Analisis Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Sanitasi Air Bersih Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Rawang

2.1 Definisi Partisipasi
Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu “participation” yang berarti pengambilan
bagian atau pengikutsertaan. Menurut Mubyarto dalam Ndraha (1990), partisipasi adalah
kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa
berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri. Menurut Davis dan Newstrom (2004),
partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosional orang-orang dalam situasi kelompok dan
mendorong mereka untuk memberikan suatu kontribusi demi tujuan kelompok, dan juga
berbagai tanggung jawab dalam pencapaian tujuan. Sedangkan menurut Adisasmita (2006),
partisipasi masyarakat merupakan keterlibatan dan pelibatan anggota masyarakat dalam
pembangunan,

meliputi

kegiatan,

perencanaan

dan

pelaksanaan


(implementasi)

program/proyek pembangunan yang dikerjakan oleh masyarakat.
Berdasarkan beberapa definisi menurut para ahli di atas, bisa di tarik kesimpulan
bahwa partisipasi merupakan pengambilan bagian atau keterlibatan anggota masyarakat
dengan cara memberikan dukungan (tenaga, pikiran maupun materi) dan tanggung jawabnya
terhadap setiap keputusan yang telah diambil demi tercapainya tujuan yang telah ditentukan
bersama. Partisipasi atau peran serta masyarakat dalam pembangunan merupakan aktualisasi
dari ketersediaan dan kemauan anggota masyarakat untuk berkontribusi dalam implementasi
program/proyek yang dilaksanakan.
Arnstein (1969), lewat typologinya yang dikenal dengan tingkatan partisipasi
masyarakat (the ladder of citizen participation), menjabarkan tingkat partisipasi masyarakat
yang berdasarkan pada kekuatan masyarakat untuk menentukan suatu produk akhir. Arnstein
juga menekankan bahwa terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara bentuk peran serta
yang bersifat semu (empty ritual) dengan betuk peran serta yang mempunyai kekuatan nyata
(real power) yang diperlukan untuk mempengaruhi hasil akhir dari suatu proses.

Arnstein menggambarkan partisipasi masyarakat sebagai suatu pola bertingkat
(ladder patern) yang terdiri dari 8 tingkat, dimana tingkatan paling bawah merupakan
tingkat partisipasi masyarakat sangat rendah, kemudian


tingkat

yang

paling

atas

merupakan tingkat dimana partisipasi masyarakat sudah sangat besar dan kuat. Sebutan
untuk delapan anak tangganya mengurut dari bawah ke atas adalah Manipulation
(memanipulasi), Therapy (memulihkan), Informing (menginformasikan), Consultation
(merundingkan), Placation (mendiamkan), Partnership (bekerjasama), Delegated Power
(pendelegasian wewenang) dan Citizen Control (publik mengontrol).
Arnstein mengelompokkan delapan anak tangga tersebut menjadi tiga bagian. Jika
diurutkan dari tangga terbawah, bagian pertama merupakan Nonparticipation (tidak ada
partisipasi) berjenjang dari Manipulation dan Therapy. Pada bagian ini, otoritas yang
berkuasa sengaja menghapus segala bentuk partisipasi publik.
Gambar 2.1
Tangga Partisipasi Masyarakat


Citizen Control
Delegated Power

Citizen Power

Partnership
Placation
Consultation

Tokenism

Informing
Therapy

Non Participation
Manipulation

Sumber : Arnstein, 1969, diolah


Di tingkat Manipulation, mereka memilih dan mendidik sejumlah orang sebagai
wakil dari publik. Fungsinya, ketika mereka mengajukan berbagai program, maka para wakil

Citizen Powe
Consultation

publik tadi harus selalu menyetujuinya. Sedangkan publik tidak diberitahu tentang hal
tersebut. Pada tingkat Therapy, mereka sedikit memberitahu kepada publik tentang beberapa
programnya yang sudah disetujui oleh wakil publik. Publik hanya bisa mendengarkan saja.
Bagian kedua, Tokenism (delusif) yang memiliki rentang dari Informing, Consultation
dan Placation. Dalam Tokenism, otoritas yang berkuasa menciptakan citra, tidak lagi
menghalangi partisipasi publik. Namun kenyataannya berbeda, benar partisipasi publik
dibiarkan, namun mereka mengabaikannya dan mereka tetap mengeksekusi rencananya
semula. Ketika berada di tingkat Informing, mereka menginformasikan macam-macam
program yang akan dan sudah dilaksanakan namun hanya dikomunikasikan searah, dan
publik belum dapat melakukan komunikasi umpan-balik secara langsung.
Untuk tingkat Consultation, mereka berdiskusi dengan banyak elemen publik tentang
berbagai agenda. Semua saran dan kritik didengarkan tetapi mereka yang mempunyai kuasa
memutuskan, apakah saran dan kritik dari publik dipakai atau tidak. Lalu pada tingkat
Placation, mereka berjanji melakukan berbagai saran dan kritik dari publik, namun mereka

diam-diam menjalankan rencananya semula. Partnership, Delegated Power dan Citizen
Control merupakan jajaran tingkatan di bagian ketiga yaitu Citizen Power (publik berdaya).
Saat partisipasi publik telah mencapai Citizen Power, maka otoritas yang berkuasa sedang
benar-benar mendahulukan peran serta publik dalam berbagai hal.
Saat tiba di tingkat Partnership, mereka memperlakukan publik selayaknya rekan
kerja. Mereka bermitra dalam merancang dan mengimplementasi aneka kebijakan publik.
Naik ke tingkat Delegated Power, mereka mendelegasikan beberapa kewenangannya kepada
publik. Contoh, publik punya hak veto dalam proses pengambilan keputusan. Tingkat
tertinggi yaitu Citizen Control. Publik yang lebih mendominasi ketimbang mereka, bahkan
sampai dengan mengevaluasi kinerja mereka. Partisipasi publik yang ideal tercipta di tingkat
ini.

Conyers (1991) memberikan 3 alasan utama sangat pentingnya partisipasi masyarakat
dalam pembangunan, yaitu:
a) Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi,
kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan
dan proyek akan gagal.
b) Masyarakat mempercayai program pembagunan jika dilibatkan dalam proses persiapan dan
perencanaannya, karena masyarakat lebih mengetahui seluk beluk proyek dan merasa
memiliki proyek tersebut.

c) Partisipasi merupakan hak demokrasi masyarakat dalam keterlibatannya di pembangunan.
2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat
Korten (1983), menyebutkan terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi
masyarakat dalam pembangunan. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan dalam dua
kategori, yakni faktor internal yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri dan dapat
mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan berupa
kemampuan dan kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi, dan faktor eksternal, yaitu peran
aparat dan lembaga formal yang ada. Menurut Plumer dalam (Suryawan, 2004), beberapa
faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk mengikuti proses partisipasi adalah tingkah
laku individu yang berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis seperti:
1. Jenis Kelamin
Masyarakat beranggapan bahwa laki-laki dan perempuan akan mempunyai pandangan
berbeda terhadap suatu pokok permasalahan, sehingga partisipasi yang diberikan oleh
seorang pria dan wanita dalam pembangunan akan berbeda. Hal ini disebabkan oleh adanya
sistem pelapisan sosial yang terbentuk dalam masyarakat, yang membedakan kedudukan dan
derajat ini akan menimbulkan perbedaan hak dan kewajiban antar pria dan wanita. Di dalam

sistem pelapisan atas dasar seksualitas ini, golongan pria dianggap memiliki hak istimewa
dibandingkan golongan wanita, sehingga kelompok pria akan lebih banyak berpartisipasi.
2. Usia

Dalam masyarakat terdapat pembedaan kedudukan dan derajat atas dasar senioritas,
sehingga akan memunculkan golongan tua dan golongan muda yang berbeda dalam hal-hal
tertentu, misalnya menyalurkan pendapat dan mengambil keputusan. Usia dianggap
berpengaruh pada keaktifan seseorang untuk berpartisipasi. Dalam hal ini golongan tua
dianggap lebih berpengalaman dan akan lebih banyak memberikan pendapat dalam
menetapkan keputusan.
3. Tingkat Pendidikan
Dasar pengetahuan yang dimiliki akan mempengaruhi seluruh lingkungan dalam
masyarakat. Semakin tinggi latar belakang pendidikannya, tentunya mempunyai pengetahuan
yang luas tentang pembangunan dan bentuk serta cara partisipasi yang dapat diberikan.
Faktor pendidikan dianggap penting, karena dengan pendidikan yang diperoleh, seseorang
lebih mudah berkomunikasi dengan orang luar dan cepat tanggap terhadap inovasi.
4. Tingkat Penghasilan
Penduduk yang lebih kaya kebanyakan membayar pengeluaran tunai dan jarang
melakukan kerja fisik sendiri. Sementara penduduk yang berpenghasilan pas-pasan akan
cenderung berpartisipasi dalam hal tenaga. Besarnya tingkat penghasilan akan memberi
peluang lebih besar bagi masyarakat untuk berpartisipasi. Tingkat penghasilan ini
mempengaruhi kemampuan finansial masyarakat untuk berinvestasi.
5. Mata Pencaharian
Biasanya orang dengan tingkat pekerjaan tertentu akan dapat lebih meluangkan ataupun

bahkan tidak meluangkan sedikitpun waktunya untuk berpartisipasi pada suatu proyek
tertentu. Seringkali alasan yang mendasar pada masyarakat adalah adanya pertentangan

antara komitmen terhadap pekerjaan dengan keinginan untuk berpartisipasi. Tingkat
pekerjaan ini berkaitan dengan tingkat penghasilan seseorang. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa mata pencaharian dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam
pembangunan. Hal ini disebabkan pekerjaan akan berpengaruh terhadap waktu luang
seseorang.
6. Kepercayaan Terhadap Budaya Tertentu
Masyarakat dengan tingkat heterogenitas yang tinggi, terutama dari segi agama dan
budaya akan menentukan strategi partisipasi yang digunakan serta metodologi yang
digunakan. Seringkali kepercayaan yang dianut dapat bertentangan dengan konsep-konsep
yang ada.
2.3 Tahapan Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat menggambarkan bagaimana terjadinya pembagian ulang
kekuasaan yang adil (redistribution of power) antara penyedia kegiatan dan kelompok
penerima kegiatan. Partisipasi masyarakat tersebut bertingkat sesuai dengan gradasi, derajat
wewenang, dan tanggung jawab yang dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan.
Cohen dan Uphoff (1979), membagi partisipasi ke beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:
1


Tahap perencanaan (pengambilan keputusan), diwujudkan dengan bentuk keikutsertaan dan
keaktifan masyarakat dalam rapat. Partisipasi masyarakat pada tahap ini sangat mendasar
sekali, terutama karena yang diambil menyangkut nasib mereka secara keseluruhan yang
menyangkut kepentingan bersama. Partisipasi dalam hal pengambilan keputusan ini dilihat
dari kehadiran rapat, diskusi, sumbangan pemikiran, tanggapan atau penolakan terhadap
program yang ditawarkan.

2

Tahap pelaksanaan, merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari
pembangunan adalah pelaksanaannya. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program
merupakan lanjutan dari rencana yang telah disepakati sebelumnya. Dalam hal ini Uphoff

menegaskan bahwa partisipasi dalam pembangunan dapat dilakukan melalui keikutsertaan
masyarakat dalam memberikan konstribusi yang berwujud tenaga, uang, barang, material,
maupun informasi.
3

Tahap evaluasi/pengawasan, partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap penting sebab

merupakan umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan proyek
selanjutnya. Partisipasi dalam evaluasi berkaitan dengan masalah pelaksanaan program secara
menyeluruh. Partisipasi ini bertujuan untuk mengetahui apakah pelaksanaan program telah
sesuai dengan yang ditetapkan atau ada penyimpangan.

4

Tahap menikmati hasil, dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada
tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Dengan melihat posisi masyarakat sebagai
subjek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek yang dirasakan, berarti proyek
tersebut berhasil mengenai sasaran. Partisipasi dalam menikmati hasil dapat dilihat dari tiga
segi, yaitu dari aspek manfaat materialnya, manfaat sosialnya dan manfaat pribadi.

2.4 Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Prasarana Desa
Menurut Nurmandi (1999), jenis prasarana yang termasuk prasarana publik meliputi
jaringan jalan, transportasi umum, sistem air bersih, sistem air limbah, manajemen
persampahan, jaringan drainase dan pencegahan banjir, instalasi listrik dan telepon. Jenis dari
infrastruktur dalam bantuan PNPM Mandiri Perdesaan ini diantaranya adalah pembangunan
sarana prasarana dasar atau kegiatan peningkatan kualitas hidup masyarakat dalam bidang
kesehatan atau pendidikan. Penyediaan sebuah infrastruktur merupakan salah satu aspek

pengembangan wilayah yang pengelolaannya melibatkan berbagai stakeholder. Masyarakat
dapat terlibat langsung dalam setiap tahapan pengelolaan (perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan) pembangunan sarana prasarana, namun dalam ruang lingkup yang relatif
terbatas.

Pada tahap perencanaan diharuskan untuk menyertakan anggota-anggota dalam
berbagai kelompok sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Selama ini, berlandaskan
pada paradigma lama yang bersifat top-down, kegiatan perencanaan pembangunan prasarana
ditentukan oleh pihak luar dengan asumsi bahwa warga dianggap tidak memiliki kemampuan
dan pengetahuan untuk merencanakan pembangunan. Persoalan kemudian, apakah memang
demikian adanya, bahwa apabila perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dilakukan oleh
pihak luar, warga akan mampu dan memperoleh manfaat yang sebaik-baiknya dalam
pengelolaan prasarana sehingga mereka akan mampu pula untuk meningkatkan
kesejahteraannya. Jawabannya tidak demikian, berbagai studi menunjukkan bahwa berbagai
konflik sosial yang menjurus pada disintegrasi sosial makin membesar dan merusak demikian
hebat.
Pada tahap pelaksanaan pembangunan berpegang pada penyampaian kebenaran (truth),
ketepatan (appropriateness), kejujuran/ketulusan (sincerity), transparansi (transparency),
equality (kesesuaian), dan kepercayaan. Ada dua prinsip dalam pelaksanaan pembangunan
diantaranya adalah:
1

Prinsip partisipatif. Harus dipahami bahwa pelaksanaan kegiatan ini bukanlah milik
segolongan orang atau kepentingan pihak tertentu saja, tetapi merupakan kepentingan
bersama dan merupakan hasil keputusan bersama yang hasilnya akan dirasakan manfaatnya
oleh semua pihak yang berkepentingan.

2

Prinsip warga sebagai pelaksana dan orang luar sebagai fasilitator. Dalam pelaksanaan
kegiatan orang luar harus menyadari bahwa mereka hanya berperan sebagai fasilitator dan
bukannya guru, penyuluh atau instruktur, serta pelaksana kegiatan tersebut (Purba, 2005).
Sedangkan menurut Sujamto (1989), tahap pengawasan adalah ukuran atau patokan
untuk membandingkan dan menilai apakah kegiatan yang diawasi itu berjalan sesuai yang
semestinya atau tidak. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah segi daya guna dan

hasil guna penyelenggaraan pekerjaan. Tujuan umum pengawasan adalah untuk mengetahui,
menggambarkan dan mengevaluasi proses pelaksanaan. Sedangkan tujuan khusus adalah
untuk mengetahui tingkat efektivitas dan efisiensi pelaksanaan pembangunan secara
menyeluruh, mengetahui dan mengukur antara pelaksanaan di lapangan sesuai dengan
standar yang diharapkan, mengkaji kesesuaian tindakan aktor yang terlibat sesuai fungsinya
di semua tingkatan, mengetahui gambaran indikasi adanya perubahan sosial ekonomi
masyarakat baik positif maupun negatif, memperoleh rekomendasi kebijaksanaan, dan
membangun sistem monitoring yang dapat diandalkan untuk program pembangunan
selanjutnya.
2.5 Penelitian Terdahulu
Bryan Repi (2015) dalam penelitiannya berjudul “Partisipasi Masyarakat Terhadap
Pembangunan Infrastruktur Jalan Melalui PNPM – PPIP Di Desa Munte Kecamatan
Tumpaan Kabupaten Minahasa Selatan” bertujuan untuk mengukur tingkat partisipasi
masyarakat terhadap pembangunan infrastruktur jalan perkebunan yang ada di Desa Munte.
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif
kualitatif dan kuantitatif dengan hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tingkat partisipasi berada pada kategori sedang. Dalam tahap
perencanaan sebagian besar responden kurang aktif dalam berpartisipasi dengan alasan
sibuk bekerja. Tahap pelaksanaan responden terbanyak berada pada situasi tidak aktif
berpartisipasi dengan alasan panitia program pembangunan infrastruktur perdesaan tidak
konsisten dengan hasil rapat atau keputusan yang diambil dalam tahap perencanaan
yang

berbeda

dengan

pelaksanaannya.

Sedangkan

tahap pengawasan hanya satu

responden yang tidak aktif dalam tahap ini dengan alasan sibuk bekerja.
M. Rafik (2013) dalam penelitiannya berjudul “Studi Partisipasi Masyarakat Dalam
Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur Jalan Studi Kasus Program Pembangunan

Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di Nagari Kinali Kabupaten Pasaman Barat”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan
infrastruktur jalan di Nagari Kinali Kabupaten Pasaman Barat. Teknik yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dan didukung oleh deskriptif kuantitatif serta
tabulasi silang. Dari hasil penelitian, tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan
infrastruktur jalan sudah cukup tinggi dimana pada tahap perencanaan 74%, tahap
pelaksanan 82% dan tahap pengawasan 83%. Hal ini terlihat dari keaktifan menghadiri,
mengajukan usulan dan saran, membantu material, pemikiran, uang, tenaga dan keahlian
lapangan untuk terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Dari hasil
regresi

linear

berganda didapatkan

faktor usia,

pendidikan

dan pekerjaan sangat

berpengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat berperan aktif dalam program PPIP
ini. Ada dua faktor lainnya yaitu jenis kelamin dan penghasilan tidak berpengaruh
terhadap tingkat partisipasi masyarakat.
Suhendar

(2012),

tentang

“Partisipasi

Masyarakat

Dalam

Program

Nasional

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Di Desa Karyasari Kecamatan Sukaresmi
Kabupaten Pandeglang”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui partisipasi
masyarakat dalam PNPM Mandiri pada tahun 2009-20012. Teori yng digunakan dalam
penelitian ini adalah teori partisipasi masyarakat menurut Cohen dan Uphoff. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik
analisis data data menggunakan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa partisipasi
masyarakat dalam PNPM Mandiri di Desa Karyasari tahun 2009-2011 sangat kurang, hal
tersebut dikarenakan kurangnya sosialisasi dan ajakan dari aparatur Desa Karyasari.
2.6 Kerangka Konseptual

Maksud dari adanya kerangka konseptual adalah memberikan gambaran untuk
dijadikan acuan penelitian yang akan dilakukan. Tahap awal dalam penelitian ini adalah
pengumpulan data yang bersumber dari data primer dan data sekunder. Kerangka konseptual
ini menggambarkan bagaimana partisipasi masyarakat dalam pembangunan sanitasi air bersih
di Kecamatan Rawang yang dapat dilihat melalui tiga tahapan yaitu tahap perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan (Sutami, 2009). Selanjutnya, dilakukan tabulasi silang antara
faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi (jenis kelamin, usia, pendidikan, dan
penghasilan) dengan ketiga tahapan kegiatan tersebut. Hal ini dilakukan untuk melihat
sejauhmana hubungan sosial ekonomi dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam
pembangunan sanitasi air bersih di Kecamatan Rawang, maka secara ringkas kerangka
pemikiran teoritis yang akan dibahas dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.6

Gambar 2.6
Kerangka Konseptual

Dokumen yang terkait

Partisipasi Masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Nasional (PNPM) Mandiri Perdesaan (Studi Deskriftif di Kelurahan Aek Simotung, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara)

0 62 148

Partisipasi Masyarakat Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP)Di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara

4 84 264

Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM MP) (Studi Kasus di Desa Sitio II Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 46 125

Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan di Desa Dolok Hataran Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun

0 55 76

Analisis Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Sanitasi Air Bersih Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Rawang

3 25 93

Analisis Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Sanitasi Air Bersih Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Rawang

0 1 10

Analisis Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Sanitasi Air Bersih Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Rawang

0 0 2

Analisis Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Sanitasi Air Bersih Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Rawang

1 1 12

Analisis Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Sanitasi Air Bersih Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Rawang

0 0 2

Analisis Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Sanitasi Air Bersih Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Rawang

0 0 15