ANALISIS SEKTORAL YANG MENDORONG DAN MENGHAMBAT PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN GRESIK.

(1)

ANALISIS SEKTORAL PER KECAMATAN YANG

MENDORONG DAN MENGHAMBAT PERTUMBUHAN

EKONOMI DI KABUPATEN GRESIK

USULAN PENELITIAN

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Untuk Menyusun Skripsi S-1

Jurusan Ilmu Ekonomi

Oleh :

ABDUL MANAP 0511010090 / FE / IE

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

USULAN PENELITIAN

ANALISIS PENGARUH INVESTASI, PENGELUARAN

PEMERINTAH dan JUMLAH PENDUDUK TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI DI SURABAYA

Yang Diajukan : NOVI RIDWAN DHANY

0511010100 / FE / EP

Telah disetujui untuk diseminarkan oleh :

Pembimbing Utama

Ir. Hamidah Hendrarini, Msi Tanggal : ………

Mengetahui

Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi

Drs. Ec. Marseto, Msi NIP. 030 208 439


(3)

USULAN PENELITIAN

ANALISIS PENGARUH INVESTASI, PENGELUARAN

PEMERINTAH dan JUMLAH PENDUDUK TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI DI SURABAYA

Yang diajukan

NOVI RIDWAN DHANY 0511010100/FE/IE

Telah diseminarkan dan disetujui untuk menyusun skripsi oleh

Pembimbing Utama

Ir. Hamidah Hendrarini,MSI Tanggal : ………

Mengetahui


(4)

SKRIPSI

ANALISIS PENGARUH INVESTASI, PENGELUARAN

PEMERINTAH dan JUMLAH PENDUDUK TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI DI SURABAYA

Yang diajukan

NOVI RIDWAN DHANY 0511010100/FE/IE

Disetujui untuk Ujian Skripsi oleh

Pembimbing Utama

Ir. Hamidah Hendrarini,MSI Tanggal : ………

Mengetahui

Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN”

Jawa Timur


(5)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dengan memanjatkan puji syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT yang mana telah melimpahkan segala rahmat, hidayah, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik tugas penyusunan skripsi ini dengan judul “ANALISIS SEKTORAL PER KECAMATAN YANG MENDORONG DAN MENGHAMBAT PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN GRESIK ” sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian skripsi dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi ,Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jaawa Timur di Surabaya.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan dukungan, bantuan, bimbingan, serta motivasi yang sangat berharga dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada :

1. Bapak Prof. DR. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur, yang telah memberikan banyak bantuan berupa sarana fasilitas perijinan guna pelaksanaan skripsi ini.


(6)

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur.

3. Bapak Drs. Ec. Marseto DS, Msi, selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur.

4. Ibu Ir. Hamidah Hendrarini, Msi, selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan suatu bimbingan, pengarahan, dorongan, masukan-masukan, dan saran dengan tidak bosan-bosannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Kedua orang tuaku yang tercinta, kakak dan adikku, yang telah memberikan support, do’a, semangat dan dorongan moral serta spiritualnya yang telah tulus kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan sebaik baiknya.

6. Kedua nenek dan kakekku yang selalu mendoakanku setiap saat selama ini, hingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan lancar. 7. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen serta staf karyawan Fakultas Ekonomi

Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur yang telah memberikan banyak pengetahuan selama masa perkuliahan dan membantu dalam menyelesaikan penyususun skripsi ini.

8. Bapak-bapak dan ibu-ibu Badan Pusat Statistik di Surabaya, yang telah memberikan banyak informasi dan data-data yang dibutuhkan untuk mengadakan penelitian dalam penyusunan skripsi ini.


(7)

9. Dan semua pihak yang namanya tidak dapat disebutkan yang telah banyak membantu penulis dalam memudahkan penyusunan skripsi ini, saya ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya.

Semoga Allah SWT berkenan dan memberikan balasan, limpahan rahmat, serta karunia-Nya, atas segala amal kebaikan serta bantuan yang telah diberikan.

Besar harapan bagi penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, baik sebagai bahan kajian maupun sebagai salah satu sumber informasi dan bagi pihak-pihak lain yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Suarabaya,…… April 2009


(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……….. i

DAFTAR ISI ………. iv

DAFTAR GAMBAR ………... viii

DAFTAR TABEL ……… ix

DAFTAR LAMPIRAN ……… x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ……….. 1

1.2. Perumusan Masalah ……….. 4

1.3. Tujuan penelitian ………... 4

1.4. Manfaat Penelitian ………... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ……….. 9

2.2. Landasan Teori ………... 13

2.2.1. Teori Ekonomi Regional……….. 13

2.2.2. Pertumbuhan Ekonomi Regional…………... 18

2.2.3. Pertumbuhan Ekonomi dan Pergeseran struktural Perekonomian daerah...…………... 19

2.2.4. Produk Domestik Regional Bruto……… 22

2.2.5. Pendekatan Perhitungan Produk Domestik Bruto... 24

2.2.6. Produk Domestik Regional Bruto Per Kapital…………. 25


(9)

2.2.8. Alasan Pergeseran Tahun Dasar Dari Tahun 1083 ke

1993... 31

2.2.9. Intrumen Analisis Yang Digunakan... 32

2.3. Kerangka Pikir ………... 34

2.4. Hipotesis ………. 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variebel …………... 38

3.2. Jenis Dan Sumber Data…... ………... 47

3.3. Teknik Pengumpulan data ………... 47

3.4. Analisis dan Uji Hipotesisi………. ………... 48

3.4.1.Analisis Shift Share ………. 48 DAFTAR PUSTAKA


(10)

2.4.1.1. Penduduk ………... 51

2.4.1.2. Macam- Macam Usahawan ………... 52

2.4.1.3. Teori Pertumbuhan Penduduk Adam Smith ………… 53

2.4.1.4. Hubungan Antara Jumlah Penduduk dengan Pertumbuhan Ekonomi ………. 55

2.5. Kerangka Pikir ………... 56

2.6. Hipotesis ………. 58

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variebel …………... 59

3.2. Teknik Penentuan Sampel ………... 60

3.3. Teknik Pengumpulan data ………... 60

3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesisi ………... 61

3.4.1. Teknik Analisis ………... 61

3.4.1.1. Uji Hipotesis ………... 63

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ………. 69

4.1.1. Kondisi Geografis ………... 69

4.1.2. Kependudukan ……… 70

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ……… 71

4.2.1. Perkembangan PDRB Dan Sembilan Sektor ………. 71

4.2.2. Kontribusi sembilan sektor terhadap PDRB……….. 75

4.2.3. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah ………. 75


(11)

4.2.5. Perkembangan Jumlah Penduduk ………... 77

4.3. Hasil Analisis Asumsi Regresi Klasik ……….. 78

4.3.1. Analisis Dan Pengujian Hipotesis ………... 83

4.3.2. Uji Hipotesis Secara Parsial ……… 84

4.3.3. Pembahasan Analisis Variabel Pengeluaran Pemerintah ………... .. 85

4.3.4. Pembahasan Analisis Variabel Investasi ………. 87

4.3.5. Pembahasan Analisis Variabel Jumlah Penduduk …… 88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ……… 91

5.2. Saran ……… 92 DAFTAR PUSTAKA


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Permintaan Agregat Didalam Posisi Ekonomi

Makro Yang Seimbang ……… 22

Gambar 2 : Penawaran Agregat Didalam Posisi Ekonomi Makro Yang Seimbang ………... 25

Gambar 3 : Kurva Pertumbuhan Menurut R.M Solow ………. 28

Gambar 4 : Kurva Pertumbuhan Menurut Harood-Domar ………... 30

Gambar 5 : Kurva Pertumbuhan Menurut Kaldor ……… 32

Gambar 6 : Paradigma ……… 58

Gambar 7 : Kurva Distribusi/Penerimaan Hipotesis Secara Simultan ….. 64

Gambar 8 : Kurva Distribusi Penolakan/Penerimaan Hipotesis Secara Simultan ……… 65

Gambar 9 : Daerah Keputusan Uji Durbin Watson ………. 67


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Perkembangan PDRB Dan Sembilan sector ……….. 72

Tabel 2 : Kontribusi sembilan sektor terhadap PDRB……….. 74

Tabel 3 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Tahun 1993-2007 ... 76

Tabel 4 : Perkembangan Investasi Tahun 1993-2007 ……….. 77

Tabel 5 : Perkembangan Jumlah Penduduk Tahun 1993-2007 ………… 78

Tabel 6 : Test Autokorelasi ……….. 80

Tabel 7 : Test Multikolinier ……… 81

Tabel 8 : Test Heterokedastisitas Dengan Korelasi Rank Spearman …… 82

Tabel 9 : Analisis Varians ………. 83

Tabel 10 : Analisis Variabel Pengeluaran Pemerintah (X1), Investasi (X2), dan Jumlah Penduduk (X3), terhadap Produk Domestik Regional Bruto dan sembilan sektor . ... 84


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Data Input Lampiran 2 : Regression

Variabel Entered/Removed

Model Summary

Lampiran 3 : ANOVA

Coefficients

Collinierity Diagnostics Lampiran 4 : Residuals Statitics

Nonparametric Correlations

Correlations

Lampiran 1 : Data Input Pertanian Lampiran 6 : Regression

Variabel Entered/Removed

Model Summary

Lampiran 7 : ANOVA

Coefficients

Collinierity Diagnostics Lampiran 8 : Residuals Statitics

Nonparametric Correlations


(15)

Lampiran 1 : Data Input Pertambangan Lampiran 10 : Regression

Variabel Entered/Removed

Model Summary

Lampiran 11 : ANOVA

Coefficients

Collinierity Diagnostics Lampiran 12 : Residuals Statitics

Nonparametric Correlations

Correlations

Lampiran 1 : Data Input Industri Lampiran 14 : Regression

Variabel Entered/Removed

Model Summary

Lampiran 15 : ANOVA

Coefficients

Collinierity Diagnostics Lampiran 16 : Residuals Statitics

Nonparametric Correlations

Correlations

Lampiran 1 : Data Input Listrik Lampiran 18 : Regression

Variabel Entered/Removed

Model Summary

Lampiran 19 : ANOVA

Coefficients

Collinierity Diagnostics Lampiran 20 : Residuals Statitics

Nonparametric Correlations


(16)

Lampiran 1 : Data Input Bangunan Lampiran 22 : Regression

Variabel Entered/Removed

Model Summary

Lampiran 23 : ANOVA

Coefficients

Collinierity Diagnostics Lampiran 24 : Residuals Statitics

Nonparametric Correlations

Correlations

Lampiran 1 : Data Input Perdagangan Lampiran 26 : Regression

Variabel Entered/Removed

Model Summary

Lampiran 27 : ANOVA

Coefficients

Collinierity Diagnostics Lampiran 28 : Residuals Statitics

Nonparametric Correlations

Correlations

Lampiran 1 : Data Input Pengangkutan Lampiran 30 : Regression

Variabel Entered/Removed

Model Summary

Lampiran 31 : ANOVA

Coefficients

Collinierity Diagnostics Lampiran 32 : Residuals Statitics

Nonparametric Correlations


(17)

Lampiran 1 : Data Input Keuangan Lampiran 34 : Regression

Variabel Entered/Removed

Model Summary

Lampiran 35 : ANOVA

Coefficients

Collinierity Diagnostics Lampiran 36 : Residuals Statitics

Nonparametric Correlations

Correlations

Lampiran 1 : Data Input Jasa-Jasa Lampiran 38 : Regression

Variabel Entered/Removed

Model Summary

Lampiran 39 : ANOVA

Coefficients

Collinierity Diagnostics Lampiran 40 : Residuals Statitics

Nonparametric Correlations

Correlations

Lampiran 41 : Tabel Distribusi Nilai f Lampiran 42 : Tabel Distribusi Nilai t Lampiran 43 : Tabel Durbin Watson


(18)

ANALISIS SEKTORAL YANG MENDORONG DAN

MENGHAMBAT PERTUMBUHAN EKONOMI

DI KABUPATEN GRESIK

Oleh :

ABDUL MANAP

Abstraksi

Di Daerah Tingkat II kabupaten Gresik Propinsi Jawa Timur, sampai saat ini dapat dilihat bahwa ada tiga sektor ekonomi yang sangat dominan kontribusinya bagi pertumbuhan perekonomian di kabupaten ini, yaitu sektor industri pengolahan, perdagangan hoel dan restoran (Anonim;2006), di mana selain tiga sektor tersebut terdapat beberapa sektor yang memang dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi secara riil di propinsi ini. Daerah Tingkat II Kabupaten Gresik pada dasarnya tidak dapat terlepas dari keberadaan perkembangan faktor-faktor yang mendorong dan menghambat pertumbuhan ekonomi yang terjadi di masing-masing daerah kecamatannya, karena indikasi pertumbuhan ekonomi termasuk perkembangan faktor-faktor yang mendorong dan menghambat pertumbuhan ekonomi dapat diketahui secara riil dari aktivitas ekonomi yang terjadi di daerah-daerah

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sembilan sektor yang mendorong pertumbuhan ekonom di Kabupaten Gresik. Data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data time series, data tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis shift share

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwaSesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini, dimana tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kondisi masing-masing sektoral yang mendorong atau menghambat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Gresik, maka berdasarkan pelaksanaan analisis dengan menggunakan metode shift share diketahui, bahwa dari 9 sektoral yang terdapat di Kabupaten Gresik, pada periode tahun 2006-2007, ternyata kesembilan sektoral tersebut mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Gresik secara menyeluruh


(19)

 

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi merupakan tolak ukur kemajuan ekonomi suatu negara atau wilayah .Dengan pertumbuhan yang tinggi maka negara atau suatu daerah menunjukkan kemajuan ekonomi,pertumbuhan ekonomi yang pesat berarti daerah tersebut dapat dikatakan daerah maju dan tumbuh.

Pembangunan daerah bertujuan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat didaerah melalui pembangunan yang serasi dan terpadu baik antar pembangunan sektoral dengan perencanan pembangunan oleh daerah yang efisien dan efektif menuju tercapainya kemandirian daerah dan kemajuan yang merata diseluruh pelosok tanah air . Dalam berbagai analisa dan penyidikan mengenai kegiatan ekonomi ditinjau dari sudut penyebaran diberbagai daerah, perkataan daerah dapat dibedakan dalam tiga pengertian, pengertian yang pertama menganggap suatu daerah dianggap sebagai suatu

space atau ruang dimana kegiatan ekonomi berlaku dan diberbagai pelosok

ruang tersebut sifat-sifatnya adalah sama. Jadi batas-batasnya diantara satu daerah dengan daerah-daerah lainnya ditentukan titik-titik dimana kesamaan sifat-sifat tersebut sudah mengalami perubahaan. Persamaan sifat dapat ditinjau dari segi pendapatan perkapita penduduknya, dari segi agama dan suku bangsa masyarakatnya ataupun dari segi struktur ekonominya. Pengertian yang kedua, dan yang paling ideal untuk digunakan dalam analisa mengenai


(20)

 

dikatakan oleh Allen dan MacLellan dalam Arsyad (1999:47) : “perbatasan diantara berbagai daerah ditentukan oleh tempat-tempat dimana pengaruh dari satu atau beberapa pusat-pusat kegiatan ekonomi digantikan dengan pengaruh pusat dari lainnya”.

Daerah yang dibatasi menurut pengertian ini dinamakan dengan daerah nodal, sedangkan daerah menurut pengertian pertama dinamakan daerah homogen/homogeneus. Pengertian yang ketiga memberikan batasan suatu daerah berdasarkan pembagian administrative dari suatu Negara. Jadi menurut pengertian terakhir suatu daerah merupakan suatu ekonomi ruang yang berada di bawah suatu administrasi tertentu suatu propinsi, Kabupaten/Kotamadya, desa dan sebagainya. Daerah yang diartikan menurut pengertian ketiga ini dinamakan daerah administrasi atau daerah perencanaan.

Apabila membahas mengenai pembangunan daerah, pengertian ketiga merupakan pengertian yang paling banyak digunakan. Lebih populernya penggunaan pengertian tersebut disebabkan karena dua faktor. Pertama, dalam melaksanakan kebijaksanaan dan rencana pembangunan daerah diperlukan tindakan-tindakan berbagai badan pemerintah dengan demikian adalah lebih praktis apabila suatu Negara dipecah menjadi beberapa daerah ekonomi berdasarkan satuan administratif lebih mudah dianalisa karena sejak lama pengumpulan data diberbagai daerah dalam satu Negara pembagiannya didasarkan pada satuan administratif. (Saerofi;2005:72).

Dalam menganalisa mengenai proses pembangunan akan bertambah lengkap apabila memperhatikan juga corak kegiatan ekonomi ditinjau dari


(21)

 

sudut penyebarannya ke berbagai daerah. Betapa pentingnnya memperhatikan corak lokasi kegiatan ekonomi apabila manganalisa mengenai suatu perekonomian hal in sesuai dengan pendapat Friedman dan Alonso : “Tanpa melihat dari sudut ruang analisa masih belum sempurna, dapatlah dimisalkan seperti proyeksi dua dimensi dari suatu benda yang mempunyai tiga dimensi. Suatu Negara mempunyai peta bumi ekonomi dengan pucak-puncak dan lembah-lembah dengan daerah-daerah yang padat dengan kehidupan dan daerah-daerah yang ditinggalkan, keputusan mengenai di mana akan melaksanakan suatu proyek baru adalah sama pentingnya dengan keputusan untuk menginvestasi dalam proyek tersebut. Masalah-masalah yang berhubungan dengan keadilan sosial dalam mendistribusikan hasil pembangunan ekonomi adalah sama pentingnya dan sama sukarnya dipandang dari segi golongan masyarakatnya”. (Bintoro;2001:21)

Pernyataan di atas dengan jelas menunjukkan bahwa analisa ekonomi regional pada hakekatnya membahas mengenai kegiatan perekonomian ditinjau dari segi sudut penyebaran kegiatan ekonomi ke berbagai lokasi dalam suatu economic space atau ruang ekonomi tertentu misalnya dalam suatu negara atau suatu propinsi. Tetapi disamping itu analisa ekonomi regional melibatkan dirinya pula dalam menganalisa ekonomi suatu daerah ditinjau secara sektoral dan makro. Daerah tersebut dapat berupa suatu propinsi, satu daerah khusus tertentu atau satu kota besar yang pembangunannya akan digalakkan. Analisa mengenai perekonomian kota besar merupakan suatu


(22)

 

cabang khusus dari analisa ekonomi regional dan dikenal sebagai analisa

urban/urban economic.

Menganalisa perekonomian daerah merupakan pekerjaan yang lebih sulit kalau dibandingkan dengan menganalisa perekonomian nasional. Keadaan demikian timbul karena, pertama data mengenai daerah terbatas sekali, apalagi kalau daerah-daerah dibedakan berdasarkan pengertian daerah nodal. Dengan data yang sangat terbatas tersebut, sukar untuk menggunakan metode yang telah dikembangkan dalam memberikan gambaran mengenai perekonomian suatu daerah. Ke-dua, data yang diperlukan dalam analisa daerah karena data yang dikumpulkan tersebut kebanyakan dimaksudkan untuk memenuhi keperluan data untuk analisa ekonomi pada tingkat nasional. Menentukan aliran modal dan perdagangan dari suatu daerah ke daerah-daerah lainnya merupakan satu contoh dari aspek-aspek yang dikemukakan ini. Juga dalam analisa mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah dari masa ke masa, tulisan yang ada dapat dibedakan diantara teori-teori mengenai masalah ekonomi dan pembangunan daerah yang dipinjam dari teori yang ada mengenai perekonomian nasional yang kemudian disesuaikan dengan keadaan daerah, dan teori yang khusus dikembangkan untuk menganalisa masalah ekonomi dan pembangunan daerah. (Prasetyo;1999:47).

Dengan berbagai pendekatan itu, pembangunan nasional dengan pembangunan daerah telah mencatat kemajuan yang berarti. Namun dalam kenyataannya ada perbedaan cukup tajam antara kemajuan suatu daerah


(23)

 

dengan daerah lainnya. Perbedaan laju pembangunan antara daerah menyebabkan terjadinnya kesenjangan kemakmuran dan kemajuan antar daerah, terutama antara Jawa dan luar Jawa, antara kawasan barat dan kawasan timur, dan antara perkotaan dan pedesaan.

Sebagai akibat dari tingkat dan laju perkembangan yang tidak seimbang itu, meskipun semua daerah akan memperoleh kemajuan sebagai hasil dari pembangunan, tetapi karena tingkat landasannya sudah berbeda, maka tanpa usaha khusus, dengan kecenderungan yang ada, kesenjangan akan membesar. Mengatasi keadaan ini bukan pekerjaan mudah karena upaya itu akan menentang “arus” yang kuat yang menjadi kendala yang tidak mudah diatasi.

Pembangunan daerah agar tujuan dan usahannya dapat berhasil dengan baik maka pemerintah daerah perlu berfungsi dengan baik. Berdasarkan data-data tersebut di atas, maka mengembangkan metode untuk menganalisa perekonomian suatu daerah penting sekali artinya dalam usaha untuk mengumpulkan lebih banyak mengenai sifat-sifat perekonomian suatu daerah dan mengenai proses pertumbuhan ekonomi daerah. Lebih lanjut Menurut Sukirno (1994:10:10), mengemukakan: Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu tolak ukur yang dapat dipakai untuk meningkatkan adanya pembangunan suatu daerah dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat perubahan ekonomi. Sedangkan laju pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan dalam PDRB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk dan apakah ada perubahan atau tidak dalam struktur ekonomi. Tingkat


(24)

 

pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan yang dihitung dari Produk Domestik Bruto, merupakan rata-rata tertimbang dari tingkat pertumbuhan sektoralnya. Artinya apabila sebuah sektor mempunyai kontribusi besar dan pertumbuhannya lambat, maka hal ini akan menghambat tingkat perekonomian secara keseluruhan, sebaliknya apabila sebuah sektor mempunyai kontribusi yang besar terhadap totalitas perekonomian, sehingga bila sektor tersebut mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi, maka sektor tersebut akan dapat menjadi lokomotif pertumbuhan yang secara total sehingga menjadikan tingkat pertumbuhannya menjadi besar bagi sebuah daerah.

Di Daerah Tingkat II kabupaten Gresik Propinsi Jawa Timur, sampai saat ini dapat dilihat bahwa ada tiga sektor ekonomi yang sangat dominan kontribusinya bagi pertumbuhan perekonomian di kabupaten ini, yaitu sektor industri pengolahan, perdagangan hoel dan restoran (Anonim;2006), di mana selain tiga sektor tersebut terdapat beberapa sektor yang memang dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi secara riil di propinsi ini.

Sebagai salah satu kabupaten di propinsi ini, keberadaan kabupaten Gresik yang berlokasi di dekat Kotamadya Surabaya, secara riil dapat dijadikan sebagai salah satu penopang pembangunan dan pengembangan kotamadya Surabaya dalam pelaksanaan pembangunan, selain itu berkaitan dengan pemerataan pembangunan dan peningkatan dalam pertumbuhan ekonominya, maka Daerah Tingkat II Kabupaten Gresik merupakan daerah yang cukup potensial untuk dikembangkan, hal ini didukung oleh keberadaan


(25)

 

potensi daerah yang mendukung kinerja pembangunan perekonomiannya tersebut. Selain faktor pendorong pertumbuhan ekonomi maka tentu saja terdapat faktor yang menjadi penghambat dalam melaksanakan pertumbuhan ekonominya. Perkembangan faktor-faktor yang mendorong dan menghambat pertumbuhan ekonomi di Daerah Tingkat II Kabupaten Gresik pada dasarnya tidak dapat terlepas dari keberadaan perkembangan faktor-faktor yang mendorong dan menghambat pertumbuhan ekonomi yang terjadi di masing-masing daerah kecamatannya, karena indikasi pertumbuhan ekonomi termasuk perkembangan faktor-faktor yang mendorong dan menghambat pertumbuhan ekonomi dapat diketahui secara riil dari aktivitas ekonomi yang terjadi di daerah-daerah kecamatan, di mana kecamatan merupakan salah satu wilayah/daerah yang menjadi bagian dari sebuah pemerintahan setingkat Daerah Tingkat II (Kabupaten).(Anonim:2006;32)

Berdasarkan kondisi tersebut itulah maka peneliti tertarik mengambil judul dalam penelitian ini adalah “Analisis Sektoral Perkecamatan yang Mendorong dan Menghambat Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Gresik.”

1.2. Perumusan Masalah

Berkaitan dengan uraian pada latar belakang masalah tersebut di atas, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah :

1. Sektor–sektor apa yang mendorong pertumbuhan ekonomi perkecamatan di Kabupaten Gresik?


(26)

 

2. Sektor-sektor apa yang menghambat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Gresik?

3. Sektor manakah yang dominan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi perkecamatan di Kabupaten Gresik?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sektor-sektor apa saja yang mendorong dan menghambat serta yang dominan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Gresik.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan informasi ilmiah dan bahan pertimbangan bagi pihak yang terkait dan calon peneliti selanjutnya baik untuk penelaahan lebih lanjut maupun sebagai bahan perbandingan.

2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi instansi-instansi terkait dalam mengambil kebijaksanaan yang berhubungan dengan pengembangan daerah.


(27)

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu

Beberapa peneliti telah melakukan penelitian yang berhubungan dengan masalah ekonomi regional.Hasil peneliti terdahulu tersebut dapat dipakai sebagai bahan masukan serta bahan pengkajian yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi antara lain :

A. Yukanti Sriyatiningsih (1999 : 85) dengan judul, “ Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Daerah Tingkat II Kabupaten Trenggalek “. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa secara simultan penerimaan pajak daerah, pengeluaran pemerintah daerah, dan tingkat inflasi berpengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil hipotesis secara parsial penerimaan pajak daerah dan pengeluaran pemerintah daerah mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi sedangkan tingkat inflasi mempunyai pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Dan diantara ketiga variabel bebas, variabel yang paling dominan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Daerah Tingkat II Kabupaten Trenggalek : adalah tingkat inflasi.

B. Aprianto Dwi H (2001 : 21) dengan judul, “ Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Daerah Istimewah Yogyakarta “. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa secara simultan Penanaman Modal Dalam Negeri, Penanaman Modal Asing, tingkat inflasi, dan tingkat suku bunga kredit berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di


(28)

 

Daerah Istimewah Yogyakarta. Hasil uji parsial Penanaman Modal Dalam Negeri berpengaruh positif dan nyata terhadap pertumbuhan ekonomi di Daerah Istimewah Yogyakarta. Sedangkan Penanaman Modal Asing, tingkat inflasi, tingkat suku bunga kredit tidak berpengaruh secra nyata terhadap pertumbuhan ekonomi

C. Iqomadin (1999;ix) dengan judul, “Analisa Ekonomi Regional Disatuan Wilayah Pembangunan I Gerbang Kertasusila Penerapan Teori Basis Ekonomi Tahun 1993-1996”, dengan hasil penelitian menggunakan

analisa Location Quotien dan Analisa Shit Share dapat disusun skala

prioritas sebagai berikut : prioritas pertama dengan lokasi pengembangan sebagai berikut ; sektor industri pengolahan di Gresik dan Sidoarjo, sektor Listrik, Air, Gas, dan Air bersih di Kabupaten Sidoarjo dan Kotamadya Mojokerto. Prioritas kedua dengan lokasi pengembangan sebagai berikut ; sektor pertambangan dan penggalian di Kabupaten Gresik dan Kabupaten Mojokerto, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi Surabaya dan Kotamadya Mojokerto, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan di Surabaya. Prioritas ketiga dengan lokasi pengembangan sebagai berikut :sektor pertanian di Kabupaten Gresik, sektor jaa-jasa di Kabupaten Mojokerto, Kotamadya Mojokerto, Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Bangkalan.

D. Prasodjo (1998:viii) dengan judul, “Peranan Pemerintah Pusat Untuk Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Timur Tahun 1990-1991”, dengan hasil penelitian sebagai berikut: hasil


(29)

 

analisa regresi sederhana Double log, dapat disimpulkan bahwa ;

Pengeluaran pemerintah pusat ke daerah tingkat I Propinsi Jawa Timur dan Investasi swasta ternyata mempunyai peranan penting terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Timur, hal tersebut dapat dilihat dari nilai

koefisien determinasi (R2) sebesar 0,79 yang berarti kontribusi dari total

pengeluaran pemerintah pusat di daerah yang berbentuk bantuan Daerah Tingkat I dan alokasi dan sektoral ditambah dengan investasi swasta yang berupa penanaman modal asing sebesar 79%, ini menunjukkan bahwa peranan pengeluaran pemerintah pusat dan investasi swasta di Jawa Timur masih diatas 50%. Perbedaan penelitian yang sekarang dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah pada wilayah yang diambil untuk penelitian-penelitian, apabila penelitian terdahulu lebih banyak terfokus pada Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) I sedangkan untuk penelitian kali ini wilayah yang diambil adalah Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) IV yang meliputi ; Kotamadya Pasuruan, kabupaten Pasuruan, Kotamadya Malang, Kabupaten Malang.

E. Sophiyani (1999:x) dengan judul, ”Implementasi Pembangunan Daerah Tingkat I Dalam Kaitan Pengembangan Perwilayahan Pembangunan Di Suatu Wilayah Pembangunan VIII Madiun”, dengan menggunakan analisa

Location Quotien dan Indeks Fungsional Wilkinson dapat ditarik

kesimpulan : pertama, sektor pertanian secara umum sektor ini menjadi corak bagi perekonomian seluruh daerah dan berperan sangat menonjol terhadap PDRB di Daerah tingkat II se-satuan Wilayah Pembangunan VIII


(30)

 

Madiun (IFS 0,33). Kedua, sektor perdagangan, hotel dan restoran secara umum menjadi corak bagi perekonomian seluruh Daerah Tingkat I di satuan Wilayah Pembangunan VIII Madiun (IFS 0,33).

F. Dewi (1998,ix) dengan judul, “ Peranan Industri Di Satuan Wilayah Pembangunan I Gerbangkertasusila Dalam Rangka Menunjang Pertumbuhan Industri Jawa Timur”. Dengan menggunakan analisa

Location Quotien dan Indeks Fungsional Wilkinson dapat ditarik

kesimpulan : pertama, sektor industri di satuan wilayah pembangunan I Gerbangkertasusila ternyata mampu memberikan sumbangan terbesar pada Produk Domestik Regional Bruto Jawa Timur. Hal ini terlihat selama

tahun 1991-1995 berdasarkan Location Quotien dan Indeks Fungsional

sektoral. Predikat yang melekat pada Satuan Wilayah Pembangunan I

Gerbangkertasusila berdasarkan indeks sektoral adalah sektor industri perdagangan. Kedua, sektor industri terkonsentrasi di kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Gresik, Surabaya/Satuan Wilayah Pembangunan I Gerbangkertasusila. Kabupaten Pasuruan, Malang/Satuan Wilayah Pembangunan VI Malang – Pasuruan dan Kotamadya Kediri/Satuan wilayah Pembangunan VII Kediri dan sekitarnya. Keberadaan industri didaerah tersebut sangat ditunjang oleh adanya sarana dan prasarana, baik yang disediakan oleh pemerintah maupun swasta, seperti kawasan industri Gresik, kawasan industri Tandes, kawasan industri Rungkut, kawasan industri Sidoarjo


(31)

 

G. Listyowati (1999:xi), dengan judul “Analisis Aspek-Aspek Aglomerasi Ekonomi Di Surabaya”, dengan menggunakan metode atau pendekatan lokasional serta pendekatan biaya friksi spasial, dapat disimpulkan ; Pertama, kota Surabaya mengalami perkembangan yang tidak seimbang diberbagai wilayah dengan adanya aglomerasi penduduk dan kegiatan ekonomi ditengarai sudah terbentuk sejak masa penjajahan, atau dengan kata lain bahwa aglomerasi yang tejadi saat ini merupakan warisan dari pemerintah kolonial yang pernah menjajah di Surabaya dalam kurun waktu yang cukup lama. Kedua, penebaran yang tidak merata terlihat pada kawasan-kawasan di pusat kota atau yang dekat dengan pusat kota dimana kawasan kota ini dipadati baik oleh penduduk maupun kegiatan usaha. Sebaliknya kawasan-kawasan dipinggiran kota, khususnya dibagian timur dan barat kota jumlah penduduk dan kegiatan ekonominnya masih jarang.

H. Jurnal ekonomi dari M. Nawir Messi berjudul " Analisis Faktor Dan Pertumbuhan Ekonomi 2001”

Variable terikat adalah Produk Domestik Regional Bruto (Y), dan variable

bebasnya adalah Investasi (X1), Pengeluaran Pemerintah (X2), dan Eksport

(X3) berpengaruh terhadap variable (Y). sedangkan secara persial

pengaruh investasi (X1) diketahui thitung = 7,3709 > ttabel = 0,05 sehingga

(X1) berpengaruh terhadap (Y), Pengeluaran Pemerintah diketahui thitung =


(32)

 

ekspor kerja (X3) diketahui thitung = 3,137 ttabel = 0,05 sehingga (X3)

berpengaruh terhadap variable (Y).

I. Listyowati (1999:xi) dengan judul “Analisis Aspe – Aspek Aglomerasi

Ekonomi Di Surabaya”, dengan menggunakan metode atau pendekatan lokasional serta pendekatan biaya friksi spasial, dapat disimpulkan ; Pertama, kota Surabaya mengalami perkembangan yang tidak seimbang diberbagai wilayah dengan adanya aglomerasi penduduk dan kegiatan ekonomi ditengarai sudah terbentuk sejak masa penjajahan, atau dengan kata lain bahwa aglomerasi yang tejadi saat ini merupakan warisan dari pemerintah kolonial yang pernah menjajah di Surabaya dalam kurun waktu yang cukup lama. Kedua, penebaran yang tidak merata terlihat pada kawasan-kawasan di pusat kota atau yang dekat dengan pusat kota dimana kawasan kota ini dipadati baik oleh penduduk maupun kegiatan usaha. Sebaliknya kawasan-kawasan dipinggiran kota, khususnya dibagian timur dan barat kota jumlah penduduk dan kegiatan ekonominnya masih jarang.

Perbedaan pelaksanaan penelitian yang dilakukan peneliti terdahulu dengan penelitian saya adalah secara mendasar terletak pada obyek dan sumber data, di mana pada penelitian saya, obyek dan sumber data lebih fokus ke daerah setingkat kecamatan di Daerah Tingkat II kabupaten Gresik, sedangkan penelitian terdahulu hanya sebatas kabupaten saja.


(33)

 

2.2. Landasan Teori

Landasan teori ini atau tinjauan pustaka ini dimaksudkan untuk mengetahui dan menemukan dasar - dasar secara teoritis guna membantu memecahkan permasalahan.

2.2.1Teori Ekonomi Regional

Terdapat banyak sekali teori-teori ekonomi regional yang sudah ada, tetapi untuk menunjang landasan teori pada penelitian ini terdapat beberapa teori yang dianggap cukup mewakili, teori-teori tersebut adalah :

1. Teori Basis dan Non Basis

Teori ini dikembangkan berdasarkan teori perdagangan komparatif dari David Ricardo dan John Stuart Mill dalam Aziz (1999). Dari studi empiric yang dilakukan oleh Pfouts (1960) dalam rangka memisah misalkan sektor-sektor basis dari yang bukan basis daerah perkotaan ternyata dapat dipergunakan sebagai sarana memperjelas struktur daerah tersebut, dalam hubungan ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi dalam dua golongan.

a. Kegiatan ekonomi industri yang melayani kebutuhan akan

barang-barang dan jasa di daerah itu sendiri/daerah swasembada maupun mengekspornya ke tempat-tempat diluar batas-batas perekonomian daerah tersebut. Daerah yang demikian disebut sebagai daerah basis atau daerah surplus.

b. Kegiatan ekonomi atau industri yang hanya melayani kebutuhan

barang-barang dan jasa bagi masyarakat yang bertempat tinggal didalam batas-batas perekonomian daerah tersebut bahkan masih harus


(34)

 

mendatangkan barang kebutuhan tersebut dari tempat/daerah lain karena masih kekurangan daerah yang demikian ini disebut sebagai daerah non basis atau daerah minus. Untuk menentukan suatu daerah kedalam salah satu dari kedua golongan tersebut digunakan metode

Locatiq Quotien (LQ) yaitu dengan jalan membandingkan peranan

industri tersebut dengan peranan industri yang sama dalam perekonomian regional. (Glason dalam Aziz,1999:63).

2. Space Cost Theory

Teori ini dikemukakan oleh Adam Smith dari hasil studi analisis tentang lokasi industri secara geografi. Dari analisis ia menerapkan suatu pendekatan yang terbukti lebih praktis terhadap berbagia rumusan tentang teori lokasi industri menurut Adam Smith, lokasi yang paling menguntungkan/efisien bagi suatu industri adalah di mana penerimaan total lebih besar dari pada biaya total atas dasar asumsi maksimilisasi laba dan out put konstan, dan sebaliknya bila biaya total ternyata lebih besar dari biaya penerimaan total, maka lokasi tersebut adalah merugikan/tidak efisien. Analisis ini dapat dipergunakan pula untuk menentukan likasi industri dengan memperhitungkan antara faktor biaya dan pasar/permintaan. Dari segi pasar/permintaan antara lain dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat. Letak industri terhadap bahan mentah, kualitas dan kuantitas, tenaga kerja, sarana transportasi dan komunikasi faktor lingkungan dan pemerintah (pajak dan subsidi).


(35)

 

3. Teori Lokasi Industri

Menurut Weber dalam Sukirno (1909:56) adalah orang pertama yang menggarap teori tentang lokasi industri secara komprehensif. Teori lokasi dari Weber ini didasarkan dari penerapan teori Von Thunen yang berprinsip bahwa pengusaha akan memilih lokasi yang paling kecil. Untuk itu Weber mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi lokasi industri atau terbagi dalam dua kelompok yaitu :

a. Regional faktors, yaitu terdiri atas biaya pengangkutan dan tenaga

kerja.

b. Local faktors, yaitu kekuatan-kekuatan aglomerasi dan

deglomerasi, terutama letak dan sifat bahan mentah. 4. Teori Tempat Sentral

Teori ini dikenalkan oleh seorang geograf Jerman yang bernama Christaller pada tahun 1933. Ia mengemukakan konsep tentang pembentukan system kota, dari studi empiric konsep tersebut dikembangkan dari teori-teori yang sudah ada pada waktu itu yakni dari Weber (1909) dan Thunen (1826) dalam Sukirno (1999:58). Dikatakan bahwa kota adalah pusat atau sentralisasi kegiatan dari daerah sekitar yang kemudian disebut sebagai tempat sentral, yang menghubungkan perdagangan setempat dengan dunia luar. Sistem yang diciptakan didasarkan pada dua faktor lokasi yaitu biaya transfer dan aglomerasi ekonomi.


(36)

 

Dasar ekonomi dari Christaller (Sukirno;2001) adalah bahwa pusat kota pada umumnya merupakan pusat daerah yang produktif yang didukung oleh kondisi tanah yang produktif karena berbagai jasa penting harus disediakan, dengan demikian tempat sentral atau pusat kota tersebut bertindak sebagai pusat pelayanan bagi daerah belakang/daerah komplementer yaitu mensuplainya dengan barang dan jasa. Selanjutnya penduduk kota akan menyebar membentuk hierarki perkotaan yang merupakan sarana yang efisien untuk administrasi dan alokasi sumber kepada daerah-daerah. Dengan demikian distribusi ruang dari pusat-pusat kota ini akan menimbulkan dominasi dan polarisasi.

5. Teori Kutub Pertumbuhan

Teori ini dikembangkan berdasarkan teori tempat sentral Christaller (1909). Konsep-konsep dasar dan penyempurnaan serta pengembangan teori ini dilakukan oleh Perroux,’f, Boudenville, Hanssen, Hermansen, Hirchman dan Myrdal (1967). Dari berbagai tulisan para ahli mengenai kutub pertumbuhan tersebut, konsep-konsep ekonomi dasar dan perkembangan geogradiknya dapat didefinisikan sebagai berikut (Sukirno;2001:59):

a. Konsep Leading Industries dan perusahaan-perusahaan propulsip,

menyatakan pada pusat kutub pertumbuhan terdapat perusahaan

propulsip yang besar, yang termasuk dalam leading industries yang

mendominasi unit-unit ekonomi lainnya, ada kemungkinan bahwa sesuatu komplek industri hanya terdiri dari satu atau segelintir


(37)

 

perusahaan propulsip yang dominan. Lokasi yang geografik dari industri-industri seperti itu pada titik-titik local tertentu dalam suatu daerah mungkin disebabkan oleh beberapa faktor lokasi sumber daya alam, lokasi kemanfaatan-kemanfaatan buatan manusia/komunikasi atau tempat-tempat sentral berlandaskan kegiatan jasa yang sudah ada, dimana terdapat keuntungan-keuntungan karena prasarana dan tenaga kerja atau barangkali hanya bersifat kebetulan saja.

b. Konsep polarisasi menyatakan bahwa pertumbuhan yang cepat dari

Leading Industries” mendorong polarisasi dari unit-unit ekonomi

lainnya kedalam kutub pertumbuhan implisit dalam proses polarisasi ini adalah berbagai macam keuntungan aglomerasi (keuntungan ekstern dan intern dari skala). Polarisasi ekonomi ini pasti menimbulkan polarisasi geografik dengan mengalirnya sumber daya dan konsentrasi ekonomi pada pusat-pusat yang jumlahnya terbatas didalam suatu daerah bahkan kendatipun lokasi seperti tersebut seringkali tetap berkembang dengan baik karena adanya keuntungan-keuntungan aglomerasi.

c. Konsep “Spread Effect” menyatakan bahwa pada waktunya, kualitas

propulsip dinamik dari kutub pertumbuhan akan memancar keluar dan

memasuki uang disekitarnya. “Trickling Down” atau Spread Effect ini

sangat menarik bagi perencanaan regional dan telah memberikan sumbangan besar bagi kepopuleran teori ini pada waktu belakangan ini sebagai saran kebijaksanaan. Dari konsep ini maka dapatlah


(38)

 

disimpulkan sebagai suatu kerangka untuk memahami anatomi regional, teori ini memberikan suatu pelengkap dinamik yang sangat bermanfaat kepada teori tempat sentral dan walaupun mempunyai keterbatasan sangat berguna bagi perencanaan regional. Teori ini menampilkan banyak konsep yang berorientasi perencanaan.

Menekankan kemanfaatan-kemanfaatan komplek industri, “leading

industies”, pertubuhan yang berkutub dan keuntungan-keuntungan

aglomerasi dan “Spread Effect” yang ditimbulkan. Model ini cukup

jelas dalam menerangkan pertumbuhan hierarki kota yang menekankan interdependensi antara pusat kota dan daerah disekitarnya. Dari kondisi ini mungkin akan timbul persaingan antar daerah pelayanan masing-masing (Glasson,1997:154-156).

2.2.2 Pertumbuhan Ekonomi Regional

Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau perkembangan jika tingkat kegiatan ekonominya meninggkat atau lebih tinggi jika dibandingkan tahun sebelumnya.Dengan kata lain, prkembangannya baru terjadi jia barang dan jasa secara fisik yang dihasilkan pereonomian tersebut bertambah besar pada tahun – tahun berikutnya.Oleh karena itu, untuk melihat peningkatan jumlah barang yang dihasilkan maka pengaruh perubahan harga – harga terhadap nilai pendapatan daerah pada berbagai tahun harus dihilangkan.Caranya adalah dengan melakukan perhitungan pendapatan daerah didasarkan harga konstan.


(39)

 

Laju pertumbuhan ekonomi ppada suatu tahun tertentu dapat

dihitung dengan menggunakan rumus dibawah ini :

%

100

x

V

V

V

Yr

Gt

R R

t

  dimana Gt adalah tingkat pertumbuhan

ekonomi suatu daerah yang diyataan dalam persen, Yrt adalah pendapatan daerah riil pada tahun t, dan Yrt-1 adalah pendapatan daera riil pada tahun t-1

2.2.3 Pertumbuhan Ekonomi dan Pergeseran Struktural Perekonomian Daerah

Pertumbuhan ekonomi dan pergeseran struktural suatu perekonomian daerah ditentukan oleh tiga komponen yaitu :

1. Provicial share (Sp), yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan

atau pergeseran struktur perekonomian suatu daerah (kabupaten/kota) dengan melihat nilai PDRB daerah pengamatan pada periode awal yang dipengaruhi oleh pergeseran pertumbuhan perekonomian daerah yang lebih tinggi (provinsi). Hasil perhitungan tersebut akan menggambarkan peranan wilayah provinsi yang mempengaruhi pertambahan perekonomian kabupaten. Jika pertumbuhan kabupaten


(40)

 

2. Propotional (Industry-Mix) Shift adalah pertumbuhan nilai tambah

bruto suatu sektor i dibandingkan total sektor di tingkat provinsi.

3. Differential Shift (Sd), adalah perbedaan antara pertumbuhan ekonomi

daerah (kabupaten) dan nilai tambah bruto sektor yang sama di tingkat provinsi. Suatu daerah dapat saja memiliki keunggulan dibandingkan daerah lainnya karena lingkungan dapat mendorong sektor tertentu untuk tumbuh lebih cepat.

Menurut Glasson (1977), kedua komponen shift yaitu Sp dan Sd memisahkan unsur – unsur pertumbuhan regional yang bersifat eksternal dan internal: Sp merupakan akibat pengaruh unsur – unsur eksternal yang bekerja secara nasional (provinsi), sedangkan Sd adalah akibat dari pengaruh faktor – faktor yang bekerja di dalam daerah yang bersangkutan (Paul Sitohang, 1977)

Apabila nilai Sd dan Sp positif maka sektor yang bersangkutan dalam perekonomian daerah menempati pasisi yang baik untuk daerah yang bersangkut. Sebaliknya ,bila nilainya negatif maka perekonomian daerah sektor tersebut masih dapat diperbaiki , antara lain dengan membandingkannya terhadap struktur perekonomian provinsi. (Harry W. Richardson, 1978; 202)

2.2.4 Produk Domestik Regional Bruto


(41)

 

sebagaian selisih antara nilai bruto yang dinilsi atas dasar harga konstan yang diterima oleh produsen dikurangi pemakaian bahan baku dan penolong yang dininai atas dasar pembelian.

b. Gross Domestik Bruto adalah nilai barang jadi yang diproduksi dalam

negeri (Doembusch dan fisher, 1992:30).

c. Menurut Rosyidi (1997:203), salah satu pengukuran Produk Domestik

Bruto, dengan menghitung seluruh pengeluaran untuk penelitian barang dan jasa yang dihasilkan oleh Negara yang bersangkutan yaitu :

a. Konsumsi rumah tangga

b. Konsumsi pemerintah

c. Investasi Pemerintah dan swasta

d. Ekspor barang dan jasa

e. Impor barang dan jasa

d. GDP (Gros Domestik Bruto), merupakan cara untuk mengukur output

total menurut harga faktor produksi di dalam negeri dengan cara menjumlahkan nilai tengah dari setiap industri(Lipsey,dkk, 1992:50)

e. Produk Domestik Bruto adalah jumlah barang dan jasa akhir kali harga

sebagai alat produksi barang dan jasa suatu Negara ditmbah dengan hasil produksi barang dan jasa dan perusahaan asing (Partadireja, 1982:50)

f. Menurut Suparmoko (1991:205) yang dimaksud dengan permintaan

agregat (output total) adalah jumlah barang dan jasa yang akan dibeli


(42)

 

pendapatan tertentu serta variable-variabel tertentu, pendapatan tertentu serta variable ekonomi lainnya

g. Produk Domestik Regional Bruto adalah nilai total produksi barang dan

jasa yang diproduksi diwilayah regional tertentu dalam waktu tertentu/biasanya satu tahun. (Anonim 1995:1)

2.2.5 Pendekatan Perhitungan Produk Domestik Bruto

Cara perhitungan Produk Domestik Regional Bruto dapat diperoleh melalui tiga pendekatan yaitu pendekatan produksi, pendekatan Pendapatan, pendekatan pengeluaran yang selanjutnya dijelakan berikut :

A.Menurut Pendekatan Produksi

PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi disuatu wilayah dalam jangka waktu tertentu/satu tahun. Unit-unit produksi tersebut didalam penyajiannya dikelompokkan menjadi 9 sektor lapangan usaha yaitu :

a). Pertanian

b). Pertambangan dan Penggalian

c). Industri pengolahan

d). Listrik, Gas dan air bersih

e). Konstruksi

f). Perdagangan, Hotel danRestoran

g). Pengankutan Dan Komunikasi

h). Jasa Keuangan, Persewaan, dan jasa Perusahaan


(43)

 

B.Menurut pendekatan Pengeluaran

PDRB Produk Domestik Regional Bruto adalah penjumlahan semua komponen permintaan akhir yaitu :

a. Pengeluaran Konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang

tidak mencari untung.

b. Konsumsi Pemerintah

c. Pembentukan Modal tetap domestik bruto

d. Perubahan stok

e. Ekspor netto dalam jangka waktu tertentu biasanya satu tahun

C.Menurut Pendekatan Pendapatan

Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yang ikut srta dalam proses produksi disuatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan. Semua hitungan tersebut sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian Produk Domestik Regional Bruto, kecuali faktor pendapatan, termasuk semua komponen penyusutan dan pajak yak langsung netto. Jumlah semua komponen pendapatan ini menurut sektor disebut sebagai nilai tambah bruto sektoral. Produk Domestik Bruto merupakan nilai tambah bruto seluruh sektor/lapangan usaha. Dari tiga pendekatan perhitungan tersebut, secara seyogyanya jumlah pengeluaran tadi harus sama dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor produksinya. Selanjutnya Produk


(44)

 

Domestik Regional Bruto atas dasar harga pasar, karena mencakup komponen pajak tidak langsung (Anonim, 1995:3).

2.2.6 Produk Domestik Regional Bruto per Kapita

Bila Produk Domestik Regional Bruto dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun yang tinggal di wilayah ini, maka akan diperoleh suatu Produk Domestik Regional Bruto per kapita (Anonim,1995:4)

a. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan

Angka-angka pendapatan Regional atas dasar harga konstan 1993 sangat penting untuk melihat perkembangan riil dari tahun ketahun bagi setiap agregat ekonomi yang diamati. Agregat yang dimaksud tersebut dapat merupakan produk domestik regional bruto secara keseluruhan, nilai tambah sektoral/ Produk Domestik Regional Bruto sektoral ataupun komponen penggunaan produk domestik regional bruto. Pada dasarnya dikenal empat cara untuk memperoleh nilai tambah sektor atas dasar harga konstan, yaitu:

b. Revaluasi

Cara ini dilakukan dengan menilai produksi dan biaya antara masing-masing tahun dengan harga pada tahun dasar 1993. Hasilnya merupakan output dan biaya antara atas dasar harga konstan 1993. Selanjutnya nilai tambah bruto atas dasar harga konstan diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara atas dasar harga konstan 1993. Dalam praktek sangat sulit melakukan revaluasi terhadap biaya antara


(45)

 

yang digunakan, karena mencakup komponen input yang sangat beragam, disamping data harga yang tersedia tidak dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut. Oleh karena itu biaya antara atas dasar harga konstan masing-masing tahun dengan rasio (tetap) biaya antara terhadap output pada tahun dasar atau dengan rasio biaya antara terhadap output terhadap tahun berjalan.

c. Ekstrapolasi

Nilai tambah masing-masing tahun atas dasar harga konstan 1993 diperoleh dengan cara mengalikan nilai tambah pada tahun dasar 1993 dengan indeks ini bertindak sebagai ekstrapolasi yang dapat merupakan indeks dari masing-masing kuantum produksi yang dihasilkan ataupun indeks dari berbagi indikator kuantum produksi produksi lainnya seperti tenaga kerja, jumlah perusahaan yang dianggap cocok dengan jenis kegiatan yang sedang dihitung. Ekstrapolator dapat juga dilakukan terhadap output atas dasar harga konstan, kemudian dengan menggunakan rasio nilai tambah terhadap output akan diperoleh perkiraan nilai tambah atas dasar harga konstan.

d. Deflasi

Nilai tambah atas dasar harga konstan 1993 dapat diperoleh dengan cara membagi nilai tambah atas dasar harga berlaku pada masing-masing tahun dengan indeks harga. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator biasanya merupakan indeks harga konsumen. Tergantung indeks mana yang dianggap lebih cocok. Indeks harga


(46)

 

atas dasar harga yang berlaku diperoleh dengan mengalikan nilai tambah atas dasar harga konstan dengan indeks tersebut.

e. Deflasi berganda

Dalam deflasi berganda ini, dideflasikan adalah output dari biaya antara, sedangkan nilai tambah diperoleh dari selisih antara output antara hasil pendeflasian tersebut. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator biasanya merupakan indeks harga produsen atas harga perdagangan besar sesuai dengan cakupan komoditinya, sedangkan indeks harga untuk biaya antara adalah indeks harga dari komponen input besar. Dalam kenyataanya, sangat sulit melakukan deflasi terhadap biaya antara, disamping karena komponennya terlalu banyak, juga karena sulit dicari indeks harga yang cukup mewakili sebagai deflator. Oleh karena itu didalam perhitungan nilai tambah atas dasar harga konstan, deflasi berganda ini belum banyak dipakai, termasuk dalam publikasi ini.Perhitungan komponen penggunaan produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan juga dilakukan dengan menggunakan cara-cara diatas, tetapi mengingat terbatasnya data yang tersedia maka cara deflasi dan ekstrapolasi lebih banyak dipakai.

f. Pergeseran Tahun Dasar Perubahan Klasifikasi Sektor

Berdasarkan data historis, harga satuan maupun produksi atau indicator produksi yang digunakan untuk perhitungan Produk Domestik Regional Bruto mengalami perubahan tiap tahun. Hal ini menyebabkan


(47)

 

Regional Bruto akan berubah juga. Jika perubahan secara sektoral menunjukkan angka-angka yang proporsional maka sumbangan terhadap PDRB akan berubah juga dan akan relative sama dari tahun ke tahun. Akan tetapi boleh dikatakan bahwa fenomena tersebut jarang sekali terjadi, biasanya perkembangan setiap sektor tidak proporsional, misalnya beberapa sektor tertentu melajudengan cepat sedangkan sektor lainnya relative lamat. Akhirnya dalam jangka panjang sumbangan setiap sektor akan berubah secara nyata/signifikan. Perubahan ini dikenal dengan perubahan struktur ekonomi. Dalam keseharian, berubahan ekonomi menarik banyak pakar dan perencanaan ekonomi karena berarti juga bahwa dasar/base komposisi sektoral yang dianggap tulang punggung perekonomian harus ditinjau kembali. Demikian juga perekonomian ini menjadi faktor-faktor penentu dalam menilai prestasi-prestasi suatu negara, bangsa atau wilayah.(Anonim,1995:27).

g. Latar Belakang Perubahan Tahun Dasar

Landasan pemikiran dalam melakukan perubahan tahun dasar tersebut dapat diekspresikan dalam dua alasan pokok sebagi berikut :

1. Struktur ekonomi selama 10 tahun telah berubah dengan drastis

sehingga kurang relevan jika prestasi dan perkembangan ekonomi masih dihitung berdasarkan cerimanan struktur yang lama. Perubahan struktur, seperti yang telah bisebut, ditandai dengan


(48)

 

perubahan dominasi sektoral yang sebelumnnya berada pada sektor pertanian menjadi sektor industri sekarang ini.

2. Beberapa sektor mengalami perubahan data-data dasar, misalnya

cakupan komoditi dan kegiatan sebelumnya hanya ditampung dalam besaran mark-up yang sudah tidak mewakili lagi. Perubahan kegiatan ini telah diantisipasi sebelumnya tetapi belum diakomodasikan dalam perhitungan nilai tambah bruto karena jika dimasukkan hasilnya dapat mengakibatkan pertumbuhan yang melonjak pada tahun dimana kegiatan tersebut dimasukkan. Untuk itu perubahan tahun dasar merupakan kesempatan yang baik untuk melakukan beberapa perbaikan data dasar dan juga perbaikan metode perhitungan.(Anonim,1995:28)

Sejalan dengan pergeseran tahun dasar dari Produk Domestik Regional Bruto yang telah dilakukan dalam lingkup nasional. Kantor Statistik Propinsi Jawa Timur melakukan pergeseran tahun dasar Produk Domestik Regional Bruto dari tahun 1983. Keseragaman tahun dasar Produk Domestik Regional Bruto memungkinkan pengguna data dapat melakukan perbandingan pertumbuhan ekonomi antara nasional dan daerah, demikian juga perbandingan antar daerah.


(49)

 

2.2.7 Perubahan Klasifikasi Sektor

Klasifikasi sektor Produk Domestik Regional Bruto antara seri lama dan seri baru mengalami perubahan dari 11 sektor menjadi 9 sektor perubahan. Hal ini didasarkan pada dua alasan, yaitu :

1. Klasifikasi baru mengacu pada klasifikasi yang direkomendasikan

SNA 1993/ SNA-System of National Account buku acuan perhitungan

Produk Domestik Regional Bruto secara internasional yang direkomendasikan Perserikatan Bangsa Bangsa. Klasifikasi menjadi lebih umum dan bermanfaat untuk membandingkan data-data Produk Domestik Regional Bruto dengan negara-negara lain secara total maupun sektoral.

2. Klasifikasi baru pada umumnya lebih rinci pada tingkat subsektor

dengan maksud lebih berorientasi pada penggunaan data. Data yang lebih terinci akan lebih banyak kegunaannya dibanding dengan data yang terbatas rincianya. (Anonim,1995:29)

2.2.8 Alasan Pergeseran Tahun Dasar Dari 1983 ke1993

1. Pertumbuhan ekonomi di tahun dasar 1983 sudah tidak

menggambarkan pertumbuhan ekonomi secara realita. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa sebenarnya kontribusi sektor industri, yang mempunyai tingkat pertumbuhan tinggi, dalam


(50)

 

2. Terjadi perubahan struktur ekoonomi yang sangat nyata dari sektor

pertanian ke sektor industri sejak tahun 1991.

3. Pertumbuhan secara keseluruhan merupakan rata-rata pertumbuhan

ekonomi sektoral. Sehingga berdasarkan tahun dasar baru tingkat pertumbuhan ekonominya lebih tinggi. Hal ini dapat dibuktikan secara kuantitatif, karena perumusan tingkat pertumbuhan ekonomi dapat digambarkan sebagai berikut :

(Anatomi, 1995 : 30)

Y tot-1 = pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan pada tahun t

Iit = Tingkat pretumbuhan pada sektor I pada tahun t

W i(t-1) = Peranan/share sektor pada tahun sebelumnya (t-1)

4. Merupakan rekomendasi dari perserikatan bangsa-bangsa bahwa A

System Of National Account (SNA) supaya digunakan oleh seluruh

negara dunia

5. Pergeseran tahun dasar merupakan suatu hal yang dilakukan oleh

seluruh negara secara berkala .(Anonim,1995:30)

2.2.9 Instrumen Analisis yang Digunakan

1. Analisis Shift-Share

Alat analisis berasumsi bahwa perubahan perekonomian suatu periode merupakan kumulatif dari perubahan tahun-tahun sebelumnya. Alat ini


(51)

 

menganalisis beberapa komponen perubahan regional maupun daerah yang mempengaruhi struktur ekonomi daerah tersebut. Pendekatan ini mengansumsikan bahwa perubahan perekonomian suatu daerah dipengaruhi oleh variabel dari kesatuan wilayah lebih jelas luas yaitu dalam hal ini kabupaten atas komponen pertumbuhan perekonomian, bauran industri, dan keunggulan kompetitif.

Analisis shift–share digunakan untuk menganalisis dan mengetahui

pergeseran dan peranan perekonomian di daerah. Metode itu dipakai untuk mengamati struktur perekonomian dan pergeserannya dengan cara menekankan pertumbuhan sektor di daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang sama pada tingkat daerah yang lebih tinggi atau nasional.

Analisis tersebut dapat digunakan untuk mengkaji pergeseran struktur perekonomian daerah dalam kaitannya dengan peningkatan perekonomian daerah yang bertingkat lebih tinggi. Perekonomian daerah yang didominasi oleh sektor yang lamban pertumbuhannya akan tumbuh di bawah tingkat pertumbuhan perekonomian daerah di atasnya. Data yang biasa digunakan untuk analisis shift-share adalah pendapatan per kapita (Y/P), PDRB (Y) atau Tenaga kerja (e) dengan tahun pengamatan pada rentang waktu tertentu, misalnya 1997–2002. Metode analisis ini dapat digunakan untuk memproyeksikan pertumbuhan ekonomi suatu daerah dan sebagai alat analisis dalam riset pembangunan pedesaan (Tambunan, 1996) Teknik analisis ini diawali dengan perhitungan perubahan PDRB suatu sektor di suatu daerah


(52)

 

∆Qtij = Qtij—Qoij ………. (1)

Dimana :

∆Qtij = Perubahan PDRB

Qtij = PDRB Sektori daerah kecamatan periode tahun t

Qtij = PDRB Sektori daerah kecamatan periode dasar

Teknik analisis dibagi menjadi 3 komponen utama, yaitu bangsa regional, pergeseran proposional dan pengeseran yang berbeda, maka persamaan (1) dapat diperluas menjadi :

+ Q ………. (2)

PRij = ……… (3)

Dimana

Yt = PDRB Kabupaten periode tahun t

Yo = PDRB Kabupaten pada periode tahun dasar

Qi = PDRB Kabupaten sektor i pada tahun t

Qio = PDRB Kabupaten sektor i pada tahun dasar

Qijt = PDRB kecamatan pada tahun t

Qijt = PDRB kecamatan pada tahun dasar

Dari hasil perhitungan tersebut dapat diartikan bahwa bila :

1) PR < ∆Qtij maka pertumbuhan produksi di daerah tersebut cenderung

mendorong pertumbuhan kabupaten.

2) PR > ∆Qtij maka pertumbuhan produksi di daerah tersebut cenderung akan


(53)

 

2.3. Kerangka Pikir

Satuan Wilayah Pembangunan merupakan gabungan dari beberapa Kabupaten/Kotamadya. Satuan Wilayah Pembangunan di Jawa Timur terbagi menjadi 9 Satuan Wilayah Pembangunan. Dalam penelitian kali ini yang dijadikan objek adalah Satuan Wilayah Pembangunan Kabupaten Gresik dan Surabaya untuk ditentukan sektor-sektor mana yang dapat dijadikan sebagai sektor unggulan untuk dijadikan prioritas pembangunan yang bertujuan untuk memicu pertumbuhan sektor-sektor lainnya dengan harapan dapat meningkatkan pendapatan pada Satuan Wilayah Pembangunan tersebut sedangkan sektor yang dimaksud meliputi :

1. Sektor Pertanian

2. Sektor Pertambangan dan Penggalian

3. Sektor Industri Pengolahan

4. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih

5. Sektor Konstruksi

6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

7. Sektor Pengangkatan dan Komunikasi

8. Sektor Jasa Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan


(54)

 

Gambar : Kerangka Pikir

Kabupaten Gresik

Klasifikasi Sektor :

1. Sektor Pertanian

2. Sektor Pertambangan dan Penggalian

3. Sektor Industri Pengolahan

4. SektorListrik, Gas dan Air Bersih

5. Sektor Konstruksi

6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

8. Sektor Jasa Keuangan, Persewaan dan

Jasa Perusahaan

9. Sektor Jasa-Jasa 

Mendorong/menghambat pertumbuhan PDRB Di Kabupaten Gresik

18 Kecamatan Di Kabupaten Gresik


(55)

 

2.4. Hipotesis

1) Diduga ada beberapa sektor ekonomi perkecamatan yang mendorong

pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Gresik.

2) Diduga ada beberapa sektor ekonomi perkecamatan yang menghambat

pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Gresik.

3) Diduga sektor industri pengolahan merupakan sektor yang dominan


(56)

 

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Dalam menganalisis sektor-sektor yang akan dijadikan sektor unggulan agar dapat terarah pada pokok permasalahannya baik itu untuk uji

Locationt Quotient maupun Index Sektoral, maka definisi operasional

variabel adalah sebagai berikut :

1. Sektor Pertanian

Sektor pertanian ini terbagi menjadi lima bagian subsektor yaitu :

a. Tanaman Bahan Makanan

Subsektor ini mencakup komiditi bahan makanan seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kacang kedele, sayur-sayuran, buah-buahan, kentang, kacang hijau, dan tanaman pangan lainnya

b. Tanaman Perkebunan Rakyat

1) Tanaman Perkebunan Rakyat

Komiditi yang dicakup adalah hasil tanaman perkebunan yang diusahakan oleh rakyat seperti jambu mete, kelapa, kopi, kapok,


(57)

 

produk ikutannya dan hasil-hasilnya pengelola sederhana seperti minyak kelapa, tembakau olahan, kopi olahan, dan teh olah

2) Tanaman Perkebunan Besar

Kegiatan yang dicakup subsektor ini adalah kegiatan yang memproduksi komoditi perkebunan yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan besar seperti karet, teh, kopi, coklat, minyak sawit, tebu, rami dan tanaman lainnya

3) Peternakan dan Hasil-hasilnya

Subsektor ini mencakup produksi ternak besar, ternak kecil unggas maupun hasil-hasil ternak seperti sapi, kerbau, kuda, babi, kambing, serta hasil pemotongan ternak. Produksi ternak diperkirakan sama dengan jumlah ternak yang dipotong ditambah perubahan stok populasi ternak dan eksport netto ternak.

4) Kehutanan

Subsektor kehutanan mencakup penebangan kayu, pengambilan hasil-hasil hutan lainnya dan pemburuan. Kegiatan penebangan kayu menghasilkan kayu gelondongan, kayu bakar, dan arang. Sedangkan hasil kegiatan pengambilan hasil hutan lainnya berupa dammar, rotan, kulit kayu, kopal, akar-akaran, dan sebagainya. Hasilnya perburuan binatang-binatang liar seperti


(58)

 

bagi rusa, penyu, buaya, ular dan sebagainya; termasuk hasil kegiatan di subsektor ini.

5) Perikanan

Komoditi yang dicakup adalah semua hasil dari perikanan laut, perairan umum, tambak kolam sawah, serta pengolahan sederhana (penggaraman dan pengeringan ikan)

2. Sektor Pertambangan dan Penggalian

Komoditi yang dicakup dalam sektor ini adalah minyak mentah, dan gas bumi yodium, biji besi, belerang, serta segala jenis penggalian.

3. Sektor Industri Pengolahan

Sektor ini terdiri dari tiga subsektor yaitu subsektor industri berat/sedang, kerajinan rumah tangga dan industri pengilangan minyak.

a. Industri Berat dan Sedang

Ruang lingkup dan metode perhitungan nilai tambah bruto industri besar dan sedang atas dasar harga konstan berdasarkan survey tahunan.

b. Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga

Angka-angka output dan nilai tambah subsektor industri kecil dan kerajinan rumah tangga diperoleh dengan pendekatan produksi yaitu


(59)

 

dengan mengalikan rata-rata output per tenaga yang bekerja disubsektor industri kecil dan kerajinan rumah tangga.

c. Industri Pengilangan Minyak

Data produksi industri pengilangan minyak seperti premium, minyak tanah, minyak diesel, avigas avtur, dan sebagainya

4. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih

Data produksi yang disajikan adalah data dari perusahaan Listrik Negara, produksi Perusahaan Negara Gas, dan Perusahaan Daerah Air Minum

a. Listrik

Subsektor ini mencakup semua kegiatan kelistrikan, baik yang diusahakan oleh Perusahaan Listril Negara maupun non Perusahaan Listri Negara

b. Gas

Komoditi yang dicakup subsektor ini adalah gas produksi perusahaan Negara Gas Surabaya

c. Air Bersih

Subsektor ini mencakup air minum yang diusahakan perusahaan air minum


(60)

 

5. Sektor Konstruksi

Sektor konstruksi mencakup semua kegiatan pembangunan fisik kontruksi, baik berupa gedung, jalan jembatan, terminal, pelabuhan, dan irigasi, maupun jaringan listrik gas air minum, telepon, dan sebagainya

6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

Sektor ini mencakup tiga subsektor yang akan diuraikan sebagai berikut di bawah ini

a. Perdagangan besar dan eceran

Perhitungan nilai tambah subsektor perdagangan yang dilakukan

dengan pendekatan arus barang commodity flow, yaitu dengan

menghitung besarnya nilai komoditi pertanian, pertambangan dan penggalian, industri, serta komoditi import yang diperdagangkan.

b. Hotel

Kegiatan subsektor mencakup semua hotel, baik berbintang maupun tidak ada serta berbagai jenis penginapan lainnya

c. Restoran

Kerena belum tersedia data restoran secara lengkap, maka output dari subsektor ini diperoleh dari perkalian antara jumlah tenaga kerja yang bekerja di restoran dari hasil sensus penduduk tahun 1980 dan Survey Penduduk Antar Sensus 1985 (SUPAS 1985) beserta


(61)

 

pertumbuhannya dengan output per tenaga kerja dari hasil survey khusus pendapatan regional.

7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

Sektor ini mencakup kegiatan pengangkutan umum untuk barang dan penumpang, baik melalui darat, laut, sungai/danau, dan udara. Sektor ini mencakup pula jasa penunjang angkutan dan komunikasi.

a. Angkutan Kereta Api

Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku dihitung berdasarkan data yang diperoleh dari laporan tahunan Perusahaan Umum Kereta Api.

b. Angkutan Jalan Raya

Subsektor ini meliputi kegiatan pengangkutan barang dan penumpang yang dilakukan oleh perusahaan angkutan umum baik bermotor, seperti bus, truk, becak, taksu, dokar dan sebagainya.

c. Angkutan Laut / Air

Subsektor angkutan laut/air meliputi kegiatan pengangkutan penumpang dan barang dengan menggunakan kapal yang diusahakan oleh perusahaan pelayaran limik nasional, baik yang melakukan trayek dalam negeri maupun internasional.


(62)

 

d. Angkutan Udara

Sektor ini mencakup kegiatan pengangkutan penumpang, barang dan kegiatan lain yang berkaitan dengan penerbangan yang dilakukan oleh penerbangan milik nasional

e. Jasa Penunjang Angkutan

Meliputi kegiatan pemberian jasa dan penyediaan fasilitas yang sifatnya menunjang dan berkaitan dengan kegiatan pengangkutan, seperti terminal dan parkirm ekspedisi, dan bongkat muat, penyimpanan dan pergudangan serta jasa penunjang angkutan lainnya

1) Terminal dan Perparkiran

Mencakup kegiatan pemberian pelayanan dan pengaturan lalu lintas kendaraan/armada yang membongkar atau mengisi muatan, baik barang maupun penumpang, seperti kegiatan terminal dan parkir, pelabuhan laut, pelabuhan udara.

2) Bongkar / Muat

Kegiatan bongkar/muat mencakup pemberian pelayanan bongkar muat angkutan barang melalui laut dan darat.

f. Komunikasi


(63)

 

1) Pos dan Giro

Kegiatan ini meliputi pemberian jasa pos dan giro seperti pengiriman surat, wesel, paket, jasa tabungan dan sebagainya

2) Telekomunikasi

Kegiatan ini mencakup pemberian jasa dalam hal pemakaian hubungan telepon, telegram, dan teleks

3) Jasa Penunjang Kominikasi

Kegiatan subsertor ini mencakup pemberian jasa dan penyelidikan fasilitas yang sifatnya menunjang kegiatan komunikasi seperti wesel, warpostel, radio, telapon seluler/ponsel

8. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

Sektor, ini meliputi kegiatan perbankan lembaga keuangan bukan bank, jasa penunjang keuangan, sewa bangunan dan jasa perusahaan.

1) Bank

Angka nilai tambah bruto subsektor bank atas dasar harga berlaku diperoleh dari Bank Indonesia.

2) Lembaga Keuangan bukan Bank


(64)

 

3) Jasa Penunjang Keuangan

Kegiatan jasa penunjang keuangan meliputi berbagai kegiatan ekonomi antara lain : bursa efek, Surabaya, perdagangan valuta asing, perusahaan anjak piutang dan modak ventura.

4) Sewa Bangunan

Subsektor ini mencakup semua kegiatan jasa atas penggunaan rumah bangunan sebagai tempat tinggal, tanpa memperhatikan apakah bangunan itu milik sendiri atau disewakan.

5) Jasa Perusahaan

Subsektor ini mencakup semua kegiatan jasa pengacara, jasa akuntan, biro arsitektur jasa pengolahan data, jasa periklanan, dan sebagainya.

9. Sektor Jasa-jasa

Sektor jasa-jasa dibagi lagi menjadi beberapa subsektor, yaitu :

1) Jasa Pemerintah Umum

Nilai tambah bruto subsektor ini terdiri dari upah dan gaji rutin pegawai pemerintah pusat dan daerah


(65)

 

Subsektor ini mencakup jasa pendidikan, jasa kesehatan, serta jasa kemasyarakatan lainnya seperti jasa penelitian, jasa palang merah, panti asuhan, yayasan pemeliharaan anak cacat, dan rumah ibadah.

3.2. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang diambil dari tahun 10 (sepuluh) tahun sampai dengan 1996 – 2007.

2. Sumber Data

Sumber data diperoleh Kantor Statistik Propinsi Jawa Timur, Perpustakaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran“ Jawa Timur, dan perpustakaan-perpustakaan lainnya baik itu milik lembaga pendidikan ataupun pemerintah daerah Jawa Timur.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu:

1. Studi Kepustakaan

Pengumpulan data yang dilakukan dengan membaca buku – buku literature sebagai bahan pustaka yang dapat menunjang masukan yang dibahas dalam skripsi ini

2. Studi Lapangan

Penelitian lapangan ini dimaksudkan untuk mendapatkan data-data sekunder yang diperlukan untuk penulisan skripsi, data laporan, catatan–


(66)

 

catatan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas pada lembaga-lembaga yang disebutkan diatas.

3.4. Analisis dan Uji Hipotesis

Dalam penelitian ini untuk menentukan sektor unggulan yang dapat dijadikan prioritas pembangunan, teknik analisa dilakukan berdasarkan informasi yang diperoleh dari data-data yang dikumpulkan dan diolah kembali diduga bahwa di kecamatan yang ada di Gresik pertumbuhan ekonominya mendorong pertumbuhan evaluasi di Kabupaten Gresik.

1. Analisis Shift-Share

Alat analisis berasumsi bahwa perubahan perekonomian suatu periode merupakan kumulatif dari perubahan tahun-tahun sebelumnya. Alat ini menganalisis beberapa komponen perubahan regional maupun daerah yang mempengaruhi struktur ekonomi daerah tersebut. Pendekatan ini mengansumsikan bahwa perubahan perekonomian suatu daerah dipengaruhi oleh variabel dari kesatuan wilayah lebih jelas luas yaitu dalam hal ini Kabupaten atas komponen pertumbuhan perekonomian, bauran industri, dan keunggulan kompetitif.

Metode analisis ini dapat digunakan untuk memproyeksikan pertumbuhan ekonomi suatu daerah dan sebagai alat analisis dalam riset pembangunan pedesaan (Tambunan, 1996:33)


(67)

 

∆Qtij = Qtij—Qoij ………. (1)

Dimana :

∆Qtij = Perubahan PDRB

Qtij = PDRB Sektor i daerah kecamatan periode tahun t

Q0ij = PDRB Sektor i daerah kecamatan periode dasar

Teknik analisis dibagi menjadi 3 komponen utama, yaitu bangsa regional, pergeseran proposional dan pengeseran yang berbeda, maka persamaan (1) dapat diperluas menjadi:

+ Q ………. (2)

PRij = ……… (3)

Dimana

Yt = PDRB Kabupaten periode tahun t

Yo = PDRB Kabupaten pada periode tahun dasar

Qi = PDRB Kabupaten sektor i pada tahun t

Qio = PDRB Kabupaten sektor i pada tahun dasar

Qijt = PDRB kecamatan pada tahun t

Qijt = PDRB kecamatan pada tahun dasar

Dari hasil perhitungan tersebut dapat diartikan bahwa bila :

3) PR < ∆Qtij maka pertumbuhan produksi di daerah tersebut cenderung

mendorong pertumbuhan kabupaten.

4) PR > ∆Qtij maka pertumbuhan produksi di daerah tersebut cenderung akan


(68)

 

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1995, Produk Domestik Regional Bruto Daerah Tingkat I Jawa Timur 1994. Pergeseran Tahun Dasar Dan Estimasi Produk Domestik Regional Bruto Daerah Tingkat I Jawa Timur Tahun 1995, Badan Pusat Statistik Jawa Timur, Surabaya.

---, 1998, Produk Domestik Regional Bruto Daerah Tingkat I Jawa Timur, Badan Pusat Statistik Daerah Tingkat I Jawa Timur, Surabaya.

---, 2002, Kabupaten Bojonegoro Dalam Angka, Badan Pusat Statistik Daerah Tingkat I Jawa Timur, Surabaya.

---, 2002, Kabupaten Tuban Dalam Angka, Badan Pusat Statistik Daerah Tingkat I Jawa Timur, Surabaya.

Aprianto, Dwi. H, 2001, “Beberapa faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan

Ekonomi Di Daerah Istimewa Yogyakarta ” Skirisip Fakultas Ekonomi,

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Arsyad Lincoln, 1999 Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, BPFE Yogyakarta,

Iqomadin, 1999, Analisis Ekonomi Regional Disatuan Wilayah Pembangunan I Gerbangkertasusila Penerapan Teori Basis Ekonomi Tahun 1993-1996. Skripsi Fakultas Universitas Airlangga, Surabaya.

Kusumadewa, 1977, Analisis Lokasi Untuk Perencanaan Pusat-Pusat Pelayanan, Prisma No. 11 Edisi Bulan November, Jakarta.

Listyowati, 1999, Analisis aspek-aspk aglomerasi ekonomi di Surabaya, Skripsi Fakultas Universitas Airlangga, Surabaya.

Mujib, Saerofi, 2005, Analisis pertumbuhan ekonomi dan pengembangan sektor potensial di kabupaten semarang (pendekatan model basis ekonomi dan SWOT), Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Prasetyo Aziz, 1999, Ilmu Ekonomi Regional dan Beberapa Aplikasinya Di Indonesia, Edisi Revisi, Lembaga Penerbit FE-VI, Jakarta

Prasojo, Dwi Agus, 1998, Peranan Pengeluaran Pemerintah Pusat Untuk Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah Tingkat I Jawa Timur Tahun 1990-1991, Skripsi Fakultas Universitas Airlangga, Surabaya.

Partadireja, 1982, Gross Domestik Bruto, Lembaga Penerbit UGM Press, Yogyakarta


(69)

 

Rosyidi,1997, Kajian Ekonomi Dalam Pembangunan Daerah di Indonesia, Penerbit BPFE-UGM, Yogyakarta.

Sophiayani, Rahman, 1999, Implementasi Pembangunan Daerah Tingkat II Dalam Kaitan Pengembangan Perwilayahan Pembangunan di Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) VIII Madiun, Skripsi Fakultas Universitas Airlangga, Surabaya.

Sukirno, Sadono, 2001, Beberapa Aspek Dalam Persoalan Pembangunan dan Otonomi Daerah, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Soepono, Prasetyo. 1999. Analisis shift share perkembangan dan penerapan. Dalam jurnal ekonomi dan bisnis Indonesia, UGM, Yogyakarta.

Suparmoko, 1991, Gross Domestik Bruto, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Tjokroamidjojo, Bintoro, 2001, Perencanaan Pembangunan, Edisi ke delapan, Gunung Agung, Jakarta.

Tambunan, Tulus, 1996, Perencanaan Pembangunan, Edisi ke lima, Gramedia, Jakarta. 

Yukanti, Sriyatiningsih, 1999, “Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi

Pertumbuhan Ekonomi Di DATI II Kabupaten Trenggalek”. Skripsi

Fakultas Ekonomi, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur


(1)

dimana diketahui nilai P.S: (2,386,444.62) < 0, untuk. Sektor ini merupakan faktor yang pertumbuhannnya relatif lebih lambat tingkat ekonomi di propinsi 8. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dan komunikasi memiliki

nilai PS < 0 maka pertumbuhan produksi di daerah tersebut cenderung menghambat pertumbuhan kabupaten, dimana diketahui nilai P.S: (2,615,927.37) < 0, untuk. Sektor ini merupakan faktor yang pertumbuhannnya

relatif lebih lambat tingkat ekonomi di propinsi.

9. Sektor jasa-jasa memiliki nilai P.S < 0 maka pertumbuhan produksi di daerah tersebut cenderung menghambat pertumbuhan kabupaten, dimana diketahui nilai P.S: (2,266,086,362.50) < 0, untuk. Sektor ini merupakan faktor yang

pertumbuhannnya relatif lebih lambat tingkat ekonomi di propinsi.

Tabel 4.4. Perhitungan Differensial Share Kabupaten Gresik

No

SEKTOR

Differensial Share Hasil

1 Pertanian Rp 694,008,562,682.37 +

2 Pertambangan dan Penggalian Rp (273,749,131,494.13) +

3 Industri Pengolahan Rp (20,274,803,953,551.30) +

4 Listrik, Gas dan Air Bersih Rp (333,291,793,453.22) +

5 Konstruksi Rp 48,862,502.95 +

6 Perdagangan, Hotel, Restaurant Rp (147,991,895.22) + 7 Pengangkutan dan Komunikasi Rp (3,591,716.55) + 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan Rp (3,768,315.17) -

9 Jasa-Jasa Rp (4,578,419,383.46) +

JUMLAH Rp (20,192,521,224,623.70)

Sumber :BPS,2009, data diolah

Berdasarkan analisis data dengan menggunakan metode analisis shift share dengan differensial share diketahui bahwa dari sembilan sektoral Daerah kabupaten Gresik, diketahui kontribusi PDRB dari tiap sektoral yang mendorong pertumbuhan ekonomi lebih cepat daripada sektor lainnya di Daerah Tingkat II


(2)

kabupaten Gresik terdapat, untuk lebih jelasnya akan dikemukakan datanya adalah sebagai berikut:

1. Sektor Pertanian memiliki nilai DS < 0 maka pertumbuhan produksi di daerah tersebut cenderung mendorong pertumbuhan kabupaten, dimana diketahui nilai P.R:694,006,747,731.76> 0. Sektor ini pertumbuhannnya relatif cepat dibandingkan sektor yang lain.

2. Sektor pertambangan dan penggalian memiliki nilai DS < 0 maka pertumbuhan produksi di daerah tersebut cenderung mendorong pertumbuhan kabupaten, dimana diketahui nilai DS: (273,749,131,494.13) < 0. untuk. Sektor

ini merupakan faktor yang pertumbuhannnya relatif lebih cepat.

3. Sektor industri pengolahan memiliki nilai DS < 0 maka pertumbuhan produksi di daerah tersebut cenderung menunjang pertumbuhan kabupaten, dimana diketahui nilaiDS: (20,274,803,953,551.30) < 0. untuk. Sektor ini

pertumbuhannnya relatif lebih cepat dibandingkan sektoral lainnya di kabupaten Gresik

4. Sektor listrik, gas dan air bersih memiliki nilai DS < 0 maka pertumbuhan produksi di daerah tersebut cenderung menunjang pertumbuhan kabupaten, dimana diketahui nilai DS: (333,291,793,453.22) < 0 untuk. Sektor ini

pertumbuhannnya relatif lebih cepat dibandingkan sektoral lainnya di kabupaten Gresik

5. Sektor konstruksi memiliki nilai DS > 0 maka pertumbuhan produksi di daerah tersebut cenderung menunjang pertumbuhan kabupaten, dimana


(3)

diketahui nilai DS: 48,862,502.95 > 0, untuk. Sektor ini pertumbuhannnya

relatif lebih cepat dibandingkan sektoral lainnya di kabupaten Gresik.

6. Sektor perdagangan, hotel dan restauran memiliki nilai DS < 0 maka pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut cenderung menunjang pertumbuhan ekonomi kabupaten Gresik, dimana diketahui nilai DS:(147,991,895.22) < 0,

untuk. Sektor ini pertumbuhannnya relatif lebih cepat dibandingkan sektoral lainnya di kabupaten Gresik.

7. Sektor pengangkutan dan komunikasi memiliki nilai DS > 0 maka pertumbuhan produksi di daerah tersebut cenderung menunjang pertumbuhan ekonomi kabupaten Gresik dimana diketahui nilai DS: (2,386,444.62) < 0,

untuk. Sektor ini pertumbuhannnya relatif lebih cepat dibandingkan sektoral lainnya di kabupaten Gresik.

8. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dan komunikasi memiliki nilai DS > 0 maka pertumbuhan produksi di daerah tersebut cenderung menunjang pertumbuhan ekonomi kabupaten Gresik, dimana diketahui nilai DS: (3,768,315.17) < 0, untuk. Sektor ini merupakan faktor yang

pertumbuhannnya relatif lebih lambat tingkat ekonomi di propinsi.

9. Sektor jasa-jasa memiliki nilai DS < 0 maka pertumbuhan produksi di daerah tersebut cenderung menunjang pertumbuhan kabupaten Gresik, dimana diketahui nilai DS: (2,266,086,362.50) < 0, untuk. Sektor ini merupakan faktor yang pertumbuhannnya relatif lebih lambat tingkat ekonomi di propinsi.


(4)

4.4. Pembahasan

Dari hasil analisis yang dilakukan bahwa dari kesembilan sektoral pada kabupaten Gresik adalah sebagai berikut:

1). Diduga ada beberapa sektor ekonomi kabupaten Gresik pada yang mendorong pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Gresik. Dari uraian yang telah di analisis bahwa dari kesembilan sektor tersebut kesemuanya mendorong semua sektor ekonomi di Kabupaten Gresik

2). Diduga ada beberapa sektor ekonomi pada kabupaten Gresik yang menghambat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Gresik. Dari uraian yang telah di analisis bahwa dari kesembilan sektor tersebut kesemuanya tidak ada sektor yang menghambat pertumbuahan ekonomi di Kabupaten Gresik.

3). Diduga sektor industri pengolahan merupakan sektor yang dominan mendorong pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Gresik. Dari uraian yang telah di analisis bahwa dari kesembilan sektor tersebut terdapat sektoral yang memiliki pengaruh dominan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Gresik yaitu, sektor listrik, gas dan air bersih, kemudian sektor industri dan sektor pertambangan dan penggalian.


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Setelah mengetahui keberadaan dan kajian analisis dari permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini, maka selanjutnya akan dikemukakan temuan-temuan penelitian yang dapat menjadi kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini, dimana tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kondisi masing-masing sektoral yang mendorong atau menghambat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Gresik, maka berdasarkan pelaksanaan analisis dengan menggunakan metode shift share diketahui, bahwa dari 9 sektoral yang terdapat di Kabupaten Gresik, pada periode tahun 2006-2007, ternyata kesembilan sektoral tersebut mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Gresik secara menyeluruh. 2. Kecamatan-Kecamatan yang termasuk kategori pendorong pertumbuhan

ekonomi di Kabupaten Gresik pertumbuhan ekonomi tersebut cenderung menghambat/kurang mendorong pertumbuhan Kabupaten Gresik.

5.2. Saran

Setelah mengetahui kondisi akhir dari penelitian ini yaitu ditemukannya hanya enam Kecamatan yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Gresik, maka selanjutnya dapat dikemukakan saran yang


(6)

sekiuranya dapat bermanfaat dan mampu memberikan solusi adalah sebagai berikut:

1. Pelaksanaan pembangunan dengan prioritas kebangkitan ekonomi dari dampak musibah.

2. Dalam penghitungan atau pengolahan PDRB tidak lepas adanya kelemahan (faktor-faktor pembatas), yang dihadapi dalam setiap tahunnya, maka perlu terus diadakan peningkatan kemampuan personal yang melaksanakan dan dilengkapi dengan sarana serta dilakukan penambahan SKPR (Satuan Kerja Perangkat Regional) di seluruh sektor sesuai lapangan.

3. Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi berarti peningkatan kemampuan berproduksi suatu perekonomian daerah, sehingga diharapkan akan dapat meningkatkan produksi regional. Hal ini dapat dicapai bila kemampuan berproduksi usaha/perusahaan dapat terus dijaga dan dipelihara. Untuk mempertahankan kemampuan berproduksi atau mempertahankan laju pertumbuhan dan pemerataan ekonomi adalah dengan meningkatkan dan menciptakan investasi baru serta meningkatkan produktivitas usaha.

4. Perlunya penelitian yang lebih lanjut mengenai perkembangan perekonomian di kabupaten dengan menambahkan beberapa faktor atau variabel-variabel yang dirasakan dapat membantu upaya-upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara regional, serta dapat meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan guna memberikan kontribusi yang positif bagi pengembangan potensi dan sumberdaya regional di masa mendatang.