BAB IV - DOCRPIJM 1504172802RPIJM 2010 Bab IV

BAB IV RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR

4.1 Rencana Pengembangan Permukiman

4.1.1 Petunjuk Umum

  Permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan termpat tinggal atau lingkungan hunian atau termpat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU RI No.4/1992).

  Menurut Sumaatmadja (1981), permukiman atau tempat kediaman penduduk (settlement) diartikan sebagai bagain permukiman yang dihuni manusia dengan segala sarana dan prasarana yang menunjang kehidupan penduduk, yang menjadi satu kesatuan dengan tempat tinggal yang bersangkutan

  Pengembangan permukiman, baik di perkotaan maupun di perdesaan pada hakekatnya adalah mewujudkan konsisi perkotaan dan perdesaan yang layak huni (livable), aman, nyaman, damai, dan sejahtera serta berkelanjutan.

  Permukiman merupakan salah satu kebituhan dasar manusai. Perintah wajib memberikan akses kepada masyarakat untuk dapat memperoleh permukiman ini meliputi pengembangan prasarana dan sarana dasar perkotaan, pengembangan permukiman yang terjangkau, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah, proses enyelenggaraan lahan, pengembangan ekonomi kota, serta penciptaan sosial budaya di perkotaan.

  Perkembangan permukiman hendaknya juga mempertimbagkan aspek-aspek sosial budaya masyarakat setempat, agar pengembangnya dapay sesuai dengan konsidi masyarakat dan alam lingkungannya. Aspek sosial bidaya ini dapat meliputi desain, pola dan struktur , serta bahan material yang dohimlan. Beberapa hal uang perlu diperhatikan dalam pembagunagan permukian diantaranya adalah : 1.

  Peran Kabupaten/ Kota dalam pengembangan wilayaj 2. Rencana pembangan Kabupaten/ Kota 3. Memperhatika kondisi alamiah dan ipologi Kabupaten/ Kota bersangkutan, seperti struktur dan morfologi tanah, topografi

  4. pembangunan dilakukan dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

4.1.2 Profil Pembangunan Permukiman

4.1.2.1 Kondisi Umum

  4.1.2.1.1. Gambaran Umum

  Permukiman perdesaan dalam hal ini pada dasarnya dianalogikan dengan (center-hinterland). Pusat adalah kawasan perkotaan yang dicieikan oleh dominasi kegiatan non pertanian, baik dalam aktivitas ekonomi maupun sosial. Sedangkan hinterla nd adalah kawasan “di luar” kawasan perkotaan. Kawasan yang berada di luar kawasan perkotyaan tersebut, tentunya adalah kawasan perdesaan, dimana kegiatan pertanian sangat dominan.

  Sesuai dengan arahan yang tertuang di dalam RTRWN, sistem permukiman perdesaan dikembangkan sebagai pusat kegiatan kawasan perdesaan atau hinterland. Dengan demikian, dalam konteks Jawa Tengah pengembangan sistem permukiman perdesaan dapat diarahkan kepada hal-hal sebagai berikut: o

  Permukiman perdesaan akan menjadi penyeimbang pertumbuhan pusat dan wilayah belakang, sehingga tidak terjadi kesenjangan yang semakin melebar antara perdesaan dan perkotaan. o

  Permukiman perdesaan diarahkan sebagai media transformasi fungsi perkotaan kepada kawasan Perdesaan. o

  Permukiman perdesaan menjadi pusat distribusi dan koleksi 9pengumpul) sumberdaya yang diperlukan bagi pengembangan wilayah perdesaan. o

  Lebih lanjut pengembangan pusat permukiman perdesaan tertuang dalam RTRW Kabupaten (RTRWK). Di dalam RTRWK tergambar pusat prmukiman perdesaan yang potensial secara fungsional sebagai Desa pusat Pertumbuhan (DPP).

  Jumlah rumah tangga di wilayah studi tahun 2008 sebanyak 352.949 KK. Jumlah rumah tangga paling banyak terdapat di Kecamatan Bayat sebayak 23.144 KK. Sedangkan rumah tangga paling sedikit terdapat di Kecamatan Kebonarum sebanyak 5.626 KK. Sejak tahun 2003 (5 Tahun) telah terjadi peningkatan jumlah KK sebanyak 22.077 KK.

  Dari beberapa kecamtan yang ada, persentase peningkatan jumlah rumah tangga tertinggi terjadi di Kecamatan Bayat dengan peningkatan jumlah rumah tangga sebanyak 7.888 KK. Sedangkan beberapa kecamatan mengalami penurunan jumlah KK. Tetapi terbesar berada di Kecamatan Delanggu, denga penurunan jumlah KK sebanyak 4.992 KK.

  

Tabel IV-1

Kebutuhan Perumahan Di Kabupaten Klaten

NO KABUPATEN PROYEKSI KOEFISIEN PROYEKSI KEBUTUHAN KEBUTUHAN JML. PENDUDUK HUNIAN

  20 Wonosari 62499 4,0 15.625 678

  14 Kalikotes 36975 4,0 9.244 1.503 150

  15 Karanganom 49841 4,0 12.460 1.784 178

  16 Karangdowo 52391 4,0 13.098 1.381 138

  17 Ngawen 44350 4,0 11.087 1.385 139

  18 Polanharjo 46037 4,0 11.509 1.554 155

  19 Tulung 55363 4,0 13.841 1.153 115

  68

  13 Jatinom 57526 4,0 14.382 818

  21 Cawas 65680 4,0 16.420 3.887 389

  22 Trucuk 80101 4,0 20.025 2.135 214

  23 Pedan 48546 4,0 12.137 3.186 319

  24 Bayat 64659 4,0 16.165 5.913 591

  25 Juwiring 62381 4,0 15.595 2.529 253

  26 Delanggu 45001 4,0 11.250 1.500 150

  82

  12 Ceper 64248 4,0 16.062 1.500 150

  IDEAL JUMLAH RUMAH RUMAH 2015 RUMAH 2005 - 2015 PERTAHUN

  98

  1 Prambanan 45762 4,0 11.441 872

  87

  2 Gantiwarno 40917 4,0 10.229 607

  61

  3 Wedi 55713 4,0 13.928 2.368 237

  4 Kebonarum 21510 4,0 5.378 982

  5 Jogonalan 58063 4,0 14.516 1.954 195

  88

  6 Manisrenggo 41710 4,0 10.427 1.213 121

  7 Karangnongko 38511 4,0 9.628 2.026 203

  8 Kemalang 35199 4,0 8.800 146

  15

  9 Klaten Selatan 40603 4,0 10.151 1.094 109

  10 Klaten Tengah 43880 4,0 10.970 1.500 150

  11 Klaten Utara 40788 4,0 10.197 879

  JUMLAH 1.298.254 104 324.565 44.547 4.455 Sumber : Hasil Analisis, 2008

  Kebutuhan fasilitas perumahan di Kabupaten Klaten akan mengikuti perkembangan jumlah penduduk. Besaran tipe rumah pun bervariasi menurut kemampuan pemiliknya. o

  Rumah permanen rumah dilapisi oleh semen dan ubin. o

  Rumah semi permanen Dinding rumah terbuat dari sebagian tembok, sebagian berupa bahan kayu atau bahan bambu, bersifat kokoh dan permanen, lantai rumah dilapisi oleh semen dan ubin. o

  Rumah non permanen Dinding rumah terdiri dari bahan kayu atau bahan bambu, bersifat non permanen, lantai rumah masih berupa tanah atau tanah liat (tidak berlapis semen ataupun ubin).

  Tabel IV .2 Jumlah Rumah Berdasarkan Permanensi Bangunan KONDISI RUMAH JUMLAH NO KECAMATAN PERMANEN SEMI PERMANAN TEMPORER RUMAH

  1 Prambanan 7285 3284 10569

  2 Gantiwarno 8623 555 444 9622

  3 Wedi 8088 2943 529 11560

  4 Kebonarum 4313

  77 6 4396

  5 Jogonalan 11316 846 400 12562

  6 Manisrenggo 4404 886 3924 9214

  7 Karangnongko 6257 1121 224 7602

  8 Kemalang 3568 3296 1790 8654

  9 Klaten Selatan 8878 79 100 9057

  10 Klaten Tengah 11900 538 258 12696

  11 Klaten Utara 8558 760 9318

  12 Ceper 20545 293 131 20969

  13 Jatinom 10397 1384 1783 13564

  14 Kalikotes 7485 186 70 7741

  15 Karanganom 10503 152 21 10676

  16 Karangdowo 8661 2378 678 11717

  17 Ngawen 8487 901 314 9702

  18 Polanharjo 9874

  59 22 9955

  19 Tulung 11402 1286 12688

  20 Wonosari 14074 873 14947

  21 Cawas 10926 1607 12533

  22 Trucuk 14127 1793 1970 17890

  23 Pedan 7006 1616 329 8951

  24 Bayat 8521 2532 4284 15337

  25 Juwiring 11156 1910 13066

  26 Delanggu 13646 3411 17057

  JUMLAH 250000 34766 17277 302043 Sumber : Data Isian Pokjanis 2005, Diolah.

  Pada RTRW Kabupaten Klaten dikatakan bahwa proyeksi kebutuhan rumah di Kabupaten Klaten adalah sebagai berikut: o Pada tahun 2004 jumlah rumah eksisting sebanyak 284.327 unit. o

  Pada tahun 2010 diperkirakan dibutuhkan perumahan sebanyak 290.248 unit. o Sedangkan tahun 2015 memerlukan 295.276 unit rumah.

  Dalam perkembangannya, pembangunan perumahan diarahkan lebih dapat berbentuk kumpulan yang menyebar tidak hanya di kiri-kanan jalan. Sehingga pla linier yang ada sekarang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan pemukiman yang berkembang jauh ke dalam membentuk kantung-kantung dengan memiliki fasilitas dan utilitas pemukiman yang terpadu/komunal. Dengan demikian pemakaian, perawatan dan pemeliharaan infrastruktur yang ada dapat lebih efektif dan efesien.

  Permukiman yang selama ini berkembang di wilayah Kabupaten Klaten lebih bersifat sporadis terutama pada kawasan pedesaan. Sedangkan pada kawasan perkotaan sudah cenderung teratur mengikuti pola jaringan jalan. Rencana permukiman kepadatan tinggi diarahkan pada kawasan perkotaan yang pertumbuhannya relatif lebih pesat (Kota Klaten, Delanggu, Kalikotes, Pedan, Cawas dan Jatinom) diatur agar tidak tumbuh linier tetapi menyebar pada setiap simpul kota Ibukota Kecamatan. Sedangkan permukiman kepadatan rendah diarahkan pada kawasan pedesaan dan kawasan desa-kota (menyebar pada sisi barat dan timur wilayah Klaten) diatur agar dapat mengelompok membentuk pola kegiatan tertentu dan tidak bersifat sporadis. Selain itu perlu dikembangkan pembinaan permukiman agar tidak tercipta lingkungan kumuh pada kawasan perkotaan, sedangkan pada kawasan pedesaan perlu pembinaan budaya pola hidup sehat dan penyedian sarana dan prasarana dasar untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Pengaturan tentang permukiman lebih lanjut akan diatur didalam RP4D (Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman di Daerah).

  Listrik

  7 Karangnongko 6895 707 7602

  13 Jatinom 13539 25 13564

  12 Ceper 20860 109 20969

  11 Klaten Utara 9318 9318

  10 Klaten Tengah 12696 12696

  9 Klaten Selatan 8997 60 9057

  8 Kemalang 8440 214 8654

  6 Manisrenggo 8501 713 9214

  Kebutuhan energi listrik merupakan salah satu kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dalam keperluan sehari-hari masyarakat. Selain sebagai fasilitas penerangan, energi listrik juga dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan perdagangan. Apabila ditinjau dari jumlah desa yang mendapatkan pelayanan listrik, pada saat ini tingkat pelayanan jaringan listrik di Kabupaten Klaten sudah mencapai seluruh pelosok desa. Walaupun mungkin masih ada warga yang patungan untuk pemasangan listrik PLN.

  5 Jogonalan 12562 12562

  4 Kebonarum 4061 335 4396

  3 Wedi 10377 1183 11560

  2 Gantiwarno 7855 1767 9622

  1 Prambanan 9911 658 10569

  Tabel IV.3 Jumlah Rumah Berdasarkan Sumber Penerangan NO KECAMATAN LISTRIK LISTRIK NON JUMLAH PLN PLN

  Hampir seluruh rumah tangga yang ada sudah dapat menikmati fasilitas penerangan listrik dari sumber PLN. Namun demikian, masih ada penduduk yang menggunakan penerangan dari sumber non PLN seperti penerangan petromak, pelita, sentir, dan obor, yaitu hanya sekitar 2.58%. Rumah tangga yang belum mendapatkan aliran listrik terdapat di daerah-daerah pedesaan yang wilayahnya sulit dijangkau, seperti permukiman di Kaki Gunung Merapi.

  14 Kalikotes 7144 597 7741

  15 Karanganom 10676 10676

  25 Juwiring N/A N/A N/A

  Penyediaan permukiman di suatu wilayah harus juga diimbangi dengan penyediaan sarana dan prasarana pendukungnya. Terkonsentrasinya

  Konstruksi jamban harus tidak terjadi perembesan yang dapat mencemari sumber-sumber air (sumur atau sungai). Untuk limbah industri penghasil limbah harus ada pengolahan limbah yang memenuhi standar, yaitu limbah yang dibuang ke lingkungan harus tidak mengganggu lingkungan dan kesehatan.

  Pada tahun 2010 diperkirakan kebutuhan jamban keluarga sebanyak 97.959 unit, jamban komunal dengan standar 4 KK/unit 9.796 unit, dan MCK 11.755 unit untuk tiap 5 KK/unit. Pada tahun 2015 kebutuhan penanganan limbah dan sanitasi diperkirakan meningkat, yaitu jamban keluarga 132.874 unit, jamban komunal 13.287 unit dan MCK 15.945 unit.

  Secara umum penanganan limbah dan sanitasi meliputi limbah dan sanitasi rumah tangga dan industri. Penanganan limbah dan sanitasi perlu dilaksanakan sejak dini agar tidak menyebabkan pencemaran lingkungan (air, udara, estetika) yang akan menggangu kesehatan manusia. Gangguan kesehatan yang akan mudah muncul antara lain muntaber, diare, disentri, malaria, dan juga penyakit degeneratif.

  JUMLAH 294244 7799 302043 Persentase % 97,42 2,58 100 Sumber : Data Isian Pokjanis,2005 Sanitasi

  26 Delanggu 17057 17057

  24 Bayat 15016 321 15337

  16 Karangdowo 11717 11717

  23 Pedan 8875 76 8951

  22 Trucuk 17826 64 17890

  21 Cawas 12051 482 12533

  20 Wonosari 14947 14947

  19 Tulung 12688 12688

  18 Polanharjo 9955 9955

  17 Ngawen 9566 136 9702

4.1.2.1.2. Prasarana dan Sarana Dasar Permukiman

  permukiman di perkotaan memang memudahkan dalam penyediaan sarana dan prasarana. Namun apabila perkembangannya cukup pesat dan tidak terkendali akan melampui daya dukung lahan yang tersedia, sehingga berakibat pada penurunan kualitas lingkungan.

  4.1.2.1.3. Aspek Pendanaan

  Pengembangan perumahan dan permukiman sebagian besar pendanaannya masih bertumpu pada anggaran dari pemerintah, baik APBN, APBD provinsi, maupun APBD Kabupaten Klaten. Hal ini karena pengembangan KTP2D masih relatif dlam tahap pengembangan awal yaitu pada pembangunan fisik yang memerlukan biaya besar. Tetapi dukungan dari pihak swasta/pengembang serta swadaya masyarakat tetap harus ditingalkan sehingga memaksimalkan hasil dari pembangunan itu sendiri.

  4.1.2.1.5. Aspek Kelembagaan Faktor kelembagaan berperan penting dalam pengembangan permukiman.

  Faktor ini berfungsi sebagai pendukung kebijakan oleh karena itu perintah membentuk perum perumnas dan BTN sebagai lembaga pendukung dalam hal penyaluran kredit pemilikan rumah ( KPR ). Saat ini penyediaan perumahan tidak saja dilakukan oleh perum perumnas namun juga oleh developor swasta dengan beragam kelas perumahan sesuai dengan diverivikasi kebutuhan konsumen dari kelas atas hingga kelas bawah. Sebagian kecil masih ada yang dilakukan sendiri oleh masyarakat.

4.1.2.2 Sasaran

  Sasaran pengembangan di Kabupaten Klaten terintegrasi dengan permasalahan dan kendala yang menghambat pelayanan terhadap masyarakat sehingga perlu ada upaya peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana dasar bagi kawasan perumahan/pemukiman, terutama kawasan perumahan sederhana maupun pemukiman masyarakat miskin. Sasaran yang perlu mendapatkan perhatian adalah rehabilitasi/perbaikan terhadap rumah – rumah yang tidak layak huni maupun relokasi permukiman yang berada di daerah rawan bencana.

4.1.3. Permasalahan Pembangunan Permukiman 4.1.3.1. Analisa Permasalahan

  Seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan penduduk wilayah perkotaan, dalam hal ini adalah Kabupaten Klaten akan berdampak pada peningkatan kebutuhan akan permukiman besrta sarana dan prasarana penduduknya, dimana permukiman merupakan kebutuhan dasar ( basic need) penduduk selain sandang dan pangan. dua kelompok makro berdasarkan wilayahnya, yaitu:

  1. Permukiman perkotaan diarahkan untuk membentuk ketergantungan ( interdependency ) dan keterkaitan ( literacy ) antar kota secara hirarkis.

  2. Permukiman perdesaan diarahkan sebagai pusat kegiatan dari kawasan perdesaan atau hinterland Dan secara umum permasalahan yang dihadapi dalam penyediaan permukiman Kabupaten Klaten sendiri adalah sebagai berikut : 1.

  Kesenjangan pembangunan antar perkotaan dan pedesaan sehingga membutuhkan adanya alternative pusat pertumbuhan yang baru,yang akan ditujukan kepada daerah Gemblegan dan Peran serta pengembangan perumahan di desa Gergunung. 2. kebutuhan permukiman terutama bagi masyarakat

  Pemenuhan berpenghasilan rendah.

  3. Rendahnya kualitas lingkungan permukiman, baik ditinjau dari tata letak dan kondisi bangunan maupun ditinjau dari segi kesehatan, keindahan, sosial budaya dan lingkunganhidup.

  4. Penyediaan sarana dan prasarana permukiman yang memadaidan berkelanjutan Sedangkan permasalahan utama dalam pengembangan permukiman di daerah perkotaan Kabupaten Klaten yaitu perkembangan perumahan dan pemukimanyang tidak slum dan squatter dengan kualitas lingkungan terkendali sehingga memunculkan kawasan permukiman yang tidak sehat. Kawasan slum dan squatter ini terdapat di sepadan sungai atau daerah yang tidak sesuai peruntukannya. Sedangkan permasalahan pembangunan permukiman di daerah pedesaan Kabupaten Klaten yaitu adanya kesenjangan dalam penyediaan sarana dan prasarana pendukung permukiman di daerah pedesaan dan pedesaan Kabupaten Klaten yaitu adanya kesenjangan dalam penyediaan sarana prasarana pendukung permukiman antara kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan.

4.1.3.1. Alternatif Pemecahan

  Berdasarkan analisis permasalah yang sudah diuraikan tersebutdi atas, maka alternatif pemecahan masalah pembangunan permukiman di Kabupaten Klaten,yaitu sebagai berikut: 1. Perkembangan dan pembangunan permukiman baru Pembangunan permukiman tersebut dilakukan dengan memperhatikan kawasan rawan bencana yang meliputi kawaan bantaran sungai, bantaran rel

  KA dan jalur tegangan tinggi.

  3. Penyiapan Kawasan Siap Bangun ( Kasiba ) dan Lingkungan Siap Bangunan ( Lisiba ) di kawasan pedesaan untuk pengembangan perumahan dn permukiman, sehingga dapat mengurangi kepadatan bangunan di perkotaan sehingga terjadi peningkatan kualitas hidup masyarakat perdesaan.

  4. Membatasi tingkat kapadatan di pusat –pusat kegiatan dengan cara mengembangkan kawasan hunia bau dengan dukungan PSD yang memadai dan terencana.

  5. Peningkatan kualitas permukiman melalui penyapan rencaana penataan lingkungan/ RP4D dan melalui program penanggulangan kemiskinan berbasi masyarakat dalam program P2KP ( Program Penanggulangan Kemiskinan perktaan ).

  6. Mengidentifikasi lokasi – lokasi kawasan terpilih pusat pengembangan desa ( KTP2D ) di Kabupaten Klaten beserta rencana pengembangannya.

  7. Pengelolaan dan pemeliharaan PSD di permukiman perkotaan dan pembangunan PSD yang memadai di permukiman baru.

4.1.4. Usulan Pembangunan Permukiman 4.1.4.1. Sistem Infrastruktur Permukiman yang Diusulkan

  Pada akhir tahun perencanaan RPIJM Kabupaten Klaten diharapkan telah tersedia permukiman bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang layak huni dengan harga yang terjangkau. Disamping itu juga dibutuhkan kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha.

  Disamping pembangunan permukiman baru untuk masyarakat berpenghasilan rendah, juga dilakukan peningkatan kualitas lingkungan perkotaan terutama di kawasan kumuh dan banturan sungai,maupun kawasan pedesaan terutama di desa tertinggi/miskin. Upaya peningkatan kualitas lingkungan ini dilakukan dengan partisipasi masyarakat.

  

4.1.4.2. Usulan dan Prioritas Program Pembangunan Prasarana dan Sarana

Permukiman

   Penyediaan sarana prasarana pendukung

   Rehabilitasi dan renovasi perumahan dan permukiman rawan genangan sepanjang tahun, kumuh dan bermasalah dalam pola tata letak permukiman.

   Redefinisi melalui Gentrifikasi untuk penangan perumahan dan Permukiman di Bawah Jalur tegangan Tinggi/SUTET

  Kebijakan ini meliputi beberapa program antara lain :

   Implementasi,monitoring dan evaluasi program pembiayaan perumahan bagi MBR.

   Penentuan lokasi dan peserta program yang diprioritaskan  Sosialisasi program pembiayaan perumahan bagi MBR

  Kebijakan ini meliputi beberapa program antara lain :

  

2. Kebijakan pengembangan dan pemantapan pola pembiayaan khusus bagi

masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan memanfaatkan dana pemerinyah dan masyarakat.

   Mengalokasikan subsidi pengelolaan LISIBA dan permukiman baru per tahun melalui APBD

  Program pembnagunan prasarana dan saranan dasar permukiman di Kabupaten Klaten dapat dikelompokkan sebagai berikut :

   Penyiapan lahan dan alokasi dana APBD dalam penunjangan pembangunan

   Penyusunan rencana pembanguna LISIBA dan permukiman baru

  dan Pereng serta pengembangan permukiman baru di Desa Gergunung

   Penentuan lokasi perumahan dan permukiman baru berupa LISIBA Gemblengan

  Kebijakan ini meliputi beberapa program antara lain :

  

1. Kebijakan Pengembangan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman

Baru

  Program pembangunan permukiman perkotaan yang diarahkan untuk penyediaan perumahan guna memenuhi kebutuhan rumah atau tempat tinggal yang ditunjukkan untuk masyarakat berpenghasilan rendah serta peningkatan kualits permukiman perkotaan di lingkungan masyarakat miskin. Program – program pengembangan permukiman di kawasan perkotaan berdasarkan prioritas program, berdasarkan kebijakannya yaitu antara lain :

3. Kebijakan Program peningkatan kualitas perumahan dan permukiman

   Program Preservasi dan Konservasi Kawasan Perumahan dan Permukiman

  lama/bersejarah Program ini meliputi beberapa kegiatan antara lain :

  Penyiapan rencana penataan lingkungan/RP4D sebagai acuan pengembangan

   Peningkatan kualitas lingkungan permukiman bagi warga miskin melalui Program

   Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan ( P@KP )

   Pemfasilitasi Kredit Mikro Perumahankepada Keluarga Berpenghasilan Rendah (

  KBR)

   Pembangunan Infrastruktur Permukiman bagi KBR  Peningkatan kapasitas Pemerintah Darah dan masyarakat melalui kegiatan

  Pelatihan dan pendampingan

  4. Program Pembangunan Infrastruktur Perkotaan

  Program ini meliputi beberapa kegiatan antara lain :

   Pembangunan sarana dan prasarana pendukung permukiman

  Perbaikan sarana dan prasarana pendukung permukiman

   5. Program Penyediaan Air Minum dan Air Bersih

  Program ini berupa kegiatan penyediaan sistem jaringan air minum berbasis masyarakat ( PAMSIMAS ) wilayah perkotaan

  6. Program Pemberdayaan Komonitas Perumahan

  Progarm ini berupa kegiatan memfasilitasi pembangunansarana dan prasarana dasar permukiman yang berbasis masyarakat

  7. Program Perbaikan Perumahan Akibat Bencana Alam

  Program ini berupa kegiatan fasilitas dan stimulasi rehabilitasi rumah akibat bencana alam.

B. PROGRAM PEMBANGUNAN PERMUKIMAN PEDESAAN

  Program pengembangan permukiman pedesaan diarahkan untuk penyediaan perumahan guna memenuhi kebutuhan rumah atau tempat tinggal yang ditunjukkan

  • – untuk masyarakat pedesaan dan peningkatan kualitas permukiman pedesaan. Program program pengembangan permukiman di kawasan perdesaan yaitu dengan Pengembangan kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa ( KTP2D),yaitu meliputi: 1.

  Program Penentuan lokasi KTP2D Program ini meliputi beberapa kegiatan antara lain:

   Identifikasi Lokasi KTP2D ( Kawasan Tepilih Pengembangna Pusat Desa )  Masterplan pengembangan KTP2D

  2. Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan Program ini meliputi beberapa kegiatan antara lain :

   Penataan Lingkungan di Desa Tertinggi 

  Penataan Lingkungan Permukiman Penduduk Pedesaan Program Penyehatan Lingkungan

   Penyuluh mengenai lingkungan sehat kepada masyarakat oleh dinas atau instansi atau terkait tentang pentingnya penyediaaan prasarana pembuangan limbah menusia.

   Pembangunan MCK komunal di kawasan perdesaan Sanimas ( Sanitasi Berbasis Partisipasi Masyarakat).  Peningkatan PSD dan pelayaan persampahan ( penambahan TPS baru )  Peningkatan pelayanan focum truck dan instalasi pengelolaan lumpur tinja.  Penyuluhan 3R (reuse, reduse, recycle), yaitu pemakaian ulang/ kembali,penyusutan sampah dan pemanfaatan sampah.

  4. Program Penyediaan dan Pengelolaan Air Bersih

   Studi penyelidikan geolitrik untuk menyelidiki lapisan tanah guna menetukan daerah untuk pembangunan sumur dalam di daera rawan air bersih.

   Pembuatan sumur dalam dengan cara bekerja sama dengan PDAM di desa rawan air bersih.

   Pembuatan hidrant umum  Pembuatan tandon air/terminal air baru di dekat mata air.

   Program pamsimas ( Penyedian Air minum berbasis partisipasi masyarakat) 4.1.4.3.

   Usulan dan Prioritas Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Permukiman

  Pembiayaan program pembangunan permukiman berasal dari berbagai sumber yaitu anggaran pemerintah ( Kabupaten, Propinsi, dan Pusat ), Investasi pihak swasta serta swadaya masyarakat. Ketiga komponen pembiayaan tersebut diharapkan dapat saling melengkapi dan mendukung pembangunan guna mencapai sasaran yang telah ditetapkan.

  Dari pihak pemerintah, harus dilakukan pengembangan dan perluasan pendapatan daerah meliputi PAD, Dana Perimbangan, Pinjaman daerah dan penerimaan lain – lain yang sah. Sedangkan dari pihak swasta mereka harus dirangsang untuk dapat menggerakkan pengembangan pasar perumahan yang tentu saja hanya dapat berjalan dengan dukunganpemerintah dan bagi masyarakat harus mau dan termotivasi untuk menyediakan sumber – sumber dana swadaya seperti dana masyarakat sendiri, dana tabungan khusus masyarakat, memanfaatkan dana perbankan serta dana subsidi dan juga mendukung kebijakan pemerintah.

4.2. Rencana Investasi Penataan Bangunan dan Lingkungan

4.2.4. Petunjuk Umum 4.2.4.3. Penataan Bangunan

  Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik diperkotaan maupun di pedesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungan.

  Bangunan gedung menurut Undang – undang Nomor 28 tahun 2002 adalah wujud hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagaian atau seluruhnya berada diatas atau di dalam tanah dan atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunia atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.

  Visi penataan bangunan dan lingkungan adalah terwujudnya bangunan gedung dan lingkungan yang layak huni dan berjatidiri, sedangkan misinya adalah : (1) Memperdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib, layak huni, berjati diri, serasi dan selaras, (2) Memperdayakan masyarakat agar mandiri dalam penataan lingkungan yang produkti dan berkelanjutan.

4.2.1.1.1. Permasalahan dan Penataan Bangunan

  Permasalahan dan tantangan dalam penataan bangunan dan lingkungan pada umumnya antara lain : a)

  Permasalahan dan tantangan di Bangunan Gedung meliputi: Kurang ditegakannya aturan keselamatan, keamanan dan

  • kenyamanan bangunan Gedung termasuk pada daerah – daerah rawan bencana.
  • berfungsi dan kurang mendapatkan perhatian.

  Prasaranan dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak

  • daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan.

  Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di

  b) Permasalahan dan tantangan di bidang Gedung dan Bangunan Negara meliputi:

  • persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan.

  Banyaknya bangunan gedung negara yang belum memenuhi

  • tertib dan efisien.

  Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang

  Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.

  c) Permasalahan dan tantangan di bidang Penataan Lingkungan Masih adanya permukiman kumuh di daerah perkotaan.

  • Kurang ada perhatian terhadap permukiman – permukiman
  • tradisional dan bangunan gedung bersejarah, padahal memeliki potensi wisata.
  • ekonomi untuk mendorong pertumbuhan kota.

  Terjadinya degradasi kawasan strategis, walaupun memiliki potensi

  • Sarana lingkungan hijau/open space atau publik space , seperti :

  Sarana olah raga, dll yang kurang mendapatkan perhatian di Kabupaten Klaten.

4.2.1.1.2. Landasan Hukum

  Undang – undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Undang – undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman 4.2.1.2.

   Penataan Lingkungan

  Sasaran kegiatan penataan lingkungan adalah tersedianya panduan rancangan bangunan kawasan tertentu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perwujudan kualitas lingkungan yang layak huni, berjatidiri dan produktif. Program/kegiatan penataan lingkungan sangat diperlukan untuk mengembalikan atau menghidupkan kembali kawasan yang tidak berfungsi atau mengalami penurunan fungsi agar menjadi hidup atau berfungsi kembali. Kawasan Klaten menjadi obyek yang bisa dikembangkan kembali penataan lingkungan, mengingat kawasan tersebut merupakan kawasan yang bernilai historis bagi wara Klaten.

4.2.1.3. Pencapaian Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

  Pencapaian penataan bangunan gedung dan lingkungan di Kabipaten Klaten masih belum optimal, hal tersebut dapat ditunjukkan dengan masih terdapatnya bangunan gedung maupun permukiman yang berada di kawasan lindung, seperti sepadan sungai. Pertumbuhan bangunan dan lingkungan yang tidak terarah disebabkan tekanan pembangunan dengan motif ekonomi. Perkembangan suatu kegiatan dapat menarik pertumbuhan lingkungan baru yang perlu dikendalikan. Program – program yang digunakan untuk meningkatkan kinerja pencapaian target penataan bangunan dan lingkungan adalah kegiatan Evaluasi Rencana detail Tata Ruang Ruang Kota.

4.2.1.4. Kebijakan Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan di Kab. Klaten

  Kebijakan Penetaan Bangunan Gedung dan Lingkungan di Kabupaten/Kota meliputi beberapa strategi pembangunan yaitu:

  1. Dilakukannya upaya penyebaran tingkat konsentrasi aktivitas di perkotaan,dengann mengembangkan pusat pertumbuhan baru sesuai tingkat kebutuhan dan pelayanan aktivitas masyarakat.

  2. Mendukung konsep pembangunan berkelanjutan dan perlunya ditetapkan pentahapan pembangunan yang jelas sesuai dengan urutan prioritas kebutuhannya.

  3. Penataan bangunan dan Lingkungan yang meliputi aspek fisik dan non fisik ( ekonomi, social dan budaya ) sebagai upaya untuk mengarahkan dan mengendalikan perkembangan fungsi

  • – fungsi kegiatan perdagangan dan jasa sehingga sesuai dengan peruntukan dan pemanfaatan ruang yang telah ditentukan dalam RTR Kota Klaten.

  4. Mendukung keberadaan Daerah Sempadan Sungai ( DAS ) sesuai klasifikasinya melalui pembatasan kepadatan penduduk maupun penataan lingkungan permukiman dan pemanfaatannya sebagai green barrier kota.

  5. Mengembangkan potensi – potensi kawasan yang ada, baik potensi fisik maupun non fisik dengan memperhatikan aspek sosial budaya setempat.

  4.2.2. Profil Rinci Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan 4.2.2.1. Gambaran Umum Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

  Berdasarkan hirarki kota yang ada di RTRW Kabupaten Klaten, pusat aktivitas Kabupaten Klaten berada di Kota Klaten mencakup Kecamatan Klaten Utara, Klaten Tengah dan Klaten Selatan yang berfungsi sebagai pusat wilayah ( regional center0 sekaligus sebagai Ibukota Kabupaten Klaten. Kota Klaten secara umum berfungsi sebagai pusat pelayanan pemerintah, sedangkan Kabupaten Klaten.Kota Klaten berfungsi sebagai pusat pendidikan dengan fungsi khusus pusat pertumbuhan SWP. Klaten Tengah berfungsi sebagai pusat pendidikan dengan fungsi khusus sebagai pusat kegiatan industri.

  Dan Klaten Selatan berfungsi sebagai pusat perdagangan dan permukiman dengan fungsi khusus sebagai pusat jasa keuangan dan pemerintahan.

  Konsentrasi kegiatan – kegitan utama pada perkembangannya telah menjadi kawasan strategis yang mengacu pertumbuhan kota. Kawasan- kawasan yang dapat dikatakan sebagai CBD ( Central Bussines District ) adalah Ruas Jalan Pemuda, jalur lingkar dalam kota klaten dan menjadi penggerak utama perkembangan kota. relatif baik. Khusus untuk kantor – kantor pemerintahan dan kawaan perdagangan ( gedung pertokoan ), terdapat beberapa bangunan yang memerlukan rehabilitasi baik ringan maupun sedang. Pada bangunan gedung yang beraa di kawasan koridor utama kurang adanya penyediaan lahan terbuka khususnya untuk parkir sehingga menghambat jalanya transportasi dan menurunkan minat pembeli karena sulitnya mencari tempat parkir.

  Wajah Kota Klaten banyak dihiasi dengan bangunan komersial yang sebenarnya menunjukkan potensi ekonomi yang dipunyai, tetapi maraknya pembangunan fisik tersebut kurang didukung dengaan penataan bangunan yang serasi dengan pemanfaatan bangunan dan lingkungan. Pemanfaatan ruang publik, khususnya jalur pedestrian dan trotoar masih tumpang tindih, propinsi Building Coverage ( BC ) dan Floor Air Ratio (FAR) tidak seimbang sehingga beresiko terhadap keselamatan bangunan dan penghuninya.

4.2.2.2. Kondisi Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

  Penataan bangunan gedung dan lingkungan di kabupaten Klaten terhambat oleh beberapa hal berikut ini, antara lain :

4.2.3. Permasalahan yang di Hadapi 4.2.3.1. Sasaran Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

  Berdasarkan hambatan dalam penataan bangunan gedung dan lingkungan diatas, maka sasaran yanga akan dicapai pemerintah Kabupaten Klaten adalah sebagai berikut :

  1. Tersedianya data base bangunan gedung yang lengkap dan memadai 2.

  Permukiman dan bangunan kuno terawat dalam kondisi baik agar aspek kesehatan terjaga dan nilai arsitektur bangunan gedung dapat dilestarikan.

3. Penataan PKL yang tertib sehingga tidak merusak wajah kota.

  4. Pengelolaan dan pengadaan Ruang Terbuka Hijau ( RTH ) sebagai penyeimbang lingkungan dan menambah estetika kota sehingga kota menjadi nyaman dan sehat.

4.2.3.2. Rumusan Masalah

  Untuk lebih jelasnya permasalahan dan tantangan dalam penataan bangunan dan lingkungan, antara lain :

  1. Permasalahan dan tantangan di bidang Bangunan Gedung Kurang ditegakkanya aturan keslamatan, keamanan. Dan

  • Dari aspek spatial tata bangunan kota Klaten, khususnya pada
  • kawasan perdagangan yang berada pada jalur utama kota memiliki kecenderungan maksimalisasi pemanfaatan ruang untuk kegiatan komersial yang tidak dikendalikan dengan baik sehingga menimbulkan kesemrawutan dan meningkatnya resiko keselamatan.

  2. Permasalahan dan tantangan di bidang Penataan Lingkungan masih adanya permukiman kumuh di kantong – kantong

  • permukiman, seperti di daerah pedesaan yang maih menyatu dengan kandang ternka dan permukiman diperkotaan yang terlalu padat dengan prasarana drainase dan sanitasi yang kurang memadai.
  • PKL yang ada di alun – alun dan sepanjang jalan arteri.

  Kurang diperhatikannya kawasan strategis kota, seperti kawasan

  • lain di Kota Klaten, seperti lapangan olahraga untuk publik, taman bermain, maupun taman kota, tertama di kawasan permikiamn berpenghasilan rendah ( MBR ), disamping itu juga kurangnya pengelolaan jalur di kanan dan kiri jalan, yang mana juga memiliki fungsi sebagai paru-paru kota.

  Kurangnya open space/publik space, sarana olah raga, dan lain –

3. Permasalahan dan tantangan di bidang Pemberdayaan Masyarakat

  di Perkotaan

  • ada

  Kurang perdulinya masyarakat terhadap estetika lingkungan yang

  • ekonomi yang menggunakan ruang public dan mengakibatkan pemandangan atau wajah kota yang semrawut, khususnya di kawasan perdagangan dan jasa.

  Kurangnya partisipasi masyarakat, terutama pelaku kegiatan

4.2.4. Analisis Permasalahan dan Rekomendasi 4.2.4.1. Analisa Kebutuhan Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

  Kebutuhan penataan banguanan gedung dan lingkungan di Kabupaten Klaten mencakup beberapa hal berikut ini, antara lain: Perhatian khusus terhadap kawasan intensif perancangan yaitu:  Kawasan wajah kabupaten Klaten seperti koridor utama Jl.Veteran dan Jl.

  Pemuda,  Kawasan ruang publik seperti alun – alun, terminal bus, area monumen dan gerlarsena serta stadion Trikoyo, Simpul – simpul utama kota, seperti simpul pemuda.

   Kawasan perlindungan setempat seperti DAS/sempadan sungai dan kawasan hutan kota. Ketiga kawasan tersebut memerlukan perhatian khusus karena sangat riskan terhadap resiko perkembangan yang pesat dan tidak terkendali. Perlu disusun dan dilakukan aturan yang jelas sehingga permasalahan yang berpotensi timbul dapat diantisipasi dengan dini

2. Penyusunan regulasi tentang RTBL yang kontinyu

  Regulasi RTBL untuk Kabupaten Klaten perlu disusun karena dengan adanya regulasi dan pelaksanaan dan pengelolaannya maka diharapkan dapat menjadi rambu – rambu bagi semua pihak dalam memelihara dan memanfaatkan ruang 3.

  Implementasinya yang dibarengi dengan monitoring baik dari pemerintah maupan masyarakat secara bersama –sama Penyusunan aturan/regulasi tidak akan bisa maksimal apabila tidak diikuti dengan monitoring pada proses implementasinya. Monitoring yang tepat dilakukan oleh semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat 4.

  Penetaan Sepadan bangunan yang sesuai dengan kaidah yang ada Permukiman dan bangunan di perkotaan yang semakin padat tidak lagi mengindahkan aturan tentang sempadan bangunan. Hal ini berpotensi terhadap munculnya pemandangan kumuh.

  5. Penataan sepadan sungai sesuai aturan keselamatan lingkungan Timbulnya permukiman liar sepanjang sungai perlu diatur demi menjaga keselamatan warga dan kelestarian lingkungan.

4.2.4.2. Rekomendasi

  Berdasarkan analisis kebutuhan Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan di atas, maka rekomendasi yang dapat diajukan meliputi:

  1. Perlu dilakukan pendatan bangunan gedung yang akurat dan digunakan sebagi data base bangunan gedung. Sehingga mudah dalam pengaturannya untuk memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan serta selaras dan serasi dengan lingkungan. Penyediaan anggaran untuk penataan bangunan dan pemenuhan prasarana dan sarana dasar lingkungan sehingga tidak tercipa permukiman dan kawaan kumuh di perkotaan.

  3. Perlu adanya Ruang Terbuka Hijau ( RTH ) sebagai tempat interaksi warga, penyeimbang lingkungan, menambah estetika kota sehingga kota menjadi nyaman dan sehat.

  4. Perlu adanya penataan PKL yang dapat mendukung aktivitas perdagangan dan jasa di Kabupaten Klaten.

  5. Perlu adanya peningkatan partisipasi masyarakat dalam penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan, dengan dilakukan penyuluh maupun pelatihan.

4.2.5. Program yang Diusulkan

  Usulan program dan prioritas program untuk bangunan dan lingkungan antara lain:

A. Kegiatan Pembinaan yang dilakukan antara lain: 1.

  Program Penenganan Sistem Informasi bangunan Gedun dan Arsitektur Program ini diperlukan sebagai langkah awal untuk mengantisipasi perkembangan perkotaan yang semakin pesat sehingga kawasan kumuh bisa terhindarkan. Adapun tahapan kegiatannya meliputi:

  a. Pendataan bangunangedung, untuk dapat memperkiraakan kepadatan kawasan.

  b. Penyususnan sistem informasi bangunana gedung, untuk bias melakukan kontrol pada setiap kegiatan pemeliharaan dan pembuatan pembangunan baru.

2. Program Pengelolaan bangunan Gedung dan Lingkungan

  Program ini diperlukan untuk menjaga kelestarian dan keindahan wajah Kabupaten Klaten. Gedung baru maupun lama tetap harus dimasukkan program pemeliharaan sehingga kondisinya dapat terjaga untuk kurun waktu yang lama dengan

  • – memperhatikan kaidah estetika dan keselamatan lingkungan. Adapun kegiatan kegitannya meliputi :

  a. Investasi Bangunan Gedung dan Rumah Negara, untuk bisa mengetahui seberapa banyak dan bagaimana kondisi dari bangunan yang ada. b. Penataan arsip bangunan Gedung Negara, sebagai file atau recird yang diharapkan bisa mendukung segala kegiatan pebataan bangunan di masa mendatang.

  c. Penyusunan Laporan Pengelolaan Bangunan Gedung dan Lingkungan, untuk mengetahui perkembangan pemeliharaan bangunan di kabupaten Klaten.

  Program – program yang dilakukan antara lain : 1.

  Program Pembangunan Prasarana dan Sarana Peningkatan Lingkungan Permukiman Kumuh

  Permukiman kumuh sering muncul karena kurang menadainya prasarana dan sarana lingkungan yang ada. Genengan – genengan air, limbah yang tidak terkendali mengakibatkan wajah kumuh pada permukiman Kota maupun di sempadan sungai. Maka perlu diantisipasi darti segi penyediaan prasarana dan sarana lingkungan bagi permukiman yang cenderung padat.

  2. Program Penataan Areal Parkir dan PKL di Kawasan Perdagangan dan Jasa PKL yang muncul di kawasan perdagangan dan jasa sudah wajar terjadi, tetapi perlu diperlukan pengaturan khusus oleh pihak berwenang sehingga tidak merusak wajah kota dan mengurangi minat konsumen dalam berbelanja. Regulasi dan tindakan yang jelas serta tugas dapat dijadikan cara untuk bisa mengatur PKL yang terkandung memang tidak mengindahkan peraturan yang ada.

  3. Program Penyusunan Rencana Tata Ruang Bangunan dan Lingkungan RTBL terbaru yang disusun adalah RTBL TAHUN ANGGARAN 2005. Penyusunan regulasi ini perlu dikontrol dan dilakukan secara kontinyu dengan memperhatikan perkembangan Kabupaten dari waktu ke waktu.

  4. Program Bantuan Teknis Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Bantuan teknis pengelolaan Ruang terbuka Hijau perlu dilakukan secara terencana dan kontinyu juga karena dalam pemanfaatannya demi keselamatan lingkungan.

  5. Program Pemberdayaan Masyarakat di Perkotaan Dukungan maksimal dari masyarakat akan sangat membantu pemerintah dalam usaha pengelolaan dan pemeliharaan bangunan kota. Rasa kepemilikan mereka bisa menjadi suatu motivasi yang kuat sehingga kelestarian dapat terjaga. Adapun program pemberdayaannya sendiri perlu diorganisir dengan jelas dan terwadahi dengan sistematis.

  4.2.5.1. Usulan dan Prioritas Program

  Indikasi program ini menggambarkan atau menjelaskan program dan kegiatan yang diperlukan dalam kegiatanpengelolaan IPLT di Ka. Klaten. Ndikasi program ini dapat

  

Tabel IV

  

INDIKASI PROGRAM

Landscape

  4.2.5.2. Usulan dan Prioritas Proyek Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan ....................................

  4.2.5.3. Pembiayaan Proyek Penyediaan Pengelolaan

  Dari Proyek – proyek yang sudah dijelaskan di atas, maka untuk pembiayaan program

  • – program dapat bersumber dari pemerintah pusat ( APBN ), APBD Prop. Jawa Tengah, APBD Kabupaten Klaten, serta investasi pihak swasta

4.3. Rencana Investasi Sub - Bidang Air Limbah

4.3.1. Petunjuk Umum Pengelolaan Air Limbah

  4.3.1.1. Umum