MODEL BIMBINGAN PENGEMBANGAN UNTUK MENINGKATKAN KEMATANGAN KARIER MAHASISWA : Penelitian dan Pengembangan di Universitas Sebelas Maret Surakarta.

(1)

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

UNGKAPAN RASA TERIMA KASIH ... viii

MOTTO ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR DIAGRAM... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ………... xvii

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Pertanyaan Penelitian ... 12

D. Tujuan Penelitian ... 13

E. Asumsi ... 13

F. Difinisi Operasional Variabel-Variabel Penelitian ... 15

G. Manfaat penelitian ... 19

BAB II: BIMBINGAN PENGEMBANGAN DAN KEMATANGAN KARIR... 22

A. Bimbingan Pengembangan... 22

1. Konsep Dasar Bimbingan Pengembangan ... 22

2. Tujuan Bimbingan di Perguruan Tinggi ... 31

3. Tugas dan Peranan Konselor di Perguruan Tinggi ... 52

B. Kematangan Karier Mahasiswa ... 74

1. Konsep Dasar Kematangan Karier ... 74

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematangan Karier ... 76

3. Dimensi-Dimensi Kematangan Karier ... 79

4. Karakteristik Mahasiswa ... 85

5. Ciri-ciri Mahasiswa yang Memiliki Kematangan Karier... 89

6. Pengaruh Bimbingan Pengembangan terhadap Peningkatan Kematangan Karier Mahasiswa ... 96

C. Rumusan Hipotesis ... 100


(2)

B. Subyek Penelitian ... 106

C. Prosedur Penelitian ... 107

BAB IV: HASIL PENELITIAN ... 122

A. Diskripsi Data ... 122

B. Analisis Data ... 170

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 177

BAB V: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 187

A. Kesimpulan ... 187

B. Rekomendasi ... 194

DAFTAR PUSTAKA ... 197

LAMPIRAN – LAMPIRAN ... 201


(3)

DAFTAR DIAGRAM

1.Tahapan Pengembangan Model Bimbingan Pengembangan untuk Meningkatkan Kematangan Karir Mahasiswa ... 121

2. Tahapan Pelaksanaan Bimbingan Pengembangan untuk


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Explanatory Mixed Design ... 103


(5)

1.Kisi-kisi Pedoman Wawancara Implementasi Aktual BK di UNS ... 108

2. Kisi-kisi Angket Tentang Asesmen Kebutuhan Mahasiswa akan Bimbingan dari Konselor untuk Meningkatkan Kematangan Karir ... 110

3. Kisi-kisi Sikap Mahasiswa Berkaitan dengan Karir ... 112

4. Kisi-kisi Kompetensi Mahasiswa Berkaitan dengan Karir ... 114

5. Klasifikasi Kematangan Karir Mahasiswa ... 116

6. Jadwal Pelaksanaan Bimbingan ...170

7. Skor Kematangan Karir Form 1 Mahasiswa Kelompok Eksperimen...171

8. Skor Kematangan Karir Mahasiswa Form 1 Sesudah Bimbingan ...171

9. Skor Kematangan Karir Mahasiswa Form 1 Kelompok Kontrol Awal... 172

10.Skor Kematangan Karir Mahasiswa Form 2 Kelompok Kontrol Akhir... 172

11. Skor Kematangan Karir Mahasiswa Form 2 Kelompok Eksperimen Sebelum... 173

12. Skor Kematangan Karir Mahasiswa Form 2 Kelompok Eksperimen Sesudah ... 173

13. Skor Kematangan Karir Mahasiswa Form 2 Kelompok Kontrol Awal... 174

14. Skor Kematangan Karir Mahasiswa Form 2 Kelompok Kontrol Akhir ...174

15. Perhitungan Statistik Kematangan Karir Berkaitan dengan Sikap Antara Kelompok Eksperimen dengan Kelompok Kontrol ... 175

16. Hasil Perhitungan ANACOVA antara Kelompok Eksperimen dengan Kelompok Kontrol ... 175

17. Hasil Perhitungan ANACOVA antara Kelompok Eksperimen dengan Kelompok Kontrol ... 175

18. Hasil Perhitungan T test antara Kelompok Eksperimen dengan Kelompok Kontrol ... 176


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

1.Data Rata-rata IPK Wisudawan S1 UNS Periode Desember 2003 –

5 Maret 2005 ... 202

2. Data Lama Studi Wisudawan S1 UNS Periode September 2003 – 5 Maret 2005 ………... 202

3. Asesmen Kebutuhan Mahasiswa ...…... 203

4. Hasil Akhir Model Bimbingan Pengembangan untuk Meningkatkan Kematangan Karir Mahasiswa ... 204

5. Materi Bimbingan Pengembangan untuk Meningkatkan Kematangan Karir dan Buku Tugas... 227

6. Alat Ukur Kematangan Karir Form 1 dan Form 2 ... 261

7. Hasil Analisis Item Asesmen Kebutuhan Mahasiswa ... 283

8. Skor Kematangan Karir Mahasiswa Sebagai Kelompok Eksperimen ... 286

9. Skor Kematangan Karir Mahasiswa Sebagai Kelompok Kontrol ... 289

10.Tabulasi Format Penilaian Ahli dan Praktisi ... 298

11.Hasil Analisis Data... 299


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Era globalisasi menjadikan bangsa Indonesia menghadapi perubahan yang amat kompleks. Ada tiga faktor perubahan terjadi pada saat yang sama. Pertama, terjadinya pergeseran nilai -- disertai perubahan struktur pada kehidupan masyarakat, dari struktur tradisional ke struktur modern, yaitu perubahan dari struktur agraris ke masyarakat industri dan informasi -- sedang melanda dunia menyebabkan robohnya banyak kemapanan struktur di beberapa bangsa. Kedua, perubahan nilai yang diperlukan –dan karena secara sengaja dilakukan oleh pembangunan. Ketiga, adanya perubahan nilai yang secara tidak sengaja terjadi karena transformasi teknologi melalui pembangunan.

Menghadapi perubahan itu, peran pendidikan sangat diperlukan dalam menyiapkan dan meningkatkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas, bertakwa, cerdas, terampil, bertanggung jawab dan mandiri, sebagaimana tersurat dalam sistem pendidikan nasional Indonesia. Sistem pendidikan nasional dapat dirinci dalam empat fungsi mendasar, yaitu: (1) membentuk manusia bertaqwa; (2) mencerdaskan kehidupan bangsa; (3) menyiapkan tenaga kerja terampil dan ahli; serta (4) membina dan mengembangkan penguasaan teknologi (Djojonegoro, W., 1989; GBHN, 2004).


(8)

Searah dengan empat fungsi mendasar dari sistem pendidikan sebagaimana tersebut di atas, Sunaryo Kartadinata (2001: 8) menyatakan bahwa dalam menjabarkan isi pendidikan secara langsung atau tidak langsung adalah membentuk perilaku SDM yang dikehendaki, yaitu pengembangan: (1) keterampilan berkomunikasi; (2) penguasaan teknologi dan sains; (3) kemelekan sosial dan emosional (social and emotional literacy); (4) wawasan dan semangat kebangsaan; (5) kebugaran dan kesehatan jasmani; serta (6) kemandirian moral dan sistem nilai.

Bertitik tolak dari penyiapan SDM tersebut, maka semua jenjang pendidikan, baik dasar, menengah maupun pendidikan tinggi perlu menyiapkan sumber daya insani yang berkualitas, mandiri dan berorientasi ke masa depan. Insan berkualitas di antaranya akan tercermin pada indeks prestasi tinggi, memiliki kematangan karier, memiliki tingkat religiusitas tinggi, serta peduli pada sesama tanpa pamrih.

Pendidikan tinggi merupakan salah satu tempat mempersiapkan sumber daya insani dan tenaga ahli yang terampil dituntut untuk tanggap dalam mempersiapkan lulusan berkualitas, yaitu religius, berprestasi tinggi, dan berorientasi ke masa depan. Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta merupakan salah satu lembaga pendidikan tinggi atau perguruan tinggi di Indonesia yang ikut mempersiapkan SDM berkualitas sebagaimana dirumuskan dalam tujuan pendidikan nasional.

Universitas Sebelas Maret (UNS), sebagaimana perguruan tinggi lain, mempunyai komitmen moral yang tinggi untuk mengembangkan lulusannya


(9)

berlandaskan kerangka moral. Dengan adanya komitmen moral, akan mudah diciptakan masyarakat belajar yang hakiki, sebab belajar merupakan bawaan atau fitrah moral manusia dan merupakan ciri masyarakat yang dibangun dengan landasan moral. Ciri masyarakat yang dibangun di atas landasan moral kuat seperti yang ditulis Dean dan Evan (1994) bahwa keramahan di mulut saja untuk peningkatan kualitas adalah sesuatu yang merugikan (lip service to quality improvement is the kiss of death). Ciri lainnya adalah sabar, rendah hati alias tidak arogan dan tidak sombong, berserah diri terhadap Allah SWT atas semua yang diusahakan, membangun kemitraan yang bersih, jujur, cendekia, dan bersikap kosmopolitan serta aposteriori terhadap semua perubahan (Ichrom, 1998). Masyarakat belajar yang berlandaskan moral akan sabar, tidak mudah panik menghadapi perubahan apalagi menjadi kutu loncat ketika terjadi perubahan.

Universitas Sebelas Maret (UNS) terdiri atas sembilan fakultas mempunyai sistem pembelajaran mandiri, mengharapkan mahasiswa mencapai Indeks Prestasi (IP) tinggi atau daya serap tinggi; cepat lulus atau lulus tepat waktu; dan masa tunggu memperoleh pekerjaan pendek (Mudjiman, 1987; Ichrom, 1988). Proses pembelajarannya berorientasi pada sistem belajar mandiri, serta keberhasilan pengembangan diri, yang di dalamnya mencakup perencanaan kehidupan dan pengembangan karier.

Secara keseluruhan, mahasiswa UNS dapat dikatakan sebagai mahasiswa yang berpotensi, karena telah dinyatakan lulus dan berhasil mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB). Namun dalam


(10)

pencapaian keberhasilan belajar masih banyak mahasiswa lulus dengan Indeks Prestasi (IP) tidak tinggi, tidak tepat waktu, bahkan ada yang mengalami kegagalan belajar atau tidak menyelesaikan studinya (drop out) (Laporan PR I, 2005). Ini berarti keberhasilan universitas sebagai teaching university masih perlu ditingkatkan. Data rata-rata IP dan lama studi selama empat periode Wisuda (September 2003, Desember 2003, Maret 2004, dan Maret 2005) dapat dilihat pada (lampiran 1 ).

Berdasarkan pengamatan (Fadhilah, 2005) tidak tingginya pencapaian IP dan studi tepat waktu karena sebagian besar mahasiswa belum memiliki motivasi berprestasi dan keterampilan belajar yang kurang memadai. Banyak mahasiswa yang belum memahami jenis-jenis jabatan dan pekerjaan yang mungkin dapat dimasuki setelah tamat dari perguruan tinggi dan belum paham akan persyaratan IP yang dituntut untuk memasuki pekerjaan tertentu. Bahkan beberapa mahasiswa berpendapat: ”IP tidak perlu tinggi, asalkan lulus”.

Fenomena lain, yaitu adanya sebagian mahasiswa belum mengetahui setelah lulus ia mau menjadi apa. Ada beberapa mahasiswa belum dapat membuat perencanaan karier, ini terbukti bahwa dari 140 orang mahasiswa sebagai sampel penelitian, yang membuat perencanaan karier hanya 14 orang berarti 10% dari jumlah sampel (Fadhilah, 2005). Ini berarti bahwa bimbingan sangat diperlukan untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang belajar yang efektif, dan membuat perencanaan karier, serta kematangan karier mereka.


(11)

Di sisi yang lain: (1) masih ada beberapa dosen belum memahami karakteristik dan bervariasinya latar belakang mahasiswa; (2) seringkali terjadi dan tidak disadari, bahwa perspektif dosen berbeda dengan perspektif mahasiswa; dan (3) bervariasinya cara bimbingan dosen, kadang membingungkan mahasiswa. Sementara itu, mahasiswa dalam karier akademiknya, mengalami berbagai masalah, misalnya: masalah belajar, masalah emosi, masalah sosial, masalah kesehatan, masalah keuangan. Beberapa masalah tersebut biasanya muncul saling berkaitan antara masalah yang satu dengan yang lainnya, dan menjadi semakin kompleks. Masalah mahasiswa yang khas adalah berkaitan dengan sistem belajar yang berlaku, yaitu sistem kredit semester (SKS), banyaknya tuntutan dari situasi belajar baru yang dialami, dan banyaknya tugas-tugas dari setiap mata kuliah. Mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam penyesuaiannya dengan lingkungan dan keadaan baru diduga akan mengalami gangguan emosi, tidak merasa bahagia dan berpengaruh pada proses belajarnya. Akhirnya, prestasinya tidak optimal, masa studi juga tidak tepat, dan kematangan kariernya terhambat.

Masalah lain: (1) kurangnya hubungan dan perhatian dari dosen dalam menangani permasalahan akademik mahasiswa; (2) sulitnya mahasiswa menemui dosen untuk konsultasi skripsi sebagai syarat penyelesaian studinya, karena dosen pembimbing mempunyai tugas banyak selain membimbing. Kurang harmonisnya hubungan mahasiswa dengan dosen, disebabkan adanya beberapa faktor, misalnya: dosen sibuk, miskonsepsi di pihak dosen atau


(12)

mahasiswa. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab mahasiswa belum dapat berkembang secara optimal.

Masalah-masalah umum dihadapi mahasiswa dari hasil observasi dan wawancara dengan peneliti (2005), antara lain: (1) iklim akademis yang belum kondusif untuk mengembangkan misi Tri Dharma Perguruan Tinggi (PT); (2) kemampuan, kemauan, komitmen, dan disiplin ”belum tinggi” pada segenap masyarakat PT; (3) kurangnya kegiatan ekstra kurikuler; (4) kurangnya kegiatan LKTI; (5) keinginan pindah jurusan di semester awal; (6) motivasi belajar rendah, karena masuk di fakultas/ jurusannya sebagai pilihan ke 2 dan karena kondisi ekonomi; (6) dampak samping dari hubungan percintaan; (7) belum/tidak membuat perencanaan karier (Tim PBKPK, 2004). Hal lain yang menjadi penyebab kurang optimalnya potensi mahasiswa, diprediksikan berkaitan dengan kematangan karier. Oleh karena itu, selayaknya visi layanan bimbingan konseling di UNS diarahkan pada layanan yang berciri: (1) pencegahan-pengembangan; (2) individuasi; dan (3) futuristik.

Ciri pencegahan-pengembangan: layanan bimbingan dan konseling tidak hanya sekedar layanan yang bersifat klinis-terapeutik, tetapi juga yang bersifat mencegah timbulnya masalah/kesulitan dan mengembangkan kepribadian, termasuk di dalamnya kematangan karier. Ciri individuasi: kepedulian layanan bimbingan dan konseling lebih terletak pada memfasilitasi perkembangan potensi, harkat, dan martabat mahasiswa sesuai dengan fitrah dan segenap perangkat keindividualannya. Ciri futuristik: layanan bimbingan akan membawa mahasiswa ke arah pengembangan wawasan, sikap, dan


(13)

perilaku antisipatif, memiliki kematangan karier khususnya dalam mengembangkan kehidupan berkarir di masa depan, serta bimbingan dan konseling di UNS.

Misi layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi adalah membantu mahasiswa mencapai tingkat penguasaan yang tinggi dalam tugas-tugas perkembangannya, terutama dalam menjadikan dirinya sebagai mahasiswa/lulusan yang memiliki daya serap tinggi, mampu menyelesaikan studi tepat waktu, dan cepat memperoleh pekerjaan setelah lulus. Tingkat penguasaan perkuliahan berorientasi pada belajar tuntas atau taraf penguasaan sebagai nilai batas lulus (NBL) adalah 60 dari materi yang dipelajari, yang berarti mahasiswa diharapkan memperoleh nilai minimal 2, 0 (dua, nol = C) (Peraturan Rektor, 2005). Apabila mahasiswa belum dapat mencapai nilai dua, maka mereka akan mendapatkan pengajaran kembali (remedial teaching) untuk memberbaiki nilai. Bagi mahasiswa yang sudah mendapatkan nilai dua diperbolehkan remidi agar IP meningkat. Mahasiswa yang belum mencapai IP minimal dua dikategorikan mengalami kesulitan belajar. Belum maksimalnya IP yang diperoleh mahasiswa kemungkinan disebabkan mereka belum dapat mengaktualisasikan dirinya secara optimal sesuai dengan kemampuannya, karena faktor internal maupun eksternal. Mahasiswa yang belum dapat mengaktualisasikan kemampuannya secara optimal tersebut dipandang perlu mendapatkan bimbingan pengembangan untuk membantu mereka agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal.


(14)

Adapun implementasi bimbingan dan konseling yang dilakukan oleh Tim Pusat Bimbingan Konseling dan Pengembangan Karir (PBKPK) UNS selama ini, berorientasi pada kebutuhan formal bukan kebutuhan aktual, dan layanan informasi, mengingat banyaknya mahasiswa, serta terbatasnya jumlah konselor yang ada. Mulai tahun 2003 sampai saat ini petugas PBKPK dilakukan oleh 3 orang konselor, dan 8 orang dosen PA yang berasal dari perwakilan setiap fakultas di lingkungan UNS.

Bertitik tolak dari permasalahan tersebut di atas, bimbingan pengembangan dipandang perlu untuk membantu mahasiswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik-baiknya dengan lingkungan kampus di tempat mereka belajar. Bimbingan pengembangan akan membantu mahasiswa untuk meningkatkan kematangan karier, agar memperoleh pemahaman diri, lingkungannya dan dunia kerja. Bimbingan pengembangan merupakan salah satu komponen layanan pendidikan yang kontributif dalam upaya meningkatkan kematangan karier, proses pendidikan dan mutu lulusan pada pendidikan termasuk di perguruan tinggi.

Dahlan (1988: 22) menyatakan bahwa bimbingan dan konseling tidak dapat lepas dan melepaskan diri dari keseluruhan rangkaian pendidikan. Bimbingan dan konseling sebagai upaya pendidikan memberikan perhatian pada proses, yaitu cenderung memperhatikan tugasnya sebagai rangkaian upaya pemberian bantuan pada individu mencapai suatu tingkat kehidupan yang berdasarkan pertimbangan normatif, antropologis (memperlakukan individu selaku manusia) dan sosio-kultural. Dengan demikian, bimbingan dan


(15)

konseling tidak mungkin melepaskan diri dari dasar-dasar normatif yang sesuai dengan bimbingan Ilahi. Bimbingan pengembangan merupakan salah satu bentuk intervensi yang direncanakan agar mahasiswa memiliki kematangan karier dan diharapkan dapat berkembang secara optimal.

Kematangan karier bagi mahasiswa merupakan hal penting, karena akan menunjukkan kesiapan mereka dalam mengenali dan mengatasi masalah-masalah serta memutuskan sesuatu hal yang berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan. Hal ini searah dengan pendapat Super (1974: 8) yang menyatakan bahwa kematangan karier ditandai oleh siapnya seseorang dalam mengenali dan mengatasi masalah-masalah pekerjaan. Kematangan karier dapat dirumuskan sebagai tingkat perkembangan sikap dan kompetensi yang memungkinkan individu dapat mengenali dan mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan pekerjaan dan pilihan karirnya (Abimanyu, S., 1990: 35).

Berdasarkan pengertian di atas, mahasiswa yang memiliki kematangan karier, akan menunjukkan sikap dan keterlibatnnya dalam proses perencanaan dan pilihan karirnya, merasa terpanggil, menyenangi dan menghargai kerja, bersikap mandiri dalam membuat keputusan. Seorang mahasiswa yang memiliki kematangan karier, akan mendasarkan pilihannya pada faktor-faktor tertentu, dan mempunyai konsepsi yang akurat tentang pembuatan pilihan pekerjaan. Di samping itu seorang mahasiswa yang memiliki kematangan karier, menunjukkan kemampuan dalam menilai diri, memiliki pengetahuan yang memadai tentang informasi pekerjaan, kemampuan mencocokkan antara


(16)

kemampuan dirinya dengan jenis pekerjaan yang diinginkan atau dipilihnya. Juga kemampuan merencanakan pekerjaan yang dicita-citakan dan kemampuan memecahkan masalah yang timbul dalam pilihan pekerjaan atau jabatan. Untuk mengetahui kematangan karier seorang mahasiswa, diperlukan suatu instrumen atau alat ukur untuk menganalisis tingkat kematangan karirnya. Dalam penelitian ini akan digunakan alat ukur kematangan karier (AUKK) yang dikembangkan dari konsep-konsep kematangan karier Crites dan Super (Crites, 1969; Super, 1974).

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka peneliti ingin mengembangkan suatu ”Model bimbingan pengembangan untuk meningkatkan kematanganan karier mahasiswa”, agar mahasiswa dapat mengembangkan potensinya secara optimal.

B. Rumusan Masalah

Layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi bertujuan membantu mahasiswa mencapai tingkat penguasaan yang tinggi dalam tugas-tugas perkembangannya, terutama dalam menjadikan dirinya sebagai mahasiswa/lulusan yang memiliki daya serap tinggi, mampu menyelesaikan studi tepat waktu, dan cepat memperoleh pekerjaan setelah lulus. Namun dalam pencapaian keberhasilan belajar masih banyak mahasiswa yang lulus dengan IP tidak tinggi, tidak tepat waktu, tidak segera mendapatkan pekerjaan setelah mereka lulus, bahkan ada yang mengalami kegagalan belajar. Salah satu penyebab mahasiswa yang mengalami masalah atau kegagalan dalam


(17)

menempuh studi diduga mereka kurang memiliki kematangan karier. Ini berarti bimbingan pengembangan sangat diperlukan untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang belajar yang efektif, dan membuat perencanaan karier, serta utamanya kematangan karier mereka.

Untuk meningkatkan bimbingan di perguruan tinggi yang berkualitas diperlukan salah satu cara upaya yang memadai, dengan mengembangkan suatu ”model bimbingan ”. Model bimbingan yang akan dikembangkan ini berorientasi pada membantu mahasiswa agar dapat meningkatkan kematangan karier mereka secara optimal, sehingga mereka dapat berkembang secara maksimal. Upaya meningkatkan kematangan karier mahasiswa yang dimaksud, adalah melalui penerapan model bimbingan pengembangan atau ”Model bimbingan pengembangan untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa”. Dalam upaya menghasilkan model bimbingan pengembangan untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa ini, perlu mengkaji secara mendalam dan akurat faktor-faktor yang relevan dan mendasarinya, yang implementasinya aktual layanan bimbingan di perguruan tinggi. Dengan membandingkan kondisi aktual tersebut dengan idealnya, ditemukan kemungkinan kesenjangannya. Dari kesenjangan itu, dapat dirumuskan ”kebutuhan-kebutuhan” mahasiswa dalam penyelesaian studi yang belum terpenuhi dan perlu mendapatkan intervensi bimbingan. Kebutuhan-kebutuhan mahasiswa itulah yang dijadikan dasar di dalam perumusan model bimbingan yang bagaimanakah yang dapat meningkatkan kematangan karier mahasiswa yang dimaksud.


(18)

Model bimbingan pengembangan untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa yang akan dikembangkan ini dalam implementasi nyata perlu disertai motivasi dan kemampuan yang memadai dari konselor dan personil lain yang mendukung. Dari hasil penelitian nanti akan dapat menarik kesimpulan dapat diterapkan tidaknya model bimbingan pengembangan tersebut untuk meningkatkan kematangan karier di perguruan tinggi. Dampak implementasi layanan bimbingan pengembangan untuk meningkatkan karier mahasiswa ini merupakan permasalahan dalam penelitian ini. Sejauh mana model bimbingan pengembangan dapat meningkatkan kematangan karier mahasiswa.

Dengan demikian rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: ”Model bimbingan yang bagaimanakah yang efektif untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa?”.

C. Pertanyaan Penelitian

Searah dengan latar belakang dan rumusan masalah tersebut di atas, maka pertanyaan penelitian dapat dikemukakan sebagai berikut:

” Apakah model bimbingan pengembangan efektif untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa ? ”.


(19)

D. Tujuan Penelitian

Tujuan akhir penelitian ini adalah: ”Tersusunnya model bimbingan pengembangan yang efektif untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa ”. Untuk mencapai tujuan ini dilakukan asesmen kebutuhan mahasiswa agar mendapatkan gambaran umum tentang pencapaian pemenuhan kebutuhan, membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi mahasiswa dalam upaya meningkatkan kematangan karier dan mengembangkan potensinya secara optimal.

Tujuan penelitian ini secara operasional dijabarkan sebagai berikut: a. Tersusunnya model bimbingan pengembangan yang diduga efektif untuk

meningkatkan kematangan karier mahasiswa.

b. Mengetahui efektif tidaknya model bimbingan pengembangan untuk meningkatkan sikap mahasiswa terhadap karier.

c. Mengetahui efektif tidaknya model bimbingan pengembangan ini untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa terhadap karier.

E. Asumsi

Model bimbingan pengembangan untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa ini bertolak dari asumsi-asumsi sebagai berikut:

1. Bimbingan merupakan proses membantu individu yang terwujud dalam perubahan sikap dan perilaku. Keefektifan bimbingan tidak semata-mata dari perubahan sikap dan perilaku, tetapi dari banyak sisi yang terkait dengan proses bimbingan termasuk pendekatan yang digunakan.


(20)

2. Pendekatan pengembangan merupakan salah satu upaya untuk membantu mahasiswa agar mereka memiliki kematangan karier dan dapat mengembangkan potensinya secara optimal, yang menyangkut aspek pribadi, dan sosial, pendidikan, dan vokasional. (Shertzer & Stone, 1982: 76; Kartadinata, S., 1996: 99; Supriadi, D.,1997: 7; Yusuf, S., 1999: 76). Bimbingan pengembangan ini merupakan salah satu model yang dibutuhkan di perguruan tinggi dalam upaya membantu mahasiswa untuk meningkatkan kematangan karier dan mengembangkan potensinya secara optimal.

3. Bimbingan pengembangan untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa ini, menuntut keterlibatan aktif dari mahasiswa. Keterlibatan mahasiswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan diasumsikan cukup tinggi, yang didasarkan pada tiga pemikiran. Pertama, mahasiswa memiliki potensi untuk merencanakan dan membuat keputusan karier berdasarkan pemahaman diri dan lingkungan yang belum teraktualisasi, karena tidak dibimbing secara khusus melalaui layanan profesional. Kedua, sebelum mahasiswa mengikuti kegiatan bimbingan ini, mereka diberi layanan informasi tentang peran dan tugas yang harus mereka kerjakan selama kegiatan berlangsung. Ketiga, maksud dan tujuan keterlibatan mereka dalam kegiatan bimbingan ini adalah untuk meningkatkan kematangan karier mereka, yang sangat diperlukan dalam penyelesaian studinya di perguruan tinggi.


(21)

4. Konselor merupakan salah satu figur utama yang membawa visi dan misi penerapan bimbingan pengembangan ini memiliki motivasi dan kemampuan yang tinggi dalam upaya meningkatkan kematangan karier mahasiswa.

5. Konselor memiliki persepsi, pemahaman, penguasaan, dan keterampilan tentang bimbingan pengembangan yang memadai, yang berpengaruh terhadap pemberian bantuan kepada mahasiswa bimbingannya.

6. Kematangan karier dapat ditingkatkan melalui pemberian bimbingan pengembangan, yaitu melalui layanan bimbingan: pemahaman diri dan pengenalan lingkungan dunia kerja/karier; membuat perencanaan karier; dan upaya meningkatkan kematangan karier.

7. Penelitian tentang model bimbingan pengembangan untuk meningkatkan kematangan karier ini, merupakan langkah strategis bagi upaya peningkatan kualitas layanan bimbingan di perguruan tinggi.

F. Definisi Operasional Variabel-variabel Penelitian

Untuk memberikan gambaran yang lebih konkrit tentang variabel dalam penelitian ini, dipandang perlu adanya definisi secara operasional. 1. Variabel bebas dalam penelitian ini ialah penerapan model bimbingan

pengembangan merupakan produk berbentuk materi bimbingan untuk mahasiswa berisi materi dan tugas-tugas latihan untuk meningkatkan kematangan karier mereka. Bimbingan pengembangan merupakan bantuan yang diberikan dalam upaya membantu meningkatkan kematangan karier


(22)

semua mahasiswa (tidak hanya mahasiswa yang bermasalah), menyangkut aspek pribadi, dan sosial, pendidikan, serta vokasional agar berkembang secara optimal (Shertzer & Stone, 1982: 76; Kartadinata, S., 1996: 99; Yusuf, S., 1999: 76). Bimbingan pengembangan merupakan salah satu bentuk intervensi yang direncanakan agar mahasiswa dapat berkembang secara optimal, dan diharapkan meningkatkan kematangan karier. Bimbingan pengembangan didasarkan pada empat kebutuhan mahasiswa akan bimbingan, yaitu: (1) kebutuhan untuk menilai dan memahami diri; (2) kebutuhan untuk memiliki kemampuan menyesuaikan diri, baik terhadap diri sendiri atau terhadap tuntutan lingkungan; (3) kebutuhan untuk memiliki orientasi terhadap kondisi kehidupan saat ini dan yang akan datang; dan (4) kebutuhan untuk mengembangkan potensi pribadi (Natawidjaja, 1987; Yusuf, 1999). Model bimbingan pengembangan ini pelaksanaannya dengan memberikan materi bimbingan kepada mahasiswa dan membimbing secara langsung bagaimana cara serta tahapan meningkatkan kematangan karier mereka. Model bimbingan pengembangan ini, memungkinkan konselor memfokuskan tidak sekedar terhadap pengatasan masalah kematangan karier mahasiswa saja, melainkan juga dalam mengembangkan seluruh potensinya (Muro & Kottman, 1995: 48). Kelayakan Materi Bimbingan. Kelayakan materi bimbingan ialah kondisi materi yang menurut hasil penilaian ahli, praktisi atau konselor dan mahasiswa memiliki isi dan bentuk yang: (a) sesuai dengan kreteria pengembangan; (b) menarik bagi mahasiswa; dan (c)


(23)

efektif untuk meningkatkan kemampuan dan meningkatkan kematangan karier mereka. Kesesuaian Materi dengan Kreteria Pengembangan. Kesesuaian materi bimbingan dengan kreteria pengembangan ialah kondisi materi yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (a) tujuannya jelas; (b) materialnya mendukung; (c) isinya saling berhubungan dan terstruktur; (d) petunjuknya jelas; (e) ada alokasi waktu yang cukup; ( f) ada latihan dan tugas yang harus dikerjakan mahasiswa; (g) butir-butir soal alat evaluasinya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai; (h) Medianya menarik; (i) bahasanya baik dan benar; dan ( j) bentuk fisiknya menarik ( Dick & Carey, 1985). Kemenarikan Materi Bimbingan. Kemenarikan materi bimbingan ialah kondisi materi yang menjadikan mahasiswa termotivasi dan secara sukarela mau mempelajari dan mengerjakan tugas dan latihan yang ada dalam materi bimbingan. Kefektifan Model Bimbingan Pengembangan terhadap Peningkatan Kematangan Karier Mahasiswa. Keefektifan model bimbingan pengembangan terhadap peningkatan kematangan karier mahasiswa adalah kondisi meningkatnya skor tes kematangan karier yang diperoleh mahasiswa sesudah mahasiswa mendapatkan bimbingan (mempelajari dan mengerjakan materi bimbingan). Model bimbingan pengembangan ini terdiri atas komponen-komponen sebagai berikut: (1) rasional; (2) visi dan misi bimbingan pengembangan; (3) tujuan bimbingan pengembangan; (4) tahapan pelaksanaan bimbingan pengembangan; (5) materi bimbingan; (6) dukungan sistem; (7) evaluasi.


(24)

2. Sebagai variabel terikat atau tergantung adalah kematangan karier mahasiswa. Kematangan karier adalah tingkat kesesuaian antara perilaku karier dan perilaku yang diharapkan pada usia tertentu atau pada tahap kehidupan kariernya. Ada empat dimensi kematangan karier, yaitu : dimensi pertama, konsistensi pemilihan karier; dimensi kedua, realisme dalam pemilihan pekerjaan; dimensi ketiga, kompetensi pemilihan karier; dan dimensi keempat, sikap dalam pemilihan pekerjaan (Crites, 1969; Super, 1974; Abimanyu, S., 1990). Kematangan karier yang dimaksud dalam penelitian ini ialah sikap dan kompetensi mahasiswa terhadap karier akademik saat ini dan pekerjaan atau jabatan di masa datang. Sikap mahasiswa terhadap karier ialah tingkat kecenderungan terhadap kesesuaian perilaku karier dengan perilaku yang diharapkan pada usia tertentu atau pada tahap kehidupan kariernya, yang meliputi pemahaman diri dan konsistensi pemilihan karier, realisme dalam pemilihan pekerjaan, sikap terhadap perencanaan dan pemgambilan keputusan karier, dan sikap dalam membuat perencanaan dan pengambilan keputusan. Kompetensi mahasiswa terhadap karier ialah tingkat kemampuan dan kesesuaian antara perilaku karier dengan perilaku yang diharapkan pada usia tertentu atau pada tahap kehidupan kariernya.


(25)

G. Manfaat Penelitian

Model bimbingan dengan pendekatan pengembangan untuk meningkatkan kematangan karier ini, akan membawa manfaat secara teoritis maupun praktis.

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Penelitian ini memberikan kontribusi bagi pengembangan teori tentang dasar-dasar konseptual bimbingan dan konseling yang didasarkan pada pendekatan pengembangan.

b. Menambah khasanah perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia, khususnya keefektifan bimbingan pengembangan, yang diterapkan untuk membimbing mahasiswa dalam meningkatkan kematangan karier mereka..

c. Memberikan masukan adanya pengetahuan baru bagi bimbingan dan konseling di Indonesia tentang model bimbingan pengembangan dalam meningkatkan kematangan karier mahasiswa, sehingga mereka dapat meningkatkan potensinya secara optimal.

d. Hasil penelitian ini sangat bermanfaat bagi pemantapan sekaligus aplikasi teori bimbingan dan konseling yang telah berkembang, yang intinya adalah bahwa program bimbingan dan konseling di perguruan tinggi yang baik adalah yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa.


(26)

e. Hasil penelitian model bimbingan pengembangan untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa ini dapat digunakan sebagai pijakan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut dalam rangka pengembangan teori, konsep, serta teknik bimbingan dan konseling.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai penelitian bimbingan yang bersifat aplikatif, hasilnya memberikan kontribuasi substansial pada lembaga pendidikan tinggi, dan konselor, baik pada produk model bimbingan dan konseling maupun proses penyusunannya. Bagi konselor, Ia dapat memanfaatkan hasil penelitian ini untuk mengembangkan kompetensinya dalam memberikan layanan bimbingan di perguruan tinggi berdasarkan pendekatan pengembangan.

b. Ditemukannya model bimbingan pengembangan ini, secara praktis dapat digunakan sebagai pengayaan model-model bimbingan dan konseling yang sudah ada, dan sebagai salah satu alternatif bantuan yang digunakan untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa. c. Sebagai penambahan wawasan bagi konselor di perguruan tinggi, yang

belum memiliki gambaran tentang penerapan bimbingan pengembangan dalam upaya meningkatkan kematangan karier mahasiswa.


(27)

d. Model bimbingan pengembangan ini bermanfaat untuk melakukan intervensi dalam upaya membantu mahasiswa meningkatkan kematangan karier mereka. Model bimbingan pengembangan untuk meningkatkan kematangan karier ini sekaligus memberikan alternatif lain model bimbingan dan konseling yang berbobot karena kelebihan yang dimilikinya.

e. Bimbingan pengembangan juga bermanfaat bagi mahasiswa yang membutuhkan bimbingan secara sistematis untuk pencegahan dan pengatasan masalah, maupun pengembangan potensi mereka secara optimal.


(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah gabungan kualitatif dan kuantitatif (Mixed methods design). Menurut pendapat Creswell (2008: 552) mixed methods design adalah suatu prosedur mengumpulkan data, menganalisis, dan “mixing” kedua metode kualitatif dan kuantitatif dalam suatu penelitian tunggal untuk memahami masalah penelitian. Disain ini termasuk exploratory mixed methods yaitu prosedur penelitian dilakukan menggunakan kualitatif untuk mengeksplorasi dan menganalisis suatu gejala, dan kemudian mengumpulkan menganalisis data kuantitatif yang berkaitan dengan data kualitatif. Metode kualitatif dilakukan untuk memaknai deskripsi kondisi obyektif tentang kebutuhan mahasiswa akan bimbingan pengembangan dalam upaya meningkatkan kematangan karier, dan mendeskripsikan pelaksanaan aktual bimbingan di UNS, serta pelaksanaan pendekatan pengembangan dalam bimbingan sebagai dasar untuk merumuskan model awal layanan bimbingan di UNS. Analisis ini diperdalam dengan masukan hasil validasi ahli dan praktisi. menelaah keefektifan implementasi model bimbingan pengembangan untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis perbedaan kematangangan karier sebelum implementasi model (pre test) dan setelah implementasi model bimbingan pengembangan untuk


(29)

meningkatkan kematangan karier mahasiswa (post test). Disain exploratory mixed sebagaimana yang terlihat pada gambar 1 dibawah ini.

Keterangan: = sequence

Gambar 1. Exploratory Mixed Design.

Penelitian ini termasuk penelitian dan pengembangan (Research and development atau R & D, Borg & Gall, 1989), yang menggunakan pendekatan eksperimental dengan rancangan pretest – posttest control group design (Burden, at.al, 1996; Bronson, at. al, 1992; Jackson, Winston, 1995 (dalam Sukmadinata, 2002).

Penelitian pengembangan menurut Borg dan Gall (1989: 626) menempuh 10 langkah kegiatan, yaitu (1) Survai terbatas dan pengumpulan data (research and information collecting); (2) Perencanaan (planning); (3) Menyusun draft produk (develop preliminary from of product); (4) Melakukan uji coba produk (preliminary field testing); (5) Revisi hasil uji coba (main product revision); (6) Memberi makna hasil uji coba (main field testing); (7) Revisi hasil uji coba lapangan (operational product revision); (8) Melakukan

Kualitatif (Analisis)

Kuantitatif (Analisis)


(30)

uji coba lapangan kembali (operational field testing); (9) Revisi untuk menyempurnakan produk untuk mengembangkan produk akhir (final product revision), dan (10) Desiminasi dan sosialisasi prototype produk (dissemination and distribution).

Untuk penelitian disertasi yang dilakukan saat ini menurut Sukmadinata (2002: 5) telah dimodifikasi menjadi tiga langkah, yaitu: (1) studi pendahuluan; (2) pengembangan model/produk, dan (3) validasi model/produk.

Langkah di dalam menggunakan suatu pola pretest -posttest control-group design, meliputi hal-hal berikut ini : (1) penetapan acak (random assignment) sebagai subyek penelitian untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol; (2) mengadministrasi hasil pretes pada kedua kelompok, eksperimen dan kelompok kontrol; (3) mengadministrasi hasil treatmen pada kelompok eksperimen tetapi bukan pada kelompok kontrol, dan (4) mengadministrasi hasil posttest pada kedua kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimental dan kelompok kontrol diperlakukan hampir mirip kecuali variabel treatmen. Kedua-duanya (kelompok eksperimen dan kelompok kontrol) diberi pretest dan posttest yang sama, dan mereka diuji pada waktu yang sama.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian eksperimen ini melalui empat tahapan, yaitu: (1) tahap awal atau pra eksperimen: melakukan kajian teoritis, asesmen kebutuhan mahasiswa, membuat materi bimbingan dan alat ukur kematangan karier (AUKK); (2) merancang model hipotetik atau


(31)

menyusun draf model hipotetik.; (3) setelah merancang model hipotetik berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh melalui validasi atau uji kelayakan oleh ahli dan praktisi, dan sejumlah mahasiswa dilakukan seminar dan lokakarya yang melibatkan konselor, dosen, dan para pimpinan yang terkait untuk ikut berpartisipasi dan bekerjasama dalam memberikan sumbang saran demi penyempurnaan model hipotetik yang telah dirancang.; (4) Uji coba, yaitu mengeksperimenkan model untuk mengetahui keefektifan model yang dikembangkan; dan tersusunlah ”Prototipe model bimbingan pengembangan yang efektif untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa”.

Rancangan eksperimen penelitian sebagaimana terlihat pada gambar 1 di bawah ini.

Kontrol O1 O2

Eksperimen O1 X O2


(32)

B. Subyek Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS), yang terdiri dari sembilan fakultas (Hukum, Ekonomi, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Sastra dan Seni, KIP, MIPA, Pertanian, Kedokteran, dan Teknik).

2. Sampel Penelitian

Sebagai sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa UNS semester 7 (tujuh) sebanyak 114 orang mahasiswa sebagai subyek eksperimen, yang terdiri dari: 34 orang Progdi PKh di Jurusan Ilmu Pendidikan (PKh) FKIP, 32 orang Fakultas MIPA Jurusan Biologi, dan 48 orang dari Jurusan Sastra Indonesia F. Sastra dan Seni. Sebagai subyek kontrol terdiri dari BK FKIP 40 orang, Matematika F.MIPA 30 orang dan Sastra Daerah F Sastra dan Seni 25 orang yang jumlah seluruhnya 110 orang mahasiswa. Teknik sampling yang digunakan adalah cluster sampling. Dengan menggunakan teknik ini pengambilan sampel dilakukan dengan menunjuk langsung subyek yang dinilai layak sebagai anggota sampel yang memiliki ciri-ciri yang hampir sama. Pengambilan sampel ini digunakan untuk kebutuhan sebagai pengembangan model.

Adapun subyek penelitian dari kelompok mahasiswa ditetapkan dengan teknik kluster (cluster sampling), dengan pertimbangan, karena populasinya cukup besar, maka perlu dibuat beberapa kelas atau


(33)

kelompok. Nana Sudjana dan Ibrahim, dan Natawidjaya, (1988) menyatakan bahwa cluster sampling digunakan apabila populasi cukup besar, sehingga perlu dibuat beberapa kelas atau kelompok. Dengan demikian dalam penelitian ini unit analisisnya adalah kelompok atau kelas yang terdiri dari sejumlah sampel. Setelah menentukan subyek sampel, kemudian menentukan prosedur penelitian akan dilakukan dengan melalui tahapan-tahapan kegiatan untuk mengetahui keefektifan model bimbingan pengembangan untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa.

C. Prosedur Penelitian

Prosedur yang akan yang dilakukan dalam penelitian ini melalui empat tahap kegiatan.

Kegiatan yang dilakukan pada prosedur penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) melakukan pengkajian teoritis, yaitu: a) mengkaji hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan pelaksanaan bimbingan dalam proses pembelajaran; (b) mengkaji konsep-konsep bimbingan, dan konsep-konsep bimbingan pengembangan serta konsep kematangan karier; (c) mengkaji pelaksanaan bimbingan di perguruan tinggi Universitas Sebelas Maret (UNS) melalui wawancara ; (2) melakukan asesmen tentang kebutuhan mahasiswa berkaitan dengan kematangan karier, dan kebutuhan akan pembimbingan dari konselor; (3) mengembangkan materi bimbingan pengembangan dan mengembangkan alat ukur kematangan karier (AUKK); (4) merumuskan


(34)

hipotetik model bimbingan pengembangan yang efektif untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa serta validasi.

Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan model bimbingan pengembangan yang efektif untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa. Data yang diperlukan dalam rangka pengembangan model adalah tentang: (1) kondisi obyektif pelaksanaan layanan bimbingan di perguruan tinggi utamanya di Universitas Sebelas Maret (UNS); (2) asesmen kebutuhan mahasiswa; dan (3) kematangan karier mahasiswa. Instrumen yang digunakan sebagai alat pengumpul data yang dibutuhkan adalah: (1) wawancara; (2) kuesioner; dan (3) alat ukur kematangan karier (AUKK). Pengembangan ketiga instrumen tersebut adalah sebagai berikut:

1. Wawancara

Pedoman wawancara sebagai alat pengumpul data digunakan untuk mengungkap data tentang pelaksanaan bimbingan dan konseling di UNS.

Pengkajian dan pengembangan instrumen pengumpul data tentang pelaksanaan bimbingan mengacu pada konsep komponen-komponen program bimbingan konseling di perguruan tinggi. Pedoman wawancara disusun dalam bentuk pertanyaan terbuka, dan jawabannya tidak diskor melainkan dirumuskan secara kualitatif yang merupakan deskripsi nyata dari implementasi layanan bimbingan konseling di UNS.

Kisi-kisi pedoman wawancara tentang implementasi bimbingan konseling di UNS sebagaimana terlihat pada tabel 1 berikut.


(35)

Tabel 1. KISI-KISI PEDOMAN WAWANCARA IMPLEMENTASI AKTUAL BK DI UNS

NO Aspek Indikator Item

1 2 3 4

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Visi dan Misi

Target layanan BK

Personil konselor

Metode dan jenis layanan

Sarana dan prasarana

Sistem pengelolaan

Proses layanan BK

Evaluasi pelaksanaan layanan BK

Faktor konstektual

1.1. ketepatan pandangan 1.2. ketepatan aktivitas

layanan

2.1. cakupan layanan

2.2. prioritas layanan berdasar kebutuhan mahasiswa 3.1. jumlah dan rasio antara

konselor dan mahasiswa 3.2. latar belakang pendidikan 3.3. pengalaman kerja

4.1. metode layanan 4.2. jenis layanan

5.1. instrumen pengumpul data 5.2. penyimpan data

5.3. perlengkapan teknis 5.4. ruangan

6.1. keterlibatan unsur terkait 6.2. tugas konselor

6.3. pengelolaan waktu

6.4. kerjasama dngn pihak lain 7.1. tahapan

7.2. interaksi antar komponen 8.1. pelaksanaan evaluasi 8.2. aspek yang dievaluasi 9.1. keterkaitan dengan dosen 9.2. keterkaitan dengan

organisasi profesi 9.3. keterkaitan dengan

lingkungan kampus 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24


(36)

2. Kuesioner

Kuesioner dikembangkan untuk mengungkap data tentang kebutuhan mahasiswa berkaitan dengan bimbingan.

Pengembangan instrumen pengumpul data dilakukan sesuai dengan prosedur sebagai berikut: (a) merumuskan definisi konseptual variabel yang akan diukur; (b) merumuskan definisi operasional ke dalam komponen-komponen; (c) menjabarkan komponen-komponen ke dalam indikator-indikator, (d) mengembangkan indikator-indikator ke dalam butir-butir instrumen; dan (e) memvalidasi instrumen. Validasi instrumen dilaksanakan melalui judgement para ahli yang dalam hal ini adalah para konselor dan beberapa dosen senior, sekelompok praktisi yaitu konselor, dan sejumlah mahasiswa.

Selanjutnya membuat kisi-kisi instrumen berkaitan dengan kebutuhan mahasiswa akan adanya bimbingan, serta sikap dan kompetensi mahasiswa terhadap kematangan karier, terlihat pada Tabel 2 berikut ini.


(37)

Tabel 2. KISI-KISI ANGKET TENTANG ASESMEN KEBUTU-HAN MAHASISWA AKAN ADANYA BIMBINGAN

DARI KONSELOR UNTUK MENINGKATKAN

KEMATANGAN KARIER.

Konsep Dasar Aspek Indikator Item

1 2 3 4

Asesmen kebutuhan mhsw ialah suatu upaya utk mengenali keinginan mahasiswa dalam kaitannya dengan bimbingan untuk meningkatkan kematangan karier.

1. Kebutuhan bimbingan pribadi

2. Kebutuhan berkaitan dengan waktu bimbingan

3. Kebutuhan bimbingan berkaitan dengan PBM

4. Kebutuhan berkaitan dengan dosen

1.1. Pisik 1.2. Psikologis

2.1. Perlu tidaknya konselor 2.2. Penjadwalan 2.3. Macam

bimbingan yang diinginkan 3.1. Fasilitas Belajar 2.3. Lingkungan Belajar 2.4. Perpustakaan 2.5. Laboratorium 4.1. Bimbingan dosen 4.2. Kepribadian dosen

3.2. Kehadiran dosen 3.3. Cara mengajar

dosen 3.4. Hubungan

dosen-mhasiswa

1 – 5 6 – 12, 27,

70, 76, 79 13, 25, 26 14, 99,100 15 - 24

43 – 47, 52, 67

51, 57, 67 38, 39, 49, 68, 77 40, 41, 42 28 – 31, 37 32 – 35, 48 61 – 65, 71 82 - 85 41, 78, 81 72 -75 87 – 90

Penyebaran item asesmen kebutuhan mahasiswa, sebagaimana terlihat pada lampiran 3.


(38)

Soal terdiri dari 100 butir item. Setiap item/soal yang dijawab dengan ”ya” memperoleh skor satu (1), dan jika dijawab ”tidak” memperoleh skor nol (0). Apabila pernyataan atau pertanyaan vaforable. Apabila pernyataan/pertanyaan unvaforable, jika dijawab ”ya” memperoleh skor nol (0), jika dijawab ”tidak” memperoleh skor satu (1). Kemungkinan rentang skor tetinggi yang diperoleh responden sejumlah seratus (100), dan skor terendah adalah nol (0).

Tabulasi hasil asesmen kebutuhan mahasiswa sebagaimana terlihat pada lampiran 4.

Asesmen kebutuhan mahasiswa menggunakan kreteria sebagai berikut:

75 % - 100 % Sangat Membutuhkan (SM) 50 % - 74 % Mibutuhkan (M)

25 % - 49 % Kurang Membutuhkan (KM) < 25 % Tidak Membutuhkan (TM).

3. Alat Ukur Kematangan Karir

Setelah menganalisis kebutuhan mahasiswa, kemudian membuat kisi-kisi alat ukur untuk mengungkap sikap dan kemampuan mahasiswa berkaitan dengan kematangan karier, terlihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.


(39)

Tabel 3. KISI-KISI SIKAP MAHASISWA BERKAITAN DENGAN KARIER

Konsep Dasar Aspek/Variabel Indikator Item

1 2 3 4

Sikap mahasiswa berkaitan dengan kematangan karier ialah tingkat kecenderungan terhadap kesesuaian

perilaku karier dgn perilaku yang diharapkan pada usia tertentu atau pada tahap kehidupan kariernya.

1. pemahaman diri dan konsistensi

pemilihan karier

2. Realisme dalam pemilihan pekerjaan.

1.1. dapat mengiden-tifikasi sifat-sifat diri sendiri 1.2. mengenal kemampuan diri untuk memasuki berbagai pekerjaan yang tersedia 1.3. mencocokkan nilai yang sesuai antara dirinya dengan

pekerjaan yang diinginkan 2.1. kemantapan dlm

pemilihan dan pengambilan keputusan karier 2.2. kesesuaian antara keinginan dg kemampuan 2.3. mampu mengambil keputusan utk memilih pekerjaan yang sesuai dgn sifat kepribadiannya

1 – 5

6 – 10

11 – 15

16 – 20

21 – 25


(40)

1 2 3 4 3. Sikap terhadap

proses

perencanaan dan pengambilan keputusan karier

4. Sikap dalam membuat perencanaan dan pengambilan keputusan karier. 3.1. keterlibatan mhsw dlm pengambilan keputusan karier 3.2. independesi dalam pengambilan keputusan karier 3.3. orientasi dlm

pengambilan keputusan karier 3.4. ketegasan dalam

proses pengambilan keputusan karier 3.5. kompromi dl

proses pengambilan keputusan karier 4.1. analisis diri

dalam pengambilan keptsn karier 4.2. pengetahuan ttg

informasi pekerjaan 4.3. nilai-nilai pribadi yg mrpkn seleksi tujuan dlm karier

4.4. perencanaan dlm proses pengambilan keputusan karier 4.5. kemampuan pemecahan masalah dlm pengambilan keputusan karier.

31 – 35

36 – 40

41 – 45

46 - 50

51 – 55

56 – 60

61 - 65

66 – 70

71 – 75


(41)

Penyebaran item sikap mahasiswa berkaitan dengan kematangan karier, sebagaimana terlihat pada lampiran 4.

Soal terdiri dari 80 butir item. Setiap item/soalyang dijawab dengan ”ya” memperoleh skor satu (1), dan jika dijawab ”tidak” memperoleh skor nol (0) Apabila pernyataan atau pertanyaan vaforable. Apabila pernyataan/pertanyaan unvaforable, jika dijawb ”ya” memperoleh skor nol (0), jika dijawab ”tidak” memperoleh skor satu (1). Kemungkinan rentang skor tetinggi yang diperoleh responden sejumlah seratus (80), dan skor terendah adalah nol (0).

Selanjutnya membuat kisi-kisi kompetensi mahasiswa berkaitan dengan kematangan karier, sebagaimana terlihat pada Tabel 4.


(42)

Tabel 4: KISI-KISI KOMPETENSI MAHASISWA BERKAITAN DENGAN KARIER

Konsep Dasar Aspek/Variabel Indikator Item

1 2 3 4

Kompetensi mahasiswa berkaitan dengan kematangan karier ialah tingkat kemampuan dan kesesuaian antara perilaku karier dan perilaku yang diharapkan pada usia tertentu atau pada tahap kehidupan kariernya.

1. Pengetahuan yang dimiliki 2. pengetahuan tentang pekerjaan 3. Kompetensi dalam membuat perencanaan dan pengambilan keputusan karier. 1.1. mengenal kemmpuan diri.

1.2. dapat menco-cokkan nilai yang sesuai antara diri dgn pekrjaan yg diinginkan 2.1.sbrp banyak individu mengetahi dunia kerja mampu mengambil keputusan utk memilih pekerjaan yg sesuai dgn sifat kpribdn 3.1. analisis dlm

pengambilan keputusn karier 3.2. kemampuan dan nilai-nilai pribadi yg mrpkn seleksi tujuan dlm karier 3.4. perencanaan dlm proses pengambilan keptusn karier 3.5. kemampuan pengambilan keptsan

1, 2, 3, 4

5, 6, 7, 8, 9, 10,

11, 12, 13, 14

15, 16, 17, 1819

20, 21 22, 23, 24, 25

26, 27, 28, 30

31, 32 33, 34, 36


(43)

1 2 karier. 3

4

4. Kompetensi memecahkan masalah dalam pekerjaan

4.1. pertimbangan untuk

membuat keputusan memecahkan masalah karier 4.2. kemampuan

pemecahan masalah karier 4.3. kemampuan

memilih pekerjaan secara tepat

37,38, 40

41, 42, 43, 44

45, 46, 47, 48

Penyebaran item kematangan karier terlihat pada lampiran 5. Tes untuk mengukur kemampuan mahasiswa berkaitan dengan kematangan karier terdiri dari 48 butir soal. Setiap soal ada lima (5) alternatif jawabab yang harus dijawab oleh teste. Apabila teste menjawab ”benar” memperoleh skor satu (1), dan jika menjawab ”salah” memperoleh skor nol (0). Skor tetinggi yang diperoleh teste adalah empat puluh delapan (48), dan skor terendah adalah nol (0). Skor yang diperoleh teste di transfer ke percentil point (PP) dengan klasifikasi sebagaimana terlihat pada Tabel 5 berikut:


(44)

Tabel 5. KLASIFIKASI KEMATANGAN KARIER MAHASISWA

Skor Mentah PP Grade Klasifikasi

36 - 48 24 - 35 12 - 23 0 – 11

95 75 55 45

I II III IV

Sangat Matang Matang

Kurang Matang Tidak Matang

4. Mengembangkan Materi Bimbingan

Sesuai dengan tujuan bimbingan pengembangan yaitu meningkatkan kematangan karier mahasiswa, maka materi bimbingan disusun berdasarkan tujuan yang berisi tentang: (1) pemahaman diri dan orang lain; (2) keterampilan membuat perencanaan karier; dan (3) upaya meningkatkan kematangan karier. Adapun materi bimbingan pengembangan untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa sebagaimana terlihat pada lampiran 6.


(45)

D. Analisis Data

Searah dengan prosedur penelitian, maka analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui empat tahap:

Tahap Pertama

Analisis data pada tahap pertama ini dilakukan secara kualitatif. Kualitatif dilakukan untuk memaknai deskripsi kondisi obyektif tentang kebutuhan mahasiswa akan bimbingan pengembangan dalam upaya meningkatkan kematangan karier.

Tahap Kedua

Pada tahap kedua ini analisis data juga menggunakan prosedur kualitatif untuk mendeskripsikan; (a) pelaksanaan aktual bimbingan di UNS yang diungkap dari asesmen kebutuhan mahasiswa; dan (b) pelaksanaan pendekatan pengembangan dalam bimbingan sebagai dasar untuk merumuskan model awal layanan bimbingan di UNS. Analisis ini diperdalam dengan masukan hasil validasi ahli dan praktisi.

Tahap Ketiga

Pada tahap ketiga ini analisis dilakukan dengan menggunakan prosedur kualitatif dan kuantitatif. Bentuk analisisnya adalah menelaah keefektifan implementasi model bimbingan pengembangan untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa. Analisis kuantitatif digunakan T test untuk menganalisis perbedaan kematangangan karier sebelum implementasi model (pre test) dan setelah implementasi model bimbingan pengembangan untuk


(46)

meningkatkan kematangan karier (post test). Analisis kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan implementasi model bimbingan pengembangan untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa. Hasil analisis ini selanjutnya dapat dijadikan dasar menyusun model akhir bimbingan pengembangan yang efektif untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa.

Tahap Keempat. Melakukan Uji Coba

Kegiatan pada tahap ini adalah: (a) melakukan uji coba model dengan mengimplementasikan bimbingan pengembangan yang melibatkan sejumlah mahasiswa sampel penelitian yang sebanyak 114 orang sebagai kelompok eksperimen dan 110 orang mahasiswa sebagai kelompok kontrol; (b) merumuskan model hipotetik bimbingan pengembangan untuk meningkatkan karier mahasiswa yang telah direvisi; (c) melakukan kegiatan post test berkaitan dengan kematangan karier, setelah implementasi bimbingan; (d) melakukan analisis data antara sebelum dan setelah implementasi bimbingan, dan membandingkan dengan kelompok kontrol. Analisis data dengan menggunakan T tes ini bertujuan untuk mengetahui apakah model bimbingan pengembangan efektif untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa UNS. Dari hasil analisis data dapat diperoleh prototipe model bimbingan pengembangan yang efektif untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa.


(47)

Tahapan penelitian dapat digambarkan dalam diagram 1 berikut :

Diagram 1. Tahapan Model Bimbingan Pengembangan untuk Meningkatkan Kematangan Karier Mahasiswa.

Tahap I Survai Awal

Tahap II Merancang Model

Bimbingan

Tahap III Validasi

1. Kajian Teoritis 2. Ases.Kbth Mhs 3. Pengb.Materi 4. Pengb. AUKK

REVISI REVISI REVISI

Tahap IV Uji Coba REVISI

Prototipe Model Bimbingan Pengembangan

untuk Meningkatkan

Kematangan Karir Mahasiswa


(48)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan analisis data dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Tahap Pengembangan Model

Pada tahap ini dilakukan: (1) wawancara kepada pengelola Pusat Bimbingan Konseling dan Pengembangan Karier (PBKPK) tentang pelaksanaan bimbingan dan konseling di UNS yang ternyata belum maksimal; (2) asesmen kebutuhan mahasiswa berkaitan dengan: penyelesaian studi, menunjukkan bahwa mahasiswa membutuhkan fasilitas atau sarana dan prasarana yang memadai untuk keberhasilan studinya yang selalma ini belum terpenuhi secara maksimal; asesmen kebutuhan dalam kaitannya dengan konselor dalam upaya memberikan bimbingan kepada mahasiswa dengan pendekatan pengembangan, menunjukkan perlunya kerjasama diantara keduanya (konselor dan mahasiswa).

Penelitian ini telah berhasil mengembangkan model bimbingan pengembangan untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa. Model bimbingan pengembangan ini merupakan salah satu pendekatan bimbingan yang efektif sebagai upaya membantu mahasiswa dalam meningkatkan kematangan karier.


(49)

Berdasarkan hasil uji ahli yang juga sebagai praktisi menyatakan bahwa model bimbingan pengembangan untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa ini layak digunakan. Artinya model yang dikembangkan telah memenuhi aspek validitas isi, bahasa dan tata tulis, baik pedoman yang digunakan oleh konselor dalam memberikan bimbingan kepada mahasiswa, maupun bahan atau materi yang digunakan konselor dalam memberikan bimbingan kepada mahasiswa. Revisi atau perbaikan-perbaikan dilakukan atas dasar saran dan balikan para ahli dan praktisi. Hasil model bimbingan untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa dengan pendekatan pengembangan ini berupa:

a. Buku pedoman bimbingan pengembangan untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa bagi konselor sebagai pegangan dalam membimbing mahasiswa. Model bimbingan pengembangan untuk meningkatkan kematangan karier yang dihasilkan mencakup komponen-komponen: rasional; visi dan misi bimbingan pengembangan untuk meningkatkan karier mahasiswa; tujuan bimbingan pengembangan mahasiswa; tahapan pelaksanaan bimbingan pengembangan; materi bimbingan pengembangan untuk meningkatkan kematangan karier; dukungan sistem.

b. Buku materi bimbingan pengembangan untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa bagi konselor dan bagi mahasiswa bimbingan. Buku ini digunakan oleh konselor untuk membantu mahasiswa dalam meningkatkan kematangan karier mereka, dan buku


(50)

tugas yang diberikan kepada mahasiswa. Materi bimbingan pengembangan untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa adalah sebagai berikut: 1) pemahaman diri dan orang lain. 2) keterampilan membuat perencanaan dan keputusan karier; 3) upaya meningkatkan kematangan karier. Buku materi beserta buku tugas yang diberikan kepada mahasiswa untuk dipelajari dan dikerjakan selama bimbingan berlangsung.

c. Alat ukur kematangan karier (AUKK) Form 1 dan Form 2, sebagai instrumen untuk mengukur kematangan karier mahasiswa, serta kuesioner yang digunakan untuk asesmen kebutuhan mahasiswa yang akan dibimbing.

2. Tahap Implementasi Model

Pada tahap implementasi model, menyatakan bahwa model bimbingan dengan pendekatan pengembangan sangat efektif untuk meningkatkan kematangan karier. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data kematangan karier menggunakan ANACOVA diperoleh F sebesar 1,526 dengan signifikansi 0,174 untuk sikap dan F sebesar 4,430 dengan taraf signifikansi 0,036 untuk kompetensi. Dilihat dari hasil analisis data kematangan karier yang terdiri dari sikap mahasiswa pada karier, menunjukkan bahwa untuk kelompok eksperimen diperoleh harga t sebesar -35,61 dengan Sig. = 0,000 (signifikan) dan kompetensi mahasiswa pada karier menunjukkan harga t sebesar -35,14 dengan Sig. =


(51)

0,000 ( signifikan). Adapun kelompok kontrol untuk sikap diperoleh harga t sebesar -6,890 dan kompetensi mahasiswa pada karier diperoleh harga t sebesar -8,687 (signifikan). Ada perbedaan yang signifikan antara tes awal dan tes akhir meskipun tidak ada bimbingan, namun angkanya lebih kecil dibanding kelompok eksperimen. Ini berarti bahwa dengan bimbingan kematangan karier akan meningkat jika dibanding dengan tidak diberi bimbingan. Peningkatan kematangan karier pada mahasiswa sebagai kontrol yang tanpa diberi bimbingan ini, didasarkan bahwa mahasiswa pada semester tujuh termasuk mahasiswa yang berusia 20 sampai 24 tahun secara psikologis berada pada akhir remaja menuju kedewasaan. Artinya pada usia tersebut telah berada pada posisi menuju kedewasaan. Dengan demikian bagi sebagian mahasiswa telah memiliki kematangan karier. Namun demikian, kematangan karier dapat lebih ditingkatkan secara sangat signifikan melalui pemberian bimbingan pengembangan, yaitu melalui pemberian layanan informasi pemahaman diri dan orang lain, pemberian latihan keterampilan membuat perencanan karier, dan upaya meningkatkan kematangan karier. Hasil yang menunujukkan bahwa ada sebagian mahasiswa yang telah memiliki kematangan karier ini disebabkan karena semakin tinggi tingkat kelas semakin tinggi pula kematangan sikap mahasiswa terhadap karier. Hal ini sesuai dengan penelitian Smith dan Herr 1972 (dalam Soli Abimanyu, 1990: 91) yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat kelas makin tinggi pula kematangan sikap terhadap karier .baik pada laki-laki maupun perempuan.


(52)

Dengan demikian sudah sewajarnya jika sebagian mahasiswa pada semester tujuh telah memiliki kematangan karier.

Kematangan karier yang diartikan sebagai konsep untuk menunjukkan telah dicapainya tahapan tertentu dalam perkembangan karier dari tahap eksplorasi sampai tahap kemunduran, yang ditandai oleh matangnya mahasiswa dalam mengenali dan mengatasi masalah karier dan kehidupan. Kematangan karier mahasiswa tidak bisa lepas dari masalah perkembangan karier, pilihan karier, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Perkembangan karier merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perkembangan pada umumnya. Oleh karena itu perkembangan karier memiliki prinsip-prinsip yang sama dengan perkembangan pada umumnya. Perkembangan karier dipengaruhi oleh faktor: nilai-nilai, minat, sikap, kesadaran diri, dan kesadaran terhadap situasi. Faktor lingkungan atau situasi yang berpengaruh langsung terhadap perkembangan karier adalah: keluarga, sekolah (kampus), masyarakat dan lapangan kerja. Mahasiswa yang berada pada tahap eksplorasi dan menuju kearah tahap pemantapan sebagian dari mereka diduga telah mempertimbangkan arah pilihan karier dan kehidupannya.

Pendekatan yang digunakan dalam bimbingan pengembangan ada empat, yaitu: (1) pendekatan krisis, merupakan teknik intervensi yang digunakan konselor untuk membantu mahasiswa yang mengalami masalah; (2) pendekatan remedial, melalui pendekatan ini konselor


(53)

memfokuskan bantuannya pada kelemahan yang terukur, dan mencoba meremediasinya. Teknik yang digunakan dalam pendekatan ini adalah mengajar keterampilan mahasiswa (teaching student skill), seperti keterampilan sosial (keterampilan bernegosiasi, bermusyawarah, dan memecahkan masalah-masalah interpersonal); (3) pendekatan preventif, yaitu konselor mengantisipasi masalah-masalah umum dan berupaya mencegahnya, sebelum masalah itu terjadi. Teknik yang digunakan dalam pendekatan ini memberikan layanan informasi; dan (4) pendekatan pengembangan, yang sifatnya lebih proaktif dibandingkan dengan ketiga pendekatan di atas.

Adapun teknik intervensi yang digunakan dalam pendekatan pengembangan ini adalah (a) mengajar, (b) pemberian layanan informasi, (c) bermain peran, (d) melatih, (e) tutoring, dan (f) konseling. Pendekatan pengembangan lebih berorientasi dan menitikberatkan kepada seluruh mahasiswa, yang tugas utamanya lebih menekankan pada penciptaan suasana belajar yang efektif (to build effective learning climates), dibanding dengan mengadakan ” penyembuhan ” terhadap mahasiswa yang mengalami krisis.

3. Temuan Penelitian

Penelitian ini dapat ditemukan bahwa model bimbingan pengembangan untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa ini dapat diterapkan di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Hal ini dapat ditunjukkan oleh: isi


(54)

bimbingan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan nyata mahasiswa; dukungan sistem yang sedah lebih layak dan terus dikembangkan seperti dukungan Dekan beserta jajarannya, mahasiswa, sarana dan prasarana. Sejak direncanakan sampai selama uji lapangan model bimbingan

pengembangan mahasiswa menunjukkan motivasi yang tinggi untuk dibimbing. Artinya mahasiswa sangat membutuhkan bimbingan dari konselor untuk meningkatkan kematangan karier mereka agar potensinya berkembang secara optimal. Model bimbingan pengembangan untuk kematangan karier yang dihasilkan ini bukanlah suatu model bimbingan dan konseling yang tanpa kelemahan. Meskipun menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan, model ini juga mempunyai kelemahan di samping kekuatan.

Kekuatan model bimbingan pengembangan untuk meningkatkan kematangan karier ini ialah: (a) model bimbingan pengembangan untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa hasil penelitian ini dapat diterapkan di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Hal ini dapat ditunjukkan oleh: isi bimbingan pengembangan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa untuk meningkatkan kematangan karier sehingga dapat mengoptimalkan potensi mereka; (b) dukungan sistem yang sudah lebih dari para Dekan beserta jajarannya serta; (c) sejak direncanakan sampai selama uji lapangan para mahasiswa menunjukkan motivasi dan antusias yang tinggi dalam mengikuti bimbingan.


(55)

Kelemahan model bimbingan pengembangan ini adalah: tujuan bimbingan pengembangan untuk meningkatkan kematangan karier tidak akan tercapai secara efektif jika konselor tidak menerapkan layanan dasar bimbingan, layanan responsif dan layanan bimbingan individual sebagai kesatuan layanan.

Model bimbingan pengembangan untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa ini dapat dilaksanakan meskipun jumlah konselor di perguruan tinggi kurang, karena dosen pembimbing akademis (PA) dapat diikut sertakan secara kolaboratif untu melaksanakan bimbingan. Model bimbingan pengembangan untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa ini dapat dilaksanakan tanpa kesulitan yang berarti, karena model bimbingan pengembangan ini sejalan dengan program-program bimbingan yang telah dilaksanakan selama ini.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka dapat dikemukakan rekomendasi sebagai berikut:

1. Rekomendasi untuk Implementasi Model Bimbingan Pengembangan Mengingat pentingnya layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi, maka perlu memperhatikan kebutuhan-kebutuhan yang mutlak dibutuhkan oleh mahasiswa, agar mereka dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Kebutuhan-kebutuhan itu berkaitan dengan: peningkatan kesehatan fisik maupun psikis, kelengkapan buku di


(56)

perpustakaan, kelengkapan peralatan laboratorium dan pemanfaatnya, bimbingan untuk meningkatkan kematangan karier serta pemberian bimbingan dalam penyusunan skripsi secara terjadwal agar mereka dapat menyelesaikan studinya tepat waktu. Di samping itu, perlu fasilitas yang memadai demi kelancaran implementasi model bimbingan pengembangan ini untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa.

Motivasi konselor di perguruan tinggi perlu ditingkatkan dalam upaya mengimplementasikan bimbingan pengembangan untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa ini. Model bimbingan pengembangan ini dijadikan salah satu altrenatif sebagai upaya membantu semua mahasiswa dalam meningkatkan kematangan karier mereka, sehingga mereka dapat mengembangkan potensinya secara optimal.

Pentingnya dukungan sistem dari Dekan beserta jajarannya di semua fakultas di Universitas Sebelas Maret Surakarta tentang fasilitas yang diperlukan dalam mengimplementasikan bimbingan pengembangan untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa.

2. Rekomendasi Untuk Penelitian Lebih Lanjut a. Untuk Luas Daerah Penelitian

Model bimbingan pengembangan untuk meningkatkan kematangan karier ini di laksanakan di Universitas sebelas Maret (UNS), dengan sampel tiga fakultas. Meskipun model bimbingan pengembangan ini dikatakan efektif untuk meningkatkan kematangan karier mahasiswa,


(57)

namun tidak dapat ditarik generalisasi. Agar temuan ini dapat digeneralisasikan untuk daerah atau populasi yang lebih luas perlu diadakan penelitian lanjutan pada fokus yang sama dengan jumlah universitas atau perguruan tinggi yang lebih banyak baik negeri maupun swasta.

b. Tentang Tema atau Topik Penelitian

Dalam penelitian ini telah diyakini bahwa meningkatnya kematangan karier yang signifikan ini karena implementasi bimbingan pengembangan. Atas dasar itu, kemudian dirumuskan model bimbingan pengembangan untuk membantu mahasiswa dalam meningkatkan kematangan karier mereka. Meningkatnya kematangan karier mahasiswa sebagai kontrol diduga disebabkan mahasiswa pada semester tujuh telah berada pada proses menuju kedewasaan. Mahasiswa yang berada pada tahap eksplorasi dan menuju kearah tahap pemantapan sebagian dari mereka diduga telah mempertimbangkan arah pilihan karier dan kehidupannya.

Oleh karena itu, agar temuan penelitian ini lebih kuat lagi, maka direkomendasikan untuk dilakukan penelitian lanjutan dengan tema atau topik: Kontribusi layanan bimbingan pengembangan terhadap peningkatan kematangan karier mahasiswa yang dilakukan pada semester awal (semester satu atau semester dua).


(58)

198

Abimanyu, S. (1990). Hubungan Antara Beberapa Faktor Sosial dan Prestasi. Jenis Kelamin dan Lokus Kendali dengan Kematangan Karir Siswa Sekolah Menengah Atas. Desertasi. Malang: Fakultas Pascasarjana. IKIP.

Anderson, D. (1992). A Case for standards of Counseling Practice. Journal of Counseling and Development. 71 (1). 22 – 26.

Anderson-Hanley, C. (1997). Adventure programming and spirituality Integration models, methods and reseach. The journal of Experiential Education, 20, 102-108.

Axelson, A. J. (1999). Counseling and Development In A Multicultural Society. 3rd edition. New York: Books/Cole Publishing Company.

Bentley, C. Yoseph. (1968). The Counselor’s role. Commentary and reading. New York: Boston Houghton Mifflin.

Bronson, J. Gibson S. Kichar, R. & Pries S. (1992). Evaluation of team development in corporate adventure training program. Journal of Experiential Education. Creswell, John W. (2008). Educational Research. Planning, Conducting, and Evaluating

Quantitative and Qualitative Research. Third Edition. New Jersey: Pearson Education Inc.

Crites, J. D. (1981). Career Counseling: Models, Methods and Material. New York: McGraw – Hill.

Dahlan, M.D. (1988). Posisi Bimbingan dan Penyuluhan Pendidikan dalam Kerangka Ilmu Pendidikan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap pada Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Bandung.

Dean, J. W. dan Evan, J. R. (1994). Total Quality Management: Management, Organization, and Strategy. New York: West Publishing Company.

Depdikbud. (1980). Pedoman Pelaksanaan Pola Pembaharuan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan di Indonesia: Buku IV Penyelenggaraan Pendidikan dan Penilaian dalam Sistem Kredit Semester. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.

Djojonegoro, W. (1998). Menyiapkan Dunia Pendidikan Menghadapi Abad 21. Dalam Abdul Aziz Yahya M. Visi Global. Antisipasi Indonesia Memasuki Abad 21. Jakarta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


(59)

Fadhilah, Siti, S. (2005). Asesmen Kebutuhan Mahasiswa FKIP UNS. Penelitian. Surakarta: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UNS. Frans and Bursuck, W. (1996). Including Student With Special Needs. Boston: A & B. Gall, M. D. and Borg, W. R. (1983) Educational Research: An Introduction. New York:

Longman. Inc.

Gass, M. A. (1990). The longitudinal effects of an adventure orientation program on the retantion of student. Journal of College Student Development, 31, 33-38. Gibson R.L. Mitchell M. H. (1986). Introduction To Counseling And Guidance. Second

Edition. New York: MacMillan Publishing Company.

Jalal, F. (2007). Tantangan Konselor di Indonesia (Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan – Depdiknas). Makalah. Disampaikan dalam Semiloka Pendidikan Kesadaran Berkonstitusi di Jakarta. 4-6 Mei 2007.

Jamaluddin M. Syaikh M. (2001). Psikologi Anak dan Remaja Muslim. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar.

Jones, A. J. (1951). Principles of Guidance and Pupil Personnel Work. New York: McGraw-Hill Book Company.

Kartadinata, S. (1996), Kerangka Kerja Bimbingan dan Konseling Pendidikan, Pendekatan Ekologis Sebagai Suatu Alternatif. Bandung: IKIP.

Kartadinata, S. (2000). Pendidikan Untuk Pengembangan Sumber Daya Manusia Bermutu Memasuki Abad XXI: Implikasi Bimbingannya. Jurnal Paedagogia. Bandung: FIP Universitas Pendidikan Indonesia.

King, G. (1999). Counseling Skills For Teachers. Talking matters. Buckingham-Philadelphia: Open University Press.

Lock, D. C. (1993). “Multicultural Counseling”. ERIC Digest. (Online). Tersedia: http//www.ed.gov/database/ERIC-Digests/ 17 September 2003.

Mudjiman, H. (1997). Laporan Tahunan Rektor 1997. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Munandir. (1994). Program Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi dan Masalah Pengembangan Keterampilan Dosen Pembimbing. Makalah. Di sampaikan pada Konvensi Dosen Pembimbing se Indonesia . Di Surakarta. UNS. Tanggal 21 – 23 Juli 1994.


(1)

197

namun tidak dapat ditarik generalisasi. Agar temuan ini dapat

digeneralisasikan untuk daerah atau populasi yang lebih luas perlu

diadakan penelitian lanjutan pada fokus yang sama dengan jumlah

universitas atau perguruan tinggi yang lebih banyak baik negeri maupun

swasta.

b. Tentang Tema atau Topik Penelitian

Dalam penelitian ini telah diyakini bahwa meningkatnya

kematangan karier yang signifikan ini karena implementasi bimbingan

pengembangan. Atas dasar itu, kemudian dirumuskan model bimbingan

pengembangan untuk membantu mahasiswa dalam meningkatkan

kematangan karier mereka. Meningkatnya kematangan karier mahasiswa

sebagai kontrol diduga disebabkan mahasiswa pada semester tujuh telah

berada pada proses menuju kedewasaan. Mahasiswa yang berada pada

tahap eksplorasi dan menuju kearah tahap pemantapan sebagian dari

mereka diduga telah mempertimbangkan arah pilihan karier dan

kehidupannya.

Oleh karena itu, agar temuan penelitian ini lebih kuat lagi, maka

direkomendasikan untuk dilakukan penelitian lanjutan dengan tema atau

topik: Kontribusi layanan bimbingan pengembangan terhadap peningkatan

kematangan karier mahasiswa yang dilakukan pada semester awal


(2)

198

DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu, S. (1990). Hubungan Antara Beberapa Faktor Sosial dan Prestasi. Jenis Kelamin dan Lokus Kendali dengan Kematangan Karir Siswa Sekolah Menengah Atas. Desertasi. Malang: Fakultas Pascasarjana. IKIP.

Anderson, D. (1992). A Case for standards of Counseling Practice. Journal of Counseling and Development. 71 (1). 22 – 26.

Anderson-Hanley, C. (1997). Adventure programming and spirituality Integration models, methods and reseach. The journal of Experiential Education, 20, 102-108.

Axelson, A. J. (1999). Counseling and Development In A Multicultural Society. 3rd edition. New York: Books/Cole Publishing Company.

Bentley, C. Yoseph. (1968). The Counselor’s role. Commentary and reading. New York: Boston Houghton Mifflin.

Bronson, J. Gibson S. Kichar, R. & Pries S. (1992). Evaluation of team development in corporate adventure training program. Journal of Experiential Education. Creswell, John W. (2008). Educational Research. Planning, Conducting, and Evaluating

Quantitative and Qualitative Research. Third Edition. New Jersey: Pearson Education Inc.

Crites, J. D. (1981). Career Counseling: Models, Methods and Material. New York: McGraw – Hill.

Dahlan, M.D. (1988). Posisi Bimbingan dan Penyuluhan Pendidikan dalam Kerangka Ilmu Pendidikan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap pada Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Bandung.

Dean, J. W. dan Evan, J. R. (1994). Total Quality Management: Management, Organization, and Strategy. New York: West Publishing Company.

Depdikbud. (1980). Pedoman Pelaksanaan Pola Pembaharuan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan di Indonesia: Buku IV Penyelenggaraan Pendidikan dan Penilaian dalam Sistem Kredit Semester. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.

Djojonegoro, W. (1998). Menyiapkan Dunia Pendidikan Menghadapi Abad 21. Dalam Abdul Aziz Yahya M. Visi Global. Antisipasi Indonesia Memasuki Abad 21. Jakarta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


(3)

199

Fadhilah, Siti, S. (2005). Asesmen Kebutuhan Mahasiswa FKIP UNS. Penelitian. Surakarta: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UNS. Frans and Bursuck, W. (1996). Including Student With Special Needs. Boston: A & B. Gall, M. D. and Borg, W. R. (1983) Educational Research: An Introduction. New York:

Longman. Inc.

Gass, M. A. (1990). The longitudinal effects of an adventure orientation program on the retantion of student. Journal of College Student Development, 31, 33-38. Gibson R.L. Mitchell M. H. (1986). Introduction To Counseling And Guidance. Second

Edition. New York: MacMillan Publishing Company.

Jalal, F. (2007). Tantangan Konselor di Indonesia (Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan – Depdiknas). Makalah. Disampaikan dalam Semiloka Pendidikan Kesadaran Berkonstitusi di Jakarta. 4-6 Mei 2007.

Jamaluddin M. Syaikh M. (2001). Psikologi Anak dan Remaja Muslim. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar.

Jones, A. J. (1951). Principles of Guidance and Pupil Personnel Work. New York: McGraw-Hill Book Company.

Kartadinata, S. (1996), Kerangka Kerja Bimbingan dan Konseling Pendidikan, Pendekatan Ekologis Sebagai Suatu Alternatif. Bandung: IKIP.

Kartadinata, S. (2000). Pendidikan Untuk Pengembangan Sumber Daya Manusia Bermutu Memasuki Abad XXI: Implikasi Bimbingannya. Jurnal Paedagogia. Bandung: FIP Universitas Pendidikan Indonesia.

King, G. (1999). Counseling Skills For Teachers. Talking matters. Buckingham-Philadelphia: Open University Press.

Lock, D. C. (1993). “Multicultural Counseling”. ERIC Digest. (Online). Tersedia: http//www.ed.gov/database/ERIC-Digests/ 17 September 2003.

Mudjiman, H. (1997). Laporan Tahunan Rektor 1997. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Munandir. (1994). Program Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi dan Masalah Pengembangan Keterampilan Dosen Pembimbing. Makalah. Di sampaikan pada Konvensi Dosen Pembimbing se Indonesia . Di Surakarta. UNS. Tanggal 21 – 23 Juli 1994.


(4)

Munandir. (1994). Tantangan Perubahan Kemasyarakatan dan Peranan Baru Bimbingan. Makalah. Disampikan pada Diskusi Panel BK. Diselenggarakan: IPBI, IGPI, IKABP/PPB FIP IKIP Surabaya. 18 Desember 1994.

Muro, J. J. & Kotman. (1995). Guidance for all. Paper read at the Texas Personnel and Guidance Conference. Asustin. Texas. May 12 1991.

Natawidjaja, R. (1987). Bimbingan danPenyuluhan Kelompok. Bandung: Fakultas Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Natawidjaja, R. (1988). Pengolahan Data Secara Statistik. Bandung: Fakultas Pasca Sarjana Universitas Pendidikan indonesia.

Nugent, F. A. (1981). Profesional Counseling. An Overview. California: Monterey Brooks/Cole Publishing Company.

Osipow, S. H. (1983). Theories of Career Development (Third Edition). Englewood Cliffs. New Jersey: Prentice-Hall. Inc.

Partington, G. and McCudden V. (1993). Ethnicity and Education. Australia: Social Science Press.

Pavlak, M. F. dan Kammer, P. P.(1985). “The Effects of Career Guidance Program on the Career Maturity and Self-Concept of Delinquent Youths”, Journal of Vacational Behavior. Vol. 26. Hal 41-54.

Prayitno dan Erman, A. (1994), Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Proyek Pembinaan dan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Prayitno. (1987). Profesionalisasi Konseling dan Pendidikan Konselor. Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan.

Roosdi, A.S. (1986). Tingkat Penerapan Prinsip-Prinsip Bimbingan Dalam Kegiatan Bimbingan dengan Orientasi Nilai Budaya Dan Sikap Terhadap Bimbingan Dosen Pembimbing Pada Beberapa Perguruan Tinggi Negeri. Desertasi. Bandung: IKIP Program Pascasarjana.

Schmidt, John J. (1999). Counseling in Schools: Essential Service and Comprehensive. Boston: Allyn Bacon.

Sedanayasa, G. (2003). Model Kolaborasi Pembimbing dan Guru dalam Peningkatan Keterampilan Belajar Siswa dengan Pendekatan Multimodal. Desertasi. Bandung: Program Pascasarjanan UPI.


(5)

201

Shertzer, B. dan Stone, S. C. (1982). Fundamentals of Guidance. Boston: Houghton Mifflin Company.

Shea, T. M. dan Bauer, A. M. (1991). Parents and Teachers of Children with Exceptionalities. A Handbook for Collaboration. Needham Height Massachusetts: Allyn and Bacon.

Smith, E. D. dan Her, E. L. (1972). ” Sex Differences in the Maturation of Vocational Attitudes Among Adolescents”. The Vocational Guidance Quarterly. Vol. 20. No. 3.

Stewart, L. Tubbs dan Sylvia, M. (1996), Human Communication. Alihbahasa Deddy Mulyana dan Gembirasari. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sudjana, N. dan Ibrahim. (1988). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru.

Sukmadinata, N. Syaodih. (2002). Pendekatan Penelitian dan Pengembangan. Bandung: Program Pascasarjana. Universitas Pendidikan Indonesia.

Super, D. E. (1990). A life-span, life-space approach. Career choice and development (2nd ed.). In D. Brown, L. Brooks, & Associates (Eds,). San Francisco: Jossey-Bass.

S. K., Rektor. (1991). Nomor: 177/PT 40.H/I/92. Surakarta: UNS.

Surya, M. (2008). Implementasi Undang-Undang Guru dan Dosen dalam Peningkatan Profesionalisme Konselor Sekolah. Makalah. Disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Nasional Bimbingan dan Konseling. 12-13 Maret 2008. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Suryabrata, S. (2005). Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta: Andi.

Teresa, B. Fletcher, and Hinkle, J. Scott. (2002). Adventure Based Counseling: An Innovation in Counseling. Journal of Counseling & Development. Summer, Vol. 80, 227-278.

Universitas Sebelas Maret. (2007). UNS dalam Angka.. Surakarta: University Press. Yagie, D.T. (1998). Multicultural Counseling and the School Counselor. [Online].

Tersedia di http://ericass.uncg.edu/virtuallib/diversity/1064.html. [26 September 2001].

Yusuf, S. (1999). Model Bimbingan dan Konseling dengan Pendekatan Ekologis. Disertasi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.


(6)

Yuwono, Dwi, P. S. (1998). Pencarian Model Layanan Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi (Studi Kolaboratif dengan Personil Bimbingan di IKIP dan Akper Depkes Semarang). Desertasi. Bandung: Program Pascasarjana UPI. Tidak Diterbitkan.

Winkel, W. S. (1991). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.

Wrenn, C. G. (1962). The Counselor in Changing World. Wasington: American Personnel and Guidance Association.

Zunker, V. G. (1990). Career Counseling: Applied Concept of Life Planning. Pacific Grove. California: Brooks/Cole Publishing Company.