ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN PT NO. 67/PID.SUS/2015/PT.MDN TENTANG PERANTARA JUAL BELI NARKOTIKA GOLONGAN I DALAM BENTUK TANAMAN.

ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN PT
NO. 67/PID.SUS/2015/PT.MDN TENTANG PERANTARA JUAL
BELI NARKOTIKA GOLONGAN I DALAM BENTUK
TANAMAN

SKRIPSI
Oleh
DIAN NURHAYATI
CO3211009

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah Dan Hukum
Jurusan Hukum Publik Islam
Program Studi Hukum Pidana Islam
Surabaya
2016

ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian kepustakaan yang berjudul analisis
hukum pidana Islam terhadap putusan No. 67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang
perantara jual beli narkotika golongan I dalam bentuk tanaman, untuk menjawab

bagaimana
pertimbangan
hakim
dalam
putusan
PT.
No.
67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika golongan I
dalam bentuk tanaman dan Bagaimana analisis hukum pidana islam terhadap
putusan PT No. 67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika
golongan I dalam bentuk tanaman.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library Reserch) yang
datanya diperoleh melalui studi kepustakaan. Data primer adalah putusan no
67/Pid.Sus/2015/PT.Mdn dan data sekunder terdiri dari buku-buku dan dokumendokumen yang terkait dengan penelitian ini data yang terkumpul kemudian
dianalisis dengan metode deduktif yaitu menyediakan hal-hal yang sudah ada.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa hukuman yang dirasa terlalu
ringgan tetapi cukup adil, hal itu diambil dari unsur-unsur yang terdapat dalam
kasus dan juga melihat fakta-fakta dalam persidangan bahwa bukan pertama
kalinya terdakwa menjadi perantara jual beli narkotika dan terdakwa telah
mengakuinya.Sedangkan Dalam pandangan Hukum Islam terhadap pelaku

kejahatan narkotika golongan I tidak dijelaskan secara terperinci dalam hukum
Islamnya, akan tetapi kalau dikaitkan dengan sanksi narkotika, perbuatan
penyalahgunaan narkotika dalam Hukum Islam termasuk Ta’zir, maka yang
menentukan hukumannya adalah penguasa (ulil amri). Sedangkan narkotika
dikaitkan dengan jarimah yaitu menggagupada kemaslahatan umum dalam
kelompok jarimah yang menggangu keamanan negara.
Sejalan dengan kesimpulan diatas maka disarankan Untuk aparat penegak
hukum, diharapkan bisa mengkaji kembali mengenai pemberian hukuman yang
lebih tinggi apakah bisa memberi efek jera kepada pelaku tindak pidana,
masyarakat juga harus ikut adil dalam membantu pemerintah dan pemerintah
harus mempertegas hukumannya.

v

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ............................................................................................. i
PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... iii
PENGESAHAN ................................................................................................ iv

ABSTRAK ........................................................................................................ v
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii
DAFTAR TRANSLITERASI ......................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah .................................................... 8
C. Rumusan Masalah ............................................................................. 9
D. Kajian Pustaka .................................................................................. 9
E. Tujuan Penelitian .............................................................................. 11
F. Kegunaan Hasil Penelitian................................................................ 11
G. Definisi Operasional ......................................................................... 12
H. Metode Penelitian ............................................................................. 13
I. Sistematika Pembahasan .................................................................. 17
BAB II TA’ZIR DALAM HUKUM ISLAM.
A. Pengertian Ta’zir ............................................................................. 20
B. Dasar Hukum Ta’zir ........................................................................ 21
C. Macam-macam Hukuman Ta’zir ..................................................... 27
D. Tindak Pidana Narkotika sebagai Jarimah Ta’zir dalam
Hukum Isalam .................................................................................. 36


viii

BAB

III

PUTUSAN

PENGADILAN

TINGGI

MEDAN

NOMOR:

67/PID.SUS/2015/PT.MDN TENTANG PERANTARA JUAL BELI
NARKOTIKA GOLONGAN I DALAM BENTUK TANAMAN
A. Deskripsi Kasus Tentang Pidana Narkotika Golongan I ................. 40

B. Keterangan Saksi ............................................................................. 41
C. Pertimbangan Hukum Yang Dipakai Hakim Pengadilan
Tinggi

Medan

Dalam

Memutus

Perkara

Nomor:

67/PID.SUS/2015/PT.MDN Tentang Perantara Jual beli
Narkotika Golongan I ....................................................................... 43
D. Isi Putusan Pengadilan Tinggi Medan Tentang Perantara Jual
Beli Narkotika Golongan I ............................................................... 45

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM ATAS PUTUSAN

PENGADILAN

TINGGI

67/PID.SUS/2015/PT.MDN

MEDAN

DALAM

PERKARA

NOMOR

:

PERANTARA

JUAL BELI NARKOTIKA GOLONGAN I DALAM BENTUK
TANAMAN

A. Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor
: 67/PID.SUS/2015/PT.MDN Tentang Perantara Jual Beli
Narkotika Golongan I Dalam Bentuk Tanaman............................... 48
B. Analisis Hukum Pidana Islam terhadap pertimbangan Hukum
Putusan No. 67/PID.SUS/2015/PT.MDN Tentang Perantara
Jual Beli Narkotika Golongan I Dalam Bentuk Tanaman ............... 53

BAB V PENUTUP
J. Kesimpulan ....................................................................................... 60
K. Saran ................................................................................................. 61

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix

x

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Narkoba adalah singkatan dari narkotika, psikotropika dan bahan
adiktif lainnya. Istilah lainnya adalah NAPZA (narkotika, psikotropika dan
zat adiktif). Semua bentuk narkotika benda-benda atau zat kimia yang dapat
menimbulkan ketergantungan bagi orang yang mengkonsumsinya.1 Narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sentetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, mengurangi sampai mengilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan. Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah
maupun sintetis, bukan narkotika yang berkasiat psikoaktif, melalui pengaruh
selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada
aktifitas mental dan perilaku. Prekusor narkotika adalah zat atau bahan
pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika.
Zat aditif adalah bahan yang tidak termasuk kedalam golongan narkotika
atau psikotropika, tetapi menimbulkan ketergantungan atara lain seperti
alkohol tembakau, sedatif Tanaman papaver somniferum.

Euphoria adalah keadaan senang sekali yang ditimbulkan oleh
pengaruh narkotika, mengikuti hilangnya rasa nyeri. Akan tetapi ada efek

sampingnya, yaitu ketagihan. Orang ketagihan yang tidak mengunakan

1

Kharisudin, Inabah, ( Surabaya: Bina Ilmu, 2005), 147.

1

2

narkotika pada saat penggaruhnya hilang akan mengalami “gejala bebas
pengaruh”, seperti murung, gampang marah, gelisah, koma, adakalanya terus
meninggal. Kalau penggunaannya tanpa aturan dan lama-lama akan
mendatangkan efek yang jelek, dosis yang sama tidak mendatangkan efek
yang diharapkan. Akibatnya ia akan menaikan dosis demi mendapatkan
penggaruh yang sama, dan saat ia akan mengalami kelebihan dosis yang bisa
mengakibatkan kematian itulah yang paling buruk dari ketagihan.2
Contoh

kasus


penyalahgunaan

narkotika

yang

terungakap

di

kecamatan gulung talang kabupaten solok. Isvan Nelza Pgl IS mengaku
mengunakan narkotika golongan I dalam bentuk bukan tanaman (sabu-sabu).
Ketika Yendi Yance dan Benny Eka Putra (anggota kepolisian Polres Solok)
sedang melakukan patroli diwilayah Lubuk Selasih, para Anggota kepolisian
sudah mencurigai melihat Isvan Nelza Pgl IS tiba-tiba berbalik arah dan
langsung mengejar Isva Nelza Pgl IS sesampai di SPBU Lubuk Selasih
sepedah montor yang dibawa langsung menyakan surat-surat kendaraan serta
melakukan pengeledahan badan Isvan Nelza Pgl IS, Yendi Yance dan Benny
Eka Putra


menemukan sobekan bungkus rokok yang didalamnya berisi

serbuk putih berebntuk kristal putih ( Narkotika Golongan I Jenis Sabu-sabu).
Isvan Nelza Pgl IS diancam pasal 127 ayat (1) Huruf a Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang nrkotika “ pidana penjara 6 bulan”
Contoh kasus berikutnya yang berinisial GD yang berasal Turki. GD
ditawari kerja oleh ALI setelah mendapatkan penjelasan pekerjaan oleh ALI
2

Andi Hamzah, Kejahatan Narkotika dan Psikotropika (Jakarta : Sinar Grafika, 1994), 5-6.

3

kemudian GD menerima tawaran tersebut untuk mengantarkan barang ke
Jakarta, lalu ALI memberikan uang $.2000 USD untuk membeli tiket dengan
tujuan Turki – Jakarta, setelah GD tiba diterminal 2E Bandara Internasional
Soekarno Hatta Tanggerang Banten selanjutnya GD mengisi fotmulir
Customs Declaration, GD keluar menuju pinti X-Ray barang-barang GD
dimasukan kedalam X-ray, pada saat barang berupa koper GD dimasukan
kedalam X-ray dimana barang milik GD dicurigai oleh petugas Bea dan
Cukai Bandara, Raden Ridwan dan Hendra Pratama (sebagai anggota dari
Bea dan Cukai) melakukan pemeriksaan terhadap barang-barang bagasi milik
penumpang, saat melakukan pemeriksaan terhadap koper GD di monitor Xray ada barang yang mencurigakan bahwa dikoper tersebut terdapat barang
terlarang, selanjutnya Raden Ridwan dan Hendra Pratama mengubunggi
petugas BNN yang bernama Bamnang Sutarmanto untuk melakukan
pemeriksaan secara mendalam terhadap koper tersebut dan disaksikan oleh
GD, ditemukan didalam dinding buatan (False concealment) 1 (satu) bungkus
plastik narkotika yang berisi kristal putih jenis shabu dengan berat bruto
6.504 gram. GD diancam pasal 114 ayat (2) Undang-undang Republik
Indonesia no.35 Tahun 2009 tentang Narkotika” Pidana Mati”.
Masalah narkotika tidak mungkin dapat diatasi secara tuntas kecuali
jika menggunakan metode pendekatan yang benar dalam memberantas barang
jahanam itu. Mencermati apa yang terjadi di negara-negara barat sehubungan
masalah narkoba, menunjukkan bahwa mereka tak kunjung mampu mengatasi
barang haram ini dan memang mustahil mereka bisa secara tuntas

4

menanggulangi narkotika. Untuk sementara penangulangan narkotika dinilai
belum berhasil. Banyak pihak yang beriktikad baik mencoba menaggulangi
para pecandu berat narkotika (pengkonsumsi aktif), pengguna ringan sampai
pada tingkat paling ringan, yakni baru sekedar coba - coba dan ikut - ikutan.
Namun jumlah pemakai secara keseluruhan tetap saja semakin
meningkat tajam. Berbagai upaya dilakukan dari upaya rehabilitasi,
kampanye, operasi penggeledahan dan penangkapan ke tempat - tempat
hiburan dan tempat - tempat lain yang diduga sarangnya. Sehingga anggaran
Negara terkuras dan terbuang sia - sia demi mengurusi mereka yang menjadi
korban penyalahgunaan narkotika.
Penyalahguaan barang haram tersebut merupakan problematika yang
komplek laksana benang kusut yang harus diurai. Meskipun orang yang
terlibat dalam narkotika diberi sanksi hukum, tapi tidak membuat peredaran
dan pemakainya jera dan terhenti. Secara nasional hampir setiap tahun kasus
ini meningkat jumlahnya. Tahun 1998 pihak kepolisian mencatat 958 kasus,
tahun 1999 meningkat menjadi 1.833, tahun 2000 menjadi 3.478, dan tahun
2001 bertambah lagi menjadi 3.617 (Data Polri tahun 1998-2001).3
Mengenai penerapan sanksi hukuman akibat penyalahgunaan narkoba
dalam perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam. Dalam Hukum Positif hal
penerapan sanksi bagi pengguna narkoba pada UU No. 35 tahun 2009 tentang
narkotika.Sedangkan dalam hukum Islam tidak dikodifikasikan dalam sebuah
undang-undang tersendiri. Sehingga para berbeda pendapat tentang Sanksi
3

http://riansuprianto.cybermq.com/post/detail/8327/narkoba-dan-akibatnya. diakses pada tanggal
21 juni 2015

5

(uqubat) bagi mereka yang menggunakan narkotika adalah ta’zir, yaitu sanksi
yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh Qadhi, misalnya dipenjara,
dicambuk, dan sebagainya. Ta’zir dapat sampai pada tingkatan hukuman
mati.4

Ta’zir adalah sanksi yang diberlakukan kepada pelaku jarimah yang
melakukan pelanggaran baik berkaitan dengan hak Allah maupun hak
manusia dan tidak termasuk kedalam kategori hukuman hudud atau kafarat.
Karena ta’zir tidak ditentukan secara langsung oleh Al-Qur’an dan sunah,
maka ini menjadi kompetensi penguasa setempat. Dalam memutuskan jenis
dan ukuran sanksi ta’zir, harus tetap memperhatikan petunjuk nash secara
teliti karena menyangkut kemaslahatan umum.5Narkotika dan minumminuman keras telah lama dikenal umat manusia. Tapi sebenarnya lebih
banyak mudharatnya dari pada manfaatnya. Hampir semua agama besar
melarang umatnya untuk mengkonsumsi narkotika dan minuman keras
(dalam bentuk lebih luas adalah narkotika). Dalam Islam, ada beberapa ayat
al-Quran dan hadist yang melarang manusia untuk mengkonsumsi minuman
keras dan hal-hal yang memabukan. Untuk itu, dalam analoginya, larangan
mengkonsumsi minuman keras yang memabukan adalah sama dengan
mengkonsumsi narkotika

Khamar (Narkotika) biasanyamenurunkan seseorang kederajat yang
rendah dan hina, karena dapat memabukan dan melemahkan. Orang yang
terlibat dalam penyalahgunaan narkotika dan khamar dilaknat oleh Allah,
4

Saud Al Utaibi, Al Mausu’ah Al Jina`iyah Al Islamiyah, Juz 1..708-709.
Irfan Nurul , Fiqh Jinayah (Jakarta : Amzah, 2013), 140

5

6

entah pembuatnya, pemakainya, penjualnya, pembelinya, penyuguhannya,
dan orang-orang yang disuguhi.6
Ada juga tujuan dari diberlakukan sanksi ta’zir, yaitu7
1. Preventif(pencegahan).

Ditunjukan

bagi

orang

lain

yang

belum

melakukan jarimah
2. Represif(membuat pelaku jera). Dimaksudkan agar pelaku tidak
mengulangi perbuatan jarimah di kemudian hari.
3. Kuratif (islah). Ta’zir harus mampu membawa perbaikan perilaku
terpidana dikemudian hati.
4. Edukkatif (pendidikan). Diharapkam\n dapat mengubah pola hidupnya ke
arah yang lebih baik.
Syara’ tidak menentukan macam-macam hukman untuk setiap jarimah

ta’zir , tetapi hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, dari yang paling
ringan sampai yang paling berat. Hakim diberi kebebasan untuk memilih
hukuman mana yang sesuai. Dengan demikian, sanksi ta’zir

tidak

mempunyai batas tertentu. Ta’zir berlaku atas semua orang yang melakukan
kejahatan. Syaratnya adalah berakal sehat. Tidak ada perbedaan, baik lakilaki maupun perempuan, dewasa maupun anak-anak, atau kafir maupun
muslim. Setiap orang yang melakukan kemungkaran atau menggangu pihak
lain dengan alasan yang tidak dibenarkan baik dengan perbuatan, ucapan atau
isyarat perlu di beri sanksi ta’zir agar tidak mengulangi perbuatannya.8

6

Arif Hakim, Bahaya Narkotika ( Bandung : Pustaka Setia, 2004), 83.
Ibid ., 142..
8
Ibid ., 143.
7

7

Di dalam Undang-undang narkotika No.35 Tahun 2009 tentang
Narkotika pasal 114 ayat (1) menyebutkan “setiap orang yang tanpa hak atau
melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima
menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika
golongan I, dipidana dengan pidana seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.
1.000.000.000,00(satumilyar

rupiah)dan

paling

banyak

Rp.

10.000.000.000,00(sepuluh milyar rupiah)”.9
Tuntutan pidana dalam kasus perantara jual beli narkotika golongan I
dalam bentuk tanaman, ganja yang berat Brutto 792,34 gram dan Brutto
47,82 gram disebutkan dalam pasal 114 ayat (1) UU RI No.35 Tahun 2009
tentang narkotika“setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum
menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima menjadi perantara
dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika golongan I, dipidana
dengan pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan
paling

lama

20

tahun

1.000.000.000,00(satu

dan

milyar

pidana
rupiah)

denda
dan

paling
paling

sedikit

Rp.

banyak

Rp.

10.000.000.000,00(sepuluh milyar rupiah).
Berdasarkan uraian tersebut terlihat ada suatu masalah dalam
penegakan hukum terutama pada pertimbangan yang dilakukan hakim dalam
mengambil putusan ini. Oleh karena itu sehubungan dengan kondisi diatas
penulis merasa perlu menelitiputusan No 67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang
9

UU RI No 35 Tahun 2009 tentang narkotika 114

8

menjadi perantara dalam jual beli ganja yang semula hanya dihukum 6 tahun
dan denda 1.000.000.000 apabila denda tidak dibayar oleh terdakwah maka
diganti dengan pidana penjara 6(enam) bulan menjadi 10 tahun dan denda dan
denda 1.000.000.000 apabila denda tidak dibayar oleh terdakwah maka
diganti dengan pidana penjara 6(enam) bulan
B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengidentifikasi
masalah sebagai berikut:
1. Pengertian Narkotika.
2. Pengetian Ta’zir
3. Jenis-jenis narkotika.
4. Apa ancaman hukum terhadap perantara jual beli narkotika.
5. Pertimbanganhakim dalam putusan No 67/Pid.sus/2015/PT.MDN tentang
perantara jual beli narkotika golonganI dalam bentuk tanaman.
6. Analisishukum

pidana

islam

terhadap

putusan

No.67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika
golongan I dalam bentuk tanaman.
Dari identifikasi masalah diatas maka penulis membatsi masalah
sebagai berikut:
1. Pertimbanganhakim dalam putusan No 67/Pid.sus/2015/PT.MDN tentang
perantara jual beli narkotika golonganI dalam bentuk tanaman.

9

2. Analisishukum

pidana

islam

terhadap

putusan

No.67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika
golongan I dalam bentuk tanaman.
C. RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dimuka, maka pokok
permasalahannya adalah sebagai berikut
1. Bagaimana

pertimbangan

hakim

dalam

putusan

PT.

No.

67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika
golongan I dalam bentuk tanaman?
2. Bagaimana analisis hukum pidana islam terhadap putusan PT No.
67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika
golongan I dalam bentuk tanaman ?
D. KajianPustaka
Dari hasil telah kajian pustaka terhadap hasil penelitian sebelumnnya,
penulis tidak menjumpai judul penelitian sebelumnya yang sama yang
dilakukan oleh mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya, penulis juga tidak
menemukan penelitian atau tulisan yang secara spesifik mengkaji tentang
AnalisisHukum

Pidana

Islam

terhadap

putusan

PT

No67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika golongan
I dalam bentuk tanaman. Penulis tidak mendapatkan beberapa hasil penelitian
yang memiliki relevansi terhadap penelitian yang penulis lakukan, sebagai
berikut.

10

1. Skripsi yang ditulis oleh Fitria Ika Firdaus pada tahun 2013, jurusan
Siyasah Jinayah Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel, yang berjudul :
“Analisis Putusan NO.202/PID.B/2012/PN.MKT Prihal Pidana Narkotika
Golongan I dalam Perspektif Fiqh Jinayah”. Membahas tentang sanksi
hukum

terhadap

kejahatan

narkotika

dalam

putusan

No

202/Pid.B/2012/PN Mkt menurut fiqih jinayah dan pertimbangan hakim
dalam pandangan fiqih jinayah terhadap pelaku kejahatan narkotika
golongan I. Teknik pengumpulan datanya dengan cara Observasi ,

Reading (membaca dan mempelajari literature-literatur yang berkenaan
dengan data penelitian), writing (mencatat data yang berkenaan dengan
penelitian), wawancara yang dilakukan dengan bapak Ngurah.SH,MH.
Selaku hakim Pengadilan Negeri Mojokerto.10
Perbedaan dengan skripsi yang ditulis oleh penulis adalan penulis
membahas tentang Analisis Hukum Pidana Islam terhadap putusan PT
No67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika
golongan I dalam bentuk tanaman.
2. Skripsi yang ditulis oleh Indah Fathonah pada tahun 2006, jurusan
Siyasah Jinayah Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel, yang berjudul :
“Putusan Rehabilitasi Bagi Pecandu Narkotika dan Psikotropika di
Pengadilan Surabaya Analisis Atas Pasal 291 KUHP Menurut Perspektif

10

FitriaIkaFirdaus, 2013,Analisis Putusan NO.202/PID.B/2012/PN.MKT Prihal Pidana Narkotika
Golongan I dalam Perspektif Fiqh Jinayah”. Membahas tentang sanksi hukum terhadap kejahatan
narkotika dalam putusan No 202/Pid.B/2012/PN Mkt menurut fiqih jinayah dan pertimbangan
hakim dalam pandangan fiqih jinayah terhadap pelaku kejahatan narkotika golongan I , IAIN –

SUNAN AMPEL SURABAYA

11

Hukum Pidana Islam :Analisis Hukum Pidana Islam Tentang Penerapan
Pasal 41 UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropi dan Pasal 47 UU No
22 Tentang Narkotika. Teknik pengumpulan datanya diperoleh melalui
wawancara dengan para hakim dan panitera maupun dengan mempelajari
dokumen, berkas-berkas perkara dan bahan kepustakaan.11
E. TujuanPenelitian
Berdasarkan rumusan masalah sebagaimana hal tersebut diatas, maka
tujuan penelitian ini, adalah sebagai berikut:
1. Untuk menggetahui bagaimana pertimbangan hukum dalam putusan No
67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika
golongan I dalam bentuk tanaman.
2. Untuk mengetahui bagaimana analisis hukum pidana islam terhadap
putusan PT No. 67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli
narkotika golongan I dalam bentuk tanaman.

11

Indah Fathonah, 2006, Putusan Rehabilitasi Bagi Pecandu Narkotika dan Psikotropika di
Pengadilan Surabaya Analisis Atas Pasal 291 KUHP Menurut Perspektif Hukum Pidana Islam
:Analisis Hukum Pidana Islam Tentang Penerapan Pasal 41 UU No 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropi dan Pasal 47 UU No 22 Tentang Narkotika , IAIN – SUNAN AMPEL SURABAYA

12

F. KegunaanHasil Penelitian
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan serta memperkaya khazanah intelektual
dan pengetahuan tentang Hukum Pidana dan Hukum Pidana Islam.
2. Secara praktis, sebagai bahan pertimbangan dan bahan dalam menetapkan
Keputusan memutuskan sebuah perkara dalam peradilan umum di
Indonesia.

G. DefinisiOperasional
Demi mendapatkan pemahaman dan gambaran yang jelas tentang topik
penelitian ini, maka penulis akan menjelaskan beberapa unsur istilah yang
terdapat dalam judul skripsi ini, diantaranya:
1. Narkotika : Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman
baik sentetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan
atau

perubahan

kesadaran,

hilangnya

rasa,

mengurangi

sampai

menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan kedalam golongan-golongan sebagai lampiran undang-undang
ini, dalam ayat ini menyatakan

setiap orang yang tanpa hak atau

melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima
menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika
golongan I, dipidana dengan pidana seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling

13

sedikit Rp. 1.000.000.000,00(satu milyar rupiah) dan paling banyak Rp.
10.000.000.000,00(sepuluh milyar rupiah) ”.12
2. Ta.zir adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh syara’ , melaikan
diserahkan kepada hakim baik penentuan maupun pelaksanaannya.13
H. MetodePenelitian
Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Penelitian sendiri berarti sarana yang
dipergunakan

oleh

manusia

untuk

memperkuat,

membina,

serta

mengembangkan ilmu pengetahuan.14 Berdasarkan hal tersebut terdapat
empat kunci yang perlu diperhatikan yaitu cara ilmiah, data, tujuan, dan
kegunaan.15 Dalam hal ini, dapat dipahami bahwa metode penelitian
merupakan usaha untuk menemukan sesuatu serta bagaimana cara untuk
menemukan sesuatu tersebut dengan menggunakan metode atau teori ilmiah.
1. Jenis Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang diangkat, maka jenis penelitian
ini

dikategorikan

sebagai

penelitian

kepustakaan

(Library

Research).Penelitian kepustakaan adalah salah satu bentuk metodologi
penelitian yang menekankan pada pustaka sebagai suatu objek
studi.Pustaka hakekatnya merupakan hasil olah budi karya manusia dalam
bentuk karya tertulis (Literacy) guna menuangkan gagasan/ide dan
pandangan hidupnya dari seseorang atau sekelompok orang.Penelitian
12

UU RI No 35 Tahun 2009 tentang narkotika 114
Oemar Seno, Hukum-Hakim Pidana, (Jakarta : Erlangga, 1984),19.
14
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-PRESS, 2007),.40.
15
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung:Alfabeta,2008), 225.
13

14

kepustakaan bukan berarti melakukan penelitian terhadap bukunya, tetapi
lebih ditekankan kepada esensi dari yang terkandung pada buku tersebut
mengingat berbagai pandangan seseorang maupun sekelompok orang
selalu ada variasinya.16
Dengan demikian penelitian kepustakaan dilakukan dengan
penelaahan gagasan para pakar (pakar lain), konsepsi yang telah ada,
aturan yang mengikat objek ilmu. Studi ini dilakukan untuk meneliti
suatu masalah yang menjadi topic karya penelitian ataupun yang menjadi
konsepsi tersebut. Dengan memperhatikan pengertian tersebut, studi
kepustakaan harus menggunakan sistematika dan proses penelitian yang
jelas serta menggunakan alat-alat analisis yang jelas pula.
2. Data Yang Akan dikumpulkan
Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah tentang
tindak pidana narkotika dengan sanksi putusan Pengadilan Tinggi Medan
yang terkait dengan pokok permasalahan yaitu:
a. Internet Pengadilan Tinggi Medan
b. Dokumentasi berupa putusan pengadilan tinggi Medan
3. Sumber Data
a. Sumber Primer

16

Mestika Zed, Metodologi Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008),2.

15

Yaitu

bahan

hukum

yang

bersifat

autoritatif

artinya

mempunyai otoritas, yaitu merupakan hasil dari tindakan atau
kegiatan yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang,17antara lain:
1) Internet Pengadilan Tinggi Medan
2) Dokumentasi berupa putusan pengadilan tinggi Medan

b. Sumber Sekunder
Sumber data sekundar adalah sumber secara tidak langsung
member informasi data kepada pengumpul data. Misalnya, melalui
orang lain atau dokumen18. antara lain :
1) Hukum Pidana. OlehUtrecht
2) Azas-azas Hukum Pidana. Oleh Tresna
3) Azas-azas Hukum Pidana di Indonesia dan penerapannya.Oleh
Sianturi
4) Tindak Pidana Dalam Syari’at Islam. Oleh Ahmad Hanafi MA
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan hal yang sangat penting dalam
proses penelitian, sebab untuk memperoleh hasil penelitian yang baik
sangat ditentukan oleh kualitas data yang diperoleh dalam suatu

17

MukriFajar danYuliantoAhmad,DualismePenelitianHukumNormatif Dan Empiris.(Yogyakarta
:PustakaPelajar 2010), 157
18
Ibid.,

16

penelitian. Kualitas data, sangatlah dipengaruhi oleh siapa narasumber,
bagaimana dan dengan cara apa data-data itu dikumpulkan.19
Dalam hal ini, teknik penggalian data yang akan peneliti lakukan
yaitu Kepustakaan karena persoalan penelitian tersebut hanya bisa
dijawab lewat penelitian pustaka dan sebaiknya tidak mungkin
mengharapkan datanya dari penelitian lapangan. Oleh karena itu
penelitian ini akan menggunakan studi kepustakaan untuk menjawab
persoalan yang akan peneliti lakukan. Setidaknya ada empat ciri studi
kepustakaan20 yaitu sebagai berikut:
a. Peneliti berhadapan langsung dengan teks dan data angka dan
bukannya dengan pengetahuan langsung dari lapangan atau saksi mata
berupa kejadian, orang atau benda-benda lain
b. Data pustaka siap pakai
c. Data pustaka umumnya adalah sumber sekunder yang bukan data
orisinil dari tangan pertama di lapangan
d. Kondisi data pustaka tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
5. Teknik Pengolahan Data
Setelah

data

berhasil

dikumpulkan,

kemudian

dilakukan

pengolahan data dengan menggunakanmetode sebagai berikut:
a. Editing, yaitu memeriksa kembali data-data secara cermat tentang
kelengkapan, relevansi serta hal yang perlu dikoreksi dari data yang

19
20

Zainan Mustafa, Mengurai Variabel Hingga Instrumentasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu,2009), 92.
Mestika Zed, Metodologi Kepustakaan...,5.

17

telah dihimpun yang berkaitan dengan Narkotika berdasarkan Hukum
Pidana Islam dan UU RI No 35 Tahun 2009
b. Organizing, menyusun dan mensistematika data-data tersebut
sedemikian rupa sehingga menghasilkan bahan untuk dijadikan
struktur deskripsi.
c. Analizing, yaitu melakukan analisis deskriptif Hukum islam terhadap
kasus perantara jual beli narkotika golongan I dalam bentuk tanaman
yaitu ganja dan UU RI No 35 Tahun 2009
6. Teknik Analisis Data
Data yang dikumpulkan disusun secara sistematis kemudian
dianalisis dengan menggunakan pola pikir deduktif yaitu analisa data
dengan memaparkan data yang telah diperoleh secara umum untuk ditarik
kesimpulan secara khusus.dengan melakukan pembacaan, penafsiran, dan
analisis terhadap sumber-sumber data yang diperoleh yang berkaitan
dengan putusan hukuman seumur hidup menjadi hukuman mati. Sehingga
diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah
dirumuskan.dan kemudian ditarik kesimpulan secara khusus sesuai
dengan analisis Hukum Pidana Islam.
Penelitian ini juga menggunakan metode deskriptif yaitu
merupakan salah satu metode analisa data dengan mendeskripsikan faktafakta secara nyata dan apa adanya sesuai dengan objek kajian dalam
penelitian ini yang dimaksudkan untuk memperoleh data yang sedetail
mungkin

terhadap

Putusan

No.67/PID.SUS/2015/PT.MDNTentang

18

Narkotika yang di putus semula penjara 6 tahun dan denda Rp.
1.000.000.000,00 menjadi 10 tahun dan denda Rp. 1.000.000.000,00
dalam Analisis Hukum Pidana Islam.
I. Sistematika Pembahasan
Memberikan gambaran yang lebih jelas pada pembahasan skripsi ini,
penulis akan mencoba untuk menguraikan isi uraian pembahasannya. Adapun
sistematika pembahasan pada skripsi ini terdiri dari lima bab dengan
pembahasan sebagai berikut:
Bab Pertama pendahuluan yang berisi gambaran umum yang berfungsi
sebagai pengantar dalam memahami pembahasan bab berikutnya. Bab ini
memuat pola dasar penulisan skripsi, untuk apa dan mengapa penelitian ini
dilakukan. Oleh karena itu, pada Bab I ini pada dasarnya memuat sistematika
pembahasan yang meliputi : latar belakang masalah, identifikasi dan batasan
masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil
penelitian, definisi

operasional,

metode penelitian, dan sistematika

pembahasan.
Bab kedua merupakan Landasan teori tentang analisis Hukum Pidana
Islam terhadapperantara dalam jual beli narkotika golongan I dalam bentuk
tanaman No. 67/PID.SUS/2015/PT.MDN, yang meliputi pengertian ta’zir,
dasar hokum ta’zir, macam-macam hukman ta’zir dan tindak pidana
narkotika sebagai jarimah ta’zir dalam hukum Islam

19

Bab Ketiga merupakan hasil penelitian putusan hakim dalam tingkat
banding No.67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika
golongan I dalam bentuk tanaman yang menjabarkan sekilas tentang putusan
Pengadilan Negeri Medan No.67/PID.SUS/2015/PT.MDN dan pertimbangan
hakim dalam putusan tersebut.
Bab Empat menjalasakan tentang analisis hukum pidana Islam
terhadap pertimbangan hakim dalam putusan No.67/PID.SUS/2015/PT.MDN
tentang perantara jual beli narkotika golongan I dalam bentuk tanaman.
Bab Lima penutup, yang berisi tentang kesimpulan hasil penelitian dan
saran yang diberikan penulis.

BAB II

TA’ZIR DALAM HUKUM ISLAM

A. Pengertian Ta’zir
Hukuman ta’zir adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh syara’,
melainkan

diserahkan

kepada

hakim,

baik

penentuannya

maupun

pelaksanaanya.1 Syara’ tidak menyebutkan macam-macamnya hukuman
untuk jarimah untuk tiap-tiap jarimah ta’zir, tetapi hanya menyebutkan
sekumpulan hukuman, dari seringan-ringannya sampai kepada seberatberatnya. Dalam hal ini hakim diberi kebebasan untuk memilih hukumanhukuman mana yang sesuai dengan hukuman ta’zir serta keadaan si
pembuatnya juga. Jadi hukuman ta’zir tidak mempunyai batas tertentu.2
Hukuman ta’zir menurut bahasa adalah ta’dib atau memberi pelajaran.
Sanksi ta’zir dapat berbeda-beda sesuai tingkat kesalahannya. Pengguna
narkotika yang baru beda hukumannya dengan pengguna narkoba yang sudah
lama. Beda pula dengan pengedar narkoba, dan beda pula dengan pemilik
pabrik narkotika.
Hukuman ta’zir adalah sanksi bagi kemaksiatan yang didalamnya
tidak ada had dan kifarat. dengan kata lain sanksi atas berbagai macammacam kemaksiatan yang kadar sanksinya tidak ditetapkan oleh Syar’i.
Dalam perkara ini, Syar’i telah menyerahkan sepenuhnya hak penetapan
1
2

Oemar Seno, Hukum...,19.
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1990), 8.

20

21

kadar sanksi kemaksiatan tersebut kepada ulil amri, dengan begitu, kita bisa
memahami bahwa para Fuqaha telah merinci hukum-hukum sanksi.mereka
juga berijtihad, dan melembagakan berbagai pendapat yang ada. Namun
demikian, dalam hal ta’zir mereka hanya membahasnya dalam batasan yang
masih terlalu umum, dan menjelaskan secara terperinci.
Hal ini disebabkan karena dalam penetapan sanksi untuk memecahkan
berbagai kasur ta’zir yang dilaporkan kepadanya, semuanya diserahkan pada

qadli.
B. Dasar Hukum Ta’zir
Sumber Hukum Islam selain Al-Qur’an dan Hadis adalah ijma’, Qiyas,
karena tidak adanya dalil tertentu untuk narkoba. Maka narkotika dapat di-

qiyas-kan pada khamr karena, narkotika merupakan bahasan dan
permasalahan modern, terutama dalam bidang kesehatan khususnya tentang
obat-obatan atau farmasi. Menurut bahasa kata khamr berasal dari kata

khamara yang artinya tertutup, menutup atau dapat diartikan kalut.3
Dalam al-Qur’an dan hadist kata khamr mempunyai arti benda yang
mengakibatkan mabuk, oleh karena itu secara bahasa Khamr meliputi semua
benda-benda yang dapat mengacaukan akal, baikberupa zat cair maupun
padat.4 Kata khamara pada dasarnya adalah minuman keras yang berasal dari
anggur dan lainnya yang potensial memabukan dan biasa digunakan untuk

3
4

Ahmad Azhar Basyu
As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah (Madinah: dar al-Fath, 1995 M/1410H), 474.

22

mabuk-mabukan.5 Dengan memperhatikan pengertian kata khamar dan
esensinya tersebut kebanyakan ulama berpendapat bahwa apapun bentuknya
(khamar, sabu-sabu, ganja, ekstasi dan sejenisnya) yang dapat memabukan,
menutupi akal atau menjadikan seseorang tidak dapat mengendalikan diri dan
akal pikirannya adalah haram.6 Haramnya narkoba bukan karena diqiyaskan
dengan khamr, melainkan karena dua alasan : Pertama , nash yang
mengharamkan narkoba. Kedua, menimbuklasn bahaya bagi manusia.
Pendapat ulama’ mengenai pengertian khamr. Imam al-Alusi didalam
tafsirnya menyebutkan bahwa makna Khamr,
‫اْش‬

‫يغطي‬

‫ا عق‬

‫يخ‬

‫أ ك‬

‫عصي ا ع‬

‫ا تخ‬

‫ا س‬

Artinya:”Ialah zat yang memabukkan dan terbuat dari sari anggur
atau semua zat (minuman) yang dapat menutupi dan menghilangkan
akal.”7
Sedangkan menurut al-Thabari dalam tafsirnya mengatakan:
‫غطى ع ي‬

‫ا عق فست‬

‫ك ش ا خ‬

Ialah segala jenis minuman yang dapat menutupi akal.8
Sedangkan menurut pendapat Abu Hanifa, yang dimaksud khamr
adalah nama jenis minuman yang dibuat dari perasan anggur sesudah dimasak
hingga mendidih serta mengeluarkan buih dan kemudian menjadi bersih
kembali. Sari dari buih itulah yang memabukan.9 Pendapat ini juga didukung

5

Ahmad Azhar, Kamus Istilah Hukum Islam (Yogyakarta : Fakultas Hukum UII, 1987), 53.
Departemen Agama RI, Pandangan Islam tentang Penyalahgunaan Narkoba (Jakarta: Dirjen
Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, 2004), 45.
7
Al-Alusi, Ruh al-Ma’ani, al-Maktabah al-Syamilah, (Pustaka Ridwan:2008), 123.
8
Ibnu Jarir al-Thabari, Tafsir al-Thabari al-Maktabah al-Syamilah, (Pustaka Ridwan:2008), 34.
9
Al-Alusi, Ruh al-Ma’ani...,123.
6

23

oleh ulama-ulama Kuffah, al-Nakha’i, al-Tsauri dan Abi Laila. Adapun
menurt ulama’ Maliki, Syafi’i, Hanbali yang dimaksud dengan khamr ialah
semua zat atau barang yang memabukan baik sedikit maupun banyak. AlFahru al-Rozi berpendapat bahwa hal ini merupakan argumentasi yang paling
kuat dalam hal menamakan khamr dalam pengertian semua yang
memabukan. Al-imam al-Alusi pun juga mengemukakan komentarnya sebgai
berikut :” menurut saya, sesungguhnya yang benar dan tidak boleh di ingkari,
bahwa minuman yang dibuat dari anggur, apapun adanya serta apapun
namanya, sekiranya memabukan maka hukumnya haram.

Peminumnya

dihukumi had, talaknya dianggap sah serta najisnya terhitung najis

mughalladhoh. Dari berbagai argumentasi diatas, Muhamad ali al-Shabuni
berpendapat bahwa sesungguhnya segala sesuatu yang memabukan adalah

khamr.10
Telah dinyatakan juga dalam al-Qur’an dengan tegas didalam surat almaidah ayat 90-91 :
           
   

Artinya:” Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatanperbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”.

10

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 9, (bandung: al-Ma’arif, 1997), 64

24

            
        

Artinya :”Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan
permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum)
khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah
dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan
pekerjaan itu).11
Dampak negatif dari khamr tersebut dalam ayat diatas adalah sebagai
berikut :
1. Dampak sosial dalam bentuk keharaman, kekerasan perkelahian dan
permusuhan dikalanagan umat.
2. Dampak terhadap agama dalam bentuk mengahalangi umat islam dalam
menjalankan tugas-tugas agamanya.
Para Ulama sepakat haramnya mengkonsumsi narkotika ketika bukan
dalam keadaan darurat. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Narkoba sama
halnya dengan zat yang memabukkan diharamkan berdasarkan kesepakatan
para ulama. Bahkan setiap zat yang dapat menghilangkan akal, haram untuk
dikonsumsi walau tidak memabukkan” (Majmu’ Al Fatawa, 34: 204).
Dalil - dalil yang mengarah pada keharaman narkotika sudah banyak
kita ketahui, maka dari itu penulis mengambil dalil-dalil yang dirasa cukup
mewakili dalam dasar hukumnya diantara, pertama dari al-Qur’an Surat AlA’rof ayat 157. Allah Ta’ala berfirman:
‫ع ي ا خ ئث‬

11

‫يح‬

‫ا طي‬

Departemen Agama, al-qur’an dan Terjemahan (Bandung : Jumanatul Ali-Art, 3005),123

‫يح‬

25

“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan
bagi mereka segala yang buruk” (QS. Al A’rof: 157).
Setiap yang khobits terlarang dengan ayat ini. Di antara makna

khobits adalah yang memberikan efek negatif.
Dalil yang kedua Allah Ta’ala berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat
195 dan Surat An-Nisa’ ayat 29 yang berbunyi:
‫َ ت ق ا أيدي إ ى ا ت‬
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan” (QS. Al Baqarah: 195).
‫َ تقت ا أ فس إ اّ ك‬

‫حي‬

Artinya:“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu” (QS. An Nisa’: 29).
Dua ayat di atas menunjukkan akan haramnya merusak diri sendiri
atau membinasakan diri sendiri. Yang namanya narkoba sudah pasti merusak
badan dan akal seseorang. Sehingga dari ayat inilah kita dapat menyatakan
bahwa narkoba itu haram.
Ketiga Hadis dari Ummu Salamah, dan Hadis dari Abu Hurairah,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫فت‬

‫س‬

‫ ع ك‬-‫م‬- ّ‫ا‬

‫ى س‬

Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari
segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah)” (HR.

Abu Daud no. 3686 dan Ahmad 6: 309).12

Pada zaman pemerintahan Umar bin al-Khattab peminum khamr itu
diberi hukuman delapan puluh kali jilid, karena pada masa itu mulai banyak
12

Abi Dawud Sulaiman bin Ismail bin al-Asya’ al-Sijastani al-Azri, Sunan Abi Dawud, (kairo:
Dar al-Hadis, 1999), 134

26

peminum khamr . ketentuan ini berdasarkan hasil musyawarah beliau
bersama para Sahabat lain, yakni atas usulan Abdurahman bin Auf. Pada
pemerintahan Ali peminum khamr juga diberi hukuman delapan puluh jilid,
dengan mengqisaskan kepada penuduh zina. Disepakati para Ulama bahwa
sanksi itu tidak diberikan ketika peminum itu mabuk, karena sanksi itu
merupakan pelajaran, sedangkan orang yang sedang mabuk, tidak bisa diberi
pelajaran. Bila seseorang berkali-kali minum dan beberapa pula mabuk,
namun belum pernah dijatuhi hukuman, maka hukumannya sama dengan
sekali meminum khamr dan sekali mabuk. Dalam kasus ini ada
kemungkinana diterapkannya teori at-tadakhul, dengan ketentuan sebagai
berikut;
1. Bila minum dan mabuk beberapa kali mabuk maka hukumannya satu kali.
2. Beberapa kali minum dan hanya sekali mabuk, maka hukumannya satu
kali.
3. Dikalangan Madzhab Hanafi, Maliki dan Hambali, bila seseorang mabuk
lalu sesudah sadar membunuh orang lain serta tidak mendapat pemaafan
dari keluarga korban, maka hukuman baginya hanya satu, yaitu hukuman
mati (qishas).13

13

A. Djazuli, Fiqh Jinayah, (Jakarta; raja grafindo persada, 1997), 99-100

27

C. Macam-Macam Hukuman Ta’zir
Ada 11 macam hukuman ta’zir antara lain :14
1. Hukuman Mati
Sebagaimana diketahui, ta’zir mengandung arti pendidikan dan
pengajaran. Dari pengertian itu, dapat kita pahami bahw tujuan ta’zir
adalah mengubah si pelaku menjadi orang yang baik kembali dan tidak
melakukan kejahatan yang sama di waktu yang lain.
Dengan maksud pendidikan tersebut, keberadaan si pelaku setelah
melakukan suatu jarimah harus dipertahankan, si pelaku harus tetap hidup
setelah hukuman dijatuhakan agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Oleh
karena itu, hukuman yang diberikan kepada si pembuat jarimah tidaklah
sampai membinasakan pelaku jarimah, tujuan men mendidik untuk
kembali kejalan yang benar, tidak akan tercapai. Namun demikian apabila
hal ini tidak mampu memberantas kejahatan, si pelaku malah berulang
kali melakukan kejahatan yang sama atau mungkin lebih variatif jenis
kejahatannya. Dalam hal ini satu-satunya cara untuk mencegah kejahatan
tersebut adalah melenyapkan si pelaku agar dampak negatifnya tidak
terus bertambah dan mengancam kemaslahatan yang lebih luas lagi.
Hukuman ini juga berlaku bagi mereka yang melakukan kejahatan yang
dapat membahayakan bangsa dan negara, membocorkan rahasia negara
yang sangat penting untuk kepentingan musuh negara atau mengedarkan

14

Jazuli , Hukum Pidana Islam ,( Bandung : Pustaka Setia ,2000), 155-172

28

atau menyelundupkan barang- barang berbahaya yang dapat merusak
generasi bangsa seperti narkotika dan sejenisnya.
2. Hukuman Jilid
Dalam jarimah ta’zir , hukuman ini sebenarnya juga ditunjuk AlQur’an untuk mengatasi masalaj kejahatan atau pelanggaran yang tidak
ada sanksinya. Walaupun bentuk hukumanya tercantum dalam surat An-

Nisa’ ayat 34 ditunjukan pada tujuan ta’dib bagi istri yang melakukan
nusyuz kepada suaminya. Hukuman jilid juga mempunyai dampak lebih
maslahat bagi keluarga sebab hukuman ini hanya dirakan fisik oleh yang
menerima hukuman walaupun secara moril juga dirasakan oleh keluarga
terhukum. Namun, seiring singkatnya hukuman tersebut, damapk
terhadap morilnya tersebut akan cepat hilang. Adapun hukuman penjara
menyebabkan penderitaan yang dialami keluarga pelaku, baik moril
mauoun materil. Ini berarti bahwa hukuman tersebut juga ikut dirasakan
oleh keluarga yang tidak ikut bersalah. Dari segi moril keduanya akan
berpisah dalam jangka waktu yang lama dan dapat menyebabkan ganguan
kejiwaan kare kebutuhan kamanusiaanya tidak dapat disalurkan. Dari segi
materil, keluarga juga akan menanggung rersiko yang tak kalah beratnya,
bahkan ini yang sangat tampak dirasakan keluarga, terutama anak-anak.
Orang yang selama ini menanggung kebutuhan materil keluarga tidak
dapat lagi melakukan pekerjaanya. Akibatnya, keluarga harus hidup
seadanya atau istri harus mencari penghasilan kalu tidak mau mati
bersama-sama. Ada kemungkinan bagi istri, dalam upaya menghidupi

29

anak-anaknya, melakukan hal yang menyimpang dari kesusilaan, karena
keterbatasan keterampilan yang dimilikinya. Tentu saja ini akan
menambah masalah baru, masalah sosial yang dapat berantai.
Hukuman jilid juga dapat menghindarkan si terhukum dari akibat
sampingan hukuman penjara dan ini pada hakikatnya memberikan
kemaslahatan bagi si terhukum. Dalam hukumuan jilid, si terhukum,
setelah hukuman selesai akan kembali kedalam keseharian bersama
keluarga, terlepas darp pergaulan buruk sesama narapidana seperti
layaknya penjara. Sebaliknya di penjara, terhukum akan berkumpul
dengan sesama narapidana dengan berbagai keahlian jahat. Ini
menyebabkan akan memperoleh ilmu kejahatan yang lebih tinggi yang
dapat menjadi modal babginya setelah keluar nanti, menjadikannya lebih
berani dan percaya diri. Bahkan, teman bekas narapidana bekas di penjara
dulu, tidak jarang kemudian bergabung untuk berbuat kejahatan bersamasama. Oleh karena itu, penjahat-penjahat profesional banyak dimulai dari
amatiran yang telah sering keluar masuk penjara. Tenyata sistem penjara
kurang efektif dalam upaya mengembalikan si terhukum ke arah yang
lebih baik, walaupun disana diadakan pembinaan mental spiritual
terpidana secara

reguler serta kegiatan-kegiatan keterampilan yang

diperlukan untuk sekembalinya ke masyarakat nanti.
3. Hukuman Penjara
Hukuman penjara dalam hukum islam berbeda dengan hukum
positif. Menurut hukum islam, penjara dipandang bukan sebagai hukuman

30

utama, tetapi hanya dianggap sebagai hukuman kedua atau hukuman
pilihan. Hukuman pokok dalam syari’at Islam bagi perbuatan yang tidak
diancam dengan hukuman had adalah hukuman jilid. Biasanya hukuman
ini hanya dijatuhkan bagi perbuatan yang dinilai ringgan saja atau yang
sedang-sedang saja.
Dalam syari’at islam hukuman penjara hanya dipandang sebagai
alternatif dari hukuman jilid. Karena hukuman itu pada hakikatnya untuk
mengubah terhukum menjadi lebih baik. Dengan dmikian, apabila dengan
pemenjaraan, tujuan tersebut tidak tercapai, hukumannya harus diganti
dngan yang lainnya yaitu hukuman jilid. Hukuman penjara dibagi menjadi
dua jenis yaitu hukuman penjara terbatas dan hukuman penjara tidak
terbatas. Hukuman penjara terbatas yaitu hukuman yang dibatasi lamanya
hukuman yang dijatuhkan dan harus dilaksakan terhukum, sedangkan
hukuman penjara tidak terbatas adalah dsapat berlaku sepanjang hidup,
smapai mati atau sampai si terhukum bertaubat seperti pembunuhan,
pembunuh yang terlepas dari qishash kare suatu hal-hal yang meragukan,
homoseksual, pencurian. Jadi pada prinsipnya penjara seumur hidup itu
hanya dikenakan bagi tidak kriminal yang berat-berat saja.
4. Hukuman Pengasingan
Membuang si terhukum dalam suatu tempat, masih dalam wilayah
negara dalam

bentuk memenjarakannya. Sebab kalau dibuang tidak

dalam tempat yang khusus, dia akan membahayakan tempat yang menjadi
pembuangan.

31

5. Hukuman Penyaliban
Dalam pengertian ta’zir , hukuman salib berbeda dengan hukuman
salib yang dikenakan bagi pelaku jarimah hudud hirabah . hukuman salib
sebagai hukuman ta’zir dilakukan tanpa didahului atau disertai dengan
mematikan sipelaku jarimah. Dalam hukuman salib ta’zir ini, si pelaku
disalib hidup-hidup dan dilarang makan dan minum atau melakukam
kewajibannya shalatnya walaupun sebatas dengan isyarat. Adapun
lamanya hukuman ini tidak lebih dari tiga hari.
6. Hukuman Pengucilan
Sanksi ini dijatuhkan bagi pelaku kejahtan ringan. Asalnya
hukuman ini diperuntukkkan bagi wanita yang nuyuz, membangkang
terhadap suaminya, Al-Qur’an memerintahkan kepada laki-laki untuk
menasehatinya.kalau hal ini tiak berhasil, maka wanita tersebut
diisolasikan dalam kamarnya sampai ia menunjukan tanda-tanda
perbaikan seperti dalam surat an-nisa ayat 34.
           
           
        

            

Artinya : kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi k