Menentukan Tinggi Badan Dari Tinggi Sternum

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Identifikasi
Untuk kepentingan visum et repertum (VeR) ketika dokter memeriksa

jenazah, identifikasi tetap dilakukan sekalipun korban tersebut sudah dikenal.
Dokter haruslah mencatat jenis kelamin, umur, suku bangsa, panjang badan, berat
badan, kebangsaan, warna kulit, perawakan, keadaan otot, keadaan gizi, rambut,
mata, gigi, bekas – bekas luka, tahi lalat, tato (rajah), pakaian, perhiasan, barang –
barang yang ada pada korban (jenazah), ada tidaknya kumis/ jenggot (pada laki –
laki), cacat tubuh (bawaan atau didapat) dan tanda – tanda khas lainnya yang bila
perlu menggunakan pemeriksaan DNA, gigi atau sidik jari.6
Identifikasi adalah upaya pengenalan kembali diri seseorang manusia baik
yang mati maupun yang hidup, hewan, benda, melalui metode identifikasi dan
ilmu – ilmu forensik.1
Identifikasi adalah hal yang utama dari setiap penyelidikan forensik,
apakah itu yang dicurigai sebagai barang bukti di TKP ataukah korban yang
dipotong –potong dan hangus. Pengidentifikasian sisa jasad manusia yang

dipotong – potong telah menjadi suatu tantangan bagi ahli forensik. Masalah ini
ditemukan pada kasus bencana massal, ledakan dan kasus pembunuhan dimana
tubuh dipotong –potong untuk menyembunyikan identitas korban.7
Relatif lebih mudah menentukan identitas atau jati diri seorang korban
kejahatan (korban tindak pidana), bila dibandingkan dengan mencari jati diri
tersangka pelaku kejahatan. Hal tersebut oleh karena pada penentuan jati diri
tersangka pelaku kejahatan semata – mata didasarkan pada penentuan secara
visual, yang sudah tentu banyak faktor – faktor yang mempengaruhinya sehingga
hasil yang dicapai tidak memenuhi yang diharapkan.8

Universitas Sumatera Utara

Interpol menentukan metode identifikasi terdiri dari Identifikasi Primer
(Primary Identifiers) yaitu, sidik jari (Fingerprints), rekam gigi (Dental Records)
dan DNA serta Identifikasi Sekunder (Secondary Identifiers) yaitu, data medis
(Medical), kepemilikan (Property) dan dokumentasi (photography), dll.
Prinsip dari identifikasi ini adalah dengan membandingkan data ante
mortem dengan post mortem, semakin banyak yang cocok maka akan semakin
baik. Primary Identifiers mempunyai nilai yang sangat tinggi bila dibandingkan
dengan secondary identifiers. Di dalam menentukan identifikasi seseorang secara

positif, Identification Board DVI Indonesia mempunyai aturan – aturan, yaitu
minimal apabila salah satu dari primary identifiers dan atau didukung dengan
minimal 2 dari secondary identifiers.9
Sedangkan, identifikasi terhadap orang tidak dikenal pada korban yang
masih hidup meliputi :1
1. Penampilan umum (general appearance) yaitu, tinggi badan, berat
badan, jenis kelamin, umur, warna kulit, rambut dan mata.
2. Pakaian.
3. Sidik jari.
4. Jaringan parut.
5. Tato.
6. Kondisi mental.
7. Antropometri.
2.2.

Antropologi Forensik
Antropologi forensik adalah aplikasi dan cabang spesifik antropologi

biologi. Antropologi biologi mempelajari variasi biologi dan budaya manusia
dalam rentang waktu dan ruang, berikut sebab – sebab, mekanisme dan akibat

variasi tersebut. Dengan demikian, antropologi biologi berbasis pada studi
populasi untuk mendapat data biologi variasi normal. Antropologi forensik yang
berbasis pada osteologi dan anatomi manusia merupakan terapan menuju
identifikasi individu dari data populasi yang dipelajari dalam antropologi biologi.

Universitas Sumatera Utara

Bidang – bidang interdisipliner yang berhubungan dengan antropologi
forensik meliputi bioarkeologi, arkeologi, antropologi anatomi, paleopatologi,
tafonomi, geologi, kedokteran, kedokteran gigi dan berbagai disiplin ilmu lain
yang berkaitan dengan biologi manusia. Antropologi forensik dapat didefenisikan
sebagai identifikasi sisa hayat manusia yang jaringan lunaknya telah hilang
sebahagian atau seluruhnya sehingga tinggal kerangka, dalam kontek hukum.
Lingkup dalam konteks hukum memposisikan antropolog forensik untuk bekerja
sebegai konsultan akademis yang bekerja sama dengan penyidik dikepolisian,
dokter forensik di kedokteran kehakiman, maupun organisasi internasional yang
mengidentifikasi korban perang atau pelanggaran hak asasi manusia.
Dalam kasus kriminal, kematian massal karena kecelakaan lalu lintas
darat/ udara/ laut maupun bencana alam, polisi penyidik biasanya meminta
pemeriksaan rangka kepada antropolog forensik. Berbagai studi kasus antropologi

forensik telah dipublikasi dan diterbitkan dalam buku teks ilmiah (Rathburn and
Buikstra, 1984 ; Reich, 1986 ; dan Steadman, 2003). Buku pegangan umum bagi
polisi untuk kasus pembunuhan ditulis seorang polisi di Florida dan suatu waktu
penulis pernah bekerja bersama (Eliopulos, 1993). Dalam kasus pembunuhan
yang diduga melibatkan pelanggaran hak asasi manusia, pemeriksaan melibatkan
perintah jaksa agung yang menunjuk jaksa wilayah kepada polisi dengan bekerja
sama dengan dokter forensik dan antropolog forensik untuk eksumasi rangka
korban yang biasanya dilakukan atas permintaan yayasan yang menangani kasus
orang hilang, penculikan, dan pembunuhan.
Di Amerika Serikat, pendidikan antropologi mencakup pedekatan empat
bidang yang dikenal sebagai four – field approach, meliputi bidang
bioantropologi,

antropologi,

etnologi,

dan arkeologi. Dengan

demikian,


mahasiswa program master dan doktoral wajib mengambil semua mata kuliah di
keempat bidang itu sebelum menjalani ujian kualifikasi. Secara umum,
antropologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari variasi biologi
manusia dan produk budayanya dalam suatu rentang ruang dan waktu. Rentang
ruang menyebabkan antropologi mempelajari manusia dari berbagai asal tempat,

Universitas Sumatera Utara

sedangkan rentang waktu mencakup masa lampau (fosil – paleoantropologi,
manusia prasejaraharkeologi) dan masa kini (manusia hidup). Variasi biologi
manusia mengandung pengertian populasi dan kisaran normal maupun tidak
normal. Produk budaya mengandung pengertian studi artifak, perilaku dan bahkan
ideologinya. Studi variasi menyiratkan penekanan bioantropologi pada populasi,
meskipun data tentu saja bermula dari individu – individu. Antopologi
mempunyai banyak cabang antara lain: paleoantropologi, antropologi forensik,
antropologi gizi, antropologi teknik, antropologi olahraga, antropologi gigi,
antropologi

genetika


molekuler,

antropologi

penyakit,

paleopatologi,

bioarkeologi, bioantropologi dalam keperawatan, dan antropologi pertumbuhan.
Antropologi forensic bermanfaat untuk membantu penyidik dan penegak
hukum untuk mengidentifikasi temuan rangka tak dikenal. Temuan rangka
biasanya terdapat pada daerah terpencil, di atas permukaan tanah, dikubur pada
lubang yang dangkal karena pelaku kejahatan terburu – buru menguburkannya, di
sungai, di rawa atau di hutan. Korban yang tidak dikubur secara layak ini biasanya
menjadi salah satu indikasi adanya tindak pidana terhadap korban kejahatan. Pada
kasus forensik seperti ini, antropologi forensik berguna dalam menentukan
identifikasi temuaan. Dalam identifikasi pada antropologi forensik meliputi
sejumlah pertanyaaan seperti :
1. Apakah temuan berupa rangka manusia atau hewan?

2. Berapa jumlah individu?
3. Apa rasnya?
4. Apa jenis kelaminnya?
5. Berapa umur dan tinggi badannya?
6. Apakah ada bekas trauma perimortemnya?
Di Indonesia, jumlah ahli antropolog biologi masih terbatas dan hal ini
terdapat pada antropologi forensik. Pemanfaatan keahliaan mereka pun dipandang
belum begitu meluas. Padahal kasus – kasus pembunuhan dan penggalian rangka
yang cukup banyak terjadi di Aceh, misalnya, menunjukkan pentingnya
pemanfaatan antropologi forensik di Indonesia. Pentingnya antropologi forensik

Universitas Sumatera Utara

di Indonesia sebenarnya telah diutarakan oleh Jacob (2000) dengan mengatakan
“Bidang ini sangat menarik, mengundang banyak kemungkinan dan perlu
dikembangkan di Indonesia serta pasti akan banyak diperlukan di masa yang akan
datang”.10
Antropometri berasal dari kata anthropos yang berarti orang dan metron
yang berarti ukuran. Jadi ilmu yang mempelajari tentang ukuran – ukuran tubuh
manusia dikenal dalam bidang ilmu Anthropometri. 11

Johan

Sigismund

Elsholtz

(1654)

adalah

orang

yang

pertama

memperkenalkan ilmu antropometri. Beliau menciptakan alat ukur dan kini
dikenal sebagai cikal bakal alat ukur antropometer. Perhitungan di bidang
antropometri ini berkembang dengan menggunakan perhitungan yang lebih rumit,
untuk mengurangi angka ketidakakuratan. Tidak adanya standarisasi membuat

para ahli tidak bisa membandingkan hasil penelitiannya karena standard
pengukuran, titik pengukuran serta indeks yang berbeda – beda. Standarisasi
mulai dilakukan berdasarkan studi Paul Broca (1870) yang disempurnakan
melalui kongres antrropologi Jerman pada tahun 1882 yang dikenal sebagai
”Kesepakatan Frankfurt”. Hasil kesepakatan kongres adalah garis dasar posisi
kepala atau kranium yang dikenal sebagai garis ”Frankfurt Horizontal Plane” atau
dataran frankfurt.12
Pada tahun berikutnya perkembangan antropometri berpusat di Jerman dan
Prancis. Usaha – usaha untk menggabungkan cara yang dikembangkan oleh kedua
negara telah dilakukan yang kemudian direalisasikan dalam kongres di Moscow
tahun 1982. 13
Kemudian dikembangkan oleh Rudolf Martin pada tahun 1914 yang
menerbitkan buku yang berjudul ”Lehrbuch der Anthropologie”, yang kemudian
buku tersebut diperbaharui oleh Martin dan Knussmann pada tahun 1981.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Dataran / garis Frankfurt
(Dikutip dari buku Metode Pengukuran Manusia. Glinka J. Artaria MD. Koesbardiati T)


Pada awal tahun 1930 – an, penggunaan antropometri sebagai alat untuk
mencari tipe ideal mulai ditinggalkan dan diganti dengan penelitian pada masalah
– masalah nutrisi, olah raga, pertumbuhan dan perkembangan, serta beberapa
studi di bidang kedokteran. 12
Alat – alat antropometri
Kaliper geser (sliding caliper), terdiri dari sebatang mistar yang berskala
milimeter, serta dua batang jarum, dimana yang satu tetap pada titik skala 0 dan
yang lain dapat digeser. Kedua jarum ini pada satu ujung agak tajam (dipakai
untuk pengukuran pada tulang), dan pada ujung yang lain lagi agak tumpul (untuk
mengukur manusia hidup). Panjangnya mistar umumnya 25 cm. Alat ini dipakai
pada ukuran jarak lurus yang tidak terlalu besar.12

Gambar 2. Kaliper geser (sliding caliper)
(Dikutip dari buku Metode Pengukuran Manusia. Glinka J. Artaria MD. Koesbardiati
T).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2. Papan Osteometri
(Dikutip dari buku Glinka J,Artaria M.D,Koesbardiati T.

(A). Papan Osteometri. (B). Antropometer menurut Martin).

2.3.

Perkiraan Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan ukuran bagi seseorang pada saat masih hidup,

sedangkan panjang badan merupakan ukuran seseorang pada saat setelah
meninggal dunia. Panjang badan atau tinggi badan sangatlah penting untuk
penentuan identifikasi seseorang. Sehingga dalam proses identifikasi tersebut,
memperkirakan tinggi badan atau panjang badan seseorang merupakan suatu
keharusan sebagai syarat mutlak dalam suatu identifikasi. Mengukur tinggi badan
pada korban hidup adalah lebih mudah dilakukan jika dibandingkan mengukur
panjang badan pada korban (jenazah), dan semakin sulit bila korban (jenazah)
dalam keadaan sudah tidak utuh lagi atau mengalami kerusakan yang sangat
hebat.3
Tinggi badan diukur pada saat berdiri secara tegak lurus dalam sikap
anatomi. Kepala berada dalam posisi sejajar dengan dataran Frankfurt. Tinggi
badan adalah hasil pengukuran maksimum panjang tulang-tulang secara paralel
yang membentuk poros tubuh (The Body Axix), yaitu diukur dari titik tertinggi di
kepala (cranium) yang disebut Vertex, ke titik terendah dari tulang kalkaneus (the
calcanear tuberosity) yang disebut heel. (Gambar 1.1).14

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3: dikutip dari buku Glinka J,Artaria M.D,Koesbardiati T.
Gambar pengukuran tinggi badan dan pengukuran tinggi titik anatomis lainnya.
Tinggi badan seseorang secara anatomi seutuhnya meliputi kaki, pelvis,
tulang vertebra dan tengkorak dan kontribusi dari masing – masing ini terhadap
keanekaragaman pada individu – individu yang berbeda dan juga pada populasi
yang berbeda. Oleh karena itu pada penelitian terhadap sisa jasad manusia, para
ahli antropologi forensik harus memiliki pengetahuan tentang variasi manusia
khususnya pada daerah dan populasi tertentu agar dapat mengidentikasi individu
yang belum dikenal. Populasi didasarkan pada perbedaan yang tampak pada
pengukuran dan bentuk morfologi dari tulang, dan ini telah mengalami perubahan
sepanjang waktu. Oleh karena itu sangat penting bagi ahli antropologi biologi
untuk melakukan penelitian terbaru mengenai kelompok – kelompok populasi
yang beragam pada daerah geografik yang berbeda.15
Estimasi tinggi badan melalui ukuran dari berbagai tulang panjang telah
diupayakan oleh beberapa peneliti dengan tingkat keberhasilan yang berbeda –
beda. Setiap peneliti telah memperoleh formulanya sendiri untuk memperkirakan
tinggi badan seseorang dari tulang – tulang panjang.16
Perkiraan tinggi badan akan mudah dikerjakan bila yang diperiksa adalah
tulang – tulang panjang, yaitu dengan mengukur panjang tulang – tulang kering
(dry bone).14

Universitas Sumatera Utara

Penentukan tinggi badan, tidak perlu melalui pengukuran badan secara
utuh. Pengukuran dari bagian tubuh masih dapat menentukan tinggi seseorang
secara kasar dengan pengukuran :1
a. Jarak kedua ujung jari tengah kiri dan kanan sama dengan tinggi badan.
b. Panjang lengan dikali 2, ditambah 34 cm (2 kali panjang clavicula)
ditambah lagi 4 cm (lebar sterum).
c. Panjang dari puncak kepala (vertex) sampai symphisis pubis dikali 2.
d. Panjang dari lekuk di atas sternum sampai symphisis pubis dikali 3,3.
e. Panjang ujung jari tengah sampai ujung olecranon dikali 3,7.
f. Panjang femur dikali 4.
g. Panjang humerus dikali 6.
Dan bila pegukuran dilakukan pada tulang – tulang saja, pada angka di
atas harus ditambah 2 – 4 cm, yaitu sebagai tambahan dari adanya jarak
sambungan sendi.12
Trotter dan Glesser’s (1952, 1958) berhasil menemukan formula yang
lebih dapat dipercaya untuk penentuan perkiraan tinggi badan seseorang, bagi pria
dan wanita kulit putih dan Negro.
Berdasarkan penelitian Trotter dan Glesser’s (1952, 1958) yang ditemukan
pada 855 mayat ada pengurangan panjang/ tinggi badan sekitar 1,2 cm untuk
setiap 2 dekade pada usia di atas 30 tahun, pengurangan tinggi badan yang setara
dengan 0,6 mm pertahun setelah dekade ke – 4. 3
Dan pada tahun 1882, menurut M. Alphonse Bertillon, seorang dokter
berkebangsaan Prancis yang memperkenalkan Bertillon system yaitu cara
pengukuran bagian tubuh dalam usaha mengidentifikasi para penjahat.
Mengatakan bahwa penilaian pengukuran tulang dalam penentuan tinggi badan
manusia ini hanya dapat digunakan pada orang dewasa, karena didasarkan pada
prinsip bahwa usia setelah dua puluh satu tahun ukuran – ukuran tubuh manusia
tidak berbeda (proses pertumbuhan tulang sudah maksimal).17

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4. Pengukuran tinggi badan.
(Dikutip dari Stature Estimation Based on Hand Lenght and Foot Lenght. Journal
clinical anatomy 18: 589- 596 (2005)

2.4.

Beberapa Formula Yang Sering Digunakan :

1.

Formula Karl Pearson´s (1899)

3

Tabel 1a. Untuk Tulang yang segar pada Laki – laki
Femur

= (Panjang (cm) – 7 cm) x 1.880 + 81,231 cm

Tibia

= (Panjang (cm) – 5 cm) x 2.376 + 78,807 cm

Humerus = (Panjang (cm) – 5 cm) x 2,894 + 70,714 cm
Radius

= (Panjang (cm) – 3 cm) x 3,271 + 86,465 cm

Tabel 1b. Untuk Tulang yang segar pada Wanita
Femur

= Panjang (cm) x 1,945 + 73,163 cm

Tibia

= Panjang (cm) x 2,352 + 75,369 cm

Humerus = Panjang (cm) x 2,754 + 72,046 cm
Radius

= Panjang (cm) x 3,343 + 82,169 cm

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1c. Untuk Tulang yang lama pada Pria
Femur

= Panjang (cm) x 1,880 + 81,306 cm

Tibia

= Panjang (cm) x 2,376 + 78,664 cm

Humerus = Panjang (cm) x 2,894 + 70,641 cm
Radius

= Panjang (cm) x 2,271 + 89,925 cm

Tabel 1d. Untuk Tulang yang lama pada Wanita
Femur

= Panjang (cm) x 1,945 + 72,884 cm

Tibia

= Panjang (cm) x 2,352 + 74,774 cm

Humerus = Panjang (cm) x 2,754 + 71,475 cm
Radius
2.

= Panjang (cm) x 3,343 + 81,224 cm

Formula Stevenson8
Tabel 2. Formula Stevenson
TB = 61,7207 + 2,4378 x F ± 2,1756
TB = 81,5115 + 2,8131 x H ± 2,8903
TB = 59,2256 + 3,0263 x T ± 1,8916
TB = 80,0276 + 3,7384 x R ± 2,6791

3.

Fomula Trotter dan Glesser’s (1952, 1958)

3

Tabel 3. Formula Trotter dan Glesser’s
TB = 70,73 + 1,22 (F + T ) ± 3,24

Keterangan :
TB = tinggi badan dalam sentimeter

T = Tibia (tulang kering)

F = Femur (tulang paha)

R = Radius (tulang hasta).

H = Humerus (tulang lengan atas)

Universitas Sumatera Utara

4.

Formula Antropologi Ragawi UGM
Tinggi badan seseorang dapat diperkirakan dari panjang tulang tertentu,

menggunakan rumus yang dibuat oleh beberapa ahli.
Tabel 6. Rumus Antropologi Ragawi UGM untuk pria dewasa (Jawa)
Tinggi badan = 897 + 1,74 y (femur kanan)
Tinggi badan = 822 + 1,90 y ( femur kiri)
Tinggi badan = 879 + 2,12 y (tibia kanan)
Tinggi badan = 847 + 2,22 y (tibia kiri)
Tinggi badan = 867 + 2,19 y (fibula kanan)
Tinggi badan = 883 + 2,14 y (fibula kiri)
Tinggi badan = 847 + 2,60 y (humerus kanan)
Tinggi badan = 805 + 2,74 y (humerus kiri)
Tinggi badan = 842 + 3,45 y (radius kanan)
Tinggi badan = 862 + 3,40 y (radus kiri)
Tinggi badan = 819 + 3,15 y (ulna kanan)
Tinggi badan = 847 + 3,06 y (ulna kiri)
Catatan : Semua ukuran dalam satuan mm.
5.

Formula Djaja Surya Atmadja 4
Melalui suatu penelitian, Djaja Surya Atmadja menemukan rumus untuk

populasi dewasa muda di Indonesia :
Tabel 7a. Rumus untuk populasi dewasa muda di Indonesia Pria
TB = 72,9912 + 1,7227 (tib) + 0,7545 (fib) (± 4,2961 cm)
TB = 75,9800 + 2,3922 (tib) (± 4,3572 cm)
TB = 80,8078 + 2,2788 (fib) (± 4,6186 cm)
Tabel 7b. Rumus untuk populasi dewasa muda di Indonesia Wanita
TB = 71,2617 + 1,3346 (tib) + 1,0459 (fib) (± 4,8684 cm)
TB = 77,4717 + 2,1869 (tib) (± 4,9526 cm)
TB = 76, 2772 + 2,2522 (fib) (± 5,0226 cm)

Universitas Sumatera Utara

Tulang yang diukur dalam keadaan kering biasanya lebih pendek 2 mm
dari tulang yang segar, sehingga dalam menghitung tinggi badan perlu
diperhatikan.
6.

Menurut hasil penelitian Ahmad Yudianto tahun 2006, 5
Berdasarkan uji statisitik dengan Analisys of tabel (ANOVA) satu jalur/

anova tunggal/ anova satu arah/one way anova pada SPSS 11.05 hubungan regresi
antara tinggi badan dan panjang sternum adalah :
TB = 136,488 + 1,542 X
(SE = 8,04913 ; r = 0,525 ).
2.5.

Anatomi Tulang Sternum Atau Tulang Dada
Os sternum merupakan tulang pipih yang terdapat pada bagian tengah

dinding depan tórax. Sternum terdiri dari tiga bagian, berturut turut dan atas ke
bawah yaitu manubrium sterni, corpus sterni dan processus xiphoideus. Corpus
sterni mempunyai substantia compacta yang relatif tipis sehingga sering dipilih
untuk tempat pengambilan susum tulang.
Manubrium sterni merupakan bagian yang paling tebal dan lebar dengan
permukaan atas cekung yang disebut incisura jugularis. Incisura ini mudah diraba
dari luar dan letaknya setinggi vertebra thoracicae kedua dan ketiga. Pada tiap
bagian lateral dari incisura jugularis terdapat incisura clavicularis yang bersendian
dengan bagian medial clavicula, membentuk articulatio sternoclavicularis. Costa
pertama melekat pada bagian lateral manubrium sterni, sedangkan costa II
melekat pada sisi lateral pada daerah peralihan antara manubrium sterni dengan
corpus sterni yang membentuk articulatio manubriocostalis. Persendian bagian
bawah manubrium sterni dan bagian atas corpus sterni menyebabkan terbentuknya
angulus sterni yang merupakan tanda yang penting dalam menentukan atau
menghitung costa. Letaknya setinggi vertebra thoracicae keempat dan kelima atau
costa kedua.

Universitas Sumatera Utara

Corpus sterni lebih panjang dan lebih tipis dibandingkan dengan
manibrium sterni dan merupakan persatuan dari empat buah sternebrae dengan
garis persatuan yang kadang – kadang dapat dilihat pada permukaan depan.
Permukaan posterior agak cekung dan lebih licin. Pada kedua sisi corpus sterni
melekat costae ketiga sampai ketujuh kiri dan kanan. Kadang – kadang ditemukan
foramen sternalis, suatu lubang pada bagian tengah corpus sterni yang merupakan
kelainan karena gangguan osifikasi. Corpus sterni pada perempuan lebih pendek
dari pada laki-laki dan pada umumnya panjang corpus sterni kurang dari dua kali
panjang manibrium sterni. Corpus sterni sensitif terhadap rangsangan sehingga
tekanan yang cukup kuat dengan buku jari dapat membangunkan penderita yang
kesadarannya menurun.
Processus xiphoideus merupakan bagian yang kecil, tipis dan bentuk
bervariasi pada bagian bawah sternum. Ujungnya berbentuk tajam, tumpul, atau
terbelah, dan kadang-kadang berlubang. Articulatio Xiphisternalis terdapat pada
puncak angulus infrasternalis dan terletak setinggi vertebra thoracicae kesembilan
dan sepuluh. Pada sebahagian orang, corpus sterni menonjol ke belakang dan
bawah sehingga dapat menekan jantung. Keadaan ini disebut pectus excavatum.
Thorax yang lebih datar dengan sternum menonjol kedepan dikenal sebagai pectus
carinatum..18

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5. Persendian tulang dada dengan tulang calavikula dan costae kiri dan kanan
Dikutip dari: Wibowo. SD, Paryana. W. Thorax, Bag. IV, dalam : Anatomi Tubuh
Manusia, Ed. Ist, Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta; 2009, Hal. 182-206.

Gambar 6. Tulang dada (sternum)
Dikutip dari: Wibowo. SD, Paryana. W. Thorax, Bag. IV, dalam : Anatomi Tubuh
Manusia, Ed. Ist, Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta; 2009, Hal. 182-206.

Universitas Sumatera Utara

Tulang dada (os sternum) merupakan tulang berbentuk datar (flat bone)
yang terletak dibagian ventral tórax. Dalam perkembangan embriologi, sternum
timbul berasal dari sepasang tulang rawan yang menjadi satu secara convergen ke
ventral midline (ventral body) arah craniocaudal. Tulang dada secara anatomi
terdiri dari 3 bagian: manubrium, body (corpus) dan xiphoid processus. Pada usia
muda, sternum menjadi 6 segmen:
-

Segmen ke 1

: merupakan bagian yang akan membentuk
manubrium.

-

Segmen ke 2 – 5

: bergabung membentuk corpus (body).

-

Segmen ke 6

: merupakan ujung sternum.

Proses penyatuan epiphyseal (epiphyseal unión) secara komplet pada
tulang dada usia 23 – 28 tahun.5
2.6.

Titik Anatomis Panjang Tulang Sternum
Pusat kalsifikasi pada ujung-ujung tulang atau dikenal dengan “Epifise

Line” akan berakhir seiring dengan pertambahan usia, dan pada setiap tulang,
penutupan dari garis epifise line tersebut rata-rata sampai dengan umur 21 tahun.
Sedangkan proses penyatuan epifiseal (epifiseal union) secara komplek pada
tulang dada usia 23 – 28 tahun.

5

Hal inilah yang menjadi dasar peneliti menetapkan titik anatomis tulang
sternum yaitu dari tulang hulu/ manubrium (Incisura jugularis (jugular notch),
tepat di garis tengah tubuh (mid sternalis) sampai tulang taju pedang/ processus
xiphoideus.

Universitas Sumatera Utara