Metode Pendidikan dan Pola Asuh Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) (studi kasus: Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya di Kec. Siantar Kab. Simalungun Provinsi Sumatera Utara)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Tubuh pada diri manusia merupakan indikator utama untuk dapat bertahan

hidup. Dikatakan demikian karena melalui tubuh, manusia mampu membangun
sendi-sendi kehidupannya. Melalui kinerja tubuh, seorang manusia mampu untuk
memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan taraf kesejahteraan hidup. Tubuh
manusia merupakan subjek dan objek dari suatu kehidupan sosial masyarakat.
Tubuh secara tidak langsung dapat menggambarkan serta menjelaskan suatu
status, kedudukan, serta karya-karya di dalam ruang lingkup budaya masyarakat.
Dalam konsep budaya masyarakat yang beradab, tubuh sangatlah dihargai dan
tidak diskriminasikan.
Keberadaan dari seorang manusia tidak akan berarti tanpa adanya tubuh.
Tubuh diibaratkan merupakan suatu identitas alami bagi manusia itu sendiri.
Melalui tubuh, seorang individu manusia dapat dibedakan dengan mahkluk hidup
yang lainnya termasuk dengan kerabat yang paling dekat yaitu monyet. Di dalam
kesehariannya baik hal tersebut melingkupi kehidupan sosial, politik, keagamaan,

dan tentunya budaya manusia bertumpu pada kinerja tubuhnya. Dengan demikian,
dapat dikatakan manfaat tubuh dalam aktivitas kehidupan manusia memiliki status
dan peranan yang penting.
Oleh karena itu, cacat pada tubuh merupakan salah satu dilema bagi yang
mengalaminya. Cacat yang terjadi akibat dari bawaan lahir ataupun yang

1
Universitas Sumatera Utara

didapatkan akibat dari kecelakaan dalam menjalankan aktivitas kehidupan seharihari akan memberi dampak negatif yang memberatkan siklus kehidupan seorang
manusia. Penyandang

cacat fisik akan membutuhkan tenaga ekstra dalam

menjalankan aktivitas sehari-hari dan tentunya kendala-kendala lain yang tidak
didapatkan oleh manusia normal pada umumnya.
Pada masa lampau, penyandang cacat akan mendapatkan tekanan-tekanan
sosial yang berakibat akan mempengaruhi kondisi mental seseorang. Hal ini
terjadi karena budaya terdahulu begitu mengagungkan nilai-nilai keindahan dari
tubuh itu sendiri. Budaya ini akan mengakibatkan adanya diskriminisasi akan

pemberian hak dan kewajiban berlandaskan perbedaan tubuh. Contoh kasus:
diskriminasi warna kulit di Afrika Selatan.
Dengan demikian, penyandang cacat fisik dianggap sebagai manusia yang
melanggar nilai keindahan tubuh dan secara tidak langsung akan mendapatkan
stigma-stigma negatif dari masyarakat ataupun lingkungan sosial. Oleh karena itu,
penyandang cacat fisik di lingkungan sosial pada dasarnya kurang mendapatkan
tempat di lingkungan masyarakat. Bukan hanya itu, penyandang cacat juga kurang
mendapatkan empati di lingkungan keluarga mereka sendiri.
Masyarakat pada masa dulu akan membatasi berhubungan sosial dengan
para penyandang cacat fisik. Batasan-batasan hubungan sosial ini telah
melingkupi dalam relasi, adat istiadat, dan tentunya budaya masyarakat.
Penyandang cacat fisik tidak mendapatkan kebebasan untuk melakukan berbagai
aktivitas seperti manusia normal. Dengan demikian penyandang cacat fisik hidup
dan berkembang sebagai manusia yang terikat dalam budaya masyarakat.

2
Universitas Sumatera Utara

Manusia


merupakan

mahkluk

hidup

cerdas

yang

belajar

dari

pengalamannya. Pandangan-pandangan terdahulu terhadap penyandang cacat fisik
telah mengalami perubahan. Dalam perjalanan kehidupan zaman moderen saat ini,
penyandang cacat telah mendapatkan perhatian di lingkungan masyarakat.
Manusia yang memiliki keterbatasan fisik, pada saat ini telah diberdayakan seperti
orang-orang normal.
Hal ini terjadi tentunya akibat dari pemikiran yang maju dan cara pandang

berbeda dalam menyikapi sesuatu. Peradaban moderen saat ini memiliki penilaian
yang berbeda terhadap manusia sebagai subjek maupun objeknya. Manusia dalam
budaya yang lebih maju dinilai tidak berdasarkan tubuhnya lagi. Dasar-dasar
penilaian terhadap manusia telah tertuju pada kemampuan intelektual dan
perilakunya. Walaupun demikian tubuh tetap dijadikan sebagai indikator utama
dalam membangun suatu kebudayaan.
Penyandang cacat dalam zaman moderen saat ini telah bermetamorfosa
dari beban sosial masyarakat menjadi manusia yang mampu berdiri di kaki
sendiri. Perubahan ini dibutuhkan sebagai upaya untuk menghindari penyandang
cacat dikategorikan sebagai kaum marjinal ataupun terpinggirkan. Sebagaimana
diketahui mereka yang tergolong masyarakat terpinggirkan adalah orang miskin,
gelandangan, pemulung, kaum buruh dengan gaji rendah, anak jalanan, para
penyandang cacat, terjangkit penyakit HIV dan AIDS, masyarakat tradisional,
korban perdagangan manusia, korban kekerasan domestik, remaja yang
mengalami konflik dengan hukum, buruh tani, pekerja seks, dan lainnya. Mereka

3
Universitas Sumatera Utara

terpinggirkan karena tekanan ekonomi, sosial, budaya, dan politik, termasuk

kebijakan dan program pemerintah yang tidak berpihak.1
Mengusahakan penyandang cacat untuk menjadi manusia yang berguna
dan memiliki daya saing di zaman era moderen saat ini memerlukan wadah
ataupun tempat untuk mengasah dan memaksimalkan kemampuan. Pendidikan
merupakan satu-satunya wadah yang mampu untuk mengoptimalkan potensi
seorang manusia. Melalui pendidikan, potensi manusia dan kinerja intelektual
serta kemampuan fisik akan mengalami perkembangan. Hal ini tentunya berlaku
bagi penyandang cacat.
. Pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia yang tidak akan pernah
berubah dari zaman ke zaman. Pendidikan akan membentuk manusia menjadi
lebih beradab dan berwawasan luas. Tanpa adanya pendidikan, sistem kehidupan
manusia akan tetap barbar. Pendidikan akan mengubah gaya kehidupan barbar
menjadi kaum intelektual. Dengan demikian, dapat dinyatakan peranan
pendidikan di dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Hal ini dapat terjadi
karena pendidikan merupakan gaya hidup.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Tirtarahardja dan Sulo (2005:37)
menyatakan pendidikan memperhatikan kesatuan aspek jasmani dan rohani, aspek
diri (individualitas) dan aspek sosial, aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, serta
segi serba keterhubungan manusia dengan dirinya (konsentris), dengan
lingkungan sosial dan alamnya (horinzontal), dan dengan Tuhannya (vertikal).


Sumber internet: Yus Diana,”Dilema Kaum Marjinal” www.kompasiana.com/dianay/dilemakaum-marjinal. Diakses pada tanggal 8 April 2016. Pada pukul 05.48 WIB
1

4
Universitas Sumatera Utara

Sejalan dengan pemikiran Tirtahardja dan Sulo, Jenks (terj.,-,2008:196)
menjelaskan fungsi primer dari pendidikan dan beragam varian sosialisasi ialah
untuk mentransmisikan modal budaya dalam bentuk tanda-tanda bernilai tertentu
serta gaya-gaya penyajiannya. Habitus-habitus lain sebagai akibatnya tergeser
statusnya menjadi sebagai stigma. Bentuk-bentuk representasi akal sehat mulai
menyadari berbagai macam keterlokasian sosial melalui bakat atau bahkan „darah‟
untuk membedakan.
Lebih lanjut dengan sangat jelas Koentjaraningrat (2009:136) menyatakan
pranata-pranata yang berfungsi memenuhi keperluan penerangan dan pendidikan
manusia supaya menjadi anggota masyarakat yang berguna adalah educational
institutions. Contoh: pengasuhan anak-anak, pendidikan rakyat, pendidikan
menengah, pendidikan tinggi, pemberantasan buta huruf, pendidikan keamanan,
pers, perpustakaan umum dan sebagainya.

Pendapat dari Koentjaraningrat sejalan dengan pemikiran Ambarjaya
(2012:7) yang menyatakan pendidikan merupakan sejumlah pengalaman dari
seseorang atau kelompok untuk dapat memahami sesuatu yang sebelumnya tidak
mereka pahami. Pengalaman itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang
atau kelompok dengan lingkungannya. Interaksi itu menimbulkan proses
perubahan (belajar) pada manusia dan selanjutnya proses perubahan itu
menghasilkan perkembangan (development) bagi kehidupan seseorang atau
kelompok dalam lingkungannya.
Selanjutnya menurut Shiraev dan Levy (2012:281) menyatakan kualitas
hidup secara umum merupakan ketersediaan makanan dan produk lain, jenis

5
Universitas Sumatera Utara

kondisi hidup, kualitas pendidikan dan perawatan kesehatan, kehadiran atau
ketiadaan kekerasan dalam kehidupan anak, dan sejumlah faktor lain secara
signifikan mempengaruhi perkembangan anak.
Skema pendidikan di dalam kehidupan manusia memiliki beragam fungsi
dan manfaat. Di samping sebagai pembentuk karakter atau mengurangi tingkat
kemiskinan, pendidikan juga memiliki hubungan timbal-balik dengan azas-azas

kebudayaan. Suzanne E.D‟Amato (2010:874) yang merupakan ahli ilmu
antropologi pendidikan menyatakan sebagai berikut:
“Negotiating meaning requires an understanding of the
prevailing culture, whether the subject is literature, music, social
studies, science, or religion. Effective educaiton is based upon
positive social interaction among all those anthropological
understandings and methodologis will leverafe knowledge to
improve student attitude and achievement. Using this perspective,
eduction and anthropology will work together to alleviate
behavioral difficulties, drop-out rates, violence, and other
negative influences that have the potential to impact the school
and, ulitmately, the indivdual.”
“Dalam membangun suatu karakter diperlukan kebudayaan,
pengalaman hidup, musik, belajar ilmu sosial, pengetahuan dan
agama. Pendidikan yang efektif akan menimbulkan interaksi
sosial yang positif, demikian pula dengan pendekatan antropologi
dalam menggunan metode pendidikan untuk melatih para siswa.
Pemahaman, pendidikan dan antropologi merupakan salah satu
cara untuk menghadapi kesulitan dalam putus sekolah,
kemiskinan, dan berbagai permalahan lain yang ditemukan di

dalam sekolah sebagai pusat pendidikan.”2
Manfaat serta peranan pendidikan tersebut juga tercatat dengan sangat
jelas dalam peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar

Suzanne E. D‟Amato, “Eductation and Anthropology,” 21st Century Anthropology A Refrence
Handbook Volume 1&2,ed. H. James Birx( Mexico: SAGE Publications, 2010), 874.

2

6
Universitas Sumatera Utara

dan Peraturan Pemerintah No.29 tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah, yakni
yang mengatur penyediaan fasilitas pendidikan berupa:
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) bagi mereka yang menyandang
kelainan fisik dan/mental yang akan mengikuti pendidikan setingkat
Sekolah Dasar;
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB) Bagi mereka
yang akan melanjutkan ke tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama; dan
Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB) bagi mereka yang ingin

melanjutkan pendidikan ke tingkat Sekolah Menengah Umum.3
Pemerintah sebagai sebuah lembaga dalam melakukan kinerjanya tentunya
memiliki keterbatasan dalam berbagai hal. Dengan demikian, usaha pemerintah
dalam memberdayakan penyandang cacat melalui pendidikan membutuhkan
bantuan dari pihak-pihak swasta. Hal ini dilakukan untuk dapat melakukan proyek
pendidikan terhadap penyandang cacat di seluruh wilayah kesatuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya merupakan salah satu lembaga swasta
yang melakukan kerja sama dengan pemerintah untuk memberdayakan
penyandang cacat. Lembaga swasta ini melalui karyanya membantu penyandang
cacat menjadi manusia yang mapan di mata masyarakat. Dalam melakukan
kinerjanya Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya menjunjung tinggi nilai-nilai yang
terkandung di dalam Hak Azasi Manusia (HAM). Artinya penyandang cacat

3

Dr. Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, 2001, Hal. 96

7
Universitas Sumatera Utara


diberikan haknya selayaknya manusia pada umumnya. Salah satu hak tersebut
adalah pendidikan.
Penyandang cacat merupakan manusia yang tidak mampu dalam
mengoptimalkan kemampuan tubuhya. Dengan kata lain, penyandang cacat
memiliki keterbatasan untuk menggerakkan atau mengkordinasikan tubuhnya
dengan sebaik mungkin. Oleh karena itu, penyandang cacat di dalam
kehidupannya membutuhkan manusia lain dalam membantunya melakukan halhal sederhana.
Kekurangan-kekurangan ini telah diobservasi dan diketahui oleh Pusat
Rehabilitasi Harapan Jaya. Lembaga ini merupakan sumber kehidupan bagi
penyandang cacat. Maksudnya di sini, penyandang cacat dikelola dan
diperhatikan keberadaanya sehingga mampu untuk membentuk kehidupannya
sendiri.
Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya merupakan lembaga yang bergerak dalam
memberdayakan penyandang cacat melalui bidang pendidikan dan kesehatan.
Bentuk-bentuk

pengajaran

yang

diberikan

kepada

penyandang

cacat

memperhatikan berbagai aspek. Diantaranya yaitu:
 Nilai-nilai moral
 Pemahaman lingkungan sosial
 Etika dan budaya
 Kehidupan spritual maupun rohani
 Serta pemahaman konteks dalam hal untuk berwirausaha

8
Universitas Sumatera Utara

Lembaga swasta yang berlatar belakang agama Katolik ini, memberikan
pendidikan kepada penyandang cacat dari berbagai kalangan usia. Akan tetapi,
penulis akan menentukan informan penelitian hanya untuk usia anak (0-23 tahun).
Penyandang cacat pada usia tersebut, lazim dikatakan sebagai Anak Berkebutuhan
Khusus. Dengan demikian, maka terbentuklah judul penelitian ini yaitu “metode
pendidikan dan pola asuh pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)”. Adapun
tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sistem pendidikan dan pola asuh yang
diterapkan pada anak-anak penyandang cacat. Untuk mendapatkan informasi
tersebut, penulis selama melakukan penelitian mengikuti kegiatan-kegiatan yang
berada di Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya. Dengan demikian maka tujuan dari
penelitian ini dapat terlaksanakan.

1.2.

Tinjauan Pustaka
Ruang lingkup dunia Antropologi merupakan salah satu cabang ilmu

pengetahuan yang secara kompleks mengkaji makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang
Mahakuasa dengan nama manusia. Ilmu Antropologi secara garis besar
menggambarkan manusia dan budayanya. Selain itu, ilmu ini juga memperhatikan
dan mengobservasi tubuh manusia lebih detail dan kompleks. Hal ini dikarenakan
tubuh manusia dan budaya berkaitan erat seperti kerabat.
Tubuh manusia di dalam setiap kepercayaan manusia memberikan
pendapat maupun gambaran yang berbeda-beda. Di dalam satu suku tubuh begitu
disakralkan, di sisi lain objek materi tersebut akan diperjualbelikan. Konteks
pemikiran ini juga terjadi pada konsep tubuh yang cacat. Satu contoh kasus: Suku

9
Universitas Sumatera Utara

Dani di Papua, mereka mempunyai tradisi yang cukup aneh. Apabila ada salah
satu anggota keluarga yang meninggal, tidak hanya dengan menangis, mereka
juga memotong jarinya. Pemotongan jari ini dilambangkan kepedihan dan
sakitnya bila kehilangan anggota keluarga yang dicintai. Ungkapan yang begitu
mendalam, bahkan harus kehilangan anggota tubuh. Bagi suku Dani, jari bisa
diartikan sebagai simbol kerukunan, kebersatuan, dan kekuatan dalam diri
manusia maupun sebuah keluarga. Walaupun dalam penamaan jari yang ada di
tangan manusia hanya menyebutkan satu perwakilan keluarga yaitu ibu jari. Akan
tetapi jika dicermati setiap bentuk dan panjang jari memiliki sebuah kesatuan dan
kekuatan kebersamaan untuk meringankan semua beban pekerjaan manusia.4
Dalam pandangan Bakker (2012:103) menyatakan secara tradisional
materi dan roh, badan dan jiwa, diberi pernilaian yang berbeda sekali.
Materi/badan dinilai rendah, kurang sempurna, dan sekunder; roh/jiwa dinilai
tinggi, sempurna, dan primer. Roh/jiwa mengatasi materi/badan yang paling indah
pun, dan disebut „transenden‟. Tidak tenggelam ke dalam materi, melainkan
muncul darinya pula. „Yang-Spritual‟ dan „yang-materiil‟ dipandang sebagai dua
bidang yang dipisahkan satu sama lain oleh jurang yang lebar. Keistimewaan
manusia ialah bahwa dia menjembatani jurang itu dan menyambung di dalam
dirinya sendiri kedua bidang yang berbeda itu; sehingga dia seakan-akan hidup di
dalam dua macam dunia yang bertentangan.
Tubuh manusia merupakan penggerak bagi suatu kebudayaan. Hal ini
dapat terjadi karena tubuh merupakan sumber, pencetus, ataupun otak dari budaya
Sumber internet: Muhamad Luthfi Razan, Potong Jari, “Tradisi Ekstrim Suku Dani Saat
Berduka” http://citizen 6. Liputan 6. Com/read/761129/potong-jari-tradisi-ekstrim-suku-dani-saatberduka. Diakses pada tanggal 21 April 2016. Pada pukul 08.45 WIB.
4

10
Universitas Sumatera Utara

itu sendiri. Melalui tubuh seorang manusia maka kebudayaan lama akan
digantikan dengan kebudayaan baru. Dengan demikian, dapat dinyatakan tubuh
manusia merupakan penggerak revolusi kebudayaan itu sendiri.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Jenks (terj.,-,2008:9-10) bahwasanya
asal muasal terciptanya konsep „kebudayaan‟ yang manusia miliki melalui
tipologi rangkap-empat sebagai berikut:
1. Kebudayaan sebagai suatu kategori cerebral atau dapat dipastikan sebagai
kategori kognitif: kebudayaan dapat diintelektualisasikan sebagai suatu
kondisi pikiran yang bersifat umum. Ia menggusung konsep gagasan
mengenai kesempurnaan, target sasaran atau aspirasi akan emansipasi atau
pencapaian manusia secara perorangan.
2. Kebudayaan sebagai suatu kategori yang lebih teraba dan kolektif:
kebudayaan menghadirkan suatu kondisi perkembangan intelektual dan/
atau moral di dalam masyarakat.
3. Kebudayaan sebagai suatu kategori yang konkret dan deskriptif:
kebudayaan dipandang sebagai badan kolektif akan kesenian dan karya
intelektual yang ada di dalam sistem masyarakat mana pun: hal ini
sangatlah mencerminkan penggunaan gaya bahasa sehari-hari akan
terminologi „kebudayaan‟ ini serta memboyong kesan-kesan partikularitas,
eksklusifitas, elitisme, pelatihan, dan pengetahuan spesialis atau sosialisasi
yang terkandung didalamnya.
4. Kebudayaan sebagai suatu kategori sosial; kebudayaan dianggap sebagai
keseluruhan cara hidup suatu kelompok masyarakat.

11
Universitas Sumatera Utara

Sejalan dengan Jenks, Frans Boas (dalam John Monaghan dan Peter Just
2008:55) menyatakan kebudayaan mencakup segala macam bentuk manifestasi
dari perilaku sosial suatu komunitas, reaksi-reaksi dari individu yang dipengaruhi
oleh kebiasaan-kebiasaan yang dimiliki oleh kelompok tempat di mana ia hidup,
dan juga hasil dari aktivitas-aktivitas manusia yang ditentukan oleh kebiasaankebiasaan ini.
Pendapat dari ahli tersebut sejalan dengan konsep pemikiran Pope
(1984:178) yang menyatakan kebudayaan sering dianggap sebagai salah satu sifat
manusia yang unik, tetapi kebudayaan di sini digambarkan sebagai pengetahuan
yang disalurkan secara extrasomnatical telah diamati pula pada sejumlah mahkluk
lain,

termasuk

kera.

Selanjutnya

Dayakisni

dan

Yuniardi

(2004:6)

mengungkapkam kata budaya sangat umum dipergunakan dalam bahasa seharihri. Paling sering budaya dikaitkan dengan pengrtian ras, bangsa, atau etnis.
Perilaku orang yang kebetulan keturunan Jawa selalu dikatakan sebagai pengaruh
budaya Jawa, begitu juga dengan perilaku orang Cina selalu dikatakan budaya
Cina. Demikian pula dengan pendapat Foster dan Anderson (1986:48)
menyatakan pranata-pranata utama dalam setiap kebudayaan berhubungan satu
dengan lain dan memenuhi fungsi khusus dalam hubungannya satu sama lain.
Tiap pranata tersebut amat penting bagi berfungsinya secara normal di mana
kebudayaan pranata itu berada, dan sebaliknya, memerlukan yang lainnya untuk
kelanjutan eksistensinya.
Dalam perjalanan kehidupan manusia, tubuh telah mampu menciptakan
sejarah, kebudayaan, konsep pemikirian, dan tentunya pengetahuan akan Tuhan.

12
Universitas Sumatera Utara

Di sisi lain tubuh juga berfungsi dalam menjelaskan suatu status maupun
kedudukan manusia di dalam masyarakat sosialnya. Sebagaimana contoh dalam
budaya orang Batak, kepala adalah anggota tubuh yang paling tinggi martabatnya.
Menyentuh kepala seseorang dengan tidak disertai permintaan maaf yang
sungguh-sungguh, bisa berakibat parah. Sebaliknya anggota tubuh yang paling
rendah derajatnya ialah telapak kaki. 5
Fungsi paling penting dari tubuh itu sendiri yaitu merupakan pondasi dasar
dalam mencari kebutuhan hidup. Dengan kata lain, manusia harus menggerakkan
tubuhnya untuk dapat mencari keperluan-keperluan yang diinginkan di dalam
hidupnya. Contoh dari kasus-kasus tersebut dapat diperhatikan dalam pekerjaanpekerjaan yang dilakukan oleh manusia pada zaman moderen saat ini. Misalnya
dalam contoh yang positif, seorang atlet yang menjuarai pertandingan olimpiade
akan diganjar dengan emas atau bonus uang. Sedangkan di dalam contoh
kehidupan sosial yang negatif, seorang pelacur untuk memperoleh uang haruslah
menjajakan tubuhnya.
Nilai dari tubuh seorang manusia sangatlah penting. Hal ini dikarenakan
tubuh dapat membangun kelas-kelas di dalam kehidupan sosial masyarakat. Di
samping itu, tubuh merupakan landasan dasar dalam membangun etika, normanorma, dan hukum yang berlaku ditengah-tengah masyarakat. Dalam tahapan
level tertinggi, tubuh juga memberi makna di dalam agama manusia. Dengan
demikian, dapat dinyatakan tubuh menjadi mediasi untuk melakukan koneksi
dengan Tuhan Sang Maha Pencipta.
Sumber internet:www.RYKERS.org “Bangso Batak Toba, Keturunan Israel Yang Hilang”(Edisi
Revisi) http://rykers. blogspot.com/2009/06/bangso-batak-toba-keturunan-israel-yang-html.
Diakses pada tanggal 18 Maret 2016. Pada pukul 09.15 WIB.
5

13
Universitas Sumatera Utara

Di dalam konsep Hindu menyatakan bahwa manusia terdiri dari 2 unsur,
yaitu jasmani dan rohani. Di mana jasmani adalah badan, tubuh manusia
sedangkan rohani merupakan hakekat Tuhan yang abadi, kekal, yang disebut
dengan Atman. Manusia memiliki 3 lapisan badan yang disebut Tri Sarira yang
terdiri dari Stula Sarira, Skusma Sarira, dan Anta Karana Sarira. 6 Selanjutnya
menurut Gereja Katolik, yang mengambil pelajaran dari St. Thomas Aquinas,
manusia terdiri dari tubuh dan jiwa. Namun jiwanya di sini adalah jiwa spritual
(rohani); yang menyebabkan manusia sebagai makhluk rational/berakal budi.
Sedangkan binatang mempunyai juga tubuh dan jiwa, namun jiwanya bukan
rohani, sehingga disebut sebagai mahluk irrational/tidak berakal budi.7
Tubuh manusia merupakan benda materi yang sensitif untuk dapat
mengalami perubahan. Tubuh sebagai objek materi, apabila tidak dijaga dengan
baik maka akan rusak. Kerusakan-kerusakan ini berdampak pada kondisi fisik
maupun mental seorang manusia. Dengan demikian tubuh harus dijaga dan
dirawat untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
Pada zaman saat ini, berbagai cara dilakukan oleh manusia untuk menjaga
tubuhnya tetap sehat, muda, prima, dan berpenampilan baik. Sebagai contoh:
manusia akan melakukan perawatan terhadap tubuhnya melalui kegiatan-kegiatan
olahraga (misal: rutinitas yoga). Hal ini dilakukan untuk mencegah tubuh tersebut
cacat ataupun rusak.

Itaaaa Sajaa, “Kel-1 Hakekat Manusia Hindu”, http://itahasari. blogspot. com/2010/12/manusiahindu.html. diakses pada tanggal 3 April 2016. Pada pukul 12.10 WIB
7
Inggrid Listiati, “Perbedaan Tubuh, Jiwa dan Roh” http: www. katolisitas. Org/1899/perbedaantubuh-jiwa-dan-roh. Diakses pada tanggal 3 April 2016. Pada pukul 12.15 WIB.
6

14
Universitas Sumatera Utara

Bakker (2012:222) menjelaskan badan manusia bukan saja alat terbatas
bagi kerohanian yang sebenarnya sudah utuh. Pengakuan manusia baru real dan
padat sejauh ia telah berwujud dalam badan, dalam gerak-gerik dan dalam
kegiataan. Jadi, badan bukan merupakan penjara bagi jiwa manusia. Manusia
hanya mencapai kebebasan dan otodeterminasi sejauh ia mewujudkannya dalam
„kebudayaan‟ pribadi, dan di dalam sikap-sikap (Einstellung) yang tertentu, dalam
tingkah laku dan dalam bahasa. Jadi, badan bukan ancaman bagi kebebasan,
melainkan menjadi terbentuknya kebebasan manusia sendiri. Seluruh manusia,
sejauh telah mewujudkan diri, juga bebas.
Secara garis besar, cacat merupakan bagian dari manusia itu sendiri.
Maksudnya di sini adalah bahwa kecacatan telah ada sejak zaman dahulu kala
hingga era moderen saat ini. Kecacatan pada tubuh telah banyak diceritakan di
dalam berbagai dongeng-dongeng manusia dengan latar belakang budaya yang
berbeda. Dengan demikian, tubuh yang cacat bukanlah sesuatu yang asing di
dalam peradabana manusia. Cacat pada tubuh dalam konteks budaya pada
umumnya diceritakan dalam mitologi kepercayaan masyarakat. Salah satu
contohnya: Koentjaraningrat (2005:206) menceritakan Semar yang buruk rupa
dan memiliki anak-anak yang cacat, yang sebenarnya seorang dewa juga, dan oleh
para dewa bahkan dipanggil dengan sebutan “kakak”, adalah pesuruh para
pahlawan dalam cerita epos Mahabrahata, yakni dari keluarga Pandawa, yang
menjadi majikannya.
Selanjutnya Loir dan Reid (2006:233) menuliskan di Bugis, garis
keturunan bangsawan sama seperti garis keturunan lainnya, nama pribadi tidak

15
Universitas Sumatera Utara

hanya berfungsi untuk mengidentifikasi nama-nama pribadi tertentu tetapi untuk
menunjukkan mereka, beserta orang-orang yang sudah mendahului akan
mengikuti mereka, sebagai suatu mata rantai transmisi dari suatu warisan,
misalnya „darah putih‟ yang diwariskan dari para nenek moyang ilahi mereka,
yang olehnya mereka dan para keturunannya membedakan diri mereka sendiri
daripada para anggota masyarakat lain.
Penelitian ini pada dasarnya memiliki fokus terhadap tubuh, kecacatan,
perawatan (kesehatan), dan yang paling utama yaitu pendidikan. Penelitian yang
dilakukan di Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya berpedoman atas pengalaman anakanak didik selama mengikuti pendidikan. Penelitian diselaraskan dengan konsep
membina dan pengarahan yang dilakukan oleh PRHJ terhadap Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK). Penelitian ini juga diterapkan berdasarkan konsep
dari Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) itu sendiri.
Pada dasarnya, Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) memiliki beberapa
bagian maupun klasifikasi. Adapun klasifikasi tersebut terdiri dari tiga bagian
yaitu anak dengan latar belakang gangguan fisik, anak dengan gangguan emosi
dan perilaku, dan anak dengan gangguan intelektual. Berikut ini penjelasannya
lebih lanjut.
 Anak dengan gangguan fisik
1. Tuna netra merupakan individu yang indera penglihatannya
(kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi
dalam kegiatan sehari-hari seperti orang awas.

16
Universitas Sumatera Utara

2. Tuna rungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian
daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu
berkomunikasi secara verbal.
3. Tuna daksa memiliki pengertina sebagai anak yang mengalami
kelainan atau cacat yang berdasarkan alat gerak.
 Anak dengan gangguan emosi dan perilaku
1. Tuna laras adalah anak yang mengalami kesulitan dalam
penyesuaian diri dan bertingkah laku sesuai dengan norma-norma
yang berlaku.
2. Anak dengan gangguan komunikasi merupakan anak yang
mengalami

kelainan

suara,

artikulasi

(pengucapan),

atau

kelancaran bicara, yang mengakibatkan terjadi penyimpangan
bentuk bahasa, isi bahasa, atau fungsi bahasa.
3. Hiperaktif merupakan gangguan tingkah laku yang tidak normal,
disebabkan disfungsi neurologis dengan gejala utama tidak mampu
memusatkan perhatian.
 Anak dengan gangguan intelektual
1. Tuna grahita adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan
dan keterbelakangan perkembangan mental intelektual jauh di
bawah rata-rata sedemikian rupa sehingga mengalami kesulitan
dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial.
2. Anak lamban belajar memiliki pengertian sebagai anak yang
memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal.

17
Universitas Sumatera Utara

3. Anak kesulitan belajar adalah anak yang secara nyata mengalami
kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus.
4. Anak berbakat merupakan anak yang memiliki kemampuan dan
kecerdasan

luar

biasa

serta

memiliki

potensi

kecerdasan

(intelegensi), kreatifitas, dan tanggung jawab terhadap tugas di atas
anak-anak seusianya, sehingga dalam mewujudkan potensinya
menjadi prestasi nyata, memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
5. Autisme adalah gangguan perkembangan anak yang disebabkan
oleh

adanya

gangguan

pada

sistem

syaraf

pusat

yang

mengakibatkan gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi, dan
perilaku.
6. Indigo adalah manusia yang sejak lahir mempunyai kelebihan
khusus yang tidak dimiliki manusia pada umumnya.8

Berdasarkan observasi yang telah dilaksanakan oleh penulis bahwasanya
Anak Berkebutuhan Khusus yang terdapat di PRHJ memiliki latar belakang
kecacatan fisik sebagai berikut:
 Cerebral palsy
 Post stroke
 Post op palatum
 BCLP+UCLP, down syndrome,
 Cacat sumbing, luka bakar, lumpuh polio, dan amputasi.9
Laili Ula Arfanti,”Konsep Dasar Anak Berkebutuhan Khusus”,
http://lailiartileri.blogspot.com/2013/04/konsep-dasar-anak-berkebutuhan-khusus.html. Diakses
pada tanggal 6 Januari 2016. Pada pukul 10.00 WIB.
8

18
Universitas Sumatera Utara

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tersebut dididik untuk dapat
mengembangkan potensi, bakat, maupun minatnya. Ilmu pengetahuan juga
diberikan untuk pembentukan karakter dan pembangunan pola pikir dalam
mengikuti perkembangan zaman. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Jalaluddin
(2012:294-295) menjelaskan dalam masyarakat primitif lembaga pendidikan
secara khusus tidak ada. Anak-anak umumnya dididik di lingkungan keluarga dan
masyarakat lingkungannya. Pendidikan secara kelembagaan memang belum
diperlukan, karena variasi profesi dalam kehidupan belum ada. Jika anak
dilahirkan di lingkungan keluarga tani, maka dapat dipastikan ia akan menjadi
petani dan masyarkat lingkungannya. Demikian pula anak seorang nelayan,
ataupun anak masyarakat pemburu.
Selanjutnya Suryosubroto (2010:16) menyatakan pendidikan adalah suatu
kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Suryosubroto melalui
definisinya mencoba ingin mengatakan bahwa pendidikan menjadikan manusia
berguna baik bagi dirinya sendiri dan tidak menjadi beban dalam kehidupan sosial
masyarakat.
Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya merupakan lembaga swasta yang bergerak
secara

mandiri.

Lembaga

tersebut

mengayomi

masyarakat-masyarakat

terpinggirkan. Bentuk kepedulian lembaga ini terlaksana melalui sistem
9

Anak tuna daksa adalah anak yang menderita cacat jasmani yang terlihat pada kelainan bentuk
tulang atau otot, sendi tulang maupun syaraf. Penyebab dari kelainan ini adalah cacat yang
diperoleh sejak lahir, ketika dalam kandungan, mungkin ibu terserang penyakit yang mengganggu
pertumbuhan embrio, menggunakan dosis yang berlebihan, pada saat dilahirkan terjepit,
pertolongan salinan dengan tang, atau kelahiran prematur. Setelah lahir menderita peradangan otak
dan lain-lain, maka anak menderita cerebral palsy. Cacat tubuh karena infeksi, karena virus polio
mielitis, kecelakaan, dan TBC tulang.
Sumber internet:”Anak Tuna Daksa, Lumpuh, Pencegahan dan Penanganannya” http://emedis.blogspot.co.id/2013/06/anak-tuna-daksa-pencegahan-dan.html. Diakses pada tanggal 10
Februari 2016. Pada pukul 19.00 WIB.

19
Universitas Sumatera Utara

pendidikan yang diberikan. Pendidikan tersebut diberikan berdasarkan nilai-nilai
kemanusiaan. Hal ini tentunya diterapkan tanpa memandang latar belakang,
status, ataupun kedudukan seseorang.
Pusat Rehabilitasi memiliki fungsi untuk menjembatani kemiskinan, buta
huruf, kasus-kasus kejahatan ke dalam dunia yang lebih beradat maupun
manusiawi. Di sisi lain, PRHJ sebagai suatu lembaga juga memberikan harapan
hidup yang lebih baik kepada anak-anak didiknya. Lembaga ini terdapat di
Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Terbentuknya lembaga ini
memberikan dampak positif bagi Anak Berkebutuhan Khusus yang terdapat di
Kabupaten Simalungun. Disisi lain, PRHJ juga menargetkan untuk membantu
Anak Berkebutuhan Khusus dalam skala nasional Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).

1.3.

Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dituliskan di atas, maka yang

Menjadi sub-sub pokok permasalahan dalam melakukan penelitian ini adalah:
1) Bagaimana metode dan pola asuh yang diterapkan terhadap Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) di Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya ?
2) Apa dampak dari keberadaan Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya terhadap
masyarakat, pemerintah, dan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
tersebut ?

20
Universitas Sumatera Utara

1.4.

Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dalam penyelesaian tulisan skripsi ini dilakukan di Pusat

Rehabilitasi Harapan Jaya. Lembaga tersebut berada di Jalan Makadame Raya
(Perumnas Batu Anam), Desa Lestari Indah, Kecamatan Siantar, Kabupaten
Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Penulis memilih tempat ini berdasarkan
acuan sebagai berikut:
a. Kabupaten Simalungun merupakan salah satu daerah di Provinsi Sumatera
Utara yang memiliki kemajuan pendidikan dan kesehatan cukup
signifikan. Hal ini menjadi acuan utama bagi penulis untuk memilih
daerah Kabupaten Simalungun.
b. Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya merupakan lembaga pengasuhan Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) yang terbaik dimiliki oleh Kabupaten
Simalungun. Lembaga ini memiliki sarana dan prasarana pendidikan yang
lengkap.

1.5.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara rinci bagaimana

metode pendidikan yang diterapkan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
Hal ini disertai pula dengan pengaruh pola asuh terhadap perkembangan Anak
Berkebutuhan Khusus. Penulis juga akan mendeskripsikan bagaimana perlakuan
lingkungan sosial terhadap Anak Berkebutuhan Khusus. Dalam tahapan
selanjutnya, penelitian ini difungsikan

untuk mendeskripsikan dampak dari

keberadaan Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya di Kabupaten Simalungun.

21
Universitas Sumatera Utara

1.6.

Manfaat Penelitian
Penulis berharap penelitian ini mampu memberi berbagai manfaat bagi

individu yang berkenan untuk membacanya. Di samping itu penelitian ini
diharapan berguna bagi dunia pendidikan, sosial-budaya, dan masyarakat.

1.7.

Metode Pengumpulan Data

1.7.1

Metode Penelitian
Penelitian

yang

dilakukan

di

Pusat

Rehabilitasi

Harapan

Jaya

menggunakan metode penelitian yang biasa digunakan dalam ruang lingkup ilmu
Antropologi. Untuk itu metode penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu
metode penelitian kualitatif dengan bersifat deskriptif.
Strauss dan Corbin (1990) (dalam Salim dan Syahrum 2007:41)
menyatakan penelitian kualitatif adalah suatu jenis penelitian yang prosedur
penemuan yang dilakukan tidak menggunakan prosedur statistik atau kuantifikasi.
Dalam hal ini penelitian kualitatif adalah penelitian tentang kehidupan seseorang,
cerita, perilaku, dan juga fungsi organisasi, gerakan sosial atau hubungan timbal
balik.
Melalui

studi

ini

penulis

akan

menjelaskan

secara

rinci

dan

menggambarkan metode dan pola asuh yang diterapkan kepada Anak
Berkebutuhan Khusus di Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya. Penggunaan metode
ini memberikan bantuan kepada penulis dalam memperoleh data-data yang
diperlukan untuk bahan literatur penulisan skripsi.

22
Universitas Sumatera Utara

1.7.2

Observasi
Observasi memberikan pengaruh yang begitu besar dalam suatu penelitian.

Tanpa adanya observasi secara langsung ke lokasi penelitian maka skripsi ini
tidak akan pernah selesai. Untuk itu observasi sangat diperlukan dalam penelitian
ini. Adapun metode observasi yang dilakukan penulis yaitu metode observasi
berperan serta (participant observation).
Salim dan Syahrum (2007:114) menyatakan pengumpulan data dengan
menggunakan observasi berperan serta ditunjukkan untuk mengungkapkan makna
suatu kejadian dari setting tertentu, yang merupakan perhatian esensial dalam
penelitian kualitatif. Observasi berperan serta dilakukan untuk mengamati obyek
penelitian, seperti tempat khusus suatu organisasi, sekelompok orang atau
beberapa aktivitas suatu sekolah.
Penulis melalui metode observasi ini tidak hanya mengamati segala
aktivitas anak asuh yang terdapat di Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya. Akan tetapi,
penulis ikut serta dalam berbagai kegiatan yang terdapat di Pusat Rehabilitasi
Harapan Jaya. Hal ini bertujuan untuk mendapat informan yang lebih banyak, data
yang lebih akurat, serta mampu membangun rapport dengan orang-orang yang
terdapat di Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya.

23
Universitas Sumatera Utara

1.7.3

Wawancara
Menurut Bogdan dan Biklen (1982) (dalam Salim dan Syahrum 2007:119)

wawancara ialah percakapan yang bertujuan, biasanya antara dua orang (tetapi
kadang-kadang lebih) yang diarahkan oleh salah seorang dengan maksud
memperoleh keterangan.
Selanjutnya

Koentjaraningrat

(1989:130-138)

menyatakan

sebelum

seorang peneliti dapat memulai wawancara, artinya sebelum ia dapat berhadapan
muka dengan seseorang dan mendapat keterangan lisan dari dia, maka ada
beberapa soal mengenai persiapan untuk wawancara yang harus dipecahkan lebih
dahulu. Soal itu mengenai:
a. Seleksi individu untuk diwawancara.
b. Pendekatan orang yang telah diseleksi untuk diwawancara.
c. Pengembangan suasana lancar dalam wawancara, serta usaha untuk
menimbulkan pengertian dan bantuan sepenuhnya dari orang yang
diwawancara.
d. Memiliki persiapan sebelum melakukan wawancara.

Dengan demikian penulis akan menggunakan metode wawancara
mendalam (in-depth interview). Dalam pemilihan informan penulis akan memilih
anak berkebutuhan khusus yang dapat diajak untuk komunikasi, para pegawai
Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya, serta masyarakat di sekitar Pusat Rehabilitasi
Harapan Jaya. Penulis dalam memilih informan terinsipirasi dari pernyataan H.
Russel Bernard (1994:166) yang menyatakan sebagai berikut ini:

24
Universitas Sumatera Utara

“Some anthropologists disagree with this approach, but I think
it’s just fine. In some case, you may want to jut listen. But when
you run into a really great informant, I see no reason to hold
back. Teach the informant about the analytic categories you’re
developing and ask whether the categories are correct. If you let
yourself become the student, really good informants will educate
you.”
“Orang yang mempelajari ilmu antropologi memerlukan
pendekatan secara khusus untuk mendapatkan informan yang
ideal. Di dalam beberapa kasus, penulis harus lebih
memperhatikan dan mendengar. Akan tetapi, untuk mendapatkan
informan yan baik harus melakukan pendekatan secara baik pula.
Seorang penulis harus mampu belajar dari informan untuk
mendapatkan pengetahuan.”10
Penulis sebelum melakukan wawancara terlebih dahulu menyerahkan
lembaran persetujuan terhadap informan. Hal ini bertujuan agar informan tidak
memiliki prasangka yang buruk terhadap penulis. Dengan demikian kegiatan
wawancara dapat berjalan dengan baik.
Penulis dalam melakukan wawancara akan menggunakan interview guide.
Hal ini bertujuan agar pertanyaan tidak lari dari topik utama judul skripsi. Di sisi
lain, tujuan menggunakan interview guide dapat lebih menghemat waktu serta
dapat meminimalisir jawaban-jawaban yang tidak diinginkan.
Penulis merupakan manusia biasa ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Memori otak penulis tidak memungkinkan untuk mengingat semua jawabanjawaban dari para informan. Untuk itu penulis menggunakan video perekam serta
kamera untuk menyimpan data-data jawaban dari para informan yang
bersangkutan.

10

H. Russel Bernard, Research Methods In Antropology Second Edition Qualitative and
Quantitative Approaches (United States of America: SAGE Publications, 1994), halaman 166.

25
Universitas Sumatera Utara

1.7.4

Data Sekunder
Dalam menambah kelengkapan data penulis akan menggunakan studi

kepustakaan. Studi kepustakaan ini diperoleh melalui buku-buku yang memiliki
informasi yang mengenai anak berkebutuhan khusus, artikel-artikel yang
mendeskripsikan mengenai tubuh baik dari bidang ilmu Antropologi maupun
secara umum, serta menggunakan media internet dalam pengembangan data lebih
lanjut.

1.8. Pengalaman Penelitian
Penulis merupakan akademis yang menyukai akan pendidikan, konsep
tubuh, dan budaya masyarakat. Faktor-faktor tersebut yang melatarbelakangi
penulis untuk melakukan penelitian akan dunia pendidikan yang diterapakan
kepada anak-anak cacat. Dalam pandangan penulis, pendidikan merupakan bentuk
pertolongan pertama bagi setiap insan manusia untuk merubah hidupnya.
Pada awalnya penulis ingin meneliti “manusia normal”, tanpa memiliki
keterbatasan fisik. Akan tetapi, penulis merasa bahwa penelitian dengan objek
“manusia normal” telah sering dilakukan. Penulis memberanikan diri untuk
mengambil langkah yang berbeda. Dengan meneliti Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK), penulis berharap dapat menemukan ilmu dan pengalaman yang baru.
Penulis melakukan diskusi dengan pembimbing skripsi yaitu Kak Nita Savitri
akan konsep pemikiran tersebut. Beliau tertarik dan menyatakan setuju untuk
melanjutkan langkah ke penelitian berikutnya.

26
Universitas Sumatera Utara

Penulis sebelumnya tidak pernah membayangkan untuk melakukan
penelitian di Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya. Hal ini dikarenakan penulis lebih
tertarik untuk melakukan penelitian di kota Medan. Akan tetapi, takdir berjalan
tidak sesuai rencana. Penulis tidak menemukan tempat yang tepat di kota Medan.
PRHJ ditemukan oleh penulis, pada saat melakukan kunjungan ke Lembaga
Pemasyarakatan (LP) yang berlokasi di Kabupaten Simalungun. Pada saat itu,
tanpa sengaja penulis memperhatikan anak-anak yang memakai tongkat baru
pulang sekolah menuju PRHJ. Penulis merasa penasaran dan ingin tahu. Pada
akhirnya, untuk menjawab rasa penasaran dengan memberanikan diri penulis
bertanya kepada salah satu warga. Singkat cerita, warga tersebut tersebut
menjelaskan Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya merupakan rumah bagi orang-orang
cacat yang kurang diterima di masyarakat.
Kejadian ini, membuat penulis untuk segera bertindak cepat. Penulis
dengan segera memutuskan untuk menjadikan Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya
sebagai objek penelitian. Pada tanggal 12 Juni 2015, penulis pergi menuju PRHJ
untuk melihat situasi dan kondisi. Pada waktu itu, penulis disambut oleh Sr.
Leonie. Beliau merupakan seorang hamba Tuhan berlatarbelakang Katolik yang
menjadi pimpinan Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya. Beliau telah banyak
melakukan pelayanan terhadap kaum marjinal seperti orang cacat. Penulis dan Sr
Leonie pada saat itu berdiskusi untuk mengetahui maksud dan tujuan kedatangan.
Singkat cerita, beliau tertarik untuk ikut kerjasama dan memberikan izin
melakukan penelitian.

27
Universitas Sumatera Utara

Pada tanggal 1 Juli 2015 surat izin penelitian penulis resmi dikeluarkan.
Penulis dengan segera berangkat menuju Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya. Dalam
menuju tempat tersebut membutuhkan waktu 4 jam. Penulis menggunakan sepeda
motor dari Kota Medan menuju Kabupaten Simalungun. Pada waktu itu penulis
tiba pukul 11.00 WIB, dan disambut oleh Bapak Sitanggang. Beliau merupakan
pegawai Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya. Penulis tidak dapat menjumpai Sr.
Leonie pada saat itu karena beliau memiliki urusan penting.
Penelitian penulis ini pada akhirnya diarahkan oleh Bapak Sitanggang.
Beliau menanggungjawabi penulis atas segala kegiatan-kegiatan penelitian selama
berada di Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya. Dengan segera, penulis mencoba untuk
bersosialisasi dengan orang-orang yang berada di Pusat Rehabilitasi Harapan
Jaya. Hari demi hari penulis lalui di PRHJ dengan mengikuti program-program
yang terdapat di lembaga tersebut. Penulis mengikuti upacara, memasuki berbagai
unit, membantu anak-anak didik, progam kebersihan, dan lain sebagainya.
Selama berada di PRHJ, penulis menemukan begitu banyak orang-orang
baik. Salah satu diantaranya adalah saudara Andika Situmorang (16). Beliau
merupakan salah satu anak didik yang diasuh oleh Pusat Rehabilitasi Harapan
Jaya. Andika Situmorang (16) adalah anak yang berprestasi dan mampu untuk
bersaing dengan anak-anak normal lainnya. Beliau ini memiliki semangat hidup
yang luar biasa di balik keterbatasan fisiknya. Keterbatasan fisik tidak menjadi
penghalang untuk selalu berkarya dan berkreatifitas. Berikut ini kutipan
wawancara dengan saudara Andika Situmorang (16):
“ahu memang halak nak kencot Bang, alai kondisi hon dan
mambahen gabe malala roha. Maila do ahu Bang mulana, alai boha

28
Universitas Sumatera Utara

bahe non. Godang do jolma na late mangida ahu, alani kencot i ahu.
Pujian-pujian ma Tuhan Mulajadi Na Bolon, alani diramoti ahu bohi
dope marsiajar di Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya.”
“saya memang manusia cacat Bang, akan tetapi kondisi ini tidak
membuat untuk bersedih hati. Pada awalnya saya malu Bang, banyak
orang menghina. Akan saya tetap bersyukur kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa karena masih dapat belajar di Pusat Rehabilitasi
Harapan Jaya.”
Melakukan penelitian terhadap Anak Berkebutuhan Khusus merupakan
pengalaman pertama bagi penulis. Selama di lapangan, penulis banyak
menemukan hal-hal baru yang belum pernah ditemukan sebelumnya. Pengalaman
dari penelitian ini, menjadikan penulis lebih menghargai hak-hak setiap manusia.
Bahwasanya setiap individu manusia berhak untuk mendapatkan suatu kehidupan
yang layak melalui jenjang pendidikan. Hal ini tentunya berlaku juga bagi anakanak yang memiliki masalah dengan kecacatan fisiknya.
Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya memberikan kesan tersendiri bagi penulis
selama melakukan penelitian. Penulis menemukan begitu banyak pengalaman
baru. Di samping itu, penulis juga dapat bersosialisasi dengan orang-orang baru
dengan latar belakang yang menarik. Penulis merasakan suasana kekeluargaan
yang begitu hangat dan damai selama berada di Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya.
Hal ini terjadi karena penulis diberlakukan seperti seorang saudar dekat. Selama
penelitian penulis diberikan begitu motivasi maupun dorongan. Sikap-sikap
seperti ini tidak pernah penulis dapatkan sebelumnya.
Melakukan penelitian mengenai Anak Berkebutuhan Khusus, menjadi suatu
memori pengalaman yang tentunya membekas di hati dan pikiran. Penelitian ini
mengubah cara pandang hidup penulis. Maksudnya di sini, tubuh merupakan

29
Universitas Sumatera Utara

sesuatu yang harus dihargai dan bukan untuk disia-siakan. Di samping itu, penulis
mendapatkan hikmah bahwasanya pendidikan merupakan salah satu faktor yang
menjadikan manusia berarti jalan hidupnya.

30
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pusat Pengembangan Pendidikan Anak (Studi Etnografi Tentang Pengembanan Pendidikan Anak di Yayasan Bukit Doa Tuntungan Pancur Batu Medan)

1 58 101

Pola Asuh Anak Dalam Keluarga Yang Berbeda Keyakinan Agama (Studi di Desa Bintaro Sukorejo, Kec. Martoyudan, Kab. Magelang)

19 134 153

Pola Sosialisasi Kemandirian Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Deskriptif: di Panti Asuhan Karya Murni Jl. Karya Wisata Kecamatan Medan Johor)

1 49 114

Staff Site Universitas Negeri Yogyakarta ABK TUK TENDIK

0 0 51

MANAJEMEN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) (Studi Multi Situs Di SMPN 9 dan SMPN 10 Metro)

0 0 16

Metode Pendidikan dan Pola Asuh Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) (studi kasus: Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya di Kec. Siantar Kab. Simalungun Provinsi Sumatera Utara)

0 0 16

Metode Pendidikan dan Pola Asuh Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) (studi kasus: Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya di Kec. Siantar Kab. Simalungun Provinsi Sumatera Utara)

0 0 1

Metode Pendidikan dan Pola Asuh Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) (studi kasus: Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya di Kec. Siantar Kab. Simalungun Provinsi Sumatera Utara)

0 1 21

Metode Pendidikan dan Pola Asuh Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) (studi kasus: Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya di Kec. Siantar Kab. Simalungun Provinsi Sumatera Utara)

0 0 4

Metode Pendidikan dan Pola Asuh Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) (studi kasus: Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya di Kec. Siantar Kab. Simalungun Provinsi Sumatera Utara)

0 0 20