ISLAMIC PARENTING di WILAYAH MINORITAS (Cara Keluarga Muslim Menanamkan dan Mempertahankan Keyakinan Anggota Keluarga di Daerah Semarapura Tengah, Klungkung – Bali).

(1)

ISLAMIC PARENTING

di WILAYAH MINORITAS

(Cara Keluarga Muslim Menanamkan dan Mempertahankan Keyakinan

Anggota Keluarga di Daerah Semarapura Tengah, Klungkung – Bali)

Skripsi

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh :

NITA HERLINA EKASAPUTRI

NIM. B03211025

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM

JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2015


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Nita HerlinaEkasaputri

(B03211025),

Islamic Parenting

di Wilayah

Minoritas(CaraKeluarga Muslim

MenanamkandanMempertahankanKeyakinanpadaAnggotaKeluarga di Daerah Semarapura

Tengah, Klungkung – Bali.

FokusPenelitianadalah (1) Bagaimana proses

Islamic Parenting

di wilayahminoritas

(carakeluarga Muslim menanamkandanmempertahankankeyakinanpadaanggotakeluarga di

daerahSemarapura Tengah, Klungkung – Bali? (2)Bagaimanahasildari proses

Islamic

Parenting

di wilayahminoritas (carakeluarga Muslim

menanamkandanmempertahankankeyakinanpadaanggotakeluarga di daerahSemarapura

Tengah, Klungkung – Bali?

Dalammenjawabpermasalahantersebut,

penelitimenggunakanmetodepenelitianKualitatifDeskritifyang mengungkapkancarakeluarga

Muslim dalammenanamkandanmempertahankankeyakinanpadaanggotakeluarga yang berada

di wilayahminoritas.Dalammengganalisa proses

Islamic Parenting

ini data yang

digunakanberupahasilwawancaraobservasi, dandokumentasi yang

disajikandalambabpenyajian data dananalisis data. Subyekpenelitianiniadalahtigakeluarga

Muslim di Semarapura Tengah, Klungkung – Bali.Langkahselanjutnyaadalahmenganalisis

data

data yang telahditemukandandikumpulkanuntukmenjawabpertanyaan yang

telahditetapkanolehpeneliti.Dalamproses

Islamic Parenting

di

wilayahminoritasorangtuamenerapkanpolaasuhmulaisejakbayihinggaanakbesar,

orangtuatidakhanyamemberikannasihatdanpengawasan,

melainkanmemberikanketeladananuntukanak. Orangtua pun menanamkannila – nilai agama

yang kuatsertahubunganbermasyarakat yang baiksertaharmonis, hasildari proses

Islamic

Parenting

di wilayahminoritasinianakmampumenjalankanapa yang

diterapkanolehkeduaorangtunya, menjalankansegalaperintah Allah

danmenjauhisegalalarangan, yang merupakanbentukdarinilai –

nilai agama yang

telahditanamkansejakkecil, sertaparaanakinidalambermasyarakatnya pun

berjalandenganharmonisdanrukuntanpamembedakansatudenganlainnya.


(6)

DAFTAR ISI

JUDUL PENELITIAN ………i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ………..ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ………iii

MOTTO ………iv

PERSEMBAHAN ………v

KATA PENGANTAR ……….vi

PERNYATAAN OTENTITAS SKRIPSI ………..viii

ABSTRAK………ix

DAFTAR ISI

BAB I

: PENDAHULUAN

A.

LatarBelakangMasalah ………..

1

B.

RumusanMasalah ………

6

C.

TujuanPenelitian ……….

7

D.

ManfaatPenelitian ……… 7

E.

DefinisiKonsep ………. 8

F.

MetodePenelitian ……….

11

1.

PendekatandanJenispenelitian ………...

11

2.

SasarandanLokasiPenelitian ………..

12

3.

JenisdanSumber Data ……….

13

4.

Tahapan – TahapanPenelitian ……….. 15

5.

TeknikPengumpulan Data ……… 16

6.

TeknikAnalisis Data………. 18

7.

TeknikKeabsahan Data ………. 19

G.

SistematikaPembahasan ………. 20

BAB II

:

ISLAMIC PARENTING

dan MASYARAKAT MINORITAS

1.

Islamic Parenting

(PolaAsuhIslami) ………. 22


(7)

b.

Jenis – JenisPolaAsuh ………. 23

c.

KarakterPolaAsuh ……….. 24

d.

PolaAsuhIslami ………... 26

e.

Metode – MetodePolaAsuhIslami ………... 32

f.

Menanamkan Moral padaAnak ………

34

g.

MenumbuhkanPerilaku Spiritual padaAnak ………

34

2.

MasyarakatMinoritas ………..

39

a.

PengertianMasyarakatMinoritas ………..

39

b.

Agama danMasyarakat ……….

39

c.

PolaAsuh di Wilayah Minoritas ……… 40

3.

MempertahankanKeyakinan ……… 41

a.

Pengertian Agama ………... 41

b.

KesadaranBeragama ………... 42

c.

KrisisNilai – Nilai Agama dalamKeluarga ……… ..

45

4.

HasilPenelitianTerdahulu yang Relevan ……….

48

BAB III

:

ISLAMIC PARENTING

di WILAYAH MINORITAS

(Cara Keluarga Muslim MenanamkandanMempertahankanKeyakinan

AnggotaKeluarga di Daerah Semarapura Tengah, Klungkung – Bali)

A.

Masyarakat Muslim di Klungkung ………. ... 51

1.

SejarahKabupatenKlungkung ………...

51

2.

KondisiKabupatenKlungkung ………. ..

55

3.

SejarahMasuknya Muslim di KabupatenKlungkung …...

56

4.

KondisiMasyarakat di Klungkung

danSemarapura Tengah ……….. . .. 59

B.

Islamic Parenting

di Wilayah Minoritas

1.

Keluarga Muslim SebagaiSubyekPenelitian ……….

60

2.

Proses

Islamic Parenting

di Wilayah Minoritas (Cara Keluarga

Muslim

MenanamkandanMempertahankanKeyakinanAnggotaKeluarga di

Daerah Semarapura Tengah, Klungkung

Bali)

……….

63

3.

Hasildari

Islamic Parenting

di Wilayah Minoritas (Cara Keluarga


(8)

MenanamkandanMempertahankanKeyakinanAnggotaKeluarga di

Daerah Semarapura Tengah, Klungkung – Bali) …

79

BAB IV

:

ISLAMIC PARENTING

dalam TINJAUAN KONSELING ………. 85

1.

AnalisisTemuan Data ……… 85

2.

KonstribusiPenelitiuntukKetigaKeluarga Muslim ……….

89

3.

SingkronisasidenganTeori ………... 91

BAB V

: PENUTUP

A.

Kesimpulan ……… 96

B.

Saran ……….. 97

DAFTAR PUSTAKA


(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam satu tempat tinggal dan masing – masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan diri.1 Dan orangtua merupakan madrasah pertama bagi anak – anaknya. Yang dari kedua orangtuanya lah anak dapat membentuk karakter diri dan disiplin diri. Disiplin diri merupakan aspek utama dan esensial pada pendidikan dalam keluarga yang diemban oleh kedua orang tua, karena mereka bertanggung jawab secara kodrati dalam meletakkan dasar – dasar dan pondasi pada anak – anaknya.

Saat ini di era globalisasi, kompleksitas masalah kehidupan mengalami perubahan yang cepat sekali. Jika dalam era globalisasi ini tidak ada upaya untuk mengantisipasi, manusia dapat larut dan hanyut di dalamnya. Terutama pada anak – anak yang tidak takut lagi untuk melakukan hal – hal yang sangat bertentangan dengan moral – moral yang ada terutama menyangkut tentang agama. Salah satu upaya kongkrit yakni mengundang anak – anak untuk mengaktifkan diri dengan nilai – nilai moral untuk memiliki dan mengembangkan dasar – dasar disiplin diri, dengan demikian upaya tersebut menunjukkan perlu adanya posisi dan

      

1

Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Anak Mengembangkan Displin Diri (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), hal. 17.


(10)

 

 

tanggung jawab dari orang tua. Karena orang tua berkewajiban meletakkan dasar – dasar disiplin diri kepada anak.2

Lain dulu lain pula sekarang, ungkapan ini sangat pas sekali apabila kita kaitkan dengan pergaulan anak – anak saat ini, dalam bergaul mereka saat ini cenderung bebas, tak kenal batasan, dan tak mengenal norma – norma yang berlaku sehingga terjadilah kenakalan – kenakalan yang sangat merugikan diri mereka sendiri. Dalam dunia psikologi perkembangan anak memiliki tahap perkembangan yang terjadi sesuai dengan umurnya, berawal dari masa bayi 0–2 tahun, masa kanak – kanak 1-5 tahun, masa anak – anak sekolah dasar 6-12 tahun, masa pra pubertas 12-14 tahun, sampai pada masa pubertas kisaran 14-17 tahun.3

Di usia 6-12 tahun masa anak memasuki dunia sekolah, anak mulai bergaul dengan orang – orang di luar keluarganya. Sehingga informasi – informasi yang anak tidak dapati di dalam keluarga atau di dalam rumah, anak akan dapatkan di luar dari lingkungan keluarganya, yakni lingkungan sekolah. Selanjutnya mulailah pada usia 12-14 tahun, yang dimana anak telah memasuki masa peralihan antara masa kanak – kanak ke masa dewasa. Yaitu masa remaja (pra pubertas atau awal pubertas). Remaja merupakan suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda – tanda seksual sekundernya sampai saat ia

      

2

 Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Anak Mengembangkan Displin Diri (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), hal. 11. 

3


(11)

 

 

mencapai kematangan seksual, lalu individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak – kanak menjdi dewasa.4

Para remaja ini berusaha untuk menemukan jalan hidupnya, dan mulai mencari nilai – nilai tertentu, seperti kebaikan, keluhuran, kebijaksanaan, keindahan, dan sebagainya. Selanjutnya usia 14-17 tahun, pada masa ini merupakan masa pubertas, masa dimana para remaja mulai berani untuk mencoba – coba sesuatu yang baru, mereka menganggap bahwa diri mereka bukan anak – anak lagi, melainkan anak – anak yang telah cukup dewasa untuk melakukan tindakan – tindakan yang bisa dikatakan di luar norma atau nilai yang telah di tetapkan, khususnya oleh agama. Disinilah orang tua harus benar – benar memantau anak – anaknya, memberikan bimbingan, perhatian, serta tauladan yang baik. Sehingga anak telah memiliki benteng diri sebelum melakukan tindakan – tindakan yang tidak diinginkan. Dan benteng paling kuat yang harus ditanamkan oleh orang tua yakni agama, agama merupakan suatu hal yang dijadikan sandaran penganutnya ketika terjadi hal – hal yang berada di luar jangkauan dan kemampuannya, karena sifatnya yang supra-natural sehingga diharapkan dapat mengatasi masalah – masalah.5 Apabila orang tua acuh terhadap pendidikan agama, maka anak akan menjadi liar sehingga bisa saja akan terjadi diluar kehendak orang tua. Contohnya mabuk, narkoba, mencuri, dan lain – lain. Biasanya prilaku seperti ini

      

4

Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2011), hal.12.

5


(12)

 

 

banyak kita jumpai di kota – kota besar, orangtua yang sibuk akan pekerjaannya sehingga intensitas bertemu antara anak dengan orangtua yang sangat kurang. Sehingga menyebabkan anak kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang, namun masalah yang seperti ini tidak menutup kemungkinan di kota – kota kecil terjadi hal yang serupa sama. Jika anak – anak kurang dalam mendapatkan perhatian, kasih sayang, pendidikan moral dan agama, tidak menutup kemungkinan anak akan melakukan atau mencoba hal – hal yang tidak diinginkan.

Begitu pula yang terjadi di pulau Bali banyak dimasuki budaya – budaya asing, baik budaya yang manfaat maupun budaya yang tidak bermanfaat, sehingga sangat mempengaruhi masyarakat Bali. Di sini lah peran orangtua sangat diharapkan, orangtua dituntut untuk menjaga dan memantau anak – anak dari budaya – budaya yang kemungkinan besar akan merusak moral, prilaku, serta nilai – nilai yang anak telah pelajari.

Dari pemaparan di atas tentang keadaan di Bali, peneliti tertarik untuk mengambil objek penelitian di kelurahan yang ada di Bali, yakni kelurahan Semarapura Tengah. Kelurahan Semarapura Tengah merupakan salah satu kelurahan yang ada di kabupaten Klungkung, Semarapura Tengah memiliki jumlah penduduk ± 4000 jiwa, dengan penduduk beragama Islam ± terdapat 967 jiwa (24,17%), dan beragama Hindu ±


(13)

 

 

2794 (69,85%).6 Kehidupan yang harmonis, saling tenggang rasa serta menghormati satu dengan lainnya menjadikan tempat ini selalu hidup pada kerukunan. Namun ternyata masih saja terdapat masalah yang terjadi berkaitan dengan pola asuh orangtua, khususnya untuk keluarga Muslim yang mana anak – anak atau remaja dalam pergaulan sehari – hari cenderung bebas dan kurang terkendali, sehingga menyebabkan gampang terpengaruhnya ke hal – hal negative. Permasalahan ini tidak terlepas dari keluarga yang kualitas dan kuantitas bertemunya kurang, dengan kesibukan orangtua dalam bekerja, menjadikan anak kurang pula dalam pengontrolan, pengawasan, serta bimbingan. Lalu pendidikan agama di sekolah juga kurang memadai, menyebabkan sedikit sekali anak mendapatkan pendidikan tentang Aqidah dan Ahklak. Hal ini juga sangat mempengaruhi prilaku anak dalam kehidupannya, tetapi masih ada juga orangtua yang memberikan pola asuh terbaik untuk anak – anaknya, seperti contoh, orangtua memasukkan anaknya ke PTA – PTA yang ada di Klungkung, karena di kelurahan Semarapura Tengah sendiri belum ada tempat mengaji sehingga orangtua memasukkannya ke PTA7 di luar kelurahan ini. Tujuannya ialah agar memantapkan pengetahuan agama

      

6

Sumber BPS Klungkung, disadur dari data Kecamatan Klungkung tahun 2012 – sekarang.

7

 PTA (Pesantren Tarbiyatul Anfal) merupakan tempat para putra maupun putri yang ada di kabupaten Klungkung ini menimba ilmu agama, dengan di bagi menjadi tiga tingkatan yakni Taman Pendidikan Al – Qur’an, Madrasah Diniyah Awaliyah, dan Madrasah Diniah Wusto. Yang diajarkan bukan hanya membaca Al – Qur’an saja, melainkan seluruh pelajaran PAI. PTA ini di mulai ba’da Ashar sampai pukul 17:00 WITA untuk TPQ, dan Ba’da Magrib sampai Ba’da Isyah untuk MDA dan MDW. 


(14)

 

 

sehingga menjadi bekal untuk di kemudian hari, tidak hanya itu saja orangtua juga menciptakan pergaulan yang sehat dengan mengarahkan putra dan putrinya mengikuti organisasi – organisasi remaja atau majelis ilmu, yang semuanya bergerak dalam bidang agama. Antara lain Remaja Masjid (REMAS) dan Organisasi Siswa Muslim SMA/K (OSMAK). Dengan didukung kegiatan – kegiatan, seperti pengajian Yasinan dan Tahlil, Talk Show keagamaan, dan lomba – lomba pentas Pendidikan Islam. Semua kegiatan ini di rancang oleh para putra dan putri yang berada di kota Semarapura, Klungkung – Bali. Dari sinilah para putra dan putri ini menjaga agar tidak terjerumus kedalam pergaulan bebas dan tetap mempertahankan keimanannya sampai saat ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana proses dari Islamic Parenting di wilayah minoritas (cara keluarga Muslim menanamkan dan mempertahankan keyakinan anggota keluarga di daerah Semarapura Tengah, Klungkung – Bali) ? 2. Bagaimana hasil dari Islamic Parenting di wilayah minoritas (cara

keluarga Muslim menanamkan dan mempertahankan keyakinan anggota keluarga di daerah Semarapura Tengah, Klungkung – Bali) ?


(15)

 

 

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah di paparkan sebelumnya, maka peneliti menetapkan beberapa tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Islamic Parenting di wilayah minoritas (cara keluarga Muslim menanamkan mempertahankan keyakinan anggota keluarga di daerah Semarapura Tengah, Klungkung – Bali).

2. Untuk mengetahui hasil dari Islamic Parenting di wilayah minoritas (cara keluarga Muslim menanamkan dan mempertahankan keyakinan anggota keluarga di daerah Semarapura Tengah, Klungkung – Bali).

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini di harapkan memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun praktis diantaranya adalah:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan, yakni bidang Bimbingan Konseling khususnya Konseling Keluarga dan Konseling Agama, menambah wawasan pemikiran bagi pembaca serta peneliti tentang Islamic Parenting di wilayah minoritas (cara keluarga Muslim menanamkan dan mempertahankan keyakinan anggota keluarga di Daerah Semarapura Tengah, Klungkung – Bali.


(16)

 

 

2. Manfaat Praktis

Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan tentang proses Islamic Parenting yang berada di minoritas muslim. Bahwa peneliti akan menemukan pola asuh orangtua yang berbeda antara daerah minoritas di Bali dengan daerah minoritas lainnya.

E. Definisi Konsep

1. Pola Asuh Islami

Baumrind menjelaskan bahwa, pola asuh yakni bagaimana orang tua dapat mengontrol, membimbing, dan mendampingi anak – anaknya untuk melaksanakan tugas – tugas perkembangannya menuju proses pendewasaan. 8

Dari penjelasan di atas, pola asuh merupakan cara bagaimana orang tua berinteraksi terhadap anak – anaknya, dengan cara selalu mengontrol, membimbing, mendampingi. Lalu orang tua mampu untuk mengetahui kondisi anak atau mengetahui apa yang saat ini anak rasakan, sehingga ketika anak dalam keadaan terpuruk orang tua mampu memberikan dukungan dan memperlakukan anak dengan baik sesuai dengan kondisi anaknya.

      

8


(17)

 

 

Dalam pola asuh yang Islami orangtua membentuk karakter anak – anaknya mulai dari sejak anak ini masih kecil, berawal dari mengarahkan anak ke hal – hal yang agamis tanpa melalaikan yang umum, lalu menyekolahkan anak ke sekolah Islam dan menjaga anak – anak dari pergaulan yang tidak baik, dengan cara memberi contoh yang ada dilingkungan sekitar si anak tersebut. Sehingga anak bisa belajar sendiri dari yang ia saksikan, dan tak lupa orangtua yang memberikan contoh pola prilaku yang baik di depan anak – anak. Agar anak dapat meniru apa yang orangtua contohkan.

2. Masyarakat Minoritas

Masyarakat Minoritas adalah yakni jumlah masyarakatnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Masalah mayoritas dan minoritas golongan agama ini umumnya bersifat narrative dan deskritif. Masalah itu didekati dari sudut pandang politik, agama, sosiologi, dan lain – lain.9 Dalam masyarakat minoritas biasanya hidup saling berdampingan dengan masyarakat mayoritas, masyarakat minoritas dan masyarakat mayoritas memegang teguh saling hormat menghormati, tenggang rasa, dan hidup dalam keharmonisan. Memiliki hak – hak dan kewajiban

      

9


(18)

10 

 

 

yang sama, hak untuk mendapat perlindungan dan pengayoman serta kewajiban untuk menjaga ketertiban, kenyamanan, keharmonisan antar sesama. Sehingga mayarakat mayoritas menghormati segala bentuk aktifitas yang dilaksanakan oleh masyarakat minoritas, begitu pula masyarakat minoritas pun menghormati segala bentuk aktifitas yang dilaksanakan oleh masyarakat mayoritas.

3. Mempertahankan Keyakinan

Menurut Abdul Aziz Ahyadi, agama adalah pengalaman dunia seseorang tentang ketuhanan disertai keimanan dan peribadatan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.10 Agama juga merupakan pegangan hidup setiap manusia, karena dari agamalah lahir aturan – aturan yang diperbolehkan dan aturan yang dilarang. Apabila kita melanggar aturan yang dilarang, maka kita akan mendapatkan hukuman (dosa) namun bagi yang tidak melanggar maka akan mendapatkan hadiah (pahala). Mempertahankan keyakinan di sini, dengan cara menanamkan nilai – nilai agama serta norma yang sesuai dengan apa yang diajarkan, lalu mengontrol lingkungan agar tidak terjerumus ke sesuatu yang tidak di inginkan. Dan mengarahkan ke segala sesuatu yang positif,

      

10

Baharuddin, Psikologi Agama dalam Perspektif Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008), hal. 25.


(19)

11 

 

 

sehingga apa bila terkena hal yang negative. Mereka akan menjauhi hal negative tersebut.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian, penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara mendasar bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.11 Penelitian kualitatif ini menggunakan penelitian deskritif, data yang dikumpulkan adalah berupa kata – kata, gambar, dan bukan angka – angka. Hal itu disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti.12

Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan – kutipan akan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, dokumen pribadi. Pada penulisan laporan, peneliti menganalisis data yang sangat kaya dan sejauh mungkin

      

11 Lexy J. Moleong,

Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 4.

12

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 11. 


(20)

12 

 

 

dalam bentuk aslinya. Hal itu hendaknya dilakukan seperti orang merajut sehingga setiap bagian ditelaah satu demi satu.

Dengan menggunakan penelitian kualitatif deskritip ini, peneliti akan mencatat apa saja yang dilihat, didengar, dirasakan dan ditanyakan kepada subjek. Baik berupa data riwayat hidup, cerita dari subjek yang diteliti, dan lain sebagainya, sehingga permasalahan yang terjadi akan sesuai dengan peneliti angkat.

2. Sasaran dan Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini yang akan menjadi sasaran penelitian yakni Islamic Parenting atau pola asuh Islami di wilayah minoritas, yang peneliti akan ungkap. Lalu subyek dari penelitian ini adalah 3 keluarga Muslim semuanya tinggal di daerah Semarapura Tengah, Klungkung – Bali.

Dengan lokasi penelitian di Bali, yang merupakan penduduk Muslim yang minoritas. Menjadikan penduduk Muslim minoritas ini menjadi objek penelitian dan disini peneliti bertindak sebagai pengamat partisipasi. Alasan peneliti memilih Bali untuk tempat yang akan digunakan penelitian, karena peneliti memandang bahwa Bali sebagai pulau yang sangat terkenal, lalu sering di datangi oleh tamu – tamu domestic maupun luar. Sehingga mau tidak mau budaya asing akan masuk ke pulau ini,


(21)

13 

 

 

fenomena inilah yang peneliti ingin korek lebih dalam lagi, tentang cara keluarga Muslim menanamkan dan mempertahankan keyakinan anggota keluarga.

3. Jenis dan sumber data

a. Jenis data

Karena penelitian ini menggunakan kualitatif deskritif analisis, maka jenis data yang digunakan adalah data yang bersifat non statistik dimana data yang diperoleh dalam bentuk kata verbal, tidak dalam bentuk angka. Jenis data dalam penelitian ini adalah:

1. Data primer adalah data yang diambil dari sumber data primer atau sumber pertama di lapangan.13 Di sini peneliti akan menggali data tentang pola asuh Islami orang tua terhadap anak, cara orang tua menanamkan dan mempertahankan keyakinan ada diri anak, selanjutnya menggali data untuk menentukan langkah preventif sehingga anak tidak terjebak ke hal – hal yang tidak diinginkan.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber data kedua, yang diperoleh dari gambaran lokasi penelitian,

      

13

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013). hal 128.


(22)

14 

 

 

keadaan lingkungan dll. Dari data sekunder ini, peneliti akan meneliti tentang kondisi lokasi penelitian, statistic penduduk di lokasi penelitian, kondisi tempat tinggal dari subjeck yang akan di teliti.

b. Sumber data

Sumber data adalah salah satu yang paling penting dalam penelitian. Kesalahan dalam menggunakan atau memahami sumber data, maka data yang diperoleh juga akan meleset dari yang diharapan. Ada dua jenis sumber data yang biasanya digunakan dalam penelitian, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.

1. Sumber data primer adalah sumber pertama dimana sebuah data dihasilkan. Sumber pertama ini adalah keluarga – keluarga Muslim yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Dan mereka akan menjadi subyek penelitian.

2. Sumber data sekunder adalah sumber data kedua sesudah sumber data primer. Data yang tidak langsung diperoleh datanya dari informan. Sumber data sekunder ini adalah orang – orang sekitar yang paham tentang masalah yang peneliti angkat, yakni Tokoh Agama.


(23)

15 

 

 

4. Tahap – Tahap Penelitian

Dalam hal ini peneliti menggunakan 3 tahapan yaitu : a. Tahap Pra Lapangan

Tahap ini merupakan satu langkah awal sebelum memasuki lapangan, yaitu sebagai berikut : mendesain penelitian, artinya penelitian terlebih dahulu membuat suatu bahan dan mendesain apa yang dilakukan dalam penelitian, kemudian mensurvei lapangan, membuat proposal penelitian, dan mengurus surat perizinan untuk melakukan penelitian langsung di lapangan.

b. Tahap Pekerjaan Lapangan

Pada tahap ini, peneliti melakukan observasi langsung. Peneliti juga akan mewawancara para subjek yang akan diteliti, dengan wawancara yang tersruktur. Dan dokumentasi juga akan peneliti memasukkan dalam tahap pekerjaan lapangan ini, setelah itu penelitian akan mengananalisis dari hasil – hasil pengumpulan data tersebut. Sehingga sub – sub kategori ini dapat menjawab dari tujuan penelitian.


(24)

16 

 

 

c. Tahap Analisis Data

Pada tahap ini setelah kegiatan observasi, wawancara, dan dokumentasi, peneliti akan mensingkronkan seluruh hasil dari tiga tahap pengumpulan data tersebut. Setelah itu peneliti akan menganalisis, dari analisis data ini peneliti akan melihat singkron apa tidak antara observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dan terakhir peneliti akan menyimpulkan.

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya. Maka dari itu observasi yakni kemampuan seorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pacaindra mata serta dibantu dengan pacaindra lainnya. 14

Peneliti menggunakan observasi langsung, pengamatan dilakukan secara langsung pada obyek yang diobservasi, dengan bentuk observasi berstruktur, peneliti telah mengetahui aspek atau aktivitas yang akan diamati, yang relevan dengan masalah dan tujuan penelitian. Peneliti akan mengobservasi

      

14

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013). hal 142.


(25)

17 

 

 

dari lingkungan sekitar, kegiatan sehari – hari dari subjek yang diteliti, lalu cara orangtua dalam mengasuh anak – anaknya, dan peneliti juga akan mengobservasi pola auh orangtua yang diterapkan ke anak.

b. Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai.15

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin mengetahui hal – hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sekidit. Peneliti akan mewawancarai 3 keluarga Muslim yang terdiri ibu, bapak, dan anak – anaknya, yang ada di kelurahan Semarapura Tengah Klungkung – Bali. Disini peneliti akan mengorek informasi cara keluarga Muslim ini menanamkan dan mempertahankan keyakinan anggota keluarga. Dan tidak hanya 3 keluarga ini saja yang akan diwawancara, namun peneliti juga akan mewawancarai orang – orang yang berhubungan dengan masalah atau fenomena yang diangkat oleh peneliti.

      

15

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013). hal 133. 


(26)

18 

 

 

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah salah satu pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini. Sebagaian besar data yang tersedia berbentuk surat – surat, catatan harian, kenangan – kenangan, laporan dan sebagainya. 16 Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakannya untuk mendapatkan data kegiatan dari 3 keluarga muslim yang menjadi subyek penelitian, dokumentasi dari informan sumber sekunder. Selanjutnya lokasi dari daerah yang akan diteliti, kondisi dari subyek, dan lain – lain.

6. Teknik Analisis Data

Proses analisis data adalah proses memilih dari beberapa sumber maupun permasalahan yang sesuai dengan obyek penelitian yang dilakukan. Analisis data diperlukan agar dapat mengembangkan kategori dan sebagai perbandingan yang kontras untuk menemukan sesuatu yang mendasar dan memberikan deskripsi apa adanya. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian dilakukan secara kualitatif, data berupa observasi dan wawancara. Adapun data yang akan dianalisis adalah Islamic

Parenting atau pola asuh Islami dilakukan oleh orangtua yang

      

16

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013). Hal 154.


(27)

19 

 

 

berada di daerah minoritas dan hasil dari cara Keluarga Muslim menjaga keyakinan anggota keluarga.

7. Teknik Keabsahan Data

Teknik keabsahan data merupakan faktor yang menentukan dalam penelitian kualitatif untuk mendapatkan kemantapan validitas data. Dalam penelitian ini peneliti memakai keabsahan data sebagai berikut:

a. Perpanjangan Pengamatan

Dengan memperpanjang pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui. Dengan perpanjang pengamatan ini berarti hubungan peneliti dengan obyek yang diteliti akan tidak ada jarak lagi.17 Peneliti akan melakukan penelitian kurang lebih selama 2 minggu, jika 2 minggu ini dianggap kurang maka peneliti akan menambahkan penelitian selama 1 minggu lagi.

b. Meningkatkan Ketekunan

Meningkatkan ketentuan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Peneliti akan dengan sangat tekun dalam melakukan observasi serta

      

17

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: ALFABETA, CV, 2011).hal 271.


(28)

20 

 

 

wawancara. Agar tujuan – tujuan serta permasalahan yang peneliti inginkan dapat terungkap. Dengan cara tersebut maka kepastian data akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.

c. Trianggulasi

Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan fakta yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu, untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. lalu trianggulasi dalam pengujian keabsahan data diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Peneliti membuktikannya dengan cara menyatukan hasil observasi dengan membandingkan data hasil observasi dengan data hasil wawancara. Selanjutnya membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi.

G. Sistematika Pembahasan

Dalam penelitian ini agar menjadi bahan kajian yang mudah maka peneliti menyusun sistematika pembahasannya sebagai berikut :

BAB I : Merupakan pendahuluan, yang menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,


(29)

21 

 

 

metode penelitian yang terdiri dari a) pendekatan dan jenis penelitian, b) sasaran dan lokasi penelitian, c) jenis dan sumber data, d) tahap-tahap penelitian, e) teknik pengumpulan data, f) teknik analisis data g) teknik keabsahan data. Kemudian pembahasan tentang sistematika pembahasan

BAB II : Merupakan kajian teoritik yang membahas tentang teori yang digunakan untuk menganalisis masalah yang peneliti angkat. Dan masalah yang akan diteliti yakni pola asuh Islami, masyarakat minoritas, dan mempertahankan keyakinan.

BAB III: Merupakan penyajian data yang membahas tentang deskripsi umum objek peneliti dan deskripsi hasil penelitian cara keluarga Muslim mempertahankan keyakinan anggota keluarga di daerah Semarapura Tengah, Klungkung – Bali.

BAB IV: Merupakan analisis data yang mana analisis data yang penulis buat adalah analisis data dan pembahasan hasil penelitian.

BAB V :Merupakan penutup yang meliputi kesimpulan dan saran. Pada bab ini memberikan gambaran secara jelas tentang kesimpulan dari seluruh pembahasan skripsi ini dan sekaligus memberikan saran.


(30)

22 

 

 

BAB II

ISLAMIC PARENTING dan MASYARAKAT MINORITAS

1. Islamic Parenting (Pola Asuh Islami)

a. Pengertian Pola Asuh

Menurut Baumrind, pola asuh yakni bagaimana orang tua dapat mengontrol, membimbing, dan mendampingi anak – anaknya untuk melaksanakan tugas – tugas perkembangannya menuju proses pendewasaan. 18 Menurut Monk, pola asuh adalah cara orang tua dalam memberikan kasih sayang dan cara mengasuh yang memiliki pengaruh besar untuk anak - anaknya.19

Beberapa pendapat yang telah dijabarkan di atas, pola asuh merupakan cara orang tua berinteraksi terhadap anak – anaknya, dengan cara selalu mengontrol, membimbing, mendampingi. Lalu orang tua mampu untuk mengetahui kondisi anak atau mengetahui apa yang saat ini anak rasakan, sehingga ketika anak dalam keadaan terpuruk orang tua mampu memberikan dukungan dan memperlakukan anak dengan baik sesuai dengan kondisi anaknya. Dalam pola asuh ini, tidak hanya orang tua mengetahui kondisi perkembangan jiwa dari hal – hal negatif saja, melainkan untuk membentuk karakter

      

18

Muallifah, Psycho Islamic Smart Parenting (Yogyakarta: DIVA Press, 2009), hal. 42

19

  Mohammad Takdir Ilahi, Quantum Parenting (Yogyakarta: KATAHATI,2013), hal.134.


(31)

23 

 

 

dan kepribadiannya agar menjadi insan spiritual yang selalu taat menjalankan perintah agama.

b. Jenis – Jenis Pola Asuh

Berkaitan dengan pola asuh, banyak sekali jenis – jenis pola asuh orangtua yang akan diterapkan untuk anak – anaknya. Sehingga ini menjadi faktor utama yang menentukan potensi dan karakter dari anak tersebut. Berkaitan dengan jenis – jenis pola asuh orangtua, Baumrind mengatakan ada tiga jenis pola asuh orangtua,20 yakni pola asuh otoriter (authoritarian), pola asuh permisif (permissive), pola asuh demokratis (authoritative).

1. Pola asuh otoriter (authoritarian)

Pola asuh ini, orangtua suka memaksakan anak untuk mengikuti aturan – aturan yang telah ditetapkan oleh orangtua. Sehingga apabila anak melanggar, maka orangtua akan menghukum sesuai dengan kesalahannya. Lalu orangtua jarang memberikan pujian apabila anak berprestasi atau melakukan sesuatu yang baik. Dalam pola asuh ini, anak tidak dibiarkan untuk mengolah potensi yang ada pada dirinya termasuk kreativitas yang anak miliki.

      

20

  Mohammad Takdir Ilahi, Quantum Parenting (Yogyakarta: KATAHATI,2013), hal.135.


(32)

24 

 

 

2. Pola asuh permisif (permissive)

Orangtua memberikan kebebasan kepada anak seluas mungkin, sehingga orangtua tidak banyak mengatur dan mengontrol anak tersebut. Dan anak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengatur dirinya sendiri, lalu diberikan kewenangan untuk mengontrol dirinya sendiri.

3. Pola asuh demokratis (authoritative)

Pola asuh ini lebih menekankan, orangtua menyeimbangkan antara hak dan kewajiban anak dan orangtua sendiri. Saling bisa melengkapi satu sama lain, yang mana orangtua melibatkan anak dalam mengambil keputusan, dan selalu mendukung pekerjaan yang anak akan lakukan. Selama anak dapat bertanggung jawab dengan apa yang dikerjakannya.

c. Karakteristik Pola Asuh

Pola asuh, memiliki karakteristik yang dapat dibagi menjadi ke dalam 3 karakteristik, antara lain perilaku pola asuh, interaksi orangtua dan anak, kompetensi orangtua dalam pola asuh.21

      

21


(33)

25 

 

 

1. Prilaku Pola Asuh

Perilaku pola asuh orangtua sangatlah variatif, tergantung orangtua yang akan menerapkan pola asuh yang seperti apa kepada anak – anaknya. Di sini orangtua harus pandai – pandai untuk berkomunikasi terhadap anak, memberikan anak kepercayaan, serta penerapan disiplin terhadap anak. Perilaku pola asuh yang disosialisasikan dalam keluarga dan sekolah akan menentukan kompetensi perkembangan anak baik dari segi sosial, kognitif, emosi, religius, dan sebagainya.

2. Interaksi Orangtua – Anak

Interaksi antara orangtua dengan anak ini, tidak hanya ditentukan berapa banyak bertemunya antara anak dan orangtua. Melainkan sejauh mana kualitas orangtua berinteraksi dengan sang anak, jika kualitas berinteraksi antara orangtua dengan anak terjalin dengan baik. Maka orangtua akan memahami karakter dari anak – anaknya, dari memahami karakter inilah, orangtua dapat menentukan tipe pola asuh seperti apa yang akan diterapkan, agar anak tidak merasa tertekan dan tersiksa karena mengeluh bentuk pola asuh yang diterapkan oleh orangtua yang tidak sesuai dengan diri anak tersebut.


(34)

26 

 

 

3. Kompetensi Orangtua dalam Pola Asuh

Kompetensi ini merupakan kompetensi orangtua untuk menjalankan tugasnya dalam mendidik anak – anaknya. Kompetensi pengasuhan anak, dilihat dari kemampuan orangtua dalam memadukan antara perkembangan anak dan pertumbuhan anak. 22

d. Pola Asuh Islami

Pola asuh Islami menurut Darajat adalah suatu kesatuan yang utuh dari sikap dan perlakuan orangtua kepada anak sejak kecil, baik dalam mendidik, membina, membiasakan dan membimbing anak secara optimal bedasarkan Al – Qur’an dan Al – Hadits.23 Orang tua harus mampu memberikan bimbingan, pengarahan, atau menerapkan pendidikan yang bisa membuat anak menjalankan ajaran Islam dengan benar serta menjadikan anak memiliki akhlaqul karimah.24Dan mempersiapkan anak – anak kita menjadi generasi muda yang memiliki moral yang mengacu dalam norma – norma Islam.

Membimbing dan mendidik anak dalam syariat Islam sudah diajarkan dan merupakan suatu kewajiban bagi seorang muslim, karena anak merupakan amanat dari Allah, yang harus

      

22

  Muallifah, Psycho Islamic Smart Parenting (Yogyakarta: DIVA Press, 2009), hal. 67. 

23

   Z Dradjat, Membina Nilai – Nilai Moral di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), hal. 34.

24


(35)

27 

 

 

dipertanggungjawabkan oleh orang tua. Dalam pola asuh yang Islami orang tua membentuk anak yang shalih dan shalihah dan ini harus dimulai dari perilaku orang tua sejak dini, bukan hanya dalam proses mengandung. Islam memandang bahwa prilaku anak di masa depan adalah cerminan dari orang tuanya dan pola pendidikan yang diterapkan di dalam keluarga. Dalam kitab suci kita yakni Al - Qur’an pola asuh telah Allah lafadz kan dalam firmannya. Dan pola asuh ini disebut dengan pola asuh yang Qur’ani seperti pola asuh Luqman kepada anaknya, Luqman bukan seorang Nabi, bukan seorang Ulama, atau orang yang berkuasa. Melainkan Luqman orang biasa yang Allah abadikan namanya di kitab suci Al – Qur’an dalam surah Luqman surah ke 31, karena Luqman selalu memberikan pembelajaran maupun nasihat yang luar biasa kepada anaknya, agar anaknya selalu menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya.

Orang tua yang menerima, melindungi dan menuntut kepada anak adalah pola asuh yang telah dicontohkan oleh Luqmanul Hakim sebagaimana telah dikisahkan di dalam ayat-ayat Al – Qur’an. Di antara pola asuh yang diterapkan oleh


(36)

28 

 

 

Luqmanul Hakim kepada anaknya ialah: (1) menerima, (2) melindungi, dan (3) menuntut kepada anak.25

Menerima dijelaskan bahwa Luqman Hakim menerima anaknya dengan sepenuh hati, Luqman Hakim sangat bertanggung jawab atas apa yang telah Allah titipkan kepadanya.

Luqman menuntut kepada anaknya, agar anaknya tersebut untuk mendirikan shalat dan mengajak manusia untuk mengerjakan amal shaleh dan mencegah orang agar tidak melakukan perbuatan mungkar. Selanjutnya, anak disuruh bersabar atas apa yang menimpa dirinya. Dalam Surah Luqman, ayat ke 17 Allah berfirman,

ﺎ ا

ْﺮ ْ او

ﺮﻜْ ْا

ﻪْاو

فْوﺮْ ْﺎ

ْﺮ ْأو

ة

ﻮ ﱠ ا

ا

مْﺰ

ْ

ﻚ ذ

ﱠنا

رْﻮ ﺎْا

“Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu,

      

25

 M. Thalib, “Pola Asuh Orang Tua: Perspektif Konseling dan Al – Qur’an”,


(37)

29 

 

 

sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting”.26

Masih banyak lagi nasihat – nasihat yang Luqman sampaikan kepada anaknya, yang intinya memerintahkan anaknya untuk selalu dekat dengan Allah, menjalankan perintahnya serta menjauhi larangannya, bersabar atas apa yang Allah ujikan kepadanya, serta berbuat amar makruf nahi mungkar. Dan pola asuh yang Luqman terapkan patut di contoh oleh para orangtua, membentengi anak dengan agama sejak kecil. Sehingga jiwa, prilaku, sikap, sifat, dan egois yang ada pada anak bisa tercover dengan baik, sesuai dengan agama ajarkan kepada kita semua. Jika anak akan melakukan hal – hal yang tidak diinginkan, maka anak akan berfikir ulang untuk melakukannya. Selain surat Luqman ada beberapa surat lain yang menjelaskan tentang pola asuh orangtua, orangtua adalah guru utama dan keluarga sebagai sekolah pertama untuk melahirkan generasi terbaik. Al Quran mengingatkan umat Islam agar tidak meninggalkan generasi yang lemah. Allah berfirman dalam Surah An Nisa’ ayat ke 9,

      

26

 Departemen Agama RI, Q.S. Luqman 31:17Al- Qur’an dan TerjemahanAl – Hikam


(38)

30     

و

ا

آ

أﻮ

ذ

ر

أﻮ

ا

أ

اﺪ ﺪﺳﺎ ﻮ أﻮ

ﻮ و

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.27

Tetapi kita diminta untuk meninggalkan generasi yang kuat, cerdas, penyejuk mata dan hati, serta pemimpin orang yang taqwa, seperti firman Allah berikut ini di dalam Surah Al – Furqaan’,ayat ke 74,

و

ا

ن

ر

ه

أ

ز

و

أ

ة

ر

ذ

و

ﺎ إ

ا

و

Dan orang orang yang berkata: “Ya tuhan kam anugrahkan kepada kami, isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai

      

27

 Departemen Agama RI, Q.S. An Nisaa’ 4:9 Al- Qur’an dan Terjemahan Al – Hikam


(39)

31 

 

 

penyenang hati kami, dan jadikan kami imam bagi orang orang yang bertaqwa”.28

Bukan hanya di dalam Al – Qur’an saja yang menjelaskan tentang pola asuh orangtua, namun dalam hadist juga dijelaskan bagaimana orangtua mendidik anaknya dalam balutan agama. Contohnya ibadah sholat, sholat merupakan ibadah wajib yang harus dikerjakan oleh setiap orang Muslim. Dan itu juga diperintahkan kepada orangtua untuk mengajarkan anak – anaknya melaksanakan ibadah sholat tersebut. Islam mengajarkan bahwa anak diberi nasihat pada usia 7 tahun apabila tidak mengerjakan sholat, apabila telah berusia 10 tahun anak dipukul jika tidak mengerjakan sholat, dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abi Dawud sebagai berikut:

ﺳإ

ﺎ ﺪ

يﺮﻜ ا

مﺎ ه

ﺮ ﺆ

ﺎ ﺪ

ةﺰ

ﻮ أ

دواد

راﻮﺳ

ﻮهو

دواد

ﻮ أ

لﺎ

ةﺰ

أ

راﻮﺳ

أ

وﺮ

ﺮ ا

ﺰ ا

لﺎ

ﺳو

ا

ا

لﻮﺳر

لﺎ

ةﺎ ﺎ

آدﺎ

وا

او

      

28

 Departemen Agama RI, Q.S. Al - Furqaan’ 25:74 Al- Qur’an dan TerjemahanAl – Hikam (Bandung: Dipenegoro), hal 366.  


(40)

32 

 

 

ﺮ و

ء

ﺎ أ

هو

ﺎﻬ

ه

ﻮ ﺮ او

ءﺎ أ

هو

ا

اﻮ

“Menceritakan kepada kami Mu`ammar bin Hisyam, yakni al-Yasykuri, menceritakan kepada kami Isma'I, dari Sawwar Abu Hamzah berkata Abu Dawud; Dia adalah Suwwar bin Dawud Abu Hamzah al-Muzani al-Shairafi dari Amru bin Syu'aib, dari ayahnya dari kakeknya dia berkata; Rasulullah shallallahu

'alaihi wasallam bersabda: Perintahkan anak kalian untuk

shalat saat mereka berusia tujuh tahun, pukullah mereka (jika tidak melaksanakan shalat) saat mereka berusia sepuluh tahun. Bedakan mereka tempat di tempat tidurnya.”29

e. Metode – Metode Pola Asuh Islami

Dalam pola asuh Islami, terdapat beberapa metode yang orang tua wajib menerapkannya. Adapun metode – metode tersebut adalah pola asuh yang bersifat keteladanan, pola asuh yang bersifat nasihat, pola asuh dengan perhatian atau pengawasan.30

      

29

 Abi Dawud sulaiman ibn al – Asy’asy al – Sajastani, Sunan Abi Dawud, (Berut: Dar al – Kutub al – Ilmiyyat, 2004), cet. Ke – 2, h. 91.

30


(41)

33 

 

 

1. Pola asuh yang bersifat keteladanan.

Orang tua harus menjadi contoh yang terbaik untuk anak – anaknya. Sehingga orang tua tidak hanya memerintah saja, namun menjalankan apa yang diperintahkan. Agar anak dapat melihat, bahwa apa yang di perintahkan oleh kedua orang tuanya, merupakan apa yang di kerjakan oleh kedua orang tuanya pula.

2. Pola asuh yang bersifat nasihat.

Orang tua menjadi seseorang yang menyenangkan untuk anak – anaknya. Menegur dengan lemah lembut apa bila anak melakukan kesalahan, dan memberikan nasihat dengan bahasa yang menyenangkan sehingga anak mau dan paham akan apa yang dikehendaki oleh orang tua. Misalnya dengan menceritakan sebuah perumpamaan atau sebuah alkisah, yang isinya mengandung nasihat – nasihat. Sehingga anak dapat mengambil pelajaran dari nasihat tersebut. Seperti Luqman dalam melindungi anaknya dengan memberikan nasehat – nasehat agar anaknya selalu berbuat kebajikan, dari nasihat – nasihat inilah cara Luqman membina dan mendidik anaknya tersebut atau pola asuh Luqman sebagai orangtua dengan cara memberikan


(42)

34 

 

 

nasihat. Salah satu nasihat yang Luqman katakan kepada anaknya yang tercantum dalam Q.S. Luqman ayat ke 13,

ﷲﺎ

ْكﺮْﺸﺗﺎ

ﻰﱠ

ﻪﻈ

ﻮهو

ﻪ ْﺎ

ْ

لﺎ

ْذاو

ٌْﻈ

ٌْﻈ

كْﺮﱢﺸ ا

ﱠنا

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan allah adalah benar-benar kezaliman yang besar”. 31

3. Pola asuh dengan perhatian atau pengawasan.

Perhatian dan pengawasan ini meliputi pendidikan, sosial, spiritual, moral, dan lain – lainnya. Apabila anak melakukan hal – hal yang baik, maka orang tua akan memberikan imbalan (reward) dan hukuman (punishment). f. Menanamkan Moral pada Anak

Semakin berkembangnya zaman, semakin tergerusnya moralitas yang ada pada diri setiap orang. Banyak orang yang merasa bahwa, moral tidak penting lagi untuk diterapkan dalam kehidupan mereka. Mereka berfikir, untuk bebas melakukan apa saja yang ingin mereka lakukan, tanpa harus berfikir itu

      

31

Departemen Agama RI, Q.S. Luqman 31:13 Al- Qur’an dan TerjemahanAl – Hikam


(43)

35 

 

 

benar atau salah. Dan dari sinilah orangtua harus mengerahkan tenaga serta pikiran, agar anak yang menjadi tanggung jawab para orangtua memiliki moral yang baik serta dapat menjunjung tinggi moralitas tersebut. Maka dari itu, dalam pola asuh Islami ini orangtua harus bekerja keras untuk menanamkan moral yang sesuai dengan ajaran agama Islam. g. Menumbuhkan Perilaku Spiritual pada Anak

Tugas orangtua tidak hanya bertanggung jawab atas kecerdasan anak, tetapi juga harus mengajarkan nilai – nilai spriritual yang direfleksikan dalam kehidupannya sehari – hari.

Keluarga merupakan tempat yang tepat untuk penanaman nilai – nilai agama. Dalam sebuah keluarga inilah merupakan momen paling penting yang menentukan keyakinan seorang anak agar berprilaku secara spiritual. Namun, yang terjadi banyak orangtua yang lebih mencurahkan upaya untuk membentuk kecerdasan intelektual dan emosional atau perkembangan fisik anak mereka, sedangkan ajaran spiritual kurang diperhatikan. Menurut Mimi Doe dan Marsha Walch, pengalaman spiritual anak sangat beragam dan cenderung individual.32 Ketika anak memahami Tuhan sebagai sumber cinta dan menjadikan doa sebagai cara berhubungan dengan

      

32


(44)

36 

 

 

sumber itu, secara tidak langsung anak telah memahami bahwa kepada Tuhanlah mereka meminta dan bersandar.

Ada 5 stategi bagi orangtua untuk membimbing perkembangan spriritual anak, yakni dimulai sejak usia dini, kenali diri anda sendiri, nilai – nilai spriritual adalah urusan sehari – hari, dengarkan anak anda, dan bacakan buku. Selanjutkan akan penulis uraikan satu persatu 5 strategi di atas.

1. Dimulai Sejak Usia Dini

Menanamkan kepercayaan kepada Tuhan tentu saja harus dimulai sejak anak masih bayi, mengapa dimulai sejak bayi? Karena dari bayi inilah anak mulai terbiasa dengan apa yang di lakukan oleh kedua orangtuanya. Dengan kata lain apabila para orangtua melakukan atau membiasakan anak dengan sesuatu yang jelek, maka yang jelek tersebut akan terbawa sampai si anak ini dewasa, namun jika orangtua melakukan atau membiasakan anak dengan sesuatu yang baik, maka yang baik itu pula akan terbawa sampai si anak dewasa, ini sesuai dengan teori konseling yang di cetuskan oleh J.B. Watson dan di kenal dengan Behaviour.33 Orangtua yang membiasakan dirinya untuk melakukan hal – hal yang positif, sehingga anak akan

      

33

 Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar – Dasar Konseling, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011), hal 167.


(45)

37 

 

 

melihat dam memperhatikan kedua orangtuanya melakukan hal positif tersebut. Dengan demikian anak akan mengikuti dan akhirnya terbiasa sampai anak menjadi dewasa. Maka dari itu melatih perkembangan spiritual anak harus dimulai sejak usia dini

2. Kenali Diri Anda Sendiri

Di saat anak – anak mulai memasuki dunia sekolah, anak tersebut akan mulai muncul pikiran kritisnya dan rasa ingin tahunya. Karena anak telah mendapatkan informasi dari luar lingkungan keluarganya, jika anak tidak memahami informasi tersebut, maka anak akan tanyakan kepada orangtuanya langsung. Sehingga orangtua harus selalu siap dengan pertanyaan – pertanyaan yang anak lontarkan, jika orangtua masih mencari – cari jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan. 34 Berterus teranglah kepada anak, jangan sampai para orangtua mencoba membohongi atau memberikan keyakinan palsu.

3. Nilai – Nilai Spiritual adalah Urusan Sehari – Hari

Mengajarkan nilai – nilai spiritual kepada anak bukanlah aktivitas yang bisa ditanamkan hanya dalam jangka waktu singkat, namun melalui tahapan – tahapan sesuai dengan

      

34


(46)

38 

 

 

perkembangan anak. Alangkah baiknya nilai – nilai spiritual ditanamkan dalam kehidupan sehari – hari sehingga anak terbiasa dengan amalan – amalan yang bisa memperkuat keimanan anak.

4. Dengarkan Anak Anda

Dalam proses penanaman spiritual, anak akan melontarkan pertanyaan – pertanyaan dan memberikan komentar yang anak telah pelajari baik dari keluarganya maupun sekolah. Pertanyaan dan komentar yang anak sampaikan ke orangtua, sebaiknya orangtua dengarkan dengan penuh perhatian dan jangan diabaikan apalagi dimarahi. Pendapat yang dikemukakan oleh Angga Setyawan dalam bukunya Anak Juga Manusia, mengajak para orangtua untuk mencoba memahami pertanyaan anak dengan bijaksana, jika orangtua tidak tahu jawabannya maka simpanlah pertanyaan anak tersebut untuk dicari jawabannya bersama – sama.35 Bangunlah komunikasi dua arah melalui cara merespons pertanyaan anak dengan bijaksana, jika orangtua tidak tahu setidaknya orangtua dapat belajar dari pertanyaan dan komentar dari anak.

      

35

Angga Setyawan, @Anak Juga Manusia Jadilah Orangtua Terbaik Sediakan Hati Untuk Anak, (Jakarta : Noura Books,2013), hal 72.


(47)

39 

 

 

5. Bacakan Buku

Buku merupakan jendela dunia,dari bukulah kita banyak mengetahui apa saja yang ingin kita ketahui. Dan orangtua harus membiasakan anak – anak untuk menyukai buku, khususnya buku – buku yang menunjang meningkatnya spiritual anak. Seperti buku – buku bergambar, cerita tradisional dari banyak budaya, buku cerita yang semuanya menyampaikan pesan – pesan spiritual.

Tanamkan kepada anak, bahwa Tuhan selalu ada, memperhatikan, mencintai, menjaga, setiap manusia. Jika anak – anak tahu bahwa mereka dicintai dan diperhatikan, mereka dapat menjalankan hidup dengan penuh gembira dan damai. Anak – anak yang sadar secara spiritual cenderung lebih bertanggung jawab dan mendapatkan pilihan – pilihan yang bijaksana. Anak – anak yang mempunyai landasan spiritual percaya bahwa hidup mereka mempunyai arti bagi orang lain dan dirinya sendiri.


(48)

40 

 

 

2. Masyarakat Minoritas

a. Pengertian Masyarakat Minoritas

Masyarakat minoritas adalah yakni masyarakat yang jumlah masyarakatnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan masyarakat lainnya.

Masalah mayoritas dan minoritas golongan agama ini umumnya bersifat narative dan deskritif, masalah itu didekati dari sudut pandang politik, agama, sosiologi, dan lain – lain.36 Dalam masyarakat minorita, hidup saling berdampingan dengan masyarakat mayoritas. Masyarakat minoritas dan masyarakat mayoritas hormat menghormati, tenggang rasa, dan hidup dalam keharmonisan. Memiliki hak – hak dan kewajiban yang sama, hak untuk mendapat perlindungan dan pengayoman serta kewajiban untuk menjaga ketertiban, kenyamanaa, keharmonisan antar sesama. Sehingga mayarakat mayoritas menghormati segala bentuk aktifitas yang dilaksanakan oleh masyarakat minoritas, begitu pula masyarakat minoritas pun menghormati segala bentuk aktifitas yang dilaksanakan oleh masyarakat mayoritas.

b. Agama dan Masyarakat

Menurut para ilmuan sosial, kehidupan manusia yang terbentang sepanjang sejarah selalu dibayang – bayangi oleh apa

      

36


(49)

41 

 

 

pun yang disebut agama.37 Agama memberi makna pada kehidupan individu dan kelompok, agama juga memperkuat norma – norma kelompok, sanksi untuk perbuatan yang tidak benar dan tidak baik, dan menjadikan dasar persamaan tujuan serta nilai – nilai yang menjadi landasan keseimbangan masyarakat. Setiap masyarakat akan menciptakan agamanya sendiri, agama pada saat tertentu dapat berfungsi sebagai pelindung tatanan sosial, dan pada saat lainnya dapat menilai kondisi sosial saat sekarang dengan mengacu pada gambaran masyarakat ideal dan dengan demikian menumbuhkan gerakan pembaharuan.

c. Pola Asuh di Wilayah Minoritas

Telah dijelaskan dan dijabarkan sebelumnya tentang pola asuh dan masyarakat minoritas, dengan segala definisi dan penjabarannya. Sehingga dalam sub bab ini, penulis akan menjelaskan tentang pola asuh orangtua yang berada atau tinggal di wilayah minoritas, yang di dalamnya akan terjadi akulturasi budaya serta lingkungan yang berbeda dengan keluarga yang berada di wilayah mayoritas.

Dalam wilayah minoritas, pola asuh yang diterapkan orangtua kepada anak – anak akan semakin ketat, ketat yang dimaksud di sini adalah orangtua sungguh – sungguh mendidik, membimbing,

      

37


(50)

42 

 

 

dan mengajarkan putra – putri mereka agar dapat hidup berdampingan sehingga dapat hidup dalam kerukunan dan damai. Bukan hanya itu, orangtua akan memberikan pembelajaran yang lebih kepada putra dan putri mereka tentang aspek agama, sosial, budaya, adat istiadat, dan aspek lainnya terutama aspek nilai dan moral. Aspek – aspek ini sangat berpengaruh terhadap karakteristik yang di bentuk pada anak. Sehingga anak mampu dan siap untuk menjadi seseorang yang bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya setelah anak ini dapat beraktualisasi dengan lingkungannya dan orang lain.

3. Mempertahankan Keyakinan

a. Pengertian Agama

Menurut Abdul Aziz Ahyadi, agama adalah pengalaman dunia seseorang tentang ketuhanan disertai keimanan dan peribadatan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.38

Talcott Parsons mengemukakan bahwa agama adalah titik artikulasi antara system kultural dan sosial, nilai – nilai dari sistem budaya terjalin dalam sistem sosial dan diwariskan dari generasi satu ke generasi selanjutnya.39

      

38Baharuddin,

Psikologi Agama dalam Perspektif islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008), hal. 25. 

39

 Baharuddin,, Psikologi Agama dalam Prespektif Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008), hal. 70. 


(51)

43 

 

 

Sehingga dari seluruh uraian diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan, agama adalah seperangkat pedoman hidup yang diyakini sesifat sakral dan berasal dari Zat Yang Maha Tinggi yang berisi tentang aturan – aturan yang diperbolehkan dan aturan yang dilarang. Apabila kita melanggar aturan yang dilarang, maka kita akan mendapatkan hukuman (dosa) yang tidak melanggar maka akan mendapatkan hadiah (pahala). Dan apapun yang terjadi pada diri kita, kita tetap harus mempertahankan agama yang telah kita anut.

b. Kesadaran Beragama

Penggambaran tentang kemantapan kesadaran beragama tidak terlepas dari kemantapan kepribadian, tercapainya kematangan kesadaran beragama seseorang bergantung pada kecerdasan, kehidupan motivasi, pengalaman hidup, dan keadaan lingkungan sosial. Pelaksanaan ajaran agama harus secara konsisten dan bertanggung jawab dengan perintah agama yang telah ditetapkan, karena tiada kebahagiaan yang lebih mulia daripada kewajiban melaksanakan perintah agama secara konsisten (istiqomah).40 Orang – orang yang melaksanakan ajaran agama secara konsisten tersebut dijelaskan dalam Al- Qur’an Surah Fushshilat ayat ke 30 sebagai berikut

      

40

Baharuddin, Psikologi Agama dalam Perspektif Islam, (Malang : UIN Malang Press,2008),hal 186.


(52)

44     

ا

ن

ا

ر

ا

ﷲا

ا

ا

ل

ا

ا

و

ا

و

ا

أ

و

ا

ا

آ

و

ن

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang Telah dijanjikan Allah kepadamu".41

Dan peneliti akan menguraikan kesadaran beragama pada masa anak – anak dan kesadaran beragama pada masa remaja.42

1. Kesadaran Beragama pada Masa Anak – Anak

Fitrah beragama dalam diri setiap anak merupakan naluri yang menggerakkan hatinya untuk melakukan perbuatan “suci” yang dilhami oleh Tuhan Yang Maha Esa.43 Allah berfirman dalam Q.S. Ar – Rum ayat ke 30,

و

ت

ﷲا

ا

ا

س

ذ

ﷲا

ا

ا

و

ا

آ

ا

س

ن

       41

 Departemen Agama RI,  Q.S. Fushshilat 41:30 Al- Qur’an dan TerjemahanAl – Hikam

(Bandung: Dipenegoro), hal 480. 

42 Abdul Aziz Ahyadi,

Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2005), hal. 40.

43

  Baharuddin, Psikologi Agama dalam Perspektif Islam, (Malang : UIN Malang Press,2008),hal 98. 


(53)

45 

 

 

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan

manusia menurut fitrah itu.44 tidak ada peubahan pada

fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.45

Pada saat anak baru saja dilahirkan, anak belum beragama. Namun ia baru memiliki potensi untuk berkembang menjadi manusia yang beragama. Dan ini merupakan tugas dari para orangtua untuk menanamkan, membentuk, dan mengembangkan potensi anak agar kesadaran beragama tersebut muncul dan terasah. Karena kesadaran beragama seorang anak, sangat terpengaruh oleh kesadaran beragama orangtuanya.

2. Kesadaran Beragama pada Masa Remaja

Selaras dengan jiwa remaja yang berada dalam transisi masa anak – anak menuju kedewasaan, maka kesadaran beragama pada masa remaja dalam keadaan peralihan dari kesadaran agama pada masa anak – anak menuju kemantapan beragama. Dalam fase ini remaja mengalami kegoyahan, pemikiran yang kritis, konflik batin, kerisauan,

      

44

 Fitrah Allah: maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. 

45

 Departemen Agama RI,  Q.S. Ar – Rum 30:30 Al- Qur’an dan TerjemahanAl – Hikam


(54)

46 

 

 

dan kebimbangan dan ini Nampak pada kehidupan agamanya. Para remaja mulai menemukan pengalaman spiritual yang bersifat individual dan sukar digambarkan kepada orang lain, sehingga beragama sudah bukan karena ikut – ikutan orangtua mereka, melainkan benar – benar beragama karena Tuhan atau Allah Swt.

c. Krisis Nilai –Nilai Agama dalam Keluarga

Kehidupan masyarakat, khususnya di dalam keluarga tidak terlepas dari nilai – nilai yang ada di masyarakat, antara lain nilai agama, sosial, adat istiadat, dan lain – lain. Nilai inilah menentukan prilaku setiap orang, nilai agama yang merupakan ujung tombak dari segala nilai yang menjadi pegangan hidup setiap orang pun saat ini mengalami krisis. Banyak yang mengabaikan nilai agama ini, seperti jauh dari agama dikarenakan degradasi nilai – nilai agama tersebut.

1. Jauh dari Agama

Seperti yang telah penulis ulas di pembahasan sebelumnya, bahwa saat ini di zaman era globalisasi masyarakat akan cenderung mengikuti budaya – budaya asing. Dari budaya asing ini kadang kita tidak bisa menyaring antara budaya yang baik maupun yang kurang baik, maka dari itu orangtua harus menciptakan keluarga


(55)

47 

 

 

sesuai dengan tuntutan dan tuntunan yang telah Allah ajarkan kepada kita umat Islam.

Keluarga Muslim seharusnya suka beribadah, dimana anak – anaknya dididik tiga hal yakni : sholat yang benar dan khusu’, mampu membaca Al – Qur’an dengan baik, dan berakhlak mulia.46 Apabila tiga hal tersebut telah dikuasai oleh anak, maka insya Allah anak akan terbentengi dari kelakuan yang akan merusak nilai – nilai agamanya, karena telah semakin banyaknya orang – orang yang mengalami degradasi nilai – nilai agama.

2. Degradasi Nilai – Nilai Agama

Kehidupan masyarakat khususnya keluarga tidak lepas dari sistem nilai yang ada di masyarakat tersebut. Sistem nilai menentukan perilaku anggota masyarakat. Berbagai sistem nilai ada di masyarakat salah satunya adalah agama. Agama yang merupakan pegangan setiap manusia dalam menjalankan kehidupan di dunia. Namun degradasi nilai – nilai agama akhir – akhir ini sangat terasa, semua agama merasakan bahwa kebanyakan umatnya kurang setia terdahap agama yang dianutnya.47 Dengan kata lain saat ini

      

46

Sofyan S. Willis, Konseling Keluarga, (Bandung: ALFABETA, 2013), hal. 20.

47


(56)

48 

 

 

banyak umat kurang taat beribadah sebagaimana yang diperintahkan oleh agamanya.

Hal ini terasa pada kehidupan keluarga. Contohnya pada saat sholat jum’at anak malas di suruh untuk bergegas berangkat sholat jum’at, anak malah berkonsentrasi dengan menonton TV atau bermain game. Kadang kala orangtua yang mencontohkan kepada anak yang tidak baik, sehingga anak meniru apa yang dilakukan oleh orangtuanya. Di samping itu ada pula orangtua yang aktif beribadah, tetapi susah untuk mengajak anaknya beribadah, ini dikarenakan pengaruh lingkungan yang tak terkendali lalu menyebabkan keluarga – keluarga muslim menghadapi kendala untuk beribadah sesuai tuntunan agamanya. Inilah ujian yang harus dihadapi, ujian untuk tetap berada dijalan yang benar dan menjauhi laranganNya.

Orangtua menjadi contoh teladan untuk anak, sehingga anak – anak yang mudah meniru, mau meniru para orangtuanya. Dan nilai – nilai agama yang saat ini bayak mengalami degradasi perlahan tapi pasti, akan kembali ke sedia kala yakni nilai – nilai yang utuh yang umatnya akan selalu menjalankan perintah agamanya.


(57)

49 

 

 

4. Relevansi Penelitian Terdahulu

a. STUDI KOMPARATIF TENTANG PARENTING STYLE PADA REMAJA YANG MENGALAMI KEHAMILAN PRA – NIKAH

Nama : Apriliani Auliawati Nim : B07206010

Prodi : Psikologi – Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya

Tahun : 2010

Persamaan : Persamaan penelitian yang terdahulu dengan sekarang yakni, sama – sama membahas tentang pola asuh orang atau parenting.

Perbedaan : Sedangkan perbedaannya, penelitian terdahulu membahas tentang parenting stlye pada remaja yang mengalami kehamilan pra – nikah, dalam kasus ini peneliti menunjukkan bahwa parenting stlye / gaya pengasuh orangtua dari subyeck yang diteliti memiliki latar belakang keluarga yang broken home, dan ini sangat mempengaruhi dalam pembentukan kepribadian dan prilaku dari masing – masing subyeck yang mengalami kehamilan pra –


(58)

50 

 

 

nikah. Sedangkan penelitian saat ini, peneliti akan meneliti tentang pola asuh Islami atau Islamic parenting yang berada di wilayah minoritas dalam penelitian ini, peneliti akan mengungkapkan tentang para orangtua menanamkan nilai – nilai agama kepada anak – anaknya, lalu menjaga anak – anaknya dari tindakan yang tidak diinginkan. Serta peran orangtua dalam mendidik anak, mempertahankan kekuatan nilai – nilai yang telah ditanamkan, serta member pemahaman kepada anak tentang apa saja yang dibolehkan dan apa saja yang dilarang.

b. KORELASI ANTARA POLA ASUH ORANG TUA MURID DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) PADA SISWA KELAS XI SMA MUHAMMADIYAH 2 SIDOARJO

Nama : Asnifah Nim : D01300280

Jurusan : Pendidikan Agama Islam – Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya


(59)

51 

 

 

Persamaan : Persamaan dari penelitian terdahulu dengan penelitian

sekarang yakni, sama – sama membahas tentang pola asuh orangtua terhadap anaknya.

Perbedaan : Perbedaannya, dalam penelitian terdahulu membahas korelasi antara pola asuh orangtua murid dengan kemandirian belajar Pendidikan Agama Islam. Peneliti disini membuktikan bahwa pola asuh orangtua dapat menjadikan anak mandiri dalam belajar PAI namun setelah penelitian ini dilakukan dapat di ambil

kesimpulan, bahwa tidak ada hubungan antara pola asuh orangtua murid dengan kemandirian belajar PAI.


(60)

52 

 

 

BAB III

ISLAMIC PARENTING di WILAYAH MINORITAS (Cara Keluarga

Muslim Menanamkan dan Mempertahankan Keyakinan Anggota Keluarga di Daerah Semarapura Tengah, Klungkung – Bali )

A. Masyarakat Muslim di Klungkung

1. Sejarah Kabupaten Klungkung

Ida I Dewa Agung Jambe adalah Pendiri Kerajaan Klungkung tahun 1686 dan merupakan penerus Dinasti Gelgel. Kerajaan Gelgel pada waktu itu merupakan pusat kerajaan di Bali dan masa keemasan kerajaan ini tercipta pada masa pemerintahan Dalem Watu Renggong , di mana kemakmuran dan kesejahteraan rakyat berhasil dicapai .

Pada tahun 1650 telah terjadi pemberontakan oleh seorang Perdana Menteri Kerajaan bernama I Gusti Agung Maruti yang menyebabkan runtuhnya Kerajaan Gelgel yang pada saat itu diperintah Dalem Dimade. Gusti Agung Maruti mengambil alih Kerajaan tersebut dari tangan Dalem Dimade raja terakhir yang memerintah kerajaan Gelgel. Pada waktu itu Dalem Dimade menyelamatkan diri dengan mengungsi ke Desa Guliang di wilayah Kerajaan Bangli . Salah seorang Putranya yakni Ida I Dewa Agung Jambe sebagai mana tersebut di atas kemudian berhasil kembali merebut kerajaan Gelgel dari cengkraman I Gusti Agung Maruti pada tahun 1686 Masehi . Sejak itu Gelgel tidak lagi sebagai tempat kerajaan . Di suatu daerah yang letaknya agak ke


(61)

53 

 

 

utara dari Gelgel, dan daerah ini dinamai Klungkung, disitulah kemudian Ida I Dewa Agung Jambe mendirikan Istana tempat tinggal. Istana ini kemudian dinamakan Semarapura atau Semarajaya . Sejak itu gelar “Dalem” tidak lagi dipergunakan bagi raja- raja yang memerintah di Kerajaan Klungkung. Gelar yang disandang secara turun – temurun oleh raja – raja Klungkung disebut “ Dewa Agung “.

Beberapa raja telah memerintah secara turun – temurun di Kerajaan klungkung , dan yang terakhir adalah Ida I Dewa Agung Gede Jambe ( Ida I Dewa Agung Putra IV ), kebetulan namanya sama dengan nama raja yang telah mendirikan Kerajaan Klungkung ini . Kerajaan Klungkung tidak bertahan lama, wilayah kerajaan terbelah menjadi kerajaan-kerajaan kecil seperti kerajaan Badung, Gianyar, Karangasem, Buleleng, Bangli, Tabanan, Jembrana, Denpasar dan kerajaan Klungkung sendiri.

Pada masa pemerintahan raja Klungkung terakhir yaitu Ida I Dewa Agung Gede Jambe tepatnya pada tanggal 28 April 1908 telah terjadi suatu peristiwa yang menggemparkan di Kerajaan Klungkung . Serdadu Belanda di bawah Komando Jenderal M . B . Rost Van Tonningen telah melakukan serangan terhadap Kerajaan Klungkung .

Raja Ida I Dewa Agung Jambe dengan disertai para Bahudanda ( Pembesar Kerajaan ) dan segenap rakyatnya yang setia berupaya melakukan perlawanan yang gigih terhadap serangan bengis pasukan


(62)

54 

 

 

Belanda tersebut , namun sia – sia. Akhirnya Raja bersama sekalian dengan pengikutnya gugur di medan Puputan. Sedangkan di pihak Belanda walaupun ada juga beberapa yang tewas dan luka – luka, tapi ini tidak berarti apa – apa bagi keutuhan pasukan Belanda, namun cukup memberikan pukulan psikologis terhadap Belanda. Kejadian itu sampai sekarang dikenal sebagai “PUPUTAN KLUNGKUNG “. Sejak itu Kerajaan Klungkung dan seluruh Bali menjadi jajahan Belanda .

Guna memulihkan situasi Kerajaan Klungkung yang baru saja ditaklukkan yaitu dalam upaya agar rakyatnya mau memberikan simpati dan dukungan kepada Pemerintah Kerajaan yang baru, maka Pemerintah Hindia – Belanda telah memutuskan untuk mengangkat seorang tokoh yang tepat untuk menjadi raja. Tokoh tersebut tiada lain ialah Ida I Dewa Agung Gede Oka Geg . Penobatannya yakni sebagai regen ( Zelfbesturder Landschap Van Klungkung ) dilakukan pada bulan Juli 1929. Siasat ini dapat memulihkan keadaan di Kerajaan Klungkung sampai akhirnya bangsa Indonesia memploklamirkan Kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.

Zelfbestuur atau dikenal juga dengan istilah swapraja adalah istilah untuk wilayah yang memiliki hak pemerintahan sendiri. Status swapraja berarti daerah tersebut dipimpin oleh pribumi serta berhak mengatur urusan administrasi, hukum, dan budaya internalnya. Pemerintahan pendudukan Jepang (1942-1945)


(63)

55 

 

 

menggantikan status daerah swapraja menjadi kochi. Selanjutnya Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, melalui Undang-undang Darurat Republik Indonesia no 69 tahun 1958 tanggal 9 Agustus 1958 tentang Pembentukan daerah-Daerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, Daerah Swapraja Klungkung diubah bentuknya menjadi Daerah Tingkat II Klungkung.

Ketika dilaksanakannya Undang-Undang No. 18 tahun 1965, maka DATI II diubah dengan nama Kabupaten DATI II dan kemudian disempurnakan lagi dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 5 tahun 1974 yang menggantikan nama Kabupaten. Dan seiring dengan perjalanan sang waktu, ibu kota kabupaten yakni Kota Klungkung pun diubah dan diresmikan namanya menjadi Kota Semarapura pada 28 April 1992 oleh Menteri Dalam Negeri Rudini berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.18 tahun 1992. Selanjutnya, setiap 28 April ditetapkan sebagai Hari Puputan Klungkung dan HUT Kota Semarapura. Hari jadi kota Semarapura bertepatan juga dengan peresmian Monumen Puputan Klungkung. 48

      

48

 http://www.klungkungkab.go.id/index.php/profil/13/Sejarah-Klungkung (website ini, merupakan website resmi dari pemerintah kabupaten Klungkung – Bali ) 


(64)

56 

 

 

2. Kondisi Kabupaten Klungkung

Kabupaten Klungkung merupakan Kabupaten yang paling kecil dari 9 (sembilan) Kabupaten dan Kodya di Bali, terletak diantara 115 ° 27 ' - 37 '' 8 ° 49 ' 00 ''. Lintang Selatan dengan batas-batas disebelah utara Kabupaten Bangli. Sebelah Timur Kabupaten Karangasem, sebelah Barat Kabupaten Gianyar, dan sebelah Selatan Samudra India, dengan luas : 315 Km ².

Wilayah Kabupaten Klungkung sepertiganya ( 112,16 Km ²) terletak diantara pulau Bali dan dua pertiganya ( 202,84 Km ² lagi merupakan kepulauan yaitu Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan. Menurut penggunaan lahan di Kabupaten Klungkung terdiri dari lahan sawah 4.013 hektar, lahan kering 9.631 hektar, hutan negara 202 hektar, perkebunan 10.060 hektar dan lain-lain 7.594 hektar. Kabupaten Klungkung merupakan dataran pantai sehingga potensi perikanan laut.Panjang pantainya sekitar 90 Km yang terdapat di Klungkung daratan 20 Km dan Kepulauan Nusa Penida 70 Km. Permukaan tanah pada umumnya tidak rata, bergelombangbahkan sebagian besar berupa bukit-bukit terjal yang kering dan tandus.Hanya sebagian kecil saja merupakan dataran rendah.Tingkat kemiringan tanah diatas 40 % (terjal) adalah seluas 16,47 Km2 atau 5,32 % dari Kabupaten Klungkung.


(65)

57 

 

 

Bukit dan gunung tertinggi bernama Gunung Mundi yang terletak di Kecamatan Nusa Penida. Sumber air adalah mata air dan sungai hanya terdapat di wilayah daratan Kabupaten Klungkung yang mengalir sepanjang tahun. Sedangkan di Kecamatan Nusa Penida sama sekali tidak ada sungai. Sumber air di Kecamatan Nusa Penida dalah mata air da air hujan yang ditampung dalam cubang oleh penduduk setempat. Kabupaten Klungkung termasuk beriklim tropis .Bulan-bulan basah dan bulan-bulan kering antara Kecamatan Nusa Penida dan Kabupaten Klungkung daratan sangat berbeda.

Kecamatan Klungkung merupakan kecamatan terkecil dari 4 (empat) Kecamatan yang ada di Kabupaten Klungkung, dengan batas-batas disebelah Utara Kabupaten Karangasem, sebelah Timur Kecamatan Dawan, sebelah Barat Kecamatan Banjarangkan dan sebelah Selatan dengan Selat Badung, dengan luas 2.095 Ha, secara persis semua terletak di daerah daratan pulau Bali.49

3. Sejarah Masuknya Muslim di Kabupaten Klungkung

Islam masuk ke Bali diperkirakan pada abad ke-13 dan 14 melalui Kerajaan Gelgel, namun tepatnya belum ada penelitian yang pasti. Penelitian tentang asal muasal Islam di Bali masih terhitung langka.

      

49

 http://www.klungkungkab.go.id/index.php/profil/13/Sejarah-Klungkung (website ini, merupakan website resmi dari pemerintah kabupaten Klungkung – Bali ) 


(1)

99 

 

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan mengenai Islamic Parenting di wilayah minoritas, maka dapat disimpulkan tentang prosesdan hasil dari

Islamic Parenting di wilayah minoritas dari sebagai:

1. Proses dari Islamic Parenting

a. Orangtua dalam menerapkan pola asuh Islami terhadap anak –

anaknya, menggunakan pola asuh yang bersifat keteladanan,

nasihat, dan perhatian atau pengawasan.

b. Orangtua selalu menanamkan nilai – nilai agama sejak dini

mengajarkan menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan

Allah.

c. Selanjutnya dalam berkehidupan masyarakat khususnya di wilayah

minoritas, orangtua mengajarkan kepada anak – anaknya untuk

hidup saling berdampingan, tenggang rasa, saling menghormati, dan

menjaga keharmonisan. Pengajaran ini terlihat di saat orangtua

berinteraksi dengan lingkungan sekitar, orangtua berinteraksi

dengan teman – teman bermain anak baik di sekolah maupun di


(2)

100 

 

2. Hasil dari Islamic Parenting

a. Anak mampu menjalankan yang diterapkan atau diajarkan oleh

kedua orangtua. Serta meniru segala hal positif yang dicontohkan

oleh kedua orangtuanya tersebut.

b. Nilai – nilai agama yang ditanamkan oleh kedua orangtua, juga

mampu dijalani oleh sang anak. Dengan tidak lupa untuk

menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya.

c. Dalam kehidupan bermasyarakat pun, anak – anak sangat menjaga

kerukunan tanpa membedakan satu dengan lainnya.

B. Saran

Dalam penelitian ini, penulis atau peneliti menyadari masih jauh

dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis harapkan kepada peneliti

selanjutnya untuk lebih menyempurnakan hasil penelitian yang tentunya

merujuk pada penelitian yang sudah ada, dengan harapan agar peneliti

yang dihasilkan nantinya dapat menjadi lebih baik lagi. Sudi kiranya

penulis atau peneliti ini untuk memberikan saran – saran sebagai berikut :

1. Bagi Peneliti

Bagi peneliti, selalu berusaha dan belajar mengasah kemampuan

dalam menggali lebih men dalam lagi tentang pola asuh – pola asuh


(3)

101 

 

2. Bagi Subyek Penelitian

Anak adalah titipan Tuhan Yang Maha Esa, sudah seharusnya para

orangtua memberikan pola asuh yang terbaik, sehingga anak menjadi

anak yang terbaik pula. Khususnya tentang penanaman nilai – nilai

agama yang menjadi pedoman dalam hidup kita di dunia ini.

3. Bagi Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Islam

Bagi para mahasiswa saran yang sama seperti saran bagi peneliti,

masih perlu diadakan penelitian yang lebih mendalam lagi mengenai

Islamic Parenting di wilayah minoritas, mungkin tidak hanya di Bali

namun wilayah minoritas – minoritas di wilayah lainnya yang ada di

Indonesia.

4. Masyarakat Muslim di Wilayah Minoritas

Bagi masyarakat Muslim yang berada di wilayah minoritas,

khususnya yang berada di Klungkung – Bali. Bersama – sama saling

bahu membahu memberikan pendidikan agama yang maksimal untuk

putra dan putri kita, bersama seluruh elemen masyarakat baik dari

tokoh masyarakat, pemuka agama, orangtua, guru, dan lain sebagainya

bersama – sama memformulasikan tentang cara – cara penanaman

yang kuat akan Aqidah dan Akhlak untuk seluruh masyarakat Muslim di wilayah Minoritas.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Abdul Ahyadi, Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2005

Baharuddin,

Psikologi Agama

, Malang: UIN Malang Press, 2008

Bungin Burhan,

Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi

, Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2013

Dradjat Z, Membina Nilai – Nilai Moral di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1985

Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan TerjemahanAl – Hikam, Bandung: Dipenegoro

Faqih, Aunur Rahim,

Bimbingan Konseling Islam

, Yogyakarta: UII Press, 1994

Hendropuspito,

Sosiologi Agama

, Yogyakarta: KANISIUS, 1983

http://www.klungkungkab.go.id/index.php/profil/13/Sejarah-Klungkung

Illahi, Takdir, Muhammad,

Quantum Parenting

, Yogyakarta: KataHati, 2013

Kahmad, Dadang,

Sosiologi Agama

, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006

Kartono, Kartini,

Psikologi Anak,

Bandung : CV. Mandar Maju, 2007

Lumongga, Namora Lubis, Memahami Dasar – Dasar Konseling, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011

Muallifah,

Psycho Islamic Smart Parenting

, Yogyakarta: Diva Press, 2009


(5)

Sarwono, Sarlito,

Psikologi Remaja

, Jakarta: PT RAJAGRAFINDO, 2011

Setyawan Angga, @Anak Juga Manusia Jadilah Orangtua Terbaik Sediakan Hati Untuk

Anak, Jakarta : Noura Books, 2013

Shochib, Moh,

Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Anak

Mengembangkan Displin Diri

, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010

Sugiyono,

Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D

,

Bandung: ALFABETA CV, 2011

Thalib, M,

Pola Asuh Orang Tua :

Perspektif Konseling dan Al – Qur’an ,

Jurnal

Hunafa Vol.4, No. 4, Desember 2007: 321-332

Ulfah Maria, Anshor,

Parenting With Love Panduan Islami Mendidik Anak Penuh

Cinta dan Kasih Sayang,

Bandung: PT Mizan Pustaka, 2010 (diakses

melalui GoogleBooks, 28 Juni 2015 19:00


(6)

BIODATA PENULIS

Nama

: Nita Herlina Ekasaputri

Tempat, Tanggal Lahir

: Semarapura, 10 Agustus 1993

Alamat Rumah

: Jalan Dewi Sartika Gg II/08, Klungkung – Bali

Alamat Email

:

[email protected]

Riwayat Pendidikan

1.

SDN 1 Semarapura Tengah, Klungkung – Bali

Tahun Lulus : 2006

2.

SMPN 2 Semarapura, Klungkung – Bali

Tahun Lulus : 2008

3.

MAN Negara, Jembrana – Bali

Tahun Lulus : 2011

4.

UIN Sunan Ampel Surabaya, Fakultas Dakwah dan Komunikasi /

Bimbingan dan Konseling Islam

Tahun Lulus : 2015

Riwayat Organisasi

1.

Anggota Sie. Bela Negara OSIS MAN Negara

Tahun 2009 – 2010

2.

Anggota MUHASSALAM Ma’had Al – Hidayah

Tahun 2009 – 2010

3.

Sekretaris I OSIS MAN Negara

Tahun 2010 – 2011

4.

Koor. Sie Ibadah MUHASSALAM Al – Hidayah Tahun 2010 – 2011

5.

Bendahara I Dewan Ambalat PMR

Tahun 2010 – 2011

6.

Wasekum PPPA HMI Komisariat Dakwah SA

Tahun 2012 – 2013

7.

Koor. Divisi Keilmuan HMJ-BKI Sunan Ampel

Tahun 2013 – 2014

8.

Sekretaris Umum HMI Komisariat Dakwah SA

Tahun 2013 – 2014

9.

Sekretaris Umum IMADE Surabaya

Tahun 2013 – 2014

“Entah akan berkarir atau menjadi ibu rumah tangga, seorang wanita wajib

berpendidikan tinggi karena ia akan menjadi ibu. Ibu – ibu cerdas akan menghasilkan

anak – anak yang cerdas.” (Dian Sastrowardoyo)