Pemanfaatan Limbah Sayur Fermentasi Terhadap Persentasi Karkas pada Domba Lokal

TINJAUAN PUSTAKA

Ternak Domba
Dalam pemeliharaan domba terdapat beberapa keuntungan yaitu dapat
beranak lebih dari satu ekor, cepat berkembang biak, berjalan dengan jarak lebih
dekat saat digembalakan sehingga pemeliharaannya lebih mudah, termasuk pakan
rumput

sehingga

dalam

pemberian

pakan

lebih

mudah

(Tomaszweska, et al., 1993).

Domba asli Indonesia adalah domba yang memiliki ekor tipis, populasinya
ada di Jawa Barat dan Jawa Timur sekitar 80%. Domba ini mempunyai tubuh dan
bentuk badan yang kecil, serta memiliki ciri yang lain yaitu: badannya memiliki
bulu yang berwarna putih, tetapi ada yang berwarna lain, seperti hitam belangbelang yang terletak disekitar mata. Domba jantan memiliki tanduk yang kecil
sedangkan domba betina tidak memiliki tanduk. Ekor relatif tipis dan kecil.
Domba jantan dewasa memiliki bobot badan sekitar 30-40kg sedangkan bobot
badan betina sekitar 15-20 kg (Mulyono, 1998).
Domba lokal di Indonesia masih mempunyai produktivitas yang rendah
khususnya sifat pertumbuhan dan kualitas daging. Beberapa upaya telah dilakukan
untuk meningkatkan produktivitas domba diantaranya perbaikan pakan dan
menajemen pemeliharaan, seleksi persilangan dan kombinasi antara seleksi dan
persilangan. Produktivitas ternak dapat ditentukan melalui faktor bahan makanan
yang meliputi jumlah dan kualitas pakan. Kebutuhan nutrisi setiap ternak
bervariasi antara jenis dan umur fisiologis ternak. Kebutuhan nutrisi ternak
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis kelamin, tingkat produksi, keadaan
lingkungan dan aktivitas fisik lainnya (Haryanto, 1992).

Universitas Sumatera Utara

Pertumbuhan Ternak Domba

Pertumbuhan adalah pertambahan berat jaringan pembangunan seperti
tulang, urat daging, jantung, otak, semua jaringan tubuh, serta alat-alat tubuh
lainnya. Sedangkan pertumbuhan murni adalah jumlah protein yang bertambah
dan zat-zat mineral. Pertambahan akibat penimbunan lemak atau penimbunan air
bukanlah pertumbuhan murni (Anggorodi, 1984).
Ketika baru lahir, domba mengalami pertumbuhan yang sangat lambat,
kemudian laju pertumbuhannya semakin meningkat dan sampai pada titik tertentu
akan menurun. Pertumbuhan yang sangat cepat hanya berlangsung selama
beberapa bulan. Pada saat-saat seperti inilah domba memiliki kemampuan yang
optimal dalam mengkonversi pakan menjadi daging. Laju pertumbuhan yang
optimal dicapai domba saat berumur 6-12 bulan (Sodiq dan Abidin, 2008).
Ternak yang mempunyai potensi genetik yang tinggi akan mempunyai
respon yang baik terhadap makanan yang diberikan dan memiliki efisiensi
produksi yang tinggi dan adanya keragaman yang besar dalam konsumsi bahan
kering (Devendra, 1997).
Pakan Ternak Domba
Makanan bagi ternak dari sudut nutrisi merupakan salah satu unsur yang
sangat penting dalam menunjang kesehatan, pertumbuhan dan reproduksi ternak.
Kebutuhan akan makanan meningkat selama domba masih dalam pertumbuhan
berat tubuh dan pada saat kebuntingan. Pemberian makanan harus dilandasi

dengan beberapa kebutuhan sabagi berikut: kebutuhan hidup pokok, kebutuhan
untuk pertumbuhan, kebutuhan makanan yang diperlukan untuk memproduksi
jaringan dan menambah berat tubuh, kebutuhan untuk reproduksi contohnya

Universitas Sumatera Utara

kebuntingan, kebutuhan untuk laktasi yaitu untuk memproduksi air susu
(Murtidjo, 1998).
Ransum ternak ruminansia umunya hijauan dan konsentrat, pemberian
ransum berupa kombinasi kedua bahan itu akan memberikan peluang
terpenuhinya zat-zat gizi. Namun bisa juga ransum terdiri dari hijauan atau
konsentrat saja. Apabila ransum hanya terdiri dari hijauan maka biaya relatif
murah, tetapi produksi yang tinggi sulit tercapai. Sedangkan pemberian ransum
yang hanya terdiri dari konsentrat saja akan memungkinkan terjadinya produksi
yang tinggi, tetapi biaya ransum relatif mahal dan kemungkinan bisa terjadi
gangguan pencernaan (Siregar, 1994).
Hijauan merupakan pakan utama bagi ternak ruminansia dan berfungsi
tidak saja sebagai makanan tetapi juga sebagai sumber protein, energi, vitamin,
dan mineral. Dimana hijauan pakan ternak ditandai dengan kandungan serat kasar
yang tinggi lebih dari 18% bahan karing (Wiliamson, 1993).

Kebutuhan Nutrisi Domba
Kebutuhan hidup pokok merupakan kebutuhan akan nutrisi yang
digunakan untuk menggantikan jaringan yang rusak dan mati serta menyediakan
energi untuk kegiatan metabolisme. Pemberian pakan yang kurang dari kebutuhan
ternak menyebabkan efek negatip dan pada batas tertentu akan menyebabkan
tidak adanya pertumbuhan dan produksi ternak. Hal ini disebabkan nutrient
tersebut hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok saja
(Beny, 2009).
Domba memerlukan lebih banyak makanan dari pada sapi jika
dibandingkan dengan bobot badan, ini berhubungan dengan beberapa faktor yaitu

Universitas Sumatera Utara

bahwa hewan kecil pada umumnya proses pencernaaannya berjalan lebih cepat
dan rapi dari pada hewan yang jauh lebih besar. Makanan ternak ruminansia
terutama domba adalah rumput dan hijauan lain yang umunya berkadar serat kasar
tinggi, kebutuhan nutrient untuk hidup pokok padadomba dengan bobot badan
30kg adalah TDN 65%, De 2,9 Mcal/kg, PK 13,5%, CA 0,5g/ekor/hari dan P 0.22
g/ekor/hari (Lubis, 1963).
Tabel 1. Kebutuhan nilai nutrisi domba untuk pertumbuhan

Bobot
badan (Kg)
10
14
18
20

PBB
(kg/hari)
0,50
1,00
0,50
1,00
0,50
1,00
0,50
1,00

Energi
DE

(Mkal)
1,49
1,98
1,81
2,30
2,14
2,62
2,30
2,78

ME
(Mkal)
1,22
1.62
1,49
1,89
1,75
2,15
1,88
2,28


TP
(Kg)
73,70
102,70
86,90
116,90
93,60
122,60
106,80
135,80

Protein
DP
(Kg)
35,20
54,00
52,00
70,70
68,70

70,70
87,40
95,80

Bahan
Kering total
0,51
0,68
0,62
0,79
0,68
0,84
0,78
0,98

Ket: PBB (Pertambahan bobot badan)
DE (Digestible energy/ energi tercerna)
ME (Metabolisible energy)
TP (Total Protein)
DP (Digestible protein,protein tercerna)

Sumber: (Haryanto dan Andi, 1993)

Karkas
Karkas daging domba adalah bagian tubuh hewan domba yang telah
disembelih, utuh atau dibelah sepanjang tulang belakang, kemudian hanya kepala,
kulit, ekor dan organ dalam yang dipisahkan (Davendra, 1994).
Karkas adalah jika hewan telah dipotong, semua isi perut kecuali buah
pinggang dan isi dada telah dikeluarkan, kepala, kulit, ekor, dan kaki bagian
bawah telah dipisahkan, maka bagian yang telah dibersih yang biasanya
digantung. Persentase karkas domba khususnya digemukkan 56-58%, domba yang
gemuk 45-55% dan domba umur 12-16 minggu 48-50% (sumasprastowo, 1993).

Universitas Sumatera Utara

Komponen utama karkas terdiri atas jaringan otot (daging), tulang dan
lemak yang imbangan ketiga komponen tersebut menentukan kualitas karkas.
Sedangkan menurut Hasnudi (2005), proporsi komponen karkas dan potongan
karkas yang dikehendaki oleh konsumen adalah karkas atau potongan karkas yang
terdiri atas proporsi daging tanpa lemak (lean) yang tinggi, tulang yang rendah
dan lemak yang optimal. Komposisi karkas akan berubah dengan bertambahnya

bobot karkas. Peningkatan bobot karkas akan diikuti oleh pertambahan persentase
lemak dan penurunan persentase daging serta tulang (Forrest et al., 1975).
Karkas merupakan hasil utama pemotongan ternak dan mempunyai nilai
ekonomi yang lebih tinggi dari pada non karkas, sesuai dengan tujuan
pemotongan adalah untuk memproduksi daging. Komponen karkas antara lain
terdiri atas tulang, otot, lemak dan jaringan ikat dimana pemberian pakan penguat
menyebabkan penimbunan lemak pada ekor, perut dan yang terbanyak pada
daerah ginjal (Galuh, 2006).
Bobot tubuh kosong
Mengistirahatkan ternak sebelum disembelih ada (dua) cara yaiut dengan
dipuasakan dan tanpa dipuasakan. Pemuasaan dilakukan agar (1) diperolah bobot
tubuh kosong (BTK),

yaitu bobot tubuh yang telah dikurngin isi saluran

pencernaan dan urin, (2) mempermudah proses penyembelihan terutama bagian
ternak yang agresif atau liar (Soeparno, 1994).
Sistem Pencernaan Ruminansia
Ruminansia secara spesifik mampu mensintesis asam-asam amino dari
unsur-unsur yang dihasilkan oleh berbagai proses yang terjadi didalam rumen.

Itulah sebabnya, ruminansia mampu mengkonsumsi urea (yang merupakan non-

Universitas Sumatera Utara

protein nitrogen) dalam jumlah terbatas, yang di dalam rumen terurai menjadi
NH3 dan merupakan bahan utama pembentuk asam-asam amino. Selain dari
bahan pakan yang dikonsumsisnya, kebutuhan tubuh ruminansia terhadap protein
juga dipenuhi dari mikroba rumen (Sodiq dan Abidin, 2002).
Pemberian hijauan sebagai pakan utama domba pada umumnya kurang
mampu memenuhi kebutuhan produksi, oleh karena itu diperlukan pakan penguat
(konsentrat). Selain itu jumlah konsumsi nutri yang sama akan menghasilkan
bobot potong yang sama. Selain bobot potong, ternyata bobot tubuh kosong juga
akan mempengaruhinya (Adiwinarti, 1999).
Dalam rumen, degradasi dan fermentasi pakan oleh mikrobarumen terjadi
baik secara sendiri-sendiri, bersama-sama maupun interaksi bakteri, protozoa dan
fungi rumen. Konsumsi pakan akan ditentukan oleh kencernaan pakan dan
kapasitas rumen, sedangkan kecernaan pakan akan ditentukan oleh karakteristik
degradasi dan kecepatan aliran (outflow rate) atau laju dari zat pakan tersebut
meninggalkan rumen (Ismartoyo, 2011).

Bahan Penyusun Konsentrat
Onggok
Onggok merupakan hasil samping dari pembuatan tapioka ubi kayu.
Kandungan protein ubi kayu yang rendah kurang dari 5 % membuat hasil samping
dari ubi kayu belum dimanfaatkan orang. Namun dengan teknik fermentasi
kandungan proteinnya dapat ditingkatkan, sehingga onggok yang terfermentasi
dapat digunakan sabagai bahan baku pakan (Tarmudji, 2004).
Kelebihan onggok sebagai hasil samping pembuatan tepung tapioka selain
harganya murah, tersedia cukup, mudah didapat dan tidak bersaing dengan

Universitas Sumatera Utara

kebutuhan manusia. Onggok merupakan bahan sumber energi yang mempunyai
kadar protein kasar rendah tapi kaya akan karbohidrat yang mudah dicerna
(BETN) bagi ternak serta penggunaannya dalam ransum mampu menurunkan
biaya ransum (Rasyid et al., 1996).
Dedak Padi
Penggunaan dedak padi tidak lazim digunakan sebagai salah satu bahan
campuran pakan, baik untuk ternak ruminansia maupun non ruminasia termasuk
unggas. Dedak cukup mengandung energi dan protein dan kaya akan vitamin.
Dedak padi merupakan hasil ikutan dalam proses pengolahan gabah menjadi beras
yang mengandung bagian luar yang tebal, tetapi bercampur dengan bagian
penutup beras. Hasil yang mempengaruhi tinggi rendahnya serat kasar dedak. Bila
dilihat dari pengolahan gabah menjadi beras dipastikan serat kasarnya tinggi
(Rasyaf, 1992).

Ampas Tahu
Ampas tahu merupakan hasil ikutan dari proses pembuatan tahu yang
banyak terdapat di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Oleh karena itu untuk
menghasilkan ampas tahu tidak terlepas dari proses pembuatan tahu. Pembuatan
tahu terdiri dari dua tahapan : (1) Pembuatan susu kedelai, danm (2)
penggumpalan protein dari susu kedelai sehingga selanjutnya tahu dicetak
menurut bentuk yang diinginkan. Ditinjau dari komposisi kimianya ampas tahu
dapat digunakan sebagai sumber protein ampas tahu mengandung NDF, ADF
yang rendah sedangkan presentase protein tinggi yang menunjukkan ampas tahu
berkualitas tinggi, tetapi mengandung bahan kering rendah (Arianto, 1983).

Universitas Sumatera Utara

Garam
Garam merangsang sekresi saliva terlalu banyak garam akan menyebabkan
retensi air sehingga menimbulkan odema. Devisiensi garam lebih sering terlihat
pada hewan herbivora, hal ini disebabkan karena hijauan dan butiran mengandung
sedikit garam. Gejala devisiensi garam yaitu nafsu makan menghilang, bulu kotor,
makan tanah, keadaan badan tidak sehat, produksi mundur dan berat badan turun,
kebutuhan domba akan garam sebanyak 9 % dalam makanan (Anggorodi, 1994).

Urea
Urea dengan rumus molekul Co (NH2)2 banyak digunakan dalam ransum
ternak ruminansia karena mudah di peroleh, harganya murah dan sedikit resiko
keracunan yang diakibatkannya dibading burret. Secara fisik urea berbentuk
kristal berwarna putih dan higroskopis (Sodiq dan Abidin, 2002).
Urea diberikan pada ruminansia akan melengkapi sebagian dari kebutuhan
protein

ternak

karena

urea

tersebut

disintesis

menjadi

protein

oleh

mikroorganisme dalam rumen namun untuk hal itu dibutuhkan sumber energi
(Anggorodi, 1994).

Molases
Molases

dapat

dipergunakan

sebagai

pakan

ternak.

Keuntungan

penggunaan molases untuk pakan ternak adalah kadar karbohidrat tinggi (48-60%
sebagai gula), kadar mineral cukup dan rasanya disukai ternak. Molases juga
mengandung vitamin B kompleks dan unsur-unsur mikro yang penting bagi ternak
seperti Cobalt, Boron, Yodium, Tembaga, Magnesium dan Seng sedangkan

Universitas Sumatera Utara

kelemahannya adalah kadar Kalium yang tinggi dapat menyebabkan diare jika
dikonsumsi terlalu banyak (Rangkuti, 1985).
Ultra Mineral
Mineral merupakan salah satu zat yang mempunyai peranan pokok dalam
hal pertumnuhan dan reproduksi ternak domba, seperti metabolisme protein,
energi serta biosintesa zat-zat pakan esensial. Indonesia yang beriklim tropis
defisiensi mineral tertentu merupakan kasus lapangan yang sering terjadi, dimana
hal ini dapat mengakibatkan ternak domba yang dipelihara mengalami penurunan
nafsu makan, efisiensi pakan tidak tercapai, terjadi penurunan bobot tubuh dan
gangguan kesuburan ternak (Davendra dan Brurns, 1997).

Pakan Berbasis Limbah sayuran
Limbah daun kembang kol
Daun kembang kol merupakan bagian sayuran yang umumnya tidak
dimanfaatkan untuk konsumsi manusia. Meski demikian, hasil analisa
menunjukkan bahwa tepung daun kembang kol mempunyai kadar protein yang
cukup tinggi, yaitu 25,18 g/100g dan kandungan energi metabolis sebesar 3523
kcal/kg (Santoso, 2010).
Limbah sawi
Jenis limbah sawi yang banyak di pasaran yaitu limbah sawi hijau/caisim
dan sawi putih. Sawi memiliki kadar air yang cukup tinggi, mencapai lebih dari
95 %, sehingga umumnya sawi cenderung lebih mudah untuk diolah menjadi
asinan. Jika akan diolah menjadi silase, terlebih dahulu sawi harus
dilayukan/dijemur atau dikering-anginkan untuk mengurangi kadar airnya. Nilai

Universitas Sumatera Utara

energi dan protein kedua jenis sawi ini setelah ditepungkan hampir sama, berada
pada kisaran 3200 – 3400 kcal/kg dan 25 – 32 g/ 100g (Santoso, 2010).
Limbah kol
Kol merupakan tanaman semusim saat ini jenis kol banyak dikembangkan
salah satunya adalah kol krop dan kol bunga, dimana masing-masing kol ini
memiliki kandungan vitamin A, B, dan C. Kol juga termasuk sayuran dengan
kadar air tinggi (> 90%) sehingga mudah mengalami pembusukan/kerusakan
(Santoso, 2010).
Limbah Jagung
Indonesia merupakan negara penghasil jagung dengan komoditi yang
cukup besar. Luas tanaman jagung di Indonesia pada tahun 2004 mencapai
3.5000.000 ha dengan jumlah produksi hingga 11.354.856 ton. Ini menunjukkan
bahwa negara ini merupakan salah satu negara penghasil tanaman jagung terbesar
(Kushartono, 2005). Sedangkan menurut Murni (2004), menambahkan jagung tua
yang siap di panen terdiri atas 38 % biji, 7 % tongkol, 12 % kulit, 13 % daun dan
30 % batang.
Tabel 2. Komposisi beberapa jenis limbah sayur
Jenis
sayuran
Bayam
Kangkung
Kubis
Sawi putih
Kecambah
Daun
kangkung
Daun
kembang
Kulit
jagung

Bahan
kering
15.2
10
7.0
5.8
*
23.8

Kalori Protein
(g)
43
5.2
30
2.7
22
1.6
17
1.7
23
2.9
*
8.93

Lemak
(g)
*
*
*
*
0.2
1.03

Serat
(g)
1.0
1.1
0.8
0.7
*
3.19

Kapur
(mg)
340
50
55
100
*
*

Besi
(mg)
4.1
2.5
0.8
2.6
*
*

Abu
(%)
*
*
*
*
*
1.82
19.9
3
2.97

*

3890

31.77

*

13.77

*

*

*

4351

1.94

34.15

*

*

*

Ket *
: tidak ada data
Sumber : Mansy (2002) Oomen, H. A. P. C., dkk (1984)
dalam Redaksi Trubus (1999).

Universitas Sumatera Utara

Fermentasi
Fermentasi adalah segala macam proses metabolisme dimana enzim dari
mikroorganisme (jasad renik) melakukan oksidasi, hidrolisa dan reaksi kimia
lainnya sehingga terjadi perubahan kimia pada substrat organik dengan
menghasilkan produk tertentu (Saono, 1976).
Proses fermentasi bahan pakan oleh mikroorganisme menyebabkan
perubahan-perubahan yang menguntungkan seperti memperbaiki mutu bahan
pakan baik dari aspek gizi maupun daya cerna serta meningkatkan daya tahannya.
Produk fermentasi biasanya mempunyai nilai nutrisi yang lebih tinggi dari bahan
aslinya, hal ini tidak hanya disebabkan karena mikroba yang bersifat katabolik
atau memecahkan komponen-komponen yang kompleks menjadi zat-zat yang
lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna tetapi juga karena enzim yang
dihasilkan oleh mikroba itu sendiri (Winarno, 1980).

Universitas Sumatera Utara