BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Berpikir kritis - PENINGKATAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS VIII C SMP NEGERI 2 KEMBARAN DENGAN METODE EXAMPLES NON EXAMPLES PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KONSEPMENGIDENTIFIKASI KASUS KORUPSI DAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Berpikir kritis

  Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat essensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Menurut Etnnis (dalam Achmad, 2007), ‘berpikir kritis adalah cara berpikir reflektif yang masuk akal atau berdasarkan nalar yang difokuskan untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan’. Sedangkan, menurut Gokhale (2002) dalam penelitiannya “Collaborative

  Learning Enhanches Critical Thinking menyatakan bahwa materi kemampuan berpikir kritis meliputi analisis, sintesis dan evaluasi”.

  a. Analisis Ahmad (2007) menjelaskan bahwa “analisis merupakan suatu keterampilan menguraikan sebuah struktur kedalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. Dalam keterampilan tersebut tujuan pokoknya adalah memahami sebuah konsep global dengan cara menguraikan atau merinci globalitas tersebut ke dalam bagian-bagian yang kecil dan terperinci”.

  b. Sintesis Ahmad (2007) menjelaskan bahwa "sintesis merupakan keterampilan yang berlawanan dengan keterampilan menganalisis. Keterampilan mensintesis adalah keterampilan menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru. Pertanyaan sintesis ini memberi kesempatan untuk berpikir bebas terkontrol.

  8 c. Evaluasi Taksonomi belajar menurut Bloom, menjelaskan bahwa ‘keterampilan mengevaluasi merupakan tahap berpikir kognitif yang paling tinggi. Pada tahap ini siswa dituntut agar ia mampu mensinergikan aspek-aspek kognitif lainnya dalam menilai sebuah fakta atau konsep’.

  Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa berpikir kritis adalah cara berpikir reflektif yang masuk akal/berdasarkan nalar tentang apa yang harus kita percayai dan tindakan apa yang akan dilakukan melalui tahapan-tahapan menganalisis, mensintesis, mengenal masalah dan pemecahannya, serta menyimpulkan dan menilai. 1). Ciri-ciri berpikir kritis

  a). Mampu membuat simpulan dan solusi yang akurat, jelas dan relevan terhadap kondisi yang ada.

  b). Berpikir terbuka dengan sistematis dan mempunyai asumsi, implikasi dan konsekuensi yang logis.

  c). Berkomunikasi secara efektif dalam menyelesaikan suatu masalah yang kompleks. Berpikir kritis merupakan cara untuk membuat pribadi yang terarah, disiplin, terkontrol dan kolektif terhadap diri sendiri.

  d). Mulailah dengan berpikir apa dan kenapa lalu carilah arah yang tepat untuk jawaban dari pertanyaan tersebut.

  e). Tujuan pertanyaan akan apa dan kenapa.

  f). Informasi yang spesifik untuk menjawab pertanyaan.

  g). Kriteria standar yang ditetapkan untuk memenuhi jawaban atas pertanyaan. h). Kejelasan dari solusi permasalahan/pertanyaan i). Konsekuensi yang mungkin terjadi dari pilihan yang kita inginkan. j). Mengevaluasi kembali hasil pemikiran kita untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

  Beberapa kriteria yang dapat menjadi standar dalam proses berpikir kritis ini adalah kejelasan, relevansi, berpikir, kejujuran, kelengkapan informasi dan bagaimana implikasi dari solusi yang kita kemukakan. 2). Indikator berpikir kritis

  Mengidentifikasi 8 karakteristik berpikir kritis yakni meliputi :

  a). Kegiatan merumuskan masalah

  b). Membatasi permasalahan

  c). Menguji data-data

  d). Menganalisis berbagai pendapat

  e). Menghindari pertimbangan yang sangat emosional

  f). Menghindari penyederhanaan berlebihan

  g). Mempertimbangkan berbagai interpretasi

  h). Mentoleransi ambiguitas 3). Bagi siswa berpikir kritis dapat berarti a). Mencari dimana keberadaan bukti terbaik bagi subyek yang didiskusikan.

  b). Mengevaluasi kekuatan bukti untuk mendukung argumen-argumen yang berbeda.

  c). Menyimpulkan berdasarkan bukti-bukti yang telah ditentukan. d). Membangun penalaran yang dapat mengarahkan pendengar kesimpulan yang telah ditetepkan berdasarkan pada bukti-bukti yang mendukungnya.

  e). Memilih contoh yang terbaik untuk lebih dapat menjelaskan makna dari argumen yang akan disampaikan.

  f). Menyediakan bukti-bukti untuk mengilustrasikan argumen tersebut.

  (Marizaumami 2010 : 15) Tahapan-tahapan berpikir kritis menurut Achmad (2007) adalah :

  (1). Keterampilan menganalisis Keterampilan menganalisis merupakan keterampilan menguraikan sebuah struktur kedalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian stuktur tersebut. (2). Keterampilan Mensintesis

  Keterampilan mensintesis adalah keterampilan menggabungkan bagian- bagian menjadi sebuah bentukan/susunan yang baru, pertanyaan sintesis menurut siswa untuk menyatukan padukan semua informasi yang diperoleh dari materi bacaannya sehingga dapat menciptakan ide-ide baru yang tidak dinyatakan secara eksplisit di dalam bacaannya. Pertanyaan sintesis ini memberi kesempatan untuk berpikir bebas kontrol.

  (3). Keterampilan mengenal dan memecahkan masalah Keterampilan ini merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa pengertian baru. Keterampilan ini menurut siswa untuk memahami bacaan dengan kritis sehingga kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokok bacaan, sehingga mampu mengelola sebuah konsep. Keterampilan ini bertujuan agar siswa mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan/ruang lingkup baru. (4). Keterampilan menyimpulkan

  Keterampilan menyimpulkan ialah kegiatan akal pikiran manusia berdasarkan pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang dimilikinya dapat beranjak mencapai pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang baru. Keterampilan ini menuntut siswa agar mampu menguraikan dan memahami berbagai aspek secara bertahap, sampai kepada suatu struktur baru yaitu sebuah simpulan. Proses pemikiran manusia itu sendiri dapat menempuh dua cara yaitu deduksi dan induksi. Jadi kesimpulan merupakan sebuah proses berpikir yang memberdayakan pengetahuannya sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah pemikiran/pengetahuan yang baru. (5). Keterampilan mengevaluasi/menilai

  Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai sesuatu dengan berbagai kriteria yang ada. Keterampilan menilai mengharapkan siswa agar memberikan penilaian tentang nilai yang di ukur dengan menggunakan standar tertentu. Dalam taksonomi belajar keterampilan mengevaluasi merupakan tahap berpikir kognitif yang paling tinggi. Pada tahap ini siswa dituntut agar ia mampu mensinergikan aspek- aspek kognitif lainnya dalam menilai fakta/konsep.

2. Pendidikan Kewarganegaraan

  a. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan Zamroni dalam Tukiran (2009:3), menjelaskan bahwa ‘Pendidikan

  Kewarganegaraan adalah pendidkikan demokrasi yang bertujuan untuk mepersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktifitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak- hak warga masyarakat’. Demokrasi adalah suatu learning process yang tidak dapat begitu saja meniru dan mentransformasikan nilai-nilai demokrasi.

  Selain itu, pendidikan kewarganegaraan adalah suatu proses yang dilakukan oleh lembaga pendidikan dimana seseorang mempelajari orientasi, sikap dan perilaku politik sehingga yang bersangkutan memiliki political knowledge,

  

awarenes, attitude, political efficacy dan political participation, serta

  kemampuan mengambil keputusan politik secara rasional dan menguntungkan bagi dirinya juga bagi masyarakat dan bangsa. Pendidikan Kewarganegaraan diartikan sebagai mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak- hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 (Permendiknas No 22 tahun 2006).

  Pendidikan Kewarganegaraan dalam paradigma baru mengusung tujuan utama (civic competences) yakni civic knowledge (pengetahuan dan wawasan kewarganegaraan), civic dispotition (nilai, komitmen, dan sikap Kewarganegaraan), dan civic skill (perangkat keterampilan intelektual, sosial, dan personal kewarganegaraan) yang seyogyanya dikuasai oleh setiap individu warganegara. ‘Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang menfokuskan pada pembenrukan warga Negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945’. (Winataputra, dalam Faridli 2011:11)

  b. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan Dharma (2008:13), menjelaskan bahwa mata pelajaran Pendidikan

  Kewarganegaraan adalah mengembangkan kompetensi sebagai berikut: 1)

  Memiliki kemampuan berfikir secara rasional, kritis, dan kreatif, sehingga mampu memahami berbagai wacana kewarganegaraan.

  2) Memiliki ketrampilan intelektual dan keterampilan berpartisipasi secara demokratis dan bertanggungjawab.

  3) Memiliki watak dan kepribadian yang baik, sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

  Rumusan tujuan tersebut sejalan dengan aspek-aspek kompetensi yang hendak dikembangkan dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

  Menurut Margaret dalam (Sunarso, 2006:14), ‘Aspek-aspek kompetensi tersebut mencakup pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), dan watak atau karakter kewarganegaraan (civic dispositions)’. Dengan demikian seorang warga negara pertama-tama perlu memiliki pengetahuan kewarganegaraan yang baik, terutama pengetahuan di bidang politik, hukum, dan moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selanjutnya seorang warga negara diharapkan memiliki keterampilan secara intelektual maupun secara partisipatif dalam kehidupan berbangsa dan negara.

  Berdasarkan perkembangan mutakhir, dimana tujuan Pendidikan Kewarganegaraan (civic Education) adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggungjawab dari warga negara dalam kehidupan politik dan masyarakat baik pada tingkat lokal maupun nasional, maka partisipasi semacam itu memerlukan penguasaan sejumlah kompetensi yang paling terpenting adalah: a). Penguasaan terhadap pengetahuan dan pemahaman tertentu

  b). Pengembangan kemampuan intelektual dan partisipatoris

  c). Pengembangan karakter dan sikap mental tertentu

  d). Komitmen yang benar terhadap nilai dan prinsip dasar demokrasi konstitusional.

  “Berdasarkan kompetensi yang perlu dikembangkan terdapat 3 komponen utama yang perlu dipelajari dalam PKn yaitu, civic knowledge,

  civic skill dan civic disposition”. ( Winataputra, 2007:194 )

  c. Struktur Kurikulum Civic Education

  Pasal 3 undang-undang Republik Indanesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) secara imperatife menjelaskan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. (Winataputra, 2007:155).

  d. Visi, Misi dan Kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan 1). Visi Pendidikan Kewarganegaraan

  Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor: 43-DIKTI-Kep-2006 menjelaskan tentang rambu-rambu pelaksanaan kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian di perguruan Tinggi, visi kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian (MPK) di perguruan Tinggi merupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi guna mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadian sebagai manusia Indonesia seutuhnya. Basrie dalam Taniredja (2009:14) menjelaskan bahwa ‘visi Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi menjadi sumber nilai dan pedoman penyelenggaraan program studi dalam mengantarkan mahasiswa mengembangkan kepribadiannya selaku warga negara yang berperan aktif menegakkan demokrasi menuju masyarakat madani’.

  Sedangkan menurut Cipto dalam Taniredja (2009:14) visi Pendidikan Kewarganegaraan adalah ‘mendidik atau mengembangkan mahasiswa maupun masyarakat agar menjadi warga negara yang beriman yang demokratis dan berkeadaban’.

  Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa visi Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi menjadi sumber nilai dan pedoman mengembangkan kepribadian mahasiswa menjadi warganegara yang cerdas, bertanggung jawab, berkeadaban, beriman dan demokratis. 2). Misi Pendidikan Kewarganegaraan Basrie dalam Taniredja (2009:15) menjelaskan bahwa ‘misi Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi membantu mahasiswa selaku warga negara agar mampu mewujudkan nilai-nilai dasar perjuangan Bangsa indonesia serta kesadaran berbangsa, bernegara dalam menerapkan ilmunya secara bertanggung jawab terhadap kemanusiaan’.

  3). Kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan penegtahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan dasar antara warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan Bela Negara (PPBN) agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  Kompetensi diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas, penuh rasa tanggung jawab, yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dapat dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Fokus utama Kompetensi pendidikan Kewarganegaraan adalah terbentuknya perilaku (sikap), oleh karena itu Pendidikan Kewarganegaraan senantiasa mementingkan terbentuknya sikap atau perilaku. Pendidikan Kewarganegaraan yang berfokus pada dimensi afektif mengharapkan setelah pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan selesai ada sikap tertentu yang tertanam pada peserta didik. Oleh karena itu Pendidikan Kewarganegaraan secara umum berkehendak mengembangkan peserta didik menjadi warga negara Indonesia yang baik. Namun demikian sebagai kajian ilmiah, Pendidikan Kewarganegaraan tidak meninggalkan aspek akademik.

  Kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan adalah menjadi ilmuwan dan profesional yang memilki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, demokratisasi yang berkeadaban, dan berpartisipasi aktif dalam membangun kehidupan yang damai berdasarkan sistem nilai Pancasila ‘(Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional republik Indonesia Nomor : 43/DIKTI/Kep/2006 Tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi)’ dalam Taniredja (2009:16)

3. Metode Pembelajaran Examples Non Examples

  a. Pengertian Metode Pembelajaran Examples Non Examples Metode Pembelajaran Examples Non Examples adalah salah satu metode pembelajaran yang termasuk dalam kategori metode pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM). Lebih tepatnya metode pembelajaran Examples Non Examples termasuk dalam metode pembelajaran aktif. Dalam konteks tersebut, ‘aktif berarti pembelajaran harus menumbuhkan suasana sedemikian rupa sehingga peserta didik aktif bertanya, mempertanyakan dan mengemukakan gagasan’ (Tumini, 2010).

  Suyatno ( 2009 : 115 ) menjelaskan bahwa metode pembelajaran

  

Examples Non Examples adalah metode belajar yang menggunakan contoh-

  contoh. Contoh-contoh dapat dari kasus atau gambar yang relevan dengan

  Kompetisi Dasar. Metode pembelajaran Examples Non Examples merupakan metode pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai media pembelajaran. Penggunaan media gambar ini disusun dan dirancang agar peserta didik dapat menganalisis gambar tersebut menjadi sebuah bentuk diskripsi singkat mengenai apa yang ada di dalam gambar. Penggunaan metode pembelajaran Examples Non Examples ini lebih menekankan pada konteks analisis peserta didik. Metode pembelajaran Examples Non Examples menggunakan gambar dapat ditayangkan melalui OHP, LCD proyektor, ataupun yang paling sederhana adalah poster. Gambar yang digunakan haruslah jelas dan kelihatan dari jarak jauh, sehingga peserta didik yang berada di belakang dapat juga melihat dengan jelas.

  b. Langkah-langkah Metode Pembelajaran Examples Non Examples Metode Examples Non Examples merupakan metode pembelajaran yang menggunakan contoh-contoh, dimana contoh-contoh tersebut dapat diambil dari kasus-kasus atau gambar yang relevan dengan Kompetisi Dasar.

  Adapun langkah-langkah metode Examples Non Examples adalah sebagai berikut :

1) Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.

  2) Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP, maupun LCD proyektor.

  3) Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mempertihatikan / menganalisa gambar.

  4) Melalui diskusi kelompok, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas.

  5) Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya. 6)

  Mulai dari komentar atau hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.

  7) Kesimpulan.

  (Suprijono,2009:125) Adapun kelebihan metode Examples Non Examples antara lain sebagai berikut: a) Peserta didik lebih berpikir kritis dalam menganalisa gambar.

  b) Peserta didik mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.

  c) Peserta didik di beri kesempatan untuk berpendapat.

  Disamping kelebihan-kelebihan yang telah dikemukakan di atas, ada beberapa Kelemahan, seperti: (1) Tidak semua materi dapat di sajikan dalam bentuk gambar. (2) Memerlukan waktu yang lama.

  (Wijaya, 2008).

4. Mengidentifikasi Kasus Korupsi dan Upaya Pemberantasannya

  a. Mendeskripsikan Pengertian Anti Korupsi dan Instrumen (Hukum dan Kelembagaan) anti Korupsi di Indonesia.

  Fokema Andreae menjelaskan bahwa korupsi berasal dari bahasa latin

  corruptio/corruptus (Webster Student Dictionary : 1960). Selanjutnya

  disebutkan bahwa corruptio itu berasal pula dari kata corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua. “Dari bahasa latin itulah turun kebanyak bahasa Eropa seperti Inggris yaitu corruptio, corrupti, Prancis yaitu corruption, dan Belanda yaitu corruptie (korruptie)”. Bahwa dari bahasa Belanda inilah kata itu turun kebahasa Indonesia yaitu korupsi (Hamzah, 2005 : 4 )

  Arti harfiah dari kata korupsi ialah kebusukan, keburukan, kebejadan, ketidak jujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah. Dari pengertian korupsi secara harfiah itu dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa sesungguhnya korupsi itu sebagai suatu istilah yang sangat luas artinya. istilah korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa indonesia itu disimpulkan oleh Poerwodarminta dalam kamus umum bahasa indonesia: ‘Korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya’. ( Hamzah, 2005 : 5-6 )

  Dijelaskan juga bahwa korupsi berasal dari kata corruption yang artinya kecurangan atau perubahan dan penyimpangan. Kata sifat corrup berarti juga buruk, rusak, tetapi juga menyuap, sebagai bentuk suatu yang buruk. Dalam Websters New american Dictionary (1995), kata corruption diartikan sebagai decay (lapuk), contamination/kemasukan sesuatu yang merusak, dalam impurity (tidak murni). Sedangkan kata corrupt dijelaskan sebagai to becomerotten or putrid (menjadi busuk, lapuk, buruk atau tengik), juga to induce decayin something originally, clean, sound, memasukan sesuatu yang lapuk atau busuk dalam sesuatu yang semula berisi bersih dan bagus. Dengan demikian korupsi itu merupakan suatu perbuatan yang melanggar hukum yang berakibat merusak tatanan yang sudah disepakati atau dibuat. Tatanan itu berupa pemerintah, administrasi, dan negara. Dalam teori sosial, korupsi mengendalikan adanya pejabat umum dengan kekuasaan untuk memilih alternatif tindakan yang berkaitan dengan penggunaan kekayaan dan kekuasaan pemerintah yang bisa diambil dan dipergunakan untuk kepentingan pribadi, meskipun begitu akhir-akhir ini mulai berkembang bahwa korupsi tidak terjadi hanya dipemerintahan, tetapi juga diperusahaan, yayasan, departemen, parpol, rumah sakit, bahkan lembaga keagamaan.

  “Korupsi bisa terjadi dimana saja sehingga korupsi tidak semata-mata dipahami sebagai gejala sosial dan budayanya”. ( Rais, 1999 : 19 ) Sudarto menjelaska bahwa mengenai unsur-unsur tindak pidana korupsi yaitu:

  1) Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan. “perbuatan memperkaya” artinya perbuatan apa saja, misalnya : mengambil, memindah bukukan, menandatangani kontrak, dan sebagainya sehingga si pembuat bertambah kaya.

  2) Perbuatan ini bersifat melawan hukum, disini diartkan secara formil dan materiil.

  3) Perbuatan itu secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara, atau patut disangka oleh si pembuat, bahwa merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. ( Sudarto, 1986 : 140 )

  Korupsi adalah tindakan yang dilakukan oleh setiap orang yang mempunyai kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Anti korupsi secara mudahnya dapat diartikan tindakan yang tidak menyetujui terhadap berbagai upaya yang dilakukan oleh setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Dengan kata lain, anti korupsi merupakan sikap atau perilaku yang tidak mendukung atau menyetujui terhadap berbagai upaya yang yang dilakukan oleh seseorang atau korporasi untuk merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yang dapat menghambat pelaksanaan pembangunan nasional.

  Upaya untuk mendukung tindakan anti korupsi melalui Undang- Undang Republik Indonesia nomor 30 Tahun 2002 dibentuklah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), selain itu ada Lembaga Swadaya Masyarakat yang sangat peduli terhadap pemberantasan korupsi, seperti Masyarakat Transparansi Indonesia atau juga Lembaga Pemantau Kekayaan Negara. Dalam penjelasan umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dinyatakan, bahwa Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat.

  Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.

  Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Dalam rangka mewujudkan supremasi hukum, Pemerintah Indonesia telah meletakkan landasan kebijakan yang kuat dalam usaha memerangi tindak pidana korupsi. Berbagai kebijakan telah tertuang dalam bentuk peraturan perundang-undangan, antara lain dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan Nepotisme : Undang- undang nomor 28 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

  Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi meliputi tindak pidana korupsi yang :

  a). Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.

  b). Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat. c). Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

  Dengan pengaturan dalam undang-undang ini, Komisi Pemberantasan Korupsi :

  a). Dapat menyusun jaringan kerja (networking) yang kuat dan memperlakukan institusi yang telah ada sebagai counterpartner yang kondusif sehingga pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif.

  b). Tidak monopoli tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.

  c). Berfungsi sebagai pemicu dan pemberdayaan institusi yang telah ada dalam pemberantasan korupsi d). Berfungsi untuk melakukan supervisi dan memantau institusi yang telah ada dan dalam keadaan tertentu dapat mengambil alih tugas dan wewenang penyelidikan, penuidikan dan penuntutan (superbody) yang sedang dilaksanakan oleh kepolisian dan/atau kejaksaan.

  Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 1 ayat 3).

  Tujuan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi menurut pasal 4 adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Sedangkan tugas dan wewenang KPK menurutu pasal 6 adalah : (1). Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.

  (2). Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.

  (3). Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.

  (4). Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi. (5). Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan Negara.

  ( Sundawa, dkk. 2008 : 95 ) Tindak pidana korupsi merupakan salah satu dari beberapa tindak pidana yang mengaturnya diluar KUHP. Pengaturan tindak pidana korupsi yang pertama ialah Pengaturan Penguasa Militer tanggal 09 April Nomor Prt/ PM/ 06/ 1957, tanggal 27 Mei 1957 Nomor Prt/ PM/ 03/ 1957, dan tanggal 1 Juli 1957 Nomor Prt/ PM/ 011/ 1957. ”Hal-hal penting untuk diketahui dari peraturan-peraturan tersebut ialah adanya usaha untuk pertama kalinya memakai istilah-istilah korupsi sebagai istilah hukum yang berarti sebagai perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian negara”.

  (Hamzah, 2005:42 ) “Adapun dengan berlakunya pasal 60 Undang-Undang Keadaan Bahaya Nomor 74 tahun 1957 tanggal 17 April 1958 maka pengaturan korupsi dalam Pengaturan Penguasa Militer tidak berlaku lagi, diganti dengan Peraturan Penguasa Perang Pusat Nomor Prt/ Perpu/ 013/ 1958 yang ditetapkan dan di umumkan pada tanggal 16 April 1958. Kemudian perumusan delik yang ada dalam Peraturan Penguasa Perang Pusat tersebut diambil alih sepenuhnya oleh Undang-Undang Nomor 24 (Prp) tahun 1960 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ditinjau dari yurisprudensi selama kurun waktu antara tahun 1960-1970 ternyata sangat sedikit delik korupsi yang di temukan. Undang-Undang Nomor 24 (Prp) tahun 1960 juga dinilai lebih menguntungkan tertuduh karena selain ancaman pidananya lebih ringan, perumusan deliknya lebih sulit untuk dibuktikan oleh jaksa, sehingga Undang-Undang (Prp) Tindak Pidana Korupsi 1960 diganti dengan Undang- Undang No 03 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

  Undang-Undang ini di nilai lebih efektif dibandingkan peraturan sebelumnya. Pada masa pemerintahan Presiden Habibie, bertepatan dengan tanggal 16 Agustus 1999 diundangkanlah Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menggantikan Undang- Undang Nomor 03 tahun 1971Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada bulan Maret tahun 2001 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tersebut di rubah sedikit dengan menambah ketentuan tentang beban pembuktian terbaik yang berlaku sampai saat ini”. (Hamzah, 2005 : 61-75)

  Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Korupsi adalah tidakan yang dilakukan oleh setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara.

  b. Mengidentifikasi Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia Dewasa ini kasus-kasus korupsi yang terjadi di negara Indonesia semakin menarik untuk dibicarakan. Korupsi bukan hanya terjadi di lingkungan pejabat eksekutif, tetapi terjadi juga di lembaga legislatif dan yudikatif. Korupsi merupakan penyakit masyarakat yang sangat membahayakan karena dapat mengancam kelancaran pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Di tengah upaya pembangunan nasional di berbagai bidang, aspirasi masyarakat untuk memberantas korupsi dan bentuk penyimbangan lainnya semakin meningkat. Upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi harus terus ditingkatkan dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kepentingan masyarakat. Agar dapat menjangkau berbagai modus operasi penyimpangan keuangan negara atau perekonomian negara yang semakin canggih dan rumit, maka tindak pidana yang diatur dalam undang-undang ini dirumuskan sedemikian rupa sehingga meliputi perbuatan-perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi secara “melawan hukum” dari pengertian formil dam materil.

  Berdasarkan perumusan tersebut, pengertian melawan hukum dalam tindak pidana korupsi dapat pula mencakup perbuatan-perbuatan tercela yang menutut perasaan keadilan masyarakat harus dituntut pidana. Tindak pidana korupsi dirumuskan secara tegas sebagai tindak pidana formil. Dengan rumusan secara formil yang dianut dalam undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, maka meskipun hasil korupsi telah dikembalikan kepada Negara, pelaku tindak pidana korupsi tetap diajukan ke pengadilan dan tetap di pidana. Undang-undang Tindak Pidana Korupsi menerapkan pembuktian terbalik yang bersifat terbatas atau berimbang, yakni terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi dan wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang bersangkutan, dan penuntut umum tetap berkewajiban membuktikan dakwaannya. Selain itu undang-undang tindak pidana korupsi juga memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat berperan serta untuk membantu upaya pencegahan dam pemberantasan korupsi, dan terhadap anggota masyarakat yang berperan serta tersebut diberikan perlindungan hukum penghargaan.

  Pengertian korupsi menurut pasal 2 (1) Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi adalah: Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (duapuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Selain itu dalam Pasal 3 dinyatakan, bahwa setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (duapuluh) tahun dan atau denda paling sedikit 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). (Sundawa, dkk. 2008 : 91) B.

   Kerangka Berpikir

  Kerangka berfikir penelitian ini dapat peneliti uraikan sebagai berikut: kondisi awal sebelum dilaksanakan penelitian tindakan kelas, telah diperoleh gambaran bahwa hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan siswa masih rendah, rendahnya hasil belajar siswa dalam pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan karena kurang optimalnya dalam pembelajaran, penerapan dilakukan dalam proses pembelajaran untuk membuat kelas menjadi hidup dan membuat siswa berperan aktif dan berpkir kritis dalam pembelajaran, maka dilakukan tindakan oleh guru dengan menggunakan metode Examples

  Non Examples .

  Kerangka berfikir Tindakan

  2 . Menyajikan masalah yang

  1. Mencari informasi dari berkaitan dengan kasus berbagai sumber mengenai korupsi dan siswa cara

  Kondisi Hasil

  berkelompok menganalisa kasus korupsi dan

  awal

  dan menemukan ide dan pemberantasannya. argumen dari masalah yang disajikan.

  PTK “Peningkatan berpikir kritis

  • Hasil belajar
  • Berpikir kritis dengan melalui metode siswa rendah

  meningkat

  

Examples Non Examples”

  • Siswa Pasif
  • Siswa Aktif C.

   Asumsi Penelitian

  Asumsi dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2002:64). Asumsi penelitian ini diturunkan berdasarkan cara berfikir kritis, yakni menentukan jawaban sementara atas dasar analisis teori-teori pengetahuan ilmiah yang relevan dengan permasalahan melalui penalaran.

  Asumsi yang dikemukakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Berpikir Kritis siswa kelas VIII C SMP Negeri 2 Kembaran dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada konsep mengidentifikasi kasus korupsi dan upaya pemberantasannya dapat ditingkatkan melalui metode Examples Non Examples.

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PEMBELAJARAN IPS KELAS IV MENGENAL AKTIVITAS EKONOMI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLES NON EXAMPLES DI SDN PEKOREN I PASURUAN

3 18 20

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DENGAN MENGGUNAKAN MODEL EXAMPLES NON EXAMPLES DENGAN MEDIA POSTER DI KELAS IV SEMESTER II SDN TUNGGUL WULUNG 3 MALANG

0 12 25

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE DENGAN MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLES NON EXAMPLES PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU KELAS VIII SMP NEGERI 2 KUTA BARO

0 7 1

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLES NON EXAMPLES DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP PELAKSANAAN DEMOKRASI PADA MATA PELAJARAN PKn DI KELAS VIII SMP NEGERI 2 KETAPANG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

2 23 86

PENINGKATAN MINAT BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLES NON EXAMPLES PADA MATA PELAJARAN PKN DI KELAS VIII.D SMP NEGERI 1 KEDONDONG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

2 14 84

PENINGKATAN MINAT BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLES NON EXAMPLES PADA MATA PELAJARAN PKN DI KELAS VIII.D SMP NEGERI 1 KEDONDONG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 32 82

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR DENGAN MEMANFAATKAN ANEKA SUMBER BELAJAR PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS VII SMP NEGERI 2 PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2012 - 2013

0 10 89

STUDI PERBANDINGAN PENANAMAN NILAI SOSIAL PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF PICTURE AND PICTURE DAN EXAMPLES NON EXAMPLES DENGAN MEMPERHATIKAN MINAT BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP SMP MUHAMMADIY

0 14 105

PENINGKATAN BERPIKIR KRITIS SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

0 6 118

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLES NON EXAMPLES TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA PADA MATERI HIMPUNAN DI KELAS VII SMP NEGERI 12 PALEMBANG -

0 0 21