Studi Deskriptif Mengenai Derajat Stres Yang Dialami Ko-Ass Yang Bertugas di Rumah Sakit "X" Bandung.

(1)

v ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui derajat stres yang dialami ko-ass yang bertugas di Rumah Sakit “X” Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik survei. Penelitian ini dilaksanakan dengan sampel ko-ass yang sedang berada pada bagian bedah dan obstetric-ginekologi. Pemilihan sampel menggunakan metode accidental sampling, dan sampel dalam penelitian ini berjumlah 40 orang.

Alat ukur yang digunakan untuk pengambilan data adalah kuesioner yang dibuat oleh peneliti berdasarkan teori tentang stres dari Lazarus dan terdiri dari 51 item. Perhitungan validitas dengan Spearman’s Rho dengan nilai minimum koefisien korelasi item valid 0.336 dan nilai maksimum 0.792.

Hasil penelitian menunjukkan dari 40 responden, terdapat 62.5% yang memiliki derajat stres moderat, 25% yang memiliki derajat stres rendah, dan 12.5% yang memiliki derajat stres tinggi. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah adanya perbedaan derajat stres pada tiap ko-ass dan setiap ko-ass mengalami gejala yang berbeda-beda. Terdapat faktor yang cenderung terkait dengan derajat stres yaitu novelty dan predictability, serta faktor yang tidak terkait dengan derajat stres yaitu commitment, belief, dan event uncertainty. Peneliti mengajukan saran agar dilakukan penelitian korelasional atau studi kasus membahas lebih mendalam mengenai derajat stres dan coping stres. Peneliti juga mengajukan saran untuk Fakultas Kedokteran dan Rumah Sakit agar lebih memahami ko-ass dan mengadakan pelatihan mengenai coping stres yang dapat membantu ass untuk mengatasi stres yang dialami, khususnya ko-ass dengan derajat stres tinggi.


(2)

vi

with survey techniques. The respondent in this research is the sample from the co-ass that in surgery division and obstetric- gynecology. The selection of samples using the method of accidental sampling, and sample in this study amounted to 40 people.

Measuring instruments used for data retrieval is the questionnaire were made by researcher that based on the theory of the stress of Lazarus and consists of 51 items. Calculation of validity with Spearman's Rho correlation coefficient with the minimum value valid item 0.336 and maximum value 0.792.

The results showed from 40 respondents, there were 62.5% who have a moderate degree of stress, 25% have a low degree of stress, and 12.5% who have a low degree of stress. The conclusion that can be taken from this study is the different degrees of stress on co-ass each and every co-ass experience symptoms differently. There are factors that tend to be associated with the degree of stress the novelty and predictability, and factors unrelated to the degree of stress that commitment, belief, and event uncertainty.

Researchers propose suggestions to do correlational studies or case studies to discuss more deeply on the degree of stress and coping with stress. Researchers also submit suggestions for the Faculty of Medicine and Hospital in order to better understand the co-ass and held on stress coping training can help co-ass to cope with stress, especially co-ass with a high degree of stress.


(3)

x DAFTAR ISI

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN ... iii

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 11

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 11

1.3.1. Maksud Penelitian ... 11

1.3.2. Tujuan Penelitian ... 11

1.4. Kegunaan Penelitian ... 11

1.4.1. Kegunaan Teoretis ... 11

1.4.2. Kegunaan Praktis ... 12

1.5. Kerangka Pikir ... 12

1.6. Asumsi ... 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 26


(4)

xi

2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penilaian terhadap Stres ... 34

2.5.1. Faktor personal yang mempengaruhi appraisal ... 34

2.5.2. Faktor eksternal yang mempengaruhi appraisal ... 37

2.6. Teori Perkembangan ... 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 45

3.1. Desain Penelitian ... 45

3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 45

3.2.1. Variabel yang Diteliti ... 45

3.2.2. Definisi Konseptual ... 45

3.2.3. Definisi Operasional ... 46

3.3. Alat Ukur ... 47

3.3.1. Alat Ukur untuk Mengukur Derajat Stres ... 47

3.3.2. Data Penunjang ... 49

3.3.3. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 49

3.3.3.1. Validitas Alat Ukur ... 49

3.3.3.2. Reliabilitas Alat Ukur ... 50

3.4. Populasi Sasaran dan Teknik Sampling ... 51

3.4.1. Populasi Sasaran ... 51

3.4.2. Karakteristik Populasi ... 51

3.4.3. Teknik Penarikan Sampel ... 51

3.4.4. Ukuran sampel ... 52


(5)

xii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53

4.1. Hasil Penelitian ... 53

4.1.1. Gambaran sampel berdasarkan jenis kelamin dan usia ... 53

4.1.2. Gambaran sampel berdasarkan bagian yang sedang dijalani ... 54

4.1.3. Hasil penelitian ... 54

4.1.4. Gambaran sampel berdasarkan tabulasi silang antara derajat stres dan gejala stres ... 55

4.2. Pembahasan ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

5.1. Kesimpulan ... 71

5.2. Saran ... 72

5.2.1. Saran Teoretis... 72

5.2.2. Saran Guna Laksana ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 74

DAFTAR RUJUKAN ... 75


(6)

xiii

Tabel 4.2 Gambaran sampel berdasarkan usia ... 53 Tabel 4.3 Gambaran sampel berdasarkan bagian yang sedang dijalani ... 54 Tabel 4.4 Hasil penelitian ... 54 Tabel 4.5 Gambaran sampel berdasarkan tabulasi silang antara derajat stres dan gejala stres ... 55


(7)

xiv DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Kerangka Pikir... 24 Bagan 3.1 Desain Penelitian ... 45


(8)

xv

Lampiran 3 Kuesioner Derajat Stres ... 92

Lampiran 4 Hasil Derajat Stres ... 102

Lampiran 5 Hasil Data Penunjang ... 106


(9)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang penting karena merupakan bekal bagi setiap orang untuk menjalani masa depan, khususnya berkaitan dengan pekerjaan. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditempuh, semakin tinggi tanggung jawab yang diberikan dan dibutuhkan. Pentingnya pendidikan di Indonesia ditegaskan dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 yaitu: tiap warga Negara Indonesia berhak mendapatkan pengajaran. Pada ayat 2 tercantum pula bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang. Di Indonesia terdapat jenjang pendidikan formal, yang terdiri dari Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), hingga perguruan Tinggi (PT). Tiap jenjang pendidikan memiliki tujuan pembelajaran yang berbeda-beda untuk dicapai setiap siswa dan harus dilalui untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang berikutnya.

Dalam jenjang perguruan tinggi, mahasiswa dituntut untuk menjadi individu yang lebih mandiri, khususnya dalam mencari literatur, mempelajari materi kuliah, dan mengerjakan tugas. Kemandirian tersebut dibutuhkan oleh setiap mahasiswa, begitu pula dengan mahasiswa kedokteran. Untuk menjadi sarjana kedokteran, mahasiswa harus menempuh perkuliahan selama kurang lebih tiga setengah tahun untuk universitas yang menggunakan Kurikulum Berbasis


(10)

Kompetensi (KBK), dengan program kuliah tiap semester yang telah ditentukan. Selain dibekali dengan berbagai materi perkuliahan, mahasiswa kedokteran juga dibekali dengan keterampilan menerapkan ilmu yang mereka pelajari melalui kegiatan praktikum sehingga mahasiswa kedokteran lebih siap menjalankan tugasnya setelah lulus ko-ass dan menjadi dokter.

Universitas “X” adalah salah satu Universitas swasta yang cukup terkenal di kota Bandung. Universitas “X” menggunakan KBK untuk fakultas kedokteran dan sistem blok untuk ujian, dimana setiap bulannya terdapat ujian untuk menguji pemahaman mahasiswa kedokteran mengenai satu bahasan yang telah dipelajari selama satu bulan. Setelah menjalani kuliah, mengikuti ujian, membuat karya tulis ilmiah, dan memperoleh nilai sidang minimal B, mahasiswa kedokteran dapat dinyatakan lulus dan mendapat gelar sebagai sarjana kedokteran.

Setelah menjadi sarjana kedokteran, mereka harus melanjutkan ke program selanjutnya yaitu Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D). Selama mengikuti program P3D, sarjana kedokteran berperan sebagai ko-ass yang bertugas sebagai asisten dokter di Rumah Sakit. Program P3D yang dijalani oleh ko-ass merupakan program pengaplikasian teori yang telah dipelajari ke dalam praktek sesungguhnya sebagai dokter, selain itu ko-ass juga dapat menentukan arah minat mereka jika mereka ingin mengambil spesialisasi. Program ko-ass dijalani selama kurang lebih satu setengah tahun, dimana terdiri atas dua belas bagian, empat merupakan bagian mayor, dan delapan bagian minor. Ketika ko-ass berada di bagian mayor, ko-ass wajib melakukan jaga malam dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Untuk tiap bagian mayor ko-ass mempunyai jadwal jaga


(11)

3

malam yang berbeda-beda, ada bagian yang mewajibkan ko-ass jaga malam sebanyak tiga hari dalam satu minggu, ada pula kewajiban untuk jaga malam sebanyak dua hari dalam satu minggu. Waktu yang ditentukan untuk jaga malam sangat tergantung pada bagian mayor apa yang sedang ko-ass pelajari. Setelah jaga malam, tugas ko-ass pada keesokan harinya tetap dilanjutkan. Setiap bagian memiliki kurun waktu tersendiri, dan terdiri atas bagian mayor dan minor. Bagian mayor, seperti: kandungan dan bedah wajib dijalani selama delapan minggu, bagian anak dan bagian penyakit dalam dilalui selama sepuluh minggu, bagian gigi dan mulut dilalui selama dua minggu, dan bagian yang lainnya seperti bagian mata, kulit, Telinga Hidung dan Tenggorokan (THT), saraf, jiwa, forensik, dan rontgen, masing-masing bagian tersebut dijalani selama empat minggu.

Universitas “X” telah bermitra dengan Rumah Sakit “X” sejak tahun 1965. Rumah sakit “X” adalah salah satu rumah sakit swasta di kota Bandung yang digunakan sebagai rumah sakit pendidikan. Salah satu misi rumah sakit “X” adalah menjadi wahana pendidikan, penelitian di bidang kesehatan untuk menghasilkan tenaga kesehatan yang professional dan beretika. Dari misi tersebut dapat dilihat bahwa salah satu fokus dari rumah sakit “X” adalah menyediakan sarana bagi para ko-ass untuk belajar dan mengaplikasikan teori kedokteran yang telah dipelajari sehingga ko-ass dapat secara langsung mendalami bidang kedokteran yang berhubungan dengan pasien-pasien yang membutuhkan bantuan dokter. Di rumah sakit “X” ko-ass memiliki tugas yang tidak sedikit untuk dilakukan, sehingga membutuhkan penyesuaian diri serta ketahanan diri untuk menghadapi tantangan yang harus dijalani.


(12)

Di rumah sakit “X”, ko-ass dilatih untuk mengumpulkan data mengenai riwayat penyakit pasien, pemeriksaan fisik pasien, mendampingi dokter untuk mengunjungi pasien yang sedang dirawat dan kemudian dilatih untuk membuat diagnosis mengenai penyakit pasien, mengajukan usul terapi dan penatalaksanaan pasien kepada dokter pembimbingnya sampai dengan melakukan follow up pasien selama dirawat di ruang bangsal dalam bentuk pembuatan status rekam medik. Pembuatan status merupakan penulisan riwayat penyakit pasien yang diperoleh melalui wawancara (anamnesis) dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang (seperti: tes darah di laboratorium, pemeriksaan dengan menggunakan sinar X), diagnosis, usulan terapi, dan prognosis. Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, ko-ass melaporkan hasil yang diperolehnya kepada dokter pembimbing sebelum menuliskan status pasien.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari ko-ass, untuk setiap kasus yang dihadapinya, ko-ass memiliki tugas untuk membuat analisis kasus. Ko-ass juga membuat referat atau makalah tinjauan kepustakaan dan laporan kasus sebagai syarat untuk dapat mengikuti evaluasi atau ujian di bagian yang sedang ko-ass pelajari. Tema makalah diberikan oleh dokter pembimbing sesuai dengan bagian yang sedang dijalani oleh ko-ass. Waktu yang diberikan untuk ko-ass mengerjakan tugasnya berkisar antara satu hingga dua hari.

Dilihat dari tugas-tugasnya, seperti: jaga malam, tugas banyak dengan jangka pengumpulan yang singkat, ujian, bagian mayor yang dihayati oleh ko-ass sebagai bagian yang berat dan menakutkan, dapat membuat ko-ass merasa terbebani. Mereka dilatih untuk bertugas langsung dan membantu para dokter


(13)

5

untuk menangani pasien, dengan demikian ketika ko-ass telah menjadi dokter, mereka tidak merasa kaget dengan tugas berat seorang dokter. Tugas-tugas ko-ass di rumah sakit dapat memicu munculnya stres. Menurut Lazarus dan Folkman (1976), stres adalah hubungan spesifik antara individu dengan lingkungan yang mana dinilai individu sebagai tuntutan yang melebihi sumber dayanya dan membahayakan keberadaannya atau kesejahteraannya. Ketika menghadapi masalah, individu melakukan penilaian terhadap masalah dan penilaian tersebut disebut penilaian kognitif (cognitive appraisal). Penilaian kognitif adalah suatu proses evaluatif yang menentukan mengapa suatu interaksi antara manusia dengan lingkungannya yang berkaitan dengan proses terjadinya stres dan selanjutnya akan menentukan tindak lanjut individu terhadap situasi stres. Penilaian kognitif memiliki beberapa tahap, yaitu: primary appraisal, secondary appraisal, dan reappraisal.

Penilaian kognitif menentukan derajat stres yang dialami oleh individu. Menurut Lazarus (1976), pada derajat tertentu stres dapat memicu seseorang untuk melakukan suatu hal dengan lebih baik, namun pada derajat yang berlebihan, stres dapat menghambat seseorang dalam melakukan tugasnya. Jika mengalami stres yang berlebihan, ko-ass dapat terhambat ketika melakukan tugas-tugasnya. Hambatan tersebut dapat berupa ko-ass jatuh sakit dan kurang optimal ketika menjalankan tugasnya sebagai ko-ass. Masalah-masalah yang muncul pada saat individu mengalami stres (dalam derajat tertentu) dapat terlihat dari kondisi fisik, psikologis, maupun tingkah laku. Gejala fisik yang dapat terjadi pada ko-ass jika mengalami stres adalah menurunnya sistem kekebalan tubuh sehingga ko-ass


(14)

dapat dengan mudah terserang penyakit, ko-ass dapat menderita tekanan darah tinggi, sakit kepala, migraine, diare dan sembelit. Gejala psikologis yang muncul jika ko-ass mengalami stres adalah terjadinya ketegangan emosi pada ko-ass, agresi, emosi tidak stabil, kurangnya kepercayaan diri dan sulit berkonsentrasi. Sedangkan gejala tingkah laku yang dapat muncul jika ko-ass mengalami stres adalah susah makan atau makan secara berlebihan, sulit tidur, merokok, minum minuman beralkohol dan mengkonsumsi obat-obatan.

Untuk melengkapi informasi, peneliti telah melakukan survei awal dengan metode wawancara terhadap sepuluh orang yang sedang menjalani program ko-ass. Dari 10 ko-ass, 8 diantaranya melaporkan bahwa dirinya merasa terbebani oleh tugas-tugas sebagai ko-ass, sedangkan 2 dari 10 ko-ass mengakui bahwa mereka tidak merasakan adanya tugas yang memberatkan dalam program ko-ass yang sedang mereka jalani, sehingga mereka tidak merasakan adanya situasi yang membuat stres. Sebanyak 8 ko-ass yang menilai bahwa tugasnya sebagai ko-ass merupakan beban bagi dirinya, mengalami penyebab dan gejala stres yang berbeda-beda, ada yang mengalami gejala fisik, psikis, maupun tingkah laku.

Ko-ass yang mengalami stres memiliki penyebab atau stressor yang berbeda-beda, seperti: ujian, bagian mayor, jaga malam, tugas yang banyak, dan masih banyak stressor lain yang dapat menyebabkan ko-ass mengalami stres. Berdasarkan survei yang telah dilakukan tersebut, dapat diketahui bahwa sebanyak 2 dari 10 ko-ass merasa terbebani ketika akan menghadapi ujian, jaga malam, menghadapi dokter yang sulit dipahami. Mereka mengalami gejala yang


(15)

7

berbeda-beda. Ko-ass yang mengalami gejala fisik mengatakan bahwa ia sering kali merasa pusing atau sakit kepala secara tiba-tiba. Selain itu ko-ass juga mengalami gejala psikologis seperti: gelisah, cemas, sulit berkonsentrasi ketika akan belajar. Ko-ass yang mengalami gejala tingkah laku sering kali mengalami gangguan tidur dan pola makan yang tidak teratur. Gangguan tidur yang dialami oleh ko-ass misalnya ko-ass tiba-tiba terbangun di tengah malam atau ko-ass sulit tidur. Pola makan ko-ass yang tidak teratur seperti: makan secara berlebihan atau ko-ass melupakan waktu makannya karena ko-ass tidak memiliki nafsu makan. Akibatnya ketika mengadapi ujian, ko-ass tidak dapat belajar secara efektif sehingga ketika menghadapi ujian, ko-ass kurang menguasai materi yang diujikan. Sebanyak 1 dari 10 ko-ass merasa terbebani ketika akan memasuki bagian mayor yang dirasakan cukup berat dan melihat bagian mayor sebagai bagian yang menakutkan, ia juga mengalami kesulitan dalam membagi waktu untuk belajar dan istirahat. Ada dua bagian mayor yang dirasa paling berat yaitu bagian bedah dan kandungan. Ko-ass merasa takut tugas yang ada dibagian mayor melampaui kemampuannya sehingga ko-ass merasa terbebani ketika berada dibagian mayor dan memiliki setumpuk tugas yang harus dikerjakan. Ko-ass tersebut mengalami gejala psikologis, seperti cemas, merasa tidak berdaya, dan merasa takut tidak dapat menjalani bagian mayor, sehingga ko-ass ragu ketika melakukan tugas-tugas khususnya ketika ko-ass berada di bagian mayor. Akibatnya, ko-ass melakukan kesalahan prosedural, seperti: ketika melakukan pengecekan infus.


(16)

Sebanyak 1 dari 10 ko-ass merasa terbebani ketika melakukan kewajiban jaga malam, sulitnya membagi waktu untuk belajar dan istirahat khususnya ketika jaga malam, terdapat banyaknya tugas dan masalah pribadi. Hal yang paling membebani ko-ass tersebut adalah kewajiban jaga malam. Kewajiban jaga malam mengharuskan ko-ass tidak tidur semalaman hingga keesokan harinya ko-ass harus beraktivitas kembali di rumah sakit. Tugas jaga malam yang dirasakan berat dan ass memiliki tugas untuk menghadapi pasien yang datang, membuat ko-ass merasa terbebani. Ko-ko-ass merasa bahwa tugas jaga malam merupakan tugas yang berat dan ko-ass takut tugasnya tersebut melampaui kemampuannya. Ketika jaga malam, waktu istirahat ass berkurang sangat drastis. Hal ini membuat ko-ass merasa terbebani dan secara fisik dapat membuat daya tahan tubuh ko-ko-ass mengalami penurunan akibat terjadinya stres, sehingga ko-ass dapat dengan mudah terkena penyakit, seperti: flu. Gejala inilah yang dialami oleh ko-ass. Kurangnya daya tahan tubuh pada ko-ass, membuat ko-ass menjadi kurang optimal ketika menjalankan tugas sebagai ko-ass. Ko-ass yang kurang memiliki daya tahan tubuh dapat lebih mudah terserang penyakit karena dalam keseharian mereka, ko-ass berhadapan dengan pasien-pasien yang sedang terserang penyakit tertentu.

Sebanyak 4 dari 10 ko-ass merasa terbebani dengan adanya tugas yang banyak dengan jangka waktu pengumpulan yang terlalu singkat, harus bertahan untuk tidak tidur, kesulitan membagi waktu untuk belajar dan istirahat, situasi kost yang tidak kondusif dan beratnya bagian mayor khususnya bagian bedah dan kandungan. Situasi yang paling membebani keempat ko-ass tersebut adalah


(17)

9

terdapat banyak tugas sedangkan waktu pengumpulannya hanya satu hari yang diberikan, dirasakan oleh ko-ass sangat singkat. Ko-ass mengalami gejala tingkah laku dan psikologis. Gejala tingkah laku yang dialami ko-ass yaitu: pola makan yang tidak teratur karena ko-ass memiliki tugas yang banyak sehingga ko-ass kehilangan nafsu makan atau ko-ass lupa untuk makan karena mengerjakan tugasnya. Gejala psikologis yang dialami oleh ko-ass yaitu: mudah marah, sulit berkonsentrasi, hingga kesulitan membagi waktu karena ko-ass mengalami kebingungan hal apa yang harus dikerjakan terlebih dahulu. Ko-ass yang mengalami hal-hal tersebut tentunya tidak dapat mengerjakan tugas secara optimal. Misalnya saja ko-ass yang memiliki banyak tugas dan mudah marah, dapat melakukan kesalahan dalam menjawab pertanyaan pasien mengenai obat yang pasien konsumsi. Akibat yang ditimbulkan tentunya dapat menimbulkan masalah dalam berhubungan dengan orang lain dan ko-ass dapat mengalami kerugian seperti: memiliki masalah dengan teman karena ko-ass memiliki emosi yang kurang stabil. Hal ini dapat mempengaruhi hasil dari tugas yang ko-ass kerjakan. Ko-ass tersebut mengerjakan dengan kondisi emosi yang kurang stabil, dengan demikian hasil yang didapat kurang memuaskan.

Kegagalan ko-ass untuk melakukan tugas-tugasnya, menyesuaikan diri dengan lingkungan, menyesuaikan diri dengan tugas yang ada, dapat menjadi stressor dan mengancam kesejahteraan diri ko-ass tersebut. Berdasarkan teori dari Lazarus (1984), apabila derajat stres meningkat maka individu akan merasa tidak nyaman dengan kehidupannya dan dapat mengakibatkan gangguan fisik, gangguan psikologis, dan gangguan tingkah laku. Ko-ass yang mengalami stres


(18)

yang tinggi dapat mengalami gangguan baik fisik, psikologis, maupun tingkah laku ketika menjalankan tugasnya. Misalnya saja, ko-ass yang terlalu lelah dan mengalami stres dapat melakukan kesalahan ketika memberikan keterangan kepada pasien mengenai obat yang ditanyakan oleh pasien, atau salah memberikan keterangan mengenai penyakit yang diderita pasien. Hal ini tentunya akan sangat merugikan orang lain. Selain merugikan orang lain, ko-ass juga dapat mengalami hambatan jika mengalami stres, seperti kurangnya daya tahan tubuh sehingga memungkinkan ko-ass mudah terserang penyakit dan jatuh sakit. Ko-ass yang mengalami derajat stres yang moderat, dapat termotivasi untuk melakukan tugas-tugas sebagai ass dengan baik. Hal ini dapat memberi dampak positif bagi ko-ass sendiri karena ko-ko-ass merasa termotivasi. Ko-ko-ass yang memiliki derajat stres yang rendah kurang menunjukkan usaha dalam mencapai prestasi, hal tersebut berkaitan dengan penghayatan mengenai tugas ko-ass yang tidak relevan, sehingga ko-ass kurang peduli dengan tugas yang ada dan kurang menganggap penting tugas yang ada.

Berdasarkan data di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui seberapa besar derajat stres yang dialami ko-ass yang bertugas di rumah sakit “X” Bandung karena dengan mengetahui derajat yang dialami oleh ko-ass dapat diambi tindakan yang tepat untuk mengatasi stres dengan derajat tertentu yaitu dengan menggunakan coping yang tepat untuk mengatasi stres yang ada.


(19)

11

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan penelitian ini, ingin diketahui seberapa besar derajat stres yang dialami oleh ko-ass yang bertugas di Rumah Sakit “X” Bandung.

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian

Untuk memperoleh data empiris mengenai derajat stres yang muncul dan dialami oleh ko-ass yang bertugas di Rumah Sakit “X” Bandung.

1.3.2. Tujuan Penelitian

Untuk memperoleh gambaran mengenai besarnya derajat stres dilihat dari seringnya gejala-gejala stres yang muncul dan dialami oleh ko-ass yang bertugas di Rumah Sakit “X” Bandung beserta faktor-faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal (commitment dan belief) maupun faktor eksternal (novelty, predictability, dan event uncertainty).

1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoretis

1. Menambah informasi bagi bidang ilmu Psikologi Pendidikan dan Psikologi Klinis mengenai derajat stres pada ko-ass yang bertugas di Rumah Sakit “X” Bandung.

2. Memberi informasi kepada peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai derajat stres yang dialami oleh ko-ass.


(20)

1.4.2. Kegunaan Praktis

1. Memberikan informasi kepada pihak Fakultas Kedokteran dan Rumah Sakit mengenai derajat stres ko-ass agar lebih memahami apa yang dialami oleh koass.

2. Memberikan informasi kepada ko-ass agar dapat mengetahui gambaran derajat stres yang dialami agar dapat menggunakan coping yang tepat.

1.5. Kerangka Pikir

Setiap manusia dalam hidupnya memiliki tugas masing-masing, ada tugas yang berat, adapula tugas yang ringan. Berat atau ringannya tugas tersebut tergantung pada penghayatan orang yang bersangkutan terhadap tugas yang dihadapi. Sama halnya dengan orang pada umumnya, mahasiswa kedokteran yang menjadi ko-ass sebelum menjadi dokter juga memiliki tugas-tugas yang wajib dikerjakan. Ko-ass memiliki tugas yang perlu dilakukan baik di Rumah Sakit tempat ko-ass belajar, maupun tugas yang harus ko-ass kerjakan di rumah. Ko-ass memiliki tugas yang cukup banyak, seperti: membuat makalah, jaga malam, melakukan visite pada pasien, memeriksa pasien, bimbingan dengan dokter pembimbing, dan pada akhir setiap bagian ko-ass akan diuji baik lisan maupun tertulis.

Ko-ass dalam tahap perkembangan dewasa awal tentunya memiliki tugas perkembangan yang harus dilalui. Kemampuan kognitif pada masa dewasa awal mengalami perkembangan. Menurut Schaie (dalam Santrock, 1995) orang dewasa lebih maju dari remaja dalam penggunaan intelektualitas mereka. Sebagai contoh,


(21)

13

pada masa dewasa awal ada perubahan dari mencari pengetahuan menuju menerapkan pengetahuan, menerapkan apa yang diketahui untuk mengejar karir dan membentuk keluarga. Fase mencapai prestasi (achieving stage) adalah fase di masa dewasa awal yang melibatkan penerapan intelektualitas pada situasi yang memiliki konsekuensi besar dalam mencapai tujuan jangka panjang, seperti pencapaian karir dan pengetahuan. Dalam tahap ini ko-ass mulai menerapkan ilmu yang dimilikinya sebagai konsekuensi atas tujuan jangka panjangnya yaitu menjadi dokter. Dengan demikian, ko-ass memiliki kewajiban untuk menguasai materi yang telah dipelajari selama mempelajari ilmu kedokteran, sehingga dalam menerapkan ilmu yang dipelajari, ko-ass dapat menerapkannya dan melaksanakan tugasnya sebagai ko-ass dengan baik.

Tugas-tugas ko-ass yang dimiliki oleh ko-ass dapat memunculkan penghayatan tertentu dan dapat memicu munculnya stres. Menurut Lazarus dan Folkman (1976), stres adalah hubungan spesifik antara individu dengan lingkungan yang dinilai individu sebagai tuntutan atau yang melebihi sumber dayanya dan membahayakan keberadaannya atau kesejahteraannya. Dengan demikian ko-ass dapat menghayati tuntutan lingkungan, seperti: tugas yang banyak sedangkan jangka waktu pengumpulannya singkat, kurangnya waktu untuk beristirahat khususnya ketika ko-ass jaga malam, sebagai stressor yang membahayakan diri ko-ass ataupun menantang diri ko-ass untuk mengerjakan tugasnya dengan baik. Dalam menghadapi tuntutan lingkungan, seperti tugas yang banyak, ko-ass melakukan proses penilaian kognitif.


(22)

Proses penilaian kognitif melalui beberapa tahap, yaitu: primary appraisal, sencondary appraisal, dan reappraisal (Lazarus 1984). Penilaian primer (primary appraisal) merupakan proses mental yang berhubungan dengan aktivitas mengevaluasi suatu stimulus (misalnya: tugas sebagai ko-ass). Dalam tahap ini ko-ass akan mengevaluasi tugas yang dihadapi dan memunculkan penghayatan tertentu.

Primary appraisal ko-ass merupakan proses penghayatan ko-ass mengenai suatu stimulus sebagai situasi yang dapat memicu munculnya stres, misalnya saja, bagaimana ko-ass menghayati tugasnya, apakah dihayati sebagai sesuatu yang tidak relevan, menantang, atau mengancam. Primary appraisal dapat dibedakan menjadi irrelevant, benign-positive, dan stressful (Lazarus 1984). Irrelevant adalah situasi yang terjadi dirasakan tidak berpengaruh pada kesejahteraan ko-ass, situasi tersebut dianggap tidak bermakna sehingga dapat diabaikan (tidak relevan). Contohnya, ketika ko-ass ditegur oleh dokter dan hal tersebut dinilai tidak berpengaruh pada kesejahteraan diri ko-ass karena tidak bermakna dan tidak relevan bagi ko-ass, sehingga peristiwa tersebut tidak mengancam diri ko-ass dan tidak memicu munculnya stres pada ko-ass tersebut. Sedangkan benign-positive adalah situasi yang terjadi (misalnya: mengerjakan tugas) dirasakan dan dihayati sebagai hal yang positif berupa tantangan (berisi perasaan: kegembiraan, cinta, kebahagiaan, keriangan, atau kedamaian) dan dianggap dapat meningkatkan kesejahteraan atau harapan individu untuk menjalankan tugas sebagai ko-ass, dimana ko-ass merasa tertantang. Misalnya saja ketika ko-ass sedang mengerjakan tugas membuat makalah dan menghayati kegiatan tersebut sebagai tugas yang


(23)

15

menyenangkan, ko-ass mengerjakan makalahnya dengan kenyamanan emosi, yaitu ko-ass mengerjakan tugasnya dengan gembira, riang, dan damai. Ko-ass menghayati bahwa jika dirinya mengerjakan tugas dengan baik, maka ia tidak akan ditegur oleh dokter pembimbingnya. Dengan demikian, ko-ass merasa tertantang untuk mengerjakan tugasnya dan di dalam diri ko-ass akan muncul stres dengan derajat yang moderat, dimana ko-ass menunjukkan usaha untuk menghadapi tantangan di lingkungan, yaitu berupa tugas yang berat, ujian, dan tugas-tugas lainnya sebagai ko-ass. Ko-ass akan menunjukkan usaha untuk menghadapi situasi tersebut karena merasa tertantang. Stressful apabila ko-ass menganggap suatu situasi atau kegiatan, seperti: ujian, sebagai ancaman. Misalnya ko-ass yang akan menghadapi ujian, bagaimana penghayatan ko-ass terhadap ujiannya, jika ko-ass merasa terancam, penghayatan tersebut dapat memicu munculnya stres dalam diri ko-ass. Semakin tinggi ancaman yang ada, maka semakin tinggi pula derajat stres yang dialami oleh ko-ass. Keadaan yang memungkinkan ko-ass merasa terancam adalah materi yang diujikan sulit, ko-ass tidak memiliki cukup waktu untuk belajar, ko-ass kurang istirahat, ko-ass takut gagal ujian.

Menurut Lazarus (1984), secondary appraisal adalah sebuah proses evaluasi yang kompleks yang memperhitungkan pilihan coping mana yang memungkinkan untuk dilakukan, dan memilih strategi yang efektif untuk dilakukan. Secondary appraisal dilakukan untuk menentukan apa yang dapat dan harus dilakukan terhadap suatu situasi. Pada tahap secondary appraisal, individu mengevaluasi potensi-potensi yang ada pada dirinya baik fisik, psikis, sosial,


(24)

maupun material untuk menghadapi tuntutan lingkungan terhadap dirinya, apakah cukup memiliki kemampuan untuk menghadapi masalah, strategi penanggulangan masalah mana yang dianggap sesuai dengan masalah yang dialami, dan akibat-akibat apa yang akan ditimbulkan oleh strategi yang digunakan. Sedangkan reappraisal merupakan suatu perubahan penilaian pada permulaan informasi yang baru mengenai lingkungan. Dalam penelitian ini, secondary appraisal dan reappraisal tidak diukur.

Stres yang dialami ko-ass memiliki beberapa aspek yang dapat dilihat melalui beberapa gejala, seperti: gejala fisik, psikologis, dan tingkah laku. Gejala fisik yang dapat muncul adalah seperti: terganggunya kondisi kesehatan ko-ass. Hal tersebut dapat menimbulkan berbagai masalah dalam sistem kekebalan tubuh ko-ass, seperti: kurangnya kemampuan tubuh untuk melawan atau menangkal penyakit dan infeksi. Ko-ass yang merasa terbebani dengan tugas jaga malam, dapat mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh, terlebih lagi salah satu tugas ko-ass adalah menangani pasien-pasien yang memang sedang terserang penyakit, sehingga ko-ass dapat dengan mudah terserang penyakit seperti: flu, akibat beban tugas yang ada, membuat kondisi fisik mudah lelah dan berada pada kondisi lingkungan yang penuh dengan penyakit. Ko-ass yang mengalami stress yang tinggi dapat menunjukkan gejala fisik, seperti: ko-ass jatuh sakit hingga membutuhkan perawatan khusus di rumah sakit. Sedangkan ko-ass yang mengalami derajat stres moderat, dapat menunjukkan gejala fisik yang tidak separah ko-ass yang mengalami derajat stres yang tinggi.


(25)

17

Masalah lain yang dapat terjadi adalah masalah pada sistem cardiovascular, seperti: tekanan darah tinggi, penyakit jantung. Selain menurunnya sistem kekebalan tubuh, ko-ass juga dapat mengalami tekanan darah tinggi sebagai akibat dari terbebaninya ko-ass dengan tugas-tugasnya, terlebih lagi ass mengalami kekurangan waktu untuk tidur setelah jaga malam. Ketika ass merasa terbebani dengan tugas jaga malam dan peraturan yang melarang ko-ass untuk tidur, ko-ko-ass merasa bahwa tugas tersebut dapat mengancam kesejahteraan dirinya, sehingga ko-ass merasa terbebani walaupun hanya mendengar jadwal jaga malamnya. Akibat dari beban tugas yang dirasakan oleh ko-ass, dapat menyebabkan naiknya tekanan darah pada ko-ass. Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat membahayakan diri ko-ass, ko-ass dapat merasakan ketegangan pada daerah leher yang akan mengganggu aktivitas ko-ass pada keesokan harinya setelah berjaga malam. Masalah pada musculoskeletal juga dapat terjadi, seperti: sakit kepala, migraine, asma. Ko-ass yang mempersepsi tugasnya sebagai beban dan kekurangan waktu untuk beristirahat pada malam hari ketika jaga malam, dapat mengalami sakit kepala. Selain itu, ko-ass yang kurang asupan makanan akibat tugas yang menumpuk sehingga ko-ass tidak selera makan, ko-ass dapat mengalami sakit kepala secara tiba-tiba akibat tugas yang ada.

Masalah pencernaan seperti: maag, diare dan sembelitpun dapat terjadi. Ko-ass yang mengalami stres yang tinggi, dapat menyebabkan asam lambung ko-ass meningkat, asam lambung yang terlalu banyak dapat mengikis dinding lambung dan membuat lambung ko-ass terluka, inilah yang terjadi ketika ko-ass


(26)

mengalami maag. Adakalanya ko-ass yang mengalami stres juga dapat mengalami sembelit atau diare dan maag. Dengan demikian stres dapat berkontribusi terhadap munculnya berbagai penyakit, mulai dari menurunnya sistem kekebalan tubuh, terganggunya sistem cardiovascular dan musculoskeletal, dan terjadinya masalah pencernaan.

Gejala psikologis yang dapat dilihat sebagai akibat stres pada ko-ass adalah gangguan psikologis seperti: ketegangan, agresi, emosi tidak stabil, kurangnya percaya diri, dan sulit berkonsentrasi. Ko-ass yang menghayati ujian sebagai situasi yang menegangkan, dapat mengalami stres yang terlihat dari sulitnya ko-ass berkonsentrasi atau ko-ass kurang percaya diri ketika menghadapi ujian. Ketika ko-ass belajar untuk mempersiapkan dirinya menghadapi ujian dan ko-ass tidak dapat berkonsentrasi, maka ko-ass sulit mempelajari materi yang akan diujikan, akibatnya ko-ass tidak dapat mengerjakan soal ujian dengan baik, sehingga ko-ass merasa tidak percaya diri atas hasil dari ujian yang telah dikerjakannya karena ko-ass kurang menguasai materi yang diujikan. Ko-ass yang telah menguasai materi namun merasa tegang pada saat ujian, sehingga ko-ass tidak dapat berkonsentrasi terhadap pertanyaan yang diajukan oleh dokter, maka ko-ass tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh dokter secara maksimal, hal ini dapat menyebabkan terjadinya kegagalan pada diri ko-ass dalam menghadapi ujian. Ko-ass yang memiliki tugas untuk dikerjakan dengan jumlah yang banyak, sedangkan waktu pengumpulannya singkat, dapat mengalami ketegangan emosi, emosi ko-ass menjadi tidak stabil, sehingga ko-ass menjadi mudah marah, bahkan ko-ass dapat mengalami gangguan psikologis seperti:


(27)

19

agresi, baik pasif maupun aktif. Agresi pasif yang dapat terjadi seperti: menyumpahi dokter yang memberi tugas, agresi aktif dapat terjadi seperti: menendang barang yang ada di sekitar ko-ass karena ko-ass merasa kesal dengan tugas yang harus dikerjakannya. Ko-ass yang mememiliki derajat stres yang tinggi, salah satunya dapat dilihat dari seberapa gejala psikologis yang muncul ketika ko-ass menghadapi situasi yang menekan atau dirasakan dan dihayati sebagai situasi yang mengancam kesejahteraan diri ko-ass. Semakin sering gejala tersebut muncul, misalnya setiap kali akan menghadapi ujian, maka derajat stres ko-ass tinggi. Jika derajat stres ko-ass moderat, ko-ass dapat mengalami gejala psikologis, seperti sulit berkonsentrasi, namun dapat memotivasi dirinya untuk lebih fokus dan tetap berusaha untuk mempelajari materi yang akan diujikan.

Gejala tingkah laku merupakan salah satu akibat dari stres dan dapat lebih mudah untuk dilihat serta diamati oleh orang lain. Gangguan-gangguan ini antara lain: susah makan atau berlebihan makan, sulit tidur, banyak merokok, pada titik ekstrim stres dapat menyebabkan individu yang mengalami stres meminum minuman beralkohol dan mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Ko-ass yang memiliki tugas menumpuk, dapat mengalami penurunan nafsu makan, sehingga ko-ass tidak berminat untuk mengkonsumsi makanan, sehingga ko-ass enggan untuk makan, atau sebaliknya, nafsu makan ko-ass menjadi meningkat sehingga ko-ass makan secara berlebihan. Ko-ass yang merasa cemas dengan ujian yang akan dihadapinya, dapat mengalami kesulitan tidur, misalnya saja ko-ass terbangun pada malam hari karena kecemasan yang sangat tinggi saat akan menghadapi ujian, atau ko-ass terbangun di malam hari dan teringat pada ujian


(28)

yang akan dihadapinya. Stres yang dialami ko-ass juga dapat menyebabkan ko-ass mengkonsumsi rokok, alkohol, bahkan ko-ass dapat mengkonsumsi obat-obatan terlarang untuk menghilangkan stresnya. Ko-ass yang telah menjadi perokok dan mengalami stres yang tinggi dapat menambah jumlah rokok yang dikonsumsinya ketika menghadapi situasi yang dirasakan sebagai situasi yang membebani. Ko-ass yang mengalami derajat stres yang tinggi dan mengalami sulit tidur hampir setiap hari ketika berada di bagian mayor, dapat mengkonsumsi obat-obatan untuk meredakan stresnya dan ketegangan fisik dan psikologis yang dialaminya.

Derajat stres yang dialami ko-ass dapat berbeda-beda, yang dapat dikelompokkan menjadi derajat rendah, moderat, dan tinggi. Perbedaan derajat stres pada ko-ass dapat terlihat dari perbedaan gejala yang muncul. Semakin banyak gejala yang mucul dan atau semakin sering frekuensi kemunculan gejala, semakin tinggi derajat stres yang dialami oleh ko-ass. Sebaliknya, semakin sedikit gejala yang muncul dan atau semakin jarang frekuensi kemunculan gejala, maka derajat stres ko-ass semakin rendah. Misalnya saja, ko-ass yang mengalami gangguan psikologis, seperti: sulit berkonsentrasi pada saat akan menghadapi ujian. Jika ko-ass mengalami gangguan tersebut setiap kali akan ujian, maka derajat stres ko-ass tergolong tinggi, sedangkan jika ko-ass cukup sering mengalami hal tersebut, maka derajat stres ko-ass tergolong moderat, dan apabila ko-ass mengalami kesulitan berkonsentrasi hanya sesekali ketika akan menghadapi ujian, maka derajat stres ko-ass tergolong rendah.

Bagaimana ko-ass menghayati tugasnya sebagai ko-ass dipengaruhi juga oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi


(29)

21

penghayatan ko-ass terhadap stressor berupa commitments dan belief. Commitments mengekspresikan apa yang dianggap penting bagi seseorang, apa yang berarti bagi mereka. Dalam hal ini ko-ass mengevaluasi diri apakah setiap tugasnya ataupun ujian yang akan dihadapinya merupakan hal yang berarti bagi mereka dan masa depan mereka atau tidak. Jika ko-ass menghayati tugas dan ujiannya sebagai hal yang berarti, dan merasa bahwa ko-ass harus lulus pada bagian tersebut maka ko-ass akan berusaha sebaik mungkin untuk mendapatkan hasil yang baik sebagai bentuk dari commitmet dirinya sebagai ko-ass. Hal tersebut dapat memicu munculnya stres pada ko-ass karena ko-ass harus berusaha sebaik mungkin untuk mencapai hasil yang baik. Beliefs memungkinkan orang untuk menciptakan makna dan memelihara harapan dalam keadaan sulit. Ketika ko-ass menghadapi keadaan yang sulit dalam menjalani tugasnya sehari-hari di rumah sakit, hal tersebut dapat memunculkan penghayatan apakah ko-ass merasa yakin bahwa dirinya dapat mengatasi situasi tersebut. Jika ko-ass merasa yakin, maka kemungkinan terjadinya stres pada ko-ass semakin rendah. Commitments dan beliefs yang dimiliki oleh ko-ass merupakan faktor internal yang berpengaruh terhadap primary appraisal ko-ass. Bagaimana ko-ass memaknai suatu kejadian (misalnya: tugas yang banyak, kegagalan ujian atau melakukan tugas), dipengaruhi oleh penghayatan ko-ass mengenai hal tesebut, apakah berarti bagi dirinya, apakah ko-ass memiliki harapan terhadap keadaan sulit yang dialami oleh ko-ass.

Sedangkan faktor eksternal berupa novelty, predictability, dan event uncertainty. Novelty merupakan situasi baru dimana ko-ass belum pernah


(30)

memiliki pengalaman yang berhubungan dengan situasi tersebut sebelumnya. Novelty dapat ditemukan dalam lingkungan ko-ass ketika ko-ass memasuki stase atau bagian yang baru dimana ko-ass menghadapi situasi baru dan tugas yang baru dan ko-ass tidak memiliki pengetahuan mengenai stase tersebut sebelumnya. Situasi tersebut mempengaruhi primary appraisal yang kemudian menghasilkan berbagai penghayatan, seperti: irrelevant, terancam atau tertantang. Penilaian tersebut dapat mempengaruhi derajat stres yang dialami oleh ko-ass. Predictability menyiratkan bahwa ada karakteristik lingkungan yang diprediksi sehingga dapat dilihat, ditemukan, atau dipelajari. Ko-ass yang akan mengikuti ujian lisan dengan dokter tertentu, tidak dapat memprediksi situasi yang akan dihadapi dengan dokter penguji, misalnya saja kondisi emosi dari dokter yang bersangkutan tidak dapat diprediksi. Selain itu, ketika ko-ass sedang berhadapan dengan pasien baru, ia tidak dapat memprediksi penyakit apa yang diderita pasiennya. Situasi-situasi tersebut mempengaruhi penghayatan ko-ass terhadap tugasnya yang menghasilkan stres dengan derajat tertentu. Jika ko-ass tidak dapat memprediksi karakteristik di lingkungan, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya stres pada ko-ass. Event uncertainty atau peristiwa yang tidak memiliki kepastian berpotensi untuk memunculkan stres pada ko-ass. Ketika seseorang tidak bisa memutuskan tindakan apa yang akan diambil, seseorang mengalami kebingungan dan dapat memunculkan perasaan takut, khawatir yang berlebihan dan pada akhirnya dapat mengakibatkan kecemasan (Breznitz, 1971, dalam Lazarus 1984). Demikian halnya pada ko-ass, ko-ass yang berada pada situasi yang tidak pasti, misalnya ko-ass yang bertugas di Unit Gawat Darurat (UGD),


(31)

23

akan menemui pasien dengan keluhan yang tidak pasti, jika ko-ass hanya mempelajari satu penyakit saja, tentunya tidak akan cukup untuk membekali ko-ass dengan penyakit-penyakit lain yang mungkin saja dialami oleh pasien yang mendatangi UGD dimana ko-ass harus mengambil keputusan. Situasi UGD yang tidak pasti, dapat memicu munculnya stres pada ko-ass.

Di lingkungan di mana ko-ass berada, terdapat stressor atau sumber stres seperti: tugas sebagai ko-ass dan frustrasi. Tugas sebagai ko-ass yang tidak sedikit mulai dari memeriksa pasien, mengerjakan tugas baik di rumah maupun di rumah sakit, berhadapan dengan berbagai macam dokter pembimbing dan dokter penguji, merupakan sumber stres atau stressor ketika menjalankan tugas sebagai ko-ass. Frustrasi dapat muncul apabila usaha yang dilakukan ko-ass untuk mencapai suatu tujuan (seperti: menyelesaikan tugas tepat pada waktunya) mendapat hambatan, halangan, atau mengalami kegagalan. Kegagalan bersumber dari dalam diri individu, sedangkan halangan bersumber dari lingkungan. Kegagalan untuk menyelesaikan tugas tepat pada waktunya dapat menimbulkan frustrasi pada ko-ass. Ketika ko-ass tidak dapat menyelesaikan tugas tepat pada waktunya, maka tujuan yang ingin dicapai oleh ko-ass mengalami hambatan, hal tersebut dapat mempengaruhi munculnya stres pada ko-ass karena kegagalan tersebut dapat mengarahkan ko-ass pada situasi yang mengancam yang mungkin akan dihadapi oleh ko-ass.


(32)

Primary Appraisal: 1. Irrelevant 2. Benign-positive 3. Stresful Faktor internal: 1. Commitments 2. Beliefs Faktor eksternal: 1. Novelty 2. Predictability 3. Event uncertainty Ko-ass di Rumah Sakit “X” Stressor

1. Tugas sebagai ko-ass 2. Frustrasi

Stres

Aspek:

1. Gejala fisik 2. Gejala

psikologis 3. Gejala

tingkah laku

Tinggi Moderat

Rendah


(33)

25

1.6. Asumsi

1. Peran dan tugas sebagai ko-ass dapat dihayati sebagai stressor yang dapat menghasilkan stres oleh ko-ass yang bertugas di Rumah Sakit “X”.

2. Ko-ass melakukan primary appraisal dimana ko-ass mengevaluasi stimulus yang dihadapinya, sebagai stimulus yang relevan atau tidak dengan keadaan dirinya, apakah situasi tersebut dirasakan sebagai suatu yang mengancam atau menekan dirinya, hal ini merupakan penghayatan ko-ass yang dapat menimbulkan stres dengan derajat tertentu.

3. Ko-ass yang bertugas di rumah sakit “X” memiliki derajat stres yang bervariasi, dapat dilihat dari sering tidaknya gejala yang dialami oleh ko-ass dan banyaknya gejala yang muncul, seperti: gejala fisik, psikologis, dan tingkah laku.

4. Derajat stres pada ko-ass dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu: commitments dan beliefs, dan faktor internal yaitu: novelty, predictability, dan event uncertainty.


(34)

71 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat ditarik suatu gambaran umum mengenai derajat stres pada ko-ass yang bertugas di Rumah Sakit “X”, dengan kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari 40 responden, sebagian besar mengalami derajat stres moderat, pada peringkat kedua terbesar mengalami derajat stres rendah, dan sebagian lainnya mengalami derajat stres rendah ketika menjalankan tugas sebagai ko-ass di rumah sakit “X” Bandung.

2. Ko-ass yang mengalami stres dengan derajat moderat sebagian besar mengalami gejala fisik, psikologis, dan tingkah laku dengan derajat moderat. Seluruh responden yang mengalami stres dengan derajat rendah mengalami gejala fisik dan tingkah laku dengan derajat rendah, dan gejala psikologis dengan derajat moderat. Seluruh responden dengan derajat stres tinggi mengalami gejala fisik dan psikologis dengan derajat tinggi, dan sebagian diantaranya mengalami gejala tingkah laku dengan derajat moderat.

3. Terdapat faktor-faktor yang menunjukkan kecenderungan keterkaitan dengan derajat stres pada responden, yaitu: novelty dan predictability.


(35)

72

4. Terdapat faktor-faktor yang tidak menunjukkan kecenderungan keterkaitan dengan derajat stres pada responden, yaitu: commitment, belief, dan event uncertainty.

5.2. Saran

5.2.1. Saran Teoretis 1. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini dapat dikembangkan melalui tinjauan teoretis dan pembahasan yang lebih mendalam mengenai hubungan antara faktor internal dan eksternal yang terkait dengan derajat stres yang dapat dijadikan masukan bagi ilmu Psikologi Pendidikan.

2. Bagi peneliti lain

Peneliti lain dapat melakukan pengembangan penelitian dengan menggunakan desain penelitian korelasi untuk meneliti hubungan novelty dan predictability dengan dengan derajat stres. Bagi peneliti yang berminat melakukan peneliti lanjutan mengenai derajat stres, disarankan untuk menjaring gejala fisik dengan menggunakan indikator yang lebih tajam.

5.2.2. Saran Guna Laksana

1. Bagi Fakultas Kedokteran dan Rumah Sakit

Bagi pihak Fakultas Kedokteran dan Rumah Sakit “X”, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk lebih memahami apa


(36)

yang dialami oleh ko-ass ketika menjalankan tugas di Rumah Sakit “X” Bandung.

2. Sebagian besar ko-ass mengalami stres dengan derajat stres moderat dan terdapat pula ko-ass yang mengalami stres dengan derajat tinggi, disarankan agar pihak rumah sakit dapat menyediakan tempat beristirahat yang memadai untuk para ko-ass untuk beristirahat.

3. Bagi ko-ass yang mengalami stress dengan derajat rendah, disarankan untuk diberikan motivasi agar lebih optimis dan dapat meningkatkan motivasi khususnya dalam menjalankan tugasnya sebagai ko-ass.


(37)

74

DAFTAR PUSTAKA

Cox, Tom. 1978. Stress, New York: The MacMillan Press LTD.

Goldberger, Leo dan Shlomo Brenitz. 1982. Handbook of Stress: Theoretical and Clinical Aspects, New York: The Free Press.

Lazarus, Richard. 1976. Patterns Of Adjustment, Japan: Mc Graw-Hill Kogakusha, Ltd.

Lazarus, Richard S dan Susan Folkman. 1984. Stress, Appraisal, and Coping, New York: Springer Publishing Company.

Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Siegel, Sydney. 1994. Statistik Nonparametrik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Siregar, Ir. Syofian, M.M. 2010. Statistika Deskriptif, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Santrock, John W. 1995. Life-span development Perkembangan Masa Hidup Jilid 2, Jakarta: Erlangga.


(38)

75

DAFTAR RUJUKAN

Ariyani, Cindy. 2009. Studi Deskriptif Mengenai Derajat Stress pada Siswa Akselerasi SMA “X” di Kota Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha.

Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana, Edisi Revisi III. 2009. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

R.S Immanuel Bandung. 2011. R. S. Immanuel. (Online). http://www.rsimmanuel.com/

Wangsadjaja, S, Psi, Reina. 2007. Rumah Belajar Psikologi: Stres. (Online). http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/konsep-umum-mainmenu-31/stres-mainmenu-98

Yosep, Iyus. 2007. Mengenal Tipe Kepribadian dan Kesadaran Manusia.

(Online).

http://resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasi_dosen/mengenal%20tipe%20kepribadian%20dan %20kesadaran%20manusia.pdf


(1)

25

1.6. Asumsi

1. Peran dan tugas sebagai ko-ass dapat dihayati sebagai stressor yang dapat menghasilkan stres oleh ko-ass yang bertugas di Rumah Sakit “X”.

2. Ko-ass melakukan primary appraisal dimana ko-ass mengevaluasi stimulus yang dihadapinya, sebagai stimulus yang relevan atau tidak dengan keadaan dirinya, apakah situasi tersebut dirasakan sebagai suatu yang mengancam atau menekan dirinya, hal ini merupakan penghayatan ko-ass yang dapat menimbulkan stres dengan derajat tertentu.

3. Ko-ass yang bertugas di rumah sakit “X” memiliki derajat stres yang bervariasi, dapat dilihat dari sering tidaknya gejala yang dialami oleh ko-ass dan banyaknya gejala yang muncul, seperti: gejala fisik, psikologis, dan tingkah laku.

4. Derajat stres pada ko-ass dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu: commitments dan beliefs, dan faktor internal yaitu: novelty, predictability, dan event uncertainty.


(2)

71 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat ditarik suatu gambaran umum mengenai derajat stres pada ko-ass yang bertugas di Rumah Sakit “X”, dengan kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari 40 responden, sebagian besar mengalami derajat stres moderat, pada peringkat kedua terbesar mengalami derajat stres rendah, dan sebagian lainnya mengalami derajat stres rendah ketika menjalankan tugas sebagai ko-ass di rumah sakit “X” Bandung.

2. Ko-ass yang mengalami stres dengan derajat moderat sebagian besar mengalami gejala fisik, psikologis, dan tingkah laku dengan derajat moderat. Seluruh responden yang mengalami stres dengan derajat rendah mengalami gejala fisik dan tingkah laku dengan derajat rendah, dan gejala psikologis dengan derajat moderat. Seluruh responden dengan derajat stres tinggi mengalami gejala fisik dan psikologis dengan derajat tinggi, dan sebagian diantaranya mengalami gejala tingkah laku dengan derajat moderat.

3. Terdapat faktor-faktor yang menunjukkan kecenderungan keterkaitan dengan derajat stres pada responden, yaitu: novelty dan predictability.


(3)

72

4. Terdapat faktor-faktor yang tidak menunjukkan kecenderungan keterkaitan dengan derajat stres pada responden, yaitu: commitment, belief, dan event uncertainty.

5.2. Saran

5.2.1. Saran Teoretis 1. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini dapat dikembangkan melalui tinjauan teoretis dan pembahasan yang lebih mendalam mengenai hubungan antara faktor internal dan eksternal yang terkait dengan derajat stres yang dapat dijadikan masukan bagi ilmu Psikologi Pendidikan.

2. Bagi peneliti lain

Peneliti lain dapat melakukan pengembangan penelitian dengan menggunakan desain penelitian korelasi untuk meneliti hubungan novelty dan predictability dengan dengan derajat stres. Bagi peneliti yang berminat melakukan peneliti lanjutan mengenai derajat stres, disarankan untuk menjaring gejala fisik dengan menggunakan indikator yang lebih tajam.

5.2.2. Saran Guna Laksana

1. Bagi Fakultas Kedokteran dan Rumah Sakit

Bagi pihak Fakultas Kedokteran dan Rumah Sakit “X”, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk lebih memahami apa


(4)

73

yang dialami oleh ko-ass ketika menjalankan tugas di Rumah Sakit “X” Bandung.

2. Sebagian besar ko-ass mengalami stres dengan derajat stres moderat dan terdapat pula ko-ass yang mengalami stres dengan derajat tinggi, disarankan agar pihak rumah sakit dapat menyediakan tempat beristirahat yang memadai untuk para ko-ass untuk beristirahat.

3. Bagi ko-ass yang mengalami stress dengan derajat rendah, disarankan untuk diberikan motivasi agar lebih optimis dan dapat meningkatkan motivasi khususnya dalam menjalankan tugasnya sebagai ko-ass.


(5)

74

DAFTAR PUSTAKA

Cox, Tom. 1978. Stress, New York: The MacMillan Press LTD.

Goldberger, Leo dan Shlomo Brenitz. 1982. Handbook of Stress: Theoretical and Clinical Aspects, New York: The Free Press.

Lazarus, Richard. 1976. Patterns Of Adjustment, Japan: Mc Graw-Hill Kogakusha, Ltd.

Lazarus, Richard S dan Susan Folkman. 1984. Stress, Appraisal, and Coping, New York: Springer Publishing Company.

Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Siegel, Sydney. 1994. Statistik Nonparametrik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Siregar, Ir. Syofian, M.M. 2010. Statistika Deskriptif, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Santrock, John W. 1995. Life-span development Perkembangan Masa Hidup Jilid 2, Jakarta: Erlangga.


(6)

75

DAFTAR RUJUKAN

Ariyani, Cindy. 2009. Studi Deskriptif Mengenai Derajat Stress pada Siswa Akselerasi SMA “X” di Kota Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha.

Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana, Edisi Revisi III. 2009. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

R.S Immanuel Bandung. 2011. R. S. Immanuel. (Online).

http://www.rsimmanuel.com/

Wangsadjaja, S, Psi, Reina. 2007. Rumah Belajar Psikologi: Stres. (Online).

http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/konsep-umum-mainmenu-31/stres-mainmenu-98

Yosep, Iyus. 2007. Mengenal Tipe Kepribadian dan Kesadaran Manusia.

(Online).

http://resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasi_dosen/mengenal%20tipe%20kepribadian%20dan %20kesadaran%20manusia.pdf