T1 732013609 Full text

(1)

1 Peran Pemerintah Kota Dalam Mendukung Batik Khas Salatiga

Sebagai Daya Tarik Pariwisata

Artikel Ilmiah

Diajukan kepada Fakultas Teknologi Informasi

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Terapan Pariwisata

Peneliti :

Noni Nugrahaningsih (732013609)

Pembimbing : Yesaya Sandang, M.Hum.

Program Studi Destinasi Pariwisata Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga Februari 2015


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

10 Peran Pemerintah Kota Dalam Mendukung Batik Khas Salatiga

Sebagai Daya Tarik Pariwisata 1

Noni Nugrahaningsih, 2Yesaya Sandang Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia

Email: 1)nugrahanoni@gmail.com, 2)yesayasandang@gmail.com

Abstract

Indonesia is a country with diverse cultures. The diverse cultures can be used as a tourist attraction that attract tourists. One of the culture that can be dipotential as a tourist attraction is the batik. Batik is known as a result of the cultural heritage that has been recognized by UNESCO as an intangible cultural heritage of Indonesia in 2009. The development of batik as a tourism attraction begins with the introduction of batik as a souvenir, the establishment of a museum of batik and batik tourist village in which there is learning batik. The development of batik business into a tourist attraction involves the role of government. Government is the institution that plays an important role for the development of batik as a tourist attraction. This study describes how the role of government Salatiga (in this case Disperindagkop and tourism department Salatiga) to determine the extent of the role played by the employers to make batik batik as a tourist attraction. This study focuses on the role of government Salatiga through stimulation of business development and entrepreneurship.

Keywords:

Batik of Salatiga,Batik as a Tourist Attraction, Eentrepreneurial Development and Stimulation

1

Mahasiswi Fakultas Teknologi Informasi Program Studi Destinasi Pariwisata, Universitas Kristen Satya Wacana 2


(11)

11 1. Pendahuluan

Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai potensi pariwisata karena kekayaan alam, sejarah, maupun beragam budaya yang ada. Salah satu program pemerintah dalam slogan visit Indonesia merupakan ajakan melalui promosi yang dilakukan untuk mengajak wisatawan berkunjung ke Indonesia. Program tersebut muncul karena besarnya potensi wisata yang ada di Indonesia dan beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia sebagai negara multikulturalisme.3

Beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia menjadikan Indonesia unggul dalam hal pariwisata karena kebudayaan yang unik dan berbeda di tiap tempat dapat dijadikan sebagai daya tarik utamanya. Wisata kebudayaan telah diminati oleh banyak wisatawan, dengan menampilkan berbagai kebudayaan yang berbeda dan memiliki kekhasan masing-masing di setiap daerah. Perbedaan inilah yang dirasa unik dan khas sehingga menjadi magnet yang dapat menarik perhatian wisatawan. Wisatawan mengunjungi suatu daerah tujuan wisata antara lain didorong oleh keinginan untuk mengenal, megetahui, atau mempelajari daerah dan kebudayaan masyarakat lokal (Pitana, 2005: 81). Wisata budaya turut menyumbang pelestarian terhadap warisan budaya, karena warisan budaya merupakan daya tarik utama yang ditawarkan bagi wisatawan. Salah satu warisan budaya yang saat ini berkembang dan mampu dijadikan sebagai salah satu daya tarik dalam pariwisata ialah batik.

Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, pada tahun 2009 batik diakui UNESCO sebagai warisan budaya tak benda dari Indonesia.4 Batik dikenal sebagai warisan budaya yang mengandung unsur seni dan sangat bernilai harganya. Setiap seni lukis batik mendeskripsikan sebuah makna yang terselubung di dalamnya. Seni membatik telah diwariskan secara turun-temurun hingga saat ini. Inilah sebabnya mengapa batik perlu dilestarikan dan jika dikelola dengan baik, maka dapat dikembangkan menjadi sebuah potensi daya tarik wisata. Wisata membatik telah ada di beberapa tempat di Indonesia dengan didirikannya kampung batik atau museum batik yang di dalamnya selain kegiatan memasarkan kain batik, namun juga pengunjung dapat melakukan kegiatan belajar membatik.

Berkembangnya industri batik sebagai bagian dalam pariwisata ditandai dengan berdirinya industri batik, mulai dari pemasaran produk batik sebagai souvenir sehingga mampu

3

Negara multikulturalisme merupakan negara yang memiliki beragam kebudayaan, salah satu contohnya ialah Indonesia

4


(12)

12 mendatangkan pengunjung untuk mengunjungi dan menikmati belanja kain batik, didirikannya museum batik, dan kampung wisata batik. Batik semakin berkembang luas menjadi tujuan wisata ketika dibangunnya fasilitas mengenai perbatikan, seperti kampung wisata batik, pasar batik, bahkan museum batik yang menyimpan barbagai koleksi perbatikan. Beberapa kota di Indonesia yang telah sukses menjadikan batik sebagai salah satu daya tarik pariwisata misalnya Pekalongan, Jogjakarta, dan Solo. Kota tersebut mampu mendatangkan para wisatawan baik dalam negeri maupun manca negara untuk mengunjungi sentra batik yang sudah sangat terkenal itu. Kota Pekalongan dikenal sebagai Kota Batik dengan adanya ikon-ikon obyek wisata sebagai sarana promosi batik yaitu Museum Batik Indonesia, Pasar Grosir Setono, dan Kampung Batik Kauman. Solo terkenal dengan museum batik Danar Hadi, Kampung Batik Laweyan, Pasar Klewer, dan lain sebagainya. Sedangkan Jogjakarta juga mempunyai Museum Batik Yogyakarta yang menyimpan lebih dari 1.200 koleksi perbatikan dan Kampung Batik Ngasem yang merupakan salah satu kampung sentra penjual batik di kota Jogjakarta.5

Selain kota tersebut, ternyata kota Salatiga juga memiliki batik khas sendiri. Batik khas yang terkenal di kota Salatiga ialah batik Plumpungan dan Selotigo.6 Setiap kota tentunya memiliki batik tersendiri dengan corak khas tertentu yang menjadi ciri khas di masing-masing daerah, demikian halnya dengan kota Salatiga. Batik khas Salatiga memiliki motif dasar yang sangat khas dengan motif dasar batu yang terinspirasi dari sejarah berdirinya kota Salatiga. Salah satu batik yang terkenal di Salatiga dan menjadi cikal bakal lahirnya batik-batik Salatiga saat ini ialah batik Plumpungan. Batik Plumpungan mengacu pada prasasti Plumpungan yang merupakan sejarah lahirnya kota Salatiga. Batik Plumpungan dipelopori oleh Bapak Bambang Pamulardi, yang beralamat di Perumahan Puri Satya Permai Blok IV-5, Kemiri, Salatiga. Batik Plumpungan ditemukan motifnya pada tahun 2004, mulai berkembang pada tahun 2008 sebagai satu-satunya batik baru di kota Salatiga, dan baru dipatenkan tahun 20117 yang diproduksi dalam skala

industri oleh Usaha Dagang “Prasasti”. Ciri batik Plumpungan ini bergambar dua bulatan sedikit lonjong berukuran besar dan kecil saling berhimpit yang menyerupai Prasasti Plumpungan. Batik tersebut diproduksi dalam jenis batik cap dan batik tulis.

5

Sumber: http://travel.detik.com/ diakses terakhir pada tanggal 19 Januari 2015 6

Hasil wawancara dengan narasumber DISPERINDAGKOP kota Salatiga, 30 Desember 2014 7


(13)

13

Contoh motif batik Plumpungan (Sumber: http://fedep.salatigakota.go.id/ diakses terakhir pada tanggal 24 Februari 2015).

Melihat penelitian terdahulu yang pernah dilakukan pada batik tenun Gedog Tuban (Handini: 2013), pemerintah Kabupaten Tuban telah menyiapkan hal-hal yang perlu untuk mendukung pengembangan desa wisata batik Gedog, seperti menetapkan batik Gedog sebagai warisan budaya, bimbingan masyarakat, pelatihan, memperbaiki jalan menuju ke desa wisata dan kelembagaan. Jurnal lain mengenai peran pemerintah terhadap pengembangan batik tulis tenun Gedog (Mukmin, Ariem, dkk) menunjukkan bahwa peran pemerintah sangat membantu, seperti perluasan pemasaran di dalam dan luar kota dengan fasilitas TI berbasis web, pelatihan peningkatan keterampilan membatik dan pewarnaan, kursus belajar membatik bagi ibu-ibu dan remaja putri, serta rencana penetapan beberapa desa sebagai kampung batik. Sedangkan penelitian terdahulu mengenai peran pemerintah, swasta, dan masyarakat setempat untuk mengembangkan Pasar Batik Setono Pekalongan (Ristyanto: 2008), telah melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan kunjungan wisatawan. Upaya tersebut antara lain: pembukaan batas jalan yang ditengah menuju ke pintu gerbang Pasar Setono Pekalongan, pengaspalan, dan paving untuk jalan di depan kios, serta tempat parkir tengah dan tempat parkir belakang. Bantuan pendidikan untuk para pedagang, rehab mushola, meja dan kursi untuk pertemuan, kursi meja tamu, computer, AC untuk ruangan, dan dinding penyekat kantor, serta almari etalase, payung berteduh, pengadaan acara seperti Fashion Show Batik, peragaan busana batik, petugas keamanan, petugas parkir, petugas kebersihan, penjual makanan, dan peliputan Pasar Batik Setono Pekalongan dalam salah satu acara di televisi swasta (TRANS TV). Penelitian-penelitian mengenai pengembangan usaha batik menjadi suatu daya tarik pariwisata tidak jauh dari peran pemerintah. Pemerintah memiliki peranan yang penting dalam pengembangan usaha batik sehingga dapat menjadi daya tarik pariwisata karena pemerintah merupakan lembaga yang ikut memberikan stimulasi atau dorongan bagi para pengusaha batik. Stimulasi tersebut dapat berupa


(14)

14 bantuan-bantuan yang membuat para pengusaha bertahan dan dapat terus menjalankan bisnis usahanya.

Berdasar pada penelitian tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui seberapa jauh peran dinas pariwisata dan disperindagkop kota Salatiga dalam mendukung pengembangan usaha batik Salatiga sebagai daya tarik pariwisata. Apakah usaha yang telah dilakukan selama ini sudah cukup optimal untuk membuat batik Salatiga menjadi daya tarik yang dapat mendatangkan wisatawan. Penelitian ini berfokus kepada peran pemerintah kota Salatiga melalui fungsi pengembangan wirausaha dan stimulasi.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Peran Pemerintah Kota Dalam Mendukung Batik Khas Salatiga Sebagai Daya

Tarik Pariwisata”. Peran pemerintah kota bagi pengusaha batik yang bergerak dalam UMKM adalah dengan pengembangan wirausaha dan stimulasi melalui berbagai bantuan, seperti pemasaran, peningkatan kualitas produk, pinjaman modal, dan sebagainya.

Pertanyaan penelitian ini adalah upaya apa yang telah dilakukan oleh pemerintah kota Salatiga dalam rangka mendukung batik khas Salatiga sebagai daya tarik pariwisata dilihat dari fokus pengembangan wirausaha dan stimulasi. Apakah usaha-usaha tersebut sudah cukup optimal untuk menjadikan kota Salatiga sebagai kota dengan daya tarik pariwisata batik seperti yang ada di kota lain (misalnya Pekalongan, Solo, Jogjakarta).

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran pemerintah kota Salatiga bagi pengusaha batik yang bergerak dalam rangka mendukung pengembangan batik khas kota Salatiga sebagai daya tarik pariwisata, dan apakah peran tersebut sudah terimplementasi dengan baik kepada pengusaha batik Salatiga. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi pemerintah kota Salatiga untuk dapat mendukung pengembangan batik khas Salatiga sebagai daya tarik pariwisata.

3. Batik Sebagai Daya Tarik Pariwisata

Segala hasil kekayaan budaya dapat disebut sebagai warisan budaya. Warisan Budaya mencakup budaya yang berwujud (seperti gedung, monumen, pemandangan alam, buku, karya seni, dan artefak), budaya yang tidak berwujud (seperti cerita rakyat, tradisi, bahasa, dan


(15)

15 pengetahuan), dan warisan alam (termasuk budaya dalam bentuk lanskap, dan keanekaragaman hayati).8 Pelestarian warisan budaya menjadi tanggung jawab semua generasi saat ini, tanpa terkecuali supaya warisan budaya tetap terjaga turun-temurun dan tidak punah.

Suatu warisan budaya dapat dijadikan sebagai daya tarik pariwisata. Seperti diungkapkan oleh Picard (2006) bahwa pariwisata mengintegerasikan warisan budaya dalam lintas perekonomiannya, maka dengan sendirinya pelestarian warisan budaya itu turut terjamin. Hal ini dikarenakan dapat memberikan motivasi kepada para pengambil kebijakan (pemimpin-pemimpin negara yang bersangkutan), untuk memotivasi maupun memberikan dana yang diperlukan bagi pelestarian dan pengelolaan warisan yang bersangkutan. Sehingga dengan demikian, pariwisata dapat menghidupkan kembali warisan budaya suatu negara serta memperkaya pengunjungnya secara kultural (Picard, 2006: 154).

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Mari Elka Pangestu dalam Pertemuan Tahunan World Economic Forum (WEF) 2014 di Davos, Swiss, Minggu (26/1/2014) menyatakan bahwa:

"Warisan budaya akan menjadi daya tarik wisata berkelanjutan asalkan dalam menjadi atraksi untuk dikunjungi dan diapresiasi oleh pengunjung dijaga dan dilindungi, dikembangkan agar komunitas setempat mendapatkan manfaat dari perkembangan wisata".9

Apa yang diungkapkan oleh Mari Elka Pangestu tersebut, merupakan suatu seruan terhadap pentingnya pelestarian suatu budaya. Pada satu sisi warisan budaya merupakan daya tarik dalam pariwisata, namun di sisi lain merupakan suatu kekayaan yang patut dijaga dan dilindungi. Sehingga untuk melibatkan warisan budaya ke dalam daya tarik pariwisata, memerlukan perhatian khusus dalam menjaga dan melindunginya.

Pariwisata yang mengutamakan warisan budaya sering dikenal dengan istilah pariwisata budaya. Dengan adanya kebudayaan yang diangkat menjadi salah satu daya tarik pariwisata misalnya, akan membuka peluang pekerjaan bagi masyarakat yang tinggal di tempat tersebut. Bahkan masyarakat dapat ikut terlibat untuk melestarikan budaya dan bahkan sebagai pelaku kebudayaan tersebut, yang saat ini dikenal dengan istilah pariwisata berbasis masyarakat (Community Based Tourism).

8

Sumber: http://www.ecoflores.org/id/warisan+budaya/ diakses terakhir pada tanggal 19 Januari 2015 9


(16)

16 Batik merupakan salah satu warisan budaya asli Indonesia yang sudah tidak asing lagi di telinga seluruh masyarakat Indonesia. Batik dikenal oleh masyarakat luas sebagai seni yang sangat berharga nilainya. Seni batik di Indonesia telah dikenal sejak jaman kerajaan Majapahit dan terus berkembang pada raja-raja berikutnya dan akhirnya menyebar ke pelosok wilayah Indonesia (Hidayat dan Putut, 2008: 605). Secara etimologi kata batik berasal dari bahasa Jawa,

yaitu”tik” yang berarti titik / matik (kata kerja, membuat titik) yang kemudian berkembang menjadi istilah ”batik”.10 Pada awalnya batik merupakan pakaian yang hanya dikenakan oleh para raja dan keluarga, serta pengikutnya. Namun, seiring perkembangan waktu batik dikenakan oleh masyarakat luas, bahkan semakin berkembang dan mendunia, sehingga batik sering dikenakan pada acara-acara formal tertentu bahkan masa kini batik sering dibuat sebagai seragam di lembaga pemerintah maupun swasta.

Yang paling menarik dari membatik adalah seni melukisnya yang menggunakan canting. Canting merupakan alat yang dipakai untuk menuliskan pola batik ke atas kain dengan cairan malam. Cairan malam itu sendiri merupakan pewarna alami yang dipakai untuk membatik. Bahan-bahan pewarna yang dipakai tersebut terdiri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri, antara lain dari pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur. Bahan tersebut yang kemudian dicampur dan dijadikan sebagai bahan pewarna alami untuk membatik atau yang sering disebut dengan

istilah “malam”.

Batik yang semakin mendunia ini telah dilirik sebagai daya tarik wisata yang mengenalkan batik sebagai souvenir yang diminati maupun cara membatik sebagai tujuan utama wisatawan berkunjung. Salah satu upaya pengenalan akan batik adalah dengan diberlakukannya aturan untuk mengenakan kain batik bagi pengunjung Candi Borobudur yang mengenakan celana pendek. Cara ini selain untuk menghormati tempat ibadah umat beragama di Indonesia, juga sebagai upaya untuk melestarikan perbatikan di Indonesia. Selain itu, dengan diadakannya acara festival yang mengusung tema batik akan semakin menambah daya tarik pariwisata terhadap batik.

Sebutan kota batik untuk kota Pekalongan sudah akrab di telinga masyarakat luas. Ini karena industri batik di kota Pekalongan berkembang dengan sangat pesat. Bahkan inovasi perkembangan produk dan motif mampu mendorong tumbuhnya industri kreatif sub-sektor

10


(17)

17 fesyen, desain dan kerajinan serta menciptakan pusat-pusat atau kampoeng-kampoeng wisata minat khusus belanja batik secara signifikan (Poerwanto: 2012). Di Pekalongan, perkembangan terus dilakukan mulai dari inovasi motif yang meliputi warna dan pola, serta produk baru dalam bentuk selendang atau syal, kain sarung, kerudung, aksesoris rumah tangga, korden, handuk, kemeja, lukisan dinding, alas kaki. Perkembangan pesat inilah yang menyebabkan Pekalongan terkenal sebagai kota tujuan wisata belanja batik. Bahkan hadirnya museum batik yang tidak saja ada di kota Pekalongan, namun ada pula di Solo dan Jogjakarta merupakan usaha untuk membangkitkan batik sebagai tujuan wisata yang melestarikan warisan budaya Indonesia.

4. Peran Pemerintah Dalam Fungsi Pengembangan Wirausaha dan Stimulasi

Pariwisata merupakan industri yang melibatkan banyak pihak. Salah satu pihak yang berperanan penting ialah pemerintah, baik itu pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Menurut Hall and Williams (2008: 91), salah satu peran pemerintah dalam pariwisata yang sangat penting ialah peran pemerintah melalui pengembangan wirausaha dan stimulasi. Pemerintah dalam hal ini memberikan bantuan bagi para pengusaha agar dapat berdiri sendiri dan berfokus pada wirausaha. Berdasarkan Undang-Undang No.20.Tahun.2008. Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Bab VI) mengenai pengembangan usaha, dinyatakan bahwa pemerintah ikut memfasilitasi pengembangan usaha, baik itu produksi dan pengolahan; pemasaran untuk memperluas jaringan dalam mempromosikan produk; peningkatan SDM melalui pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan; serta pengembangan desain dan teknologi. Melalui stimulasi bagi pengembangan wirausaha ini pemerintah dapat memberikan bantuan seperti memperluas jaringan dan kerjasama antara pengusaha dan pelanggan dalam hal pemasaran, pemberdayaan, ataupun pinjaman modal. Sehingga para pengusaha dapat meningkatkan kualitas produk yang ditawarkan. Berikut merupakan bagian dari pengembangan wirausaha dan stimulasi yang dapat dilakukan oleh pemerintah kota Salatiga mendukung pengembangan batik sebagai daya tarik dalam pariwisata :

a. Perencanaan

Pada dasarnya tujuan perencanaan adalah upaya untuk menyediakan informasi tindakan kebijaksanaan, inovasi, dan solusi teknis bagi proses alokasi sumber daya publik, pengarahan masyarakat, serta optimasi pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Edgell mengungkapkan bahwa :


(18)

18

“Strategic planning in the tourism industry is usually a policy/planning/management tool to assist the tourism entity (national tourism office, destination, local community) in organizing to accomplish its desired goals, while focusing on available resources for obtaining the greatest benefits.” (Edgell, et al), 2008: 299)

Strategi perencanaan dalam pariwisata menjadi alat yang digunakan untuk membantu pengembangan pariwisata, baik itu pemerintah yang terlibat dalam pariwisata, daya tarik pariwisata, serta masyaraka lokal itu sendiri. Perencanaan dalam pariwisata memegang fungsi dalam rangka menyediakan sumber daya yang diharapkan serta dapat memperoleh keuntungan yang besar bagi semua pihak. Lebih jauh lagi Edgell menyatakan :

[...] “The strategic tourism plan is no more, and no less, than a set of decisions about what to do, why to do it and how to do it.” (Edgell, et al), 2008: 299)

Pendapat tersebut menyatakan bahwa rencana dalam pariwisata berfokus kepada : cara yang akan dilakukan dalam pengembangan pariwisata, mengapa menggunakan cara tersebut, serta bagaimana cara tersebut dilakukan. Dalam kegiatan pariwisata peran pemerintah melalui perencanaan ialah merancangkan berbagai upaya yang akan dilakukan ke depan untuk mencapai sebuah tujuan yang diharapkan.

b. Legislasi dan Regulasi

Fungsi legislasi secara umum adalah fungsi untuk membuat peraturan perundang-undangan atau pembuatan kebijakan, sedangkan regulasi merupakan suatu aturan yang menjadi payung untuk membuat kebijakan. Tanpa adanya suatu fungsi legislasi dan regulasi dalam pariwisata, maka kegiatan pariwisata tidak akan dapat berjalan karena tidak ada suatu aturan yang memberlakukan suatu kebijakan dan perundang-undangan dalam kegiatan tersebut (Hall, 2008: 91).

c. Koordinasi

Menurut Siagian (dalam Fajriana: 2014) koordinasi adalah pengaturan tata hubungan dari usaha bersama untuk memperoleh kesatuan tindakan dalam usaha pencapaian tujuan bersama pula. Melalui sidang yang dilakukan para Menteri Pariwisata APEC ke-8 di Macau, Tiongkok, pada pertengahan September 2014, Ketua Harian Tim Koordinasi, Menparekraf Mari Pangestu menjelaskan bahwa semua anggota APEC, termasuk beberapa negara maju, telah mengidentifikasi bahwa pariwisata merupakan pilar perekonomian sehingga penting untuk


(19)

19 membangun komitmen serta koordinasi antara Kementerian dan Lembaga (K/L) terkait di tingkat paling tinggi. Misalnya negara Amerika Serikat, yang pertama kalinya telah membentuk National Travel and Tourism Office (sebelumnya hanya di tingkat negara bagian) untuk koordinasi antar K/L dan melaksanakan brand Amerika Serikat (USA). Australia memiliki

platform terintegrasi antara perdagangan, investasi, dan pariwisata sebagai platform “diplomasi ekonomi”. Korea Selatan juga memiliki visi dari Kepala Negaranya untuk meningkatkan kualitas

hidup dan ekonomi kreatif melalui pariwisata.11

Koordinasi merupakan kunci dalam pariwisata untuk membangun sebuah kerjasama yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan, baik itu antara masyarakat, lembaga pemerintah, maupun non-pemerintah. Apabila koordinasi yang dilakukan tidak saling bertentangan dan terintegerasi maka pembangunan pariwisata secara ekonomi dapat terealisasi secara berkelanjutan dan inklusif.

d. Promosi

Promosi merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk menarik para konsumen. Promosi dalam pariwisata tentunya melibatkan banyak pihak, baik itu pemerintah maupun swasta. Promosi wisata adalah variabel kunci dalam rencana strategi pemasaran pariwisata dan dapat dipandang sebagai suatu unsur untuk menciptakan kesempatan-kesempatan menguasai pasar (Lifska: 2008). Dalam pariwisata, apabila promosi berhasil dilakukan maka akan menarik minat wisatawan, dan mereka tidak akan sungkan mengeluarkan uang untuk berkunjung (dan selama kunjungan) di tempat wisata tersebut.

Pada bagian ini pemerintah dapat melakukan promosi dengan cara membuat strategi pemasaran yang baru, menghasilkan branding yang hendak ditampilkan sebagai daya tarik pariwisata, menentukan target pasar yang akan dituju, dan juga memfasilitasi jalur-jalur distribusi agar produk yang ada dapat terserap bagi pangsa pasar lokal maupun internasional (Hall, 2008: 91).

e. Perlindungan

Perlindungan terhadap warisan budaya yang harus menjadi perhatian serius. Pariwisata budaya tidak dapat dikatakan sebagai pariwisata budaya lagi apabila warisan budaya yang menjadi produk utamanya sudah tidak lagi ada. Di Indonesia banyak kasus mengenai

11

Sumber : http://indonesiatravelmagz.com/travel/index.php/ diakses terakhir pada tanggal 24 Februari 2015


(20)

20 kebudayaan yang dijiplak dan diambil oleh pihak lain. Salah satu penyebabnya ialah karena masih kurangnya perlindungan yang dikeluarkan, seperti peraturan pemerintah ataupun penindakan tegas melalui ancaman tindak pidanan bagi yang melanggar. Salah satu prinsip kode etik pariwisata dunia menyatakan bahwa:

Kebijakan dan kegiatan pariwisata harus diarahkan dalam rangka penghormatan terhadap warisan kekayaan seni, arkeologi dan budaya, yang harus dilindungi dan diserahkan kepada generasi penerus; pemeliharaan secara khusus harus diberikan guna pelestarian dan peningkatan monumen-monumen, tempat-tempat suci dan museum, demikian pula tempat-tempat bersejarah atau arkeologis, yang harus dibuka secara luas bagi kunjungan wisatawan; umum harus didorong agar dapat masuk ke dalam kekayaan dan monumen-monumen budaya swasta / pribadi, dengan menghormati hak-hak pemiliknya, demikian pula ke dalam bangunan-bangunan keagamaan, tanpa merugikan norma-norma agama.12

Ini berarti pemerintah memiliki peran yang sangat krusial untuk melindungi berbagai aset warisan budaya, khususnya yang berhubungan dengan pariwisata. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan peraturan pemerintah bagi yang melanggar. Apabila pemerintah tidak melakukan tindakan tegas bagi siapapun yang melanggar peraturan tersebut, segala warisan budaya dapat dengan mudahnya dijiplak dan diambil alih oleh pihak lain.

5. Metode Penelitian

Metode yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif merupakan penggambaran secara kualitatif fakta, data, atau objek material yang bukan berupa rangkaian angka, melainkan berupa ungkapan bahasa atau wacana (apapun itu bentuknya) melalui interpretasi yang tepat dan sistematis (Wibowo, 2011: 43). Oleh sebab itu data yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan dalam penelitian ini antara lain:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan penelitian, seperti data yang diperoleh dari kuesioner yang dibagikan atau dari wawancara langsung dengan objek penelitian

12


(21)

21 (Maryati dan Suryawati, 2006: 110). Untuk menjawab pertanyaan dalam penelitian ini melalui data primer, maka akan dilakukan teknik wawancara.

Wawancara merupakan proses interaksi atau komunikasi secara langsung antara pewawancara dengan responden (Budiarti dan Anggraeni, 2003: 40). Wawancara digunakan untuk mendapatkan data dari tangan pertama (primer). Teknik wawancara pada penelitian ini akan ditujukan pemerintah kota Salatiga yang terkait dengan batik khas Salatiga sebagai daya tarik pariwisata, yaitu dinas pariwisata kota Salatiga dan dinas perindustrian, perdagangan, dan UMKM (disperindagkop) kota Salatiga, dan pengusaha batik Salatiga.

Wawancara dilakukan dengan kepala dinas pariwisata dan dinas perindustrian, perdagangan, dan UMKM mengenai peran pemerintah terhadap batik khas Salatiga terkait dengan pengembangan usaha batik Salatiga menjadi daya tarik pariwisata berfokus kepada pengembangan wirausaha dan stimulasi. Wawancara kemudian juga dilakukan kepada salah satu pengusaha batik Salatiga, yaitu pemilik batik Plumpungan untuk mengetahui apakah data hasil temuan yang diperoleh dari instansi pemerintah sama dengan data yang diperoleh dari pengusaha batik. Dengan demikian hasilnya akan dapat ditarik kesimpulan, apakah usaha yang dilakukan pemerintah tersebut sudah cukup optimal dan sudah dapat membuat batik di Salatiga berpotensi sebagai daya tarik pariwisata.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah keterangan yang diperoleh dari pihak kedua, baik berupa orang maupun catatan, seperti buku, laporan, buletin, dan majalah yang sifatnya dokumentasi (Waluya, 2007: 79). Dalam penelitian ini data sekunder didapatkan dari :

1) Studi pustaka dan berbagai literatur-literatur mengenai peran pemerintah dalam membantu pengembangan usaha batik yang berpotensi sebagai daya tarik pariwisata. 2) Dokumen-dokumen yang berasal dari instansi-instansi yang terkait, dan dapat dijadikan

sebagai acuan untuk mengembangkan pariwisata kota Salatiga, khususnya dokumen yang menyangkut batik Salatiga sebagai salah satu warisan budaya.

6. Temuan & Pembahasan

Dalam penelitian ini data diambil dari wawancara langsung kepada dua belah pihak. Yang pertama kepala dinas pariwisata kota Salatiga, yang kedua kepala UMKM disperindagkop kota Salatiga, kemudian peneliti melakukan wawancara kepada pengusaha batik Plumpungan untuk


(22)

22 mengetahui apakah kinerja dinas yang terkait tersebut sudah diimplementasikan secara maksimal kepada usaha batik Salatiga.

a) Pemberdayaan

Pemberdayaan terhadap batik Plumpungan telah dilakukan oleh disperindag kota Salatiga dengan mengadakan latihan membatik atau magang dan melalui studi banding ke kota lain.

1. Pembinaan Sumber Daya Manusia (SDM), yaitu melalui penyelenggaraan

belajar-mengajar untuk meningkatkan kemampuan, misalnya dengan diadakannya latihan membatik. Berikut petikan pernyataan dari Bapak Amin selaku kepala bagian UMKM disperindag kota Salatiga, 30 Desember 2014 :

“Pembinaan SDM melalui magang atau latihan membatik mulai dari

proses awal sampai proses akhir, kerjasama ini dilakukan dengan dinas provinsi Jawa Tengah.”

2. Studi banding di tempat pengrajin batik. Perencanaan ini dipersiapkan dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman membatik dari kota lain yang sudah lebih dikenal dibanding Salatiga. Berikut penuturan Bapak Amin :

“Yang kedua ialah melalui studi banding di tempat pengrajin batik yang

lebih maju, seperti Lasem, Solo, Sragen, Balai industri kerajinan batik Jogjakarta.”

Berdasarkan data yang diperoleh dari pengusaha batik, batik Plumpungan pernah mengikuti kegiatan pemberdayaan, seperti latihan membatik dan studi banding ke tempat pengrajin batik seperti Solo, Lasem, Sragen, yang diadakan oleh pemerintah kota Salatiga. Berikut penuturan Ibu Titi selaku pekerja usaha batik Plumpungan, Sabtu 21 Maret 2015 :

“Batik kami pernah mengikuti studi banding ke kota pengrajin batik yang

lain, seperti Semarang, Solo, Lasem, Sragen. Bahkan tahun lalu batik kami juga pernah menjadi tuan rumah dalam acara latihan membatik untuk memunculkan bibit-bibit baru pembatik di kota Salatiga (pengembangan SDM), dengan pelatih dari sini dan dihadiri oleh batik

se-Kodia Salatiga.”

Memunculkan jiwa pembatik di kota Salatiga tidaklah semudah menumbuhkan pengrajin batik di kota Pekalongan yang memang notabene adalah pengrajin batik mulai dari usia anak-anak sampai usia dewasa. Menurut penuturan dari Bapak Bambang Pamulardi, pelatihan


(23)

23 membatik yang diadakan di batik Plumpungan dari 20 orang (baik itu remaja putri maupun ibu rumah tangga) hanya 20 yang dapat bertahan meneruskan latihan membatik sampai mahir. Bahkan pelatihan membatik supaya benar-benar mahir membutuhkan waktu yang tidak singkat, yakni maksimal 6 bulan latihan membatik. Oleh sebab itu pemberdayaan untuk meningkatkan SDM yang berkompeten masih perlu lebih dilakukan lagi di kota Salatiga.

b) Perlindungan

Perlindungan dari dinas pariwisata dan disperindag terkait kepada usaha batik terdiri atas:

1. Undang-Undang No.10.Tahun.2009 Tentang Kepariwisataan

Dalam melaksanakan tugasnya, dinas pariwisata kota Salatiga berlandaskan kepada Undang-Undang No.10.Tahun.2009 Tentang Kepariwisataan. Undang-Undang tersebut mengatur seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pariwisata, termasuk usaha pengembangan pariwisata. Pada pasal 17 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengembangkan dan melindungi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dalam bidang usaha pariwisata dengan cara:

a. Membuat kebijakan pencadangan usaha pariwisata untuk usaha mikro, kecil,

menengah, dan koperasi; dan

b. Memfasilitasi kemitraan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dengan usaha skala besar.

Ini berarti bahwa dinas pariwisata kota Salatiga melalui undang-undang tersebut harus mampu untuk ikut mengambil bagian dalam pengembangan segala macam bentuk usaha yang terkait dengan usaha pariwisata, khususnya yang bergerak dalam UMKM. Bukan hanya berfokus kepada objek daya tarik wisata, wisatawan, termasuk usaha bisnis yang kecilpun dinas harus turut memberikan perhatiannya.

2. Undang-Undang No.20.Tahun.2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

Disperindagkop kota Salatiga dalam melaksanakan tugas untuk melindungi UMKM berlandaskan kepada Undang-Undang No.20.Tahun.2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Semua kegiatan yang menyangkut batik khas, dan berbagai bidang yang dikelola oleh UKM berpayung kepada regulasi tersebut. Dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang turut memberikan bantuan dalam usaha pemberdayaan, pengembangan usaha, pembiayaan, penjaminan, dan kemitraan.


(24)

24 Sudah jelas bahwa disperindagkop merupakan dinas yang paling memberikan pengaruh yang lebih banyak dibanding dinas pariwisata dalam membantu pengembangan batik Salatiga yang bergerak dalam bisnis UMKM. Itulah sebabnya dalam hal pengembangan kualitas produk, pengemasan produk yang menarik, dan pemasaran sehingga produk yang ditawarkan diminati pasar merupakan tugas dari disperindagkop kota Salatiga.

Undang-undang tersebut juga menyebutkan bahwa, Pemerintah dan Pemerintah Daerah menumbuhkan iklim usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi aspek :

a. Pendanaan;

b. Sarana dan prasarana; c. Informasi usaha; d. Kemitraan;

e. Perizinanan usaha; f. Kesempatan berusaha; g. Promosi dagang; dan h. Dukungan kelembagaan.

3. HAKI

Baik disperindagkop maupun dinas pariwisata kota Salatiga, menyangkut mengenai hak cipta, hak paten dan hak merek berlandas kepada HAKI. Berikut penuturannya :

“Mengenai perlindungan batik Salatiga, kami tidak memiliki peraturan khusus yang mengkhususkan batik, namun batik masuk ke dalam HAKI

sebagai aset yang dilindungi.” (Wawancara dengan Bapak Selso

Vicenete, selaku kepala Dinas Pariwisata kota Salatiga, 23 Desember 2014).

Batik khas Salatiga merupakan HAKI yang berupa benda tak berwujud. Kata

„intelektual” tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya pikir,

atau produk pemikiran manusia (the creation of the human mind). HAKI terdiri dari 3 ruang lingkup, yaitu hak cipta, hak paten dan hak merek, yang masing-masing memiliki hukum undang-undang perlindungan. Hak cipta subjeknya adalah penciptanya yang diatur dalam Undang-Undang No.12.Tahun.1997 atau Undang-Undang Hak Cipta (UUHC). Hak paten diberikan negara kepada penemu atas hasil temuannya. Hak paten diatur dalam Undang-Undang


(25)

25 No.13.Tahun.1997 atau Undang-Undang Paten (UHP). Sedangkan hak merek yang berupa merek dagang, jasa atau kolektif diatur dalam Undang-Undang No.14.Tahun.1997 atau dapat juga disingkat Undang-Undang Merek (UUM).

Hukum perlindungan yang khusus untuk melindungi batik sebagai warisan budaya yang dilindungi memang belum ada. Selama ini mengenai perlindungan, batik berpayung kepada HAKI mengenai hak cipta, hak paten, serta hak merek. Yang menjadi masalah bukanlah undang-undang yang mengatur perlindungan mengenai batik, namun sanksi tegas yang dilakukan bagi barang siapa yang melanggarnya.

Batik Plumpungan sudah dipatenkan oleh pemerintah kota Salatiga dan sudah masuk ke dalam ijin hak cipta. Berikut beberapa motif batik Plumpungan yang sudah masuk ke dalam hak cipta :

- Motif Kawung Plumpungan 2009 : Hak Cipta No. 049769 dan Hak Cipta No. 049419

- Motif Selotigo 2006 : Hak Cipta No. 049769 dan Hak Cipta No. 049769 058464

- Motif Rosa JM 2009 : Hak Cipta No. 049769 dan Hak Cipta No. 058468

- Motif Leren Kemiri 2007 : Hak Cipta No. 049769 dan Hak Cipta No. 049418

Motif batik Plumpungan yang sudah memiliki hak cipta membuktikan bahwa pemerintah sudah memberikan perlindungan yang cukup baik bagi batik Plumpungan selama ini. Perlindungan mengenai hak cipta memberikan rasa aman kepada para pengusaha batik, sehingga batik tidak akan dengan mudahnya dapat dijiplak oleh pihak lain.

c) Promosi

Salah satu upaya untuk membuat batik dikenal luas oleh masyarakat, ialah melalui promosi dalam upaya peningkatan pemasaran. Contoh kerjasama pemerintah dalam bidang promosi ini misalnya melalui SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah), seperti Bapermas (Badan Pemberdayaan Mayarakat), Disperindagkop, Dishubkombudpar, Bapeda melalui FEDEP (Forum of Economic Development & Employment) sebagai wadah stakeholder untuk memperkuat kemandirian organisasi dalam usaha ekonomi dan pengembangan SDM yang dikelola secara profesional dan produktif, Dekranasda (Dewan Kerajinan Nasional Daerah) kota Salatiga.

Berdasarkan wawancara yang peneliti telah lakukan kepada dinas pariwisata dan disperindagkop terhadap promosi batik khas Salatiga, disperindagkop bekerja sama dengan dinas


(26)

26 pariwisata mengadakan pameran melalui event-event yang terselenggara, baik di dalam kota maupun keluar kota, seperti Solo, Semarang, Jakarta, dan Bandung. Pameran tersebut dilakukan selama ini sekitar satu sampai dua kali dalam setahun, dan pameran diadakan oeh perusahaan-perusahaan yang bertindak selaku Event Organizer (EO) di luar kota Salatiga. Fungsinya ialah sebagai cara untuk menjual produk khas kota Salatiga sehingga pengunjung yang tertarik tehadap produk khas Salatiga dapat membeli produk khas Salatiga. Berikut pernyataan dari Bapak Selso Vicenete, selaku kepala Dinas Pariwisata kota Salatiga, 23 Desember 2014 :

“Tugas Dinas Pariwisata terhadap batik khas ialah sekedar melakukan promosi yaitu dengan melakukan pameran ke luar -luar kota, bahkan rencana tahun depan dapat merambah ke luar negeri supaya orang-orang tahu bahwa Salatiga mempunyai ba tik khas. Dengan demikian mereka yang tertarik akan mencarinya di internet, kemudian tertarik untuk membelinya. Pada saat pemilihan duta wisata tingkat provinsi Jawa Tengah setiap tahunnya, selama 5 hari berturut-turut di karantina, mbak dan mas dari Salatiga mengenakan batik khas Salatiga.”

Meskipun batik khas kota Salatiga belum seramai di pasaran, seperti batik Pekalongan maupun Jogjakarta dan Solo, namun batik khas kota Salatiga sudah mulai dilirik oleh konsumen. Melalui beberapa pameran yang pernah diadakan di luar kota, atas kerjasama dengan dinas Pariwisata kota Salatiga maka batik khas Salatiga sudah mulai dikenal di kota lain. Dengan lahirnya batik khas kota Salatiga ini, merupakan upaya untuk melestarikan salah satu warisan budaya di Indonesia dan juga sebagai ajang promosi pariwisata kota Salatiga.

Disperindagkop bekerjasama dengan dinas pariwisata dalam mempromosikan batik khas kota Salatiga. Disperindagkop membantu dalam pembuatan beberapa item yang digunakan untuk mempromosikan batik khas melaui pameran yang akan diadakan, seperti pembuatan leftleat, brosur, iklan melui media internet, dan lain sebagainya yang diperlukan untuk mempromosikan batik khas. Disperindagkop juga berkewajiban untuk membantu dalam promosi pemasaran batik khas, termasuk selama pameran diadakan yang bekerjasama dengan dinas pariwisata.

Berdasar data yang diperoleh dari pengusaha batik, promosi yang telah dilakukan pemerintah kota Salatiga salah satunya melalui pameran memang merupakan cara yang efektif untuk menarik minat pasar. Namun, pameran saja belum cukup untuk menjadikan batik khas Salatiga sebagai daya tarik pariwisata. Bukan hanya menyebarkan produk motif kain dan baju batik ke media cetak maupun internet, namun penyebarluasan proses pembuatan batik dari awal


(27)

27 hingga akhir juga akan dapat menarik minat konsumen, sehingga pengetahuan konsumen mengenai batik akan lebih luas. Dengan cara tersebut, tidak menutup kemungkinan wisatawan mempunyai niat untuk berkunjung ke kota Salatiga karena ingin belajar cara membatik.

Disperindag bekerjasama dengan dinas pariwisata ikut memberikan bantuan promosi bagi pengusaha batik Plumpungan dengan mengikutkan batik Plumpungan ke beberapa pameran yang diadakan di dalam kota maupun luar kota, seperti Jakarta, Batam, Solo, Semarang, Bandung. Dan juga bantuan lain berupa pembuatan leaflet dan reklame sebagai alat untuk mempromosikan batik Salatiga dalam acara pameran.

“Bapeda dan Disperindag sering memanggil kami untuk mengikutkan batik Plumpungan ke pameran-pameran khususnya ketika ada event-event tertentu. Biasanya dinas memberikan surat undangan sekitar dua minggu sebelum kegiatan tersebut diadakan. Disperindag biasanya membantu membuatkan leaflet dan reklame untuk mempromosikan batik

dalam acara pameran” (Penuturan Ibu Titi, Sabtu 21 Maret 2015)

d) Modal

Disperindagkop kota Salatiga telah berupaya memberikan bantuan pinjaman modal melalui lembaga perbankan maupun non perbankan. Misalnya, melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang memberikan bantuan pinjaman tanpa jaminan, dengan bunga yang ringan yaitu 7% per tahunnya, atau melalui BUMN yang bunganya 6% per tahun.

Menurut pengusaha batik Plumpungan pemberian bantuan pinjaman modal yang dilakukan dinas, pengusaha merasa bahwa masih belum adanya campur tangan dari dinas terkait untuk memberikan bantuan pinjaman modal. Pengusaha berusaha mencari pinjaman modal sendiri tanpa melalui perantara dengan dinas yang terkait. Berikut penuturan Bapak Bambang Pamulardi selaku pemilik usaha batik Plumpungan, Sabtu 21 Maret 2015 :

“Dinas tidak pernah memberikan bantuan modal kepada batik Plumpungan. Pinjaman mopdal kami cari langsung melakui KUR (Kredit Usaha Rakyat) langsung ke bank, tanpa perantara dari dinas.”

Namun menurut penuturan beliau dan juga Ibu Titi pegawainya, dinas pernah memberikan bantuan berupa alat-alat membatik seperti tong isi air, kompor gas, tabung gas isi 15kg, canting, wajan, dan kompor minyak. Semua alat tersebut tujuannya ialah supaya dapat


(28)

28 digunakan untuk pelatihan membantik sehingga memunculkan SDM baru yang berkompeten. Dengan demikian diharapkan supaya dapat menumbuhkan jiwa pembatik di Salatiga.

e) Kerjasama

Dinas pariwisata bekerjasama dengan pemerintah provinsi Jawa tengah dalam mengikutkan batik Salatiga ke dalam ajang pameran pada event-event yang diselenggarakan. Berikut penuturan Bapak Selso :

“Dinas pariwisata bekerja sama dengan disperindag Salatiga dan pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan mengikutkan batik khas ke pameran yang diadakan di luar kota, seperti Solo, Semarang, Jakarta, dan yang terakhir kemarin di Bandung. Batik khas juga ikut ditampilkan dalam acara karnaval yang diadakan setiap setahun sekali di kota ini, biasanya batik khas tersebut ditampilkan dalam berbagai kostum yang dipakai oleh model.”

Sedangkan kerjasama yang dilakukan oleh disperindagkop antara lain :

a. Kerjasama dengan lembaga pemerintah yaitu:

- Badan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah), seperti Bapermas (Badan Pemberdayaan

Mayarakat), Disperindagkop, Dishubkombudpar.

- Bapeda melalui FEDEP (Forum of Economic Development & Employment) sebagai wadah stakeholder untuk memperkuat kemandirian organisasi dalam usaha ekonomi dan pengembangan SDM yang dikelola secara profesional dan produktif.

- Dekranasda (Dewan Kerajinan Nasional Daerah) kota Salatiga.

b. Kerjasama dengan pemerintah daerah kota lain untuk mengikutkan batik Salatiga dalam

beberapa pameran yang dilakukan.

c. Bantuan pinjaman modal melalui lembaga perbankan maupun non perbankan. Misalnya,

melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang memberikan bantuan pinjaman tanpa jaminan, dengan bunga yang ringan yaitu 7% per tahunnya, atau melalui BUMN yang bunganya 6% per tahun.

d. Kerjasama dengan para pengrajin batik yang didatangkan dari kota lain untuk membantu pelatihan membatik bagi para pengrajin batik Salatiga.

Selain kerjasama dengan lembaga pemerintah, batik Plumpungan juga bekerjasama dengan lembaga non pemerintah, seperti pengusaha tekstil yang ada di Pekalongan untuk mendatankan


(29)

29 bahan baku, dan juga masyarakat sekitar, seperti mahasiswa pecinta batik yang ikut mengambil bagian dalam mempromosikan batik dalam media internet, seperti facebook, twiter, instagram.

7. Kesimpulan & Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa peran pemerintah kota Salatiga terhadap batik Salatiga sebagai daya tarik pariwisata dalam hal pengembangan wirausaha dan stimulasi belum dapat dikatakan optimal. Dalam hal modal, pengusaha masih mengeluhkan mengenai masalah pinjaman modal yang saat ini belum mendapatkan bantuan, bahkan pengusaha mengembangkan usahanya melalui modal sendiri.

Bantuan pemerintah melalui promosi berupa pameran yang sering diadakan masih kurang optimal membantu bagi batik Salatiga untuk lebih mengembangkan usaha menjadi daya tarik wisata membatik seperti kota lain. Dalam promosi tersebut batik Salatiga lebih dikenal sebagai produk untuk dikemas dan dibawa sebagai buah tangan. Pemerintah selama ini belum memperkenalkan batik bagi masyarakat luas sebagai daya tarik pariwisata di kota Salatiga, karena beberapa kendala, antara lain : belum adanya fasilitas yang dibangun seperti kampung batik seperti Kampung Batik Laweyan di kota Solo atau Kampung Batik Kauman di kota Pekalongan, lokasi batik Plumpungan yang kurang strategis, serta SDM yang masih terbatas.

Melihat penelitian terdahulu yang pernah dilakukan pada batik tenun Gedog Tuban, menunjukkan bahwa peran pemerintah telah membantu banyak, seperti perluasan pemasaran, pelatihan membatik, bahkan pembangunan fasilitas yang dilakukan oleh pemerintah. Dukungan luas dari pemerintahpun selalu mengalir bagi rencana penetapan kampung batik. Menurut Bapak Bambang Pamulardi yang pernah memberikan usulan untuk membuat kampung batik di Salatiga kepada dinas pemerintah, namun usulan tersebut kurang ditanggapi dan pemerintah masih kurang aktif untuk ikut mengembangkan batik Salatiga ini. Meskipun sudah dilakukan pelatihan membatik dan studi banding untuk meningkatkan kualitas produk, namun perlu ada fasilitas lainnya yang mendukung batik Salatiga supaya dapat dikembangkan sebagai daya tarik pariwisata.

Selain fasilitas yang masih kurang untuk dijadikan sebagai daya tarik pariwisata, pemerintah juga kurang ikut ambil bagian dalam pemasaran. Menurut pemilik usaha batik Plumpungan, sebelum pameran diadakan, promosi yang dilakukan melalui media televisi (TVRI) waktu itu


(30)

30 untuk mempromosikan batik masih dilakukan oleh pengusaha sendiri tanpa campur tangan pihak pemerintah.

Rekomendasi bagi pemerintah sebagai pihak yang dapat mengambil peran penting bagi pengembangan industri UMKM batik, seharusnya pemerintah dapat melakukan upaya yang lebih optimal untuk meningkatkan batik sehingga menjadi daya tarik pariwisata. Misalnya dengan adanya pelatihan membatik, pemerintah mengembangkan potensi desa-desa yang berpotensi untuk membatik menjadi kampung wisata batik. Dengan demikian potensi batik yang dimiliki oleh batik Salatiga, tidak hanya sekedar sebagai produk yang dipasarkan ke luar dan dalam kota, namun mampu menarik minat wisatawan sebagai aktivitas berwisata sebagai wisata edukasi budaya.

Selain itu, perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai batik sebagai daya tarik pariwisata di kota Salatiga mengenai inovasi pengembangan produk meliputi mutu dan kualitas sehingga Salatiga memiliki produk yang unggul dan tidak kalah saing dengan batik di kota lain.


(31)

31 Daftar Pustaka

Buku dan Jurnal

Budiarto, Eko dan Anggraeni, Dewi.2003. Pengantar Epidemiologi, E/2. Jakarta: EGC. Edgell, David L.,dkk. 2008. Tourism Policy and Planning: Yesterday, Today and Tomorrow. Oxford OX2 8DP, UK 30 Corporate Drive, Suite 400, Burlington, MA 01803, USA.

Fajriana, Nur, 2014, “Koordinasi Kepala Desa Dalam Pembangunan Infrastruktur Di Desa Suatang Keteban Kecamatan Pasir Belengkong”. Volume 2, Nomor 2,

http://ejural.ip.fisip.unmul.ac.id.

Hall, Michael and Williams, Allan M. 2008.Tourism and Innovation. First published 2008 by Routledge 2 Park Square, Milton Park, Abingdon, Oxon.

Handini, Yuslinda Dwi & Sisbintari, Ika. 2013. Jurnal Ilmiah Pariwisata : “Batik Gedog Tuban: Mempertahankan Warisan Budaya Melalui Penciptaan Pengetahuan dan Pengembangan Desa Wisata”. Vol. 18 No.2 Hal. 74-89.

Hidayat, Komaruddin dan Widjanarko, Putut (ed). 2008. Reinventing Indonesia: Menemukan Kembali Masa Depan Bangsa. Jakarta: Penerbit MIZAN.

Maryati, Kun dan Suryawati, Juju. 2006. Sosiologi 3. Jakarta: Esis.

Mukmin, Ariem, dkk. “Implementasi Rencana Strategi Pemerintah Dalam

Pengembangan Usaha Batik Tulis Tenun Gedog”. Jurnal Administrasi Publik (JAP), Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang. Vol. 1, No. 6, Hal. 1131-1140.

Novalina, Lifska. 2008. “Peranan Promosi Wisata Di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bandung Dalam Meningkatkan Motivasi Wisatawan Terhadap Kota Bandung dan Sekitarnya”.

Progdi Bahasa Jepang Fakultas Bahasa Universitas Widyatama

Bandung.http://repository.widyatama.ac.id

Picard, Michel. 2006. Bali: Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia).


(32)

32 Pitana, I. Gede dan Gayatri, Putu G. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: Andi Offset.

Poerwanto dan Sukirno, Zakaria Lantang. 2012. “Inovasi Produk Dan Motif Seni Batik Pesisiran Sebagai Basis Pengembangan Industri Kreatif Dan Kampung Wisata Minat Khusus”. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Pranata Sosial, Vol. 1, No. 4.

Prinsip-prinsip kode etik pariwisata dunia. Organisasi Pariwisata Dunia (yang bersidang umum di Santiago, Chili). Oktober 1999.

Ristyanto, Muhammad. 2008. “Potensi Pasar Batik Setono Sebagai Salah Satu Aset

Wisata Belanja Di Kota Pekalongan”. Jurnal Tugas Akhir Diploma III Usaha Perjalanan Wisata Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Waluya, Bagja. 2007. Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat. Bandung: PT Setia Purna Inves.

Wibowo, Wahyu. 2011. Cara Cerdas Menulis Artikel Ilmiah. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

Internet

Asal Kata Batik. http://indonesia.gunadarma.ac.id/batik/index.php/ Gambar motif batik Salatiga. http://fedep.salatigakota.go.id/ Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/

Menparekraf Warisan Budaya Daya Tarik Pariwisata. http://travel.kompas.com/ Museum Batik Jogjakarta. http://travel.detik.com/


(33)

33 Pentingnya Koordinasi untuk Meningkatkan Potensi Pariwisata Indonesia.

http://indonesiatravelmagz.com/travel/index.php/

Warisan Budaya. http://www.ecoflores.org/id/warisan+budaya/ Website Pemkot Salatiga. http://www.pemkot-salatiga.go.id/


(1)

28 digunakan untuk pelatihan membantik sehingga memunculkan SDM baru yang berkompeten. Dengan demikian diharapkan supaya dapat menumbuhkan jiwa pembatik di Salatiga.

e) Kerjasama

Dinas pariwisata bekerjasama dengan pemerintah provinsi Jawa tengah dalam mengikutkan batik Salatiga ke dalam ajang pameran pada event-event yang diselenggarakan. Berikut penuturan Bapak Selso :

“Dinas pariwisata bekerja sama dengan disperindag Salatiga dan pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan mengikutkan batik khas ke pameran yang diadakan di luar kota, seperti Solo, Semarang, Jakarta, dan yang terakhir kemarin di Bandung. Batik khas juga ikut ditampilkan dalam acara karnaval yang diadakan setiap setahun sekali di kota ini, biasanya batik khas tersebut ditampilkan dalam berbagai kostum yang dipakai oleh model.”

Sedangkan kerjasama yang dilakukan oleh disperindagkop antara lain : a. Kerjasama dengan lembaga pemerintah yaitu:

- Badan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah), seperti Bapermas (Badan Pemberdayaan Mayarakat), Disperindagkop, Dishubkombudpar.

- Bapeda melalui FEDEP (Forum of Economic Development & Employment) sebagai wadah stakeholder untuk memperkuat kemandirian organisasi dalam usaha ekonomi dan pengembangan SDM yang dikelola secara profesional dan produktif.

- Dekranasda (Dewan Kerajinan Nasional Daerah) kota Salatiga.

b. Kerjasama dengan pemerintah daerah kota lain untuk mengikutkan batik Salatiga dalam beberapa pameran yang dilakukan.

c. Bantuan pinjaman modal melalui lembaga perbankan maupun non perbankan. Misalnya, melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang memberikan bantuan pinjaman tanpa jaminan, dengan bunga yang ringan yaitu 7% per tahunnya, atau melalui BUMN yang bunganya 6% per tahun.

d. Kerjasama dengan para pengrajin batik yang didatangkan dari kota lain untuk membantu pelatihan membatik bagi para pengrajin batik Salatiga.

Selain kerjasama dengan lembaga pemerintah, batik Plumpungan juga bekerjasama dengan lembaga non pemerintah, seperti pengusaha tekstil yang ada di Pekalongan untuk mendatankan


(2)

29 bahan baku, dan juga masyarakat sekitar, seperti mahasiswa pecinta batik yang ikut mengambil bagian dalam mempromosikan batik dalam media internet, seperti facebook, twiter, instagram.

7. Kesimpulan & Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa peran pemerintah kota Salatiga terhadap batik Salatiga sebagai daya tarik pariwisata dalam hal pengembangan wirausaha dan stimulasi belum dapat dikatakan optimal. Dalam hal modal, pengusaha masih mengeluhkan mengenai masalah pinjaman modal yang saat ini belum mendapatkan bantuan, bahkan pengusaha mengembangkan usahanya melalui modal sendiri.

Bantuan pemerintah melalui promosi berupa pameran yang sering diadakan masih kurang optimal membantu bagi batik Salatiga untuk lebih mengembangkan usaha menjadi daya tarik wisata membatik seperti kota lain. Dalam promosi tersebut batik Salatiga lebih dikenal sebagai produk untuk dikemas dan dibawa sebagai buah tangan. Pemerintah selama ini belum memperkenalkan batik bagi masyarakat luas sebagai daya tarik pariwisata di kota Salatiga, karena beberapa kendala, antara lain : belum adanya fasilitas yang dibangun seperti kampung batik seperti Kampung Batik Laweyan di kota Solo atau Kampung Batik Kauman di kota Pekalongan, lokasi batik Plumpungan yang kurang strategis, serta SDM yang masih terbatas.

Melihat penelitian terdahulu yang pernah dilakukan pada batik tenun Gedog Tuban, menunjukkan bahwa peran pemerintah telah membantu banyak, seperti perluasan pemasaran, pelatihan membatik, bahkan pembangunan fasilitas yang dilakukan oleh pemerintah. Dukungan luas dari pemerintahpun selalu mengalir bagi rencana penetapan kampung batik. Menurut Bapak Bambang Pamulardi yang pernah memberikan usulan untuk membuat kampung batik di Salatiga kepada dinas pemerintah, namun usulan tersebut kurang ditanggapi dan pemerintah masih kurang aktif untuk ikut mengembangkan batik Salatiga ini. Meskipun sudah dilakukan pelatihan membatik dan studi banding untuk meningkatkan kualitas produk, namun perlu ada fasilitas lainnya yang mendukung batik Salatiga supaya dapat dikembangkan sebagai daya tarik pariwisata.

Selain fasilitas yang masih kurang untuk dijadikan sebagai daya tarik pariwisata, pemerintah juga kurang ikut ambil bagian dalam pemasaran. Menurut pemilik usaha batik Plumpungan, sebelum pameran diadakan, promosi yang dilakukan melalui media televisi (TVRI) waktu itu


(3)

30 untuk mempromosikan batik masih dilakukan oleh pengusaha sendiri tanpa campur tangan pihak pemerintah.

Rekomendasi bagi pemerintah sebagai pihak yang dapat mengambil peran penting bagi pengembangan industri UMKM batik, seharusnya pemerintah dapat melakukan upaya yang lebih optimal untuk meningkatkan batik sehingga menjadi daya tarik pariwisata. Misalnya dengan adanya pelatihan membatik, pemerintah mengembangkan potensi desa-desa yang berpotensi untuk membatik menjadi kampung wisata batik. Dengan demikian potensi batik yang dimiliki oleh batik Salatiga, tidak hanya sekedar sebagai produk yang dipasarkan ke luar dan dalam kota, namun mampu menarik minat wisatawan sebagai aktivitas berwisata sebagai wisata edukasi budaya.

Selain itu, perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai batik sebagai daya tarik pariwisata di kota Salatiga mengenai inovasi pengembangan produk meliputi mutu dan kualitas sehingga Salatiga memiliki produk yang unggul dan tidak kalah saing dengan batik di kota lain.


(4)

31 Daftar Pustaka

Buku dan Jurnal

Budiarto, Eko dan Anggraeni, Dewi.2003. Pengantar Epidemiologi, E/2. Jakarta: EGC. Edgell, David L.,dkk. 2008. Tourism Policy and Planning: Yesterday, Today and Tomorrow. Oxford OX2 8DP, UK 30 Corporate Drive, Suite 400, Burlington, MA 01803, USA.

Fajriana, Nur, 2014, “Koordinasi Kepala Desa Dalam Pembangunan Infrastruktur Di Desa Suatang Keteban Kecamatan Pasir Belengkong”. Volume 2, Nomor 2, http://ejural.ip.fisip.unmul.ac.id.

Hall, Michael and Williams, Allan M. 2008.Tourism and Innovation. First published 2008 by Routledge 2 Park Square, Milton Park, Abingdon, Oxon.

Handini, Yuslinda Dwi & Sisbintari, Ika. 2013. Jurnal Ilmiah Pariwisata : “Batik Gedog Tuban: Mempertahankan Warisan Budaya Melalui Penciptaan Pengetahuan dan Pengembangan Desa Wisata”. Vol. 18 No.2 Hal.74-89.

Hidayat, Komaruddin dan Widjanarko, Putut (ed). 2008. Reinventing Indonesia: Menemukan Kembali Masa Depan Bangsa. Jakarta: Penerbit MIZAN.

Maryati, Kun dan Suryawati, Juju. 2006. Sosiologi 3. Jakarta: Esis.

Mukmin, Ariem, dkk. “Implementasi Rencana Strategi Pemerintah Dalam Pengembangan Usaha Batik Tulis Tenun Gedog”. Jurnal Administrasi Publik (JAP), Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang. Vol. 1, No. 6, Hal. 1131-1140.

Novalina, Lifska. 2008. “Peranan Promosi Wisata Di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bandung Dalam Meningkatkan Motivasi Wisatawan Terhadap Kota Bandung dan Sekitarnya”. Progdi Bahasa Jepang Fakultas Bahasa Universitas Widyatama Bandung.http://repository.widyatama.ac.id

Picard, Michel. 2006. Bali: Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia).


(5)

32 Pitana, I. Gede dan Gayatri, Putu G. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: Andi Offset.

Poerwanto dan Sukirno, Zakaria Lantang. 2012. “Inovasi Produk Dan Motif Seni Batik Pesisiran Sebagai Basis Pengembangan Industri Kreatif Dan Kampung Wisata Minat Khusus”. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Pranata Sosial, Vol. 1, No. 4.

Prinsip-prinsip kode etik pariwisata dunia. Organisasi Pariwisata Dunia (yang bersidang umum di Santiago, Chili). Oktober 1999.

Ristyanto, Muhammad. 2008. “Potensi Pasar Batik Setono Sebagai Salah Satu Aset Wisata Belanja Di Kota Pekalongan”. Jurnal Tugas Akhir Diploma III Usaha Perjalanan Wisata Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Waluya, Bagja. 2007. Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat. Bandung: PT Setia Purna Inves.

Wibowo, Wahyu. 2011. Cara Cerdas Menulis Artikel Ilmiah. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

Internet

Asal Kata Batik. http://indonesia.gunadarma.ac.id/batik/index.php/ Gambar motif batik Salatiga. http://fedep.salatigakota.go.id/ Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/

Menparekraf Warisan Budaya Daya Tarik Pariwisata. http://travel.kompas.com/ Museum Batik Jogjakarta. http://travel.detik.com/


(6)

33 Pentingnya Koordinasi untuk Meningkatkan Potensi Pariwisata Indonesia.

http://indonesiatravelmagz.com/travel/index.php/

Warisan Budaya. http://www.ecoflores.org/id/warisan+budaya/ Website Pemkot Salatiga. http://www.pemkot-salatiga.go.id/