Studi Komparatif Sistem Pengembangan Sapi Bali di Luar dan di Dalam Kawasan Peternakan Terpadu di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah
TINJAUAN PUSTAKA
Ternak Sapi Potong
Sulistia, 2007 menjelaskan bahwa sapi potong asli Indonesia adalah sapi potong yang
sejak dulu sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal adalah sapi potong yang asalnya
dari luar Indonesia, tetapi sudah berkembang biak dan di budidayakan di Indonesia dalam
waktu yang sangat lama, sehingga sudah mempunyai ciri khas tertentu. Sapi Bali (Bos
sondaekus) merupakan sapi potong asli Indonesia, sedangkan yang termasuk sapi lokal adalah
sapi Madura dan sapi Sumba Ongole (PO). (Anggorodi, 1984) menjelelaskan bahwa di
Indonesia terdapat beberapa jenis sapi dari bangsa tropis, beberapa jenis sapi tropis yang
sudah cukup popular dan banyak dikembang biakan di Indonesia adalah sebagai berikut : 1.
Sapi Bali, 2. Sapi Madura, 3. Sapi Ongole, 4. Sapi American Brahman.
Pemeliharaan sapi potong di Indonesia dilakukan secara ekstensif, semi intensif, dan
intensif. Pada umumnya sapi-sapi yang dipelihara secara intensif hampir sepanjang hari
berada dalam kandang dan diberi pakan sebaik mungkin sehingga cepat gemuk, sedangkan
secara ekstensif sapi-sapi dilepas dipadang pengembalaan dan digembalakan sepanjang hari
(Rahardi, 2003). Dijelaskan oleh (Sembiring et al, 2002) sektor peternakan sejak awal masa
pembangunan merupakan salah satu sektor yang mampu menyerap tenaga kerja yang cukup
besar. Mungkin hal tersebut disebabkan oleh besarnya penduduk yang tinggal di pedesaan dan
berprofesi sebagai peternak.
Pertumbuhan Ternak Sapi
Pertumbuhan pada hewan merupakan satu fenomena universal yang bermula dari telur
yang telah dibuahi dan berlanjut sampai hewan menjadi dewasa. Pertumbuhan umumnya
dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot badan yang dengan mudah dilakukan dengan
pengukuran bobot badan yang dilakukan dengancara penimbangan, (Tillman et al, 1991).
Pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan berat jaringan- jaringan
pembangun seperti urat daging, tulang otak, jantung dan semua jaringan tubuh (kecuali
jaringan lemak), serta alat-alat tubuh lainnya. Lebih lanjut dikatakan pertumbuhan murni
adalah penambahan dalam jumlah protein dan zat - zat mineral, sedangkan pertambahan
akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukanlah pertumbuhan murni, (Tilman et al,
1991).
Proses pertumbuhan ternak sapi digambarkan dalam kurva berbentuk seperti huruf ” S”,
kurva ini menunjukan saat pembuahan berlangsung, kelangsungan lambat, dan menjadi agak
cepat pada saat menjelang kelahiran. Sesudah pedet lahir pertumbuhan semakin cepat, hingga
Universitas Sumatera Utara
usia penyapihan dan usia pubertas masih bertambah pesat. Akan tetapi dari usaha pubertas
hingga usia dijual laju mulai menurun dan akan terus menurun hingga usia dewasa dan
akhirnya pertumbuhan berhenti.
Perkembangan usaha peternakan di Provinsi Aceh sampai saat ini masih relatif rendah
tingkat kemampuan pasokan produksi ternak dibandingkan dengan pertumbuhan permintaan
hasil ternak yang terus meningkat. Hal ini menyebabkan wilayah Provinsi Aceh menjadi salah
satu pasar hasil ternak yang sangat terbuka bagi wilayah lain. Pemenuhan kebutuhan daging
sapi banyak dipenuhi dari daerah lain seperti Lampung, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan
Sumatera Selatan.
Potensi pengembangan komoditas peternakan di Provinsi Aceh sangat besar, mengingat
kapasitas produksi yang masih sangat kecil dibandingkan dengan kebutuhan. Berdasarkan
data dari Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Provinsi Aceh tahun 2006 dan 2007, ratarata peluang bisnis peternakan di Provinsi Aceh sebesar 46%. Salah satu komoditas
peternakan unggulan yang sangat berpotensi untuk dikembangkan di Provinsi Aceh adalah
sapi potong. Kapasitas Produksi daging sapi tahun 2007 di Provinsi Aceh sebesar 5.277.864
kg sedangkan kebutuhan akan daging sebesar 6.877.800 kg, berarti sebesar 1.599.936 kg
(23,26%) daging sapi belum terpenuhi. (Diskeswan, 2002)
Karakteristik Sapi Bali
Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia hasil domestikasi dari banteng Bibos
banteng dan merupakan sapi asli pulau bali (Panjono, 2004). Ditinjau dari taksonominya, sapi
bali termasuk family Bovidae yang memiliki keunggulan sebagai berikut :
1.
Persentase karkas tinggi
2.
Memiliki daya cerna pakan yang baik
3.
Dapat hidup dilahan kritis
4.
Mudah beradaptasi dengan lingkungan
5.
Kandungan lemak rendah
6.
Fertilitas berkisar 83-86 %
7.
Periode kebuntingan 280-294 hari
8.
Persentase kebuntingan mencapai 86,56 %
Karakteristik Peternak
(Miriani, 2011) menyatakan bahwa karakteristik seseorang mempengaruhi cara dan
kemampuan yang berbeda dalam bentuk persepsi, informasi apa yang diinginkan.
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik peternak sebagai individu yang perlu diperhatikan untuk melihat apakah faktorfaktor ini akan mempengarihi respon peternak terhadap inovasi.
Karakteristik individu adalah bagian dari pribadi dan melekat pada diri seseorang.
Kerakteristik ini mendasari tinggkah laku seseorang dalam situasi kerja maupun situasi
lainnya (David, 2006).
Pendidikan
David (2006) menyatakan bahwa tingkat pendidikan peternak cenderung mempengaruhi
cara berfikir dan tingkat penerimaan mereka terhadap inovasi dan teknologi baru. Oleh karna
itu pendidikan sedikit banyaknya dapat berpengaruh terhadap pengembangan usaha
pendidikan merupakan upaya untuk mengadakan perubahan prilaku berdasarkan ilmu dan
pengalaman yang sudah diketahui.
David (2006) menyatakan bahwa para ahli pendidikan mengenal tiga sumber utama
pengetahuan bagi setiap orang yaitu : (1) Pendidikan informal yaitu proses pendidikan yang
panjang diperoleh dan dikumpulkan seseorang berupa pengetahuan, keterampilan, sikap hidup
dan segala sesuatu yang diperoleh dari pengalaman pribadi sehari-hari dari kehidupan dalam
masyarakat. (2) Pendidikan formal, yaitu struktur dari sisitem pendidikan/pengajaran yang
kronologis dan berjenjang lembaga pendidikan mulai dari pra sekolah sampai ke perguruan
tinggi. (3) Pendidikan non formal adalah pengajaran sistematis yang diorganisir dari luar
pendidikan formal bagi sekelompok orang untuk mengetahui keperluan khusus seperti
penyuluhhan pertanian.
Pengalaman Peternak
Gitingger (1968) menyatakan bahwa pengalaman beternak akan mempengaruhi
kemampuan peternak dalam menjalankan usaha, peternak yang mempunyai pengalaman lebih
banyak akan hati-hati dalam bertindak, pengalaman beternak cukup lama akan lebih mudah
diberi pengertian. Selanjutnya dijelaskan oleh Sutrisno (2002) menerangkan bahwa
pengalaman yang baik, menyenangkan maupun yang mengecewakan berpengaruh pada
belajar seseorang.
Umur Peternak
Umur seorang pada umumnya dapat mempengaruhi aktivitas peteni maupun peternak
dalam mengelola usahanya, dalam hal ini mempengaruhi kondisi fisik dan kemampuan
berfikir. Makin muda umur petani, cendrung memiliki fisik yang kuat dan dinamis dalam
mengelola usahanya, sehingga mampu bekerja lebih kuat dari petani yang umurnya tua.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu petani yang lebih muda mempunyai keberanian untuk menanggung resiko dalam
mencoba inovasi baru demi kemajuan usahataninya umur pengajar maupun pelajar
merupakan salah satu karakteristik penting yang berkaitan dengan efektivitas belajar
seseorang, tetapi menurut perkembangan umur. Kapasitas belajar akan naik sampai usia
dewasa dan kemudian menurun dengan bertambahnya umur.(Ayuni, 2005)
umur pengajar maupun pelajar merupakan salah satu karakteristik penting yang
berkaitan dengan efektivitas belajar seseorang, tetapi menurut perkembangan umur. Kapasitas
belajar akan naik sampai usia dewasa dan kemudian menurun dengan bertambahnya umur.
Daryanto ( 2009) menyatakan bahwa kapasitas belajar akan terus naik sejak anak
mengenal lingkungan dimana kenaikan tersebut berakhir pada dewasa yaitu 25 tahun sampai
28 tahun, kemudian menurun secara drastis setelah umur 50 tahun.
Jumlah Tanggungan
Jumlah tanggungan peternak merupakan satu karakteristik yang dapat mempengaruhi
keputusan produksi. Selanjutnya Soetanto (2000) menjelaskan jumlah tanggunga keluarga
dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak
suatu teknologi baru.
Rangguti (2002) menyatakan bahwa jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu
sumber daya manusia yang dimiliki peternak, terutama yang berusia produktif dan ikut
membantu usaha ternaknya tanggungan keluarga juga bisa menjadi beban keluarga jika tidak
aktif bekerja.
Penambahan populasi Ternak
Pakan
Pakan sapi pada dasarnya merupakan sumber pembangun tubuh. Untuk memproduksi
protein tubuh, sumbernya protein pakan, sedangkan energi yang diperlukan bersumber dari
pakan yang di konsumsi, sehingga pakan merupakan kebutuhan utama dalam pertumbuhan
ternak (Santosa, 2003).
Syamsu (2005) menyatakan bahwa ternak ruminansia harus mengkonsumsi hijauan
sebanyak 10 % dari bobot badan setiap hari dan konsentrat sekitar 1,5-2 % dari jumlah
tersebut termasuk suplementasi vitamin dan mineral. Oleh karna itu hijauan dan sejenisnya
terutama rumput dari berbagai spesies merupakan sumber energi utama ternak ruminansia.
Pakan adalah semua bahan yang diberikan dan bermanfaat bagi ternak dan tidak
menimbulkan racun dan pengaruh negatip terhadap tubuh ternak. Pakan yang diberikan harus
Universitas Sumatera Utara
berkualitas tinggi yaitu mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh ternak seperti air,
karbohidrat, lemak, protein dan mineral
(Sudrajad, 2000).
Ternak ruminansia membutuhkan sejumlah serat kasar dalam ransumnya agar proses
pencernaannya berlangsung secara optimal. Sumber utama serat kasar adalah hijauan. Oleh
karna itu, ada batasan minimal pemberian hijauan dalam ternak ruminansia. Untuk
penggemukan ternak ruminansia miasalnya, kebutuhan mineral hijauan berkisar antara 0,5-0,8
% bahan kering dari bobot badan ternak yang digemukkan (Anggorodi, 1984).
Calving Interval
Pohan, AC (2004) menjelaskan bahwa Calving interval atau jarak beranak adalah
jumlah hari/bulan antara kelahiran yang satu dengan kelahiran yang berikutnya. Panjang
pendeknya selang beranak merupakan pencerminan dari fertilitas ternak. Selang beranak
dapat diukur dengan masa laktasi ditambah masa kering atau waktu kosong ditambah masa
kebuntingan. Selang beranak yang lebih pendek menyebabkan produksi susu perhari menjadi
lebih tinggi dan jumlah anak yang dilahirkan pada periode produktif menjadi lebih banyak
dan lama kebuntingan pada sapi bali sekitar 280-294 hari.
Lama kebuntingan dipengaruhi oleh jenis kelamin, iklim, kondisi pakan dan umur induk
Panjono (2004), selanjutnya ditambahkan oleh Hardjusubroto (1994) bahwa perkembangan
fetus juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Jarak beranak yang panjang disebabkan oleh
anestrus pasca beranak (62 %) gangguan fungsi ovarium dan uterus (26 %) 12 % oleh
gangguan lain (Wiyatna, 2000). Dalam upaya memperbaiki produktivitas dan reproduktivitas
sapi yang mengalami keadaan seperti itu, perlu dilakukan penerapan teknologi reproduksi
secara terpadu antara induksi birahi dan ovulasi dengan Insiminasi Buatan (IB).
Performans
reproduktivitas yang tinggi pada sapi bali ditandai dengan aktivitas ovarium dan perkawinan
kembali kurang dari 2 bulan sesudah beranak (Ayuni, 2005). Sehingga memberikan tingkat
efisien reproduksi yang blebih baik dibandingkan dengan sapi PO
(Tanari, 1999).
Selanjutnya (Sutardi, 1997) menyatakan bahwa sapi bali rela mengorbankan anaknya dengan
cara meminimkan produksi susunya agar aktifitas reprokuksinya (siklus birahi) aktif kembali
setelah melahirkan, sedangkan sapi potong lainnya kebalikannya yaitu menghentikan aktivitas
reproduksinya dan fokus pada pembesaran anaknya. (Ayuni, 2005).
Reproduksi
Haryanto (2002) menjelaskan bahwa usaha peternakan di Indonesia sampai saat ini
masih menghadapi banyak kendala, yang mengakibatkan produktivitas ternak masih rendah.
Salah satu kendala tersebut adalah masih banyaknya gangguan reproduksi menuju kemajiran
Universitas Sumatera Utara
pada ternak betina, akibatnya, efisiensi reproduksinya akan rendah dan kelambanan
perkembangan populasi ternak. Dengan demikian perlu adanya pengelolaan ternak yang lebih
agar daya reproduksi meningkat sehingga menghasilkan efisiensi reproduksi tinggi yang
diikuti dengan produktivitas ternak yang tinggi pula.
Berbagai permasalahan dalam pengembangan sapi potong yaitu : 1) Usaha bakalan
kurang diminati para pemilik modal, 2) Keterbatasan pejantan unggul, 3) Ketersediaan pakan
tidak kontinyu, 4) Pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan kurang efektif, 5) Efisien
reproduksi masih rendah dengan jarak beranak yang panjang (Pohan, 2004).
Produksi
Tingkat produksi rendah akibat faktor tujuan pemeliharaan dan penggunaan bibit belum
memadai, serta pakan yang tersedia. Pada umumnya ternak sapi yang dipelihara terdiri dari
beberapa tujuan sehingga produksi ternak sapi per unit rendah, hal ini menyebabkan ternak
sapi yang dipelihara terus sampai umur tua, kasus ini akan menyebabkan penundaan
pemotongan ternak, terlebih lagi sampai saat ini petani masih menggunakan ternak sapi
sebagai tenaga kerja sehingga tidak dapat dipastikan sampai kapan sapi tidak dipergunakan
untuk tenaga kerja (Purbowati, 2009)
Beberapa faktor yang menyebabkan produksi rendah yaitu :
a.
Populasi rendah, karena umumnya sebagai besar ternak sapi potong yang dipelihara
oleh peternak masih dalam sekala kecil, dengan lahan dan modal yang sangat terbatas.
b.
Produksi rendah, diakibatkan faktor tujuan pemeliharaan dan penggunaan bibit belum
memadai, serta pakan yang masih rendah (Susanto, 2010).
Rasio Pejantan dan Betina
Disamping kualitas genetik pejantan, perbandingan pejantan dengan betina sangat
mempengaruhi produktivitas. Penentuan antara pejantan dan betina dipengaruhi banyak
faktor, antara lain keadaan tofografi padang pengembalaan, umur pejantan, kondisi pasture,
pakan dan sumber air yang tersedia dan lama perkawinan. Pakan merupakan faktor penting
pada penampilan produksi dan reproduksi sapi terutama pasca beranak, perbandinga jantan
dan betina antara 30-60 telah diperaktekan secara luas, (Siregar, 2007)
Perbandingan jantan dan betina, jumlah pejantan per satu kelompok perkawinan juga
dapat dilakukan untuk meningkatkan daya kompetisi pejantan untuk mengawini ternak betina
ataupun sistem rotasi dimana selalu satu ekor pejantan per satuan jangka waktu tertentu.
(Santosa, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Mortalitas
Kematian merupakan jumlah ternak yang mati tiap periode waktu dibagi dengan jumlah
ternak yang hidup diawal periode waktu tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian
antara lain penyakit, predator, bencana alam dan iklim, (Sofyan, 2003).
Regresi Linier Berganda
Analisa regresi menjelaskan hubungan dua atau lebih dari Varibel sebab akibat. Artinya
Variabel yang satu dipengaruhi Variabel yang lain. Besarnya pengaruh variabel ini dapat
diduga dengan besar yang ditunjukan oleh koefisien regresi. Persamaan regresi yaitu Y = f(
X 1 , X 2 , X 3 , X 4 …….. Xn )
dimana
Y = variabel yang dijelaskan ( dependen variabel )
X = variabel yang menjelaskan ( indevenden variabel )
Hubungan Y dan X adalah searah, dimana X akan selalu mempengaruhi Y, dan tidak
mungkin terjadi hal yang sebaliknya. Oleh karna itu dalam model development, maka
pemilihan variabel Y dan X harus cermat dan benar
(Soekartawi, 1984).
Analisa regresi berganda merupakan salah satu metode regresi untuk mengitemasi α dan
β yang disebut dengan metode Ordinary Leas Squars Method (OLS), dengan regresi linier
berganda dapat mengedintifikasi hubungan-hubungan yang terjadi antara peubah-peubah
bebas dengan peubah tetap. Analisis ini juga dapat mengetahui seberapa besar pengaruh yang
diberikan oleh peubah bebas tertentu terhadap peubah tetapnya. Dalam penelitian ekonomi
dan bisnis, banyak hal yang tidak bisa dikendalikan sehingga regresi berganda sering
dibutuhkan untuk menduga pengaruh yang diberikan oleh berbagai peubah secara simultan
(Soekartawi, 1984) dalam Daslina 2006. Model umum regresi linier berganda adalah :
Yi = α + βX 1 i + β 2 X 2 i + β 3 X 3 i………+ βnXni +εi
Dengan α merupakan intercept/ constanta , β 1 , β 2 …….βn koefisien regresi yang
mengambarkan pengaruh yang diberikan oleh peubah bebas (X 1 , X 2 , …Xn) terhadap peubah
tak bebas (Y), dan ε merupakan galat model yang mengkombinasikan kesalahan pendugaan,
sedangkan subscript I menunjukan amatan (responden) ke i
Kerangka pemikiran
Dalam rangka pengembangan di luar dan di dalam kawasan peternakan terpadu di
Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah, maka perlu diketahui masalah apa saja yang
terdapat didalamnya sehingga menyebabkan rendahnya penambahan populasi ternak,
Universitas Sumatera Utara
sehingga didapat solusi yang bersifat membangun. Dalam penelitian ini akan mengamati
perbedaan yang terdapat di luar dan di dalam Kawasan Peternakan Terpadu yang merupakan
kawasan peternakan yang dibiayai Pemerintah Daerah dengan dana, APBN, APBA, dan
APBD.
Populasi
Luar kawasan
peternakan
Terpadu Kec. Linge
Dalam kawasan
peternakan
Terpadu Kec. Linge
Faktor yang mempengaruhi
penambahan populasi
Ternak
Peternak
Dalam kawasan peternakan
Kecamatan Linge Kabupaten
Aceh Tengah
Luar kawasan peternakan
Kecamatan Linge Kabupaten
Aceh Tengah
Pakan
Umur
Selang beranak
Pendidikan
penambahan
Jumlah tanggungan
populasi
Pertama birahi
Umur pertama beranak
Pengalaman
Mortalitas
Pekerjaa
Faktor
Starategi
Manajemen
SWOT
Peluang
Ancaman
Kekuatan
Kelemahan
MengetahuiPerbedaan penambahan populasi sapi
bali di Luar dan di Dalam Kawasan Peternakan di
Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Universitas Sumatera Utara
Ternak Sapi Potong
Sulistia, 2007 menjelaskan bahwa sapi potong asli Indonesia adalah sapi potong yang
sejak dulu sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal adalah sapi potong yang asalnya
dari luar Indonesia, tetapi sudah berkembang biak dan di budidayakan di Indonesia dalam
waktu yang sangat lama, sehingga sudah mempunyai ciri khas tertentu. Sapi Bali (Bos
sondaekus) merupakan sapi potong asli Indonesia, sedangkan yang termasuk sapi lokal adalah
sapi Madura dan sapi Sumba Ongole (PO). (Anggorodi, 1984) menjelelaskan bahwa di
Indonesia terdapat beberapa jenis sapi dari bangsa tropis, beberapa jenis sapi tropis yang
sudah cukup popular dan banyak dikembang biakan di Indonesia adalah sebagai berikut : 1.
Sapi Bali, 2. Sapi Madura, 3. Sapi Ongole, 4. Sapi American Brahman.
Pemeliharaan sapi potong di Indonesia dilakukan secara ekstensif, semi intensif, dan
intensif. Pada umumnya sapi-sapi yang dipelihara secara intensif hampir sepanjang hari
berada dalam kandang dan diberi pakan sebaik mungkin sehingga cepat gemuk, sedangkan
secara ekstensif sapi-sapi dilepas dipadang pengembalaan dan digembalakan sepanjang hari
(Rahardi, 2003). Dijelaskan oleh (Sembiring et al, 2002) sektor peternakan sejak awal masa
pembangunan merupakan salah satu sektor yang mampu menyerap tenaga kerja yang cukup
besar. Mungkin hal tersebut disebabkan oleh besarnya penduduk yang tinggal di pedesaan dan
berprofesi sebagai peternak.
Pertumbuhan Ternak Sapi
Pertumbuhan pada hewan merupakan satu fenomena universal yang bermula dari telur
yang telah dibuahi dan berlanjut sampai hewan menjadi dewasa. Pertumbuhan umumnya
dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot badan yang dengan mudah dilakukan dengan
pengukuran bobot badan yang dilakukan dengancara penimbangan, (Tillman et al, 1991).
Pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan berat jaringan- jaringan
pembangun seperti urat daging, tulang otak, jantung dan semua jaringan tubuh (kecuali
jaringan lemak), serta alat-alat tubuh lainnya. Lebih lanjut dikatakan pertumbuhan murni
adalah penambahan dalam jumlah protein dan zat - zat mineral, sedangkan pertambahan
akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukanlah pertumbuhan murni, (Tilman et al,
1991).
Proses pertumbuhan ternak sapi digambarkan dalam kurva berbentuk seperti huruf ” S”,
kurva ini menunjukan saat pembuahan berlangsung, kelangsungan lambat, dan menjadi agak
cepat pada saat menjelang kelahiran. Sesudah pedet lahir pertumbuhan semakin cepat, hingga
Universitas Sumatera Utara
usia penyapihan dan usia pubertas masih bertambah pesat. Akan tetapi dari usaha pubertas
hingga usia dijual laju mulai menurun dan akan terus menurun hingga usia dewasa dan
akhirnya pertumbuhan berhenti.
Perkembangan usaha peternakan di Provinsi Aceh sampai saat ini masih relatif rendah
tingkat kemampuan pasokan produksi ternak dibandingkan dengan pertumbuhan permintaan
hasil ternak yang terus meningkat. Hal ini menyebabkan wilayah Provinsi Aceh menjadi salah
satu pasar hasil ternak yang sangat terbuka bagi wilayah lain. Pemenuhan kebutuhan daging
sapi banyak dipenuhi dari daerah lain seperti Lampung, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan
Sumatera Selatan.
Potensi pengembangan komoditas peternakan di Provinsi Aceh sangat besar, mengingat
kapasitas produksi yang masih sangat kecil dibandingkan dengan kebutuhan. Berdasarkan
data dari Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Provinsi Aceh tahun 2006 dan 2007, ratarata peluang bisnis peternakan di Provinsi Aceh sebesar 46%. Salah satu komoditas
peternakan unggulan yang sangat berpotensi untuk dikembangkan di Provinsi Aceh adalah
sapi potong. Kapasitas Produksi daging sapi tahun 2007 di Provinsi Aceh sebesar 5.277.864
kg sedangkan kebutuhan akan daging sebesar 6.877.800 kg, berarti sebesar 1.599.936 kg
(23,26%) daging sapi belum terpenuhi. (Diskeswan, 2002)
Karakteristik Sapi Bali
Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia hasil domestikasi dari banteng Bibos
banteng dan merupakan sapi asli pulau bali (Panjono, 2004). Ditinjau dari taksonominya, sapi
bali termasuk family Bovidae yang memiliki keunggulan sebagai berikut :
1.
Persentase karkas tinggi
2.
Memiliki daya cerna pakan yang baik
3.
Dapat hidup dilahan kritis
4.
Mudah beradaptasi dengan lingkungan
5.
Kandungan lemak rendah
6.
Fertilitas berkisar 83-86 %
7.
Periode kebuntingan 280-294 hari
8.
Persentase kebuntingan mencapai 86,56 %
Karakteristik Peternak
(Miriani, 2011) menyatakan bahwa karakteristik seseorang mempengaruhi cara dan
kemampuan yang berbeda dalam bentuk persepsi, informasi apa yang diinginkan.
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik peternak sebagai individu yang perlu diperhatikan untuk melihat apakah faktorfaktor ini akan mempengarihi respon peternak terhadap inovasi.
Karakteristik individu adalah bagian dari pribadi dan melekat pada diri seseorang.
Kerakteristik ini mendasari tinggkah laku seseorang dalam situasi kerja maupun situasi
lainnya (David, 2006).
Pendidikan
David (2006) menyatakan bahwa tingkat pendidikan peternak cenderung mempengaruhi
cara berfikir dan tingkat penerimaan mereka terhadap inovasi dan teknologi baru. Oleh karna
itu pendidikan sedikit banyaknya dapat berpengaruh terhadap pengembangan usaha
pendidikan merupakan upaya untuk mengadakan perubahan prilaku berdasarkan ilmu dan
pengalaman yang sudah diketahui.
David (2006) menyatakan bahwa para ahli pendidikan mengenal tiga sumber utama
pengetahuan bagi setiap orang yaitu : (1) Pendidikan informal yaitu proses pendidikan yang
panjang diperoleh dan dikumpulkan seseorang berupa pengetahuan, keterampilan, sikap hidup
dan segala sesuatu yang diperoleh dari pengalaman pribadi sehari-hari dari kehidupan dalam
masyarakat. (2) Pendidikan formal, yaitu struktur dari sisitem pendidikan/pengajaran yang
kronologis dan berjenjang lembaga pendidikan mulai dari pra sekolah sampai ke perguruan
tinggi. (3) Pendidikan non formal adalah pengajaran sistematis yang diorganisir dari luar
pendidikan formal bagi sekelompok orang untuk mengetahui keperluan khusus seperti
penyuluhhan pertanian.
Pengalaman Peternak
Gitingger (1968) menyatakan bahwa pengalaman beternak akan mempengaruhi
kemampuan peternak dalam menjalankan usaha, peternak yang mempunyai pengalaman lebih
banyak akan hati-hati dalam bertindak, pengalaman beternak cukup lama akan lebih mudah
diberi pengertian. Selanjutnya dijelaskan oleh Sutrisno (2002) menerangkan bahwa
pengalaman yang baik, menyenangkan maupun yang mengecewakan berpengaruh pada
belajar seseorang.
Umur Peternak
Umur seorang pada umumnya dapat mempengaruhi aktivitas peteni maupun peternak
dalam mengelola usahanya, dalam hal ini mempengaruhi kondisi fisik dan kemampuan
berfikir. Makin muda umur petani, cendrung memiliki fisik yang kuat dan dinamis dalam
mengelola usahanya, sehingga mampu bekerja lebih kuat dari petani yang umurnya tua.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu petani yang lebih muda mempunyai keberanian untuk menanggung resiko dalam
mencoba inovasi baru demi kemajuan usahataninya umur pengajar maupun pelajar
merupakan salah satu karakteristik penting yang berkaitan dengan efektivitas belajar
seseorang, tetapi menurut perkembangan umur. Kapasitas belajar akan naik sampai usia
dewasa dan kemudian menurun dengan bertambahnya umur.(Ayuni, 2005)
umur pengajar maupun pelajar merupakan salah satu karakteristik penting yang
berkaitan dengan efektivitas belajar seseorang, tetapi menurut perkembangan umur. Kapasitas
belajar akan naik sampai usia dewasa dan kemudian menurun dengan bertambahnya umur.
Daryanto ( 2009) menyatakan bahwa kapasitas belajar akan terus naik sejak anak
mengenal lingkungan dimana kenaikan tersebut berakhir pada dewasa yaitu 25 tahun sampai
28 tahun, kemudian menurun secara drastis setelah umur 50 tahun.
Jumlah Tanggungan
Jumlah tanggungan peternak merupakan satu karakteristik yang dapat mempengaruhi
keputusan produksi. Selanjutnya Soetanto (2000) menjelaskan jumlah tanggunga keluarga
dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak
suatu teknologi baru.
Rangguti (2002) menyatakan bahwa jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu
sumber daya manusia yang dimiliki peternak, terutama yang berusia produktif dan ikut
membantu usaha ternaknya tanggungan keluarga juga bisa menjadi beban keluarga jika tidak
aktif bekerja.
Penambahan populasi Ternak
Pakan
Pakan sapi pada dasarnya merupakan sumber pembangun tubuh. Untuk memproduksi
protein tubuh, sumbernya protein pakan, sedangkan energi yang diperlukan bersumber dari
pakan yang di konsumsi, sehingga pakan merupakan kebutuhan utama dalam pertumbuhan
ternak (Santosa, 2003).
Syamsu (2005) menyatakan bahwa ternak ruminansia harus mengkonsumsi hijauan
sebanyak 10 % dari bobot badan setiap hari dan konsentrat sekitar 1,5-2 % dari jumlah
tersebut termasuk suplementasi vitamin dan mineral. Oleh karna itu hijauan dan sejenisnya
terutama rumput dari berbagai spesies merupakan sumber energi utama ternak ruminansia.
Pakan adalah semua bahan yang diberikan dan bermanfaat bagi ternak dan tidak
menimbulkan racun dan pengaruh negatip terhadap tubuh ternak. Pakan yang diberikan harus
Universitas Sumatera Utara
berkualitas tinggi yaitu mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh ternak seperti air,
karbohidrat, lemak, protein dan mineral
(Sudrajad, 2000).
Ternak ruminansia membutuhkan sejumlah serat kasar dalam ransumnya agar proses
pencernaannya berlangsung secara optimal. Sumber utama serat kasar adalah hijauan. Oleh
karna itu, ada batasan minimal pemberian hijauan dalam ternak ruminansia. Untuk
penggemukan ternak ruminansia miasalnya, kebutuhan mineral hijauan berkisar antara 0,5-0,8
% bahan kering dari bobot badan ternak yang digemukkan (Anggorodi, 1984).
Calving Interval
Pohan, AC (2004) menjelaskan bahwa Calving interval atau jarak beranak adalah
jumlah hari/bulan antara kelahiran yang satu dengan kelahiran yang berikutnya. Panjang
pendeknya selang beranak merupakan pencerminan dari fertilitas ternak. Selang beranak
dapat diukur dengan masa laktasi ditambah masa kering atau waktu kosong ditambah masa
kebuntingan. Selang beranak yang lebih pendek menyebabkan produksi susu perhari menjadi
lebih tinggi dan jumlah anak yang dilahirkan pada periode produktif menjadi lebih banyak
dan lama kebuntingan pada sapi bali sekitar 280-294 hari.
Lama kebuntingan dipengaruhi oleh jenis kelamin, iklim, kondisi pakan dan umur induk
Panjono (2004), selanjutnya ditambahkan oleh Hardjusubroto (1994) bahwa perkembangan
fetus juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Jarak beranak yang panjang disebabkan oleh
anestrus pasca beranak (62 %) gangguan fungsi ovarium dan uterus (26 %) 12 % oleh
gangguan lain (Wiyatna, 2000). Dalam upaya memperbaiki produktivitas dan reproduktivitas
sapi yang mengalami keadaan seperti itu, perlu dilakukan penerapan teknologi reproduksi
secara terpadu antara induksi birahi dan ovulasi dengan Insiminasi Buatan (IB).
Performans
reproduktivitas yang tinggi pada sapi bali ditandai dengan aktivitas ovarium dan perkawinan
kembali kurang dari 2 bulan sesudah beranak (Ayuni, 2005). Sehingga memberikan tingkat
efisien reproduksi yang blebih baik dibandingkan dengan sapi PO
(Tanari, 1999).
Selanjutnya (Sutardi, 1997) menyatakan bahwa sapi bali rela mengorbankan anaknya dengan
cara meminimkan produksi susunya agar aktifitas reprokuksinya (siklus birahi) aktif kembali
setelah melahirkan, sedangkan sapi potong lainnya kebalikannya yaitu menghentikan aktivitas
reproduksinya dan fokus pada pembesaran anaknya. (Ayuni, 2005).
Reproduksi
Haryanto (2002) menjelaskan bahwa usaha peternakan di Indonesia sampai saat ini
masih menghadapi banyak kendala, yang mengakibatkan produktivitas ternak masih rendah.
Salah satu kendala tersebut adalah masih banyaknya gangguan reproduksi menuju kemajiran
Universitas Sumatera Utara
pada ternak betina, akibatnya, efisiensi reproduksinya akan rendah dan kelambanan
perkembangan populasi ternak. Dengan demikian perlu adanya pengelolaan ternak yang lebih
agar daya reproduksi meningkat sehingga menghasilkan efisiensi reproduksi tinggi yang
diikuti dengan produktivitas ternak yang tinggi pula.
Berbagai permasalahan dalam pengembangan sapi potong yaitu : 1) Usaha bakalan
kurang diminati para pemilik modal, 2) Keterbatasan pejantan unggul, 3) Ketersediaan pakan
tidak kontinyu, 4) Pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan kurang efektif, 5) Efisien
reproduksi masih rendah dengan jarak beranak yang panjang (Pohan, 2004).
Produksi
Tingkat produksi rendah akibat faktor tujuan pemeliharaan dan penggunaan bibit belum
memadai, serta pakan yang tersedia. Pada umumnya ternak sapi yang dipelihara terdiri dari
beberapa tujuan sehingga produksi ternak sapi per unit rendah, hal ini menyebabkan ternak
sapi yang dipelihara terus sampai umur tua, kasus ini akan menyebabkan penundaan
pemotongan ternak, terlebih lagi sampai saat ini petani masih menggunakan ternak sapi
sebagai tenaga kerja sehingga tidak dapat dipastikan sampai kapan sapi tidak dipergunakan
untuk tenaga kerja (Purbowati, 2009)
Beberapa faktor yang menyebabkan produksi rendah yaitu :
a.
Populasi rendah, karena umumnya sebagai besar ternak sapi potong yang dipelihara
oleh peternak masih dalam sekala kecil, dengan lahan dan modal yang sangat terbatas.
b.
Produksi rendah, diakibatkan faktor tujuan pemeliharaan dan penggunaan bibit belum
memadai, serta pakan yang masih rendah (Susanto, 2010).
Rasio Pejantan dan Betina
Disamping kualitas genetik pejantan, perbandingan pejantan dengan betina sangat
mempengaruhi produktivitas. Penentuan antara pejantan dan betina dipengaruhi banyak
faktor, antara lain keadaan tofografi padang pengembalaan, umur pejantan, kondisi pasture,
pakan dan sumber air yang tersedia dan lama perkawinan. Pakan merupakan faktor penting
pada penampilan produksi dan reproduksi sapi terutama pasca beranak, perbandinga jantan
dan betina antara 30-60 telah diperaktekan secara luas, (Siregar, 2007)
Perbandingan jantan dan betina, jumlah pejantan per satu kelompok perkawinan juga
dapat dilakukan untuk meningkatkan daya kompetisi pejantan untuk mengawini ternak betina
ataupun sistem rotasi dimana selalu satu ekor pejantan per satuan jangka waktu tertentu.
(Santosa, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Mortalitas
Kematian merupakan jumlah ternak yang mati tiap periode waktu dibagi dengan jumlah
ternak yang hidup diawal periode waktu tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian
antara lain penyakit, predator, bencana alam dan iklim, (Sofyan, 2003).
Regresi Linier Berganda
Analisa regresi menjelaskan hubungan dua atau lebih dari Varibel sebab akibat. Artinya
Variabel yang satu dipengaruhi Variabel yang lain. Besarnya pengaruh variabel ini dapat
diduga dengan besar yang ditunjukan oleh koefisien regresi. Persamaan regresi yaitu Y = f(
X 1 , X 2 , X 3 , X 4 …….. Xn )
dimana
Y = variabel yang dijelaskan ( dependen variabel )
X = variabel yang menjelaskan ( indevenden variabel )
Hubungan Y dan X adalah searah, dimana X akan selalu mempengaruhi Y, dan tidak
mungkin terjadi hal yang sebaliknya. Oleh karna itu dalam model development, maka
pemilihan variabel Y dan X harus cermat dan benar
(Soekartawi, 1984).
Analisa regresi berganda merupakan salah satu metode regresi untuk mengitemasi α dan
β yang disebut dengan metode Ordinary Leas Squars Method (OLS), dengan regresi linier
berganda dapat mengedintifikasi hubungan-hubungan yang terjadi antara peubah-peubah
bebas dengan peubah tetap. Analisis ini juga dapat mengetahui seberapa besar pengaruh yang
diberikan oleh peubah bebas tertentu terhadap peubah tetapnya. Dalam penelitian ekonomi
dan bisnis, banyak hal yang tidak bisa dikendalikan sehingga regresi berganda sering
dibutuhkan untuk menduga pengaruh yang diberikan oleh berbagai peubah secara simultan
(Soekartawi, 1984) dalam Daslina 2006. Model umum regresi linier berganda adalah :
Yi = α + βX 1 i + β 2 X 2 i + β 3 X 3 i………+ βnXni +εi
Dengan α merupakan intercept/ constanta , β 1 , β 2 …….βn koefisien regresi yang
mengambarkan pengaruh yang diberikan oleh peubah bebas (X 1 , X 2 , …Xn) terhadap peubah
tak bebas (Y), dan ε merupakan galat model yang mengkombinasikan kesalahan pendugaan,
sedangkan subscript I menunjukan amatan (responden) ke i
Kerangka pemikiran
Dalam rangka pengembangan di luar dan di dalam kawasan peternakan terpadu di
Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah, maka perlu diketahui masalah apa saja yang
terdapat didalamnya sehingga menyebabkan rendahnya penambahan populasi ternak,
Universitas Sumatera Utara
sehingga didapat solusi yang bersifat membangun. Dalam penelitian ini akan mengamati
perbedaan yang terdapat di luar dan di dalam Kawasan Peternakan Terpadu yang merupakan
kawasan peternakan yang dibiayai Pemerintah Daerah dengan dana, APBN, APBA, dan
APBD.
Populasi
Luar kawasan
peternakan
Terpadu Kec. Linge
Dalam kawasan
peternakan
Terpadu Kec. Linge
Faktor yang mempengaruhi
penambahan populasi
Ternak
Peternak
Dalam kawasan peternakan
Kecamatan Linge Kabupaten
Aceh Tengah
Luar kawasan peternakan
Kecamatan Linge Kabupaten
Aceh Tengah
Pakan
Umur
Selang beranak
Pendidikan
penambahan
Jumlah tanggungan
populasi
Pertama birahi
Umur pertama beranak
Pengalaman
Mortalitas
Pekerjaa
Faktor
Starategi
Manajemen
SWOT
Peluang
Ancaman
Kekuatan
Kelemahan
MengetahuiPerbedaan penambahan populasi sapi
bali di Luar dan di Dalam Kawasan Peternakan di
Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Universitas Sumatera Utara