Studi Deskriptif Mengenai Derajat Self-Compassion pada Mahasiswa Ko-Ass Universitas "X" di Rumah Sakit "Y" Bandung.

(1)

i

Universitas Kristen Maranatha

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran derajat self-compassion pada mahasiswa ko-ass Universitas “X” yang sedang menjalani P3D di Rumah Sakit

“Y” Bandung. Alat ukur penelitian ini dibuat oleh Neff (2003) yang telah

diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Inggris oleh Drs. Paulus H. Prasetya, Missiliana R.,M.Si dan Eveline Sarintohe, M.Si pada tahun 2012 dan telah disetujui oleh Kristin Neff. Perhitungan validitas dan reliabilitas dilakukan oleh Missilianna R.,M.Si dengan menggunakan teknik korelasi dari Pearson dan Alpha Cronbach dengan 26 item valid dan reliabilitas 0.8181 dengan teknik pengambilan data menggunakan random sampling dan diperoleh responden sebanyak 140 mahasiswa ko-ass Universitas “X” yang berada di Rumah

Sakit “Y” Bandung. Berdasarkan hasil pengolahan data, sebanyak 79% mahasiswa ko-ass Universitas “X” di Rumah Sakit “Y” Bandung memiliki derajat self-compassion yang rendah dan yang memiliki derajat self-self-compassion yang tinggi sebanyak 21%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagian besar self compassion pada mahasiswa ko-ass Universitas “X” di Rumah Sakit “Y” Bandung rendah namun belum diketahui penyebab rendahnya derajat self-compassion pada mahasiswa ko-ass Universitas “X” di Rumah Sakit “Y” Bandung, disebabkan kurangnya data penunjang sehingga diharapkan pada peneliti selanjutnya untuk menambahkan data penunjang agar dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi self-compassion. Saran yang dapat diberikan pada Universitas “X” adalah memberikan motivasi terutama pada mahasiswa ko-ass yang mengalami kesulitan pada salah satu bagian P3D, memberikan arahan serta pengawasan terhadap bagaimana cara memberikan kepedulian pada pasien.


(2)

ABSTRACT

This research was conducted to reveal the degree of self - compassion for co – ass students in university " X " who involved P3D Hospital " Y " Bandung . This study measuring instrument made by Neff (2003) which has been translated into Indonesian and translated back into English by Drs. Paulus H. Prasetya, Missiliana R.,M.Si and Eveline Sarintohe, M.Si in 2012 and has been approved by Kristin Neff. Validity and reliability calculations performed by Missiliana R. M. Si using Pearson correlation and Alpha Cronbach of the 26 items is valid and reliability is high 0.8181 with technique data sample by random sampling and sample is 140 students co - ass in university " X " who was in hospital " Y " Bandung. Based on the results, 79 % co - ass university student " X " in the hospital " Y " Bandung has a degree of self - compassion lower and 21 % of self - compassion were higher. The conclusion of this study is majority of self- compassion in co - ass university student " X " in the hospital " Y " Bandung is low but not yet unknown cause of the low degree of self - compassion in co - ass university student " X " in the hospital " Y " Bandung because due to the lack of data so hopefully in the next researcher to add another supporting data in order to determine the cause of the influence factor self – compassion. Advice can be given on university “X” is to provide motivation, especially in co - ass college students who have trouble in one part of P3D, providing direction and oversight of how to provide care to patients.


(3)

iii

Universitas Kristen Maranatha Lembar Judul

Lembar Pengesahan

ABSTRAK ... ...i

ABSTRACT ... ..ii

KATA PENGANTAR ... .iii

DAFTAR ISI ... .iv

DAFTAR BAGAN ... ..v

DAFTAR TABEL ... .vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... ..1

1.2 Identifikasi Masalah ... ..9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... ..9

1.3.1 Maksud Penelitian ... ..9

1.3.2 Tujuan Penelitian ... .10

1.4 Kegunaan Penelitian... .10


(4)

1.4.2 Kegunaan Praktis...10

1.5 Kerangka pikir...11

1.5 Bagan Kerangka pikir………..………..24

1.6 Asumsi ...25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Self-Compassion ...26

2.2 Komponen Self-Compassion...27

2.2.1 Self-kindness Vs Self-judgement...27

2.2.2 Common humanity Vs Self-isolation...28

2.2.3 Mindfulness Vs Over-identification...29

2.2.4 Korelasi Antar Komponen...30

2.2.5 Interkorelasi Antar Komponen………..32

2.3 Faktor yang Mempengaruhi ...32

2.3.1 Jenis Kelamin ...33

2.3.2 Personality...34

2.3.3 Attachment ...36

2.4 Manfaat Self compassion ...39

2.4.1 Hubungan Interpersonal...39


(5)

v

Universitas Kristen Maranatha BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian ...41

3.1 Bagan Rancangan Penelitian ...41

3.2 Variabel dan Definisi operasional ...42

3.2.1 Definisi Operasional Self-Compassion ...42

3.3 Alat Ukur Self-Compassion...43

3.3.1 Kisi-Kisi Alat Ukur Self-Compassion ...44

3.3.2 Cara Skoring…...45

3.3.2 Tabel cara skoring………..45

3.3.3 Data Pribadi dan Data Penunjang ...46

3.3.3.1 Data Pribadi...46

3.3.3.2 Data Penunjang ...46

3.4 Validitas dan Reliabilitas alat Ukur ...46

3.4.1 Validitas Alat Ukur ...46

3.4.2 Reliabilitas Alat Ukur ...47

3.5 Populasi Sasaran dan Karakteristik Populasi ...48


(6)

3.5.2 Karakteristik Populasi ...48

3.6 Teknik Analisis ...48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden………...50

4.1.1 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan jenis kelamin………..50

4.2 Hasil Penelitian………50

4.2.1 Tabel Gambaran Komponen……….51

4.2.2 Tabel Gambaran derajat Self-Compassion………51

4.3 Pembahasan……….……….52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan………..67

5.2 Saran………...68

5.2.1 Saran Teoritis………..68

5.2.2 Saran Praktis………69


(7)

vii

Universitas Kristen Maranatha


(8)

DAFTAR BAGAN

Bagan Kerangka pikir 1.5 ...24 Bagan Rancangan Penelitian 3.1 ...42


(9)

ix

Universitas Kristen Maranatha

Tabel 3.3.1 Kisi-Kisi Alat Ukur Self-compassion ...45

Tabel 3.3.2 Tabel cara skoring ...46

Tabel 4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan jenis kelamin ...51

Tabel 4.2.1 Gambaran Komponen ...52


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar Persetujuan

Lampiran 2 : Alat Ukur self-compassion dan data penunjang Lampiran 3 : Validitas dan Reliabilitas kuesioner Self-compassion Lampiran 4 : Tabel data mentah

Lampiran 5 : Crosstab Self-compassion dan data penunjang Lampiran 6 : Proses P3D


(11)

1

Universitas Kristen Maranatha PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

P3D merupakan program profesi pendidikan dokter yang ditekankan pada penerapan teori yang didapat sebelumnya dari periode praklinik untuk mendapatkan gelar profesi dokter. Program P3D ini bertujuan untuk memampukan mahasiswa kedokteran dalam penerapan teori yang telah dipelajarinya di fakultas kedokteran secara langsung terhadap pasien dan melatih mahasiswa kedokteran untuk peduli akan kondisi yang dialami pasien serta mempersiapkan mahasiswa kedokteran memiliki keterampilan klinik yang professional. Mahasiswa kedokteran yang memasuki P3D itu sendiri disebut dengan mahasiswa kepaniteraan atau mahasiswa ko-ass. Untuk menjadi mahasiswa ko-ass Universitas “X”, seseorang harus menjadi mahasiswa kedokteran Universitas X dan lulus S-1 Kedokteran Universitas “X”. Universitas “X” ini menyediakan program S-1 Kedokteran ber-akreditasi A dan program pendidikan profesi kedokteran (P3D) di Rumah Sakit”Y”. Setelah menjadi mahasiswa kedokteran, mahasiswa kedokteran harus menyelesaikan program S-1 Kedokteran di Universitas “X” terlebih dahulu dan menyelesaikan 144 sks dalam jangka waktu 3,5 tahun dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) minimal 2,25. Mahasiswa kedokteran yang telah menyelesaikan tahap pertama yaitu program S-1


(12)

2

Kedokteran, mahasiswa kedokteran dapat memasuki tahap kedua yaitu P3D untuk mendapatkan gelar profesi dokter (Program Pendidikan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas "X" 2004).

Pada tingkat P3D ini, mahasiswa ko-ass menjalani praktik kuliahnya dengan situasi kerja yang telah ditentukan yaitu Rumah Sakit “Y”. Rumah Sakit “Y” ini bekerja sama dengan Universitas “X” dalam hal kurikulum P3D dan dokter pengajar.

Rumah Sakit “Y” merupakan salah satu tempat bagi mahasiswa ko-ass Universitas

“X” untuk menjalani P3D. Kurikulum pendidikan P3D di Rumah Sakit “Y” ini terdiri

dari dua bagian yaitu lab keterampilan klinik (LKK) dan kepaniteraan madya (KM). Kurikulum P3D ini membutuhkan waktu sekitar 101 minggu yang terdiri dari 61 minggu untuk 9 bagian minor (LKK) dan 40 minggu untuk 5 bagian mayor (KM). Selama P3D, mahasiswa ko-ass diberikan tugas, laporan ujian dan tugas jaga malam sesuai masing-masing bagian. Seluruh bagian P3D ini diharuskan mendapat nilai rata-rata minimal B, selain itu mahasiswa ko-ass diwajibkan untuk lulus dalam kurun waktu maksimal dua tahun. Jika mahasiswa ko-ass dinyatakan gagal pada salah satu bagian saat yudisium akhir maka mahasiswa ko-ass harus mengulangi bagian yang gagal hingga mahasiswa ko-ass dinyatakan lulus bagian tersebut.

Berdasarkan wawancara dengan salah satu dokter pembimbing mahasiswa ko-ass Universitas “X” yang menangani P3D di Rumah Sakit “Y” mengatakan bahwa saat ini kurikulum kedokteran untuk P3D bagi mahasiswa ko-ass seringkali berubah. Terdapat kurikulum baru yang menekankan agar mahasiswa ko-ass dapat lebih


(13)

Universitas Kristen Maranatha memahami setiap bagian P3D yang sedang dilalui, hal ini baik karena dapat meningkatkan mutu mahasiswa ko-ass untuk mendapatkan gelar dokter namun adanya sistem kurikulum baru menambah tingkat kesulitan P3D menjadi lebih besar maka dari itu pula mahasiswa ko-ass perlu motivasi yang lebih besar dalam menjalani P3D. Menurut Mc Clelland (2005:220), achievement motive adalah suatu keinginan berprestasi untuk mengatasi atau mengalahkan tantangan, untuk kemajuan dan pertumbuhan. Achivement motive membantu mahasiswa ko-ass untuk termotivasi menyelesaikan kurikulum baru, selain itu achievement motive membantu mahasiswa ko-ass untuk mengatasi kesulitan pada setiap tugas di bagian-bagian P3D yang dialaminya seperti jaga malam, membuat laporan data pasien, diberikan ujian tertulis, ujian lisan, ujian praktek pada objek penelitian, membuat laporan kasus yang diberikan dokter pembimbing, membuat refrat dan jurnal serta melakukan ujian masuk bagian mayor dan ujian akhir. Achievement motive sendiri dapat lebih mudah dimiliki mahasiswa ko-ass jika mahasiswa ko-ass memiliki self-compassion terlebih dahulu. Menurut Juliana G. Braines dan Serena Chen (2011), achievement motive akan terbentuk jika seseorang memiliki self-compassion.

Selain achievement motive, mahasiswa ko-ass juga membutuhkan self-compassion untuk membentuk self-compassion for others dalam diri mahasiswa ko-ass untuk memenuhi kode etik profesi kedokteran yang diberikan peraturan P3D untuk mendapatkan gelar profesi dokter. Salah satu kode etik profesi kedokteran yang ditekankan pada mahasiswa ko-ass terutama selama P3D ini adalah melatih rasa


(14)

4

kepedulian (compassion) terhadap orang lain yang mengalami masalah kesehatan kapan pun dan dalam kondisi apa pun terutama pada pasien (Peraturan P3D 2007 Fakultas Kedokteran Universitas “X” Bandung). Kode etik kedokteran ini diberikan dan dilatih dengan tujuan agar mahasiswa ko-ass dari sejak dini dapat memberikan kepeduliannya pada pasien sehingga saat mahasiswa ko-ass telah memiliki gelar profesi dokter yang sebenarnya, mahasiswa ko-ass akan lebih mudah membangun hubungan yang baik dengan pasien dan mengerti bagaimana kondisi kesehatan pasien itu sendiri tanpa adanya rasa tuntutan kode etik profesi melainkan keinginan untuk memberikan pertolongan yang lebih pada pasien.

Berdasarkan wawancara dengan salah satu perawat pendamping mahasiswa ko-ass di salah satu bagian P3D mengatakan bahwa mahasiswa ko-ass dituntut agar dapat memiliki hubungan professional secara langsung dengan pasien, selain itu mahasiswa ko-ass harus melatih dirinya dalam memberikan pelayanan terbaik bagi pasien sehingga saat menjadi dokter, mahasiswa ko-ass dapat lebih mudah memenuhi kode etik kedokteran dan menjalin hubungan professional dengan pasien. Pada mahasiswa ko-ass yang dilihat saat ini, beberapa mahasiswa ko-ass perlu membangun hubungan relasi dengan pasien dan meningkatkan kepedulian akan penderitaan pasien. Kepedulian ini dapat dibangun jika mahasiswa memiliki compassion for others. Compassion for others itu sendiri adalah suatu sikap terbuka akan penderitaan orang lain, adanya keinginan untuk meringankan penderitaan orang lain (Neff, 2004). Compassion for others dapat membantu mahasiswa ko-ass dalam memenuhi kode


(15)

Universitas Kristen Maranatha etik kedokteran, hal ini dikarenakan mahasiswa ko-ass dapat lebih terbuka dalam mengerti penderitaan yang dialami pasien, selain itu secara tidak langsung mahasiswa ko-ass pun merasa ingin memberikan bantuan agar dapat membantu penderitaan pasien tersebut. Menurut Neff (2003a) compassion for others akan lebih baik jika mahasiswa memiliki self-compassion terlebih dahulu.

Kedua hal yaitu achievement motive dan compassion for others ini dapat terbentuk jika mahasiswa ko-ass memiliki derajat self-compassion tinggi. Self-compassion itu sendiri adalah keterbukaan dan kesadaran akan penderitaan diri sendiri, tanpa menghindar dari penderitaan, memberikan pemahaman terhadap diri sendiri ketika menghadapi penderitaan, kegagalan, dan ketidaksempurnaan tanpa menghakimi diri serta melihat kejadian sebagai pengalaman yang dialami semua manusia (Neff 2003:19). Mahasiswa ko-ass akan lebih baik jika memiliki derajat self-compassion yang tinggi karena dengan memiliki derajat self-self-compassion tinggi, ia akan lebih sadar akan penderitaan yang dialaminya dan mengerti keadaan dirinya tanpa menyalahkan dirinya secara terus menerus tetapi memahami bahwa penderitaan yang dialaminya, dialami juga oleh orang lain bukan hanya dirinya sendiri.

Berdasarkan wawancara dengan ketua angkatan P3D 2008, mengatakan bahwa akan lebih baik jika mahasiswa ko-ass lebih mengerti perasaan yang dialami pasien sehingga mempermudah mahasiswa ko-ass untuk memenuhi kode etik kedokteran yang berhubungan professional hubungan dokter dengan pasien. Adanya perasaan dan pengalaman yang serupa dengan yang dialami pasien, mahasiswa ko-ass


(16)

6

dapat memberikan compassion for others yang lebih baik pada pasien. Derajat self-compassion yang tinggi membantu mahasiswa ko-ass sendiri dalam memenuhi tuntutan kode etik terhadap pasien, selain itu membantu mahasiswa ko-ass meningkatkan achievement motive-nya untuk menghadapi kurikulum P3D, tugas-tugas serta ujian di setiap bagian P3D yang harus dilewatinya untuk mendapatkan gelar profesi Dokter. Sedangkan derajat self-compassion yang rendah akan mempersulit mahasiswa ko-ass dalam menjalani P3D, saat mengalami kegagalan mahasiswa ko-ass cenderung menyalahkan dirinya, sulit menerima kegagalan dan merasa dirinya gagal sehingga terus menerus mengertiik dirinya dan sulit berpikir secara objektif mengenai kegagalan yang dialaminya. Self-compassion yang rendah akan menghambat mahasiswa ko-ass dalam melalui bagian P3D terutama ketika mengalami kesulitan atau kegagalan.

Self-compassion terdiri dari 3 komponen yang saling berkebalikan yaitu self-kindness vs self-judgement, common humanity vs self-isolation, mindfulness vs overidentification (Neff, 2003). Self-kindness yaitu bersikap hangat dan memahami diri saat menghadapi kegagalan, sedangkan self-judgement yaitu sikap yang mengeritik berlebihan saat mengalami kegagalan. Common humanity yaitu kesadaran bahwa kegagalan adalag bagian dari hidup manusia sedangkan self-isolation yaitu kegagalan hanya dialami diri sendiri. Mindfulness yaitu menerima dan memandang jelas pikiran secara seimbang sedangkan overidentification yaitu memandang kegagalan sacara tidak seimbang dan berlebihan (Neff,2003). Ketiga komponen


(17)

Universitas Kristen Maranatha saling berkorelasi maka jika salah satu komponen self-compassion memiliki derajat yang rendah maka self-compassion dapat dikatakan rendah, jika ketiga komponen self-compassion memiliki derajat yang tinggi maka self-compassion tinggi (Neff,2011). Mahasiswa ass akan mudah melalui kegagalan ketika mahasiswa ko-ass mengerti kesulitan yang ada tanpa menghakimi dirinya dan memahami kegagalan yang dialaminya dapat dialami oleh semua orang bukan hanya dirinya, mahasisw ako-ass menyadari secara objektif bahwa kegagalan yang dialaminya merupakan proses P3D yang dapat dialaminya. Self-compassion yang tinggi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, seperti jenis kelamin, personality dan attachment.

Untuk memperjelas fenomena tersebut, maka dilakukan survey awal dengan melakukan wawancara kepada dua puluh orang mahasiswa ko-ass Universitas “X” Bandung mengenai perasaan mahasiswa ko-ass menghadapi P3D, terdapat enam orang mahasiswa ko-ass (30%) mengakui adanya kurikulum yang bertambah dan tugas yang diberikan setiap hari, laporan setiap minggu yang harus dikerjakannya serta ujian yang menentukan kelulusan pada bagian P3D yang harus dijalaninya menimbulkan kesulitan dan menurunkan motivasi pada mahasiswa ko-ass. Pengulangan atau remedial yang harus dilakukan oleh mahasiswa ko-ass yang gagal di beberapa bagian dan kurang mendalamnya pemahaman mahasiswa ko-ass mengenai teori yang diajarkan serta kesulitan dalam menyukai bagian P3D yang sedang dilaluinya.


(18)

8

Delapan orang mahasiswa ko-ass perempuan diantaranya (40%) memiliki keinginan untuk dapat memiliki hubungan baik dengan pasien namun mahasiswa ko-ass kesulitan dalam menjalin hubungan professional dengan pasien, selain itu mahasiswa ko-ass pun cenderung berusaha untuk dapat memiliki hubungan interpersonal dengan dokter, perawat dan lingkungan Rumah Sakit. Saat mendapatkan teguran mahasiswa ko-ass menjadi ragu dalam melakukan tindakannya di Rumah Sakit, mahasiswa ko-ass terus menyalahkan dirinya. Ketika diberikan pasien baru yang harus ditangani pasien, mahasiswa ko-ass menjadi takut untuk menyimpulkan masalah apa yang dialami pasien, gejala apa yang dialami pasien dan takut untuk membuat diagnosis mengenai penyakit yang dialami pasien karena mengingat kesalahan yang pernah ia buat sebelumnya.

Kemudian 6 orang mahasiswa ko-ass diantaranya (30%) merasa kecewa, menyalahkan dirinya atas kesalahan yang terlah dilakukannya ketika mengalami kegagalan di salah satu ujian P3D, cenderung merenungkan kesalahannya dan merasa sedih akibat kegagalannya, merasa takut jika mengalami kegagalan dan kesalahan yang sama kembali, selain itu adanya keinginan untuk bersama dengan teman-temannya melanjutkan ke bagian P3D lainnya dan takut jika hanya dirinya sendiri yang mengalami kegagalan.

Berdasarkan fenomena dan survey awal tersebut serta adanya kurikulum dan aturan-aturan yang menuntut mahasiswa ko-ass untuk lulus agar mendapatkan gelar dokter maka peneliti ingin mengetahui lebih dalam mengenai “Studi deskriptif


(19)

Universitas Kristen Maranatha Mengenai Derajat Self-compassion pada Mahasiswa Ko-ass Universitas “X” di Rumah Sakit “Y” Bandung”.

1.2 Identifikasi masalah

Ingin mengetahui bagaimana gambaran mengenai derajat self-compassion pada mahasiswa ko-ass Universitas "X" di Rumah Sakit “Y” Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan

1.3.1 Maksud penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai derajat self-compassion pada mahasiswa ko-ass Universitas "X" di Rumah Sakit “Y” Bandung.

1.3.2 Tujuan penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran derajat self-compassion dan faktor-faktor yang mempengaruhi derajat self-compassion pada mahasiswa ko-ass Universitas "X" di kota Bandung.


(20)

10

1.4 Kegunaan penelitian

1.4.1 Kegunaan teoritis

 Sebagai informasi untuk peneliti lain dan pembaca yang berminat mengenai derajat self-compassion pada mahasiswa ko-ass Universitas "X" di Rumah Sakit “Y” Bandung

Memberikan tambahan informasi mengenai derajat self-compassion pada mahasiswa ko-ass Universitas "X" di Rumah Sakit “Y” Bandung.

1.4.2 Kegunaan praktis

Memberikan informasi mengenai self-compassion pada dokter, fakultas kedokteran Universitas “X” Bandung dan pihak Rumah Sakit “Y” Bandung untuk mengupayakan dan berusaha meningkatkan self-compassion pada mahasiswa ko-ass yang menjalani P3D di Rumah Sakit “Y” Bandung agar lebih termotivasi untuk menyelesaikan program pendidikan kedokteran.  Memberikan informasi mengenai self-compassion pada mahasiswa ko-ass

Universitas “X” Bandung yang menjalani P3D atau yang akan memasuki P3D agar memudahkan dalam memberikan compassion pada pasien dan memotivasi mahasiswa ko-ass Universitas “X” Bandung.


(21)

Universitas Kristen Maranatha 1.5 Kerangka pikir

Mahasiswa ko-ass adalah mahasiswa kedokteran yang mempraktekkan kemampuan akademis yang telah dipelajarinya selama proses sarjana pada pasien secara langsung di Rumah Sakit dengan adanya pengawasan dari dokter pembimbing. Selama menempuh program pendidikan profesi dokter, mahasiswa ko-ass memperoleh kurikulum, standar nilai P3D, aturan dan kode etik yang harus dilakukan mahasiswa ko-ass untuk mendapatkan gelar profesi dokter. Kurikulum P3D ini terdiri dari 14 bagian P3D. Setiap bagian memiliki tugas-tugas yang berbeda-beda sesuai dengan bagian yang dilalui mahasiswa ko-ass, selain itu pada seluruh bagian memiliki standar nilai rata-rata nilai B untuk dapat lulus menyelesaikan P3D. Setiap bagian yang dijalani mahasiswa ko-ass dinilai oleh para dokter pembimbing melalui proses teori dan praktek yang telah dilakukan mahasiswa ko-ass. Hasil dari setiap bagian akan diberitahukan saat yudisium akhir, jika mahasiswa ko-ass gagal maka mahasiswa ko-ass pun harus melalui kembali bagian tersebut. Salah satu hal yang dapat membantu mahasiswa ko-ass dalam melalui kurikulum P3D adalah achievement motive. Achievement motive akan mudah dimiliki mahasiswa ko-ass ketika mahasiswa ko-ass memiliki self-compassion tinggi. Mahasiswa ko-ass yang mengalami kesulitan akan kurikulum P3D dapat memahami kondisi yang sedang dialaminya, mampu melihat permasalahannya secara seimbang dan mengerti bahwa mahasiswa ko-ass lainnya pun mendapat kurikulum P3D yang sama dengan dirinya


(22)

12

sehingga mahasiswa ko-ass dapat termotivasi untuk melalui setiap bagian dan memampukan mahasiswa ko-ass menyelesaikan P3D.

Selain kurikulum yang harus dilalui mahasiswa ko-ass, mahasiswa ko-ass pun harus melatih kode etik profesi dokter selama P3D. Salah satu kode etik kedokteran yang ditekankan pada mahasiswa ko-ass adalah memberikan perhatian dan pertolongan pada orang yang mengalami kelemahan secara fisik kapan pun dan dimana pun mereka berada. Untuk itulah, selama menjalani P3D mahasiswa ko-ass diajarkan dan dilatih untuk menumbuhkan rasa kepedulian pada orang yang mengalami masalah kesehatan yaitu pasien. Mahasiswa ko-ass membutuhkan adanya compassion for others. Dengan adanya compassion for others mahasiwa ko-ass pun lebih mudah menumbuhkan rasa kepedulian pada penderitaan yang dialami pasien, mengerti dan merasakan perasaan kelemahan yang dirasakan pasien. Ketika mahasiswa ko-ass memiliki compassion for others, mahasiswa ko-ass dapat merasakan adanya penderitaan yang dialami pasien sehingga mahasiswa ko-ass memiliki keinginan yang lebih untuk meringankan kesulitan yang dialami pasien.

Compassion for others akan lebih mudah dimiliki jika mahasiswa ko-ass memiliki derajat self-compassion yang tinggi terlebih dahulu pada dirinya sendiri. Mahasiswa ko-ass yang memiliki derajat self-compassion yang tinggi, lebih mudah mengerti penderitaannya sendiri selama P3D, sehingga mahasiswa pun akan lebih mengerti bagaimana penderitaan orang lain karena mahasiswa ko-ass sendiri pernah mengalami perasaan tersebut dan mengetahui bagaimana perasaan dan penderitaan


(23)

Universitas Kristen Maranatha yang dialami orang lain, maka dari itulah derajat self-compassion yang tinggi itu penting bagi mahasiswa ko-ass yang menjalani P3D terutama dalam menjalani tuntutan profesi.

Self-compassion sendiri dibangun oleh 3 komponen yang saling berkebalikan (Neff, 2011). Tiga komponen tersebut yaitu self-kindness versus self-judgement, common humanity versus self-isolation dan mindfulness versus over-identification (Neff, 2011). Komponen yang pertama adalah self-kindness. Ketika mahasiswa ko-ass memiliki derajat self-kindness yang tinggi, mahasiswa ko-ko-ass akan memahami batas kemampuan diri sendiri dan di saat mahasiswa ko-ass mengalami kegagalan di suatu bagian P3D, mahasiswa ko-ass pun mengerti kesalahan yang dilakukannya tanpa menyalahkan diri secara berlebihan tetapi mengerti kesalahan yang dibuat mahasiswa ko-ass sehingga mahasiswa ko-ass tidak akan mengulangi kesalahan yang sama di saat mengulangi bagian P3D sedangkan mahasiswa ko-ass yang memiliki derajat self-judgement tinggi akan memiliki derajat self-kindness rendah dalam dirinya. Mahasiswa ko-ass yang memiliki derajat self-judgement tinggi, ketika melakukan kesalahan, mahasiswa akan menyalahkan diri secara berlebihan atas kesalahan yang dibuatnya yang mengakibatkan mahasiswa ko-ass gagal. Mahasiswa ko-ass cenderung menyalahkan diri secara berlebihan atas kesalahan dan keterbatasan kemampuan mahasiswa ko-ass saat menghadapi bagian P3D.

Komponen kedua self-compassion adalah common humanity. Mahasiswa ko-ass yang memiliki derajat common humanity tinggi menyadari kesulitan prosedur


(24)

14

selama menjalani P3D dan aturan P3D yang dialaminya merupakan salah satu proses P3D untuk mendapatkan gelar dokter. Mahasiswa ko-ass pun menyadari bahwa kesulitan dan kegagalan yang ada, tidak hanya dialaminya sendiri namun semua orang dapat mengalami kesulitan dan kegagalan dalam hidupnya masing-masing. Namun berbeda jika mahasiswa ko-ass yang memiliki derajat self-isolation tinggi akan mengalami derajat common humanity rendah. Mahasiswa ko-ass yang memiliki derajat self-isolation tinggi merasa sulit menerima aturan dan proses yang harus dilaluinya selama bagian P3D tertentu. Saat mahasiswa mengalami kegagalan di salah satu bagian P3D, mahasiswa ko-ass merasa terpuruk dan merasa kegagalannya hanya dialami dirinya sendiri. Kegagalan mahasiswa ko-ass pun dikarenakan kekurangan yang dimiliki mahasiswa ko-ass, merasa lemah dan tidak dapat menghadapi kesulitan di bagian P3D lainnya.

Komponen terakhir dalam self-compassion adalah mindfulness. Mahasiswa ko-ass yang memiliki derajat mindfulness tinggi menerima kemampuan yang dimilikinya dan seluruh tahapan bagian P3D untuk mendapatkan gelar profesi kedokterannya tanpa mengeluh atau pun menyalahkan kesulitan yang harus dihadapinya selama P3D sedangkan mahasiswa ko-ass yang mindfulness rendah cenderung memiliki derajat over-identification tinggi. Mahasiswa ko-ass yang memiliki derajat over-identification tinggi cenderung sulit untuk menerima seluruh tahapan P3D, sering mengeluh dengan adanya aturan kurikulum selama P3D yang


(25)

Universitas Kristen Maranatha harus dikerjakannya, sulit menerima kegagalan yang dialaminya dan kesulitan yang dirasakan selama P3D.

Derajat self-kindness yang tinggi dapat meningkatkan derajat komponen common humanity dan mindfulness. Ketika mengalami kegagalan di dalam salah satu ujian P3D, mahasiswa ko-ass tidak akan menyalahkan kegagalannya terus menerus melainkan dapat memberikan dukungan kepada dirinya sendiri. Mahasiswa ko-ass tetap membina hubungan baik dengan mahasiswa ko-ass lainnya dan menyadari adanya kegagalan yang dialami mahasiswa ko-ass lainnya di bagian P3D. Self-kindness yang tinggi, membuat mahasiswa ko-ass dapat menghadapi kegagalan terhadap ujian atau masalah yang sedang didalaminya dan mampu memandang permasalahan atau kegagalan yang dialaminya secara seimbang.

Menurut Neff (2003) derajat komponen common humanity yang tinggi dapat meningkatkan derajat komponen self-kindness dan mindfulness. Mahasiswa ko-ass akan melihat tuntutan P3D merupakan tuntutan yang dialami semua mahasiswa ko-ass selain itu tuntutan tersebut bukan hanya dilihat sebagai tuntutan yang harus ditempuh namun sebagai ilmu yang berguna untuk mahasiswa ko-ass saat menjadi dokter kelak sehingga mahasiswa ko-ass pun akan berusaha sebaik mungkin untuk menjalani P3D.

Derajat komponen mindfulness yang tinggi juga dapat meningkatkan derajat komponen self-kindness dan common humanity (Neff, 2003). Mahasiwa ko-ass yang


(26)

16

mengalami ujian perbaikan ulang akan melihat hal tersebut sebagai motivasi mahsiswa ko-ass agar memampukan mahasiswa ko-ass dalam menjalani bagian P3D yang dirasa sulit. Kegagalan yang dialami dipandang secara obyektif tanpa dilebih-lebihkan. Hal ini membantu mahasiswa ko-ass untuk tidak menilai kegagalan dirinya adalah suatu yang tidak baik dan berlebihan. Komponen mindfulness yang tinggi membuat mahasiswa ko-ass lebih mudah untuk menyadari akan adanya kemungkinan mahasiswa ko-ass lainnya mengalami kegagalan yang serupa dengan yang dialami mahasiswa ko-ass. Hal ini menunjukkan adanya korelasi antar self-kindness, common humanity, dan mindfulness yang tinggi yang membentuk derajat self-compassion tinggi. Self-compassion akan terbentuk jika 3 komponen tersebut memiliki derajat yang tinggi, namun jika salah satu komponen rendah maka self-compassion pun memiliki derajat yang rendah. Ketiga komponen self-compassion ini saling berhubungan dan memiliki derajat korelasi yang tinggi (Neff, 2003). Ketika mahasiswa ko-ass memiliki self-kindness, common humanity, mindfulness yang tinggi maka dapat dikatakan mahasiswa ko-ass memiliki derajat self-compassion yang tinggi.

Ada pula kemungkinan jika self-compassion pada individu belum sepenuhnya berkorelasi sehingga self compassion tergolong rendah. Penelitian ini menunjukan bahwa tidak semua komponen self-compassion dapat berinterkorelasi satu dengan yang lain. Individu dapat lebih mudah masuk ke salah satu komponen, tergantung dari perasaan dan situasi yang dihadapinya (Neff, 2011). Derajat self-kindness dapat


(27)

Universitas Kristen Maranatha saja tinggi, sedangkan derajat common humanity rendah dan derajat mindfulness rendah. Mahasiswa ko-ass saat mengalami kegagalan, tidak mengeritik kesalahan yang dibuatnya terus menerus, namun sulit memandang hal positif terhadap kegagalan yang dialaminya sehingga cenderung merasa bahwa orang lain tidak akan merasakan kegagalan seperti yang dialaminya. Derajat self-kindness dapat saja rendah, sedangkan derajat common humanity tinggi akan tetapi derajat mindfulness rendah. Mahasiswa ko-ass mengetahui bahwa kegagalannya dalam salah satu bagian P3D juga dialami mahasiswa ko-ass lain namun mahasiswa ko-ass menyalahkan dirinya karena melakukan kesalahan sehingga mengalami kegagalan, sulit memandang kegagalannya secara seimbang sehingga sulit menerima kegagalan yang dialaminya. Derajat self-kindness juga dapat saja rendah serta derajat common humanity rendah akan tetapi derajat mindfulness tinggi. Mahasiswa ko-ass cenderung menyalahkan dirinya terus menerus ketika melakukan kesalahan, merasa bahwa hanya dirinya yang melakukan kesalahan namun mahasiswa ko-ass mencoba memandang positif kesalahan yang telah dilakukannya agar tidak melakukan kesalahan yang sama.

Derajat self-kindness juga dapat saja tinggi serta derajat mindfulness tinggi akan tetapi derajat common humanity rendah. Mahasiswa ko-ass sering berusaha menghibur dirinya saat mengalami kesulitan sehingga tidak berlarut-larut merenungkan permasalahnya tersebut akan tetapi mahasiswa ko-ass seringkali merasa bahwa hanya dirinya yang merasakan kesulitan di P3D. Derajat self-kindness juga


(28)

18

dapat saja tinggi serta derajat common humanity tinggi akan tetapi derajat mindfulness rendah. Mahasiswa ko-ass cenderung memahami dirinya dan mengerti kesulitan P3D akan dialami seluruh mahasiswa ko-ass namun saat mendapati dirinya gagal, mahasiswa ko-ass cenderung merenungkan kegagalannya dan sulit menerima kegagalannya. Derajat self-kindness juga dapat saja rendah serta derajat common humanity tinggi akan tetapi derajat mindfulness tinggi. Mahasiswa ko-ass ketika melakukan kesalahan, cenderung menyalahkan dirinya dan kecewa akan kesalahan yang dibuatnya, namun mahasiswa ko-ass tidak terus menerus sedih akan kesalahannya tetapi mencoba menerima dan menyadari mahasiswa lain dapat melakukan kesalahan yang sama seperti dirinya. Salah satu atau dua derajat komponen yang dimiliki mahasiswa ko-ass tinggi secara beragam, sedangkan derajat komponen yang lain dapat saja rendah, hal ini disebabkan self-compassion mahasiswa ko-ass belum berkembang dan baru berkembang di salah satu komponen untuk mengatasi permasalahan yang ada, akan tetapi setiap komponen self-compassion dalam diri mahasiswa ko-ass dapat berkembang sejalannya waktu sehingga setiap komponen self-compassion dapat saling berkorelasi.

Selain itu setiap komponen self-compassion dipengaruhi pula oleh beberapa faktor yang mempengaruhi komponen self-compassion. Faktor-faktor yang mempengaruhi komponen self-compassion yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal komponen self-compassion terdiri dari jenis kelamin dan personality. Sedangkan faktor eksternal komponen self-compassion terdiri dari attachment. Faktor


(29)

Universitas Kristen Maranatha eksternal dan internal ini dapat pula hanya mempengaruhi salah satu komponen self-compassion dikarenakan self-self-compassion yang belum berkembang.

Salah satu faktor internal mahasiswa ko-ass yang mempengaruhi komponen-komponen self-compassion adalah jenis kelamin. Menurut penelitian dalam buku Neff 2011, perempuan cenderung memiliki self-compassion sedikit lebih rendah dibandingkan laki-laki, hal ini dikarenakan perempuan cenderung sering merenungkan masalah yang dihadapi diri dan mengeritik serta menilai diri (self-kindness rendah, mindfulness rendah). Orang-orang di Barat memiliki tradisi agama dan budaya yang cenderung memuji pengorbanan diri terutama bagi perempuan. Penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan cenderung memiliki self-judgement dan over-indentification yang lebih besar dikarenakan mereka lebih sering mengeritik dirinya sendiri dan merenung (Neff, 2003a) sehingga perempuan cenderung memiliki sedikit tingkat lebih rendah self-compassion daripada pria, terutama karena perempuan cenderung lebih sering menilai dan mengeritik diri mereka sendiri (self-kindness rendah), maka dapat diasumsikan jika mahasiswa ko-ass memiliki jenis kelamin perempuan, maka mahasiswa ko-ass dapat cenderung menyalahkan dirinya secara berlebihan (self-kindness rendah) dan lebih sering merenungkan permasalahannya ketika memandang masalah di P3D (mindfulness rendah) sedangkan mahasiswa ko-ass berjenis kelamin laki-laki akan cenderung jarang merenungkan permasalahannya (mindfulness tinggi) tetapi menghiraukan dan mampu memandang seimbang permasalahan yang dialaminya saat menjalani P3D


(30)

20

(mindfulness tinggi). Hal ini dapat menunjukkan komponen derajat self-compassion mahasiswa ko-ass berjenis kelamin perempuan cenderung lebih rendah dibandingkan mahasiswa ko-ass berjenis kelamin laki-laki.

Faktor internal yang mempengaruhi komponen self-compassion adalah personality. Berdasarkan penelitian sebelumnya, ditemukan bahwa komponen self-compassion memiliki hubungan dengan personality. Personality merupakan prediktor yang signifikan dari segi psikologis dalam mengendalikan kepribadian. Personality itu sendiri tersusun ke dalam lima domain kepribadian yang dibentuk menggunakan analisis faktor. Lima domain kepribadian tersebut adalah extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuoriticism dan openess to experiences. Personality yang pertama adalah extraversion. Extraversion dicirikan dengan adanya afek positif. Mahasiswa ko-ass yang memiliki personality extraversion cenderung antusias dan bersemangat ketika diberikan aturan P3D. Mahasiswa ko-ass yang memiliki personality extraversion cenderung memiliki hubungan dengan komponen-komponen self-compassion karena personality extraversion menimbulkan emosi positif serta bercirikan afek positif dalam kepribadiannya. Begitu pula seperti komponen self-compassion yaitu self-kindnes, common humanity, mindfulness, mahasiswa ko-ass yang memiliki komponen self-compassion cenderung mengganti emosi negatif menjadi emosi positif dan seseorang yang telah memiliki self-compassion cenderung memunculkan afek positif dalam dirinya (Neff, 2011). Personality lainnya yang berkaitan dengan komponen self-compassion adalah personality agreeableness.


(31)

Universitas Kristen Maranatha Mahasiswa ko-ass yang memiliki personality agreeableness lebih mau mengalah, memilih untuk mengikuti kode etik kedokteran dan aturan yang diberikan lingkungan Rumah Sakit sehingga mahasiswa dapat menghindari konflik dengan lingkungan Rumah Sakit dan lebih mudah menjalani P3D. Mahasiswa lebih menerima aturan dan kode etik yang diberikan lingkungan Rumah Sakit (self-kindness tinggi) sehingga mahasiswa dapat menyadari semua mahasiswa mendapat tugas yang sama (common humanity tinggi) dan mulai memahami kondisi dari proses yang harus dijalaninya selama P3D (mindfulness tinggi) agar dapat menyelesaikan proses P3D.

Salah satu faktor personality yang berhubungan negatif dengan komponen self-compassion adalah personality neuroticism. Neuroticism menggambarkan individu yang memiliki masalah dengan emosi negatif seperti rasa khawatir dan rasa tidak aman. Berbeda hal dengan komponen-komponen self-compassion, ketika seseorang telah memiliki komponen self-compassion, individu cenderung memiliki kepuasan diri dan rasa aman. Maka dari itulah, mahasiswa ko-ass yang memiliki personality neuroticism harus mengurangi derajat neuroticism-nya sehingga mahasiswa ko-ass dapat memiliki komponen-komponen self-compassion dan mengurangi emosi negatifnya terhadap setiap bagian P3D yang dijalaninya. Menurut Neff salah satu big five personality yaitu openess to experiences tidak memiliki hubungan dengan komponen self-compassion. Openess to experiences sendiri bercirikan mudah toleransi, memiliki ide baru, bersedia melakukan penyesuaian namun jika personality openness to experiences memiliki hubungan dengan


(32)

22

komponen self-compassion maka mahasiswa ko-ass yang memiliki personality openess to experiences tinggi dapat dengan mudah mentoleransi kegagalan yang dilakukannya dan bersedia melakukan penyesuaian terhadap kerikulum P3D yang baru karena seluruh mahasiswa ko-ass mengalaminya (common humanity tinggi) sehingga dapat menerima kesulitan yang sedang dialaminya (self-kindness tinggi) dan dapat berpikir secara seimbang bahwa kurikulum yang baru dapat memperluas pengetahuan mahasiswa ko-ass mengenai ilmu kedokteran (mindfulness tinggi).

Personality yang terakhir menurut Neff adalah conscientiousness. Mahasiswa ko-ass yang memiliki constientiousness akan mengikuti aturan yang diberikan ketika memasuki setiap P3D kedokteran dan disiplin mengikuti jadwal yang diberikan pada bagian tersebut. Personality conscientiousness ini berkaitan dengan komponen self-compassion, dengan adanya personality ini mahasiswa ko-ass dapat mengembangkan komponen-komponen self-compassion ketika menghadapi hambatan dan memandang tuntutan di setiap bagian P3D sebagai aturan yang harus dijalaninya agar mendapatkan gelar profesi dokter.

Faktor eksternal yang mempengaruhi komponen self-compassion pada mahasiswa ko-ass adalah attachment. Attachment sendiri merupakan bagian dari role of parents yang berkembang pada masa dewasa awal. Davila, Burge, dan Hammen menyatakan role of parents yang terjadi pada masa bayi dan kanak-kanak tidak menjadi penentu sempurna mengenai pola attachment pada masa selanjutnya. Pada masa remaja dan dewasa awal, role of parents dapat mengalami perubahan pada adult


(33)

Universitas Kristen Maranatha attachment. Perubahan ini dapat disebabkan pengalaman baik dan buruk yang dialami seseorang, sehingga pandangan seseorang terhadap diri sendiri dan orang lain dapat berubah. Attachment melihat hubungan interaksi antara masa dewasa awal dengan teman sebayanya. Attachment menurut Bartholomew dan Horowitz (1991) membagi menjadi empat tipe attachment yaitu secure attachment, preocuppied attachment, fearful attachment, dismissing attchment. Mahasiswa ko-ass yang memiliki secure attachment merasa nyaman jika dipercaya oleh lingkungan Rumah Sakit selama P3D sehingga menimbulkan derajat setiap komponen self-compassion tinggi, mahasiswa memiliki perasaan lebih siap, menyadari dan mengerti kemampuan dirinya sendiri (self-kindness tinggi) selama proses P3D berlangsung, hal ini didukung adanya kepercayaan dari lingkungan Rumah Sakit. Mahasiswa ko-ass yang memiliki preoccupied attachment memiliki kelompok selama proses ko-ass, dan cemburu jika teman sekelompok mahasiswa ko-ass bermain dengan mahasiswa ko-ass lain, mahasiswa sulit merasakan dukungan teman sekelompoknya sehingga memiliki hubungan derajat yang negatif dengan komponen-komponen self-compassion. Mahasiswa ko-ass yang memiliki fearfull attachment cenderung tidak percaya pada orang lain serta merasa dirinya memiliki banyak kekurangan (self-judgement). Mahasiswa ko-ass akan menjadi lebih kuatir dan menyalahkan dirinya saat melakukan kesalahan dalam tugas kelompok serta sulit berpikiran seimbang ketika lalai menganalisis penyakit pasien, hal ini mengakibatkan komponen self-compassion yang tedapat pada mahasiswa ko-ass menjadi rendah. Mahasiswa ko-ass yang memiliki dismissing attachment tidak memiliki hubungan dengan komponen


(34)

self-24

compassion menurut Neff dan McGehee. Jika dismissing attachment pun berhubungan akan menurunkan derajat self-compassion, mahasiswa ko-ass cenderung kurang ingin berelasi dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Mahasiswa ko-ass akan kesulitan saat harus bekerja kelompok dan di saat mahasiswa gagal maka mahasiswa pun akan merasa cemas akan kegagalannya (self-kindness rendah), hal ini yang mengakibatkan komponen self-compassion mahasiswa ko-ass rendah.

Bagan kerangka pikir 1.5

Mahasiswa ko-ass Universitas “X” di Rumah Sakit “Y”

Bandung

Self-compassion

Tinggi

Rendah Komponen Self-compassion:

Self-kindness

Common humanity Mindfulness Kode etik profesi

Faktor-faktor yang mempengaruhi:

Faktor internal; jenis kelamin dan personality


(35)

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi

 Mahasiswa ko-ass Universitas "X" di Rumah Sakit “Y” Bandung yang memiliki self-compassion tinggi akan lebih mudah membentuk achievement motivation yang membantu mahasiswa ko-ass agar termotivasi dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dan menyelesaikan P3D yang sedang dikerjakannya.

 Mahasiswa ko-ass Universitas "X" di Rumah Sakit “Y” Bandung yang memiliki self-compassion tinggi akan lebih mudah mengerti keadaan orang lain sehingga dapat memberikan compassion for others pada dokter, perawat, senior, mahasiswa seangkatan terutama kepada pasien.

 Mahasiswa ko-ass Universitas “X” di Rumah Sakit “Y” Bandung akan lebih mudah memenuhi tuntutan profesi dalam memberikan perhatian pada pasien jika mahasiswa memiliki self-compassion yang tinggi.

Self-compassion terdiri dari 3 komponen yaitu self-kindness, common humanity dan mindfulness yang menentukan derajat self-compassion pada mahasiswa ko-ass Universitas "X" di Rumah Sakit “Y” Bandung.


(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan kepada 140 orang mahasiswa ko-ass Universitas “X” di Rumah Sakit “Y” Bandung mengenai derajat self-compassion, didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Sebagian besar mahasiswa ko-ass Universitas “X” di Rumah Sakit “Y” menunjukkan derajat self-compassion yang rendah.

Komponen self-compassion yang menunjukkan kecenderungan keterkaitan dengan faktor internal seperti jenis kelamin personality extraversion, agreeablenenss, concscientiousness, neuroticismism,openness to experience dan secure attachment, preoccupied attchment, fearfull attachment, dismissing attachment yaitu self-kindness dan mindfulness. Jenis kelamin menunjukkan kecenderungan keterkaitan dengan derajat self-kindness dan mindfulness. Personality extraversion, agreeableness, conscientiousness dan neuroticism menunjukkan kecenderungan keterkaitan dengan self kindness dan mindfulness sedangkan personality openness to experience menunjukkan kecenderungan keterkaitan dengan derajat mindfulness. Komponen self-compassion yang menunjukkan kecenderungan keterkaitan dengan faktor


(37)

Universitas Kristen Maranatha eksternal adalah attachment. Secure attachment menunjukkan kecenderungan keterkaitan dengan self-kindness, fearful attachment menunjukkan kecenderungan keterkaitan dengan common humanity, preoccupied attachment menunjukkan kecenderungan keterkaitan dengan mindfulness, dismissing attachment menunjukkan kecenderungan keterkaitan dengan self kindness dan common humanity.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka peneliti, mengajukan beberapa saran, yaitu :

1. Peneliti selanjutnya yang berminat untuk meneliti self-compassion, disarankan untuk lebih menambahkan data penunjang untuk faktor internal seperti usia, suku untuk mengetahui lebih jelas penyebab rendahnya self-compassion mahasiswa ko-ass.

2. Peneliti selanjutnya yang berminat untuk meneliti self-compassion, disarankan untuk menambahkan faktor-faktor yang mempengaruhi self-compassion selain yang ada di penelitian seperti criticsm, adult attachment, modeling agar dapat mengetahui penyebab rendahnya self-compassion mahasiswa ko-ass.


(38)

72

5.2.2 Saran Praktis

1. Memberikan informasi kepada Fakultas Kedokteran untuk meneliti derajat self-compassion kepada seluruh mahasiswa kedokteran yang telah lulus sarjana S-1 Kedokteran dan yang akan memasuki proses kepaniteraan sehingga mahasiswa kedokteran lebih siap dan mampu untuk menjalani kode etik serta memberikan kepedulian pada pasien.

2. Memberikan informasi mengenai self-compassionpada mahasiswa ko-ass untukmengembangkan ketiga derajat komponen self-compassion yang tinggi setelah membaca penelitian ini sehingga lebih mampu dalam mengatasi proses, tugas dan permasalahan selama P3D.

3. Memberikan informasi kepada dokter pembimbing mahasiswa ko-ass

Universitas “X” di Rumah Sakit “Y” untuk memperdalam dan menekankan

self-compassion bagi mahasiswa ko-ass sehingga mahasiswa ko-ass lebih mampu menjalani proses P3D dan membantu mahasiswa ko-ass untuk menjadi dokter professional kelak.


(39)

71 Universitas Kristen Maranatha Duvall, E.M., 1997, Marriage and Family Development, Philadelphia; J.B.

Lippincott Company

Gilbert. 2005. Compassionate Mind Training. The Compassionate Mind, 128-130.

Goleman, Greenberg & Watson. 1998. Self-Compassion and Emotional Intelligence. Self-Compassion, 122-125.

Hurlock,E.B.1993. Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (edisi kelima). Jakarta: Erlangga.

Kumar, Rajit. 1999. Research Methodology. London : Sage Publications

Neff, K. D. (2003). Self-Compassion. In M. R. Leary & R. H. Hoyle (Eds.), Handbook of Individual Differences in Social Behavior (pp. 561-573). New York: Guilford Press.

Neff, K. D. Self-Compassion. In S. Lopez (Ed.), The Encyclopedia of Positive Psychology (pp. 864-867). University of Texas at Austin.

Neff, K. D. 2003. The Development and Validation of a Scale to Measure Self-Compassion. University of Texas at Austin, Austin, Texas, USA

Neff, K. D., Rude, Stephanie, S., Kirkpatrick, L.K. (2006). An examination of self-compassion in relation to positive psychological functioning and personality traits. University of Texas at Austin : Educational Psychology Department. Neff, K.D. 2011. Self-Compassion-stop beating yourself up and leave insecurity

behind. New York : HarperCollins Publication.

Rammstedt, Beatrice., John, O.P (2007). Measuring personality in one minute or less: A 10-item short version of the Big Five Inventory in English and German. University of California : Barkeley.

Santrock.2002. Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup). Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Santrock.2007. Perkembangan Anak.Jilid 1.Jakarta: Erlangga


(40)

DAFTAR RUJUKAN

Al-Maghribicendekia. 2013. Keluarga. (http://www.al-maghribicendekia.com/2013/02/agar-ibu-tetap-semangat-mengurus-rumah.html 2009. Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana Edisi revisi III. Bandung: Fakultas

Psikologi Maranatha Bandung.

Mandasari. 2012. Big Five Personality.

(http://11014ems.blogspot.com/2012/07/1-sejarah-teori-big-five.html)

Neff, K. 2009. Test Your Self-Compassion Level. ( http://self-compassion.org/test-your-self-compassion-level.html)

Nurul. 2011. http://psychologymania.wordpress.com/2011/07/12/psikologi-perkembangan-dewasa-awal/, diakses 12 Juli 2011.

Qalbinur. 2009. Periodisasi Masa Dewasa awal. (http://qalbinur.wordpress/2009/03/27).

Sulistiyowati. 2009. Tahap Perkembangan Individu.

http://sulistiyowati.blog.co.uk/2009/11/25/tahap-tahap-perkembangan-individu-dalam-rentang-kehidupan-7455203/, Diakses 25 November 2009.

Sulistia. 2009. Karakteristik Anak.

http://sulistia1653.wordpress.com/2009/07/18/mengenal-karakteristik-anak-usia-pra-sekolah/, diakses 18 Juli 2009.


(1)

1.6 Asumsi

 Mahasiswa ko-ass Universitas "X" di Rumah Sakit “Y” Bandung yang memiliki self-compassion tinggi akan lebih mudah membentuk achievement motivation yang membantu mahasiswa ko-ass agar termotivasi dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dan menyelesaikan P3D yang sedang dikerjakannya.

 Mahasiswa ko-ass Universitas "X" di Rumah Sakit “Y” Bandung yang memiliki self-compassion tinggi akan lebih mudah mengerti keadaan orang lain sehingga dapat memberikan compassion for others pada dokter, perawat, senior, mahasiswa seangkatan terutama kepada pasien.

 Mahasiswa ko-ass Universitas “X” di Rumah Sakit “Y” Bandung akan lebih mudah memenuhi tuntutan profesi dalam memberikan perhatian pada pasien jika mahasiswa memiliki self-compassion yang tinggi.

Self-compassion terdiri dari 3 komponen yaitu self-kindness, common humanity dan mindfulness yang menentukan derajat self-compassion pada mahasiswa ko-ass Universitas "X" di Rumah Sakit “Y” Bandung.


(2)

70

Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan kepada 140 orang mahasiswa ko-ass Universitas “X” di Rumah Sakit “Y” Bandung mengenai derajat self-compassion, didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Sebagian besar mahasiswa ko-ass Universitas “X” di Rumah Sakit “Y” menunjukkan derajat self-compassion yang rendah.

Komponen self-compassion yang menunjukkan kecenderungan keterkaitan dengan faktor internal seperti jenis kelamin personality extraversion, agreeablenenss, concscientiousness, neuroticismism,openness to experience dan secure attachment, preoccupied attchment, fearfull attachment, dismissing attachment yaitu self-kindness dan mindfulness. Jenis kelamin menunjukkan kecenderungan keterkaitan dengan derajat self-kindness dan mindfulness. Personality extraversion, agreeableness, conscientiousness dan neuroticism menunjukkan kecenderungan keterkaitan dengan self kindness dan mindfulness sedangkan personality openness to experience menunjukkan kecenderungan keterkaitan dengan derajat mindfulness. Komponen self-compassion yang menunjukkan kecenderungan keterkaitan dengan faktor


(3)

eksternal adalah attachment. Secure attachment menunjukkan kecenderungan keterkaitan dengan self-kindness, fearful attachment menunjukkan kecenderungan keterkaitan dengan common humanity, preoccupied attachment menunjukkan kecenderungan keterkaitan dengan mindfulness, dismissing attachment menunjukkan kecenderungan keterkaitan dengan self kindness dan common humanity.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka peneliti, mengajukan beberapa saran, yaitu :

1. Peneliti selanjutnya yang berminat untuk meneliti self-compassion, disarankan untuk lebih menambahkan data penunjang untuk faktor internal seperti usia, suku untuk mengetahui lebih jelas penyebab rendahnya self-compassion mahasiswa ko-ass.

2. Peneliti selanjutnya yang berminat untuk meneliti self-compassion, disarankan untuk menambahkan faktor-faktor yang mempengaruhi self-compassion selain yang ada di penelitian seperti criticsm, adult attachment, modeling agar dapat mengetahui penyebab rendahnya self-compassion mahasiswa ko-ass.


(4)

72

Universitas Kristen Maranatha 5.2.2 Saran Praktis

1. Memberikan informasi kepada Fakultas Kedokteran untuk meneliti derajat self-compassion kepada seluruh mahasiswa kedokteran yang telah lulus sarjana S-1 Kedokteran dan yang akan memasuki proses kepaniteraan sehingga mahasiswa kedokteran lebih siap dan mampu untuk menjalani kode etik serta memberikan kepedulian pada pasien.

2. Memberikan informasi mengenai self-compassionpada mahasiswa ko-ass untukmengembangkan ketiga derajat komponen self-compassion yang tinggi setelah membaca penelitian ini sehingga lebih mampu dalam mengatasi proses, tugas dan permasalahan selama P3D.

3. Memberikan informasi kepada dokter pembimbing mahasiswa ko-ass Universitas “X” di Rumah Sakit “Y” untuk memperdalam dan menekankan self-compassion bagi mahasiswa ko-ass sehingga mahasiswa ko-ass lebih mampu menjalani proses P3D dan membantu mahasiswa ko-ass untuk menjadi dokter professional kelak.


(5)

Duvall, E.M., 1997, Marriage and Family Development, Philadelphia; J.B. Lippincott Company

Gilbert. 2005. Compassionate Mind Training. The Compassionate Mind, 128-130.

Goleman, Greenberg & Watson. 1998. Self-Compassion and Emotional Intelligence. Self-Compassion, 122-125.

Hurlock,E.B.1993. Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (edisi kelima). Jakarta: Erlangga.

Kumar, Rajit. 1999. Research Methodology. London : Sage Publications

Neff, K. D. (2003). Self-Compassion. In M. R. Leary & R. H. Hoyle (Eds.), Handbook of Individual Differences in Social Behavior (pp. 561-573). New York: Guilford Press.

Neff, K. D. Self-Compassion. In S. Lopez (Ed.), The Encyclopedia of Positive Psychology (pp. 864-867). University of Texas at Austin.

Neff, K. D. 2003. The Development and Validation of a Scale to Measure Self-Compassion. University of Texas at Austin, Austin, Texas, USA

Neff, K. D., Rude, Stephanie, S., Kirkpatrick, L.K. (2006). An examination of self-compassion in relation to positive psychological functioning and personality traits. University of Texas at Austin : Educational Psychology Department. Neff, K.D. 2011. Self-Compassion-stop beating yourself up and leave insecurity

behind. New York : HarperCollins Publication.

Rammstedt, Beatrice., John, O.P (2007). Measuring personality in one minute or less: A 10-item short version of the Big Five Inventory in English and German. University of California : Barkeley.

Santrock.2002. Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup). Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Santrock.2007. Perkembangan Anak.Jilid 1.Jakarta: Erlangga


(6)

72 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Al-Maghribicendekia. 2013. Keluarga. (http://www.al-maghribicendekia.com/2013/02/agar-ibu-tetap-semangat-mengurus-rumah.html 2009. Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana Edisi revisi III. Bandung: Fakultas

Psikologi Maranatha Bandung.

Mandasari. 2012. Big Five Personality.

(http://11014ems.blogspot.com/2012/07/1-sejarah-teori-big-five.html)

Neff, K. 2009. Test Your Self-Compassion Level. ( http://self-compassion.org/test-your-self-compassion-level.html)

Nurul. 2011. http://psychologymania.wordpress.com/2011/07/12/psikologi-perkembangan-dewasa-awal/, diakses 12 Juli 2011.

Qalbinur. 2009. Periodisasi Masa Dewasa awal. (http://qalbinur.wordpress/2009/03/27).

Sulistiyowati. 2009. Tahap Perkembangan Individu.

http://sulistiyowati.blog.co.uk/2009/11/25/tahap-tahap-perkembangan-individu-dalam-rentang-kehidupan-7455203/, Diakses 25 November 2009.

Sulistia. 2009. Karakteristik Anak.

http://sulistia1653.wordpress.com/2009/07/18/mengenal-karakteristik-anak-usia-pra-sekolah/, diakses 18 Juli 2009.