SAILING THE SINKING SHIP PROGRAM STUDI M

SAILING THE SINKING SHIP
BANGKITNYA BUMN NIAGA DARI KETERPURUKAN 

Disusun oleh :
SARI FIRDAUS, SE

LECTURE: DR. BUDI SANTOSO

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2014

1

1. Pendahuluan
Cikal bakal BUMN RI yang hadir sejak jaman VOC Belanda
(1602) memiliki potensi yang sangat besar untuk mendukung
pencapaian kebijakan dalam mendorong pertumbuhan dan
menjaga stabilitas ekonomi makro nasional. Berdasarkan data
Kementerian BUMN pada 2009, terdapat 141 BUMN dengan
total aset Rp.2.234 triliun dan diharapkan pada 2014 total

asset yang dimiliki BUMN mencapai Rp.11.000 trilyun. Salah
satu Perusahaan BUMN yang dikelola tersebut yakni PT.
Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).
PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) adalah satusatunya perusahaan perdagangan milik negara di Indonesia.
PPI merupakan hasil merger 3 BUMN Niaga yakni PT. Dharma
Niaga, PT Panca Niaga dan PT. Cipta Niaga yang dilakukan pada
tanggal 1 Maret 2003 berdasarkan peraturan Pemerintah No.22
Tahun 2003. PPI bergerak dalam bidang usaha perdagangan
umum dan distribusi dengan jenis produk seperti semen dan
lain-lain. Dengan variasi produk yang beragam, jaringan
cabang yang luas serta sarana dan prasara yang dimilki
sebenarnya sulit untuk ditiru
2

perusahaan baru (BUMN dan Swasta). Membangun jaringan
seperti PPI membutuhkan waktu dan biaya karena termasuk
dalam small margin dan heavy investmen.
Dalam perjalan sejarahnya PPI telah mengalami berbagai masa
pasang surut serta lika-liku kehidupan bisnis mulai sejak jaman
kolonial, era nasionalisasi, era Perusahaan Negara hingga era

PPI. Jatuh bangunnya PPI, apabila dicermati ternyata memiliki
strategi

sangat

mengatur

siasat

keterpurukan

memegang

peran

menghadapi

sebuah

BUMN,


kunci

dalam

gelombang

sehingga

rangka

krisis

pelajarannya

dan
dan

pengalamannya sangat berharga untuk menjadi contoh para
CEO untuk pengelola BUMN di Indonesia kedepannya.

2. Visi Misi PPI
Sebagai BUMN, PPI memiliki Visi yakni menjadi perusahaan
dagang yang kompetitif, berkualitas, berkompetensi,
serta

mempunyai

akses

sumber

dan

jaringan

pemasaran di dalam dan diluar negeri.
3
Dari visi tersebut, diwujudkan dengan cara:
a. Melakukan perdagangan umum yang menangani beraneka
ragam produk dengan kualitas yang baik.

b. Melakukan transaski perdagangan lokal

maupun

lintas

Negara.
c. Memberikan layanan yang lengkap dan kompetitif kepada
pelanggannya.

d. Memenuhi harapan stakeholdernya.
3. Strategi Merger 3 Perusahaan menjadi 1
a. Merger atau penggabungan
beberapa
merupakan

salah

satu


strategi

Badan

untuk

Usaha

menyehatkan

perusahaan. Tujuannya antara lain untuk meningkatkan daya
saing

serta

mensinergikan

kekuatan

satu


perusahaan

dengan perusahaan lainnya sehingga menjadi kekuatan
baru. Dalam operasionalnya, merger membutuhkan strategi
penanganan yang rinci dan ketegasan kepemimpinan dalam
proses transformasi dua atau lebih perusaaan ke dalam satu
perusahaan.
b. Dalam

porses

merger

tentunya

ada

keterlibatan


penggabungan dua atau lebih kelompok manusia yang
memiliki sikap, perilaku, nilai dan budaya yang berbeda,
karena masing-masing
4
perusahaan

sebelumnya

memiliki

visi

dan

misi

yang

berbeda, latar belakang SDM yang berbeda dan budaya
organisasi yang berbeda pula. Adanya merger berarti

mengharuskan adanya perubahan, transformasi sehingga
proses tersebut membutuhkan leadership yang kuat.
c. Sebelum dilakukan merger, terdapat beberapa opsi guna
menyehatkan BUMN antara lain
1) Stand Alone, yakni memberikan kesempatan diri sendiri
untuk memperbaiki dan tidak perlu digabung.

2) Holidng Company. Opsi ini ditawarkan untuk mengurangi
distorsi atau benturan akibat runtuhnya kekuasan dan
kemapanan.
Kedua opsi ini memiliki banyak vested interest dan hidden
agenda berupa ego sekotral masing-masing BUMN yang
cenreung mempertahankan status quo.
4. Pasca Merger, kondisi PPI sangat memprihatikan. Dalam kaitan
ini, terdapat 3 kondisi serta strategi-strategi yang diambil guna
menyehatkan PPI. Ketiga Kondisi tersebut yakni saat PPI
5
mengalami fase konsolidasi (2003 – 2005), fase pertumbuhan
(2006-2009) dan fase pengembangan (2009 – sekarang)
a. Strategi PPI pada saat fase konsolidasi :

1) Pasca merger pada 2003, kondisi modal kerja berupa kas,
persediaan dan piutang sebesar Rp.322 miliar dengan
omzet Rp.1,76 trilyun. Namun demikian dari aspek laba
usaha masih merugi sebesar Rp. 241 milyar sementara
aspek laba bersih merugi sekitar Rp. 474 milyar, padahal
pihak manajemen berkeyakinan dapat menghilangkan
atau membersihkan kerugian PPI tersebut.
2) Adanya reorganisasi secara total yang dilakukan atas
bantuan konsultan manajemen telah merubah konsep
kinerja. Contonya, di cabang tidak ada kepala cabang
namun ada yang namanya remote office (banyak kepala
wilayah). Ini berimplikasi ketidakjelasan siapa yang harus

bertanggung

jawab.

Selain

itu,


organisasi

hasil

reorganisasi membutuhkan banyak fasilitas di cabang
dengan adanya banyak kepala cabang.
6
3) Merger telah membawa dan membuat kondisi psikologis
pegawai kearah ketidakpastian. Akibatnya, para serikat
buruh menekan pimpinan untuk membuat, mengubah,
meratifikasi KKB. Penyatuan tiga budaya, tiga cara dan
tiga

karakter

memdorong

karyawan

berkelompok

berdasarkan sentimen asal perusahaan, suku dan agama.
Sementara itu, total karyawan pasca merger mencapai
3.220 orang, jelas sangat memberatkan operasional
perusahaan karena membebani perusahaan sebesar 5
milyar perbulan, maka diambilah kebijakan down sizing
yakni

pemutusan

hubungan

kerja

dan

pengajuan

permohonan pensiun dini. Program down sizing ini telah
menurunkan jumlah karyawan dari 3.220 menjadi 1.383
orang pada 2004 dan pada 2005 menjadi 1.162. Pola
remote office ternyata menjadi berkah dalam proses down
sizing ini dimana dengan pola ARO, dapat memecah belah
karyawan

dan memucahkan untuk proses pemindahan

atau relokasi pegawai secara besar-besaran. Semuanya
dikendalikan secara terpusat dengan kedali Direksi dan
bagian SDM. Hasilnya, perusahaan hanya terbebani Rp.2,3
milyar perbulan.
7

4) Adanya perubahan organisasi, down sizing dan relokasi
karyawan secara perlahan berpengaruh pada pencapaian
usaha PPI. Kerugian demi kerugian terus menerus terjadi
akibat bleding atau terkuras akibat biaya usaha. Walaupun
biaya usaha terjadi penurun namun tidak dibarengi
dengan penambahan keuntugan usaha perusahaan. Dan
segala efesiensi yang telah dilakukan menjadi sia-sia.
Penyebabnya adalah penggabungan tiga BUMN tersebut
tidak memperlebar pelanggan atau pasar karena awalnya
bermain di pasar yang sama.
5) Semakin

meruginya

PPI,

maka

pemerintah

melalui

keputusan Menteri BUMN melakukan pergantian terhadap
posisi direktur utama pada 2005 guna menyelamatkan PPI
dari keterpurukan. Sebagai CEO baru, yakni Dr. Ir.
Heinrych Napitupulu (HN), yang langsung melakukan
langkah-langkah perubahan antara lain:
a) Menghentikan seluruh penjualan asset.
8
b) Melakukan bisnis secara selektif atau cherry picking.
Yakni memilih bisnis yang bisa memberikan mafaat
besar bagi PPI.
c) Penagihan piutang dilakukan semaksimal mungkin guna
pengumpulan modal kerja.

6) Dalam hal ini, HN dinilai berhasil menerapkan paduan
keilmuannya dengan pengalaman praktis dan empiris.
Kiat pertama sekali yang dilakukan pada kesempatan
pertama

dilantik

HN

memberikan

motivasi

berupa

jaminan/kepastian gaji bagi karyawan untuk membuat
suasana

nyaman

sebenarnya

bagi

karyawannya,

mengalami

kesulitan

meskipun

likuiditas

PPI

untuk

membayar gaji para karyawan.
Prinsip HN dalam pemenuhan kebutuhan dasar karyawan
adalah sumber utama motivasi kerja. Kemudian HN
mengubah
pencapaian
merupakan
keberhasilan

budaya

kerja

seluruh

keberhasilan
bagian

dari

perusahaan

karyawan

perusahaan,
perusahaan
sangat

dalam

karyawan
karena

tergantung

itu
dari

karyawan. Selain itu, untuk hal efisiensi, HN melakukan
berbagai hal, termasuk dengan melakukan
9
rasionalisasi karyawan yang dikenal dengan PBS (program
berhenti dengan sukarela), selain pengeluaran PPI yang
tidak

berhubungan

langsung

dengan

kinerja,

juga

dikurangi.
b. Strategi PPI pada fase Pertumbuhan
Pada awal 2006, PPI mematok penjualan sebesar Rp.1,2
trilyun dengan laba bersih sebesar Rp. 4,3 milyar padahal
realisasi penjualan pada 2005 hanya Rp. 666milyar. Hal itu

berarti membutuhkan modal kerja minimal Rp. 200 milyar.
Strategi yang dilakukan PPI antara lain :
1) Manajemen mengkaji ulang kebijakan penjualan aset
tetap yang tidak diperluakan perusahaan.
2) Melakukan otimalisasi bisnis minuman beralkohol, sesuai
dengan

penugasan

pemerintah

untuk

mengimpor

minimal alcohol.
3) Melakukan lobi dengan perusahaan raksasa seperti Astra
untuk mendapatkan pinjaman dana (advance deviden).
Upaya ini adalah terobosan kreatif, unik dan original.
4) Melakukan penagihan piutang lama
10
5) Pendataan

aseet

yang

dilengkapi

dengan

sistem

informasi aset (data base). Model data base ini menjadi
panduan model pengelolaan aset di Kementrian BUMN
lainnya.
6) Seiring dengan
kinerjanya,

kemajuan

maka

semakin

perusahaan
naik

pula

meningkatkan
pendapatan

perusahaan sehingga berdampak positif terhadap gaji
yang dibayarkan kepada karyawan.
Guna mengatasi imbas krisis global, Heinrych melakukan
kebijakan rotasi sekitar 20 posisi. Hal ini menggambarkan
upaya yang tepat dalam mencari the right man in the right
place. Pergantian itu juga sekaligus membuat budaya
pergantian pimpinan menjadi suatu proses organisasi yang
biasa dan normal.

1) Membuat sistem pelaporan yang cepat dan tepat serta
mengguakan sistem Good Corporate Governance dengan
melibatkan BPKP dan Kantor Konsultan CSA.
2) Melakukan pembenahan SDM dengan cara proses seleksi
alam, seperti yang tidak optimal akan dipecat atau
dengan program berhenti sukarela (PBS).
11
3) Setelah program downsizing dilakukan maka dilakukan
program talent scouting yakni penyiapan kader masa
depan. Caranya dengan mencari pegawai yang berpotensi
dari formasi pegawai yang ada atau membajak para
manajer professional.
4) Melakukan rekrutmen tenaga kerja yang fresh guna
menghindari generation gap.
5) Melakukan pelatihan-pelatihan kepada karyawan untuk
meningkatkan

kemampuan

serta

mengantisipasi

persaingan yang semakin tajam.
c. Strategi PPI pada saat fase pengembangan (2010 –
sekarang)
Pada

2010,

kreativitas

pengembangan

usaha

dan

kesejahteraan karyawan serta usaha untuk membuat sistem
dalam organisasi mulai dipikirkan dan dilakukan. Aturan

main, SOP, dan berbagai ketentuan yang sudah mulai
dikeluarkan.
Wasalam dan Syukran.