T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kejahatan Illicit Drug Trafficking Jalur Perbatasan Darat Negara Republik Indonesia Papua New Guinea: Sudi Kasus Keamanan Perbatasan di Kota Jayapura, Provinsi Papua T1 BAB II

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

I. 1. Perbatasan Negara
Perbatasan adalah salah satu manifestasi yang terpenting dari kedaulatan territorial.
Sejauh perbatasan itu secara tegas diakui dengan traktak atau diakui secara umum tanpa
pernyataan yang tegas, maka perbatasan merupakan bagian dari suatu hak negara terhadap
wilayahnya (Riwanto 2002). Menurut Guo (dalam Arifin, 2014), perbatasan (border )
mengandung pengertian sebagai pembatas suatu wilayah politik dan wilayah pergerakan.
Sedangkan wilayah perbatasan, mengandung pengertian sebagai suatu area yang memegang
peranan penting dalam kompetisi politik antar dua negara yang berbeda.
Berdasarkan definisi dan karakteristik perbatasan, O.J. Martinez (dalam Arifin, 2014),
mengelompokan perbatasan dalam empat tipe. Pertama, alienated borderland, yaitu suatu
wilayah perbatasan yang tidak terjadi aktivitas lintas batas, sebagai akibat berkecamuknya
perang, konflik, dominasi nasionalisme, kebencian ideologis, permusuhan agama, perbedaan
kebudayaan, serta persaingan etnik.
Kedua, coexistent borderland, yaitu suatu wilayah perbatasan di mana konflik lintas
batas bisa ditekan sampai ke tingkat yang bisa dikendalikan meskipun masih muncul
persoalan yang penyelesaiannya berkaitan dengan masalasah kepemilikan sumber daya alam
yang strategis di perbatasan.
Ketiga, interdependent borderland, yaitu suatu wilayah perbatasan yang di kedua

sisinya secara simbolik dihubungkan oleh hubungan internasional yang relatif stabil.
Penduduk di kedua bagian daerah perbatasan, juga di kedua negara terlibat dalam berbagai
kegiatan perekonomian yang saling menguntungkan dan kurang lebih dalam tingkat yang
setara, misalnya salah satu dari pihak mempunyai fasilitas produksi sementara yang lain
memiliki tenaga kerja yang murah.
Keempat, integrated borderland, yaitu suatu wilayah perbatasan yang kegiatan
perekonomiannya merupakan sebuah kesatuan, nasionalisme jauh menyurut pada kedua
negara dan keduanya tergabung dalam sebuah persekutuan yang erat.

Dari teori yang dikemukakan oleh Martinez diatas, peneliti mengkategorikan wilayah
perbatasan Indonesia dan Papua New Guinea termasuk diantara tipe ketiga dan keempat,
yaitu interdependent borderlanddan integrated borderland.

II. 2. Manajemen Perbatasan (Blake, 1998)
1. Manajemen boundary line dan kawasan perbatasan
Manajemen

perbatasan

wilayah


negara

yang baik

harus didasarkan

atas

dokumen perjanjian (treaty) dan dokumen lainnya yang terkait garis batas wilayah negara
yang sudah jelas status hukumnya (legal). Ada dua jenis manajemen boundary line, pertama
manajemen data dan informasi data fisik titik-titik batas: data koordinat titik-titik batas,
deskripsi garis batas, peta batas dan data yuridis: treaty, peraturan perundangan
masing-masing negara terkait batas wilayah negara, semua dokumen terkait proses
keberadaan garis batas (kesepakatan penegasan, proses surat menyurat, dan lain-lain).
Semua data tersebut harus diadministrasikan/diarsipkan secara baik oleh suatu badan
resmi, misalnya BNPP (Badan Nasional Pengelola Perbatasan). Fakta yang ada
menunjukan bahwa data dan informasi tersebut tidak diarsipkan secara baik (sistematis)
dan terserak di berbagai instansi sehingga saat diperlukan sulit


mencarinya. Kedua,

manajemen lapangan yaitu perlu dimonitor kemungkinan titikk/pilar batas rusak atau
bergeser posisinya atau ada perubahan secara alami/ bencana alam. Bila terjadi
pergeseran pilar batas maka data koordinat yang telah disepakati menjadi penting untuk
merekonstruksi kembali posisi batas.
Manajemen kawasan perbatasan negara harus menjadi bagian dari RTRW (Rencana
Tata Ruang Wilayah) mulai dari tingkat nasional, provinsi sampai

kabupaten/kota,

karena kawasan perbatasan negara menurut UU No. 26 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
telah ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional. Dalam penataan ruang wilayah,
teknologi SIG (Sistem Informasi Geografis/Geospasial) sebaiknya digunakan sebagai
sistem pendukung keputusan.

2. Manajemen Akses (Access Management)
Manajemen akses sangat erat kaitannya dengan manajemen keamanan (security
management) namun sering bersifat paradoks. Bila akses perbatasan dibuka seluas-luasnya,


maka dari aspek keamanan harus dikelola dengan sangat baik. Dalam hal connectivity,
idealnya para pelintas batas harus dapat melintas garis batas dengan mudah, cepat dan aman.
Pegawai pemerintah kedua negara seperti: bea cukai, polisi, imigrasi, jasa transportasi,
pelayanan kesehatan perlu disiapkan secara baik. Tingkat keterbukaan akses sangat
tergantung pada kebijakan pemerintah kedua negara.

3. Manajemen Keamanan (Security management)
Aktivitas keamanan di perbatasan akan sangat tergantung pada politik hubungan
luar negeri kedua negara, aspek geografis dan peluang ekonomi. Masyarakat kedua
negara khususnya di perbatasan harus diberi pemahaman dan kesadaran keamanan perbatasan
dari hal-hal berikut:
a. Pendatang haram: migran gelap, penyelundup, orang yang akan melakukan
sabotase, teroris, pengungsi dan penjahat.
b. Barang haram: narkotik, senjata, barang-barang selundupan, barang pornografi
dan barang/makanan yang terkontaminasi.
c. Bahaya kesehatan: pelintas batas yang terinfeksi penyakit berbahaya dan menular,
pencemaran lingkungan, penyakit-penyakit berbahaya lainnya.
d. Serangan

militer.


Dalam

sistem

pertahanan

moderen

kawasan

perbatasan

ditempatkan sebagai daerah pertahanan terhadap pasukan invasi lawan.
e. Uang haram

4. Manajemen Pelintas Batas
Ketika jumlah penduduk meningkat dan sumberdaya serta lapangan kerja di suatu
negara terbatas maka pelintas batas akan meningkat. Manajemen pelintas batas adalah
termasuk menyiapkan


sumberdaya

yang diperlukan bagi pelintas

batas, meliputi

misalnya: cadangan minyak dan gas, air bersih, cadangan bahan pokok, fasilitas
kesehatan dan obat-obatan. Untuk itu antara kedua negara perlu bekerjasama dengan

tepat dalam hal berbagi tentang sumberdaya tersebut, ada perjanjian formal untuk
eksploitasi sumberdaya dan ada komite yang bertugas untuk malaksanakan perjanjian.
Kerjasama dalam penanganan pelintas batas sangat penting dan menjadi suatu potensi
untuk membangun kerjasma kedua negara yang lebih luas.

5. Manajemen Lingkungan
Manajemen lingkungan yang baik di dalam dunia yang bersifat global tidak
akan

bisa tercapai tanpa kerjasama antar negera khususnya kerjasama pelintas batas.


Kerjasama yang sangat penting perlu dilakukan dalam hal: proteksi spesies berbahaya,
penelitian di bidang lingkungan, kontrol polusi, perlindungan hewan yang dilindungi dan
ekoturisme.

6. Managemen Krisis
Manajemen krisis bila terjadi sesuatu di perbatasan harus ada di setiap level
pemerintahan, tingkat pusat (nasional) maupun pemerintah lokal. Di tingkat nasional
kebijakan ditempuh agar bila terjadi insiden di perbatasan sebaiknya dicegah agar
tidak terjadi eskalasi secara politis. Mekanisme penanganan insiden dilakukan melalui
komisi perbatasan bersama (Joint Boundary Commission) yang telah dibentuk. Sedangkan di
tingkat lokal, penyelesian persoalan harian ditangani oleh petugas-petugas perbatasan
(imigrasi, polisi, dan lain-lain) untuk mencegah eskalasi masalah. Pertemuan rutin dari
petugas perbatasan kedua negara perlu selalu dilakukan untuk saling tukar informasi dan
merencanakan kerjasama penanganan masalah lokal.

III. 3. Keamanan Non-Tradisional
Isu keamanan non-tradisional mulai bertiup kencang pada akhir dekade 1990-an
ketika kelompok pakar yang dikenal dengan sebutan “the Copenhagen School”, yang
diantaranya Barry Buzan, Ole Waever, dan Jaap de Wilde, mencoba memasukkan aspek-


aspek di luar hirauan tradisional kajian keamanan sebagai bagian dari studi keamanan
(Buzan, 1998)1.
Dimensi keamanan non-tradisional menjelaskan bahwa keamanan diterjemahkan
tidak hanya pada kekuatan bersenjata dan politik, tetapi lebih didominasi oleh faktor-faktor
berupa populasi penduduk, kejahatan transnasional, sumber daya alam, bencana alam, dan
lain-lain. Ancaman berupaexistential threat (ancaman yang akan selalu ada dan senantiasa
mengancam kemanusiaan secara menyeluruh) mencakup beberapa faktor seperti politik,
ekonomi, sosial, lingkungan, diplomasi, militer, dan informasi (Winarto, 2014:10).
Keamanan non-tradisional mewakili pendekatan neorealis yang menyempurnakan
keamanan

tradisional

dari

pendekatan

realisme.


Proses

perkembangan

dari

kemananantradisional menuju keamanan non-tradisional ini menyangkut lima dimensi yaitu,
asal dari ancaman (the origin of the threats), sifat ancaman (the nature of thearts), respon
(responses), perubahan tanggungjawab terhadap keamanan (changing responsibility of
security), dan nilai inti dari keamanan (core values of security).

II. 4. Globalisasi
Globalisasi berasal dari kata global yang secara harafiah berarti umum atau
mendunia.Globalisasi menjadikan dunia seakan tanpa batas yang membuat pergerakan barang
dan jasa serta pertukaran informasi semakin mudah dilakukan. Globalisasi juga mendorong
sebuah negara untuk membuka pintu perdagangan masuk secara besar-besaran. Tidak hanya
itu globalisasi juga menciptakan ruang dimana negara tidak jadi menjadi satu-satunya aktor
dalam ekonomi politik global dan membuat kedudukan negara menjadi lemah dan batas-batas
negara menjadi kabur. Fenomena ini membawa perubahan arah kehidupan bangsa dan negara
yang semakin terinterdependensi dan juga semakin canggihnya sistem komunikasi dan

transportasi telah menyebabkan lajunya peradaban manusia maupun barang dan jasa
(Winarto, 2014).
Globalisasi merupakan satu proses untuk meletakkan dunia dibawah satu unityang
sama tanpa dibatasi oleh garis dan kedudukan geografi sebuah Negara. Melalui proses ini,
dunia akhirnya tidak lagi memiliki garis batas dengan ruang udara dan langit, sehingga
1

Dikutip dari Budi Winarto, 2014, Dinamika Isu-isu Global Kontenporer , Penerbit CAPS (Center of Academic
Publishing Service), Yogyakarta.

Negara tersebut menjadi terbuka luas untuk dimasukimelalui teknologi informasi dan
komunikasi. Globalisasi dapat juga dipahami sebagai proses lahirnya suatu masyarakat
global, satu dunia yang terintegrasisecara fisik, melampaui batas-batas Negara, blok-blok
ideologis, dan lembaga-lembaga ekonomi politik (Scholte dalam Baylis dan Smith 2001).
Sebagai suatu proses perubahan secara luas dan menyeluruh, Globalisasi juga dapat
diartikan sebagai perluasan dan percepatan yang menghubungkan antara negara-nagara.
Sehingga hubungan pertumbuhan kerjasama antar negara dalam segala bidang, mulai dari
ekonomi, politik hingga budaya semakin cepat. Proses globalisasi memiliki hubungan dengan
adanya peningkatan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui
perdagangan, investasi, perdangan bebas, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi lain

sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias (Cowen, 2002:20).
Selain memberikan dampak yang positif bagi kehidupan masyarakat global tidak
hanya negara, globalisasi juga memiliki berbagai dampak negatif, diantaranya kejahatan
lintas negara (transnational crime) seperti kejahatan illicit drug trafficking. Dengan adanya
globalisasi dapat memudahkan para pelaku atau oknum-oknum dan juga organisasi kejahatan
lintas negara untuk lebih memperluas kegiatan kejahatannya diberbagai negara incarannya.

II. 5. Literatur Review
1) Penelitian yang dilakukan oleh Yustinus Un Andi2 dalam tesisnya yang berjudul
“Ancaman Keamanan Perbatasan Republik Indonesia-Timor Leste (Studi Kasus di
Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur)” menggunakan metode analisis deskriptif, yaitu
dengan menggunakan dan memanfaatkan data sekunder berupa bahan-bahan atau sumber
tertulis seperti buku-buku, majalah, jurnal, surat kabar, dokumen-dokumen, dan field
research yaitu langsung ke lapangan dan langsung ke sumber dari beberapa instansi

pemerintahan yang terkait guna mempeoleh data yang berkaitan dengan objek penelitian.
Permasalahan yang diteliti adalah apakah yang menjadi permasalahan keamanan di
daerah perbatasan RI-Timor Leste yang merupakan ancaman keamanan perbatasan?
Bagaimana peranan pemerintah Indonesia mengatasi permasalah ancaman keamanan
yang terjadi di daerah perbatasan, khususnya Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur?
2

Yustinus Andi Un adalah mahasiswa Pasca Sarjana (S2) Jurusan Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Gadjah Mada Yogyakarka.

Menurutnya, dalam hubungannya dengan ancaman keamanan perbatasan Indonesia
dengan negara tetangganya Timor Leste disebabkan karena kurangnya perhatian dari
pemerintah Indonesia terhadap masalah pentingnya perbatasan dan masyarakat di
sekitar

daerah

perbatasan menyangkut

tingkat

kesejahteraan

ekonomi,

sarana

infrastruktur yang tidak merata di daerah perbatasan, Dengan demikian akan
memberikan

peluang

yang besar

untuk

terjadinya

ancaman

itu

diantaranya

perdagangan ilegal di daerah perbatasan Kabupaten Belu yang merupakan daerah
kedaulatan Negara Kedaulatan Republik Indonesia. Oleh karena itu perlu adanya
peranan dari pemerintah di sekitar daerah perbatasan dengan memperhatikan
infrastruktur, sarana dan prasarana, masalah ekonomi, dan masalah kesejahteraan.

Tesis dari Yustinus Andi Un di atas sangat berkaitan dan memiliki hubungan dengan
penelitian yang diteliti oleh peneliti terkait dengan kejahatan Illicit Drug Trafficking
melalui jalur perbatasan darat negara RI-PNG di Jayapura, hanya saja berbeda lokasi
penelitian.Tesis ini juga memfokuskan permasalahan pada keamanan daerah perbatasan
dan pentingnya keamanan daerah perbatasan.

2) Perbandingan Penelitian yang kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Dr. Pushpita
Dus dalam papernya yang berjudul “Drug Trafficking in India, A Case For Border
Security”. Dalam penelitian ini, Dr. Pushpita menjelaskan mengenai India yang selama

tiga dekade terakhir telah menjadi pusat transit serta tujuan dari penyelundupan heroin
dan ganja, atau yang biasa dikenal dengan “Golden Triangel dan Golden Crescent”.
Aliran illegal ini tidak hanya melanggar perbatasan India, tetapi juga menimbulkan
ancaman yang signifikan begi keamanan nasional negara India. Tidak hanya itu saja,
uang yang dihasilkan dari hasil penjualan narkoba telah digunakan untuk mendanai
berbagai gerakan pemberontak dan teroris. Sebagai contoh, uang yang dihasilkan dari
penjualan illegal narkotika menyumbang 15% dari keuangan dari kelompok militant di
Jammu dan Kashmir. Demikian juga dengan kelompok militant Sihk di Punjab dan
kelompok-kelompok pemberontak Northeast seperti Dewan Nasional Sosialis Nagaland
(Isak-Muivah), yang menyalurkan narkotika ke India untuk membiayai operasi mereka.
Rute yang biasa dipakai untuk menyelundupkan narkoba adalah melewati beberapa
perbatasan India dengan negara tetangga lainnya seperti; melalui jalur perbatasan India-

Pakistan, jalur perbatasan India-Nepal, perbatasan India-Myanmar, jalur perbatasan
India-Bangladesh, jalur laut, dan jalur udara.Dari hasil penelitiannya, Dr. Pushpita
menegaskan bahwa lemahnya keamanan perbatasan yang mengakibatkan jalur
perbatasan menjadi target utama dalam penyelundupan narkotika, yang membuat India
menjadi tempat transit dan sumber tujuan dari penyelundupan narkotika.
Dari hasil penelitian Dr. Pushpita ini juga, telah dilakukan upaya untuk menangani
masalah narkotika untuk melindungi perbatasan negara India, yaitu dengan memperkuat
keamanan fisik perbatasan dengan berbagai cara. Disisi lain juga India telah melakukan
kerjasama dengan negara tetangga melalui perjanjian bilateral dan multilateral.
Penelitian diatas sangat berkaitan dan berhubungan dengan penelitian yang ingin diteliti
oleh peneliti, dimana peneliti ingin meneliti juga tentang keamanan jalur perbatasan,
hanya lokasinya saja yang berbeda.
1) Perbandingan penelitian yang ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Faisyal Rani3
dan Efragil Samosir4 dalam Jurnal Transnasional yang berjudul “Dampak Kerjasama
Merida Initiative Terhadap Penanggulangan Peredaran Narkoba di Meksiko Tahun 2007-

2012”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif,
yaitu penelitian yang berusaha mengungkapkan sesuatu hakekat dari fenomena sosial
dengan cara menganalisis fenomena tersebut berdasarkan data-data yang ada. Kerjasama
penanggulangan Narkoba antara Meksiko dan Amerika Serikat dijadikan sebagai objek
penelitian untuk memaparkan mengenai dampak yang dihasilkan kerjasama Merida
Initiative terhadap kedua negara yakni Amerika Serikat dan Meksiko.

Penelitian ini membahas tentang kerjasama yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan
Meksiko terkait permasalahan yang dialami bersama dalam penanggulangan peredaran
narkoba.Merida Initiative merupakan kesepakatan untuk menanggulangi dampak
peredaran Narkoba illegal bersama antara Pemerintah Meksiko dan Amerika Serikat
yang disepakati pada tanggal 11 Juni 2008 sebagai bentuk legitimasi terhadap Merida
Initiative. Latar belakang dari kerjasama ini adalah karena Meksiko merupakan produsen

ganja, heroin dan methamphetamine. Selain negara produsen, Meksiko juga dijadikan
sebagai tempat transit Narkoba dari beberapa negara produsen Narkoba lainnya seperti
Colombia dan Peru sebelum akhirnya dipasarkan ke wilayah Amerika Serikat. Menurut
3

Dosen dan Ketua Jurusan Hubungan Internasional FISIP Universitas Riau
Alumni Jurusan Hubungan Internasional FISIP Universitas Riau

4

data yang dikeluarkan oleh PBB melalui World Drug Report 2008,2009 dan 2010,
Amerika Serikat merupakan salah satu konsumen Narkoba terbesar di dunia. Sebagai
konsumen dengan jumlah besar dan daya beli yang tinggi, Kartel Narkoba Meksiko
menjadikan Amerika Serikat menjadi pasar utama produk Narkobanya.
Strategi yang disepakati untuk menciptakan Meksiko dan Amerika Serikat bebas dari
kegiatan peredaran narkoba dibagi menjadi empat, yang juga dikenal dengan the four
pillarof Merida Initiative, yaitu menghancurkan kekuatan Kartel Narkoba, meningkatkan

kapasitas sistem peradilan Meksiko, menciptakan perbatasan abad ke-21, dan
membangun masyarakat yang kuat dan tangguh.
Penelitian diatas juga masih sangat berkaitan dan berhubungan dengan penelitian yang
ingin diteliti oleh peneliti.Hal ini karena, penelitian diatas masih memfokuskan pada
keamanan perbatasan sebagai sumber masalah dalam kejahatan narkoba.Namun yang
membedakannya hanyalah lokasi penelitian.

2) Perbandingan penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Simela Victor
Muhamad5 dengan judul “Kejahatan Transnasional Penyelundupan Narkoba Dari
Malaysia ke Indonesia: Kasus di Provinsi Kepulauan Riau dan Kalimantan Barat”.
Permasalahan yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah Mengapa penyelundupan
narkoba terus terjadi, bagaimana perkembangan kasus dan modus-modusnya, serta upaya
apa saja yang telah dan perlu dilakukan oleh Indonesia, termasuk melalui kerja sama
bilateral dengan Malaysia, dan juga dalam kerangka ASEAN, untuk mengatasi masalah
ini, terutama yang terjadi di Provnsi Kepri dan Provinsi Kalbar (yang berbatasan
langsung dengan Malaysia). Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian
deskriptif kualitatif dan juga peneliti langsung turun ke lapangan untuk mengumpulkan
data.
Penelitian ini menggambarkan dan menjelaskan mengenai Wilayah Indonesia yang luas
dan sebagian diantaranya berbatasan langsung dengan negara tetangga, telah menjadi
“pintu masuk” yang menarik bagi sindikat internasional untuk memasukkan narkoba ke
negara ini. Salah satunya adalah melalui Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dan Provinsi

5

Penulis adalah Peneliti Madya bidang Masalah-masalah Hubungan Internasional di Pusat Pengkajian,
Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekjen DPR RI.

Kalimantan Barat (Kalbar) yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Untuk wilayah
Kepri, Kepolisian Daerah (Polda) Kepri mengungkapkan bahwa penyelundupan narkoba
di wilayah ini tidak bisa dipisahkan dari peredaran narkoba yang terus meningkat,
bahkan hingga 300 persen dalam kurun waktu tahun 2011-2013. Kepri sendiri, menurut
pihak Polda, juga tercatat sebagai nomor dua pengguna narkoba terbanyak di Indonesia
setelah DKI Jakarta, dan sebagian besar narkoba diselundupkan dari Malaysia.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah Maraknya penyelundupan narkoba yang dilakukan
oleh sindikat internasional melalui wilayah Kepri dan Kalbar yang berbatasan dengan
wilayah Malaysia menunjukkan bahwa masih ada kelemahan dari aparat yang melakukan
pengawasan di pos-pos pemeriksaan lintas batas, selain keterbatasan teknologi untuk
mendeteksi barang yang diduga narkoba, jika penyelundupan dilakukan melalui jalur
resmi (baik bandara maupun pelabuhan). Keberadaan pelabuhan-pelabuhan tikus di
Kepri dan jalan-jalan tikus di Kalbar sebagai pintu masuk tidak resmi dari Malaysia ke
Indonesia ternyata semakin membuka peluang bagi terjadinya penyelundupan narkoba
melalui kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia. Oleh karena itu, penanganan
penyelundupan narkoba harus dilakukan lebih intensif lagi, tidak saja oleh Indonesia
tetapi juga melalui kerja sama dengan negara tetangga, Malaysia. Kerja sama secara
multilateral melalui organisasi regional ASEAN juga perlu dilakukan. Penyelundupan
narkoba bagi Indonesia dari Malaysia, dan peredaran gelap narkoba di kawasan Asia
Tenggara, harus menjadi bagian dari perhatian ASEAN untuk menanggulanginya.
Penelitian ini juga masih berkaitan dan berhubungan dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti, karena penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang ingin
diteliti oleh peneliti di Kota Jayapura, Provinsi Papua.

II. 6. Kerangka Pikir

Illicit Drug Trafficking

Globalisasi

Opened

Connected

Kurang Pengawasan
Keamanan
Manajemen Perbatasan

Kota Jayapura Terkena
Dampak Illicit Drug
Trafficking

Penjelasan singkat kerangka pikir:
Illicit drug trafficking melalui jalur perbatasan Negara RI-PNG di Jayapura

merupakan dampak dari adanya faktor globalisasi dan kurangnya pengawasan keamanan
manajemen perbatasan. Dampak yang ditimbulkan dari faktor globalisasi adalah terjadinya
keterbukaan dan terhubungannya RI-PNG, yang memicuh terjadinya tindak kejahatan Illicit
drug trafficking. Sedangkan dampak dari kurangnya pengawasan keamanan manajemen

perbatasan adalah maraknya peredaran dan pengguna narkotika jenis ganja di Kota Jayapura.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25