KONSELING KELUARGA MELALUI TEHNIK POSITIVE PARENTING DALAM MENGATASI POLA ASUH OTORITER PADA ORANG TUA SISWA DI TK DARUSSALAM DESA BULAK BANTENG PERINTIS KECAMATAN KENJERAN SURABAYA.

(1)

i

KONSELING KELUARGA MELALUI TEHNIK POSITIVE

PARENTING DALAM MENGATASI POLA ASUH OTORITER

PADA ORANG TUA SISWA DI TK DARUSSALAM DESA

BULAK BANTENG PERINTIS KECAMATAN KENJERAN

SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar

Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I)

Oleh :

Kamilatul Mufidah NIM. B03210039

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM

2015


(2)

vi

PERNYATAAN

PERTANGGUNGJAWABAN PENULISAN SKRIPSI

Bismillanirrahmanirrahim

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama : Kamilatul Mufidah NIM : B03210039

Jurusan : Bimbingan dan Konseling Islam Alamat : Prupuh-Panceng-Gresik

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa :

1) Skripsi ini tidak pernah dikumpulkan kepada lembaga pendidikan tinggi mana pun untuk mendapatkan gelar akademik apapun.

2) Skripsi ini adalah benar-benar hasil karya saya secara mandiri dan bukan merupakan hasil plagiasi atas karya orang lain.

3) Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini sebagai hasil plagiasi, saya akan bersedia menanggung segala konsekuensi hukum yang terjadi.

Surabaya, 25 Januari 2015 Yang menyatakan,

Kamilatul Mufidah NIM. B03210039


(3)

ii NIM : B03210039

Jurusan : Bimbingan dan Konseling Islam

Judul : Konseling Keluarga melalui Tehnik Positive Parenting dalam Mengatasi Pola Asuh Otoriter pada Orang Tua Siswa di TK Darussalam Desa Bulak Banteng Perintis Kecamatan Kenjeran Surabaya

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh dosen pembimbing untuk diujikan.

Surabaya, 17 Februari 2015

Telah disetujui oleh: Dosen Pembimbing

Dra. Pudji rahmawati, M. Kes NIP: 196703251994032002


(4)

iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI

Skripsi oleh Kamilatul Mufidah telah dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi Surabaya, 11 Februari 2015

Mengesahkan,

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Dekan,

Dr. Hj. Rr. Suhartini, M. Si NIP. 19580113 198203 2001

Ketua,

Dra. Pudji Rahmawati, M. Kes NIP. 19670325 199403 2002

Sekretaris,

Mohamad Thohir, M. Pd. I NIP. 19790517 200901 1007

Penguji I,

Dr. Hj. Rr. Suhartini, M. Si NIP. 19580113 198203 2001

Penguji II,

Agus Santoso, S. Ag, M. Pd NIP. 19700825 199804 1002


(5)

vii

Kamilatul Mufidah (B03210039), Konseling Keluarga Melalui Tehnik Positive Parenting dalam Mengatasi Pola Asuh Otoriter pada Orang Tua Siswa di TK Darussalam Desa Bulak Banteng Perintis Kecamatan Kenjeran Surabaya

Fokus penelitian ini adalah (1) Bagaimana dalam mengatasi pola asuh otoriter pada orang tua dengan tehnik positivie parenting? (2) Bagaimana hasil dalam mengatasi pola asuh otoriter pada orang tua dengan tehnik positive parenting ? Untuk menjawab permasalahan tersebut, metode yang digunakan adalah kualitatif dengan analisa deskriptif. Tehnik yang digunakan untuk pengumpulan data adalah wawancara dan observasi. Analisa yang dilakukan pada pola pengasuhan otoriter pada orang tua, proses konseling dan hasil akhir dari pelaksanaan bimbingan konseling melalui tehnik positive parenting dalam mengatasi pola asuh otoriter pada orang tua adalah analisa deskriptif komparatif.

Setelah proses konseling yang telah dilakukan oleh konselor, maka dapat disimpulkan bahwa penyebab anak yang mudah marah dan emosinya meledak-ledak serta sulit untuk diredam adalah pola pengasuhan klien yang kurang tepat. Tehnik yang digunakan dalam mengatasi pola asuh otoriter pada klien terhadap anaknya adalah tehnik positive parenting. Hasil akhir dari proses konseling ini cukup berhasil, yaitu dapat dilihat dari terjadinya perubahan pada diri klien dan berdampak positif bagi anaknya.


(6)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

PENGESAHAN ...iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ...viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Masalah ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Definisi Konseling Keluarga, Positive Parenting dan Pola Asuh Otoriter Orang Tua ... 6

1. Konseling Keluarga ... 6

2. Positive Parenting ... 7

3. Pola Asuh Otoriter Orang Tua ... 8

F. Metode Penelitian ... 10

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 10

2. Sasaran dan Lokasi Penelitian ... 11

3. Jenis dan Sumber Data ... 12

4. Tahap-tahap Penelitian ... 14

5. Teknik Pengumpulan Data ... 16

6. Teknik Analisis Data ... 17

G. Sistematika Pembahasan ... 19

BAB II : KONSELING KELUARGA, POSITIVE PARENTING, POLA ASUH OTORITER ... 21

A. Kajian Tetang Konseling Keluarga, Positive Parenting dan Pola Asuh Otoriter ... 21

1. Konseling Keluarga ... 21

a. Pengertian Konseling Keluarga ... 21

b. Tujuan Konseling Keluarga ... 25

c. Fungsi Konseling Keluarga ... 27

d. Teknik-teknik Konseling Keluarga ... 30

2. Tehnik Positive Parenting ... 31

a. Pengertian Tehnik Positive Parenting ... 31

b. Gaya Pengasuhan ... 33

3. Pola Asuh Otoriter ... 38


(7)

xi

PARENTING DALAM MENGATASI POLA ASUH

OTORITER PADA ORANG TUA SISWA DI TK DARUSSALAM DESA BULAK BANTENG PERINTIS

KECAMATAN KENJERAN SURABAYA ... 47

A. TK Darussalam, Proses Penentuan Klien, Konselor dan Klien, Pola Pengasuhan Orang Tua ... 47

1. TK Darussalam... 47

2. Proses Penentuan Klien ... 49

3. Konselor dan Deskripsi Klien ... 50

4. Pola Pengasuhan Orang Tua ... 54

B. Proses Pelaksanaan Bimbingan Konseling melalui Tehnik Positive Parenting dalam mengatasi Pola Asuh Otoriter Orang Tua ... 72

1. Identifikasi Masalah ... 72

2. Diagnosa ... 74

3. Prognosa ... 74

4. Treatment ... 75

5. Follow Up ... 81

C. Hasil Akhir Pelaksanaan Bimbingan Konseling melalui Tehnik Positive Parenting dalam mengatasi Pola Asuh Otoroter Orang tua ... 88

BAB IV : ANALISIS MENGENAI KONSELING KELUARGA MELALUI TEHNIK POSITIVE PARENTING DALAM MENGATASI POLA ASUH OTORITER PADA ORANG TUA SISWA DI TK DARUSSALAM DESA BULAK BANTENG PERINTIS KECAMATAN KENJERAN SURABAYA ... 89

1. Analisis Data Mengenai Pola Asuh Otoriter Orang Tua ... 89

2. Analisis Data Mengenai Proses Pelaksanaan Bimbingan Konseling Melalui Tehnik Positive Parenting dalam mengatasi Pola Asuh Otoriter Orang Tua ... 90

3. Analisis Hasil Akhir Pelaksanaan Bimbingan Konseling Melalui Tehnik Positive Parenting dalam mengatasi Pola Asuh Otoriter Orang Tua ... 92

BAB V : PENUTUP ... 94

A. Kesimpulan ... 94

B. Saran ... 96 DAFTAR PUSTAKA


(8)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Keluarga merupakan konsep yang bersifat multidimensi. Para ilmuan sosial bersilang pendapat mengenai rumusan definisi keluarga yang bersifat universal. Salah satu ilmuan yang permulaan mengkaji keluarga adalah George Murdock. Dalam bukunya Social Structure, Murdock menguraikan bahwa keluarga merupakan kelompok sosial yang memiliki karakteristik tinggal bersama, terdapat kerja sama ekonomi, dan terjadi proses reproduksi.3 Keluarga adalah sebagai sebuah institusi yang terbentuk karena ikatan perkawinan.4

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dan utama bagi kehidupan seorang anak. Anak akan lebih banyak mengahabiskan waktu dengan keluarga dibanding dengan kelompok sosial lainnya. Anggota keluarga adalah pemberi dampak yang besar bagi perkembangan kepribadian seorang anak, bahkan lebih besar dari pada pengaruh lainnya (lingkungan). Menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam

3

Sri Lestari, Psikologi Keluarga (Jakarta: Kencana, 2013), hal. 3. 4

Syaiful Bahri Djamarah, Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga (Jakarta: Rineka Cipta, 2014), hal. 18.


(9)

perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan. Secara umum, keluarga terdiri dari anak-anak, remaja, orang tua dan kakek-nenek. Keluarga juga dapat mencakup bibi, paman, sepupu, keponakan laki-laki dan perempuan. Kebanyakan keluarga juga multigenerasional. Sejumlah keluarga meliputi para anggota yang bukan saudara sedarah, tetapi orang yang memiliki hubungan erat dengan para anggota keluarga.5

Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar pribadi, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan pribadi dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat. Pertama, memberi kesempatan bergaul dengan siapa saja dalam masyarakat, dengan mengingat norma-norma pergaulan keluarga atau sekolah. Kedua, mendidik anak agar memiliki rasa harga diri yang sehat, misalnya dengan jalan membiarkan anak berpikir sendiri, berbuat sendiri, berpendapat sendiri dengan perlakuan yang adil, dengan memberi penghargaan yang setimpal setiap menunjukkan kemampuannya, dengan membimbing setiap anak yang sedang menjumpai kesukaran, tidak terlalu sering melarang, menghukum, menghina, mencemooh dan sebagainya.6 Kepribadian seorang anak tergantung dari pola asuh utama orang tua yang membimbing seorang anak tersebut. Walau didunia ini bermacam-macam tingkat ekonomi yang ada pada setiap orang, ada dari kalangan ekonomi menengah keatas, ada dari kalangan ekonomi

5

Kathryn Geldard, David Geldard, Konseling Keluarga (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hal. 77.

6


(10)

3

menengah kebawah, tetapi hendaknya menomor satukan untuk perhatian dan kasih sayang terhadap anak, karena kelak seperti apa ia besar nanti, ditentukan dari cara pola asuh orangtuanya.

Pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relative konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak, dari segi negative maupun positive. Setiap orang tua memiliki pola asuh yang berbeda-beda dan memiliki cara tersendiri untuk mendidik anaknya. Dalam setiap pola asuh mempengaruhi perkembangan perilaku anak. Pola asuh orang tua merupakan gambaran sikap dan prilaku orang tua dan anak dalam berinteraksi, berkomunikasi selama berada dalam kegiatan pengasuhan. Kepribadian seorang anak dibentuk sebagaimana orangtua yang telah membimbing seorang anak dengan cara yang mereka beri. Memang, watak seroang anak tidak akan pernah luput dari sifat awal kedua orang tuanya, tetapi dalam segi sikap dan dedikasi kelak seorang anak, faktor pola asuh orang tualah yang berperan. Yang memegang peran paling penting adalah seorang ibu. Ibu lebih sering dan mempunyai lebih banyak waktu untuk berkomunikasi dengan anknya. Apa yang akan terjadi jika seorang ibu tidak memberikan keamanan dan kasih sayang yang cukup kepada anak? Seorang anak yang dibesarkan dalam kondisi seperti itu menjadi tidak aman, agresif, suka menuntut, iri hati, egosentris, dan pertumbuhan psikologisnya berkurang.7

7


(11)

Namun fenomena yang sering kita temui adalah sebuah kejadian seorang anak menerima perlakuan yang kurang baik dari orang tuanya sendiri baik berupa tindakan verbal maupun nonverbal. Orang tua sering tidak menyadari bahwa tindakan tersebut bisa berakibat buruk di kemudian hari. Dalam hal ini analisis difokuskan pada media informasi yang diharapkan dapat meningkatkan pola asuh orang tua.

Dari sinilah penulis tertarik dan ingin mengetahui tentang bagaimana meningkatkan pola asuh orang tua, dalam hal ini penulis memilih tehnik

Positive Parenting untuk dikaji lebih dalam. Oleh karena itu maka penulis

melakukan penelitian yang berjudul “Konseling Keluarga Melalui Tehnik Positive Parenting Dalam Mengatasi Pola Asuh Otoriter Pada Orang Tua Siswa Di TK Darussalam Bulak Banteng Perintis Kecamatan Kenjeran Surabaya”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses konseling keluarga dalam mengatasi pola asuh otoriter pada orang tua melalui tehnik positivie parenting di TK Darussalam Desa Bulak Banteng Perintis Kecamatan Kenjeran Surabaya?

2. Bagaimana hasil dari konseling keluarga dalam mengatasi pola asuh otoriter pada orang tua melalui tehnik positive parenting di TK Darussalam Desa Bulak Banteng Perintis Kecamatan Kenjeran Surabaya?


(12)

5

C. Tujuan Masalah

Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui proses konseling keluarga dalam mengatasi pola asuh otoriter pada orang tua melalui tehnik positivie parenting di TK Darussalam Desa Bulak Banteng Perintis Kecamatan Kenjeran Surabaya. 2. Untuk mengetahui hasil dari konseling keluarga dalam mengatasi pola

asuh otoriter pada orang tua melalui tehnik positivie parenting di TK Darussalam Desa Bulak Banteng Perintis Kecamatan Kenjeran Surabaya. D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

Menambahkan khasanah bagi ilmu pengetahuan. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber bacaan bagi siapa saja yang peduli dengan dunia pendidikan. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai sumber referensi bagi calon peneliti lainnya untuk melakukan penelitian relevan dengan penelitian ini secara mendalam.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini memiliki manfaat terhadap penyempurnaan praktik pengasuhan sebagai berikut:

a. Membantu peneliti untuk mengetahui pola asuh orang tua wali murid di sekolah TK Darussalam Desa Bulak Banteng Perintis Kecamatan Kenjeran Surabaya yang nanti akan menjadi bidang garapan peneliti


(13)

b. Membantu orang tua wali murid di sekolah TK Darussalam Desa Bulak Banteng Perintis Kecamatan Kenjeran Surabaya untuk mengetahui tehnik positive parenting sehingga penelitian ini dapat menjadi masukan bagi penyempurnaan dalam pola asuh terhadap anak.

E. Definisi Konseling Keluarga, Positive Parenting dan Pola Asuh Otoriter Orang Tua

Dalam pembahasan ini peneliti akan membatasi dari sejumlah konsep

yang diajukan dalam penelitian dengan “Konseling Keluarga Melalui Tehnik

Positive Parenting Dalam Mengatasi Pola Asuh Otoriter Pada Orang Tua

Siswa Di TK Darussalam Desa Bulak Banteng Perintis Kecamatan Kenjeran Surabaya”.

Adapun definisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Konseling Keluarga

Konseling keluarga (Family Counseling) adalah upaya bantuan yang diberikan kepada individu anggota keluarga melalui sistem keluarga (pembenahan komunikasi keluarga) agar potensinya berkembang seoptimal mungkin dan masalahnya dapat diatasi atas dasar kemauan membantu dari semua anggota keluarga berdasarkan kerelaan dan kecintaan terhadap keluarga.8 Sofyan S. Willis dalam bukunya Konseling Keluarga, mengemukakan pendapat dari Perez mengenai definisi konseling keluarga yaitu suatu proses interaktif

8


(14)

7

untuk membantu keluarga dalam mencapai keseimbangan dimana setiap anggota keluarga merasakan kebahagiaan.9 Konseling keluarga memandang keluarga secara keseluruhan bahwa anggota keluarga adalah bagian yang tidak mungkin dipisahkan dari anak baik dalam melihat permasalahannya maupun penyelesaiannya. Sebagai suatu sistem, permasalahan yang dialami oleh anggota keluarga akan efektif diatasi jika melibatkan anggota keluarga yang lain.10

2. Positive Parenting

Positive Parenting adalah pekerjaan dan ketrampilan orang tua

dalam mengasuh anak secara positif. Menurut Chabib Thoha, parenting merupakan suatu cara terbaik yang ditempuh oleh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak. Sedangkan menurut M. Shohib, Parenting adalah pola asuh yang merupakan upaya orang tua yang diaktualisasikan pada penataan lingkungan sosial, lingkungan budaya, suasana psikologis serta perilaku yang ditampilkan pada saat terjadinya pertemuan dengan anak-anak. Dengan demikian, positive parenting adalah bagaimana cara orang tua untuk mendidik anak secara positif. Parenting menyangkut semua perilaku orang tua sehari-hari dengan harapan apa yang diberikan kepada

9

Sofyan S. Willis, Konseling Keluarga, hal. 87-88. 10

Latipun, Psikologi Konseling (Malang: Pers Universitas Muhammadiyah Malang, 2001), hal. 12.


(15)

anak (pengasuhan) akan berdampak positif bagi kehidupannya terutama bagi agama, diri, bangsa, dan juga negaranya.11

Secara sederhana, positive parenting meliputi beberapa bagian.

Pertama, Konsep dasar yang melandasi. Kedua, sikap dasar yang perlu

kita miliki dalam menerapkan positive parenting (mendidik anak secara positif). Ketiga, prinsip-prinsip penting menjadi orang tua yang positif. Dan yang keempat, strategi mengasuh anak secara positif agar membangkitkan potensi-potensi positif mereka; kecerdasan intelektual, emosi dan dorongan moralistik.12

3. Pola Asuh Otoriter Orang Tua

Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kata pola berarti corak, model, sisitem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap. Ketika pola diberi arti bentuk (struktur) yang tetap, maka hal itu semakna dengan istilah kebiasaan. Kata asuh yang berarti mengasuh, satu bentuk kata kerja yang bermakna: menjaga (merawat dan memdidik anak kecil), membimbing (membantu, melatih).13

Pola asuh adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsistensi dari waktu ke waktu. Pola asuh orang tua merupakan gambaran sikap dan prilaku orang tua dan anak dalam

11

Mushlihin Al-Hafizh, Pengertian Parenting dalam Pendidikan,

http://www.referensimakalah.com/p/about-me_16.html, diakses 03 April 2014, pukul 14.37 WIB 12

Mohammad Fauzil Adhim, Positive Parenting (Bandung: Mizan Pustaka, 2006), hal. 142.

13


(16)

9

berinteraksi, berkomunikasi selama berada dalam kegiatan pengasuhan.14 Pengasuhan berarti proses, perbuatan, cara pengasuhan. Kata asuh mencakup segala aspek ysng berksitsn dengan pemeliharaan, perawatan, dukungan dan bantuan sehingga orang tetap berdiri dan menjalani hidupnya secara sehat. 15

Menurut Baumrind, pola asuh pada prinsipnya merupakan parental

control, yakni bagaimana orang tua mengontrol, membimbing, dan

mendampingi anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangannya menuju pada proses pendewasaan.16 Nevenid dkk menyatakan bahwa pola asuh yang ideal adalah bagaimana orang tua bisa mempunyai sifat empati terhadap semua kondisi anak dan mencintai anaknya setulus hati.17

Anak-anak berada di bawah pengawasan Ayah dan Ibunya selama mereka masih kecil. Apabila mereka telah besar (dewasa), mereka hidup mandiri. Karena itu Ayah dan Ibu perlu memberi bekal dan perhatian yang sempurna kepada anaknya sejak dalam kandungan hingga sampai dilepaskan mandiri ke masyarakat. Orang tua berkewajiban mempersiapkan tubuh, jiwa, dan akhlak anak-anaknya untuk menghadapi pergaulan masyarakat yang ingar-bingar.18

14

Sanjaya Yasin. Pengertian Pola Asuh Menurut Para Ahli, Definisi, Contoh, Macam.

http://www.facebook.com/sarjanaku.com, diakses 03 April 2014, pukul 00.47 WIB 15

Syaiful Bahri Djamarah, Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga, hal. 51. 16

Muallifah, Psycho Islamic Smart Parenting (Yogyakarta: Diva Press, 2009), hal. 42. 17

Muallifah, Psycho Islamic Smart Parenting, hal. 43. 18


(17)

Pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan yang banyak aturan dan tuntutan, sedikit penjelasan, dan kurang peka terhadap kebutuhan dan pemahaman anak.19 Gaya pengasuhan yang otoriter dilakukan oleh orang tua yang selalu berusaha membentuk, mengontrol, mengevaluasi perilaku dan tindakan anak agar sesuai dengan aturan standar. Aturan tersebut biasanya bersifat mutlak yang dimotivasi oleh semangat teologis dan diberlakukan dengan otoritas yang tinggi. Kepatuhan anak merupakan nilai yang diutamakan, dengan memberlakukan hukuman manakala terjadi pelanggaran. Orang tua menganggap bahwa anak merupakan tanggung jawabnya, sehingga segala yang dikehendaki orang tua yang diyakini demi kebaikan anak merupakan kebenaran. Anak-anak kurang mendapat penjelasan yang rasional dan memadai atas segala aturan, kurang dihargai pendapatnya, dan orang tua kurang sensitif terhadap kebutuhan dan persepsi anak.20

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Istilah penelitian kualitatif dikemukakan oleh Bodgan dan Taylor (1975:5) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

19

Sri Lestari, Psikologi Keluarga, hal. 49 20


(18)

11

diamati.21 Penelitian kualitatif dari sisi definisi lainnya dikemukakan bahwa hal itu merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah dan memahami sikap pandangan, perasaan, dan perilaku individu atau kelompok orang.22 Ternyata definisi ini hanya mempersoalkan satu metode yaitu wawancara terbuka, sedang yang penting dari definisi ini mempersoalkan apa yang diteliti yaitu upaya memahami sikap, pandangan, perasaan dan perilaku baik individu maupun sekelompok orang. Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting): disebut juga sebagai metode etnographi.23

2. Sasaran dan Lokasi Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini terdapat subyek yang menjadi sasaran oleh peneliti, antara lain:

a. Orang Tua

Orang tua menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah ayah dan ibu kandung, (orang tua) orang yang dianggap tua, cerdik pandai dan ahli. 24 Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga. Orang tua yang

21

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosdakarya, 2008), hal. 4. 22

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, hal. 5. 23

Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantiatif, Kualitatif, Research and Development (R&D) (Bandung: Alfabeta, 2013), hal. 14.

24

Syaiful Bahri Djamarah, Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga, hal. 51.


(19)

dimaksud adalah orang tua yang memberikan banyak aturan, tuntutan, sedikit penjelasan, dan kurang peka terhadap kebutuhan dan pemahaman anak serta mudah memberikan hukuman kepada anak, misalnya mudah memukul anak, mudah mencubit dan mudah memarahi anak. Klien adalah salah satu orang tua yang akan menjadi

key informan dalam proses konseling keluarga melalui tehnnik

positive parenting dalam mengatasi pola asuh otoriter pada orang tua

siswa di TK Darussalam Desa Bulak Banteng Perintis Kecamatan Kenjeran Surabaya.

b. Informan

Informan dalam penelitian ini yang dimaksud adalah orang terdekat klien, misalnya keluarga atau tetangga serta orang tua/wali siswa disekolah TK Darussalam dan pihak-pihak yang dapat membantu mengumpulkan data dan informasi seputar pola pengasuhan klien terhadap anaknya.

3. Jenis dan Sumber Data a. Jenis Data

Jenis data adalah hasil pencatatan penelitian baik yang berupa fakta ataupun angka, dengan kata lain segala fakta dan angka yang dijadikan bahan untuk menyusun informasi. Penelitian akan kurang valid jika tidak ditemukan jenis data dan sumber datanya.


(20)

13

Jenis data yang diperoleh peneliti di lapangan berupa informasi langsung dari orang tua. Selain itu peneliti akan menggali data melalui observasi dan interview.

2) Skunder

Jenis data yang didapat dari informan lain yang dirasa mempunyai peranan penting dalam pola pengasuhan anak sebagai sumber informasi tambahan untuk melengkapi data yang belum didapat pada sumber data primer.

b. Sumber Data

Untuk mendapat keterangan dan informasi penulis mendapatkan informasi dari sumber data. Yang dimaksud sumber data adalah subyek dari mana data diperoleh.25

Adapun yang dijadikan sumber data adalah:

a) Sumber Data Primer yaitu data yang diambil secara langsung dari sumber pertama di lapangan. Dalam data primer ini dapat diperoleh keterangan latar belakang yang diambil dari hasil observasi di lapangan dan respon dari obyek penelitian yaitu orang tua wali murid.

b) Sumber Data Sekunder yaitu data yang diambil dari sumber kedua atau berbagai sumber guna melengkapi data primer.26

25

Suharsimi Akunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hal. 129.

26

Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif


(21)

Diperoleh dari gambaran lokasi penelitian, keadaan lingkungan, dan perilaku keseharian dalam ranah lokasi penelitian.

4. Tahap-tahap Penelitian

Adapun tahap-tahap penelitian menurut buku penelitian kualitatif adalah: a. Tahap Pra-Lapangan

1. Menyusun Rancangan Penelitian

Untuk dapat menyusun rancangan penelitian, maka terlebih dahulu memahami fenomena yang lebih berkembang menyangkut pola asuh orang tua terhadap anak. Setelah paham akan fenomena tersebut maka peneliti membuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, definisi operasional dan membuat rancangan data-data yang diperlukan untuk penelitian.

2. Memilih Lapangan Penelitian

Setelah membaca fenomena yang ada di lapangan, menyangkut tentang pola asuh orang tua terhadap anak, maka saatnya untuk menentukan lapangan penelitian yaitu di sekolah TK Darussalam Desa Bulak Banteng Perintis Kecamatan Kenjeran Surabaya.

3. Memilih dan Memanfaatkan Informan

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi serta latar belakang penelitian tersebut. Informan dalam penelitian ini


(22)

15

adalah orang tua wali murid dan guru-guru di sekolah TK Darussalam Desa Bulak Banteng Perintis Kecamatan Kenjeran Surabaya.

4. Menyiapkan Perlengkapan Penelitian

Peneliti menyiapkan pedoman wawancara, alat tulis, map, buku dan semua yang berhubungan dengan tujuan untuk mendapatkan deskripsi data lapangan.

5. Persoalan Etika Penelitian

Etika penelitian pada dasarnya yang menyangkut hubungan baik antara peneliti dengan subyek penelitian, baik secara perseorangan maupun kelompok. Peneliti harus mampu memahami kebudayaan ataupun bahasa yang digunakan, kemudian untuk sementara peneliti menerima seluruh nilai dan norma sosial yang ada di dalam lingkungan latar penelitiannya.27 b. Tahap Pekerjaaan Lapangan

1. Memahami Latar Penelitian

Untuk memasuki lapangan, peneliti perlu memahami latar penelitian terlebih dahulu. Di samping itu perlu mempersiapkan diri baik fisik maupun mental.

2. Memasuki Lapangan

Yang perlu dilakukan disaat memasuki lapangan adalah menjalin keakraban hubungan dengan subyek-subyek penelitian,

27


(23)

sehingga akan memudahkan peneliti untuk mendapatkan data. Di samping itu juga harus mampu mempelajari komunikasi supaya dapat mempermudah dalam menjalin suatu keakraban. c. Tahap Analisis Data

Peneliti menganalisis data yang dilakukan dalam suatu proses yang berarti pelaksanaannya sudah mulai dilakukan sejak pengumpulan data yang dilakukan dan dikerjakan secara intensif. Kemudian menghasilkan tema yang sesuai dengan kenyataan.

5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan observasi partisipatif, wawancara terbuka dan mendalam serta dokumentasi sebagai penguat data secara tertulis.

a. Observasi partisipatif adalah peneliti mengamati apa yang dikerjakan sumber data primer, mendengarkan apa yang diucapkan dan berpartisipasi dalam aktifitas yang dilakukan untuk mendapat data tentang latar belakang masalah dan kondisi mahasiswa.

b. Wawancara terbuka dan mendalam adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk mengumpulkan data. Pedoman wawancara yang digunakan berupa garis besar permasalahan yang ditanyakan. Teknik wawancara digunakan untuk mendapat informasi tentang kegiatan sehari-hari mahasiswa,


(24)

17

menggali latar belakang permasalahan, identitas mahasiswa, proses pemberian media dan hasil dari kegiatan yang telah dilakukan. c. Dokumen adalah catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen

bisa berbentuk tulisan misalnya catatan harian yang berupa tulisan hasil observasi. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto,

video, sketsa dan lain-lain. Untuk mendapatkan data yang berupa

gambar tentang keadaan sekolah dan gambar lain yang mendukung data penelitian.

d. Angket merupakan instrumen yang sering disebut juga dengan kuesioner. Istilah angket cukup popular dalam penelitian, terutama pada penelitian sosial dan pendidikan. Dalam angket terdapat beberapa pertanyaan yang berhubungan erat dengan masalah penelitian. Angket dalam hal ini hanya di pergunakan untuk menjaring key informan (orang tua wali siswa) yang mempunyai pola asuh yang kurang baik.

6. Teknik Analisis Data

Teknik yang dilakukan untuk mengetahui peningkatan pola asuh orang tua terhadap anak adalah dengan melalui tehnik Positive Parenting namun, sebelum melakukan tehnik tersebut dilakukan, peneliti akan terlebih dahulu melakukan penyebaran angket untuk mengetahui sejauh mana pola asuh orang tua dalam menangani dan memahami anaknya.


(25)

Teknik yang digunakan untuk penelitian adalah tehnik Positive

Parenting dilakukan secara kualitatif. Data berupa komentar, kritik, saran


(26)

19

G. Sistematika Pembahasan

Supaya mempermudah dalam memahami dan mempelajari apa yang ada dalam penelitian ini, maka sistematika pembahasannya dapat dibagi dalam beberapa bab. Lebih jelasnya dapat di deskripsikan dengan susunan sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan yang berisi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Konsep, Metode Penelitian yang meliputi; Pendekatan dan Jenis Penelitian, Sasaran dan Lokasi Penelitian, Jenis dan Sumber Data, Tahap-tahap Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data dan Sistematika Pembahasan.

BAB II : Dalam bab ini berisi Kerangka Teoritik yang meliputi: Tinjauan Pustaka tentang Konseling Keluarga, terdiri dari: Pengertian Konseling Keluarga, Tujuan Konseling Keluarga, Fungsi Konseling Keluarga, Teknik-teknik Konseling Keluarga. Tehnik Positive

Parenting, terdiri dari: Pengertian Tehnik Positive Parenting, Gaya

Pengasuhan. Pola Asuh Orang Tua, terdiri dari: Pengertian Pola Asuh Orang Tua, Tujuan Pola Asuh Orang Tua, Fungsi Pola Asuh Orang Tua, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh. Serta Penelitian Terdahulu yang Relevan.

BAB III : Dalam bab ini berisi tentang Penyajian Data yang terdiri dari Deskripsi Umum Objek Penelitian yang meliputi: Deskripsi Lokasi Penelitian, Deskripsi Konselor dan Klien, Deskripsi Masalah.


(27)

Selanjutnya yaitu Deskripsi Hasil Penelitian yang berisi: Deskripsi Pola Pengasuhan Orang Tua, Deskripsi Proses Pelaksanaan Bimbingan Konseling melalui Tehnik Positive Parenting dalam Mengatasi Pola Asuh Otoriter Pada Orang Tua, Deskripsi Hasil Akhir Pelaksanaan Bimbingan Konseling Melalui Tehnik Positive

Parenting dalam Mengatasi Pola Asuh Otoriter Pada Orang Tua.

BAB IV : Dalam bab ini berisi tentang Analisis Data yang terdiri dari: Analisis data mengenai Pola Pengasuhan Orang Tua.. Analisis Data mengenai Proses Pelaksanaan Bimbingan Konseling melalui Tehnik

Posiitive Parenting dalam Mengatasi Pola Asuh Otoriter Pada Orang

Tua, Analisis Data mengenai Hasil Akhir dari Pelaksanaan Bimbingan Konseling melalui Tehnik Positive Parenting dalam Mengatasi Pola Asuh Otoriter Pada Orang Tua.

BAB V : Dalam bab ini berisi tentang Penutup yang didalamnya terdapat dua poin, yaitu: Kesimpulan dan Saran.


(28)

21

BAB II

KONSELING KELUARGA, POSITIVE PARENTING, POLA ASUH OTORITER

A. Kajian Tetang Konseling Keluarga, Positive Parenting dan Pola Asuh Otoriter

1. Konseling Keluarga

a. Pengertian Konseling Keluarga 1) Pengertian Konseling

Konseling sebagai terjemahan dari “counseling” merupakan bagian dari bimbingan, baik sebagai layanan maupun sebagai teknik. Menurut Sukardi “Layanan konseling adalah jantung hati layanan bimbingan secara keseluruhan (counseling is the heart of

guidance) dan Ruth Strang menyatakan bahwa “counseling is a

most important tool of guidance”. Jadi konseling merupakan inti

dari alat yang paling penting dalam bimbingan.28 Konseling termasuk di dalam hubungan membantu, merupakan suatu teknik untuk intervensi, untuk pengubahan tigkah laku.29 Ketut Dewa Sukardi mengemukakan pendapat dari Rochman Nata Wijaya tentang pengertian konseling dalam bukunya yang berjudul Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, yaitu konseling merupakan satu jenis layanan yang

28

Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hal. 37

29


(29)

merupakan bagian terpadu dari bimbingan. Konseling dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua individu, dimana yang seorang (yaitu konselor) berusaha membantu yang lain (yaitu klien) untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang.30

Menurut Haryono dan Boy Soedarmadji dalam bukunya Psikologi Konseling, pengertian konseling dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengertian konvensional dan pengertian modern. Secara konvensional, konseling didefinisikan sebagai pelayanan profesional (professional service) yang diberikan oleh konselor kepada konseli secara tatap muka (face to face) agar konseli dapat mengembangkan perilakunya kearah lebih maju

(progressive). Sedangkan definisi konseling modern merupakan

hasil perkembangan konseling dalam abad teknologi, sehingga proses konseling dipengaruhi oleh kemajuan teknologi khususnya teknologi informatika.31

2) Pengertian Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Keluarga merupakan kelompok sosial pertama

30

Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, hal. 38.

31


(30)

23

dan utama bagi kehidupan seorang anak. Anak akan lebih banyak mengahabiskan waktu dengan keluarga dibanding dengan kelompok sosial lainnya. Anggota keluarga adalah pemberi dampak yang besar bagi perkembangan kepribadian seorang anak, bahkan lebih besar dari pada pengaruh lainnya (lingkungan). Secara umum, keluarga terdiri dari anak-anak, remaja, orang tua dan kakek-kakek, keluarga juga dapat mencakup bibi, paman, sepupu, keponakan laki-laki dan perempuan. Kebanyakan keluarga juga multigenerational, sejumlah keluarga meliputi para anggota yang bukan sedarah, tetapi orang yang memiliki hubungan erat dengan para anggota keluarga.32

Sri Lestari dalam bukunya Psikologi Keluarga, mengutip pendapat George Murdock dari bukunya Social Culture tentang pengertian keluarga. Murdock menguraikan bahwa keluarga merupakan kelompok sosial yang memiliki karakteristik tinggal bersama, terdapat kerja sama ekonomi dan terjadi proses reproduksi (Murdock, 1965)33

Konseling keluarga memandang keluarga secara keseluruhan bahwa anggota keluarga adalah bagian yang tidak mungkin dipisahkan dari anak baik dalam melihat permasalahannya maupun penyelesaiannya. Sebagai suatu sistem,

32

Kathryn Geldard, David Geldard, Konseling Keluarga, hal. 77 33


(31)

permasalahan yang dialami oleh anggota keluarga akan efektif diatasi jika melibatkan anggota keluarga yang lain.34

Family Counseling atau konseling keluarga adalah upaya

bantuan yang diberikan kepada individu anggota keluarga melalui sistem keluarga (pembenahan komunikasi keluarga) agar potensinya berkembang seoptimal mungkin dan masalahnya dapat diatasi atas dasar kemauan membantu dari semua anggota keluarga berdasarkan kerelaan dan kecintaan terhadap keluarga.35

Perez mengemukakan pengertian konseling keluarga

(Family Therapy) sebagai berikut: “Family therapy is an

interactive process which seeks to aid the family inregaining a homeostatic balance with which all the member are comfortable. In pursuing this objective the family therapist operates under

certain basic assumtions”. Definisi tersebut dapat disimpulkan

bahwa konseling keluarga adalah suatu proses interaktif untuk membantu keluarga dalam mencapai keseimbangan dimana setiap anggota keluarga merasakan kebahagiaan.36

34

Latipun, Psikologi Konseling, hal. 12. 35

Sofyan S. Willis, Konseling Keluarga, hal. 83. 36


(32)

25

b. Tujuan Konseling Keluarga

Menurut Sofyan S. Willis dalam bukunya yang berjudul Konseling Keluarga (Family Counseling) menyebutkan bahwa tujuan konseling ada dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, antara lain37: 1) Tujuan Umum

a) Membantu, anggota-anggota keluarga belajar dan menghargai secara emosional bahwa dinamika keluarga adalah kait-mengait diantara anggota keluarga.

b) Untuk membantu anggota keluarga agar menyadari tentang fakta jika satu anggota keluarga bermasalah, maka akan mempengaruhi kepada persepsi, espektasi, dan interaksi anggota-anggota lain.

c) Agar tercapai keseimbangan yang akan membuat pertumbuhna dan peningkatan setiap anggota.

d) Untuk mengembangkan penghargaan penuh sebagai pengaruh dari hubungan parental.

2) Tujuan Khusus

a) Untuk meningkatkan toleransi dan dorongan anggota-anggota keluarga terhadap cara-cara yang istimewa (Idiocyncratic ways) atau keunggulan-keunggulan anggota lain.

b) Mengmbangkan toleransi terhadap anggota-anggota keluarga yang mengalami frustasi/kecewa, konflik, dan rasa sedih yang

37


(33)

terjadi karena faktor sistem keluarga atau diluar sistem keluarga.

c) Mengembangkan motif dan potensi-potensi, setiap anggota keluarga dengan cara mendorong (men-support), memberi semangat, dan meningkatkan anggota tersebut.

d) Mengembangkan keberhasilan persepsi diri orang tua secara realistik dan sesuai dengan anggota-anggota lain.

Tujuan konseling keluarga menurut aliran Adler adalah untuk mempermudah perbaikan hubungan anak-anak dan meningkatkan hubungan dalam keluarga. Mengajarkan anggota keluarga bagaimana menyesuaikan diri yang lebih baik terhadap anggota keluarga yang lainnya dan bagaimana hidup bersama dalam keluarga sosial yang sederajat (sesama manusia) sebagai bagian dari tujuan ini.38

Pendapat lain dikemukakan oleh Glick dan Kessler tentang tujuan umum konseling keluarga yaitu39:

1) Memfasilitasi komunikasi pikiran dan perasaan antara anggota keluarga.

2) Mengganti gangguan, ketidak fleksibelan peran dan kondisi. 3) Memberi pelayanan sebagai model dan pendidikan peran tertentu

yang ditunjukkan kepada anggota lain.

Menurut Bowen (dikutip dari Latipun, 2001) tujuan konseling keluarga secara khusus adalah membantu klien (anggota keluarga)

38

Sofyan S. Willis, Konseling Keluarga, hal. 119. 39


(34)

27

untuk mencapai individualitas sehingga dapat menjadi dirinya sendiri dan terpisah dari sistem keluarga.40 Sementara itu Satir (dikutip dari Latipun, 2001) mengatakan bahwa tujuan konseling keluarga adalah untuk menghilangkan sikap devensif di dalam anggota keluarga sehingga memudahkan terjalinnya komunikasi yang efektif dalam keluarga. Ninuchin menuangkan pandangan yang berbeda mengenai tujuan konseling keluarga, yaitu mengubah struktur dalam keluarga dengan cara menyusun kembali kesatuan dan menyembuhkan perpecahan antar anggota keluarga.41

c. Fungsi Konseling Keluarga

Kathryn Geldard dan David Geldard dalam bukunya yang berjudul Konseling Keluarga mengutip pendapat dari Reis dan Lee mengemukakan empat fungsi sentral kehidupan keluarga yaitu42: 1. Memberikan keintiman seksual

2. Reproduksi

3. Kerja sama ekonomi 4. Sosialisasi pada anak

Sementara itu Kathryn Geldard dan David Geldard mengatakan bahwa fungsi diatas hanyalah sebagian dari fungsi yang dipenuhi keluarga. 43 Kathryn dan David menyebutkan bahwa akan lebih efektif

40

Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 237.

41

Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling, 237. 42

Kathryn Geldard, David Geldard, Konseling Keluarga, hal. 78-79. 43


(35)

bila keluarga didefinisikan berdasarkan fungsi-fungsi primer sebagai berikut44:

a. Sebuah sistem sosial untuk memenuhi kebutuhan para anggotanya b. Suatu lingkungan yang cocok untuk reproduksi dan pengasuhan

anak

c. Suatu media interaksi dengan komunitas yang lebih luas, menuju perwujudan kesejahteraan sosial secara umum.

Fungsi konseling keluarga ditinjau dari kegunaan, manfaat dan keuntungan apa yang diperoleh melalui pelayanan tersebut. Fungsi konseling keluarga itu diantaranya45:

1) Fungsi pemahaman, yakni mampu mengembangkan potensi keluarganya secara optimal dan menyesuaikan keluarganya dengan lingkungan secara dinamis.

2) Fungsi pencegahan, yaitu upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh klien. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada klian tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah layanan orientasi, informasi dan bimbingan kelompok.

44

Kathryn Geldard, David Geldard, Konseling Keluarga, hal. 78-79. 45


(36)

29

3) Fungsi pengembangan, yaitu konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif yang memfasilitasi perkembangan pelajar. Konselor dan personel sekolah lainnya bekerja sama merumuskan dan melaksanakan program bimbingan secara sitematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu siswa mencapai tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah layanan informasi, tutorial, bimbingan kelompok atau konsultasi, kunjungan rumah dan karya wisata.

4) Fungsi pengentasan, yaitu fungsi bimbingan yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada keluarga yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial dan karir. Teknik yang dapt digunakan adalah konseling perorangan, konseling kelompok dan remedial teaching.

5) Fungsi penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu keluarga agar dapat menyesuaikan diri secara dinamis dan konstruktif.


(37)

d. Teknik-teknik Konseling Keluarga

Banyak teknik yang digunakan yang dipelopori oleh aliran Adlerian, dan sebagai garis besarnya dikemukakan oleh Lowe sebagai berikut:

1) Interview awal.

Tujuan interview adalah membantu konselor mendiagnosis tujuan anak-anak mengevaluasi metode orang tua dalam mendidik anak, memahami iklim di keluarga, dan dapat membuat rekomendasi khusus bagi perubahan dalam situasi keluarga tersebut.

2) Role Playing (bermain peran).

Bermain peran dan metode-metode lain yang berorientasi kepada perbuatan yang tampak, sering merupakan bagian dari sesi-sesi konseling keluarga. Perbuatan yang tampak adalah hasil interaktif anggota di dalam keluarga.

3) Interpretasi (penafsiran).

Interpretasi merupakan bagian penting dalam konseling Adlerian

yang dilanjutkan pada sesi-sesi setelahnya. Tujuannya adalah untuk menimbulkan insight (pemahaman bagi anggota keluarga, memberi pemahaman tentang apa yang dilakukannya), dan mendorong mereka untuk menterjemahkan apa yang mereka pelajari dan diterapkan bagi perilakunya sehari-hari. Seorang


(38)

31

anggota keluarga memberikan tafsiran terhadap perilakunya terhadap anggota lain, atas usul konselor.46

2. Tehnik Positive Parenting

a. Pengertian Tehnik Positive Parenting

Di Indonesia istilah yang maknanya mendekati parenting adalah pengasuhan. Dalam kamus bahasa indonesaia (2008) pengasuhan berarti hal (cara, perbuatan) mengasuh. Di dalam mengasuh terkandung makna menjaga, merawat, mendidik, membimbing, membantu, melatih, memimpin, mengepalai, menyelenggarakan. Istilah asuh sering dirangkaikan dengan asah dan asih menjadi asah-asih-asuh. Menngesah berarti melatih agar memiliki kemampuan atau kemampuannya meningkat. Mengasihi berarti mencintai dan menyayangi. Dengan rangkaian kata asah-asih-asuh, maka pengeasuhan anak bertujuan untuk meningkatkan atau mengembangkan kemampuan anak dan dilakukan dengan dilandasi rasa kasih sayang tanpa pamrih.47

Orang tua positif adalah yang hangat, ngemong, bersifat mendukug, mengendalikan anak dengan alasan yang tepat, menetapkan penghargaan yang tinggi untuk anak mereka, dan memenuhi seluruh kebutuhan anak.48 Cara ini merupakan jalan tengah yang seimbang. Pengasuhan sepert itu menghormati kebutuhan dan

46

Sofyan S. Willis, Konseling Keluarga, hal. 120-121. 47

Sri Lestari, Psikologi Keluarga (Jakarta: Kencana, 2013), hal. 36-37. 48


(39)

pendapat anak, tetapi orang tua menetapkan batasan tegas yang tepat dan tidak lupa memenuhi kebutuhan mereka sendiri.49

Parenting merupakan tanggung jawab utama orang tua,

sehingga sungguh disayangkan bila pada masa kini masih ada orang yang menjalani peran orang tua tanpa kesadaran pengasuhan.50

Parenting memerlukan sejumlah kemampuan interpersonal dan

mempunyai tuntutan emosional yang besar, namun sangat sedikit pendidikan formal mengenai tugas ini. Kebanyakan orang tua mempelajari praktik pengasuhan dari orang tua mereka sendiri.51 Jadi tehnik positive parenting adalah suatu tehnik pengasuhan dengan mengekspresikan pola pengasuhan tersebut secara positif, misalnya yaitu memberikan semangat kepada anak dan tidak membebani dengan cara membangkitkan rasa tanggung jawab.52 Semangat yang ditanamkan kepada anak akan senantiasa memberikan energi untuk mengejar cita-cita.53 Agar anak menjadi penuh inisiatif, cakap emosinya, cakap sosialnya maka harus diberikan kesempatan untuk menikmati liburan tanpa beban akademik.54

49

Eileen Hayes, Tantrum, hal. 73. 50

Sri Lestari, Psikologi Keluarga, hal. 37. 51

John W. Santrock, Perkembangan Anak (Jakarta: Erlangga, 2007), hal. 163. 52

M. Fauzil Adhim, Positive Parenting, hal. 163. 53

M. Fauzil Adhim, Positive Parenting, hal. 157. 54


(40)

33

b. Gaya Pengasuhan (Parenting atau Pola Asuh)

Pengasuhan anak dipercaya memiliki dampak terhadap perkembangan individu. Dalam memahami dampak pengasuhan orang tua terhadap perkembangan anak pada mulanya terdapat dua aliran yang dominan, yaitu psikoanalitik dan belajar sosial (social learning). Pada perkembangan yang lebih kontemporer kajian pengasuhan anak terpolariasidalam dua pendekatan, yaitu pendekatan tipologi atau gaya pengasuhan (parenting style) dan pendekatan interaksi sosial (social

interaction) atau parent child system.

Pendekatan tipologi memahami bahwa terdapat dua dimensi dalam pelaksanaan tugas pengasuhan, yaitu demandingness dan

responssiveness. Demandingness merupakan dimensi yang berkaitan

dengan tuntutan-tuntutan orang tua mengenai keinginan menjadikan anak sebagai bagian dari keluarga, harapan tentang perilaku dewasa, disiplin, penyediaan supervisi, dan upaya mengahadapi masalah perilaku. Faktor ini mewujud dalam tindakan kontrol dan regulasi yang dilakukan oleh orang tua. Responssiveness merupakan dimensi yang berkaitan dengan ketanggapan orang tua dalam hal membimbing kepribadian anak, membentuk ketegasan sikap, pengaturan diri, dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan khusus. Faktor ini mewujud dalam tindakan penerimaan, suportif, sensitif terhadap kebutuhan, pemberian afeksi dan penghargaan. Pendekatan tipologi dipelopori oleh


(41)

Baumrind yang mengajukan empat gaya pengasuhan sebagai kombinasi dari dua faktor tersebut, yaitu:55

1) Pengasuhan Otoritarian

Adalah gaya yang membatasi dan menghukum, di mana orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan mereka dan menghormati pekerjaan dan upaya mereka. Orang tua yang otoriter menerapkan batas dan kendali yang tegas pada anak dan meminimalisir perdebatan verbal. Contohnya, orang tua yang otoriter mungkin

berkata, “Lakukan dengan caraku atau tak usah.” Orang tua yang

otoriter mungkin juga sering memukul anak, memaksakan aturan secara kaku tanpa menjelaskannya, dan menunjukkan amarah pada anak. Anak dari orang tua yang otoriter sering kali tidak bahagia, ketakutan, minder ketika membandingkan diri dengan orang lain, tidak mampu memulai aktivitas, dan memiliki kemampuan komunikasi yang lemah. Anak dari orang tua yang otoriter mungkin berperilaku agresif.

2) Pengasuhan Otoritatif

Mendorong anak untuk mandiri namun masih menerapkan batas dan kendali pada tindakan mereka. Tindakan verbal memberi dan menerima dimungkinkan, dan orang tua bersikap hangat dan penyayang terhadap anak. Orang tua yang otoritatif mungkin merangkul anak dengan berkata, “Kamu tau kamu tak seharusnya

55


(42)

35

melakukan hal itu. Mari kita bicarakan bagaimana kita bisa

menangani situasi tersebut lebih baik lain kali.” Orang tua yang

otoritatif menunjukkan kesenangan dan dukungan sebagai respon terhadap perilaku konstruktif anak. Mereka juga mengharapkan perilaku anak yang dewasa, mandiri, dan berorientasi pada prestasi. Mereka cenderung mempertahankan hubungan yang ramah dengan teman sebaya, bekerja sama dengan orang dewasa, dan bisa mengatasi stres dengan baik.

3) Pengasuhan yang Mengabaikan

Adalah gaya dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Anak yang memiliki orang tua yang mengabaikan merasa bahwa aspek lain kehidupan orang tua lebih penting dari diri mereka. Anak-anak ini cenderung tidak memiliki kemampuan sosial. Banyak diantaranya memiliki pengendalian diri yang buruk dan tidak mandiri dan tidak mandiri. Mereka sering kali memiliki harga diri yang rendah, tidak dewasa, dan mungkin terasing dari keluarga. Dalam masa remaja, mereka mungkin menunjukkan sikap suka membolos dan nakal.

4) Pengasuhan yang Menuruti

Adalah gaya pengasuhan dimana orang tua sangat terlibat dengan anak, namun tidak terlalu menuntut atau mengontrol mereka. Orang tua macam ini membiarkan anak melakukan apa yang ia inginkan. Hasilnya, anak tidak pernah belajar mengendalikan


(43)

perilakunya sendiri dan selalu berharap mendapatkan keinginannya. Beberapa orang tua sengaja membesarkan anak mereka dengan cara ini karena mereka percaya bahwa kombinasi antara keterlibatan yang hangat dan sedikit batasan akan menghasilkan anak yang kreatif dan percaya diri.namun, anak yang memiliki orang tua yang selalu menurutinya jarang belajar menghormati orang lain dan mengalami kesulitan untuk mengendalikan perilakunya.mereka mungkin mendominasi, egosentris, tidak menuruti aturan, dan kesulitan dalam hubungan teman sebaya.

Keempat klasifikasi pengasuhan di atas melibatkan kombinasi antara penerimaan dan sikap rensponsif disatu sisi serta tuntutan dan kendali disisi lain.56

Model pengasuhan yang dikenalkan oleh Hauser bersifat interaktif antara orang tua dan anak. Menurut Papalia dan Old, terdapat hubungan yang ambivalen (perasaan betentangan) antara anak dengan orang tua, dalam arti anak memiliki perasaan yang campur aduk, seperti halnya orang tua, yaitu kebimbangan antara menginginkan mandiri atau tetap bergantung pada dirinya. Diantaranya yaitu:

56


(44)

37

1) Pola Asuh yang Bersifat Mendorong dan Menghambat

Pola asuh ini hampir sama dengan jenis pola asuh yang bersifat otoritatif yang dikemukakan oleh Baumrind, yakni pola asuh yang dilakukan oleh orang tua dalam berinteraksi dengan anak bersifat mendorong (enabling) dan juga bersifat menghambat

(constraining). Pola asuh yang bersifat mendorong dan

menghambat ini mengandung komponen kognitif dan afektif. 2) Pola Asuh yang Bersifat Mendorong (Enabling)

Pola asuh yang bersifat mendorong mempunyai makna adanya dorongan terhadap anggota keluarga untuk mengekspresikan pikiran-pikiran dan persepsi-persepsi mereka. Pengasuhan yang bersifat mendorong kognisi meliputi: memfokuskan pada pemecahan masalah, mengikutsertakan dalam bereksplorasi tentang masalah-masalah keluarga, dan menjelaskan sudut pandang individu kepada anggota keluarga yang lain. Pola asuh yang mendorong secara afektif adanya ekspresi empati dan penerimaan dari anggota keluarga lain.

3) Pola Asuh yang Bersifat Menghambat

Pola asuh jenis ini menandakan adanya hambatan yang dilakukan oleh orang tua. Adapun menghambat yang bersifat kognitif meliputi: mengalihkan anggota keluarga dari masalah-masalah yang mereka hadapi, tidak memberi atau menyembunyikan informasi pada anak, dan mengabaikan anggota keluarga dari


(45)

masalah-masalah keluarga. Sedangkan, menghambat yang bersifat afektif meliputi: penilaian yang berlebihan (bersifat negatif atau positif) terhadap anggota keluarga dan pandangan-pandangan mereka.57

3. Pola Asuh Otoriter

a. Pengertian Pola Asuh Otoriter

Secara etimologi, pola berarti bentuk, tata cara. Asuh berarti menjaga, merawat dan mendidik.58 Secara terminologi pola asuh adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relative konsisten dari waktu ke waktu. Pola asuh orang tua merupakan gambaran sikap dan prilaku orang tua dan anak dalam berinteraksi, berkomunikasi selama berada dalam kegiatan pengasuhan.59

Ada beberapa pendapat tentang definisi pola asuh orang tua diantaranya adalah60:

Pertama, menurut Baumrind pola asuh pada prinsipnya merupakan parental control, yakni bagaimana orang tua mengontrol, membimbing, dan memdampingi anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangannya menuju pada proses pendewasaan.

Kedua, Kohn mengatakan bahwa pola asuh merupakan cara orang tua beinteraksi dengan anak yang meliputi pemberian aturan,

57

Muallifah, Psycho Islamic Smart Parenting, hal. 53-55. 58

Pius Partanto, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 1994), hal. 405. 59

Sanjaya Yasin. Pengertian Pola Asuh Menurut Para Ahli, Definisi, Contoh, Macam.

http://www.facebook.com/sarjanaku.com, diakses 03 April 2014, pukul 00.47 WIB 60


(46)

39

hadiah, hukuman, pemberian perhatian, serta tanggapan orang tua terhadap setiap perilaku anak.

Ketiga, Nevenind dkk menyatakan bahwa pola asuh yang ideal adalah bagaimana orang tua bisa mempunyai sifat empati terhadap semua kondisi anak dan mencintai anaknya dengan setulus hati.

Keempat, menurut Theresia Indira Shanti. Pola asuh merupakan pola interaksi antara orang tua dan anak. Lebih jelasnya, yaitu bagaimana sikap atau perilaku orang tua saat berinteraksi dengan anak.

Pola asuh otoriter adalah gaya pengasuhan yang membatasi dan menghukum, di mana orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan mereka dan menghormati pekerjaan dan upaya mereka. Orang tua yang otoriter menerapkan batas dan kendali yang tegas pada anak dan meminimalisir perdebatan verbal. Contohnya, orang tua yang

otoriter mungkin berkata, “Lakukan dengan caraku atau tak usah.”

Orang tua yang otoriter mungkin juga sering memukul anak, memaksakan aturan secara kaku tanpa menjelaskannya, dan menunjukkan amarah pada anak. Anak dari orang tua yang otoriter sering kali tidak bahagia, ketakutan, minder ketika membandingkan diri dengan orang lain, tidak mampu memulai aktivitas, dan memiliki kemampuan komunikasi yang lemah. Anak dari orang tua yang otoriter mungkin berperilaku agresif.61

61


(47)

b. Tujuan Pola Asuh Orang Tua

Tujuan pola asuh menurut Hurlock yaitu untuk mendidik anak agar dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosialnya atau supaya dapat diterima oleh masyarakat.62

c. Fungsi Pola Asuh Orang Tua

Pengasuhan orang tua berfungsi untuk memberikan kelekatan dan ikatan emosional, atau kasih sayang antara orang tua dan anknya, juga adanya penerimaan dan tuntutan dari orang tua dan melihat bagaimana orang tua menerapkan disiplin.63

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh 1) Karakteristik Keluarga dan Anak64

Pada karakteristik keluarga dan anak, terdapat beberapa karakteristik, yaitu:

(a) Karakteristik struktur keluarga

Pola asuh tidak hanya dipengaruhi oleh situasi keluarga, tetapi juga lingkungan disekitar, situasi perawatan anak, situasi sekolah dan konflik yang terjadi di lingkungan sekitar.

(b) Karakteristik struktur anak

Untuk melakukan jenis pola asuh, maka harus memperhatikan karakteristik anak yaitu, karakter anak, perilaku sosial dan keterampilan kognitif anak.

(c) Karakteristik budaya keluarga

62

Muallifah, Psycho Islamic Smart Parenting, hal. 43. 63

Muallifah, Psycho Islamic Smart Parenting, hal. 44 64


(48)

41

Karakteristik budaya keluarga didefinisikan pada kemampuan berbahasa.

(d) Karakteristik situasi keluarga

Komposisi keluarga menunjukkan bahwa anak dalam keluarga

single parent akan mengalami problem perilaku dan emosional

yang lebih parah dari pada keluarga dan orang tuanya. 2) Karakteristik Pola Asuh

(a) Perilaku pola asuh kepada anak

Perilaku pola asuh yang sosialisasikan dalam keluarga dan sekolah akan menentukan kompetensi perkembangan anak, yaitu sosial, kognitif, emosi dan religius.

(b) Interaksi antara orang tua dengan anak

Interaksi antara orang tua dengan anakan tidak hanya ditetukan oleh kuantitas pertemuan antara orang tua dengan anak, tetapi juga sangat ditentukan oleh kualitas dalam interaksi tersebut. (c) Kompetensi orang tua dalam pola asuh anak

Kompetensi pengasuhantergantung pada kemampuan orang tua untuk menghubungkan antara perkembangan dengan pertumbuhan.


(49)

B. Penelitian Terdahulu yang Relevan

1. Bimbingan Konseling Agama dengan Terapi Realitas dalam Mengatasi Masalah Depresi

(Studi Kasus Seorang Anak yang Mengalami Depresi Akibat Pola Asuh yang Otoriter di Dusun Slautan Sidokumpul Kecamatan Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo)

Oleh : Nuril Azizah NIM : B03300179 Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Fakultas Dakwah Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam.

Pada skripsi ini penulis menjelaskan tetang seorang anak yang mengalami depresi karena pola pengasuhan ibunya yang otoriter. Perilaku ibunya tersebut karena pengaruh dari perlakuan yang kasar dan keras oleh orang tuanya dahulu, sehingga ibunya menerapkan pola pengasuhan yang sama dengan orang tuanya dulu.

Persamaan penelitian ini dengan yang akan dilakukan oleh penulis terletak pada bidang yang dikaji, yaitu tentang pola asuh orang tua dalam mendidik anaknya. Perbedaannya adalah jenis konseling dan terapi yang digunakan, pada penelitian ini menggunakan konseling agama dengan terapi realitas, sedangkan penulis menggunakan konseling keluarga dengan tehnik positie parenting.Selain itu perbedaan terletak pada lokasi penelitian serta rancangan penelitian


(50)

43

2. Bimbingan dan Konseling Islam dengan Terapi Keluarga (Family Therapy) dalam Mengatasi Kekerasan Orang Tua Terhadap Anak di Desa Banjarbendo Kecamatan Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo

Oleh : Rizki Rahmawati NIM : B03208036 Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Fakultas Dakwah Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam.

Pada skripsi ini penulis menjelaskan tentang seorang anak yang sering mendapat perlakuan kasar dari ibunya, anak tersebut dituntut untuk selalu belajar dan harus mendapat nilai bagus.

Persamaan penelitian ini dengan yang akan dilakukan oleh penulis terletak pada bidang yang dikaji, yaitu tentang pola pengasuhan dalam mendidik anaknya. Perbedaannya terletak pada terapi atau teknik yang digunakan, dalam penelitian ini menggunakan Family Therapy sedangkan penulis menggunakan teknik positive parenting. Selain itu perbedaan terletak pada lokasi penelitian serta rancangan penelitian.

3. Bimbingan Konseling Islam dengan Terapi Rasional Emotif dalam Mengatasi Pola Asuh Seorang Ibu yang Salah

Oleh : Amriana NIM : B33207002 Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Fakultas Dakwah Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam.

Pada skripsi ini penulis menjelaskan tentang seorang anak yang mengalami retardasi mental akibat pola asuh yang salah karena ketidak


(51)

fahaman dari orang tua serta kesulitan ekonomi keluarga sehingga anak tersebut harus mengalami retardasi mental.

Persamaan penelitian ini dengan yang akan dilakukan oleh penulis terletak pada bidang yang dikaji, yaitu tentang pola asuh orang tua dalam mendidik anaknya. Perbedaannya terletak pada terapi atau teknik yang digunakan, dalam penelitian ini menggunakan terapi raional emotif sedangkan penulis menggunakan teknik positive parenting. Selain itu perbedaan terletak pada lokasi penelitian serta rancangan penelitian. 4. Bimbingan Konseling Islam Dalam Mengatasi Pelampiasan Perilaku

Negatif Pada Remaja.

Oleh : Robiatul Adawiyah NIM : B03208034 Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Fakultas Dakwah Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam.

Pada skripsi ini penulis menjelaskan tentang seorang anak yang sering diatur dan dipaksa meakukan hal yang tidak disukai, sehingga anak merasa tertekan.

Persamaan penelitian ini dengan yang akan dilakukan oleh penulis terletak pada bidang yang dikaji, yaitu tentang pola asuh otoriter pada orang tua dalam mendidik anak. Perbedaannya dalam skripsi ini lebih spesifik hanya pada perilaku orang tua sedangkan penelitian yang dilakukan penulis lebih luas, yaitu tentang pola pengasuhan terhadap anak. Selain itu perbedaan terletak pada tehnik yang digunakan, penulis menggunakan teknik positive parenting sedangkan dalam skripsi ini


(52)

45

menggunakan terapi raional emotif, perbedaan lainnya yaitu terletak pada lokasi penelitian serta rancangan penelitian.


(53)

47

BAB III

KONSELING KELUARGA MELALUI TEHNIK POSITIVE PARENTING DALAM MENGATASI POLA ASUH OTORITER PADA ORANG TUA

SISWA DI TK DARUSSALAM DESA BULAK BANTENG PERINTIS KECAMATAN KENJERAN SURABAYA

A. TK Darussalam, Proses Penentuan Klien, Konselor dan Klien, Pola Pengasuhan Orang Tua

1. TK Darussalam

a. Latar Belakang Berdirinya Sekolah Taman Kanak-kanak Darussalam

Sekolah Taman Kanak-kanak Darussalam adalah salah satu sekolah swasta yang terletak di desa Bulak Banteng Gang Perintis Utama 1 wilayah kecamatan Kenjeran Surabaya. Sekolah ini berdiri pada tahun 1996, pendirinya adalah M. Roji Sholeh sekaligus sebagai ketua yayasan. Pada saat pendirian sekolah Taman kanak tersebut namanya adalah Taman kanak Al Muslimin dan pada tahun 2000 nama Taman Kanak-kanak Al Muslimin di ganti dengan Taman Kanak-Kanak-kanak Darussalam. Pergantian nama itu dilatarbelakangi oleh adanya sengketa mengenai tempat yang dipergunakan untuk mendirikan sekolah Taman Kanak-kanak tersebut, sehingga pada tahun 2000 itu pula berpindah lokasi.


(54)

48

Pada masa itu yang menjabat sebagai kepala sekolah adalah Suminah sampai tahun 2011 lalu digantikan oleh Fitriyah sampai sekarang. Pada tahun 2009 M. Roji Sholeh wafat, sehingga jabatan ketua yayasan turun kepada istrinya Nur Hasanah.65

b. Tujuan Sekolah Taman Kanak-kanak Darussalam

1) Mempersiapkan peserta didik untuk Pendidikan Dasar dengan belajar melalui bermain

2) Terwujudnya suasana Taman Kanak-kanak yang kondusif dan administrasi yang transparan dan akuntabel

3) Mengasuh dan membina peserta didik dengan penuh kasih sayang, tulus dan ikhlas

4) Mengembangkan minat anak agar cerdas, kreatif, terampil dan mandiri serta berbudi luhur.

c. Visi dan Misi Sekolah Taman Kanak-kanak Darussalam 1) Visi

“Metetakkan dasar-dasar kearah Perkembangan Sikap, Kreatif, Inovatif, Mandiri, jujur, berahklak mulia, Cerdas dan dapat berdaya saing sesuai perkembangan zaman”

2) Misi

(a) Menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar Pendidikan Taman Kanak-kanak untuk kelompok A dan B sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

65

Wawancara dengan Kepala Sekolah TK Darussalam : Bu Fitriyah di kantor TK pada tanggal 30 September 2014


(55)

(b) Memberikan bimbingan dan penyuluhan bagi anak didik yang mengalami kesulitan, dan bagi orang tua yang memerlukannya.

(c) Memberikan kesempatan kepada anak untuk bermain sambil belajar serasa bermain.

3) Tujuan dari Visi dan Misi (a) Membekali Peserta Didik

(b) Menanamkan nilai-nilai Keimanan dan Ketaqwaan sesuai dengan taraf perkembangan yang dilalui oleh anak.

(c) Membangun Fisik, Psikis, Intelektual serta Sosial yang optimal searah dengan perkembangan anak.

2. Proses Penentuan Klien

Langkah awal yang dilakukan oleh peneliti adalah membuat angket. Angket disini digunakan sebagai alat penggalian data informasi untuk mengetahui pola pengasuhan orang tua/wali siswa di sekolah TK Darussalam Desa Bulak Banteng Perintis Kecamatan Kenjeran Surabaya. Angket yang dibuat berisi tentang pertanyaan-pertanyaan seputar pola pengasuhan orang tua sehari-hari terhadap anaknya yang terdiri dari dua puluh soal.

Setelah peneliti mendapatkan data mengenai pola pengasuhan orang tua/wali siswa maka peneliti menetapkan dan mengambil satu dari empat puluh orang tua/wali siwa yang lebih banyak


(56)

50

mencantumkan jawaban negatif seputar pola pengasuhannya terhadap anak untuk dijadikan obyek penelitian.

3. Konselor dan Klien a. Konselor

Konselor adalah orang yang membantu mengarahkan konseli atau klien dalam memecahkan atau menyelesaikan masalah yang dihadapinya, disamping itu konselor juga harus mempunyai keahlian dalam bidang bimbingan konseling.

Dalam penelitian ini, yang bertindak sebagai konselor adalah penulis sendiri, yaitu Kamilatul Mufidah. Penulis lahir di kota Gresik pada tanggal 13 September 1991, kepercayaan yang dianut penulis adalah agama Islam.

Pendidikan awal yang ditempuh oleh penulis yaitu di MI Tarbiyatul Athfal Desa Sumurber Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik, lulus pada tahun 2003, lalu melanjutkan pendidikannya di

SMP Ma‟arif NU Desa Sumurber Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik, lulus pada tahun 2006. Setelah menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama, penulis melanjutkan pendidikan pada sebuah naungan yayasan Pondok Pesantren, yaitu SMA Al-Amin Desa Tunggul Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan, lulus tahun 2010. Sekarang penulis menjadi salah satu Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya, angkatan 2010 dan masih melakukan proses skripsi.


(57)

1) Pengalaman Konselor

Konselor pernah aktif pada kegiatan organisasi kampus sehingga sering berinteraksi dengan banyak orang.

Pengalaman yang dimiliki konselor adalah sebagai berikut: (a) Melakukan konseling terhadap siswa SMP Jati Agung

Sidoarjo

(b) Melakukan konseling terhadap salah satu anak didik Yayasan Al Madina Surabaya

2) Kepribadian Konselor

Konselor merupakan pribadi yang peka, perasaannya sensitif, ramah dengan orang-orang sekitar, perhatian sama teman dan suka membantu. Konselor termasuk orang yang suka

sharing, bertukar pengalaman hidup, suka mendengarkan

temannya bercerita (curhat) dan memberikan solusi (saran) saat teman mennghadapi masalah.66

66

Wawancara dengan Faidah Umami (teman satu kost konselor) di kost Jaya Soka No. 68G gang Salafiah, Wonocolo, Surabaya pada tanggal 24 Januari 2015


(58)

52

b. Klien

1) Data Klien

Nama : Inda Wati (nama samaran)

Panggilan : Inda

Umur : 38 tahun

Agama : Islam

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Dukuh Bulak Banteng Gang

Perintis Utama 2 No. 6 Kenjeran Surabaya67

2) Latar Belakang Keluarga

Klien adalah seorang ibu dari 4 orang anak, kesehariannya sebagai ibu rumah tangga. Ibu Inda tinggal disebuah kamar kontrakan bersama suami dan dua anak terakhirnya. Sedangkan anak pertama dan kedua disewakan satu kamar lagi bersebelahan dengan kamar ibu Inda. Suaminya (Bapak Imam 40) sehari-hari bekerja sebagai tukang parkir. Dari keempat anaknya, dua diantaranya sudah bekerja yaitu anak yang pertama dan kedua. Anak pertama bekerja di tempat jasa pengiriman barang, anak yang kedua bekerja di mebel pembuatan rak piring. Anak yang ketiga masih duduk

67


(59)

dibangku sekolah Menengah Atas (mondok di Madura) dan yang terakhir masih duduk dibangku Taman sekolah Kana-kanak.68

3) Latar Belakang Ekonomi

Apabila dilihat dari latar belakang ekonomi, maka keluarga klien adalah keluarga yang berasal dari kelas ekonomi bawah. Pekerjaan sehari-hari ibu Inda adalah sebagai ibu rumah tangga, menyiapkan sarapan pagi untuk suami dan anak-anaknya sebelum berangkat kerja dan berangkat sekolah. Suami dari ibu Inda sendiri bekerja ikut dengan saudaranya yaitu sebagai juru parkir. Anak pertama ibu Inda, yakni Muhammad Sholeh (Sholeh) belum menikah setelah lulus sekolah menengah atas langsung bekerja, sholeh diterima kerja di tempat jasa pengiriman barang. Sedangkan Ali Wafa, anak kedua ibu Inda bekerja pada sebuah toko pembuatan rak piring. Wafa juga belum menikah, sama seperti kakaknya Sholeh, Wafa setelah lulus sekolah menengah atas juga langsung bekerja. Untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari yaitu berdasarkan pendapatan dari hasil juru parkir dan dibantu oleh kedua putranya Sholeh dan Wafa. Yaitu untuk membayar sewa dua kamar kontrakan dan untuk keperluan lainnya. Kemudian

68


(60)

54

sebagiannya lagi dikirimkan untuk anak ketiga ibu Inda yang mondok di Madura.69

4) Latar Belakang Keagamaan

Ibu Inda termasuk orang yang taat beribadah, setiap pagi ibu Inda bangun lebih awal untuk menjalankan kewajiban kepada Tuhan lalu memulai aktifitasnya sebagai ibu rumah tangga. Ibu Inda sangat ingin anaknya menjadi ustadzah dia mengirim anaknya yang ketiga ke Madura untuk bersekolah (mondok) walaupun keadaan ekonomi keluarganya sangat pas-pasan.

5) Latar Belakang Sosial

Dilihat dari segi sosial, ibu Inda adalah sosok yang ramah dengan warga sekitar serta enak diajak bicara. Bu Inda termasuk orang yang humoris, sangat senang berinteraksi dengan warga sekitar sering mengobrol dan bercanda dengan tetangganya ketika sedang mengawasi anaknya bermain di depan rumah.70

4. Pola Pengasuhan Orang Tua

Masalah adalah segala sesuatu yang membebani pikiran seseorang yang harus segera mendapatkan penanganan atau bantuan dari orang yang ahli, sebab tidak jarang masalah yang dihadapi orang tersebut pada akhirnya nampak kedalam bentuk-bentuk ketidak

69

Wawancara dengan klien di kantor TK Darussalam pada tanggal 14 Oktober 70


(61)

sehatan mental dan penyimpangan perilaku seperti apa yang dihadapi oleh konseli. Dalam penelitian ini masalah yang dihadapi klien adalah terjadinya pola asuh seorang ibu yang kurang tepat terhadap anaknya yang mudah marah dan emosinya meledak-ledak serta sulit untuk diredam. Masalah tersebut membutuhkan bantuan yaitu dengan tujuan untuk menyadarkan klien tentang bagaimana menyikapi anak yang emosinya tidak terkontrol serta pengasuhan yang baik untuknya.

Permasalahan ini berawal ketika anak keempat ibu Inda yaitu (Ikbal) usia 5 tahun, sering menunjukkan sikap yang kurang baik. Ikbal mudah marah tidak terkontrol, tangannya terkepal dan bergetar geram hanya karena hal yang sepele, misalnya tidak sengaja tersenggol temannya. Ikbal akan mengejar dan memukul orang yang membuatnya marah sampai dapat, tidak peduli apapun meskipun guru

mengatakan “Sudah Ikbal, tidak boleh begitu”, Ikbal tetap mengejar temannya.

Ibu Inda jarang menunggui Ikbal di sekolah, terkadang hanya pada waktu istirahat bu Inda datang ke sekolah setelah beliau menyelesaikan pekerjaan rumah. Namun terkadang bu Inda tidak datang sama sekali dan menitipkan Ikbal kepada tetangganya yang anaknya juga bersekolah di tempat yang sama dengan tempat Ikbal bersekolah. Pagi-pagi bu Inda sudah mulai menyiapkan sarapan dan bekal untuk suami dan kedua anaknya yang sudah bekerja serta mempersiapkan untuk keperluan Ikbal bersekolah. Terkadang jika bu


(62)

56

Inda belum selesai membuat sarapan Ikbal diantar terlebih dahulu ke sekolah dan urusan dapur digantikan suaminya sementara sampai bu Inda kembali.

Sebagai langkah awal dari penelitian ini, penulis terlebih dulu mencari tau pola pengasuhan klien kepada anaknya itu seperti apa. Setelah beberapa kali pertemuan yang dilakuan oleh konselor dengan klien melalui proses konseling, maka dapat diketahui seperti apa pola pengasuhan klien kepada anaknya. Keseharian bu Inda terkadang digunakan untuk mendampingi Ikbal belajar mewarnai atau menggambar. Bu Iinda termasuk orang yang pekerja keras, tidak suka menunda pekerjaan dan tidak suka melihat sesuatu yang berantakan atau kotor. Bu Inda sering mengatakan “sabar nak, tunggu sebentar” ketika Ikbal sedang meminta makan atau meminta sesuatu yang ia butuhkan pada saat bu Inda masih sibuk mengerjakan pekerjaan rumah. Bu Inda lebih memilih melajutkan aktifitasnya dan membiarkan anaknya menunggu.

Bu Inda juga sering membiarkan anaknya tidak masuk sekolah dengan alasan kasihan kurang tidur, karena setiap malam anaknya datang ke tempat PS (play station) yang berada si samping rumahnya hingga larut malam, namun bu Inda kurang tegas dalam menyikapi hal tersebut karena takut jika anaknya marah. Namun ketika Ikbal mulai nakal bu Indah terkadang memukul atau mencubit Ikbal dengan tujuan agar Ikbal takut dan tidak mengulanginya lagi.


(63)

Untuk lebih jelasnya lihat tabel percakapan antara konselor dengan klien (Ibu Inda Wati) di bawah ini:

Tabel 3.1.

Wawancara Antara Konselor dengan Klien (Ibu Inda Wati) 71

71

Wawancara dengan klien pada taggal 27 September 2014 di kantor TK Darussalam

No Ungkapan Verbal Konselor

dan Konseli (Klien)

Ungkapan Non Verbal

Keterampilan Komunikasi

Konseling

1 KL : Assalamu‟alaikum Ramah, senyum Attending

2 KO : Wa‟alaikumsalam

Mari bu silahkan masuk

Ramah, senyum Menjawab salam dan

mempersilahkan masuk

3 KL : Iya bu, terima kasih Mengangguk, tersenyum 4 KO : Bagaimana kabar ibu

hari ini?

Tersenyum, menatap klien

Pembukaan, Pertanyaan terbuka 5 KL : Alhamdulillah, baik bu.

Ini tadi selesai beres-beres rumah saya langsung kesini, sekalian menjenguk ikbal bu

Sesekali menatap

konselor dan

membenahi kerudung 6 KO : Kalau boleh tau ikbal itu

anak ibu yang nomor berapa?

Ramah, memperhatikan klien

Pertanyaan tertutup

7 KL : Nomor empat bu, anak saya empat, tiga laki-laki satu perempuan. Yang dua laki-laki sudah kerja, yang perempuan satu masih sekolah, mondok di Madura, terus yang keempat ikbal itu bu

Menjelaskan sambil


(1)

Tabel 4. 2.

(Gejala yang nampak sebelum dan sesudahnya proses konseling)

No Sebelum Terjadi Proses Koseling Sesudah Terjadi Proses Konseling

1 Terlalu sibuk dengan pekerjaan rumah (menomor satukan pekerjaan rumah)

Mendahulukan kebutuhan anak

2 Membiarkan anak saat tidak mau berangkat sekolah

Mendorong anak untuk rajin sekolah

3 Mencubit dan memukul anak jika merasa lelah

Mengontrol emosi saat lelah dan berusaha untuk tidak mencubit dan memukul anak

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa proses konseling yang dilakukan oleh konselor membawa perubahan yang cukup berarti. yaitu, ketika dulu anaknya sering tidak masuk sekolah dituruti dan dibiarkan saja, sekarang mendorong anaknya untuk rajin sekolah. Klien juga mendahulukan kebutuhan anaknya sehingga anaknya tidak mudah marah lagi dan menjadi lebih penurut karena klien berusaha mengontrol emosi serta berusaha untuk tidak mencubit dan memukul anaknya saat klien merasa lelah.


(2)

94 BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebagaimana telah peneliti uraikan pada bab-bab sebelumnya, maka peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Proses konseling keluarga dalam mengatasi pola asuh otoriter pada orang tua melalui tehnik positivie parenting di TK Darussalam Desa Bulak Banteng Perintis Kecamatan Kenjeran Surabaya kepada anak yang mudah marah dan emosinya meledak-ledak serta sulit diredam adalah menggunakan langkah-langkah konseling, yaitu identifikasi masalah, diagnosis, prognosis, treatment, follow up.

Disini konselor mencoba membantu klien, yaitu langkah awal yang dilakukan adalah konselor memberikan waktu satu minggu kepada klien setelah itu berturut-turut berlanjut untuk belajar mengontrol emosi agar bisa lebih bersabar dengan tidak memukul ataupun mencubit anaknya ketika sedang rewel. Langkah selanjutnya konselor mencoba untuk mengajarkan kepada klien mendahulukan kebutuhan anaknya, apabila pada saat klien mencuci dan anaknya meminta makan, maka klien harus berhenti sejenak dan mengambilkan makan untuk anaknya. Sehingga tidak membuat anaknya menunggu. Dengan begitu maka dapat melatih dan mengontrol emosi anak agar tidak mudah marah karena kebutuhannya telah terpenuhi tepat waktu.


(3)

Setelah itu konselor menyarankan kepada klien agar lebih mendorong anaknya untuk rajin bersekolah, karena jika anak sering tidak masuk, maka anak akan semakin banyak ketinggalan pelajaran dan itu bisa mempengaruhi perkembangan kecerdasan anak.

2. Hasil Akhir Pelaksanaan Bimbingan Konseling melalui Tehnik Positive Parenting dalam Mengatasi Pola Asuh Otoriter Orang tua. Hasil akhir dari proses konseling yang dilakukan oleh konselor membawa perubahan yang cukup berarti yaitu dapat dilihat dari terjadinya perubahan pada diri klien dan berdampak positif bagi anaknya. Ketika dulu terlalu sibuk dengan pekerjaan rumah sekarang lebih mendahulukan kebutuhan anaknya sehingga anaknya tidak mudah marah lagi dan menjadi lebih penurut karena klien berusaha mengontrol emosi serta berusaha untuk tidak mencubit dan memukul anaknya saat klien merasa lelah. Klien yang dulunya sering membiarkan anaknya tidak masuk sekolah dituruti dan dibiarkan saja, sekarang lebih mendorong anaknya untuk rajin sekolah.


(4)

96

B. Saran

1. Penulis berharap kepada peneliti selanjutnya untuk lebih menyempurnakan hasil penelitian yang sudah ada agar penelitian yang dihasilkan nantinya dapat menjadi lebih baik.

2. Bagi para orang tua diharapkan bersikap bijaksana, penuh kasih sayang, tidak bersikap keras dalam menghadapi perilaku anak, hendaknya memperhatikan pola pengasuhan kepada anak karena pola pengasuhan orang tua mempengaruhi pembentukan karakter dan kepribadian anak.

3. Bagi konselor diharapkan lebih teliti dalam proses konseling, agar lebih memahami permasalahan yang dihadapi oleh klien. Misalnya konselor mencari data informasi sebanyak-banyaknya agar dapat mengetahui lebih detail tentang klien dan mempermudah proses konseling.

4. Bagi para pembaca, penulis berharap penelitian ini bisa dijadikan bahan acuan untuk menghadapi permasalahan yang ada atau untuk membantu orang lain agar permasalahan tersebut mendapatkan solusi.


(5)

Adhim, Mohammad Fauzil, Positive Parenting, Bandung: Mizan Pustaka, 2006 Akunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan Praktek, Jakarta:

Rineka Cipta, 2006

Bungin, Burhan, Metode Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif, Surabaya: Universitas Airlangga, 2001

Djamarah, Syaiful Bahri, Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga Jakarta: Rineka Cipta, 2014

Geldard, Kathryn, David Geldard, Konseling Keluarga, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011

Haryono, Boy Soedarmadji Psikologi Konseling, Jakarta: Kencana, 2013 Hayes, Eileen, Tantrum, Jakarta: Erlangga, 2003

Jinan, Miftahul , Smart Parents for Smart Students, Jakarta: Progressio, 2012 Latipun, Psikologi Konseling, Pers Universitas Muhammadiyah Malang, 2001 Lesmana, Jeanette Murad, Dasar-dasar Konseling, Jakarta: UI Press, 2008 Lestari, Sri, Psikologi Keluarga, Jakarta: Kencana, 2013

Lubis, Namora Lumongga, Memahami Dasar-Dasar Konseling, Jakarta: Kencana, 2011

Moloeng, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009


(6)

Mushlihin al-Hafizh, Pengertian Parenting dalam Pendidikan, http://www.referensimakalah.com/p/about-me_16.html, diakses 03 April 2014

Partanto, Pius, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola, 1994

Prayitno, Elida, Konseling Keluarga, FIP Universitas Negeri Padang, 2008 Rachman, M. Fauzi, Islamic Parenting, Jakarta: Erlangga, 2011

RI, Departemen Agama, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah, Bandung: Diponegoro, 2010

Sanjaya Yasin. Pengertian Pola Asuh Menurut Para Ahli, Definisi, Contoh, Macam. http://www.facebook.com/sarjanakucom, diakses 03 April 2014 Santrock, John W. Perkembangan Anak, Jakarta: Erlangga, 2007

Schultz, Duane, Psikologi Pertumbuhan, Yogyakarta: Kanisius, 1991

Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantiatif, Kualitatif, Research and Development (R&D), Bandung: Alfabeta, 2013

Sujanto, Agus, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Rineka Cipta, 1996

Sukardi, Dewa Ketut, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta, 2008