ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN docx
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN
DENGAN HIDROSEFALUS
Posted on October 31, 2012 by haniamalya
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIDROSEFALUS APLIKASI
NANDA, NOC, NIC
A.
PENGERTIAN
Hidrocephalus adalah: suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan
intra kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat
mengalirnya CSS.
B.
1.
TANDA DAN GEJALA
Pembesaran kepala.
2.
Tekanan intra kranial meningkat dengan gejala: muntah, nyeri kepala,
oedema papil.
3.
Bola mata terdorong ke bawah oleh tekana dan penipisan tulang
supraorbital.
4.
Gangguan keasadaran, kejang.
5.
Gangguan sensorik.
6.
Penurunan dan hilangnya kemampuan akrivitas.
7.
Perubahan pupil dilatasi.
8.
Gangguan penglihatan (diplobia, kabur, visus menurun).
9.
Perubahan tanda-tanda vital (nafas dalam, nadi lambat, hipertermi,/
hipotermi).
10. Penurunan kemampuan berpikir.
C.
PATOFISIOLOGI
Produksi CSF terutama tergantung pada transporalselsan, terutama natrium
melintasi membran epitel khusus dari pleksus koroideus ke dalam rongga
ventrikel. Air secara pasif mengikuti untuk memudahkan keseimbangan osmotik.
Hasilnya adalah masuknya cairan ke dalam ventrikel otak. Cairan berselulasi
lewat akuaduktus silvi dan ventrikel keempat, masuk ke dalam ruang
subarakhnoid melalui foramena lusheka dan megendie. Kemudian diabsorbsi ke
dalam sirkulasi vena dari ruang subarakhnoid yang meliputi otak, sejumlah
tertentu medula spinalis dan lapisan ependim yang melapisi ventrikel.
Proses terjadinya hidrosefalus dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.Kelainan kongenital.
a. Stenosis akuaduktus sylvii.
b. Anomali pembuluh darah.
c. Spino bifida dan kranium bifidi.
d. Sindrom Dandy-walker.
2.Infeksi.
Infeksi mengakibatkan perlekatan meningen (selaput otak) sehingga terjadi
obliterasi ruang subarakhnoid, misalnya meningitis.
Infeksi lain yang menyebabkan hidrosefalus yaitu:
a. TORCH.
b. Kista-kista parasit.
c. Lues kongenital.
3.Trauma.
Seperti pada pembedahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat
menyebabkan fibrosis epto meningen pada daerah basal otak, disamping
organisasi darah itu sendiri yang mengakibatkan terjadinya sumbatan yang
mengganggu aliran CSS.
4.Neoplasma.
Terjadinya hidrosefalus disini oleh karena obstruksi mekanis yang dapat terjadi di
setiap aliran CSS. Neoplasma tersebut antara lain:
a. Tumor ventrikel III.
b. Tumor fossa posterior.
c. Pailloma pleksus khoroideus.
d. Leukemia, limfoma.
5.Degeneratif.
Histositosis X, inkontinentia pigmenti dan penyakit krabbe.
6.Gangguan vaskuler.
a. Dilatasi sinus dural.
b. Trombosis sinus venosus.
c. Malformasi V. Galeni.
d. Ekstaksi A. Basilaris.
e. Arterio venosus malformasi.
D.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Nelhaus (1987) hidrosefalus sering mempunyai gejala-gejala dan tandatanda. Namun ada kasus-kasus samar yang tidak terdiagnosis sampai dewasa,
dengan demikian perlu adanya ketelitian dlam menangani penderita yang diduga
menderita hidrosefalus, mulai dari pengambilan amnanesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium dan radiologis.
1.
Aloamnanesis/ amnanesis.
Amnanesis perlu dilakukan untuk menentukan hidrosefalus kongenital atau
akuisita. Bayi yang lahir prematur atau posterm dan merupakan kelahiran anak
yang keberapa adalah penting sebagai faktor resiko. Adanya riwayat cedera
kepala sehingga menimbulkan hematom, subdural atau perdarahan
subarakhnoid yang dapat mengakibatkan terjadinya hidrosefalus.
Demikian juga riwayat peradangan otak sebelumnya. Riwayat keluarga perlu
dilacak, riwayat gangguan perkembangan, aktivitas, perkembangan mental,
kecerdasan serta riwayat nyeri kepala, muntah-muntah, gangguan visus dan
adanya bangkitan kejang.
2.
Pemeriksaan fisik.
Kesan umum penderita terutama bayi dan anak, proporsi kepala terhadap badan,
anggota gerak secara keseluruhan tidak seimbang. Anak biasanya dalam
keadaan tidak tenang, gelisah, iritable, gangguan kesadaran, rewel, sukar makan
atau muntah-muntah.
Pada hidrosefalus kongenital kepala sangat besar, fontanela tidak menutup,
sutura melebar, kepala tampak transluse, dengan tulang kepala yang tipis,
adanya tanda mac ewens cracked pot, tanda berupa sunset sign dengan dahi
yang lebar. Pada pemeriksan auskultasi kemungkinan akan terdengarnya bising
daerah posterior oleh karena malformasi V. Galeni. Pertumbuhan kepala yang
cepat mengakibatkan muka terlihat lebih kecil dan tampak kurus.
3.
Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan terhadap komposisi cairan serebrospinal dapat sebagai petunjuk
penyebab hidrosefalus, seperti peningkatan kadar protein yang amat sangat
terdapat pada papiloma pleksus khoroideuis, setelah infeksi susunan saraf pusat,
atau perdarahan susunan saraf pusat atau perdarahan saraf sentral. Penurunan
kadar glukosa dalam cairan serebrospinal terdapat pada invasi meninggal oleh
tumor, seperti leukemia, medula blastama dan dengan pemeriksaan sitologis
cairan serebrospinal dapat diketahui adanya sel-sel tumor. Meningkatnya kadar
hidroksi doleaseti kasid pada cairan serebrospinal didapat pada obstruksi
hidrosefalus. Pemeriksaan serologis darah dalam upaya menemukan adanya
infeksi yang disebabkan oleh TORCH.
Penelitian sitologi kualitatif pada cairan serebrospinal neonatus dapat digunakan
sebagai indikator untuk mengetahui tingkat gangguan psikomotor.
4.
Pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan foto polos kepala, pelebaran fontanela, serta pelebaran sutura.
Kemungkinan ditemukannya pula keadaan-keadaan lain seperti adanya
kalsifikasi periventrikuler sebagai tanda adanya infeksi cytomegalo inclusion
dioase, kalsifikasi bilateral menunjukkan adanya infeksi tokso plasmosis.
Pemeriksaan ultrasonografi, dapat memberikan gambaran adanya pelebaran
sistem ventrikel yang lebih jelas lagi pada bayi, dan untuk diagnosis kelainan
selama masih dalam kandungan.
Pemeriksaan CT-Scanning menunjukkan adanya pelebaran ventrikel. Disamping
itu juga dapat untuk mempelajari sirkulasi cairan serebrospinal yaitu dengan
menyuntikkan kontras radio opak ke dalam sisterna magna kemudian perjalan
kontras diikuti dengan CT-Scan sehingga akan jelas adanya obstruksi terhdap
cairan serebrospinal.
Pemeriksaan pneumoensefalografi, berguna untuk memantau dilatasi ventrikel
dan ruang subarakhnoid. Apabila sudut korpus kolosum kurang dari 120
menunjukkan hidrosefalus komunikan, bila lebih dari 120 mungkin hidrosefalus
obstruksi.
E.
MANAJEMEN TERAPI
Ada 3 prinsip pengobatan hidrosefalus:
1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak sebagian pleksus
khoroideus dengan tindakan reseksi (pembedahan) atau koagulasi.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi cairan serebrospinal dengan
tempat absorbsi yakni menghubungkan ventrikel dengan subarakhnoid.
3. Pengeluaran CSS ke dalam rongga ekstra kranial dengan operasi pemasangan
shunt. Operasi pemasangan shunt dilakukan sedini mungkin, tetapi biasanya
dipasang pada usia 3-4 bulan, sedangkan revisi pada usia 18-24 bulan, 1-6
tahun, 10-12 tahun.
Prognosis hidrosefalus infatil mengalami perbaikan bermakna namun tidak
dramatis dengan temuan operasi pisau. Jika tidak dioperasi 50-60% bayi akan
meniggal karena hidrosefalus sendiri ataupun penyakit penyerta. Skitar 40% bayi
yang bertahan memiliki kecerdasan hampir normal. Dengan bedah saraf dan
penatalaksanaan medis yang baik, sekitar 70% diharap dapat melampaui masa
bayi, sekitar 40% dengan intelek normal, dan sektar 60% dengan cacat intelek
dan motorik bermakna. Prognosis bayi hidrosefalus dengan meningomilokel lebih
buruk.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN HIDROSEFALUS
A.
PENGKAJIAN
Pengkajian preoperasi: adanya riwayat meningitis, infeksi intrakranial/
hemoragie, anoxia prenatal atau infeksi intrauterine. Pada bayi dan anak
pembesaran lingkar kepala yang progresif, ubun-ubun yang menonjol dan tegang
serta tidak berdenyut, vena-vena kulit kepala melebar, sunset sign, gelisah dan
cengeng, sering mual, muntah dan nafsu makan menurun, bila diperkusi didapat
bunyi seperti pot kembang pecah. Pada anak yang lebih besar gejala utama yang
menonjol adalah peningkatan TIK, muntah dan mengeluh sakit kepala, iritabel,
pupil edema kejang baik vokal maupun umum, perubahan pupil, perubahan pola
makan, perubahan tanda vital (tekanan darah, sistol naik, nadi turun, nafas tidak
teratur).
B.
RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN/
RENCANA KEPERAWATAN
.
1.
TUJUAN DAN
MASALAH KOLABORASI KRITERIA HASIL
Perfusi jaringan tidak
Setelah dilakukan
efektif: serebral b.d
tindakan
peningkatan tekanan
keperawatan:
intrakranial, hipervolemia.
- Tekanan
intrakranial 0-15
mmHg.
INTERVENSI
- Kaji status neurologis
yang berhubungan dengan
tanda-tanda peningkatan
tekana intrakranial,
terutama GCS.
- Monitor tanda-tanda
vital:TD, nadi, respirasi,
- Perfusi otak lebih suhu, minimal tiap 15 menit
sampai keadaan pasien
dari 50 mmHg.
stabil.
- Terpeliharanya
status neurologis.
-
- Monitor tingkat
kesadaran, sikap reflek,
fungsi motorik, sensorik tiap
Tanda vital stabil. 1-2 jam.
- Naikkan kepala dengan
sudut 15-450, tanpa bantal
(tidak hiperekstensi atau
fleksi) dan posisi netral
(posisi kepala sampai lumbal
ada dalam garis lurus).
- Anjurkan anak dan orang
tua untuk mengurangi
aktivitas yang dapat
menaikkan tekanan
intrakranial atau
intraabdominal, misal:
mengejan saat BAB, menarik
nafas, membalikkan badan,
batuk.
- Monitor tanda kenaikan
tekanan intrakranial,
misalnya: iritabilitas, tangis,
sakit kepala, mual muntah.
- Monitor intake output
cairan setiap hari.
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan:
- Tanda vital
normal.
- Kaji tingkat kesadaran
dan respon.
-
Orientasi baik.
- Ukur vital sign, status
neurologis.
-
GCS lebih dari 13.
- Tekanan
intrakranial
DENGAN HIDROSEFALUS
Posted on October 31, 2012 by haniamalya
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIDROSEFALUS APLIKASI
NANDA, NOC, NIC
A.
PENGERTIAN
Hidrocephalus adalah: suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan
intra kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat
mengalirnya CSS.
B.
1.
TANDA DAN GEJALA
Pembesaran kepala.
2.
Tekanan intra kranial meningkat dengan gejala: muntah, nyeri kepala,
oedema papil.
3.
Bola mata terdorong ke bawah oleh tekana dan penipisan tulang
supraorbital.
4.
Gangguan keasadaran, kejang.
5.
Gangguan sensorik.
6.
Penurunan dan hilangnya kemampuan akrivitas.
7.
Perubahan pupil dilatasi.
8.
Gangguan penglihatan (diplobia, kabur, visus menurun).
9.
Perubahan tanda-tanda vital (nafas dalam, nadi lambat, hipertermi,/
hipotermi).
10. Penurunan kemampuan berpikir.
C.
PATOFISIOLOGI
Produksi CSF terutama tergantung pada transporalselsan, terutama natrium
melintasi membran epitel khusus dari pleksus koroideus ke dalam rongga
ventrikel. Air secara pasif mengikuti untuk memudahkan keseimbangan osmotik.
Hasilnya adalah masuknya cairan ke dalam ventrikel otak. Cairan berselulasi
lewat akuaduktus silvi dan ventrikel keempat, masuk ke dalam ruang
subarakhnoid melalui foramena lusheka dan megendie. Kemudian diabsorbsi ke
dalam sirkulasi vena dari ruang subarakhnoid yang meliputi otak, sejumlah
tertentu medula spinalis dan lapisan ependim yang melapisi ventrikel.
Proses terjadinya hidrosefalus dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.Kelainan kongenital.
a. Stenosis akuaduktus sylvii.
b. Anomali pembuluh darah.
c. Spino bifida dan kranium bifidi.
d. Sindrom Dandy-walker.
2.Infeksi.
Infeksi mengakibatkan perlekatan meningen (selaput otak) sehingga terjadi
obliterasi ruang subarakhnoid, misalnya meningitis.
Infeksi lain yang menyebabkan hidrosefalus yaitu:
a. TORCH.
b. Kista-kista parasit.
c. Lues kongenital.
3.Trauma.
Seperti pada pembedahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat
menyebabkan fibrosis epto meningen pada daerah basal otak, disamping
organisasi darah itu sendiri yang mengakibatkan terjadinya sumbatan yang
mengganggu aliran CSS.
4.Neoplasma.
Terjadinya hidrosefalus disini oleh karena obstruksi mekanis yang dapat terjadi di
setiap aliran CSS. Neoplasma tersebut antara lain:
a. Tumor ventrikel III.
b. Tumor fossa posterior.
c. Pailloma pleksus khoroideus.
d. Leukemia, limfoma.
5.Degeneratif.
Histositosis X, inkontinentia pigmenti dan penyakit krabbe.
6.Gangguan vaskuler.
a. Dilatasi sinus dural.
b. Trombosis sinus venosus.
c. Malformasi V. Galeni.
d. Ekstaksi A. Basilaris.
e. Arterio venosus malformasi.
D.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Nelhaus (1987) hidrosefalus sering mempunyai gejala-gejala dan tandatanda. Namun ada kasus-kasus samar yang tidak terdiagnosis sampai dewasa,
dengan demikian perlu adanya ketelitian dlam menangani penderita yang diduga
menderita hidrosefalus, mulai dari pengambilan amnanesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium dan radiologis.
1.
Aloamnanesis/ amnanesis.
Amnanesis perlu dilakukan untuk menentukan hidrosefalus kongenital atau
akuisita. Bayi yang lahir prematur atau posterm dan merupakan kelahiran anak
yang keberapa adalah penting sebagai faktor resiko. Adanya riwayat cedera
kepala sehingga menimbulkan hematom, subdural atau perdarahan
subarakhnoid yang dapat mengakibatkan terjadinya hidrosefalus.
Demikian juga riwayat peradangan otak sebelumnya. Riwayat keluarga perlu
dilacak, riwayat gangguan perkembangan, aktivitas, perkembangan mental,
kecerdasan serta riwayat nyeri kepala, muntah-muntah, gangguan visus dan
adanya bangkitan kejang.
2.
Pemeriksaan fisik.
Kesan umum penderita terutama bayi dan anak, proporsi kepala terhadap badan,
anggota gerak secara keseluruhan tidak seimbang. Anak biasanya dalam
keadaan tidak tenang, gelisah, iritable, gangguan kesadaran, rewel, sukar makan
atau muntah-muntah.
Pada hidrosefalus kongenital kepala sangat besar, fontanela tidak menutup,
sutura melebar, kepala tampak transluse, dengan tulang kepala yang tipis,
adanya tanda mac ewens cracked pot, tanda berupa sunset sign dengan dahi
yang lebar. Pada pemeriksan auskultasi kemungkinan akan terdengarnya bising
daerah posterior oleh karena malformasi V. Galeni. Pertumbuhan kepala yang
cepat mengakibatkan muka terlihat lebih kecil dan tampak kurus.
3.
Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan terhadap komposisi cairan serebrospinal dapat sebagai petunjuk
penyebab hidrosefalus, seperti peningkatan kadar protein yang amat sangat
terdapat pada papiloma pleksus khoroideuis, setelah infeksi susunan saraf pusat,
atau perdarahan susunan saraf pusat atau perdarahan saraf sentral. Penurunan
kadar glukosa dalam cairan serebrospinal terdapat pada invasi meninggal oleh
tumor, seperti leukemia, medula blastama dan dengan pemeriksaan sitologis
cairan serebrospinal dapat diketahui adanya sel-sel tumor. Meningkatnya kadar
hidroksi doleaseti kasid pada cairan serebrospinal didapat pada obstruksi
hidrosefalus. Pemeriksaan serologis darah dalam upaya menemukan adanya
infeksi yang disebabkan oleh TORCH.
Penelitian sitologi kualitatif pada cairan serebrospinal neonatus dapat digunakan
sebagai indikator untuk mengetahui tingkat gangguan psikomotor.
4.
Pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan foto polos kepala, pelebaran fontanela, serta pelebaran sutura.
Kemungkinan ditemukannya pula keadaan-keadaan lain seperti adanya
kalsifikasi periventrikuler sebagai tanda adanya infeksi cytomegalo inclusion
dioase, kalsifikasi bilateral menunjukkan adanya infeksi tokso plasmosis.
Pemeriksaan ultrasonografi, dapat memberikan gambaran adanya pelebaran
sistem ventrikel yang lebih jelas lagi pada bayi, dan untuk diagnosis kelainan
selama masih dalam kandungan.
Pemeriksaan CT-Scanning menunjukkan adanya pelebaran ventrikel. Disamping
itu juga dapat untuk mempelajari sirkulasi cairan serebrospinal yaitu dengan
menyuntikkan kontras radio opak ke dalam sisterna magna kemudian perjalan
kontras diikuti dengan CT-Scan sehingga akan jelas adanya obstruksi terhdap
cairan serebrospinal.
Pemeriksaan pneumoensefalografi, berguna untuk memantau dilatasi ventrikel
dan ruang subarakhnoid. Apabila sudut korpus kolosum kurang dari 120
menunjukkan hidrosefalus komunikan, bila lebih dari 120 mungkin hidrosefalus
obstruksi.
E.
MANAJEMEN TERAPI
Ada 3 prinsip pengobatan hidrosefalus:
1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak sebagian pleksus
khoroideus dengan tindakan reseksi (pembedahan) atau koagulasi.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi cairan serebrospinal dengan
tempat absorbsi yakni menghubungkan ventrikel dengan subarakhnoid.
3. Pengeluaran CSS ke dalam rongga ekstra kranial dengan operasi pemasangan
shunt. Operasi pemasangan shunt dilakukan sedini mungkin, tetapi biasanya
dipasang pada usia 3-4 bulan, sedangkan revisi pada usia 18-24 bulan, 1-6
tahun, 10-12 tahun.
Prognosis hidrosefalus infatil mengalami perbaikan bermakna namun tidak
dramatis dengan temuan operasi pisau. Jika tidak dioperasi 50-60% bayi akan
meniggal karena hidrosefalus sendiri ataupun penyakit penyerta. Skitar 40% bayi
yang bertahan memiliki kecerdasan hampir normal. Dengan bedah saraf dan
penatalaksanaan medis yang baik, sekitar 70% diharap dapat melampaui masa
bayi, sekitar 40% dengan intelek normal, dan sektar 60% dengan cacat intelek
dan motorik bermakna. Prognosis bayi hidrosefalus dengan meningomilokel lebih
buruk.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN HIDROSEFALUS
A.
PENGKAJIAN
Pengkajian preoperasi: adanya riwayat meningitis, infeksi intrakranial/
hemoragie, anoxia prenatal atau infeksi intrauterine. Pada bayi dan anak
pembesaran lingkar kepala yang progresif, ubun-ubun yang menonjol dan tegang
serta tidak berdenyut, vena-vena kulit kepala melebar, sunset sign, gelisah dan
cengeng, sering mual, muntah dan nafsu makan menurun, bila diperkusi didapat
bunyi seperti pot kembang pecah. Pada anak yang lebih besar gejala utama yang
menonjol adalah peningkatan TIK, muntah dan mengeluh sakit kepala, iritabel,
pupil edema kejang baik vokal maupun umum, perubahan pupil, perubahan pola
makan, perubahan tanda vital (tekanan darah, sistol naik, nadi turun, nafas tidak
teratur).
B.
RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN/
RENCANA KEPERAWATAN
.
1.
TUJUAN DAN
MASALAH KOLABORASI KRITERIA HASIL
Perfusi jaringan tidak
Setelah dilakukan
efektif: serebral b.d
tindakan
peningkatan tekanan
keperawatan:
intrakranial, hipervolemia.
- Tekanan
intrakranial 0-15
mmHg.
INTERVENSI
- Kaji status neurologis
yang berhubungan dengan
tanda-tanda peningkatan
tekana intrakranial,
terutama GCS.
- Monitor tanda-tanda
vital:TD, nadi, respirasi,
- Perfusi otak lebih suhu, minimal tiap 15 menit
sampai keadaan pasien
dari 50 mmHg.
stabil.
- Terpeliharanya
status neurologis.
-
- Monitor tingkat
kesadaran, sikap reflek,
fungsi motorik, sensorik tiap
Tanda vital stabil. 1-2 jam.
- Naikkan kepala dengan
sudut 15-450, tanpa bantal
(tidak hiperekstensi atau
fleksi) dan posisi netral
(posisi kepala sampai lumbal
ada dalam garis lurus).
- Anjurkan anak dan orang
tua untuk mengurangi
aktivitas yang dapat
menaikkan tekanan
intrakranial atau
intraabdominal, misal:
mengejan saat BAB, menarik
nafas, membalikkan badan,
batuk.
- Monitor tanda kenaikan
tekanan intrakranial,
misalnya: iritabilitas, tangis,
sakit kepala, mual muntah.
- Monitor intake output
cairan setiap hari.
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan:
- Tanda vital
normal.
- Kaji tingkat kesadaran
dan respon.
-
Orientasi baik.
- Ukur vital sign, status
neurologis.
-
GCS lebih dari 13.
- Tekanan
intrakranial