Analisis Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Sanitasi Air Bersih Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Rawang

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Desa adalah wilayah dengan batas-batas tertentu sebagai kesatuan masyarakat hukum
(adat) yang berhak mengatur dan mengurus urusan masyarakat setempat berdasarkan asal
usulnya dan merupakan satuan pemerintahan yang diberi hak otonomi adat sehingga
merupakan sebuah badan hukum. Desa juga merupakan suatu wilayah yang ditinggali oleh
sejumlah orang yang saling mengenal, hidup bergotong royong, memiliki adat istiadat yang
relatif

sama,

dan

mempunyai

tata-cara

sendiri


dalam

mengatur

kehidupan

kemasyarakatannya.
Wilayah perdesaan adalah wilayah yang jauh dari pusat ibukota kecamatan atau
ibukota kabupaten. Penduduk desa umumnya berasal dari satu keturunan (geneologi)
sehingga mempunyai sistem kekerabatan yang erat. Pada desa daratan, sebagian besar
penduduknya mencari penghidupan sebagai petani, sedangkan pada desa pesisir sebagian
besar penduduknya mencari penghidupan sebagai nelayan. Masyarakat desa terikat oleh
kesamaan dan kesatuan sistem nilai sosial-budaya dan bermasyarakat secara rukun dan
guyub. Karena itu, mereka disebut masyarakat paguyuban (Nurcholis, 2011)
Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian,
termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan
ekonomi (UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang). Definisi kawasan perdesaan
berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 menegaskan bahwa perdesaan merupakan kawasan yang
secara komparatif pada dasarnya memiliki keunggulan sumberdaya alam khususnya pertanian

dan keanekaragaman hayati.

Jumlah desa di Indonesia menurut Kementrian Dalam Negeri dalam buku induk kode
dan data wilayah administrasi pemerintahan per provinsi kabupaten/kota dan kecamatan
seluruh Indonesia tahun 2013, terdapat 72.944 wilayah administrasi desa dan 8.309 wilayah
administrasi kelurahan. Ini artinya bahwa wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
sekitar 89% berupa pemerintahan desa dan hanya sekitar 11% berupa pemerintahan
kelurahan yang bersifat perkotaan.
Berdasarkan data tersebut, maka kedudukan desa sangat penting untuk mencapai
tujuan pembangunan nasional ataupun sebagai lembaga yang memperkuat struktur
pemerintahan. Sebagai alat untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, desa merupakan
agen pemerintah terdepan yang dapat menjangkau kelompok sasaran riil yang hendak
disejahterakan, sedangkan sebagai lembaga pemerintahan, desa merupakan lembaga yang
dapat memperkuat lembaga pemerintahan nasional karena sebagai kesatuan masyarakat
hukum adat, desa telah terbukti memiliki daya tahan luar biasa sepanjang keberadaannya
Namun, kondisi riil di lapangan yang terlihat dari keunggulan komparatif
(comparative advantage) masyarakat perdesaan melalui sumber daya alamnya tidak serta
merta mampu menempatkan perdesaan tumbuh dan sejajar dengan perkotaan. Beberapa hal
yang menyebabkan sulitnya perdesaan menyejajarkan posisinya dengan perkotaan antara lain
adalah kualitas sumberdaya manusia dan ketersediaan infrastruktur yang perkembangannya

sangat lamban. Ketimpangan pembangunan antara wilayah perkotaan dengan wilayah
perdesaan terjadi karena pembangunan yang lebih terfokus pada wilayah perkotaan dan
menyebabkan terhambatnya perkembangan wilayah perdesaan.
Untuk melihat ketimpangan perekonomian antara wilayah perkotaan dengan wilayah
perdesaan, maka kita dapat melihat dari garis kemiskinan. Penduduk miskin adalah mereka
yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Pada
September 2014 garis kemiskinan Sumatera Utara sebesar Rp 330.663,- per kapita per bulan.

Untuk daerah perkotaan, garis kemiskinannya sebesar Rp 349.372,- per kapita per bulan, dan
untuk daerah perdesaan sebesar Rp 312.493,- per kapita per bulan. Perkembangan garis
kemiskinan Sumatera Utara tahun 2004 sampai dengan tahun 2014, ditunjukkan pada:
Tabel 1.1
Garis Kemiskinan Sumatera Utara Tahun 2004 – 2014
(Rp/Kapita/Bulan)
Tahun
Maret 2004
Juli 2005
Mei 2006
Maret 2007
Maret 2008

Maret 2009
Maret 2010
Maret 2011
Maret 2012
Maret 2013
Maret 2014
September
2014

Perkotaan
142 966
175 152
184 694
205 379
218 333
234 712
247 547
271 173
286 649
307 352

338 234
349 372

Perdesaan
114 214
117 578
142 095
154 827
171 922
189 306
201 810
222 226
238 368
263 061
299 145
312 493

Kota + Desa
122 414
143 095

155 810
178 132
193 321
210 241
222 898
246 560
262 102
284 853
318 398
330 663

Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), diolah

Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional, Indeks Kedalaman dan Keparahan
Kemiskinan di daerah perdesaan lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan di setiap
tahunnya. Untuk tahun 2014 sendiri, Indeks Kedalaman Kemiskinan daerah perdesaan
sebesar 1,859 sementara di perkotaan 1,556 dan Indeks Keparahan Kemiskinan untuk
perdesaan sebesar 0,512 sedangkan di perkotaan hanya 0,387. Hal ini mengindikasikan
bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin di perdesaan lebih jauh dari garis kemiskinan
dibanding perkotaan, begitu juga tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk miskin di

perdesaan lebih lebar dibanding perkotaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat
kemiskinan di daerah perdesaan lebih buruk dibanding perkotaan.
Kabupaten Asahan adalah salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Utara
yang mempunyai luas sebesar 3.675 km2. Kabupaten Asahan mempunyai penduduk
berjumlah 668.272 jiwa (Sensus 2010). Secara astronomis, Kabupaten Asahan berada pada

2°03'- 3°26' Lintang Utara, 99°1'-100°0' Bujur Timur dengan ketinggian 0–1.000 meter di
atas permukaan laut. Kabupaten Asahan terdiri dari 25 kecamatan 100 kelurahan, dan 237
desa. Kinerja Perekonomian Asahan Tahun 2013 yang dinyatakan dalam besaran PDRB Atas
Dasar Harga Berlaku mencapai Rp. 17,52 triliun dan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000
mencapai Rp. 6,34 triliun.
Menurut PDRB Atas Dasar Harga Berlaku, sektor yang memberikan nilai tambah
bruto yang terbesar tahun 2013 adalah sektor pertanian sebesar Rp. 6,34 triliun. Disusul oleh
sektor industri pengolahan sebesar Rp. 5,23 triliun; sektor perdagangan, hotel dan restoran
sebesar Rp. 2,83 triliun; sektor jasa-jasa sebesar Rp. 1,12 triliun; sektor pengangkutan dan
komunikasi sebesar Rp. 0,76 triliun; sektor bangunan sebesar Rp. 0,48 triliun; sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar Rp. 0,47 triliun; sektor listrik, gas dan air
bersih sebesar Rp. 0,24 triliun; sektor pertambangan dan penggalian sebesar Rp. 0,04 triliun.
Angka tersebut dapat dilihat dalam tabel 1.2
Tabel 1.2

PDRB Kabupaten Asahan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2013
(Miliar Rupiah)
Lapangan Usaha
1. Pertanian
2. Pertambangan dan
Penggalian
3. Industri Pengolahan
4. Listrik, Gas dan Air Bersih
5. Bangunan
6. Perdagangan, Hotel, dan
Restoran
7. Pengangkutan dan
Komunikasi
8. Keuangan, Persewaan dan
Jasa Perusahaan
9. Jasa – Jasa
PDRB

Atas Dasar Harga
Berlaku

2012
2013
5.583,12
6.340,01
33,70
38,40

Atas Dasar Harga Konstan
2000
2012
2013
2.082,39
2.160,31
15,95
17,02

4.594,31
215,86
415,14
2.480,43


5.233,61
245,22
482,16
2.832,54

1.939,78
76,75
162,60
980,82

2.060,31
82,61
174,71
1.056,04

670,77

764,14


229,13

243,40

406,99

473,49

167,28

184,42

975,95
15.376,29

1.116,03
17.525,62

340,90
5.995,60

366,43
6.345,25

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan, 2014

Kabupaten Asahan memiliki pola perekonomian agraris, dimana sebagian besar
masyarakatnya menyandarkan hidupnya dari sektor pertanian. Kondisi ini dapat dilihat dari
tingginya kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan produk domestik regional bruto
(PDRB). Pola seperti ini masih dominan dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Sektor
Pertanian masih mendominasi Struktur PDRB Asahan Tahun 2013 sebesar 36,18 persen.
Kemudian diikuti oleh sektor industri pengolahan sebesar 29,86 persen; sektor perdagangan,
hotel dan restoran sebesar 16,16 persen; sektor jasa-jasa sebesar 6,37 persen. Sedangkan lima
sektor ekonomi lainnya memberikan kontribusi dibawah 6 persen yaitu sektor pengangkutan
dan komunikasi sebesar 4,36 persen; sektor bangunan sebesar 2,75 persen; sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan sebesar 2,70 persen; sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar
1,40 persen; serta sektor pertambangan dan penggalian sebesar 0,22 persen.
Sektor Pertanian memberikan sumbangan sebesar 1,99 persen dalam menciptakan
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Asahan tahun 2013 yang tumbuh sebesar 5,83 persen.
Sedangkan sisanya disumbangkan oleh sektor industri pengolahan sebesar 1,89 persen; sektor
perdagangan, hotel, dan restoran 0,97 persen; sektor jasa-jasa 0,34 persen; sektor
pengangkutan dan komunikasi sebesar 0,22 persen; sektor keuangan, persewaan, dan jasa
perusahaan 0,17 persen; sektor bangunan 0,16 persen; sektor listrik, gas, dan air bersih 0,08
persen; serta sektor pertambangan dan penggalian 0,02 persen.
Namun, besarnya kontribusi yang diberikan oleh sektor pertanian yang mayoritas
bersumber dari daerah perdesaan terhadap pembentukan PDRB tersebut belum sepenuhnya
mencerminkan tingkat pemerataan pembangunan di wilayah perdesaan itu sendiri. Padahal,
dalam upaya pembangunan wilayah perdesaan, penyediaan prasarana publik merupakan hal
yang sangat penting. Salah satu prasarana publik yang paling dibutuhkan oleh masyarakat
adalah penyediaan akses air bersih. Hal ini dikarenakan air merupakan salah satu kebutuhan
dasar manusia. Penyediaan akses air yang buruk akan berdampak langsung terhadap

kesehatan, perekonomian, dan lingkungan. Buruknya kondisi sanitasi dan air bersih menjadi
salah satu penyebab kematian anak di bawah 3 tahun yaitu sekitar 100.000 anak meninggal
karena diare setiap tahunnya (Depkes, 2008)
Menurut laporan yang diterbitkan oleh Badan Perencananaan Pembangunan Nasional
Republik Indonesia (Bappenas RI), jumlah rumah tangga yang memiliki akses terhadap air
bersih yang layak sebanyak 47,71% dan rumah tangga yang memiliki akses sanitasi sebanyak
51,19%. Target yang ingin dicapai Indonesia pada tahun 2015 sebesar 68,87% untuk air
bersih dan 62,41% untuk sanitasi. Pemerintah sendiri memperkirakan Indonesia mengalami
kerugian sebesar Rp 56 triliun setiap tahun yang diakibatkan buruknya kondisi air minum dan
sanitasi. Jumlah ini setara dengan 2,3 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (Laporan
Milenium Development Goals, 2010). Tabel di bawah ini memberikan gambaran pencapaian
Indonesia khususnya di sektor air bersih pada tahun 2010.
Tabel 1.3
Akses Masyarakat Terhadap Air Bersih di Indonesia Berdasarkan
Berbagai Laporan
Laporan MDGs
Tahun 2010
(Bappenas)

Progress on
Drinking Water and
Sanitation 2008
(Unicef, WHO)

Perkotaa Perdesaa
Air
n (%)
n (%)
Perpipaa
n (%)
49,82

45,72

20

Sumber
Air
Terlindun
gi (%)
60

Progress on
Drinking Water and
Sanitation 2010
(Unicef, WHO)

Air
Perpipaa
n (%)
23

Sumber
Air
Terlindun
gi (%)
57

Achieving the
MDGs in an era
of Global
Uncertainty
(UNESCAB,
ADB, UNDP,
2010)

Wate Sanitatio
r
n Total
Total
Slow

Slow

Sumber: Berbagai Laporan dalam Santono, 2010

Jika dilihat lebih dalam lagi, semua laporan tersebut menunjukkan rendahnya akses
masyarakat Indonesia terhadap air perpipaan, padahal air perpipaan dipandang sebagai air
yang memiliki kualitas yang dapat diandalkan dan lebih sehat dibandingkan dengan sumber
air lainnya.

Setelah tiga tahun berselang, Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2013 meriilis data
bahwa capaian penduduk Indonesia yang sudah memiliki akses terhadap sanitasi layak
mencapai 57,35 persen dari 62,41 persen yang ditargetkan dan pencapaian untuk penyediaan
pelayanan air minum baru mencapai 58,05 persen dari target 68,87 persen. Hal ini masih
terdapat selisih 33 juta jiwa agar target tersebut terpenuhi.
Pada kenyataannya, pemerintah tidak selalu mampu membiayai sepenuhnya
pembangunan prasarana di daerah-daerah. Saat ini, peran pemerintah dalam penyediaan
fasilitas sarana dan prasarana semakin lama semakin berkurang dan digantikan perannya. Hal
ini dilakukan untuk merangsang dan mengarahkan peran organisasi nonpemerintah dan
masyarakat

dalam

partisipasi

pembangunan.

Jika

kemampuan

pemerintah

dalam

menyediakan prasarana publik terbatas, sedang partisipasi masyarakat tidak muncul dengan
sendirinya, maka perlu terus-menerus didorong melalui suatu komunikasi pembangunan.
Dalam hal ini perlu adanya penekanan dalam hal kemandirian (selfhelp), maksudnya ialah
masyarakat sendiri yang mengelola dan mengorganisasikan sumber-sumber lokal baik yang
bersifat materil, pikiran, maupun tenaga (Slamet, 1994).
Berdasarkan hal tersebut, maka sangat dibutuhkan bentuk partisipasi masyarakat
dengan pengadaan program-program pembangunan di daerah. Tingkat keberhasilan dalam
pembangunan daerah sangat ditentukan oleh sejauhmana perencanaan pembangunan tersebut
mampu melibatkan partisipasi masyarakat. Hal ini dikarenakan dampak terbesar yang
berpengaruh adalah warga masyarakat desa sendiri. Perlu adanya peningkatan melalui
pemberdayaan masyarakat desa supaya masyarakat lebih paham dengan permasalahanpermasalahan yang ada di lingkungan sekitarnya. Pendekatan pemberdayaan masyarakat
merupakan salah satu wujud pembangunan alternatif yang menghendaki agar masyarakat
mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Jayadinata, 1999).

Dalam mempercepat penanggulan ketimpangan pembangunan di perdesaan guna
meningkatkan taraf hidup masyarakat desa, mulai tahun 2007 Pemerintah Indonesia
mencanangkan sebuah program yang disebut dengan Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP). PNPM Mandiri Perdesaan mengadopsi
sepenuhnya mekanisme dan prosedur Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang telah
dilaksanakan sejak 1998 dan dinilai cukup berhasil dalam penyediaan lapangan pekerjaan dan
pendapatan bagi kelompok rakyat miskin, efisiensi, dan efektivitas kegiatan serta
menumbuhkan kolektivitas dan partisipasi masyarakat.
PNPM Mandiri Perdesaan sendiri dikukuhkan secara resmi oleh Presiden RI pada 30
April 2007 di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Program pemberdayaan masyarakat ini dapat
dikatakan sebagai program pemberdayaan masyarakat terbesar di tanah air. Dalam
pelaksanaannya, program ini memusatkan kegiatan bagi masyarakat Indonesia paling miskin
di

wilayah

perdesaan.

Program

ini

menyediakan

fasilitasi

pemberdayaan

masyarakat/kelembagaan lokal, pendampingan, pelatihan, serta dana Bantuan Langsung
Masyarakat (BLM) kepada masyarakat secara langsung. yang dialokasikan sebesar Rp 750
juta sampai Rp 3 miliar per kecamatan, tergantung jumlah penduduknya.
Dalam PNPM Mandiri Perdesaan, seluruh anggota masyarakat diajak terlibat dalam
setiap tahapan kegiatan secara partisipatif, mulai dari proses perencanaan, pengambilan
keputusan dalam penggunaan dan pengelolaan dana sesuai kebutuhan paling prioritas di
desanya, sampai pada pelaksanaan kegiatan dan pelestariannya. Pelaksanaan PNPM Mandiri
Perdesaan berada di bawah binaan Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
(PMD) Kementerian Dalam Negeri. Program ini didukung dengan pembiayaan yang berasal
dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), alokasi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dana pinjaman/hibah luar negeri dari sejumlah
lembaga pemberi bantuan dibawah koordinasi Bank Dunia.

Dalam Prinsip Dasar PNPM Mandiri Perdesaan yang telah dipublikasikan ke
masyarakat melalui website resminya, untuk pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan harus
menekankan aspek-aspek pokok SiKOMPAK, yang terdiri dari:
a)

Transparansi dan Akuntabilitas. Masyarakat harus memiliki akses yang memadai terhadap
segala informasi dan proses pengambilan keputusan, sehingga pengelolaan kegiatan dapat
dilaksanakan secara terbuka dan dipertanggung-gugatkan, baik secara moral, teknis, maupun
administratif.

b) Desentralisasi. Kewenangan pengelolaan kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan

dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah atau masyarakat, sesuai dengan kapasitasnya.
c)

Keberpihakan pada orang/masyarakat miskin. Semua kegiatan yang dilaksanakan
mengutamakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin dan kelompok masyarakat
yang kurang beruntung.

d) Otonomi. Masyarakat diberi kewenangan secara mandiri untuk berpartisipasi dalam

menentukan dan mengelola kegiatan pembangunan secara swakelola.
e)

Partisipasi/Pelibatan Masyarakat. Masyarakat terlibat secara aktif dalam setiap proses
pengambilan keputusan pembangunan dan secara gotong-royong menjalankan pembangunan.

f)

Prioritas Usulan. Pemerintah dan masyarakat harus memprioritaskan pemenuhan kebutuhan
untuk pengentasan kemiskinan, kegiatan mendesak dan bermanfaat bagi sebanyak-banyaknya
masyarakat, dengan mendayagunakan secara optimal berbagai sumberdaya yang terbatas.

g) Kesetaraan dan Keadilan Gender. Laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam

perannya di setiap tahap pembangunan dan dalam menikmati secara adil manfaat kegiatan
pembangunan tersebut.
h) Kolaborasi. Semua pihak yang berkepentingan dalam penanggulangan kemiskinan didorong

untuk

mewujudkan

kerjasama

penanggulangan kemiskinan.

dan

sinergi

antar-pemangku

kepentingan

dalam

i)

Keberlanjutan. Setiap pengambilan keputusan harus mempertimbangkan kepentingan
peningkatan kesejahteraan masyarakat, tidak hanya untuk saat ini tetapi juga di masa depan,
dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Dalam pengelolaan PNPM Mandiri Perdesaan, masyarakat mendapatkan kewenangan
untuk mengelola semua kegiatan secara mandiri dan partisipatif dengan ikut terlibat dalam
setiap tahapan kegiatan mulai dari sosialisasi, perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
dan pengontrolan kegiatan. Selain itu masyarakat mendapat pendampingan dari fasilitator,
dukungan dari pemerintah dan juga adanya kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan berupa
organisasi pengelolaan di tingkat desa dan kecamatan yang anggotanya berasal dari
masyarakat serta mendapat pelatihan-pelatihan yang mendukung peningkatan kemampuan
masyarakat sebagai pelaku utama PNPM Mandiri Perdesaan dan penerima manfaat hasil
pembangunan.
Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan diharapkan menjadi salah satu program
pembangunan partisipatif yang dapat berkontribusi bagi perbaikan akses dan peningkatan
kemandirian masyarakat di Kabupaten Asahan. Keberhasilan program pembangunan
dipengaruhi oleh partisipasi masyarakat, mekanisme pelaksanaan program serta proses
pendampingan dalam menerapkan pendekatan partisipasi. Tingkat partisipasi masyarakat
dipengaruhi oleh tingkat kewenangan atau kekuasaan masyarakat untuk mengontrol atau
menentukan pengambilan keputusan dalam berbagai tahapan kegiatan untuk meyakinkan
bahwa kepentingannya dapat dipenuhi (Panudju, 1999).
Kecamatan Rawang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Asahan yang
mendapat bantuan dana PNPM Mandiri Perdesaan untuk proyek satuan kerja pembangunan
prasarana publik diantaranya pembangunan sanitasi air bersih berupa sumur bor dan pipa
penyalurannya sejak tahun 2009. Penyediaan sarana prasarana melalui PNPM Mandiri
Perdesaan menerapkan pendekatan partisipasi masyarakat dengan cara melibatkan

masyarakat dan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam proses pelaksanaannya.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk dapat mengetahui bagaimana partisipasi
masyarakat dalam pembangunan sanitasi air bersih melalui PNPM Mandiri Perdesaan di
Kecamatan Rawang Kabupaten Asahan, serta hubungan sosial ekonomi masyarakat terhadap
tingkat partisipasi tersebut perlu dilakukan kajian lebih lanjut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan permasalahannya sebagai
berikut:
1.

Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat (perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan)
dalam pembangunan sanitasi air bersih melalui PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan
Rawang Kabupaten Asahan?

2.

Bagaimana hubungan sosial ekonomi masyarakat (jenis kelamin, usia, pendidikan,
penghasilan) terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan sanitasi air bersih
melalui PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Rawang Kabupaten Asahan?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis tingkat partisipasi masyarakat (perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan)
dalam pembangunan sanitasi air bersih melalui PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan
Rawang Kabupaten Asahan.
2. Menganalisis hubungan sosial ekonomi masyarakat (jenis kelamin, usia, pendidikan,
penghasilan) dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan sanitasi air bersih
melalui PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Rawang Kabupaten Asahan.
1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada pemerintah daerah mengenai pentingnya partisipasi
masyarakat dalam PNPM Mandiri Perdesaan serta menjadi bahan masukan untuk lebih
serius lagi menciptakan good governance dalam perencanaan pembangunan selanjutnya.
2. Memberikan informasi kepada masyarakat, sehingga nantinya diharapkan dapat membuka
kesadaran masyarakat untuk mulai berperan aktif dan ikut berpartisipasi dalam PNPM
Mandiri Perdesaan di desa mereka.
3. Memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca dalam menambah wawasan dan dapat
digunakan sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Dokumen yang terkait

Partisipasi Masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Nasional (PNPM) Mandiri Perdesaan (Studi Deskriftif di Kelurahan Aek Simotung, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara)

0 62 148

Partisipasi Masyarakat Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP)Di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara

4 84 264

Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM MP) (Studi Kasus di Desa Sitio II Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 46 125

Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan di Desa Dolok Hataran Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun

0 55 76

Analisis Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Sanitasi Air Bersih Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Rawang

3 25 93

Analisis Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Sanitasi Air Bersih Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Rawang

0 1 10

Analisis Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Sanitasi Air Bersih Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Rawang

0 0 2

Analisis Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Sanitasi Air Bersih Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Rawang

0 0 12

Analisis Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Sanitasi Air Bersih Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Rawang

0 0 2

Analisis Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Sanitasi Air Bersih Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Rawang

0 0 15