Analisis Literasi Informasi Mahasiswa Program Studi Psikologi Universitas HKBP Nommensen Medan

(1)

8 KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Literasi informasi

Konsep Literasi Informasi (LI) dan peranan pentingnya dalam pembelajaran formal telah menjadi kajian utama, terutama dalam dunia pendidikan. Pada pendidikan di perguruaan tinggi dalam proses belajar mahasiswa harus mampu membiasakan diri dengan cara baru dalam mengukuti pendidikan. Mahasiswa harus mencari sendiri, melatih diri dan menyerap materi yang diberikan dosen.

Istilah literasi informasi pertama kali diperkenalkan oleh Paul Zurkowski pada tahun 1974. Zurkowski berpendapat bahwa orang yang terlatih untuk menggunakan sumber-sumber informasi dalam menyelesaikan tugas mereka disebut melek informasi (information literate) (Eisenberg 2004, 3). Pendapat yang sama diberikan oleh American Library Association (ALA): “ untuk menjadi orang yang melek informasi itu dibutuhkan dan memiliki kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi, dan menggunakan informasi yang dibutuhkan secara efektif ”.

Menurut Verzosa (2009), literasi informasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengakses dan mengevaluasi informasi secara efektif untuk memecahkan masalah dan membuat keputusan. Seseorang yang memiliki literasi informasi adalah orang yang tahu bagaimana belajar untuk belajar (learning how to learn) karena mereka biasa tahu bagaimana informasi itu dikelola, cara menemukan, dan menggunakan informasi sesuai dengan etika yang berlaku.


(2)

9 Defenisi lain dikemukan dalam Dictionary for library and Information Science dinyatakan bahwa pengertian kebutuhan informasi adalah sebagai berikut:“Information need is a gap in a person’s knowledge that, when experienced at a conscious level as a question, gives rise to a search for and answer” (Reitz 2004, 357). Kebutuhan informasi merupakan kesadaran akan sesuatu yang tidak diketahui dan merumuskannya dalam bentuk pernyataan yang membutuhkan jawaban.

Kegiatan literasi informasi pada awalnya hanya untuk informasi tercetak. Namun seiring dengan kemajuan teknologi informasi, maka kini kegiatan literasi informasi tidak lagi hanya pada informasi tercetak tetapi juga pada informasi

elektronik. Perkembangan teknologi informasi dan sumber informasi

mengakibatkan ledakan informasi sehingga setiap mahasiswa dapat menerima informasi apapun dan dari manapun tanpa batas dan filter. Untuk itu setiap mahasiswa dituntut untuk memiliki keterampilan atau skill untuk memenuhi kebutuhan informasi yang sering disebut dengan istilah literasi informasi. Literasi Informasi dianggap sebagai keterampilan penting dan utama dalam menyelesaikan berbagai masalah atau dikenal dengan istilah ‘problem solving and decision making skills’. Kemampuan ini teramat sangat diperlukan dan menjadi salah satu kebutuhan dasar agar dapat tetap survive di era informasi. Agar proses pemenuhan kebutuhan akan informasi berhasil dengan sukses, maka sangat perlu seseorang memahami tentang literasi informasi.

Literasi informasi menurut Association of College and Reseach Libraries (ACRL 2000) adalah “a set of abilities to recognize when information is needed


(3)

10 and have the abilitiy to locate, evaluate, and use needed information effectively”. Seseorang yang terampil dalam literasi informasi tidak hanya akan memiliki kemampuan untuk mengenal kapan ia membutuhkan informasi, tetapi ia juga memiliki kemampuan untuk menemukan informasi, dan mengevaluasinya, serta mampu mengeksploitasi informasi untuk mengambil berbagai keputusan yang tepat sasaran.

Individu yang information literate akan memiliki rasa percaya diri, kemandirian, penuh inisiatif, dan memiliki motivasi tinggi dalam melakukan berbagai aktivitas. Di samping itu, ia adalah individu yang tahu bagaimana cara belajar dan terus melakukan upaya untuk melakukan lifelong learning yang menjadi misi utama dari penyelenggaraan pendidikan. Literasi informasi pada hakikatnya merupakan prasyarat, inti (core), dan dasar atau fondasi dari lifelong learning. Sehingga, kedua konsep ini tidak dapat dipisahkan, satu dengan lainnya. Menurut Dictionary for library and information science oleh Reitz (2004, 356) literasi informasi adalah :

“Skill in finding the information one needs, including and understanding of how libraries are organized, familiarity with resource they provide ( including information formats and automated search tools), and knowledge of commonly used techniques. The concept also includes the skill required to critically evaluate information contents and employ it effectively, as well as understanding of the technological infrastructure on which information transmission is based, including its social, and cultural context and impact”.

Merujuk pada tulisannya dapat diartikan bahwa literasi informasi adalah kemampauan dalam menemukan informasi yang dibutuhkan, termasuk pemahaman bagaimana bahan perpustakaan diatur, akrab dengan sumber yang tersedia (termasuk format informasi dan alat penelusuran otomatis) dan ilmu


(4)

11 pengetahuan dari teknik yang biasa digunakan. Konsep tersebut juga mencakup kemampuan yang dibutuhkan untuk mengevaluasi isi informasi dengan kritis dan menggunakannya secara efektif , seperti pemahaman terhadap perangkat teknologi sebagai dasar penyampaian informasi, termasuk bidang sosial, politik, konteks budaya dan dampaknya.

Chartered Institute Of Library And Information Profesional (CILIP 2005, 2) mendefenisikan literasi informasi sebagai “information literacy knowing when and why you need information, where to find it, and how to evaluate, use and communicate it in an ethical manner”. (kemampuan seseorang untuk mengetahui kapan dan mengapa informasi dibutuhkan, dimana menemukan informasi tersebut, bagaimana mengevaluasi informasi yang didapat, menggunakannya serta mengkomunikasikannya secara etis). Tidak jauh berbeda pengertian literasi informasi juga diberikan Librarian’s Information Literacy Annual Conference (LILAC 2013) yaitu “information literacy as the ability to find, use, evaluate and communicate information". Literasi informasi dilihat sebagai landasan pembelajaran dan keterampilan penting dalam era digital dan era belajar seumur hidup. Liputan laporan media seperti Google Generation dan Digital Britain menunjukkan bagaimana keterampilan literasi informasi semakin diakui sangat penting oleh orang-orang diluar profesi perpustakaan.

Penelitian yang sama juga dilakukan pada lima perguruan tinggi negeri yang telah menetapkan program literasi di Ohio: College of Wooster, Denison University, Kenyon College, Oberlin College, dan Ohio Wesleyan University yang dilakukan oleh Li Haipeng (2007, 5) yang mengatakan tujuan dari program literasi


(5)

12 informasi adalah untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan literasi informasi mahasiswa. Meningkatkan literasi informasi mahasiswa diperlukan kolaborasi antara peranan perpustakaan untuk merancang dan melaksanakan tugas yang akan melibatkan komponen literasi informasi. Sehingga disimpulkan bahwa perpustakaan dan fakultas bekerja sama mengenai sistem temu kembali atau mengevaluasi informasi sesuai disiplin ilmu mereka dan mengajarkan kemampuan tersebut kepada peserta didiknya.

Kolaborasi antara peranan perpustakaan dan fakultas sangat mendukung dalam memperkenalkan istilah literasi informasi agar memperoleh literasi informasi tersebut. Penguasaan teknologi informasi juga akan sangat memudahkan seseorang memiliki literasi informasi. Oleh karena itu literasi informasi dijadikan sebagai keterampilan penting dalam era digital saat ini dan landasan pembelajaran seumur hidup. Berdasarkan pengertian literasi informasi yang diuraikan di atas maka yang dimaksud dengan literasi informasi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mengakses, menganalisis, mengevaluasi, mengkomunikasikan informasi yang telah diperoleh secara efektif dan efisien sehingga dapat memecahkan berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan informasi.

2.2. Tujuan literasi informasi

Literasi informasi sangat berguna bagi perguruan tinggi sehingga mengharuskan peserta didik sebagai individu yang information literate untuk mendukung pendidikan dan implementasi kurikulum berbasis kompetensi untuk menemukan informasi bagi dirinya sendiri dan memanfaatkan berbagai sumber


(6)

13 informasi. Menurut Doyle yang dikutip oleh Wijetunge (2005, 33) dengan memiliki keterampilan literasi informasi maka seorang individu mampu:

a. Menentukan informasi yang akurat dan lengkap yang akan menjadi

dasar dalam membuat keputusan.

b. Menentukan batasan informasi yang dibutuhkan.

c. Memformulasikan kebutuhan informasi.

d. Mengidentifikasi sumber informasi potensial.

e. Mengembangkan strategi penelusuran yang sukses.

f. Mengakses informasi yang dibutuhkan secara efektif dan efisien.

g. Mengevaluasi informasi.

h. Mengorganisasikan informasi.

i. Menggabungkan informasi yang dipilih menjadi dasar pengetahuan

seseorang.

j. Menggunakan informasi secara efektif untuk mencapai tujuan

tertentu.

Berdasarkan uraian di atas, maka literasi informasi memiliki tujuan memampukan seseorang untuk menafsirkan informasi sebagai pengguna informasi dan menjadi penghasil informasi bagi dirinya sendiri. The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO 2007) menyatakan bahwa tujuan literasi informasi adalah:

1. Memampukan seseorang agar mampu mengakses dan memperoleh

informasi mengenai kesehatan, lingkungan, pendidikan, dan pekerjaan.

2. Memandu mereka dalam membuat keputusan yang kritikal mengenai

kehidupan mereka.

3. Lebih bertanggung jawab terhadap kesehatan dan pendidikan.

Literasi informasi bertujuan membantu seseorang dalam memenuhi kebutuhan informasi untuk kehidupan pribadinya baik dalam pendidikan, kesehatan, pekerjaan maupun lingkungan masyarakat dengan cara memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Literasi informasi dibutuhkan agar pengguna memiliki kemampuan untuk menggunakan informasi dan teknologi komunikasi dan aplikasinya di era globalisasi informasi saat ini untuk mengakses dan memciptakan informasi.


(7)

14 2.3. Manfaat literasi Informasi

Memiliki literasi informasi memberikan kemudahan dalam melakukan berbagai hal yang berhubungan dengan kegiatan penelusuran informasi.

Menurut Hancock (2004, 1) terdapat beberapa manfaat literasi informasi, meliputi:

1. Untuk Pelajar

Pelajar memiliki peran yang aktif dalam proses belajar mengajar dan dituntut untuk belajar secara mandiri. Sedangkan pengajar hanya akan menjadi fasilitator. Mahasiswa tidak akan tergantung kepada pengajar karena dapat belajar secara mandiri dengan kemampuan literasi informasi yang dimiliki. Hal ini dapat dilihat dari penampilan dan kegiatan mereka di lingkungan belajar. Pelajar yang melek informasi merupakan konsumen yang potensial dari sumber-sumber informasi. Mahasiswa yang literat juga akan berusaha belajar mengenai berbagai sumber daya informasi dan cara penggunaan sumber-sumber informasi, serta akan menjadi lebih kritis ketika menggunakan sumber informasi.

2. Untuk Masyarakat

Literasi informasi bagi masyarakat sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam lingkungan pekerjaan. Masyarakat yang literat mengetahui cara menggunakan informasi untuk mendapatkan kemudahan-kemudahan dalam membuat keputusan misalnya saat mencari bisnis atau mengelola bisnis dan berbagi informasi dengan orang lain.

3. Untuk Pekerja

Kemampuan menghitung dan membaca belum cukup dalam dunia pekerjaan saat ini dan dimasa mendatang. Perusahaan menuntut kepada setiap pekerja untuk memiliki kemampuan lebih, apalagi dalam era global ini, informasi dapat dikirim dalam hitungan detik dengan jumlah yang besar. Ledakan informasi saat ini mengharuskan adanya pemilihan dan pengevaluasian terhadap informasi yang ada. Oleh sebab itu, pekerja harus mampu menyortir dan mengevaluasi informasi yang diperoleh. Bagi pekerja, dengan memiliki literasi informasi akan mendukung dalam melaksanakan pekerjaan, memecahkan berbagai masalah terhadap pekerjaan yang dihadapi dan dalam membuat kebijakan.


(8)

15 Menurut Prasetiawan (2011, 3) manfaat dari literasi informasi antara lain:

1. Literasi informasi membekali individu dengan ketrampilan untuk

pembelajaran seumur hidup (lifelong learning)

2. Literasi informasi tidak sekedar mengetahui cara menggunakan

komputer/ internet

3. Literasi informasi membantu pengguna memanfaatkan informasi

relevan sebagai sarana decision making (pengambilan keputusan)

4. Literasi informasi memungkinkan untuk mengkritisi daya guna

informasi

5. Literasi informasi mendorong kita untuk berpikir kritis dan kreatif

(critical & creative thinking)

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat diketahui bahwa di era globalisasi informasi, literasi informasi bermanfaat bagi setiap individu, baik pelajar, masyarakat, maupun pekerja. Literasi informasi yang dimiliki setiap individu akan membekali keterampilan untuk pembelajaran seumur hidup dengan mengetahui penggunaan teknologi informasi sehingga memungkinkan terciptanya sebuah pengetahuan baru dan membantu seseorang dalam mengambil keputusan-keputusan dengan berpikir secara kritis dan kreatif ketika menghadapi berbagai masalah maupun ketika membuat suatu kebijakan agar mampu bertahan dalam persaingan.

2.4. Model literasi informasi

Literasi informasi selalu berkembang dengan memunculkan berbagai jenis model literasi informasi yang dapat diterapkan pada pelajar, masyarakat umum, dan pegawai kantoran. Beberapa model literasi informasi yang sudah banyak diterapkan, yaitu:


(9)

16 1. Seven Pillars model

SCONUL (Standing Conference of National and University Libraries) di Inggris mengembangkan model konseptual yang disebut Seven Pillars of Information Literacy.

Gambar 2.1. Model Seven Pillar

terdari 2 himpunan keterampilan dan 7 pilar

Keterampilan dasar literasi informasi (pilar 1 sampai 4) merupakan dasar bagi semua isu dan topik, dapat diajarkan pada semua tingkat pendidikan. Keterampilan tersebut juga diperkuat dan diperkaya meSedangkani penggunaan berkala serta pembelajaran sepanjang hayat, umumnya meSedangkani program dan sumber yang disediakan oleh perpustakaan. Untuk mencapai pilar 5 sampai 7, tantangan yang dihadapi lebih besar karena keanekaragaman orang.

Model Seven Pillar terdiri dari 2 himpunan keterampilan dan 7 pilar, yaitu: 1) Kemampuan untuk mengenali informasi yang dibutuhkan

2) Kemampuan untuk membedakan cara mengatasi kesenjangan informasi

a. Pengetahuan tentang sumber-sumber informasi yang tepat, baik

tercetak maupun dan tidak tercetak

b. Memilih sumber-sumber dengan tepat untuk menangani tugas

yang sedang dikerjakan

Information Literacy

R ecogn is e i n for m at ion n eed D is ti n gu is h w ays of ad d re ss in g gap C on st ru ct s tra tegi es of l oc at in g L oc at e an d ac ces s C om p ar e an d e val u at e S yn th es is e an d creat e O rgan is e, ap p ly an d c om m u n ic at e N o v ic e A cv a n ce d b e g in n e r C o m p e te n t P ro fi ci e n t E x p e rt Ketermpilan dasar perpustakaan Keterampilan teknologi informasi


(10)

17

c. Kemampuan untuk memahami isu-isu yang memengaruhi

kemampuan mengakses sumber-sumber

3) Kemampuan membangun strategi untuk menemukan informasi

a. Memahami informasi yang dibutuhkan hingga sesuai dengan

sumbernya

b. Mengembangkan metode sistematis yang sesuai untuk

kebutuhannya

c. memahami prinsip-prinsip pembuatan dan pengembangan

pangkalan data

4) Kemampuan menemukan dan mengakses informasi

a. Memahami informasi yang dibutuhkan hingga sesuai dengan

sumbernya

b. Mengembangkan metode sistematis yang sesuai untuk

kebutuhannya

c. Memahami prinsip-prinsip pembuatan dan pengembangan

pangkalan data

5) Kemapuan untuk membandingkan dan mengevaluasi informasi yang

a. Dihasilkan dari sumber-sumber yang berbeda

b. Mengetahui isu bias dan kewenangan

c. Mengetahui proses kajian sejawat penerbitan ilmiah

d. Mengetahui proses pemilihan yang tepat akan informasi yang

dibutuhkan

6) Kemampuan mengorganisir, menggunakan dan mengomunikasikan informasi kepada yang orang lain dengan cara yang tepat sesuai situasi

a. Menyitir rujukan bibliografi dalam laporan akhir dan tesis

b. Membangun sistem bibliografi

c. Menggunakan informasi untuk memecahkan masalah yang

dihadapi

d. Mengkomunikasikan secara efektif dengan menggunakan media

yang sesuai

e. Memahami isu-isu hak cipta dan plagiarism

7) Kemampuan menggabungkan dan membangun informasi yang ada, sebagai masukan untuk menciptakan pengetahuan baru (Bainton 2001, 5-6)

2. Bruce’s Seven faces of information literacy

Bruce menggunakan pendekatan informasi terhadap literasi informasi. Ada tiga strategi yang diusulkannya yaitu :

1) Ancangan perilaku (behaviourist approach), menyatakan untuk dapat

digambarkan sebagai melek informasi, seseorang harus menunjukkan karakteristik tertentu serta mendemonstrasikan ketrampilan tertentu yang dapat diukur. Pendekatan semacam itu dianut oleh ACRL dalam standarnya.

2) Ancangan konstrukvis (constructivist approach), tekanan pada

pembelajar dalam mengkonstruksi gambaran domainnya, misalnya meSedangkani pembelajaran berbasis persoalan,


(11)

18

3) Ancangan relasional, dimulai dengan menggambarkan fenomena dalam

bahasa dari yang telah dialami seseorang.

Adapun 7 wajah literasi informasi digambarkkan dalam Tabel sebagai berikut : Table 2.1 Seven faces of information literacy

Kategori satu :

Konsepsi teknologi informasi

Literasi informasi dilihat sebagai penggunaan teknologi informasi untuk keperluan temubalik informasi serta komunikasi

Kategori dua :

Konsepsi sumber ke informasi

Literasi informasi dilihat sebagai menemukan informasi yang berada di sumber informasi

Kategori tiga :

Konsepsi proses informasi

Literasi informasi diihat sebagai melaksanakan sebuah proses

Kategori empat :

Konsepsi pengendalian informasi

Literasi informasi diihat sebagai pengendalian informasi

Kategori lima :

Konsepsi kontruksi pengetahuan

Literasi informasi diihat sebagai pembuatan basis pengetahuan pribadi pada bidang baru yang diminatinya Kategori enam :

Konsepsi perluasan pengetahuan

Literasi informasi diihat sebagai

berkarya dengan pengetahuan dan perspektif pribadi yang dipakai sedemikian rupa sehingga mencapai wawasan baru

Kategori tujuh : Konsepsi kearifan

Literasi informasi diihat sebagai menggunakan informasi secara bijak agar tidak merugikan orang lain

3. Kuhlthau Information Seeking

Dikembangkan oleh Carol Kuhlthau yaitu seorang Profesor dibidang ilmu perpustakaan dan informasi pada University of New Jesery. Pada jenis model ini menunjukkan bagaimana proses setiap penelitian dan bagaimana mengembangkan setiap tahap. Menurut Kuhlthau ada beberapa keterampilan yaitu:

a. Initiation b. Selection c. Exploration d. Formulation e. Collection f. Search

Model Kuhlthau terdiri dari enam keterampilan meliputi mempersiapkan topik yang akan dicari menyeleksi informasi yang diperoleh eksplorasi yaitu memilih sumber informasi yang relevan dengan kebutuhan formulasi kebutuhan informasi mengumpulkan informasi yang sesuai dengan topik dan terakhir melakukan penelusuran informasi (Kuhlthau 2004, 90).


(12)

19

4. McKinsey Model

Model McKinsey merupakan pengembangan lebih lanjut dari model literasi informasi yang telah ada sebelumnya. Dimulai dari kebutuhan bisnis, namun karena diadaptasikan untuk literasi informasi, maka dimulai dengan kebutuhan informasi. Kebutuhan ini muncul dari masalah bisnis atau masalah penelitian, studi kasus ataupun tugas kuliah. Mahasiswa pascasarjana bisnis (graduate business students) memerlukan 10 ketrampilan untuk melakukan penelitian pada abad informasi ini. Adapun kesepuluh ketrampilan itu ialah :

a. Fokus pada topik (persempit topik/perluas ruang lingkup)

b. Bekerja dalam urutan kronologis terbalik, pertama kali menelusur

informasi terbaru

c. Memahami signifikansi terminologi dan tentukan tajuk subjek yang

benar

d. Menganekaragamkan sumber (gunakan buku, majalah, situs internet,

dll)

e. Gunakan strategi Boolean (AND,OR,NOT) pada penelusuran

komputer

f. Gandakan sumber sampai tiga kali (identifikasi sebanyak tiga kali

rujukan dari yang diperluk

g. Evaluasi secara kritis materi yang ditemubalik; harus memiliki

kecurigaan pada sumber yang berasal dari Web;

h. Asimilasikan informasi; jangan plagiat, masukkan gagasan sendiri ke

dalam topik penelitian

i. Sitir semua sumber

Setelah masalah diidentifikasi, langkah selanjutnya ialah analisis masalah Oleh McKinsey disebut perangkaan masalah atau mendefinisikan batas masalah kemudian memecahnya menjadi unsur komponen untuk sampai ke hipotesis awal sebagai pemecahan. Langkah berikutnya disain analisis, kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan data, terutama dengan fact finding serta wawancara, Berikutnya menafsirkan hasil, analisis serta evaluasi untuk menguji hipotesis. Langkah paling akhir dalam model McKinesy ialah penyajian akhir (Sulistyo-Basuki 2013).

Berdasarkan uraian di atas model Seven Pillars, Bruce’s Seven faces of information literacy, Kuhlthau Information Seeking dan McKinsey merupakan model literasi informasi yang disusun dari tahapan penggunaan informasi dan banyak digunakan untuk memecahkan suatu masalah, setiap tahapan membutuhkan keterampilan spesifik. Setiap keterampilan mengajarkan proses


(13)

20 penelitian dan pengembangan setiap tahapan sehingga diperoleh kemampuan menciptakan informasi, dan menilai informasi.

Dari penelitian sebelumnya tentang perbandingan model literasi informasi untuk pendidikan tinggi diketahui bahwa empat model tersebut dapat memenuhi standar literasi informasi bagi pendidikan tinggi yang sesuai dengan Psychology Information Literacy Standards berdasarkan ACRL.

2.5. Elemen Literasi Informasi

Konsisten dengan definisi literasi informasi yang telah dikembangkan untuk digunakan dalam pendidikan tinggi dan sebagaimana didalilkan oleh Campbell yang dikutip oleh Catts dan Jesus (2008, 12) yang berlaku di semua domain untuk perkembangan manusia. Maka elemen literasi informasi, yaitu:

1. Mengakui kebutuhan informasi (recognize information need)

Komponen pertama literasi informasi merupakan kesadaran bahwa informasi diperlukan untuk memecahkan masalah. Langkah ini membedakan literasi informasi dengan penerimaan informasi pasif yang diberikan. Kesadaran akan kebutuhan bukan kapasitas statis akan tetapi salah satu yang perlu diterapkan. Setiap orang memilih untuk menerima informasi yang diberikan dan menguji keakuratan informasi yang disediakan dengan mencari informasi tambahan.

2. Mencari dan mengevaluasi kualitas informasi (locate and evaluate

the quality of information)

Keterampilan yang dibutuhkan untuk mencari informasi tergantung pada konteks di mana seseorang menerapkan keterampilan literasi informasinya. Dalam keadaan seperti ini, biasanya ada beberapa jaminan kualitas sumber informasi. Mencari informasi menggunakan mesin pencari di internet seringkali tidak terfilter pada kualitas informasinya. Pendidikan dan pelatihan diperlukan untuk membantu memperoleh keterampilan tidak hanya menemukan, tetapi juga untuk mengevaluasi sumber informasi. Oleh karena itu indikator literasi informasi harus mencakup keterampilan ini.

3. Menyimpan dan temu-kembali informasi (store and retrieve

information)

Orang-orang seSedangkan menghargai pentingnya penyimpanan informasi dan temu-kembali informasi untuk digunakan nanti.


(14)

21 Sebagai contoh masyarakat pribumi memiliki tempat-tempat khusus di mana informasi tersebut disimpan dan diakses untuk

ditransmisikan ke setiap generasi. Perusahaan melakukan

pembukuan, saham, pesanan dan profil pelanggan mereka dengan era digital. Begitu juga halnya dengan perpustakaan dalam penyimpanan pengetahuan pada era digital saat ini. Oleh karena itu, kemampuan untuk menyimpan dan temu-kembali informasi menjadi indikator literasi informasi.

4. Memanfaatkan efektivitas dan penggunaan etika informasi (make

effective and ethical use of information)

Efektivitas penggunaan informasi kemungkinan akan dicakup dalam survei pemecahan masalah dan pemikiran kritis, serta dalam aspek keaksaraan. Kesadaran akan etika penggunaan informasi tidak dapat didokumentasikan dalam survei yang ada. Jika hal ini dikonfirmasi akan menunjukkan kesenjangan yang akan dibahas dalam pembangunan masa depan.

5. Menerapkan informasi untuk membuat dan mengkomunikasikan

pengetahuan (apply information to create and communicate knowledge)

Tujuan literasi informasi adalah memungkinkan setiap orang untuk membuat dan menggunakan pengetahuan baru dan karenanya komponen ini merupakan produk dari praktek literasi informasi. Berdasarkan uraian diatas, maka ada beberapa langkah atau tahapan yang diSedangkani dalam penerapan proses literasi informasi yang disebut “siklus hidup”.

Menurut Horton (2007, 8) sebelas tahapan siklus hidup literasi informasi, yaitu :

1. Tahap Satu: menyadari bahwa kebutuhan atau masalah yang ada

membutuhkan resolusi informasi yang memuaskan.

Ketika menghadapi masalah atau mencoba untuk membuat keputusan, informasi dapat membantu dalam merumuskan masalah atau keputusan yang lebih akurat dan lengkap. Hal ini juga dapat membantu mengidentifikasi berbagai alat, metode, pendekatan dan

teknik; mengidentifikasi berbagai domain dan konteks;

mengidentifikasi hasil yang fungsional dan disfungsional yang dapat terjadi.

2. Tahap Dua: mengetahui bagaimana cara akurat mengidentifikasi dan

menentukan informasi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan, memecahkan masalah, atau membuat keputusan.


(15)

22 Menggunakan trik dan aturan terminologi sehingga kadang-kadang keterampilan ini disebut sebagai istilah “dicari”

3. Tahap Tiga: mengetahui bagaimana menentukan apakah informasi

yang diperlukan ada atau tidak, dan bagaimana menciptakan pengetahuan baru.

Di sinilah referensi perpustakaan dan mesin pencari

dimainkan dan melakukan pekerjaan terbaik mereka. Jika melakukan pencarian Google dan tidak menemukan apa-apa beralihlah ke alat bantu perpustakaan yang lebih konvensional untuk membantu atau pada ahli informasi broker yang dapat membantu.

4. Tahap Empat: mengetahui bagaimana menemukan informasi yang

dibutuhkan jika Anda telah menentukan bahwa hal itu memang ada. Hal ini dapat dinilai dengan menghadiri lokakarya yang akan mengajarkan bagaimana cara untuk mencari informasi sehingga setiap orang literat terhadap informasi.

5. Tahap Lima: mengetahui bagaimana cara menciptakan informasi

yang tidak tersedia menjadi ada; kadang-kadang disebut "Menciptakan pengetahuan baru."

Diantara pilihan yang tersedia saat ini untuk memperoleh informasi yang akurat diperlukan pertimbangkan variabel seperti biaya, waktu yang telah tersedia. Saat ini Anda dapat menemukan relawan yang bersedia melakukan tugas dan menemukan sumber-sumber tambahan dengan membeli atau membayar sendiri untuk melakukan pekerjaannya.

6. Tahap enam: mengetahui bagaimana sepenuhnya memahami dan

menemukan informasi, atau mengetahui cara untuk mencari bantuan jika diperlukan untuk memahami informasi yang diperoleh.

Anda telah menemukan informasi yang Anda butuhkan, akan tetapi Anda tidak mampu memahami informasi tersebut. Anda kemudian meminta bantuan kepada pustakawan maupun seseorang information broker agar Anda dapat memahami sepenuhnya informasi yang telah diperoleh.

7. Tahap tujuh: mengetahui bagaimana mengatur, menganalisis,

menafsirkan dan mengevaluasi informasi, termasuk keandalan sumber.

Pada tahap ini, Anda perlu membuat keputusan untuk kehandalan, kredibilitas dan keaslian untuk menganalisis dan menafsirkan informasi. Analisis dan interpretasi menuju pemahaman sehingga diperoleh kesimpulan.

8. Tahap delapan: mengetahui bagaimana berkomunikasi dan

menyajikan informasi kepada orang lain dalam format media yang sesuai dan bermanfaat.

9. Tahap sembilan: mengetahui bagaimana memanfaatkan informasi

untuk memecahkan masalah, membuat keputusan atau memenuhi kebutuhan.


(16)

23 10. Tahap sepuluh: mengetahui bagaimana melestarikan catatan dan

arsip informasi untuk penggunaan masa depan.

11. Tahap sebelas: mengetahui bagaimana membuang informasi yang tidak lagi diperlukan, dan menjaga informasi yang harus dilindungi. Penerapan proses literasi informasi sangat membantu seseorang dalam menentukan langkah atau tahapan yang dilalui dengan menyadari adanya masalah dalam memenuhi kebutuhan informasi sampai membuang informasi yang tidak lagi diperlukan, dan menjaga informasi yang harus dilindungi. Siklus hidup literasi informasi diperkenalkan agar pengguna memahami tahapan kemampuan untuk mengakses dan menciptakan pengetahuan baru yang akan berguna nantinya.

2.6. Literasi Informasi Dalam Dunia Pendidikan Tinggi

Proses belajar mengajar adalah kegiatan yang membutuhkan identifikasi kebutuhan, mendapatkan informasi pendukung, membangun suatu informasi baru Sedangkan disajikan kepada audiens yang dituju. Penguasaan literasi informasi dipandang sangat penting dalam proses pembelajaran sehingga menjadi bagian tak terpisahkan dari program pendidikan. Literasi dalam dunia pendidikan tinggi dianggap sebagai serangkaian keterampilan yang bersifat generik dan dapat diterapkan di segala bidang ilmu.

Tiga dharma yang mendasari kegiatan-kegiatan pendidikan tinggi: proses belajar mengajar, penelitian dan pengabdian masyarakat. Tiga dharma ini dilakukan oleh mahasiswa dan dosen. Mahasiswa dan dosen melakukan ketiga dharma tersebut pada tingkat dan kepentingan yang berbeda, sehingga dalam mencapai ketiga kegiatan dharma informasi menjadi materi utama. Oleh sebab itu, kemampuan literasi informasi sangat dibutuhkan untuk pemberdayaan mahasiswa memiliki literasi informasi.


(17)

24 Menurut Proboyekti (2008) bahwa dalam proses belajar mengajar pada pendidikan tinggi, mahasiswa sering mendapatkan kesulitan dalam:

1. Memahami tugas yang diberikan sehingga apa yang dikerjakan tidak

sesuai dengan tugas yang diberikan.

2. Menemukan ide untuk paper dalam topik tertentu atau ide penelitian

untuk skripsi mereka.

3. Mendapatkan sumber informasi, sehingga sumber informasi kurang

bervariasi dan cenderung menggunakan sumber atau format yang sama.

4. Menentukan pustaka yang tepat, sehingga enggan membaca karena

berpikir bahwa buku-buku yang dipilih sebagai sumber informasi harus dibaca habis.

5. Mengutip sebuah sumber yang memiliki hak cipta secara langsung

maupun dengan membuat parafrase untuk menghindari plagiarisme.

6. Membuat kalimat yang beralur dari paragraf ke paragraf.

7. Mempresentasikan karyanya sehingga menghasilkan presentasi yang

monoton, kurang informatif dan kurang tepat untuk audience yang dituju.

8. Mempelajari hal baru dengan cara yang aktif dan kreatif.

Selain itu masalah yang sering ditemukan mahasiswa umumnya kurang dapat mengevaluasi, memilih, serta membuat penilaian yang tepat ketika mereka berhubungan dengan informasi. Hal ini disebabkan karena dengan banyaknya informasi yang tersedia, seorang mahasiswa kurang memiliki pemikiran kritis terhadap informasi yang dibutuhkannya dan informasi yang ditemukannya.

Kemampuan literasi informasi menjadi suatu kemampuan yang diharuskan pada pendidikan tinggi agar masalah- masalah di atas dapat diatasi. Dalam hal ini sangat penting bagi mahasiswa menjadi seorang yang melek informasi.

Menurut Naibaho (2007), bahwa untuk menjadi orang yang melek informasi dibutuhkan serangkaian keahlian, antara lain bagaimana cara mencari dan menggunakan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah dan pengambilan keputusan secara efektif dan efisien.


(18)

25 Menurut Bundy (2004, 3) bahwa orang yang information literate adalah mereka yang dapat:

a) Mengenali kebutuhan informasi.

b) Menentukan perpanjangan informasi yang dibutuhkan.

c) Mengakses informasi secara efisien.

d) Kritis dalam mengevaluasi informasi dan sumbernya.

e) Mengklasifikasikan, memanipulasi dan merumuskan kembali

informasi yang dikumpulkan atau dihasilkan.

f) Menggabungkan informasi yang dipilih ke dalam basis

pengetahuan mereka.

g) Menggunakan informasi secara efektif untuk belajar, menciptakan

pengetahuan baru, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

h) Memahami isu-isu ekonomi, hukum, sosial, politik dan budaya

dalam penggunaan informasi.

i) Mengakses dan menggunakan informasi secara etis dan legal.

j) Menggunakan informasi dan pengetahuan kewarganegaraan

partisipatif dan tanggung jawab sosial.

k) Pengalaman akan keaksaraan informasi sebagai bagian dari belajar

mandiri dan belajar sepanjang hayat.

Sedangkan menurut Chartered Institute of Library and Information Professional (CILIP 2005, 4) terdapat 8 kriteria mahasiswa memiliki keterampilan literasi informasi, apabila memiliki pemahaman tentang:

1) A need for information. 2) The resources available. 3) How to find information. 4) The need to evaluate results.

5) How to work with or exploit results. 6) Ethics and responsibility of use.

7) How to communicate or share your findings. 8) How to manage your findings.

Seseorang yang information literate harus memiliki pemahaman tentang keterampilan informasi, oleh karena itu literasi informasi merupakan suatu proses pemberdayaan seseorang di dalam setiap tahap perjalanan hidupnya guna mencari, mengevaluasi, menggunakan, dan menciptakan informasi secara efektif untuk


(19)

26 mencapai tujuan pribadi, sosial, pekerjaan, tujuan pendidikan, dan tujuan-tujuan lainnya.

Pendidikan berperan dalam menjadikan seseorang literat terhadap informasi sehingga semua orang dapat memperoleh informasi sesuai dengan kebutuhannya. Saat ini literasi informasi merupakan komponen yang penting di perguruan tinggi. Pendidikan harus dapat memberdayakan semua orang untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan kebutuhannya. Sebab perkembangan information and communications technology (ICT) membuat informasi begitu melimpah dan mudah untuk diakses serta dimanfaatkan. Kelimpahruahan, kecepatan serta kemudahan memperoleh informasi hanya akan diperoleh jika pencari informasi memiliki kompetensi dalam literasi informasi.

California State University yang dikutip oleh Hasugian (2009, 204) bahwa manfaat kompetensi literasi informasi dalam dunia perguruan tinggi yaitu:

a) Menyediakan metode yang telah teruji untuk dapat memandu

mahasiswa kepada berbagai sumber informasi yang terus berkembang. Sekarang ini individu berhadapan dengan informasi yang beragam dan berlimpah. Informasi tersedia meSedangkani perpustakaan, sumber-sumber komunitas, organisasi khusus, media, dan internet.

b) Mendukung usaha nasional untuk meningkatkan kualitas

pendidikan. Lingkungan belajar yang proaktif mensyaratkan setiap mahasiswa memiliki kompetensi literasi informasi. Dengan keahlian informasi tersebut maka mahasiswa akan seSedangkan dapat mengikuti perkembangan bidang ilmu yang dipelajarinya.

c) Menyediakan perangkat tambahan untuk memperkuat isi

perkuliahan. Dengan kompetensi literasi informasi yang dimilikinya, maka mahasiswa dapat mencari bahan-bahan yang berhubungan dengan perkuliahan sehingga dapat menunjang perkuliahan tersebut.

d) Meningkatkan pembelajaran seumur hidup. Meningkatkan

pembelajaran seumur hidup adalah misi utama dari institusi pendidikan tinggi. Dengan memastikan bahwa setiap individu memiliki kemampuan intelektual dalam berpikir secara kritis yang


(20)

27 ditunjang dengan kompetensi informasi yang dimilikinya maka individu dapat melakukan pembelajaran seumur hidup secara mandiri.

Hal ini sangat sejalan dengan apa yang dinyatakan Candy, Crebert, dan O’Leary yang dikutip oleh Iman (2013, 82) mengatakan “Access to, and critical use of information and of information technology is absolutely vital to lifelong learning, and accordingly no graduate — can be judged educated unless he or she is information literate”.

Merujuk dari pernyataan Candy, Crebert, dan O’Leary menyatakan bahwa seorang tidak dapat dinyatakan lulus, bilamana ia belum menyandang status sebagai information literate person. Artinya, untuk melakukan hal yang demikian, lembaga pendidikan tinggi harus menetapkan literasi informasi sebagai sebuah standar kompetensi (sebagai syarat) yang wajib dimiliki oleh setiap peserta didik sebelum meninggalkan universitas.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka diketahui bahwa literasi informasi merupakan kompetensi yang memiliki peran penting di perguruan tinggi dalam meningkatkan pengetahuan peserta didik. Pemahaman akan literasi informasi menjadikan mahasiswa mampu belajar secara mandiri, berhadapan dengan berbagai sumber informasi dan menjadi bekal kemampuan intelektual untuk berpikir secara kritis dalam meningkatkan pembelajaran sepanjang hayat di era globalisasi informasi.

2.7. Standar Kompetensi Literasi Informasi untuk Pendidikan Tinggi ACRL telah membuat suatu kerangka standar untuk menilai kemampuan literasi individu dimana mahasiswa, pustakawan dan staf lainnya dapat menentukan indikator tertentu untuk mengetahui apakah seorang mahasiswa dapat dikatakan memiliki kemampuan literasi informasi.

Rumusan tentang standar kompetensi literasi informasi untuk pendidikan tinggi disetujui oleh dewan direksi Association of College and Research Libraries (ACRL) pada 18 Januari 2000. ACRL telah mengeluarkan lima standar literasi


(21)

28 informasi dalam dunia perguruan tinggi dan kelima standar tersebut memiliki 22 indikator. Standar literasi ini berisi daftar sejumlah kemampuan yang digunakan dalam menentukan kemampuan seseorang dalam memahami informasi. Dalam standar ini terdapat cara bagaimana mahasiswa dapat berinteraksi dengan informasi. Standar kompetensi literasi informasi dari ACRL (2000, 8) tersebut yaitu:

1. Mahasiswa yang literat informasi mampu menentukan jenis dan sifat

informasi yang dibutuhkan.

a. Mahasiswa mendefinisikan dan menyampaikan kebutuhan

informasinya.

b. Mahasiswa mengidentifikasi berbagai jenis dan bentuk sumber

informasi yang potensial.

c. Mahasiswa mempertimbangkan biaya dan keuntungan yang

diperoleh dari informasi yang dibutuhkan.

d. Mahasiswa mengevaluasi kembali sifat dan batasan informasi

yang dibutuhkan.

2. Mahasiswa yang literat informasi mengakses kebutuhan informasi

secara efektif dan efisien.

a. Mahasiswa memilih metode penelitian dan sistem temu kembali

informasi yang paling tepat untuk mengakses informasi yang dibutuhkan.

b. Mahasiswa membangun dan menerapkan strategi penelusuran

yang efektif.

c. Mahasiswa melakukan sistem temu kembali secara online atau

pribadi dengan menggunakan berbagai metode.

d. Mahasiswa memperbaiki strategi penelusuran jika diperlukan.

e. Mahasiswa mengutip, mencatat, serta mengolah informasi dan

sumber-sumbernya.

3. Mahasiswa yang literat mengevaluasi informasi dan sumber-sumber

secara kritis dan menjadikan informasi yang dipilih sebagai dasar pengetahuan.

a. Mahasiswa meringkas ide utama yang dikutip dari informasi

yang dikumpulkan.

b. Mahasiswa menentukan dan menerapkan kriteria awal untuk

mengevaluasi informasi dan sumber-sumbernya.

c. Mahasiswa mampu mensintesis ide utama untuk membangun

konsep baru.

d. Mahasiswa membandingkan pengetahuan baru dengan

pengetahuan lama untuk menentukan nilai tambah, kontradiksi, atau karakteristik informasi unik lainnya dari informasi.


(22)

29

e. Mahasiswa menentukan apakah pengetahuan baru memberi

dampak terhadap sistem nilai individu dan mengambil langkah-langkah untuk menyatukan perbedaan.

f. Mahasiswa menyetujui pemahaman dan penafsiran orang lain

atau para ahli mengenai informasi dengan cara berdiskusi.

g. Mahasiswa menentukan bila query perlu direvisi.

4. Mahasiswa yang literat menggunakan dan mengkomunikasikan

informasi dengan efektif dan efisien.

a. Mahasiswa menerapkan informasi baru dan yang terdahulu untuk

merencanakan dan menciptakan hasil.

b. Mahasiswa merevisi proses pengembangan untuk hasil.

c. Mahasiswa mengkomunikasikan hasil secara efektif kepada

orang lain.

5. Mahasiswa yang literat informasi memahami isu ekonomi, hukum, dan

sosial sekitar penggunaan dan pengaksesan informasi secara etis dan hukum.

a. Mahasiswa memahami isu-isu ekonomi, hukum, dan aspek sosial

mengenai informasi dan teknologi informasi.

b. Mahasiswa mematuhi hukum, peraturan, kebijakan intitusi, dan

etika yang berhubungan dengan pengaksesan dan penggunaan sumber informasi.

c. Mahasiswa mengetahui penggunaan sumber-sumber informasi

dalam mengkomunikasikan informasi.

2.8. Standar Literasi Informasi Psikologi (Psychology Information

Literacy Standards) berdasarkan ACRL

Standar ACRL telah memberlakukan literasi informasi bagi Pendidikan psikologi dan kelompok kerja Ilmu Psikologi untuk menciptakan standar bagi mahasiswa sarjana psikologi. Standar ini disebut sebagai Psychology Information Literacy Standards, yang memetakan standar umum literasi informasi kompetensi pendidikan tinggi ke domain psikologi. Penciptaan standar ini telah mengikuti contoh dari Standar Literasi Informasi untuk Mahasiswa Antropologi dan Sosiologi (2008).

Standar ACRL telah mengeluarkan standar literasi informasi psikologi membangun pedoman untuk pelatihan bagi jurusan psikologi yang pertama kali


(23)

30 diusulkan oleh Merriam, LaBaugh, dan Butterfield (1992). Selain itu penciptaan standar literasi informasi disertakan untuk memeriksa pustakawan yang memberikan instruksi untuk mahasiswa psikologi sehingga menimbulkan umpan balik dari fakultas psikologi untuk membantu memberikan indikator kinerja yang spesifik dan hasil yang diperoleh termasuk identifikasi sumber daya informasi yang relevan. Dalam standar ini disebutkan penggabungan aspek hukum dan etika literasi informasi, yang terdiri dari kelima standar ACRL untuk dokumen umum, ke dalam empat standar (2010) yaitu:

1. Mahasiswa psikologi yang literat informasi menentukan sifat dan tingkat

informasi yang dibutuhkan.

a. Mahasiswa mendefinisikan dan mengartikulasikan kebutuhan akan

informasi.

b. Mahasiswa memahami metode penelitian dasar dan pola

komunikasi ilmiah dalam psikologi yang diperlukan untuk memilih sumber daya yang relevan.

c. Mahasiswa mempertimbangkan biaya dan keuntungan yang

diperoleh dari informasi yang dibutuhkan.

2. Mahasiswa psikologi yang literat informasi mengakses informasi yang

dibutuhkan secara efektif dan efisien.

a. Mahasiswa memilih sumber yang paling tepat untuk mengakses

informasi yang dibutuhkan.

b. Mahasiswa membangun dan menerapkan dengan efektif strategi

pencarian yang dirancang.

c. Mahasiswa secara efektif mengatur dan menyimpan sumber

informasi.

3. Mahasiswa psikologi yang literat informasi mengevaluasi informasi dan

sumber-sumber secara kritis dan menjadikan informasi yang dipilih sebagai dasar pengetahuan.

a. Mahasiswa merangkum ide-ide utama yang dikutip dari informasi

yang dikumpulkan dan mensintesis untuk membangun ide-ide baru.

b. Mahasiswa menggabungkan berpikir kritis dan kreatif, menerapkan

pendekatan ilmiah untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan perilaku dan proses mental.

c. Mahasiswa membandingkan pengetahuan baru dengan

pengetahuan sebelumnya untuk menentukan nilai tambah, kontradiksi, atau karakteristik informasi unik lainnya dari informasi.


(24)

31

4. Mahasiswa psikologi yang literat informasi secara individu atau sebagai

anggota kelompok, menggunakan dan mengkomunikasikan informasi secara efektif untuk mencapai tujuan tertentu.

a. mahasiswa menerapkan informasi baru dan terdahulu untuk

merencanalan dan menciptakan hasil.

b. mahasiswa mengkomunikasikan informasi secara efektif kepada

orang lain.

Standar pertama menyatakan bahwa mahasiswa psikologi yang literat menentukan sifat dan tingkat informasi yang dibutuhkan, memiliki tiga indikator yaitu: mahasiswa mendefinisikan dan mengartikulasikan kebutuhan akan informasi; mahasiswa memahami metode penelitian dasar dan pola komunikasi ilmiah dalam psikologi yang diperlukan untuk memilih sumber daya yang relevan; mahasiswa memahami biaya dan manfaat untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.

Mahasiswa mendefinisikan dan mengartikulasikan kebutuhan akan informasi, hal ini dapat dilihat dari cara mahasiswa dalam mengidentifikasi dan mengartikulasikan topik yang menarik, menentukan informasi yang berhubungan dengan fakultas psikologi apakah penelitian, diagnostik, pedoman praktek, statistik, atau jenis informasi yang dibutuhkan (ACRL, 2010).

Mahasiswa memahami metode penelitian dasar dan pola komunikasi ilmiah dalam psikologi yang diperlukan untuk memilih sumber daya yang relevan, hal dapat dilihat dari kemampuan mahasiswa memahami komunikasi ilmiah di bidang psikologi dari primer ke sumber-sumber sekunder, memahami metode penelitian dasar dalam penelitian psikologi, termasuk desain penelitian, analisis data, dan interpretasi dengan dapat membedakan antara studi empiris dan studi literatur, memahami perbedaan antara artikel peer-review dan artikel yang dipilih


(25)

32 oleh editor, memahami peran web dalam komunikasi ilmiah untuk memilih sumber web yang sesuai, memahami prinsip-prinsip privasi, kerahasiaan, dan isu-isu etika lain yang terkait dengan metodologi penelitian di bidang psikologi, mengakui perbedaan antara penelitian ilmiah dan sumber-sumber populer informasi (ACRL, 2010)

Mahasiswa mempertimbangkan biaya dan manfaat untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan, hal ini dapat dinilai dari kemampuan mahasiswa memahami materi ilmiah dapat diperoleh di luar kepemilikan perpustakaan setempat, mendefinisikan keseluruhan rencana secara realistis dan waktu untuk memperoleh dan menganalisis informasi yang dibutuhkan, berkonsultasi dengan pustakawan sebelum membayarkan informasi dan mengakui bahwa lembaga-lembaga lain juga menawarkan sumber yang berbeda untuk informasi berbasis biaya (ACRL, 2010).

Standar dua menyatakan mahasiswa psikologi yang literat mengakses informasi yang dibutuhkan secara efektif dan efisien. Standar dua memiliki tiga indikator, yaitu mahasiswa memilih sumber yang paling tepat untuk mengakses informasi yang dibutuhkan; mahasiswa membangun dan mengimplementasikan dengan efektif strategi pencarian yang dirancang; secara efektif mengatur dan menyimpan sumber informasi.

Mahasiswa memilih sumber yang paling tepat untuk mengakses informasi yang dibutuhkan. Hal ini dapat dilihat mahasiswa akan mengidentifikasi dan memilih sumber-sumber yang tepat untuk mencari buku-buku yang relevan, mahasiswa mengidentifikasi dan memilih database artikel yang sesuai,


(26)

33 mengidentifikasi database dengan konten yang signifikan bagi jurusan psikologi, seperti PsycINFO ™ dan MEDLINE ™, menggabungkan mesin pencari Web yang relevan dan sumber-sumber pemerintah dalam penelitian ilmiah seperti menggunakan Google Scholar ™ dan PubMed ™, mengetahui dan mematuhi hukum sesuai dengan Negara/provinsi dan aturan undang-undang federal dan kelembagaan pada akses terhadap sumber informasi, berkonsultasi dengan sumber daya tambahan seperti lintas budaya internasional atau berbagai disiplin ilmu yang sesuai dengan konten (ACRL, 2010).

Mahasiswa membangun dan mengimplementasikan dengan efektif strategi pencarian yang dirancang, ciri-cirinya adalah mahasiswa akan menggunakan istilah psikologis yang tepat dengan menggunakan tesaurus online pada PsycINFO ™, menciptakan dan menggunakan strategi pencarian yang efektif pada database yang relevan dengan menggunakan fitur pencarian lanjutan, seperti operator Boolean, pemotongan kata, dan kedekatan pencarian, mengambil jurnal ilmiah, buku, dan sumber-sumber yang tepat untuk penyelidikan, mencari individu yang memiliki pengetahuan pada bidang psikologi dan perpustakaan akademik sebagai bagian dari rencana pencarian, menilai kembali hasil untuk memastikan apakah ada kesenjangan informasi dan merevisi atau memperluas strategi pencarian yang diperlukan (ACRL, 2010).

Mahasiswa secara efektif mengatur dan menyimpan sumber informasi, hal ini dapat dinilai dari mahasiswa akan mengidentifikasi dan sistematis mencatat semua kutipan yang relevan untuk penggunaan masa depan dengan memanfaatkan ruang penyimpanan penjual di manajer bibliografi MyEBSCOhost™, Ekspor ke


(27)

34 RefWorks™, menghasilkan kutipan akurat dan daftar referensi menggunakan

gaya dokumentasi terbaru dari American Psychological Association,

menunjukkan rasa hormat terhadap hak kekayaan intelektual dengan akurat memberikan penyimpanan kepada kata-kata dan ide-ide orang lain (ACRL, 2010). Standar tiga sebagai indikator dalam penelitian ini menyatakan bahwa mahasiswa psikologi yang literat mengevaluasi informasi dan sumber-sumber yang kritis dan menjadikan informasi yang dipilih sebagai dasar pengetahuan. Standar tiga memiliki tiga indikator, yaitu mahasiswa merangkum ide-ide utama yang akan dikutip dari informasi yang dikumpulkan dan mensintesis untuk membangun ide-ide baru; mahasiswa menggabungkan pemikiran kritis dan kreatif, menerapkan pendekatan ilmiah untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan perilaku dan proses mental; mahasiswa membandingkan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya untuk menentukan nilai tambah, kontradiksi, atau karakteristik informasi unik lainnya dari informasi.

Mahasiswa merangkum ide-ide utama yang akan dikutip dari informasi yang dikumpulkan dan mensintesis untuk membangun ide-ide baru, hal ini dapat dinilai dari bagaimana mahasiswa memilih gagasan utama dari sumber daya dan parafrase atau mengidentifikasi bahan verbatim untuk dikutip, mengakui keterkaitan antara hasil penelitian dan teori-teori psikologis dan menggabungkan informasi untuk menghasilkan ide-ide baru dengan bukti-bukti pendukung, mengakui bahwa informasi yang ada dapat dikombinasikan dengan pemikiran asli, dan/atau analisis untuk menghasilkan informasi baru dan wawasan ke dalam perilaku dan proses mental (ACRL, 2010).


(28)

35 Mahasiswa menggabungkan pemikiran kritis dan kreatif, menerapkan pendekatan ilmiah untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan perilaku dan proses mental, ciri-cirinya mahasiswa akan memeriksa dan membandingkan informasi dari berbagai sumber untuk mengevaluasi reliabilitas, validitas, akurasi, otoritas, ketepatan waktu, dan sudut pandang atau prasangka, memahami perbedaan antara penelitian kuantitatif dan kualitatif, memahami kebutuhan untuk mempertimbangkan bukti dan mentolerir ambiguitas, memahami bagaimana mengenali atau menerapkan alat statistik yang tepat untuk masalah, membandingkan konsep kecerdasan lintas budaya, memahami isu-isu politik dan sosial sensor dan kebebasan berbicara yang berkaitan dengan penelitian psikologis (ARCL, 2010).

Mahasiswa membandingkan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya untuk menentukan nilai tambah, kontradiksi, atau karakteristik informasi unik lainnya dari informasi. Hal ini dapat dilihat mahasiswa akan menunjukkan keakraban dengan konsep yang relevan, perspektif teoritis, temuan empiris, dan tren bersejarah dalam psikologi, mendokumentasikan proses pencarian informasi untuk menjelaskan dan mengevaluasi informasi baru yang

dikumpulkan, mengevaluasi informasi yang dikumpulkan dengan

membandingkannya dengan sumber-sumber lain dan pengetahuan teoritis saat ini, mempertimbangkan hal-hal seperti keterbatasan instrumen penelitian dan sampel yang tersedia untuk studi, menarik kesimpulan berdasarkan informasi yang dikumpulkan dan mengintegrasikan informasi baru dengan informasi sebelumnya. Mencari pendapat ahli atau spesialis subjek lain untuk memvalidasi hasil


(29)

36 penelitian dan interpretasi informasi, memperpanjang permintaan informasi berdasarkan informasi baru bila diperlukan (ACRL, 2010).

Standar empat menyatakan mahasiswa psikologi yang literat secara individu atau sebagai anggota kelompok, menggunakan informasi secara efektif untuk mencapai tujuan tertentu. Standar empat memiliki dua indikator, yaitu mahasiswa menerapkan informasi baru dan terdahulu untuk merencanakan dan menciptakan informasi; mahasiswa psikologi yang literat mengkomunikasikan informasi dengan efektif kepada orang lain.

Mahasiswa menerapkan informasi baru dan terdahulu untuk merencanakan dan menciptakan informasi, hal ini dapat dilihat mahasiswa mengatur konten dengan cara yang mendukung tujuan dan format produk, mengintegrasikan informasi baru dan sebelumnya termasuk kutipan dan parafrase terkait dengan kutipan penulis dan informasi yang dijadikan sebagai referensi, secara akurat menunjukkan kontribusi anggota tim dalam proyek-proyek kolaboratif (ACRL, 2010).

Mahasiswa mengkomunikasikan hasil secara efektif kepada orang lain, hal ini dapat dilihat mahasiswa akan memilih media komunikasi dan format yang terbaik untuk mendukung tujuan mengkomunikasikan informasi secara efektif kepada audiens yang dituju, menggunakan aplikasi teknologi informasi yang tepat dalam menciptakan produk atau presentasi, menunjukkan pemahaman tentang kekayaan intelektual, hak cipta, dan penggunaan wajar materi berhak cipta dan posting izin pemberitahuan yang diberikan sesuai kebutuhan (ACRL, 2010).


(30)

37 Berdasarkan indikator-indikator di atas dapat disimpulkan bahwa, standar literasi informasi psikologi disajikan meSedangkani proses kerjasama antar pihak institusi sebagai penghubung antara pustakawan dengan mahasiswa psikologi yang digunakan untuk mengatur keterampilan melek informasi dan sebagai dasar untuk kolaborasi perpustakaan dan fakultas. Hal ini sesuai dengan Li Heipeng (2007, 6) menyatakan bahwa banyak perguruan tinggi juga mengambil keuntungan dari sistem penghubung sebagai tempat untuk bekerja sama dengan departemen penghubung untuk membangun hubungan kolaboratif. Sebagai contoh, sebuah tutorial literasi informasi yang diciptakan dan dikembangkan oleh Ellen Stoltzfus sebagai anggota fakultas Psikologi dan Jasmine Vaughan sebagai pustakawan di Kenyon College untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa psikologi. Tutorial ini dirancang untuk mengajarkan mahasiswa psikologi dalam keterampilan literasi informasi dengan membimbing mereka melalui proses melakukan penelitian yang efektif dan pada akhirnya akan mencakup modul untuk mahasiswa tingkat atas dalam kursus metode penelitian.

Standar ACRL Information Literacy Competency Standar For Higher Education dan Psychology Information Literacy Standart merupakan standar dalam menentukan dan mengetahui apakah seseorang dapat dianggap memiliki

kemampuan literasi informasi. Ada persamaan diantara kedua standar, hal ini

dapat dilihat dalam standar menentukan jenis dan sifat informasi, mengakses kebutuhan informasi, mengevaluasi dan sumber-sumber secara kritis, menggunakan dan mengkomunikasikan informasi. Sedangkan perbedaannya terletak pada masing-masing indikator kinerja dari setiap standar kemampuan


(31)

38 menciptakan informasi, mengakses dan mengevaluasi informasi. Selain itu Information Literacy Competency Standard for Higher Education berguna untuk mahasiswa, dosen, pustakawan dan staf sedangkan Psychology Information Literacy Standards dikhususkan bagi mahasiswa psikologi.


(1)

33 mengidentifikasi database dengan konten yang signifikan bagi jurusan psikologi, seperti PsycINFO ™ dan MEDLINE ™, menggabungkan mesin pencari Web yang relevan dan sumber-sumber pemerintah dalam penelitian ilmiah seperti menggunakan Google Scholar ™ dan PubMed ™, mengetahui dan mematuhi hukum sesuai dengan Negara/provinsi dan aturan undang-undang federal dan kelembagaan pada akses terhadap sumber informasi, berkonsultasi dengan sumber daya tambahan seperti lintas budaya internasional atau berbagai disiplin ilmu yang sesuai dengan konten (ACRL, 2010).

Mahasiswa membangun dan mengimplementasikan dengan efektif strategi pencarian yang dirancang, ciri-cirinya adalah mahasiswa akan menggunakan istilah psikologis yang tepat dengan menggunakan tesaurus online pada PsycINFO ™, menciptakan dan menggunakan strategi pencarian yang efektif pada database yang relevan dengan menggunakan fitur pencarian lanjutan, seperti operator Boolean, pemotongan kata, dan kedekatan pencarian, mengambil jurnal ilmiah, buku, dan sumber-sumber yang tepat untuk penyelidikan, mencari individu yang memiliki pengetahuan pada bidang psikologi dan perpustakaan akademik sebagai bagian dari rencana pencarian, menilai kembali hasil untuk memastikan apakah ada kesenjangan informasi dan merevisi atau memperluas strategi pencarian yang diperlukan (ACRL, 2010).

Mahasiswa secara efektif mengatur dan menyimpan sumber informasi, hal ini dapat dinilai dari mahasiswa akan mengidentifikasi dan sistematis mencatat semua kutipan yang relevan untuk penggunaan masa depan dengan memanfaatkan ruang penyimpanan penjual di manajer bibliografi MyEBSCOhost™, Ekspor ke


(2)

34 RefWorks™, menghasilkan kutipan akurat dan daftar referensi menggunakan gaya dokumentasi terbaru dari American Psychological Association, menunjukkan rasa hormat terhadap hak kekayaan intelektual dengan akurat memberikan penyimpanan kepada kata-kata dan ide-ide orang lain (ACRL, 2010). Standar tiga sebagai indikator dalam penelitian ini menyatakan bahwa mahasiswa psikologi yang literat mengevaluasi informasi dan sumber-sumber yang kritis dan menjadikan informasi yang dipilih sebagai dasar pengetahuan. Standar tiga memiliki tiga indikator, yaitu mahasiswa merangkum ide-ide utama yang akan dikutip dari informasi yang dikumpulkan dan mensintesis untuk membangun ide-ide baru; mahasiswa menggabungkan pemikiran kritis dan kreatif, menerapkan pendekatan ilmiah untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan perilaku dan proses mental; mahasiswa membandingkan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya untuk menentukan nilai tambah, kontradiksi, atau karakteristik informasi unik lainnya dari informasi.

Mahasiswa merangkum ide-ide utama yang akan dikutip dari informasi yang dikumpulkan dan mensintesis untuk membangun ide-ide baru, hal ini dapat dinilai dari bagaimana mahasiswa memilih gagasan utama dari sumber daya dan parafrase atau mengidentifikasi bahan verbatim untuk dikutip, mengakui keterkaitan antara hasil penelitian dan teori-teori psikologis dan menggabungkan informasi untuk menghasilkan ide-ide baru dengan bukti-bukti pendukung, mengakui bahwa informasi yang ada dapat dikombinasikan dengan pemikiran asli, dan/atau analisis untuk menghasilkan informasi baru dan wawasan ke dalam perilaku dan proses mental (ACRL, 2010).


(3)

35 Mahasiswa menggabungkan pemikiran kritis dan kreatif, menerapkan pendekatan ilmiah untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan perilaku dan proses mental, ciri-cirinya mahasiswa akan memeriksa dan membandingkan informasi dari berbagai sumber untuk mengevaluasi reliabilitas, validitas, akurasi, otoritas, ketepatan waktu, dan sudut pandang atau prasangka, memahami perbedaan antara penelitian kuantitatif dan kualitatif, memahami kebutuhan untuk mempertimbangkan bukti dan mentolerir ambiguitas, memahami bagaimana mengenali atau menerapkan alat statistik yang tepat untuk masalah, membandingkan konsep kecerdasan lintas budaya, memahami isu-isu politik dan sosial sensor dan kebebasan berbicara yang berkaitan dengan penelitian psikologis (ARCL, 2010).

Mahasiswa membandingkan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya untuk menentukan nilai tambah, kontradiksi, atau karakteristik informasi unik lainnya dari informasi. Hal ini dapat dilihat mahasiswa akan menunjukkan keakraban dengan konsep yang relevan, perspektif teoritis, temuan empiris, dan tren bersejarah dalam psikologi, mendokumentasikan proses pencarian informasi untuk menjelaskan dan mengevaluasi informasi baru yang dikumpulkan, mengevaluasi informasi yang dikumpulkan dengan membandingkannya dengan sumber-sumber lain dan pengetahuan teoritis saat ini, mempertimbangkan hal-hal seperti keterbatasan instrumen penelitian dan sampel yang tersedia untuk studi, menarik kesimpulan berdasarkan informasi yang dikumpulkan dan mengintegrasikan informasi baru dengan informasi sebelumnya. Mencari pendapat ahli atau spesialis subjek lain untuk memvalidasi hasil


(4)

36 penelitian dan interpretasi informasi, memperpanjang permintaan informasi berdasarkan informasi baru bila diperlukan (ACRL, 2010).

Standar empat menyatakan mahasiswa psikologi yang literat secara individu atau sebagai anggota kelompok, menggunakan informasi secara efektif untuk mencapai tujuan tertentu. Standar empat memiliki dua indikator, yaitu mahasiswa menerapkan informasi baru dan terdahulu untuk merencanakan dan menciptakan informasi; mahasiswa psikologi yang literat mengkomunikasikan informasi dengan efektif kepada orang lain.

Mahasiswa menerapkan informasi baru dan terdahulu untuk merencanakan dan menciptakan informasi, hal ini dapat dilihat mahasiswa mengatur konten dengan cara yang mendukung tujuan dan format produk, mengintegrasikan informasi baru dan sebelumnya termasuk kutipan dan parafrase terkait dengan kutipan penulis dan informasi yang dijadikan sebagai referensi, secara akurat menunjukkan kontribusi anggota tim dalam proyek-proyek kolaboratif (ACRL, 2010).

Mahasiswa mengkomunikasikan hasil secara efektif kepada orang lain, hal ini dapat dilihat mahasiswa akan memilih media komunikasi dan format yang terbaik untuk mendukung tujuan mengkomunikasikan informasi secara efektif kepada audiens yang dituju, menggunakan aplikasi teknologi informasi yang tepat dalam menciptakan produk atau presentasi, menunjukkan pemahaman tentang kekayaan intelektual, hak cipta, dan penggunaan wajar materi berhak cipta dan posting izin pemberitahuan yang diberikan sesuai kebutuhan (ACRL, 2010).


(5)

37 Berdasarkan indikator-indikator di atas dapat disimpulkan bahwa, standar literasi informasi psikologi disajikan meSedangkani proses kerjasama antar pihak institusi sebagai penghubung antara pustakawan dengan mahasiswa psikologi yang digunakan untuk mengatur keterampilan melek informasi dan sebagai dasar untuk kolaborasi perpustakaan dan fakultas. Hal ini sesuai dengan Li Heipeng (2007, 6) menyatakan bahwa banyak perguruan tinggi juga mengambil keuntungan dari sistem penghubung sebagai tempat untuk bekerja sama dengan departemen penghubung untuk membangun hubungan kolaboratif. Sebagai contoh, sebuah tutorial literasi informasi yang diciptakan dan dikembangkan oleh Ellen Stoltzfus sebagai anggota fakultas Psikologi dan Jasmine Vaughan sebagai pustakawan di Kenyon College untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa psikologi. Tutorial ini dirancang untuk mengajarkan mahasiswa psikologi dalam keterampilan literasi informasi dengan membimbing mereka melalui proses melakukan penelitian yang efektif dan pada akhirnya akan mencakup modul untuk mahasiswa tingkat atas dalam kursus metode penelitian.

Standar ACRL Information Literacy Competency Standar For Higher Education dan Psychology Information Literacy Standart merupakan standar dalam menentukan dan mengetahui apakah seseorang dapat dianggap memiliki kemampuan literasi informasi. Ada persamaan diantara kedua standar, hal ini dapat dilihat dalam standar menentukan jenis dan sifat informasi, mengakses kebutuhan informasi, mengevaluasi dan sumber-sumber secara kritis, menggunakan dan mengkomunikasikan informasi. Sedangkan perbedaannya terletak pada masing-masing indikator kinerja dari setiap standar kemampuan


(6)

38 menciptakan informasi, mengakses dan mengevaluasi informasi. Selain itu Information Literacy Competency Standard for Higher Education berguna untuk mahasiswa, dosen, pustakawan dan staf sedangkan Psychology Information Literacy Standards dikhususkan bagi mahasiswa psikologi.