Proposal Penelitian Tindakan Kelas id.docx

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN MATERI IPS SEMESTER I MELALUI MODEL ROLE PLAYING DAN GUESSING GAMES PADA SISWA KELAS I SDN DEREKAN PROPOSAL

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Penelitian Pendidikan SD

Dosen pengampu : Dra. Florentina Widhiastrini, M.Pd.

Oleh:

Nama : Nurul Hikmah Nurkhasanah

NIM : 1401414148

Rombel : 7

Presensi : 12 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

1. Judul

Peningkatan Penguasaan Materi IPS Semester I Melalui Model Pembelajaran Role Playing dan Guessing Games pada siswa kelas I SD Negeri Derekan

2. Bidang kajian

  1. Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial

  2. Bidang Kajian : Model Pembelajaran Role Playing dan Guessing Games

  1. Pendahualuan

    1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hak setiap warga negara tanpa membedakan ras, suku, agama, tingkat sosial dan agama. Pendidikan adalah kebutuhan utama bagi setiap manusia sebagai bekal di kehidupannya nanti serta mempunyai peranan yang besar dalam mencapai keberhasilan dalam perkembangan anak. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 menggariskan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1 Setiap manusia di dunia ini membutuhkan pendidikan karena pendidikan dapat menentukan perkembangan suatu negara. Begitu pentingnya pendidikan bagi manusia, karena dengan pendidikan manusia bisa memperoleh pengetahuan dan keterampilan serta dapat mengembangkan kemampuan, sikap dan tingkah laku yaitu melalui pendidikan yang dilakuan mulai pada usia dini.

Pelaksanaan pendidikan harus berpedoman pada kurikulum yang berlaku. Kurikulum yang berlaku saat ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Menurut Undang Undang sisdiknas No. 20 Tahun 2003, dijelaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Setiap manusia di dunia ini membutuhkan pendidikan karena pendidikan dapat menentukan perkembangan suatu negara. Begitu pentingnya pendidikan bagi manusia, karena dengan pendidikan manusia bisa memperoleh pengetahuan dan keterampilan serta dapat mengembangkan kemampuan, sikap dan tingkah laku. Pendidikan merupakan suatu proses mempengaruhi siswa agar mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sehingga terjadi perubahan dalam diri siswa. Pengajaran yang dilakukan oleh guru adalah untuk mengarahkan proses perubahan tingkah laku dapat tercapai sesuai dengan perkembangan siswa.

Kualifikasi kemampuan lulusan dalam KTSP mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan dinamakan dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Menurut Menteri Pendidikan Nasional (No. 22 Tahun 2006), bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, berkembang secara dinamis. Oleh karena itu isi kurikulum mendorong siswa untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

Tujuan mata pelajaran IPS di SD/MI adalah peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya, (2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial, (3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, (4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. Ruang lingkup bahan kajian mata pelajaran IPS di SD/MI meliputi aspek-aspek yaitu (1) Manusia, Tempat, dan Lingkungan, (2) Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan, (3) Sistem Sosial dan Budaya, (4) Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan BSNP.2

Guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan kegiatan pendidikan karena guru merupakan tokoh yang memiliki multi peran dalam proses pendidikan baik sebagai pengajar, pendidik, motivator, maupun sebagai evaluator. Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku setiap orang dan belajar itu mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan oleh seseorang (Rifa’i 2009 : 82). Proses belajar tersebut merupakan serangkaian kegiatan yang terjadi dari bangun tidur sampai tidur kembali. Jadi guru merupakan seseorang yang membantu siswa dalam memecahkan permasalahan dalam proses belajar yang dialami siswa yang berdampak pada perubahan perilaku siswa. Selain itu, menurut BSNP tentang standar isi menyatakan bahwa menunjukkan sikap hidup rukun dalam kemajemukan keluarga merupakan bagian dari kompetensi dasar IPS SD Kelas 1 yakni memahami identitas diri, dan keluarga, serta sikap saling menghormati dalam kemajemukan keluarga.3

Belajar merupakan perubahan yang terjadi pada diri individu sebagai hasil dari pengalaman itu sebenarnya usaha dari individu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Interaksi yang dimaksud tidak lain adalah interaksi edukatif yang memungkinkan terjadinya interaksi proses belajar mengajar (Siagian, 2015). Konsekuensi dari konsep belajar seperti itu adalah siswa dengan sungguh-sungguh membangun sendiri konsep pengetahuan dalam sudut pandang belajar bermakna, bukan hanya sekedar menghafal suatu materi pelajaran. Peran guru adalah membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan siswa berjalan lancar. Guru bukan hanya sekedar mentransfer ilmu yang dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri. Maksudnya adalah proses yang dialami siswa pada saat proses pembelajaran dikelas siswa aktif dan bersungguh-sungguh sehingga proses belajar yang dilalui siswa lebih bermakna bagi siswa.

Pada saat proses pembelajaran berlangsung, metode pembelajaran memiliki peran yang sangat penting. Kualitas suatu pembelajaran akan sangat dipengaruhi oleh model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Guru harus dapat memilih dan menentukan model yang tepat. Selain itu model yang digunakan juga harus disesuaikan dengan materi yang akan dipelajari siswa. Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan lingkungan sekitar terutama dalam berkomunikasi, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkan yang telah di alami dalam kehidupan sehari-hari. Dalam proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yang menekankan pada pemberian pengalaman langsung serta memperoleh pemahaman yang lebih sehingga pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial akan lebih bermakna.

Adapun materi pembelajaran IPS di kelas I salah satunya adalah hidup rukun di lingkungan keluarga. Dengan menggunakan model Role Paying pada materi hidup rukun dilingkungan keluarga diharapkan dapat menumbuhkan kreativitas, sikap budi pekerti, percaya diri, keberanian menghadapi banyak orang, bertanggung jawab, dan memiliki jiwa seni. Sedangkan keterampilan yang dapat dikembangkan, antara lain memahami, menghayati, menghafal, dan berkomunikasi, hidup rukun dilingkungan keluarga dapat digunakan sebagai sarana dalam menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berbahasa dalam kehidupan sehari- hari siswa sekolah dasar sudah dapat mengaktualisasikan diri dengan anggota keluarga. Hal yang sering terlihat pada siswa sekolah dasar, misalnya membantu ibu di dapur, bekerjasama dengan kakak membersihkan kamar, bercakap-cakap dan menirukan adegan di televisi. Dengan demikian pembelajaran hidup rukun dilingkungan keluarga merupakan wadah mengekspresikan dan menanamkan rasa sosial di diri siswa nantinya di masyarakat. Melalui pembelajaran hidup rukun dilingkungan keluarga diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuan komunikasi, kepekaan sosial yang tinggi dan dapat memerankan tokoh hidup rukun dilingkungan keluarga sesui dengan perwatakannya.

Model Role Playing merupakan suatu cara mengajar dengan jalan mendramatisasikan bentuk tingkah laku dalam hubungan sosial. Sehingga melalui penggunaan model Role Paying diharapkan siswa dapat mengekspresikan diri dalam bermain hidup rukun dilingkungan keluarga dengan memperhatikan lafal, intonasi, penghayatan, dan ekpresi yang sesuai dengan karakter tokoh hidup rukun dilingkungan keluarga yang akan dilakukan melalui model Role Playing.

Menurut Firmansyah (2016) guessing games yaitu kegiatan menjodohkan gambar dengan kalimat yang tepat. Kegiatan ini bertujuan untuk melihat apakah siswa sudah paham ataukah belum dengan materi yang telah dilakukan melalui model Role Playing.

Role Playing akan membangkitkan kreatifitas dan mengembangkan peran siswa selama proses pembelajaran. Kejadian atau proses analogis yang dimunculkan dalam role playing akan memudahkan siswa untuk memahami proses atau kejadian sebenarnya yang tidak dapat diamati secara langsung. Pengembangan kosa kata, istilah, wawasan pengetahuan, keterampilan menjawab, sikap menghargai teman serta imajinasi berperan memiliki kontribusi besar dalam kebentukan kepribadian siswa serta siswa lebih paham apa unsur-unsur hidup rukun dilingkungan keluarga seperti tokoh dan perwatakan dalam suatu keluarga. Dengan demikian, penerapan model role playing ini akan mampu mengembangkan ranah kognitif, psikomotorik dan afektif siswa dalam proses pembelajaran IPS, sehingga pada akhirnya hasil belajar bisa maksimal. Peneliti ingin meningkatkan kualitas pembelajaran IPS Materi Hidup Rukun di Lingkungan Keluarga dan selanjutnya tetap mempertahankan kualitas pembelajaran secara berkelanjutan.

Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.4

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di SD Negeri Derekan pada materi Hidup Rukun di Lingkungan Keluarga saat ini belum menunjukkan hasil yang diharapkan, suasana pembelajaran yang didominasi guru dan keterampilan berbahasa siswa rendah. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan peneliti terhadap siswa kelas I SD Negeri Derekan, Kabupaten Semarang dalam penyajiannya guru merasa belum menggunakan model yang bervariasi, kegiatan pembelajaran di SD Negeri Derekan kebanyakan dilakukan oleh guru, kurang memanfaatkan atau menggunakan media pembelajaran, yang pada akhirnya pembelajaran kurang menarik dan siswa menjadi pasif. Dengan kondisi pembelajaran IPS yang memprihatinkan, mengharuskan guru untuk melakukan pembenahan, Misalnya dengan pembelajaran yang lebih inovatif, penggunaan metode, serta media pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan siswa. Sedangkan metode yang digunakan guru masih cenderung ceramah dan penugasan. Apabila pembelajaran tersebut dilakukan secara terus menerus akan mengakibatkan siswa menjadi jenuh dan minat serta keterampilan yang dimiliki siswa menurun yang dibutikan dengan data yang diperoleh peneliti pada pelajaran IPS di kelas I tergolong rendah. Dari 26 siswa terdapat 14 siswa yang telah mencapai nilai 65 (KKM). Dengan keadaan yang seperti ini dibutuhkan penggunaan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar diharapkan minat belajar dan keterampilan siswa akan meningkat dan siswa lebih tertarik untuk mengikuti pelajaran. Khususnya pada pelajaran IPS kelas I dibutuhkan model pelajaran yang menyenangkan bagi siswa. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas I SD Negeri Derekan Kabupaten Semarang.

Didukung penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti, 2015 dengan judul “Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS melalui Model Role Playing pada Siswa Kelas III SD Negeri 03 Jebed Kabupaten Pemalang menunjukkan bahwa keterampilan guru pada siklus I menunjukkan persentase 66,3% dengan kriteria baik kemudian meningkat menjadi 85% dengan kriteria sangat baik pada siklus II. Selanjutnya, persentase aktivitas siswa pada siklus I nilai performansi guru sebesar 74,86 dengan kategori B kemudian meningkat pada siklus II menjadi 88,41 dengan kategori A. Perolehan hasil pengamatan aktivitas belajar siswa pada siklus I sebesar 67,97% meningkat pada siklus II menjadi 76,34%. Perolehan rata-rata nilai hasil belajar siswa ranah kognitif dan psikomotor pada siklus I yaitu 70,17 dengan ketuntasan belajar klasikal mencapai 62,86%, pada siklus II meningkat menjadi 85,57 dengan ketuntasan belajar klasikal 84,85%. Hasil belajar ranah afektif yaitu 3,36 dengan kategori B+ meningkat menjadi 3,67 dengan kategori A-. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran role playing dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPS materi Jual Beli. Disarankan dalam mengajar IPS guru dapat menggunakan model pembelajaran Role Playing.

Berdasarkan ulasan latar belakang tersebut diatas maka peneliti akan mengkaji melalui penelitian tindakan kelas dengan judul Peningkatan Penguasaan Materi IPS Melalui Model Pembelajaran Role Playing Pada Siswa Kelas I SD Negeri Derekan Kabupaten Semarang.

    1. Perumusan Masalah dan Pemecahan Masalah

      1. Rumusan Masalah

Berdasar latar belakang masalah dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Bagaimanakah cara meningkatkan kualitas pembelajaran materi Hidup Rukun di Lingkungan Keluarga muatan pembelajaran IPS pada siswa kelas 1 SD Negeri Derekan?

Adapun rumusan masalah tersebut dapat dirinci sebagai berikut :

  1. Apakah model pembelajaran Role Playing dan media Guessing Games dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam IPS Hidup Rukun di Lingkungan keluarga?

  2. Apakah model pembelajaran Role Playing dan media Guessing Games dapat meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran?

  3. Apakah model pembelajaran Role Playing dan media Guessing Games dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas I?

2. Pemecahan Masalah

TABEL 1

LANGKAH-LANGKAH MODEL ROLE PLAYING DENGAN GUESSING GAMES

Langkah-langkah Model Role Playing **

Langkah-langkah Guessing Games***

Langkah-langkah Model Role Playing dengan Media Guessing Games

(Kegiatan guru)

Langkah-langkah Model Role Playing dengan Media Guessing Games

( Kegiatan Siswa)

  1. Guru menyiapkan skenario yang akan ditampilkan

  2. Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum pelaksanaan kegiatan belajar mengajar

  3. Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang

  4. Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai

  5. Memanggil para siswa yang sudah ditinjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan

  6. Masing- masing siswa berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan

  7. Setelah selesai ditampilkan, masing- masing siswa diberikan lembar kerja untuk memberi penilaian atas penampilan masing- masing kelompok

  8. Masing- masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya

  9. Guru memberikan kesimpulan secara umum

  10. Evaluasi

  1. Guru membuat media guessing games

  1. Media tersebut digunakan untuk menguji seberapa besar materi yang telah terserap oleh siswa

  2. Guru menempelkan gambar yang akan digunakan untuk kegiatan guessing games pada selembar kertas karton

  3. Guru mengacak posisi gambar dan tulisan

  4. Siswa melakukan permainan guessing games

  1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai

  2. Guru memberikan gambaran umum mengenai materi yang akan dipelajari

  3. Guru menyiapkan skenario yang akan ditampilkan

  4. Guru menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum pelaksanaan kegiatan belajar mengajar

  5. Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang.

  6. Guru memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai

  7. Guru memanggil para siswa yang sudah ditinjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan

  8. Setelah selesai ditampilkan, masing- masing siswa diberikan lembar kerja untuk memberi penilaian atas penampilan masing- masing kelompok

  9. Guru memberikan kesimpulan secara umum

  10. Evaluasi menggunakan media kertas karton dengan cara menjodohkan gambar ini bertujuan untuk mengetahui apakah siswa sudah benar- benar paham dan mengerti dengan materi yang sedang disampaikan atau belum atau lebih tepatnya pemantapan.

  11. Penutup

  1. Siswa mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum pelaksanaan kegiatan belajar mengajar

  2. Sambil mempelajari skenario, siswa diminta belajar hidup rukun dengan saudara, bisa kakak ataupun adik

  3. Siswa berkelompok yang anggotanya terdiri dari 5 siswa

  4. Beberapa siswa yang dipanggil guru maju untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan

  5. Masing- masing siswa berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan

  6. Masing- masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya

  7. Siswa dibantu guru melaksanakan guessing games untuk mengetahui seberapa banyak materi yang telah terserap oleh siswa

3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan umum penelitian ini adalah :

Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran materi Hidup Rukun di Lingkungan Keluarga muatan pembelajaran IPS pada siswa kelas 1 SD Negeri Derekan

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah :

  1. Mendeskripsikan peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran pada mata pelajaran IPS materi Hidup Rukun di Lingkungan keluarga dengan menggunakan model pembelajaran Role Playing dan media Guessing Games di SD Negeri Derekan.

  2. Mendeskripsikan peningkatan keterampilan guru dalam pembelajaran pada mata pelajaran IPS materi Hidup Rukun di Lingkungan keluarga dengan menggunakan model pembelajaran Role Playing dan media Guessing Games di SD Negeri Derekan.

  3. Mendeskripsikan peningkatan keterampilan berbicara siswa kelas I SD Negeri Derekan dalam pembelajaran pada mata pelajaran IPS materi Hidup Rukun di Lingkungan keluarga dengan menggunakan model pembelajaran Role Playing dan media Guessing Games.

4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik yang bersifat teoritis dan praktis. Secara teoritis, model Role Playing dan Guessing Games dapat meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga dapat menjadi pendukung teori untuk kegiatan penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pembelajaran IPS. Selebihnya menambah hasanah bagi dunia pendidikan. Selain itu memberikan dapat memberikan manfaat bagi :

1. Siswa

Dengan penerapan model pembelajaran Role Playing, siswa dapat menerima pengalaman belajar yang bervariasi sehingga dapat meningkatkan minat, keterampilan tentang Hidup Rukun di Lingkungan Keluarga

2. Guru

Memberikan wawasan pengetahuan dan pengalaman tentang model pembelajaran yang efektif, kreatif, inovatif dalam mengefektifkan kegiatan belajar mengajar di kelas

3. Lembaga

Dengan menerapkan model pembelajaran Role Playing diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan yang berdampak pada peningkatan akreditasi sekolah.

3. KAJIAN PUSTAKA

    1. Kajian teori

      1. Hakikat Belajar

        1. Pengertian Belajar

Setiap manusia akan mengalami suatu proses untuk mendapatkan pengetahuan yang disebut belajar. Sesuai pendapat Slavin dalam Rifa’i dan Anni (2009: 82) menyatakan bahwa “belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman”. Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.

Berdasarkan uraian tersebut maka pengertian belajar yaitu bahwa belajar merupakan suatu proses atau cara yang yang dilakukan seseorang untuk mendapat pengetahuan dan pengalaman untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara terarah untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan, dan sikap sebagai interaksi dengan alam sekitar.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Rifai dan Anni (2011:97), menjelaskan bahwa belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu kondisi internal peserta didik dan kondisi eksternal peserta didik. Kondisi Internal peserta didik meliputi, kondisi fisik dan psikis. Sedangkan kondisi eksternal peserta didik meliputi, variasi dan tingkat kesulitan materi belajar (stimulus) yang dipelajari (direspon), tempat belajar, iklim, suasana lingkungan dan budaya belajar masyarakat akan mempengaruhi kesiapan, proses dan hasil belajar siswa. Agar siswa berhasil dalam pembelajaran, maka siswa harus memiliki kondisi internal dan eksternal yang baik, sehingga siswa dapat mengikuti pembelajaran secara maksimal. Dengan mengikuti pembelajaran secara maksimal siswa dapat mencapai hasil yang maksimal pula.

Berdasarkan uraian tersebut maka faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran yaitu di bagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri misalnya minat, usaha, kesiapan belajar. Sedangkan Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar misalnya intelegensi, fisiologi, pengalaman.

3. Unsur-unsur Belajar

Rifa’i dan Anni (2012:66) menjelaskan unsur-unsur belajar sebagai berikut :

1. Peserta didik

Peserta didik merupakan peserta pelatihan yang sedang melakukan kegiatan belajar. Peserta didik memiliki organ penginderaan yang digunakan untuk menangkap rangsangan; otak yang digunakan untuk mentransformasikan hasil penginderaan ke dalam memori yang kompleks; dan syaraf atau otot yang digunakan untuk menampilkan kinerja yang menunjukkan apa yang sedang dipelajari. Dalam proses belajar, rangsangan (stimulus) yang diterima oleh Peserta didik diorganisir di dalam syaraf, dan ada beberapa rangsangan yang disimpan di dalam memori. Kemudian memori tersebut diterjemahkan ke dalam tindakan yang dapat diamati seperti gerakan syaraf atau otot dalam merespon stimulus.

2. Rangsangan (stimulus)

Peristiwa yang merangsang penginderaan siswa disebut stimulus. Banyak stimulus yang berada di lingkungan seseorang. Suara, sinar, warna, panas, dingin, tanaman, gedung, dan orang adalah stimulus yang selalu berada di lingkungan seseorang. Agar siswa mampu belajar optimal, ia harus memfokuskan pada stimulus tertentu yang diminati.

3. Memori

Memori yang ada pada siswa berisi berbagai kemampuan yang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dihasilkan dari kegiatan belajar sebelumnya.

4. Respon

Tindakan yang dihasilkan dari aktualisasi memori disebut respon. Siswa yang sedang mengamati stimulus akan mendorong memori memberikan respon terhadap stimulus tersebut. Respon dalam siswa akan diamati pada akhir proses belajar yang disebut dengan perubahan perilaku atau perubahan kinerja (performance).

2. Hakikat Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses serangkaian kegiatan atau aktivitas membelajarkan siswa yang difasilitasi untuk terjadinya perubahan perilaku siswa dimana di dalamnya terdapat interaksi antara siswa, guru dan sumber belajar serta lingkungan di sekitarnya.

4.1.2.1 Komponen-komponen Pembelajaran

Komponen-komponen pembelajaran menurut Rifa’i dan Anni (2009:159-161) adalah sebagai berikut:

1. Tujuan

Tujuan yang secara eksplisit diupayakan pencapaianya melalui kegiatan pembelajaran adalah instructional effect biasanya berupa pengetahuan, dan ke-terampilan atau sikap yang dirumuskan secara eksplisit dalam tujuan pembelajaran khusus semakin spesifik dan operasional.

2. Subjek Belajar

Subjek belajar dalam sistem pembelajaran merupakan komponen utama karena berperan sebagai subjek sekaligus objek. Sebagai subjek karena peserta didik adalah individu yang melakukan proses belajar mengajar. Sebagai objek karena kegiatan pembelajaran diharapkan dapat mencapai perubahan perilaku pada diri subjek belajar.

3. Materi Pelajaran

Materi pelajaran juga merupakan komponen utama dalam proses pembelajaran, karena materi pelajaran akan memberi warna dan bentuk dari kegiatan pembelajaran. Materi pelajaran yang komprehensif, terorganisasi secara sistematis dan dideskripsikan dengan jelas akan berpengaruh juga terhadap intensitas proses pembelajaran. Materi pembelajaran dalam sistem pembelajaran berada dalam Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan buku sumber.

4. Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran merupakan pola umum mewujudkan proses pem-belajaran yang diyakini efektivitasnya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam penerapan strategi pembelajaran pendidik perlu memilih model-model pembelajaran yang tepat, metode mengajar yang sesuai dan teknik-teknik mengajar yang menunjang pelaksanaan metode mengajar. Untuk menentukan strategi pembelajaran yang tepat pendidik sebaiknya mempertimbangkan tujuan, karakteristik peserta didik, materi pelajaran dan sebagainya agar strategi pembelajaran tersebut dapat berfungsi maksimal.

5. Media Pembelajaran

Media pembelajaran adalah alat atau wahana yang digunakan pendidik dalam proses pembelajaran untuk membantu penyampaian pesan pembelajaran. Sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran berfungsi meningkatkan peranan strategi pembelajaran.

6. Penunjang

Komponen penunjang yang dimaksud dalam sistem pembelajaran adalah fasilitas belajar, buku sumber, alat pelajaran, bahan pelajaran dan semacamnya. Komponen penunjang berfungsi memperlancar, melengkapi, dan mempermudah terjadinya proses pembelajaran.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa komponen pembelajaran ada 6, yakni tujuan, subyek belajar, materi pelajaran, strategi pembelajaran, media pembelajaran, dan penunjang. Semua komponen tersebut saling terkait. Komponen tersebut hanya batasan standar komponen pembelajaran, dapat dikembangkan lagi sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan belajar.

3. Teori Belajar

Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi (bahkan dalam kandungan) hingga liang lahat. Belajar adalah proses atau usaha yang dilakukan tiap individu untuk meperoleh suatu perubahan tingkah laku baik dalam bentuk pengetahuan, keterampilan maupun sikap dan nilai yang positif sebagai pengalaman untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari. Teori belajar adalah teori yang mendeskripsikan apa yang sedang terjadi saat proses belajar berlangsung dan kapan proses belajar tersebut berlangsung, teori belajar dibagi menjadi 4 yaitu:

1. Teori Belajar Behavioristik

Menurut teori belajar behavioristik atau aliran tingkah laku menurut Rifa’I dan Anni (2012:89) belajar adalah perubahan perilaku. Perubahan perilaku dapat berwujud perilaku tampak (overt behavior) atau perilaku yang tidak tampak (innert behavior). Perilaku yang tampak misalnya: menulis, memukul, menendang. Sedangkan perilaku yang tidak tampak misalnya: berfikir, menalar, dan berkhayal. Perubahan tingkah laku yang diperoleh dari hasil belajar bersifat permanen.

Teori belajar Behaviorisme adalah sebuah teori tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori ini menggunakan model hubungan stimulus respon dan menempatkan peserta didik sebagai individu yang pasif.

2. Teori Belajar Kognitivisme

Teori ini lebih menekankan proses belajar dari pada hasil belajar. Bagi penganut aliran Kognitivisme belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respons. Lebih dari itu belajar adalah melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Menurut teori kognitivistik, ilmu berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpatah-patah, terpisah-pisah, tapi melalui proses yang mengalir bersambung-sambung menyeluruh. Menurut psikologi kognitif, belajar dipandang sebagai suatu usaha utuk mengerti sesuatu. Usaha itu dilakukan secara aktif oleh siswa. Keaktifan itu dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan, mempraktikan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Menurut Piaget, proses belajar harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Secara garis besar individu mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual, sebagai berikut:

1. Tahap sensori motor

Pada tahap sensori motor (0-2 tahun), seorang anak belajar mengembangkan dengan mengatur kegiatan fisik dan mental menjadi perbuatan yang bermakna.

2. Tahap pra operasional

Pada tahap pra operasional (2-7 tahun), seorang anak masih sangat dipengaruhi oleh hal-hal khusus yang didapat dari pengalaman menggunakan indra sehingga belum mampu menyimpulkan sesuatu secara konsisten.

3. Tahap operasional konkret

Pada tahap operasional konkret (7-11 tahun), seorang anak dapat membuat kesimpulan dari sesuatu pada situasi nyata atau dengan menggunakan benda konkret, sehingga dapat mempertimbangkan dua aspek dari situasi nyata secara bersama-sama (misalnya, antara bentuk dan ukuran).

4. Tahap operasional formal

Pada tahap operasional formal (11 tahun ke atas), kegiatan kognitif seseorang tidak mesti menggunakan benda nyata. Pada tahap ini, kemampuan menalar secara abstrak meningkat sehingga seseorang dapat berpikir secara deduktif.

3. Teori Belajar Humanistik

Menurut teori humanistik, proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusi. Dari teori-teori belajar, seperti behavioristik, kognitif, dan konstruktivistik, teori inilah yang paling abstrak, yang paling mendekati dunia filsafat dari pada dunia pendidikan. Pada kenyataanya teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain teori ini lebih tertarik pada gagasan tentang belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa yang diamati dalam dunia keseharian.

Menurut Rifa’i dan Anni, bahwa teori humanistik menganggap bahwa pembelajaran merupakan wahana bagi siswa untuk melakukan aktualisasi diri, sehingga pendidik harus membangun kecenderungan dan mengorganisir kelas agar siswa melakukan kotak dengan peristiwa-peristiwa yang bermakna. Fokus utama teori ini adalah hasil pendidikan yang bersifat afektif, belajar tentang cara-cara belajar (learning how to lear) dan meningkatkan kreativitas dan semua potensi siswa.

4. Teori Belajar konstruktivisme

Teori konstuktivisme memahami belajar sebagai proses pembentukan (konstruksi) pengetahuan oleh si belajar itu sendiri. Pengetahuan ada didalam diri seseorang guru kepada orang lain (siswa). Pembelajaran kontruktivisme menekankan pada proses belajar, bukan mengajar. Siswa secara individu menemukan dan mentransfer informasi yang kompleks (Rifa’I dan Anni, 2012:189).

Berdasarkan uraian tersebut maka teori belajar yang mendasari penelitian ini adalah adalah teori belajar kognitivisme dan konstruksivisme. Berdasarkan teori kognitif piaget, peserta didik usia Sekolah Dasar berada pada tahap operasional konkrit (7-11 tahun), oleh karena itu dalam pembelajaran hendaklah menggunakan benda-benda konkrit dan sesuai dengan situasi nyata sehingga siswa mudah memahami materi yang diberikan guru. Teori konstruktivisme digunakan sebagai dasar dalam mengembangkan pengalaman siswa dalam menerima pengetahuan, karena pada pembelajaran siswa dituntut untuk memikirkan, menanggapi, dan memecahkan permasalahan yang diberikan guru secara mandiri dengan mengontruksi berbagai pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.

      1. Hakekat Ilmu Pengetahuan Sosial

        1. Pengertian IPS

Zaini Hasan dan Salladin (1996:40) dalam Dwi (2012) menyatakan Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan ilmu yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi, dan temuan-temuan penelitian dan ditentukan atau diobservasi setelah fakta terjadi yang berkaitan dengan isu sosial. Isjoni (2007: 21) mengemukakan bahwa mata pelajaran IPS merupakan suatu program keseluruhan pada pokoknya mempersoalkan manusia dalam lingkungan fisik maupun dalam lingkungan sosial.5

Mata pelajaran di sekolah dasar terdiri dari beberapa mata pelajaran pokok, salah satunya yaitu mata pelajaran IPS. Sapriya, dkk (2006: 3) menjelaskan IPS merupakan perpaduan dari pilihan konsep ilmu-ilmu sosial seperti sejarah, geografi, ekonomi, antropologi, budaya dan sebagainya yang diperuntukkan sebagai pembelajaran pada tingkat persekolahan. Menurut A. Kosasih Djahiri (dalam Sapriya, dkk., 2006: 7) IPS merupakan ilmu pengetahuan yang memadukan sejumlah konsep pilihan dari cabang-cabang ilmu sosial dan ilmu lainnya kemudian diolah berdasarkan prinsip-prinsip pendidikan.

Maka dari itu IPS adalah ilmu yang mempelajari, menelaah, menganalisis tentang berbagai fakta, konsep, dan generalisasi sosial yang ada di masyarakat. Selain itu, IPS juga mempelajari hubungan manusia yang menyangkut tingkah laku manusia didalam kehidupan bermasyarakat.

2. Tujuan Pembelajaran IPS

Setiap pembelajaran memiliki tujuan yang akan dicapai dalam kegiatan pembelajaran. Dengan adanya tujuan pembelajaran dapat dijadikan sebagai arah untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam proses belajar mengajar.

Kurikulum 2006 menjelaskan bahwa pembelajaran IPS bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut.

  1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

  2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.

  3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

  4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

IPS bertujuan untuk mendidik dan membekali siswa agar dapat mengembangkan kemampuan diri yang dimiliki oleh siswa sehingga dapat diterapkan di dalam kehidupannya. Dalam pembelajaran IPS diharapkan guru dapat mendidik dan memberi bekal kepada siswa dengan pengetahuan dan keterampilan agar dapat bermanfaat bagi kehidupannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konsep yang dipelajari dalam IPS hendaknya dimulai dari hal-hal yang bersifat konkret, sehingga konsep IPS dapat dipahami oleh siswa dan hasil belajar siswa lebih bermakna. Hal ini penting dilakukan dalam pembelajaran IPS, apalagi jika dikaitkan dengan kemampuan siswa untuk menggunakan daya nalarnya dalam memecahkan masalah yang kontekstual. Dengan demikian tujuan Pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai secara optimal. Upaya untuk memberikan pelayanan pembelajaran yang bermakna bagi siswa dalam mencapai tujuan pendidikan, dapat ditempuh dengan berbagai cara. Salah satu upaya tersebut yaitu dengan melaksanakan inovasi pembelajaran, misalnya menggunakan metode, pendekatan, maupun pendekatan pembelajaran.

3. Ruang Lingkup Pembelajaran IPS di SD

IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang ada di sekolah dasar. Setiap mata pelajaran memiliki ruang lingkup yang berbeda-beda. Ruang lingkup dalam pembelajaran dapat dijadikan sebagai pembatas dalam menyampaikan materi pembelajaran.

IPS mempelajari, menelaah, dan mengkaji sistem kehidupan manusia di permukaan bumi ini dalam konteks sosialnya atau manusia sebagai anggota masyarakat. Dengan pertimbangan bahwa manusia dalam konteks sosial demikian luas, pengajaran IPS pada jenjang pendidikan harus dibatasi sesuai dengan kemampuan peserta didik tiap jenjang, sehingga ruang lingkup pengajaran IPS pada jenjang pendidikan dasar berbeda dengan jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pada jenjang pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS dibatasi sampai pada gejala dan masalah sosial yang dapat dijangkau pada geografi dan sejarah.Terutama gejala dan masalah sosial kehidupan sehari-hari yang ada di lingkungan sekitar peserta didik MI/SD (Massofa, wordpress.com: 2010).

Kurikulum 2006 menjelaskan ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi: (1) manusia, tempat, dan lingkungan, (2) waktu, keberlanjutan, dan perubahan, (3) sistem sosial dan budaya, (4) perilaku ekonomi dan kesejahteraan.

Maka dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup pembelajaran IPS di SD yaitu: (1) manusia, tempat, dan lingkungan, (2) waktu, keberlanjutan, dan perubahan, (3) sistem sosial dan budaya, (4) perilaku ekonomi dan kesejahteraan. Dengan adanya ruang lingkup, diharapkan guru dalam menyampaikan materi disesuaikan dengan jenjang pendidikan anak.

      1. Model Pembelajaran Role Playing

        1. Pengertian Model Role Playing

Menurut Huda (2013: 208) Role Playing atau bermain peran adalah sejenis permainan gerak yang di dalamnya ada tujuan, aturan, dan edutainment. Dalam Role Playing, siswa dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas. Selain itu, Role Playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas di mana pembelajar membayangkan dirinya seolah- olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain.

Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan- bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankan diri sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya diperankan lebih dari satu orang, bergantung pada apa yang diperankan. Pada strategi Role Playing, titik tekannya terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indra ke dalam suatu situasi permasalahan yang secara nyata dihadapai. Siswa diperlakukan sebagai subjek pembelajaran yang secara aktif melakukan praktik- praktik berbahasa (bertanya dan menjawab) bersama teman- temannya pada situasi tertentu.

Menurut Huda (2013: 115) Role Playing (bermain peran) merupakan sebuah model pengajaran yang berasal dari dimensi individu maupun sosial. Model ini membantu masing- masing siswa untuk menemukan makna pribadi dalam dunia sosial mereka dan membantu memecahkan dilema pribadi dengan bantuan kelompok. Dalam dimensi sosial, model ini memudahkan individu unuk bekerja sama menganalisis kondisi sosial, khususnya masalah kemanusiaan. Model ini juga menyokong beberapa cara dalam proses pengembangan sikap sopan dan demokratis dalam menghadapi masalah. Esensi Role Playing adalah keterlibatan partisipan dan peneliti dalam situasi permasalahan dan adanya keinginan untuk memunculkan resolusi damai serta memahami apa yang dihasilkan dan keterlibatan langsung ini. Role Playing berfungsi untuk (1) mengeksplorasi perasaan siswa, (2) mentransfer dan mewujudkan pandangan mengenai perilaku, nilai, dan persepsi siswa, (3) mengambangkan skill pemecahan masalah dan tingkah laku, dan (4) mengeksplorasi materi pelajaran dengan cara yang berbeda. Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran yang menggunakan model Role Playing menurut Huda (2014: 116) yaitu sebagai berikut:

(1) Tahap 1: Pemanasan suasana kelompok, meliputi (1) guru mengidentifikasi dan memaparkan masalah; (2) guru menjelaskan masalah; (3) guru menafsirkan masalah; dan (4) guru menjelaskan Role Playing.

(2) Tahap 2: Seleksi partisipan, meliputi (1) guru menganalisis peran dan (2) guru memilih pemain (siswa) yang akan melakukan peran.

(3) Tahap 3: Pengaturan setting, meliputi (1) guru mengatur sesi-sesi peran; (2) guru menegaskan kembali tentang peran; serta (3) guru dan siswa mendekati situasi yang bermasalah.

(4) Tahap 4: Persiapan pemilihan siswa sebagai pengamat, meliputi (1) guru dan siswa memutuskan apa yang akan dibahas, serta (2) guru memberi tugas pengamatan terhadap salah seorang siswa.

(5) Tahap 5: Pemeranan, meliputi (1) guru dan siswa memulai role play

[playing]; (2) guru dan siswa mengukuhkan role play [playing]; serta (3) guru dan siswa menyudahi role play [playing].

(6) Tahap 6: Diskusi dan evaluasi, meliputi (1) guru dan siswa mereview pemeranan (kejadian, posisi, kenyataan); (2) guru dan siswa mendiskusikan fokus-fokus utama; serta (3) guru dan siswa mengembangkan pemeranan selanjutnya.

(7) Tahap 7: Pemeranan kembali, meliputi (1) guru dan siswa memainkan peran yang berbeda serta (2) guru memberi masukan atau alternatif perilaku dalam langkah selanjutnya.

(8) Tahap 8: Diskusi dan evaluasi yang dilakukan seperti pada tahap 6.

(9) Tahap 9: Sharing dan generalisasi pengalaman, meliputi (1) guru dan siswa menghubungkan situasi yang diperankan dengan kehidupan di dunia nyata dan masalah-masalah lain yang mungkin muncul serta (2) guru menjelaskan prinsip umum dalam tingkah laku.

2. Sistem Sosial

Sistem sosial dalam model ini cukup berstuktur. Guru memiliki tanggung jawab, setidak-tidaknya pada awal permainan, untuk memulai tahap-tahap dan membimbing siswa melalui aktivitas dalam tiap tahap. Meski demikian, materi khusus dalam diskusi dan pemeranan ditentukan oleh siswa. Pertanyaan yang diajukan guru harus mendorong ekspresi yang diajukan guru seharusnya dapat mendorong ekspresi yang jujur serta bebas dan menggambarkan perasaan atau pikiran siswa yang sebenarnya. Guru harus menanamkan kualitas dan kepercayaan antara dirinya dan siswa-siswanya. Guru bisa melakukan ini dengan menerima semua saran sebagai hal yang absah dan konstruktif. Dengan cara ini, maka semua peran yang dimainkan siswa akan tampak mencerminkan perasaan atau sikap siswa yang sebenarnya. Yang terpenting, meskipun guru bersikap reflektif dan suportif selama proses ini, siswa tetaplah pihak yang berperan mengambil alih atau mengontrol arah pelajaran. Sementara disisi lain, guru bisa mengobservasi secara langsung tingkah laku siswa dengan berpegangan pada karakteristik pertanyaan yang diajukan siswa.

3. Peran/ Tugas Guru

Lima peran penting guru dAlam model ini: (1) guru seharusnya menerima semua respons dan saran siswa, khusunya pendapat dan perasaan mereka, dengan cara yang tidak terkesan menghakimi; (2) guru harus membantu siswa menelusuri sisi-sisi yang berbeda dalam situasi permulaan tertentu, memperhitungkan, dan mempertimbangkan alternatif yang muncul dari sudut pandang yang berbeda; (3) melalui kegiatan refleksi, memparafrasa, dan merangkum respons ini, guru dapat meningkatkan kesadaran siswa mengenai perasaan dan pikiran mereka sendiri; (4) guru harus menitikberatkan bahwa ada beberapa cara berbeda untuk memainkan peran yang sama dan ada pula konsekuensi berbeda yang akan mereka temui dari proses pemeranan ini; dan (5) ada banyak cara alternatif untuk memecahkan suatu masalah tidak ada satu jalan yang mutlal benar. Guru membuta siswa mempertimbangkan dan melihat konsekuensi-konsekuensi dari solusi yang diperoleh dan membandingkannya dengan alternatif lain.

3. Sistem Dukungan

Materi yang ada dalam role playing sangatlah sedikit, namun semuanya sama-sama penting. Perangkat utamanya adalah situasi permasalahan. Situasi ini terkadang membantu dalam membentuk dan mengarahkan peran. Situasi permasalahan dapat memfasilitasi penggambaran peran atau perasaan masing-masing karakter yang harus dipertunjukkan oleh siswa. Selain itu, film, novel,dan cerpen merupakan sumber-sumber penting yang dapat dijadikan referensi untuk mencari situasi permasalahan. Satu atau beberapa karakter bisa menghadapi dilemma dalam menuntukan pilihan atau tindakan. Ceritapun berakhir namun tak terselesaikan.

3. Pengaruh

Role playing diatur secara khusus untuk mendidik siswa dalam : (1) menganalisis nilai dan perilakunya masing-masing; (2) mengembangkan strategi-strategi pemecahan masalah interpersonal ataupun personal; dan (3) meningkatkan rasa empati terhadap orang lain. Sementara itu, pengaruh pengiringnya adalah untuk memperoleh informasi mengenai masalah dan norma sosial sekitar.

3. Kelebihan dan Kelemahan Model Role Playing

Menurut Djamarah dan Zain (2010: 89-90), Role Playing memiliki kelebihan dan kelemahan sebagai berikut:

Kelebihan model Role Playing yaitu: (1) Siswa melatih dirinya untuk melatih, memahami, dan mengingat isi bahan yang akan didramakan; (2) Siswa akan terlatih untuk berinisiatif dan berkreatif; (3) Kerjasama antarsiswa ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-baiknya; (4) Siswa akan terbiasa untuk membagi dan menerima tanggung jawab; serta (5) Bahasa siswa dapat dilatih dengan baik agar mudah dipahami oleh orang lain.

Kelemahan model Role Playing yaitu: (1) Siswa yang tidak ikut bermain drama menjadi kurang kreatif, sehingga peneliti membagi siswa menjadi kelompok-kelompok kecil dan seluruh siswa akan bermain peran secara bergantian; (2) Banyak memakan waktu, baik waktu persiapan dalam rangka pemahaman isi bahan pelajaran maupun pada pelaksanaan pertunjukkan, sehingga penulis membagi pertemuan pertama untuk persiapan dan pertemuan berikutnya untuk melakukan bermain peran; (3) Memerlukan tempat yang cukup luas, sehingga penulis melakukan tindakan bermain peran di luar kelas; serta (4) Dapat mengganggu kelas lain oleh suara pemain atau penonton. Dalam penelitian ini guru mengondisikan siswa untuk tetap tenang agar tidak mengganggu proses pembelajaran kelas lain.

5. Penerapan Langkah –langkah Model Role Playing dan Media Guessing Games

Berikut ini rincian langkah-langkah model Role Playing yang dipadukan dengan media Guessing Games: (1) guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai; (2) guru memberikan gambaran umum mengenai materi yang akan dipelajari; (3) guru mengidentifikasi dan memaparkan masalah; (4) guru menjelaskan masalah; (5) guru menafsirkan masalah; (6) guru menjelaskan role playing; (7) guru menganalisis peran; (8) guru memilih siswa yang akan melakukan peran; (9) guru mengatur sesi-sesi peran; (10) guru menegaskan kembali tentang peran; (11) guru dan siswa mendekati situasi yang bermasalah; (12) guru dan siswa memutuskan apa yang akan dibahas; (13) guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang; (14) guru memberi tugas pengamatan terhadap salah satu kelompok; (15) masing- masing siswa diberikan lembar kerja untuk memberi penilaian atas penampilan masing- masing kelompok; (16) guru dan siswa memulai role play; (17) guru dan siswa mengukuhkan role play; (17) guru dan siswa menyudahi role play; (18) guru dan siswa mereview pemeranan (kejadian, posisi, kenyataan); (19) guru dan siswa mendiskusikan fokus-fokus utama; (20) guru dan siswa mengembangkan pemeranan selanjutnya; (21) guru dan siswa memainkan peran yang berbeda; (22) guru memberi masukan atau alternatif perilaku dalam langkah selanjutnya; (23) guru dan siswa mereview pemeranan(kejadian, posisi, kenyataan); (24) guru dan siswa mendiskusikan fokus-fokus utama; (25) guru dan siswa mengembangkan pemeranan selanjutnya; (26) evaluasi menggunakan media kertas karton dengan cara menjodohkan gambar ini bertujuan untuk mengetahui apakah siswa sudah benar- benar paham dan mengerti dengan materi yang sedang disampaikan atau belum atau lebih tepatnya pemantapan; (27) siswa dibantu guru melaksanakan guessing games untuk mengetahui seberapa banyak materi yang telah terserap oleh siswa; (28) masing- masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya; (29) guru dan siswa menghubungkan situasi yang diperankan dengan kehidupan di dunia nyata yaitu belajar hidup rukun dengan saudara, bisa kakak ataupun adik dan masalah-masalah lain yang mungkin muncul; (30) guru menjelaskan prinsip umum dalam tingkah laku; (31) guru memberikan kesimpulan secara umum; (32) penutup;

2. Kajian Empiris

Kajian yang relevan dengan penelitian ini yaitu kajian tentang hasil penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti, di antaranya:

  1. Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS melalui Model Role Playing pada Siswa Kelas III SD Negeri 03 Jebed Kabupaten Pemalang (Wijayanti: 2015). Hasil penelitian penerapan model Role Playing pada pembelajaran IPS Kelas III SD Negeri 03 Jebed Kabupaten Pemalang menunjukkan bahwa keterampilan guru pada siklus I menunjukkan persentase 66,3% dengan kriteria baik kemudian meningkat menjadi 85% dengan kriteria sangat baik pada siklus II. Selanjutnya, persentase aktivitas siswa pada siklus I nilai performansi guru sebesar 74,86 dengan kategori B kemudian meningkat pada siklus II menjadi 88,41 dengan kategori A. Perolehan hasil pengamatan aktivitas belajar siswa pada siklus I sebesar 67,97% meningkat pada siklus II menjadi 76,34%. Perolehan rata-rata nilai hasil belajar siswa ranah kognitif dan psikomotor pada siklus I yaitu 70,17 dengan ketuntasan belajar klasikal mencapai 62,86%, pada siklus II meningkat menjadi 85,57 dengan ketuntasan belajar klasikal 84,85%. Hasil belajar ranah afektif yaitu 3,36 dengan kategori B+ meningkat menjadi 3,67 dengan kategori A-. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran role playing dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPS materi Jual Beli. Disarankan dalam mengajar IPS guru dapat menggunakan model pembelajaran Role Playing.

  2. Efektivitas Metode Pembelajaran Problem Based Learning dan Role Playing untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kompetensi Dasar Pasar Modal Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Bangsri Tahun Pelajaran 2014/2015 (Wati: 2015). Hasil penelitian penerapan model Role Playing yang dipadukan dengan metode pembelajaran Problem Based Learning dalam pembelajaran IPS Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Bangsri Tahun Pelajaran 2014/2015 pada kompetensi dasar pasar modal menunjukkan bahwa ada peningkatan pada siklus I menunjukkan bahwa hasil belajar setelah perlakuan pre test dengan nilai rata-rata 57,83 menjadi 86,69 dalam post test di kelas eksperimen. Nilai rata - rata meningkat sebesar 28,86. Sedangkan perbaikan pada siklus II, nilai rata-rata pre test adalah 60,52 dan post test adalah 77,45. Kenaikan hasil belajar juga diperoleh dari hasil uji Paired Sample t-test dan independent sample t-test yang menunjukkan nilai signifikansi 0,000 kurang dari 0,05 yang berarti itu kedua hipotesis tersebut dalam penelitian ini dapat diterima. Kesimpulan dari ini penelitian adalah implementasi problem based learning dan metode pengajaran role playing dapat meningkatkan hasil belajar siswa kompetensi dasar pasar modal.

  3. Peningkatan Kualitas Pembelajaran PKn Melalui Model Role Playing Berbantuan Media Boneka Tangan pada Siswa Kelas V SDN Tugurejo 01 Kota Semarang (Indrayanti: 2015). Hasil penelitian penerapan model Role Playing berbantuan media boneka tangan pembelajaran pkn kelas V SDN Tugurejo 01 Kota Semarang menunjukkan bahwa terdapat peningkatan keterampilan guru pada siklus I dengan skor 22 kriteria baik, siklus II skor 26 kriteria baik, siklus III skor 33 kriteria sangat baik, aktivitas siswa siklus I skor 18,8 kriteria baik, siklus II skor 23,3 kriteria baik, siklus III 29,5 kriteria sangat baik dan hasil ketuntasan belajar siswa siklus I 52,5 %, siklus II 72,2 %, siklus III 86,5%. Hasil observasi ini sudah mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan.

Penelitian yang relevan dijadikan landasan atau pedoman bagi penulis dalam melakukan penelitian tindakan kelas. Persamaan dari penelitian-penelitian tersebut dengan penelitian ini yaitu pada penggunaan Role Playing. Perbedaannya terletak pada waktu, subjek, jenjang pendidikan yang digunakan dalam penelitian. Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan performansi guru, serta aktivitas dan hasil belajar siswa kelas I SD Negeri Derekan Kabupaten Semarang.

3. Kerangka Berpikir