Peningkatan Mutu PTM adalah Tuntutan

Peningkatan Mutu PTM adalah Tuntutan
Dewasa ini tuntutan masyarakat untuk peningkatan mutu pendidikan tinggi
dirasakan semakin besar. Pemakai lulusan, orang tua, pemerintah, masyarakat
industri dan dunia kerja mengharapkan system perguruan tinggi yang mampu
memenuhi tuntutan produk dan jasa yang berkualitas. Karenanya tidaklah salah
jika Ketua PP Muhammadiyah Prof Dr HA Syafii Maarif meminta peserta Rapat
Kerja Terbatas Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) untuk bisa
meningkatkan kualitas bahkan jika perlu menghentikan lebih dulu pendirian PTM
baru.
Menurut Prof Dr H Sukamto MSc (Direktur Pembinaan Pendidikan Tenaga
Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi Ditjen Dikti Depdiknas),
peningkatan mutu sangat diperlukan berbagai pihak. Pengguna, berkepentingan
untuk memperoleh produk (lulusan) yang bermutu; Peserta Didik, berkpentingan
untuk memperoleh kemampuan dan ketrampilan melalui layanan jasa pendidikan
yang bermutu; Pemerintah, berkepentingan agar investasi dan dana operasional
yang diberikan (baik bersumber dari pemerintah maupun masyarakat)
mendapatkan hasil yang sepadan (cost effective); Staf Pengajar, berkepentingan
untuk memperoleh penghasilan yang memadai, karier yang menjanjikan dan
kepuasan kerja yang tinggi; Relasi/Rekanan, berkepentingan untuk memantapkan
dan mengembangkan peluang bisnis yang menguntungkan; dan Masyarakat,
berkepentingan

untuk
melihat
penyelenggaraan
pendidikan
yang
bertanggungjawab dan memenuhi kebutuhan pembangunan.
Ada 10 standar manajemen program pendidikan tinggi yang bisa dipakai dalam
menilai mutu perguruan tinggi, termasuk PTM. Kesepuluh hal tersebut, menurut
Prof Dr H Sukamto dalam Raker tersebut, adalah: Pertama, Penerapan
manajemen strategis, baku mutunya Institusi menyelenggarakan program
pendidikan dengan menerapkan proses manajemen strategi secara efektif (ada
kejelasan arah dan tujuan – visi dan misi – serta cara mencapainya); Kedua, Fokus
terhadap klien dan stakeholders, baku mutunya Produk dan jasa yang dihasilkan
oleh institusi penyelenggara program studi semata-mata dijabarkan dari kebutuhan
dan harapan klien dan para stakeholders; Ketiga, Desain/perencanaan program
akademik bersifat komprehensif, baku mutunya Adanya proses desain,
pengembangan dan penilaian program pendidikan yang memadai dan cukup
ketat/komprehensif untuk menjamin terpenuhinya persyaratan akreditasi,
kebutuhan mahasiswa, dan masyarakat; Keempat, Pelaksanaan program
pendidikan tinggi, baku mutunya Penyelenggaraan program pendidikan

memenuhi kebutuhan dan interaksi kepentingan pihak-pihak terkait (internal dan
eksternal); Kelima, Pengakuan kompetensi (akademik atau profesional), baku
mutunya Setiap mahasiswa berkesempatan untuk dinilai aspek pengalaman,
pendidikan dan pelatihannya dikaitkan dengan tingkat pencapaian kompetensi
(akademik maupun profesional) untuk mendapatkan pengakuan formal (reputasi,
sertifikasi, lisensi).
Keenam, Manajemen sumberdaya akademik (personel), baku mutunya Institusi
merekrut, mengelola dan menyediakan fasilitas pengembangan profesional bagi
staf dosen sehingga kompetensi mereka memenuhi standar kebutuhan dan

menunjang pengembangan institusi; Ketujuh, Manajemen kegiatan instruksional,
baku mutunya, Penyelenggaraan kegiatan instruksional memperhatikan prinsipprinsip pembelajaran orang dewasa, berasaskan pendidikan berkelanjutan
(continuing education), serta dikelola secara efektif dan efisien; Kedelapan,
Manajemen sarana dan fasilitas, baku mutunya Penyelenggaraan program
memanfaatkan secara optimal aset fasilitas dan sarana yang tersedia untuk
menunjang pembelajaran; Kesembilan, Manajemen administrasi keuangan, baku
mutunya Penyelenggaraan program menggali sumberdana dari berbagai sumber
yang legal, dan memanfaatkannya secara efisien dan cost effective untuk
mencapai tujuan pendidikan tinggi; Kesepuluh, Kinerja kelembagaan, baku
mutunya Penelenggaraan program memanfaatkan informasi kinerja kelembagaan

yang terkait dengan produk lulusan dan jasa layanan pendidikan, dengan kapasitas
untuk mengembangkan layanan institusi secara berkelanjutan.
Soekamto menegaskan, setiap rumusan baku mutu standar manajemen ini
kemudian dijabarkan dalam suatu lembar baku mutu yang berfungsi sebagai SOP
(standard operating procedures) yang memuat rasional, assesmen, kriteria dan
indikator, dan bentuk serta intensitas keterlibatan unit-unit kerja yang terkait.
Harus diingat bahwa setiap komponen manajemen tersebut harus memiliki buil-in
flexibility (keluwesan) untuk memberi keleluasan perubahan dan pengembangan
insttitusi.
Apa yang disampaikan Prof Soekamto tersebut memang perlu implementasi di
lapangan, karenanya secara rinci Raker juga menghasilkan sejumlah poin untuk
bisa dilaksanakan (lihat tulisan tentang Peningkatan Mutu PTM). Selain itu,
sejumlah pengalaman PTM yang telah mapan dalam membina PTM-PTM yang
lain juga bisa disimak dalam tulisan-tulisan yang lain. Semoga Peningkatan Mutu
PTM segera terealisir. (lut).
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 07-2002