.tuberculosis pada kodon 533 (12,90%).

71
Universitas Sumatera Utara

c. sebanyak 83,87% dari sampel mengalami mutasi gen katG M.tuberculosis di
kodon 315 yang mengakibatkan resistensi terhadap INH dan juga mengalami
resistensi rifampisin.
d. sebanyak 29,03% dari sampel mengalami mutasi gen embB M.tuberculosis di
kodon 306A sehingga menimbulkan resistensi terhadap etambutol.
e. kodon yang bermutasi pada isolat klinis pasien MDR-TB pada RSUP Haji
Adam Malik Medan sesuai dengan yang dilaporkan untuk strain dari bagian
lain dunia, terutama mutasi umum yang mencerminkan pola global
f. dari hasil penelitian didapatkan bahwa 4 sampel (12,90%) mengalami
monoresisten rifampisin (R), 18 sampel (58,06%) mengalami resisten terhadap
rifampisin dan isoniazid (RH), 8 sampel (25,81%) mengalami resisten terhadap
rifampizin, isoniazid, dan etambutol (RHE), serta 1 sampel lainnya (3,23%)
mengalami polyresisten terhadap rifampisin dan etambutol (RE).
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian disarankan:
a. penelitian lebih lanjut untuk memastikan asam amino mana yang termutasi
dengan cara sequensing DNA yang dihasilkan dari penelitian ini.
b. memeriksa varian mutasi pada gen rpoB selain pada 81 bp untuk memastikan
mutasi gen rpoB selain pada RRDR penyebab resistensi rifampisin
c. memeriksa varian mutasi gen ahpC, inhA, kasA dan ndh untuk memastikan
mutasi selain gen katG penyebab resistensi INH.
d. memeriksa varian mutasi gen embCAB untuk memastikan mutasi selain gen
embB penyebab resistensi etambutol.

72
Universitas Sumatera Utara

e. dilakukan penyuluhan oleh tenaga kesehatan kepada masyarakat luas mengenai

bahaya MDR-TB disertai cara penularan penyakit, pencegahan, serta
penanggulangan jika telah menderit