BAB 4 Analisis Sosial Ekonomi dan Lingkungan - DOCRPIJM 927883adea BAB IVMicrosoft Word BAB 4 Analisis Sosial Ekonomi Lingk Akhir

BAB 4 Analisis Sosial Ekonomi dan Lingkungan

4.1 ANALISIS SOSIAL

  Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca pembangunan/ pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutamaan gender. Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek sosial adalah sebagai berikut:

  1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:

 Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan

dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana.

  

 Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di

tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.

  

2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan

bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum:

 Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan

tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak

  

3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional Tahun 2010-2014:

 Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program

pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan infrastruktur dasar.

  

 Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan

partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.

  

4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan Penanggulangan

Kemiskinan

Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan

oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.

  

5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam

Pembangunan Nasional

 Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender

guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing- masing. Pembangunan kewilayahan di Kabupaten Rembang dilakukan dengan permasalahan dan kebutuhan pembangunan yang ada di Kabupaten Rembang, dalam hal ini pembangunan bidang Cipta Karya dengan partisipasi seluruh masyarakat dengan menerapkan visi pembangunan yang tertuang di dalam RPJMD Kabupaten Rembang Tahun 2016 – 2021.

  “Terwujudnya Masyarakat Rembang yang Sejahtera, Melalui Peningkatan Perekonomian dan Sumber Daya Manusia, yang Dilandasi Semangat Kebersamaan, Pemberdayaan Masyarakat dan Kewirausahaan” Berdasarkan Visi Kabupaten Rembang Tahun 2016-2021 tersebut, akan ditempuh melalui tujuh (7) misi pembangunan Kabupaten Rembang Tahun 2016-2021 yaitu sebagai berikut:

1. Mewujudkan pemerintahan yang cepat tanggap, transparan, partisipatif dan berkeadilan sesuai prinsip pemerintahan yang amanah.

  2. Membangun kemandirian ekonomi dan upaya penanggulangan kemiskinan berbasis sumberdaya daerah, maupun pemberdayaan masyarakat,serta terjaminnya kelestarian lingkungan hidup.

  3. Meningkatkan investasi serta mengembangkan pariwisata dan ekonomi kreatif.

  4. Melanjutkan pembangunan infrastruktur yang merata dan berkualitas serta berdimensi kewilayahan.

  5. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan yang terjangkau

  6. Menciptakan stabilitas politik, pemerintahan, sosial, dan mengembangkan budaya lokal serta meningkatkan upaya pengendalian penduduk dan tertib administrasi kependudukan.

  7. Mewujudkan kedaulatan pangan dan kapasitas ekonomi rumah tangga berbasis pertanian dan perikanan.

  Visi dan Misi dalam RPJMD Kabupaten Rembang Tahun 2016 – 2021 agar dapat dijadikan sebagai acuan bagi Pemerintah Kabupaten Rembang dalam kaitannya dengan pembangunan bidang Cipta Karya, sehingga utuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintah Kabupaten Rembang perlu menggandeng pihak lain seperti swasta dan masyarakat. Untuk keterlibatan masyarakat sangat penting dalam mencapai visi dan misi tersebut, dimana masyarakat dapat turut serta dalam proses perencanaan, pelaksanaan, maupun pasca pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya.

4.1.1 Pengarusutamaan Gender

  Pengarusutamaan gender adalah suatu strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender melalui perencanaan dan penerapan kebijakan yang berspektif gender pada organisasi dan institusi. Pengarusutamaan gender merupakan strategi alternatif bagi usaha percepatan tercapainya kesetaraan gender karena nuansa kepekaan gender menjadi salah satu landasan dalam penyusunan dan perumusan strategi, struktur, dan sistem dari suatu organisasi atau institusi, serta menjadi bagian dari nafas budaya di dalamnya. Atau dalam arti lain pengarusutamaan gender adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional Beberapa kegiatan responsif gender bidang Cipta Karya yang sudah berjalan di Kabupaten Rembang meliputi

   Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan,  Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS), dan  Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS). Selama beberapa tahun ini, pengarusutamaan gender yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Rembang dalam keterlibatannya pada setiap proses perencanaan pembangunan bidang cipta karya. Program pengarusutamaan gender yang yang ada di Kabupaten Rembang dilakukan melalui beberapa program sebagai berikut :

  

1. Peningkatan keberdayaan perempuan dan perlindungan anak, dimana pada pada

tahun 2015 nilai indeks pembangunan gender Kabupaten Rembang sebesar 86,30 dan indeks pemberdayaan gender sebesar 70,35.

  

2. Peningkatan Bertambahnya tingkat partisipasi perempuan dalam parlemen

sebesar 20,0 persen

  3. Perempuan sebagai tenaga professional sebesar 45,52 persen

  4. Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

4.1.2 Identifikasi Kebutuhan Penanganan Sosial Pasca Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya

  

Kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya harus memberi manfaat bagi

masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut. Identifikasi manfaat program pembangunan atau kebutuhan penanganan pasca pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya Kabupaten Rembang secara rinci diuraikan dalam tabel berikut :

  

Tabel IV.1.

Identifikasi Kebutuhan Penanganan Aspek Sosial

Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

  No Sektor/Program Tahun Identifikasi Penanganan Aspek Sosial Pasca Pelaksanaan pembangunan Penduduk Yang memanfaatkan

  1. Pengembangan Permukiman

  • Program Pengembangan Perumahan - Perbaikan RTLH
  • Penurunan luasan kawasan kumuh perko
  • Sosialisasi terkait program pengembangan permukiman
  • Pendampingan pelaksanaan kegiatan
  • Pemeliharaan program pembangunan permukiman
  • Peningkatan kapasitas kelembagaan dalam pengelolaan kawasan
  • Perbaikan RTLH Kabupaten Rembang Penduduk kategori miskin dan yang mempunyai rumah tidak layak huni di Kabupaten Rembang
  • >Program Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
  • Program Pengembangan Destinasi Pariwisata - Pembangunan Jalan, jembatan dan jaringan Drainase - Penyusunan
  • Sosialisasi peran aktif masyarakat dalam pemeliharaan program pembangunan
  • Monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap hasil pelaksanaan program
  • peningkatan
  • Terawat dan berfugsinya jaringan jalan dan jaringan drainase di Kab. Rembang - Masyarakat di lingkungan permukiman
  • Masyarakat Kabupaten Rembang secara luas
  • Fasilitasi PAMSIMAS - Pendampingan pelaksanaan kegiatan
  • kelembagaan dalam pengelolaan pengembangan air minum
  • Monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap hasil pelaksanaan program
  • Program Penataan Lingkungan Permukiman - Peningkatan Kualitas Sanitasi - Pembangunan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM)
  • Pembangunan
  • Pendampingan pelaksanaan kegiatan
  • Kelembagaan dalam pengelolaan pengembangan sanitasi lingkungan
  • Monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap hasil pelaksanaan program

  2. Penataan Bangunan dan Lingkungan

  Pengetahuan dan pemahaman masayarakat tentang penataan bangunan dan lingkungan

  3. Pengembangan Air minum

  Masyarakat di lingkungan permukiman

  4. Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman

  IPAL Komunal

  Masyarakat di lingkungan permukiman

  Sumber :Hasil Analisis Penyusun, 2017

4.2 ANALISIS EKONOMI

  Analisis ekonomi dilakukan untuk melihat dampak pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya, mulai pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun pasca pelaksanaan yang dilakukan di Kabupaten Rembang. Beberapa hal yang dibahas dalam analisis ekonomi ini adalah kemiskinan dan dampak pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya terhadap ekonomi lokal masyarakat.

4.2.1. Kemiskinan

a) Indeks Gini

  Koefisien Gini adalah ukuran ketimpangan distribusi. Ukuran ini pertama kali dikembangkan oleh statistisi dan ahli sosiologi Italia bernama Corrado Gini dan dipublikasikan pada tahun 1912 dalam makalahnya berjudul “Variability and Mutability” (dalam bahasa Italia: Variabilità e mutabilità). Koefisien Gini dinyatakan dalam bentuk rasio yang nilainya antara 0 dan 1. Nilai 0 menunjukkan pemerataan yang sempurna di mana semua nilai sama sedangkan nilai 1 menunjukkan ketimpangan yang paling tinggi yaitu satu orang menguasai semuanya sedangkan yang lainnya nihil. Menurut definisinya, koefisien gini adalah perbandingan luas daerah antara kurva lorenz dan garis lurus 45 derajat terhadap luas daerah di bawah garis 45 derajat tersebut.

  Untuk melihat kesenjangan wilayah dapat menggunakan rasio gini. Nilai gini ratio berkisar antara 0 dan 1, jika:  G < 0,3 → ketimpangan rendah  0,3 ≤ G ≤ 0,5 → ketimpangan sedang  G > 0,5 → ketimpangan tinggi Pada tahun 2015, rasio gini Provinsi Jawa Tengah sebesar 0,38. Angka tersebut menunjukkan bahwa kesenjangan wilayah di Provinsi Jawa Tengah termasuk dalam klasifikasi ketimpangan sedang. Sedangkan nilai rasio gini Kabupaten Rembang tahun 2015 sebesar 0,33, sehingga ketimpangan Kabupaten Rembang termasuk sedang. Nilai indeks gini di Kabupaten Rembang ini setiap tahunnya mengalami kenaikan dan penurunan, namun jika dilihat nilai indeks gini Kabupaten Rembang 10 tahun terakhir (2006 sd 2015) terlihat memiliki tren peningkatan nilai indeks gini di Kabupaten Rembang, hal ini ditunjukkan dengan peningkatan nilai indeks gini Kabupaten Rembang pada tahun 2005 sebesar 0,2 (ketimpangan rendah) menjadi naik pada tahun

  2015 yaitu menjadi 0,33 atau masuk kedalam ketimpangan sedang. Lebih jelasnya mengenai kesenjangan wilayah di Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Rembang dapat diamati pada tabel di bawah ini: Tabel IV.2.

  Indeks Gini Kabupaten Rembang dan Jawa Tengah Tahun 2006-2014 Tahun Wilayah 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

  Provinsi Jawa Tengah 0,25 0,27 0,25 0,3 0,32 0,34 0,38 0,38 0,39 0,38 Kabupaten Rembang 0,2 0,2 0,2 0,31 0,21 0,19 0,27 0,33 0,32 0,33 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Rembang, 2016 Gambar 4.1.

  Grafik Indek Gini Kabupaten Rembang Terhadap Jawa Tengah

b) Kemiskinan

  Tingkat kemiskinan adalah salah satu indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan yang secara umum bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kondisi kemiskinan suatu wilayah selain dapat dilihat dari jumlah penduduk miskin juga dapat dilihat dari indeks kedalaman kemiskinan (P1) yang menggambarkan rata-rata selisih pendapatan rumah tangga miskin dari garis kemiskinan di wilayah tersebut. Disamping itu juga dilihat dari indeks keparahan kemiskinan (P2) yang menggambarkan rata-rata ketimpangan pendapatan

  

antar rumah tangga miskin. Semakin kecil nilai P1 dan P2 memberikan gambaran

keadaan yang lebih baik.

  

Tabel IV.3.

Kondisi Kemiskinan di Kabupaten Rembang Tahun 2010-2016

  No

  Indikator 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

  1 Jumlah Penduduk Miskin (jiwa) 138.500 140.400 129.900 128.000 120.000 119.110 115.490 23,4 23,71 21,88 20,97 19,5 19,28

  2 Persentase Penduduk Miskin 18,54

  3,5 2,86 2,76 3,4 2,9 3,47

  3 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) 3,28

  0,83 0,58 0,6 0,88 0,65 0,99

  4 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) 0,85

  5 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan) 217.846 240.859 261.156 284.160 299.503 314.596 338.986

  Sumber : BPS Kabupaten Rembang, 2016

Gambar 4.2.

  

Grafik Perkembangan Prosentase Penduduk Miskin Di Kabupaten Rembang

Penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di

Kabupaten Rembang pada tahun 2016 berjumlah 115,49 ribu orang atau 18,54 persen

dari total penduduk, menurun sebanyak 362 orang (0,30 persen) jika dibandingkan

dengan penduduk miskin pada 2015 yang jumlahnya 119,11 ribu orang (19,28 persen).

  Persentase penduduk miskin Kabupaten Rembang (18,54 persen) pada tahun

2016 berada di peringkat 5 (lima) tertinggi dari 35 kabupaten/kota se-Propinsi Jawa

Tengah. Yang tertinggi adalah Kabupaten Wonosobo (20,53 persen), sedangkan yang terendah adalah Kota Semarang (4,85 persen). Untuk Propinsi Jawa Tengah sendiri, persentase penduduk miskin tahun 2016 sebesar 13,27 persen, menurun dari tahun sebelumnya (13,58 persen). Di wilayah eks-Karesidenan Pati, persentase penduduk miskin Kabupaten Rembang merupakan yang tertinggi. Sedangkan yang terendah adalah Kabupaten Kudus (7,65 persen).

  Tabel IV.4. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin se-Eks Karesidenan Pati, Tahun 2015-2016 Jml Pddk Persentase Jml Pddk Persentase Kabupaten Miskin Penduduk Miskin (ribu Penduduk (ribu org) Miskin org) Miskin

  Kab. Blora 15,05 13,52 113,94 13,33 Kab. Rembang 119,11 19,28 115,49 18,54 Kab. Pati 147,05 11,95 144,2 11,65 Kab. Kudus 64,1 7,73 64,19 7,65 Kab. Jepara 100,61 8,5 100,32 8,35 Garis Kemiskinan Kabupaten Rembang kondisi tahun 2016 sebesar Rp.

  338.986,- per kapita per bulan, meningkat jika dibandingkan tahun 2015 yang besarnya Rp. 314.596,- per kapita per bulan.

  Pada periode tahun 2015-2016, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Kabupaten Rembang turun dari 3,47 pada tahun 2015 menjadi 3,28 pada tahun 2016. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin tahun 2016 cenderung semakin mendekati Garis Kemiskinan dibandingkan tahun 2015, yang berarti tingkat perekonomian penduduk miskin Kabupaten Rembang pada tahun 2016 lebih baik dibandingkan tahun 2015. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) juga mengalami penurunan dari 0,99 menjadi 0,85 pada periode yang sama, mengindikasikan ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin semakin menyempit selama setahun terakhir.

4.2.2. Dampak Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya Terhadap Ekonomi Lokal Masyarakat

  Program investasi jangka menengah bidang cipta karya ini dilakukan dengan tujuan untuk perencanaan, pembangunan infrastruktur di Kabupaten Rembang dan diharapkan dapat memberi manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk bidang cipta karya terhadap ekonomi masyarakat lokal adalah :

  a. Pengembangan Kawasan Permukiman

 Berkurangnya luasan permukiman kumuh di Kabupaten Rembang berdampak

kepada tertatanya permukiman yang ada, dan dapat menjadikan kawasan permukiman yang layak huni bagi penduduknya

 Peningkatan aksesilibitas kawasan dan kualitas permukiman kumuh perkotaan

dapat berdampak pada peningkatan ekonomi lokal, yaitu kelancaran arus barang dan jasa sehingga ikut meningkatkan perekonomian warga masyarakat

 Pengembangan program Perbaikan RTLH memberikan dampak pada

peningkatan kualitas hidup masyarakat, sehingga dapat mempengaruhi kinerja masyarakat dalam meningkatkan kualitas hidupnya melalui usaha-usaha untuk perbaikan permukiman.

  b. Penataan Bangunan dan Lingkungan

 Peningkatan kualitas dan kuantitas ruang terbuka hijau berdampak pada

peningkatan kualitas lingkungan. Kualitas lingkungan yang meningkat berakibat pada peningkatan derajad kesehatan masyarakat sehingga kompetensi masyarakat untuk memperbaiki taraf kehidupan juga ikut mengalami peningkatan.

  

 Peningkatan kondisi jaringan jalan dan jembatan yang baik di Kabupaten Rembang dapat berdampak terhadap kemudahan akses dan distribsi barang jasa,

sehingga akan memberikan dampak kepada penduduk Kabupaten Rembang

 Penataan kawasan strategis dan permukiman di Kabupaten Rembang sekaligus dapat memberikan manfaat kepada masyarakat berupa kemudahan dalam memperoleh pelayanan publik dan dapat meningkatkan kualitas permukiman masyarakat.

  c. Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)

 Program pengembangan air minum yang layak dan berkelanjutan berpengaruh

dapat meningkatkan perekonomian masyarakat yaitu mendukung usaha-usaha yang dilakukan masyarakat dalam menjalankan usahanya, misalnya industri rumah tangga yang membutuhkan air yang layak.

  d. Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman

 Pengembangan program pengelolaan air limbah berdampak pada peningkatan

kualitas lingkungan yang berpengaruh pada penigkatan derajad kesehatan masyarakat sehingga kinerja masyarakat dalam pengusahakan kesejahteraannya juga ikut meningkat.

  

 Pembangunan TPA dan IPLT berdampak pada peningkatan pengelolaan air

limbah di Kabupaten Rembang sehingga berpengaruh pada derajad kesehatan masyarakat dan peningkatan kualitas lingkungan

 Pengembangan program perbaikan dan pembangunan drainase berdampak pada

terbebasnya kawasan dari genangan air atau banjir, sehingga aktivitas ekonomi dapat berjalan lancar.

  

 Pengembangan program 3R dapat berpengaruh pada peningkatan perekonomian

masyarakat yang ada di Kabupaten Rembang sehingga akan terjadi proses awal sampah dari sumbernya dan pada tahap awal sehingga sampah yang dihasilkan oleh penduduk akan berkurang jumlahnya serta hasil dari kegiatan 3R pengolahan sampah menjadi barang yang memiliki manfaat dan dapat dijual sehingga pendapatan masyarakat meningkat dan juga berpengaruh pada pengurangan volume sampah yang masuk ke TPA sehingga memperpanjang umur TPA.

4.3 ANALISIS LINGKUNGAN

  Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya oleh Pemerintah Kabupaten Rembang telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:

  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup KLHS tercantum dalam UU RI No 32 Tahun 2009, sebagai berikut: 1). Pasal 14

  Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan terdiri atas:

  a. KLHS;

  b. Tata Ruang;

  c. Baku Mutu Lingkungan Hidup;

  e. AMDAL;

  f. UKL-UPL;

  g. Perizinan;

  h. Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup; i. Peraturan Perundang-undangan Berbasis Lingkungan Hidup; j. Anggaran Berbasis Lingkungan Hidup; k. Analisis Risiko Lingkungan Hidup; l. Audit Lingkungan Hidup; dan m. Instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan. 2). Pa sal 15

  (1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk

  memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.

  (2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melaksanakan KLHS sebagaimana

  dimaksud pada ayat (1) ke dalam penyusunan atau evaluasi:

  a. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya, Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota; dan b. Kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup.

  (3) KLHS dilaksanakan dengan mekanisme:

  a. Pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah; b. Perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program; dan c. Rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan, berkelanjutan.

  3). Pasal 17

  (1) Hasil KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) menjadi dasar

  bagi kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan dalam suatu wilayah.

  (2)

  Apabila hasil KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa daya dukung dan daya tampung sudah terlampaui.

  a. Kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan tersebut wajib diperbaiki sesuai dengan rekomendasi KLHS; dan b. Segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tidak diperbolehkan lagi. 4). Pasal 18

  (1) KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan KLHS diatur dalam Peraturan Pemerintah.

  5). Pasal 19 ayat 1

  (1)

  Untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada KLHS. Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu :

1. Pemerintah Pusat a. Menetapkan kebijakan nasional.

  b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.

  c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.

  

d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

hidup.

  f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.

  g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.

  h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat.

  j. Menetapkan standar pelayanan minimal.

2. Pemerintah Provinsi a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.

  b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.

  

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

  d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kota.

  e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

  f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kota di bidang program dan kegiatan.

  g. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

3. Pemerintah Kabupaten a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten.

  b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten.

  

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

  d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup. e. Melaksanakan standar pelayanan minimal

Sedangkan dalam Pedoman Penyusunan RPIJM Bidang Ciptakarya dalam UU No

  

32 Tahun 2009 mengamanatkan bahwa “Instrumen pencegahan pencemaran

dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan

Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan

Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan

Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup

(SPPLH)” Umum Kajian Lingkungan Strategis

KLHS dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 9 Tahun 2011 Tentang

Pedoman Umum Kajian Lingkungan Strategis sebagai berikut: 1). Pasal 1

  Pedoman umum kajian lingkungan hidup strategis dimaksudkan sebagai acuan dalam pelaksanaan kajian lingkungan hidup strategis bagi para pembuat kebijakan, rencana dan/atau program baik sektoral maupun kewilayahan. 2). Pasal 2 Pedoman umum kajian lingkungan hidup strategis sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. 3). Pasal 4 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Negaran

  Lingkungan Hidup Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Sedangkan dalam Pedoman Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya dalam Menteri

Lingkungan Hidup Nomor 9 Tahun 2011 mengamanatkan bahwa “dalam

penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk

menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar

dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan”.

3. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.

  Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu: a. Proyek wajib AMDAL

  b. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL

  c. Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen AMDAL adalah sebagai berikut: Tabel IV.5.

  Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL No Jenis Kegiatan Skala/Besaran

  A. Persampahan

  a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dg sistem Control landfill/ sanitary landfill ≥ 10 ha

   luas kawasan TPA, atau ≥ 100.000 ton

   Kapasitas Total

  b. TPA di daerah pasang surut: semua  luas landfill, atau kapasitas/besaran  Kapasitas Total

  c. Pembangunan transfer station: ≥ 500 ton/hari

   Kapasitas

  d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah terpadu: ≥ 500 ton/hari

   Kapasitas

  e. Pengolahan dengan insinerator: semua kapasitas  Kapasitas

  f. Composting Plant: ≥ 500 ton/hari

   Kapasitas

  g. Transportasi sampah dengan kereta api: ≥ 500 ton/hari

   Kapasitas B.

  Pembangunan Perumahan/Permukiman

  ≥ 25 ha

  a. Kota metropolitan, luas ≥ 50 ha

  b. Kota besar, luas ≥ 100 ha

  c. Kota sedang dan kecil, luas ≥ 2.000 ha

  d. keperluan settlement transmigrasi a. Kota besar/metropolitan, panjang ≥ 5 km

  b. Kota sedang, panjang ≥ 10 km

  b. Pembangunan IPAL limbah domestik, termasuk fasilitas penunjangnya  Luas, atau  Kapasitasnya ≥ 3 ha/hari ≥ 2,4 ton

  Jaringan Air Bersih Di Kota Besar/Metropolitan

  E

  b. Pembangunan jaringan transmisi  Panjang

  Pembangunan Saluran Drainase (Primer dan/atau sekunder) di permukiman

  /hari D

  3

  ≥ 500 ha ≥ 16.000 m

  c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah  Luas layanan, atau  Debit air limbah

  /hari

  ≥ 500 ha

  3

  a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas penunjang  Luas, atau  Kapasitasnya ≥ 2 ha ≥ 11 m

  Air Limbah Domestik

  C

  No Jenis Kegiatan Skala/Besaran

  ≥ 10 km

  Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi dokumen AMDAL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen

  AMDAL tetapi wajib dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL. Jenis kegiatan bidang Cipta karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tercermin dalam tabel di bawah ini: Tabel IV.6.

  Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL No Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya

  a. Pembangunan jaringan distribusi  Luas layanan

1 Persampahan

  Kapasitas total < 10.000 ton

  a. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan sistem controlled landfill atau sanitary landfill termasuk instansi penunjang:

  • Luas kawasan, atau < 10 Ha •

  b. TPA daerah pasang surut

  • Luas landfill, atau < 5 Ha • Kapasitas total < 5.000 ton

  c. Pembangunan Transfer Station

  • Kapasitas < 1.000 ton/hari

  d. Pembangunan Instalasi/Pengolahan Sampah Terpadu

  • Kapasitas < 500 ton

  e. Pembangunan Incenerator

  • Kapasitas < 500 ton/hari

  f. Pembangunan Instansi Pembuatan Kompos

  • Kapasitas > 50 s.d. < 100 ton/ha

  No Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya

2 Air Limbah

  • Luas < 2 ha
  • Atau kapasitas < 11 m

  /hari

  3

  a. Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) termasuk fasilitas penunjang

  Domestik / Permukiman

b. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

  • Luas < 3 ha
  • Atau bahan organik < 2,4 ton/hari
  • Luas < 500 ha
  • Atau debit air limbah < 16.000 m

  /hari

3 Drainase Permukaan

  • Panjang < 5 km
  • Luas kolam retensi/polder (1 – 5) ha

4 Air Minum

  b. Pembangunan jaringan pipa transmisi

  e. Pengambilan air tanah dalam (debit) untuk kebutuhan:

  d. Pembangunan Instalasi Pengolahan air lengkap

  c. Pengambilan air baku dari sungai, danau sumber air permukaan lainnya (debit)

  a. Pembangunan jaringan distribusi:

  b. Pembangunan kolam retensi/polder di area/kawasan pemukiman

  a. Pembangunan saluran primer dan sekunder

  Perkotaan

  3

  c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah (sewerage/offsite sanitation system) diperkotaan/permukiman

  • luas layanan : 100 ha s.d. < 500 ha
  • Metropolitan/besar, Panjang: 5 s.d <10 km
  • Sedang/kecil, Panjang: 8 s.d. M 10 km
  • Pedesaan, Panjang : -

  • Sungai danau : 50 lps s.d. < 250 lps
  • Mata air : 2,5 lps s.d. < 250 lps

  • Debit : > 50 lps s.d. < 100 lps

  • Pelayanan masyarakat oleh penyelenggara
  • Kegiatan lain dengan tujuan komersil: 1,0 lps - < 50 lps

5 Pembangunan

a. Pembangunan bangunan gedung di atas/bawah tanah:

  2 s.d.

  s.d. 10.000 m

  Gedung

  2

  s.d. 10.000 m

  2

  2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5.000 m

  2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura,

  2 .

  2

  10.000 m

  1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5.000 m

  Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL b. Pembangunan bangunan gedung di bawah tanah yang melintasi prasarana dan atau sarana umum:

  4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri

  2

  s.d. 10.000 m

  2

  3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5.000 m

  2

  1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5.000 m

  No Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya

  2 bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5.000 m s.d.

  2

  10.000 m 3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan bangunan gedung pelayanan umum :

  2

  2

  5.000 m s.d. 10.000 m 4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri

  Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL

c. Pembangunan bangunan gedung di bawah atau di atas air:

  1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5.000

  2

  2

  m s.d. 10.000 m 2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura,

  2 bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5.000 m s.d.

  2

  10.000 m 3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan bangunan gedung pelayanan umum :

  2

  2

  5.000 m s.d. 10.000 m 4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri

  Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL

  6 Permukiman Sederhana untuk masyarakat

  Pengembangan

  a. Kawasan berpenghasilan rendah (MBR), misalnya PNS, TNI/POLRI,

  kawasan

  buruh/pekerja;

  Permukiman baru

   Jumlah hunian: < 500 unit rumah;  Luas kawasan: < 10 ha

  b. Pengembangan kawasan permukiman baru sebagai pusat kegiatan sosial ekonomi lokal pedesaan (Kota Terpadu Mandiri KTM eks transmigrasi, fasilitas pelintas batas PPLB di perbatasan);  Jumlah hunian: < 500 unit rumah;  Luas kawasan: < 10 ha

c. Pengembangan kawasan permukiman baru dengan pendekatan

  Kasiba/Lisiba (Kawasan Siap Bangun/ Lingkungan Siap Bangun)  Jumlah hunian: < 500 unit rumah;  Luas kawasan: < 10 ha

7 Peningkatan

  a. Penanganan kawasan kumuh di perkotaan dengan pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar (basic need) pelayanan

  Kualitas

  infrastruktur, tanpa pemindahan penduduk;

  Permukiman

   Luas kawasan: < 10 ha

  b. Pembangunan kawasan tertinggal, terpencil, kawasan perbatasan, dan pulau-pulau kecil;  Luas kawasan: < 10 ha

  c. Pengembangan kawasan perdesaan untuk meningkatkan ekonomi lokal (penanganan kawasan agropolitan, kawasan terpilih pusat pertumbuhan desa KTP2D, desa pusat pertumbuhan DPP).

  Luas kawasan: < 10 ha

  No Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya

8 Penanganan

  a. Penanganan menyeluruh terhadap kawasan kumuh berat di perkotaan metropolitan yang dilakukan dengan pendekatan

  Kawasan

  peremajaan kota (urban renewal), disertai dengan pemindahan

  Kumuh Perkotaan

  penduduk, dan dapat dikombinasikan dengan penyediaan bangunan rumah susun  Luas kawasan: < 5 ha

  Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008 Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen

  

UKL-UPL tetapi wajib dilengkapi dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan

dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH).

A. Tahap I : Penapisan (Screening)

  Secara singkat tabulasi identifikasi uji penapisan KLHS bagi suatu kebijakan, rencana, dan/atau program RPIJM sebagai berikut :

Tabel IV.7.

Kriteria Penapisan Usulan Program/ Kegiatan Bidang Cipta Karya Penilaian No Kriteria Penapisan Uraian Pertimbangan Kesimpulan * (Signifikan/Tidak)

  Signifikan

  1. Perubahan Iklim Usulan kegiatan RPIJM merupakan suatu upaya mengantisipasi perubahan iklim, seperti penyediaan air minum pada daerah sulit air maupun kekeringan

  Signifikan Program pembangunan drainase merupakan upaya untuk mengurangi dampak genangan dan sekaligus adanya lubang bio pori merupakan upaya meresapkan air ke dalam tanah sebagai upaya penyimpanan air dalam tanah Program penyediaan air Signifikan

  2. Kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati melalui pelestarian kawasan waduk atau embung merupakan

  Penilaian No Kriteria Penapisan Uraian Pertimbangan Kesimpulan (Signifikan/Tidak) *

  salah satu upaya menjaga menjaga keanekaragaman hayati dan degradasi lingkungan Program Sarana dan Program Sarana dan Prasarana Prasarana pada pada kawasan Cagar Budaya di Permukiman Kabupaten Rembang Tradisional dan berpengaruh signifikan terhadap Bersejarah, meliputi perlindungan dan pengelolaan kawasan cagar budaya lingkungan hidup. yang tersebar di Kabupaten Rembang berupa bangunan Cagar Budaya. Secara identifikasi awal signifikan memberikan pengaruh terhadap kemerosotan kawasan tradisional dan bersejarah jika pembangunan yang dilakukan mengabaikan ketentuan zona perlindungan cagar budaya tersebut. Program-program Signifikan

  3. Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, dalam kegiatan kekeringan, dan/atau kebakaran hutan penanganan kumuh dan lahan, bertumpu pada kriteria- kriteria upaya penanganan bencana banjir, lonngsor, kekeringan dan kebakaran

  Signifikan

  4. Penurunan mutu dan kelimpahan sumber Beberapa program daya alam sudah memperhatikan aspek pencegahan penurunan mutu sumber daya alam Secara identifikasi Program pembangunan

  5. Peningkatan alih fungsi kawasan hutan awal, program dan/atau lahan

  Permukiman di Kabupaten pembangunan Rembang signifikan permukiman di berpengaruh terhadap

  Kabupaten Rembang perlindungan dan pengelolaan akan memberikan pengaruh terhadap

  Penilaian No Kriteria Penapisan Uraian Pertimbangan Kesimpulan (Signifikan/Tidak) * peningkatan alih fungsi lingkungan hidup.

  lahan dari lahan non terbangun menjadi terbangun sebagai kawasan permukiman. Program dalam Signifikan

  6. Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penyediaan perumahan penghidupan sekelompok masyarakat dan penanganan kawasan kumuh memperhatikan aspek keberpihakan kepada masyarakat berpenghasilan rendah dan keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat Program sanitasi dan air Signifikan

  7. Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia minum merupakan upaya peningkatan kesehatan dan meningkatkan keselamatan manusia. Program penuntasan kumuh juga salah satu upaya meningkatkan kesehatan dan keselamatan manusia melalui peningkatan akses terhadap pelayanan prasarana lingkungan permukiman.

   didukung data dan informasi yang menjelaskan apakah kebijakan, rencana dan/atau

  program yang ditapis menimbulkan risiko/dampak terhadap lingkungan hidup

B. Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan

  Jika melalui proses penapisan di atas tidak teridentifikasi bahwa

rencana/program dalam RPIJM tidak berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas

maka berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No. 9/2011 tentang Pedoman Umum

KLHS, Tim Satgas RPIJM Kabupaten Rembang. dapat menyertakan Surat Pernyataan

bahwa KLHS tidak perlu dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPIJM dengan persetujuan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Rembang, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPIJM.

  Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka Satgas RPIJM didukung Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Rembang dapat menyusun KLHS dengan tahapan sebagai berikut:

  

a. Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah

Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut: (1) Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya Tabel IV.8.

  Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya Kabupaten Rembang Masyarakat dan Contoh Lembaga Pemangku Kepeningan

  Pembuat keputusan

  a. Bupati Kabupaten Rembang

  b. DPRD Kabupaten Rembang Penyusun kebijakan,

  BAPPEDA Kabupaten Rembang rencana dan/atau program a. Dinas PUPR Kabupaten Rembang

  b. Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Rembang

  c. Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman