MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PESERTA DIDIK BERKESULITAN BELAJAR (LEARNING DIFFICULTIES) DI SEKOLAH DASAR REGULER.

(1)

HALAMAN PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 17

D. Anggapan Dasar ... 18

E. Pertanyaan Penelitian ... 19

F. Definisi Operasional Variabel ... 20

G. Manfaat Penelitian ... 22

BAB II KAJIAN TEORI ... 24

A. Hakekat Peserta Didik Berkesulitan Belajar ... 24


(2)

Berkesulitan Belajar ... 29

2. Membidik Permasalahan Belajar dan Proses Membaca ... 31

C. Hakekat Pembelajaran ... 54

1. Pengertian Model Pembelajaran ... 55

2. Ragam Model Pembelajaran ... 57

D. Alternatif Model Pembelajaran di Kelas Mainstreaming. ... 62

1. Pembelajaran yang berdiferensiasi ... 62

2. Multi level dalam Belajar ... 69

3. Rencana Pembelajaran yang Diindividualisasikan dalam Pembelajaran yang Berdiferensiasi dengan Pendekatan Multi level. ... 72

BAB III METODA PENELITIAN ... 80

A. Metoda Penelitian ... 80

B. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 82

C. Prosedur Penelitian ... 86

1. Studi Pendahuluan ... 86

2. Pengembangan Model ... 87

3. Tahap Pengujian Model ... 92

D. Tehnik Pengumpul Data dan Pengembangan Instrumen ... 93


(3)

HASIL PENELITIAN ... 100

A. Hasil Studi Pendahuluan ... 100

1. Hasil Studi Lapangan ... 100

2. Analisis Empirik ... 122

3. Analisis Teori ... 127

B. Pengembangan Draf Awal Model pembelajaran (Model Konseptual) 134 C. Ujicoba Model... ... 159

D. Uji Validasi Model ... 230

E. Pembahasan Hasil Penelitian ... 236

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI ... 253

A. Kesimpulan ... 253

B. Implikasi ... 267

C. Rekomendasi ... 269

DAFTAR PUSTAKA ... 274

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 280


(4)

Tabel 2.1 Langkah-langkah untuk Mendapatkan Akses ke Kurikulum

Umum untuk Peserta didik berkesulitan belajar membaca ... 69

Tabel 3.2 Sumber data penelitian pada Studi Pendahuluan ... 83

Tabel 3.3 Sumber data penelitian pada Ujicoba terbatas ... 84

Tabel 3.4 Sumber data penelitian pada Ujicoba Luas ... 85

Tabel 3.5 Analisis Data Pengembangan Model Pembelajaran Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Anak Dengan Kesulitan Belajar ... 99

Tabel 4.6 Pola Disabilitas Membaca ... 119

Tabel 4.7 Pemetaan Standar kompetensi, kompetensi dasar dan Indikator pada Model pembelajaran yang berdiferensiasi membaca kelas 4 kelas Sekolah dasar Semester Genap 2012 ... 154

Tabel 4.8 Desain Implementasi Pembelajaran berdiferensiasi Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca pada kelas IV Sekolah Dasar ... 157


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Variabel-variabel Pembentukan Proses Pembelajaran ... 13

Gambar 1.2 Keterkaitan Antar Variabel Pengembangan Model Pembelajaran ... 17

Gambar 2.3 Elemen yang berkontribusi dalam membaca ... 32

Gambar 2.4 Proses Pembelajaran yang Diindividualisasikan ... 74

Gambar 3.5 Bagan Kerangka Penelitian dan Pengembangan ... 81

Gambar 3.6 Bagan Siklus Pada Ujicoba Terbatas dan luas ... 88

Gambar 3.7 Skema rancangan ekprimen uji efektivitas model... 93

Gambar 4.8 Desain Model Draf Awal ... 153

Gambar 4.9 Model pembelajaran berdiferensiasi hasil pengembangan uji terbatas ... 183

Gambar 4.10 Pedoman Pelaksanaan Model pembelajaran berdiferensiasi hasil pengembangan ... 184

Gambar 4.11 Model pembelajaran berdiferensiasi hasil pengembangan uji skala luas ... 221

Gambar 4.12 Pedoman Penyusunan dan Implementasi Model Pembelajaran Berdiferensiasi ... 225

Gambar 4.13 Tahap Perkembangan Desain Model Pembelajaran Berdiferensiansi ... 229

Gambar 4.14 Model Prosedur Pembelajaran Berdiferensiasi ... 234


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Instrumen Penelitian Model Pembelajaran Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Anak Dengan

Kesulitan Belajar ... 280

Lampiran 2 Silabus Pembelajaran ... 289

Lampiran 3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I... 295

Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II ... 299

Lampiran 5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran III ... 303

Lampiran 6 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IV ... 306

Lampiran 7 Teks Bacaan ... 309

Lampiran 8 Panduan Observasi Kelas Dalam Uji Coba Model Pembelajaran Berdiferensiasi ... 305

Lampiran 9 Lembar Pengamatan ... 307

Lampiran 10 Lembar Penilaian Desain Model Pembelajaran Berdiferensiasi Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Murid dengan Kesulitan Belajar (Learning Difficulties) di Sekolah Dasar ... 308

Lampiran 11 Pedoman Penyusunan dan Implementasi Model Pembelajaran Berdiferensiasi ... 323

Lampiran 12 Olahdata ujicoba Terbatas ... 324

Lampiran 13 Olahdata Ujicoba Luas ... 332

Lampiran 14 Olahdata Uji validasi ... 348

Lampiran 15 Hasil Karya Anak ... 352

Lampiran 16 Contoh Teknik Cloze ... 354

Lampiran 17 Dokumentasi Kegiatan ... 355


(7)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Sesuai dengan fokus permasalahan dan tujuan penelitian, maka metoda yang akan digunakan dalam studi ini adalah rancangan penelitian pengembangan. Penelitian pengembangan diarahkan sebagai a process used to develop and

validate educational product (Borg and Gall:1989: Branen, 2002). Sebuah proses

untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan. Produk yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran di sekolah dasar yang dapat mengakomodasi kemampuan membaca pada peserta didik berkesulitan belajar. Penelitian dan pengembangan secara langsung membidik kondisi serta kebutuhan pengembangan produk yang bersandar dari aktual lapangan yang digali melalui studi pendahuluan, juga memiliki langkah-langkah yang sistematis dilakukan secara siklus dengan evaluasi dan penyempurnaan-penyempurnaan sebelum memperoleh produk. Bersandar dari komponen-komponen tersebut membuat penelitian dan pengembangkan sesuai dengan penelitian yang penulis kembangkan.

Secara konseptual Borg and Gall (1989:784-785) menggagas sepuluh langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan metode ini yaitu: 1) Penelitian dan pengumpulan informasi (research and information collecting), 2) Perencanaan (planning) 3) Pengembangan produk awal (Develop preliminary form of product), 4) Uji coba awal (preliminary field testing), 5) Revisi produk (main


(8)

product revision), 6) uji coba utama (main fild testing), 7) Revisi produk

perasional (operational product revision), 8) Uji coba operasional (operational

fild testing), 9) Revisi produk akhir (final revisi product), 10) Desimidasi dan

implimentasi (dessimination and implementation). Dari kesepuluh langkah-langkah tersebut di atas Sukmadinata (2006:190) memodifikasi model penelitian dan pengembangan kedalam tiga langkah yaitu 1) studi pendahuluan yang meliputi studi literatur, studi lapangan, dan penyusunan draf awal produk, 2) uji coba dengan sampel terbatas (uji coba terbatas) dan uji coba dengan sampel lebih luas (uji coba lebih luas), 3) uji produk melalui eksprimen dan sosialisasi produk.

Adapun kerangka penelitian dan pengembangan yang akan dilakukan dalam penelitian ini divisualisasikan pada bagan berikut:

Gambar 3.5


(9)

B. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di beberapa sekolah dasar yang berada di kota Bandung dan sekitarnya, baik sekolah dasar kategori reguler maupun sekolah dasar inklusi (SD Inklusi). SD Inklusi merupakan sebutan untuk sekolah dasar biasa yang menyelenggarakan pendidikan umum dan menerima peserta didik dengan disabilitas. Pada umumnya SD Inklusi tersebut telah mendapat pengakuan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat. Mengingat sekolah dasar dengan kategori inklusi lokasinya menyebar malahan kebanyakan berada di pinggiran kota Bandung atau telah memasuki wilayah kabupaten Bandung maka penelitian dilakukan pada sekolah dasar dengan lokasi kota Bandung dan sekitarnya.

Subjek dalam penelitian adalah a) guru kelas dan guru bidang studi bahasa Indonesia yang mengampuh peserta didik berkesulitan belajar, b) peserta didik yang ada pada kelas mainstreaming.

Dasar pemikiran pemilihan subjek peserta didik sekolah dasar adalah usia peserta didik sekolah dasar berkisar 7 sampai 12 tahun berada pada fase middle

childhood dimana dari sisi kebahasaan peserta didik pada tingkat perkembangan

yang sangat pesat. Dari perspektif psikologi kognitif (Piaget) peserta didik telah memiliki kemampuan beroperasi secara verbal pada objek dan telah dapat merangkaikan, mengklasifikasi, menarik makna atau kesimpulan, bahkan peserta didik telah dapat melakukan abstraksi konsep-konsep bahasa. Disisi lain keterampilan membaca melibatkan aspek kematangan, kemampuan mental dan kemampuan bahasa dalam memamahami simbol-simbol huruf juga


(10)

mengkomunikasikan ide-ide yang terkandung dalam bahan bacaan. Dikatakan pula peserta didik berada pada fase operasional konkrit (Piaget) telah mampu memahami dan menginterprestasikan komunikasi dengan baik dan telah mampu pula membuat dirinya untuk dimengerti orang lain.

a. Lokasi dan Subjek studi pendahuluan

Subjek studi pendahuluan dapat dilihat dari tabel dibawah ini : Tabel 3.2

Sumber data penelitian pada Studi Pendahuluan

No Sekolah Kategori

Jumlah Peserta didik

Kesulitan belajar

01 SD Negeri Sarijadi 3 Inklusi 4

02 SD Negeri Sarijadi 7 Reguler 3

03 SD Negeri Gunung Rahayu 2 Reguler 6

04 SD Negeri Gunung Rahayu 4 Reguler 5

05 SD Mutiara Hati Reguler 4

06 SD Mutiara Bunda Inklusi 3

07 SD Negeri Sapan 4 Reguler 6

08 SD Negeri Sapan 2 Inklusi 14

09 SD Negeri Cipagalo 1 Reguler 5

10 SD Tunas Harapan Inklusi 17

11 SD Negeri Cipagalo 4 Reguler 8

12 SD Negeri Cipagalo 2 Reguler 4

b. Lokasi dan subjek uji coba terbatas dan uji coba skala lebih luas Dari dua belas sekolah tempat dilakukan studi pendahuluan, maka peneliti menetapkan dua sekolah untuk uji coba terbatas, dan 4 sekolah untuk uji coba skala luas. Penentuan sekolah dilakukan secara perposive sampling, dengan pertimbangan bahwa subjek penelitian pada sekolah tersebut memiliki karakteristik yang hampir sama dengan subjek penelitian secara keseluruhan dan


(11)

dianggap layak untuk dapat memberikan informasi setelah desain model diujicobakan. Adapun sekolah-sekolah untuk dijadikan tempat ujicoba terbatas sebagai berikut:

Tabel 3.3

Sumber data penelitian pada Ujicoba terbatas

Sekolah dan kelas Jumlah Peserta didik Peserta didik berkesulitan belajar belajar

katagori Keterangan

SD Negeri Cipagalo 4

27 3 Kurang Guru S1 Bahasa Arab,

belum mendapat

pelatihan penangan

ABK, dukungan

sekolah baik, sarana prasarana cukup, Lokasi dipinggiran kota

SD Negeri Sarijadi 4 (SD Inklusi)

26 orang 3 Baik Guru memiliki

pengalaman mengajar yang panjang. SI Bahasa Indonesia,

memiliki Guru

pendamping khusus (GPK), dukungan sekolah baik, sarana prasarana baik, guru pernah mendapat pelatihan penangan ABK, lokasi di perkotaan

Sedangkan uji coba skala lebih luas peneliti menentukan 4 sekolah dimana pernah penulis jadikan tempat studi pendahuluan. Pada uji coba skala luas ini penulis menentukan sebagaimana yang disyaratkan pada pemilihan sekolah uji coba terbatas. Adapun sekolah-sekolah tersebut adalah:


(12)

Tabel 3.4

Sumber data penelitian pada Ujicoba Luas

Sekolah Jumlah Peserta didik Jumlah peserta didik Kesulitan Belajar membaca

Katagori Keterangan

SD Negeri

Tunas Harapan (SD Inklusi)

38 17 Baik Guru S1, pernah

mendapat pelatihan penangan peserta didik berkebutuhan khusus. Dukungan sekolah baik Lokasi di perkotaan. Memiliki guru pembimbing

khusus. SD N Gunung

Rahayu

49 4 Kurang Guru S1, belum

pernah mendapat pelatihan penangan ABK, dukungan sekolah baik, lokasi di pigiran perkotaan

SD Negeri

sarijadi 7

25 4 Kurang Guru S1 belum

pernah mendapat pelatihan penangan ABK, dukungan sekolah baik, lokasi di kota

SD Negeri Sapan

(Inklusi)

25 3 Baik Guru S1

Kependidikan, pernah mendapat pelatihan tentang peserta didik berkebutuhan khusus, dukungan sekolah baik, lokasi dipinggiran kota ,memiliki guru pembimbing


(13)

C. Prosedur Penelitian

Sesuai dengan langkah-langkah penelitian pengembangan Borg dan Gall hasil modifikasi Sukmadinata (2006:189) maka prosedur penelitian ini melalui tiga tahapan penting yaitu studi pendahuluan, pengembangan model dan pengujian model.

1. Studi Pendahuluan

Tahap awal yang dilakukan pada studi pendahuluan dengan melakukan studi lapangan dan studi literatur. Studi lapangan dilakukan untuk mendapatkan data faktual berkaitan dengan kurikulum dan pembelajaran baik yang tertulis juga interaksi pembelajaran yang dibentangkan meliputi: a) Rencana pelaksanaan pembelajaran b) Proses pembelajaran di kelas yang mengampuh peserta didik berkesulitan belajar (learning difficulties), c) Materi, media dan sumber belajar

yang digunakan d) Strategi, pendekatan pembelajaran yang dibentangkan, e) Sistem penilaian serta f) Kualifikasi guru yang mengajar serta sistem dukungan

yang dimiliki. Selain itu untuk mendapatkan gambaran konkrit pola permasalahan membaca yang dihadapi peserta didik berkesulitan belajar. Pada kajian pustaka dilakukan untuk memperoleh dukungan pengetahuan tentang teori, konsep, strategi atau model pembelajaran yang dapat mengakomodasi keberagaman kebutuhan pembelajaran, juga menelaah berbagai penelitian yang relevan yang berkaitan dengan penelitian yang sedang dilakukan.


(14)

2. Pengembangan Model Pembelajaran

a. Penyusunan Draf Awal Model Konseptual

Penyusunan draf awal model konseptual didasarkan hasil studi pendahuluan atau model faktual pembelajaran di sekolah dasar pada kelas yang mengampuh peserta didik berkesulitan belajar dan kajian pustaka. Pada draf awal dirumuskan langkah-langkah yang harus ditempuh sebagai tagihan model pembelajaran mulai dari pra pembelajaran, implementasi, dan evaluasi pembelajaran.

Draf awal model yang digagas membutuhkan seperangkat pengetahuan, keterampilan tertentu yang harus dimiliki pengguna di lapangan karena itu untuk menerapkannya dibutuhkan kesamaan persepsi dengan pemegang kebijakan sekolah, guru kelas, guru bidang studi yang mengampuh peserta didik berkesulitan belajar. Untuk mengakomodasi tantangan lapangan maka setelah disusun draf desain model konseptual peneliti melakukan presentasi ihwal peserta didik kesulitan belajar dan tantangannya, diskusi-diskusi dengan guru kelas, bidang studi yang mengampuh pesert didik berkesulitan belajar, kepala sekolah barkaitan dengan segala sesuatu sebagai tagihan penerapan model pembelajaran.

b. Uji coba model pembelajaran

Model pembelajaran yang telah disusun selanjutnya diujicobakan secara terbatas kemudian uji coba skala luas. Pada uji coba terbatas maupun dengan skala lebih luas peneliti menggunakan prinsip-prinsip atau tehnik yang digunakan pada

lesson study. Lesson study berasal dari Jepang dengan nama Jugyo kenkyu,


(15)

atau pengembangan profesional guru berbasis sekolah. Ada juga yang mengatakan kalau lesson study is collaboration research on teaching-learning process (Hibi,Y:2004) yang dalam pelaksanaannya jugyou kenkyu memiliki siklus atau putaran melalui tahapan-tahapan yaitu perencanaan, implementasi, evaluasi dan refleksi. Sedangkan Japan Society for The Promotion of Science (Inagi:1996) yaitu melalui tahapan Mondai Settei (Questioning), Keikaku (perencanaan), Jissei

(implimentasi), Kansatsu (Observasi), Hansei (refleksi) and Saikeikaku (perencanaan kembali). Adapun tahapan-tahapan siklus yang akan dilakukan

pada uji coba terbatas dan uji coba skala luas divisualisasikan sebagai berikut:

Gambar 3.6

Bagan Siklus Pada Ujicoba Terbatas dan luas

1) Tahap modai settei (questioning), tahap ini meliputi : a). Adanya kebutuhan

untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, b) Analisis masalah c) rumusan masalah,

Mondai

Keikaku

Jissei

Kansatsu


(16)

2) Tahap keikaku (perencanaan) : Penyusunan rencana pembelajaran meliputi

Merumuskan skenario pembelajaran baik langkah-langkah yang akan ditempuh, materi, strategi, mempersiapkan sarana dan prasana atau dukungan dalam pembelajaran

3) Tahap jissei (implementasi) : adalah tahap menerapkan rencana pembelajaran

yang telah dirancang dengan menugaskan guru sebagai guru model yang melaksanakan pembelajaran tersebut dalam kelas yang telah disepakati sebelumnya. Sebelum pembelajaran dilakukan oleh guru model maka peserta

lesson study yang bertindak sebagai observer wajib membaca terlebih dahulu

rencana pembelajaran yang dibagikan.

4) Tahap kansatsu (Observasi): Observer atau pengamat pada kegiatan ini terdiri

dari peneliti sendiri, guru-guru yang mengampuh peserta didik dengan kesulitan belajar, kepala sekolah, ahli kurikulum dan pembelajaran, ahli bahasa. Adapun komponen yang diamati selama model konseptual diimplementasikan meliputi empat substansi yang pokok yaitu:

a. Penerapan model pembelajaran

- Kesesuaian penerapan pembelajaran dengan rencana pembelajaran tertulis

- Kejelasan instruksional dan tahap-tahap pembelajaran - Materi pembelajaran : lembar kerja siswa, materi rujukan

- Media pembelajaran meliputi: Media atau peralatan, penggunaan sumber-sumber belajar


(17)

b. Kemampuan Guru

- Kemampuan menganalisis kebutuhan, mengidentifikasi keragaman belajar siswa

- Membidik lingkungan psikologis dan sosial kelas.

- Mengaitkan pengalaman setiap siswa pada materi yang akan dibahas. - Kemampuan sinergitas materi dan keunikan peserta didik secara

beragam.

- Menggunakan alat, media pembelajaran dengan efektif - Komunikasi multi level pada pembelajaran di kelas beragam - Kemampuan pendayagunaan sistem dukungan kelas

- Pemilihan sistem evaluasi atau penilaian serta memanfaatan data penilaian

- Penatalaksanaan waktu pembelajaran c. Interaksi pembelajaran yang ditegakkan

- Keterlibatan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran

- Kesempatan peserta didik untuk belajar dengan bimbingan guru sesuai kebutuhan

- Suasana kelas yang kondusif

- Pengelolaan keunikan peserta didik secara bijaksana

- Kesempatan peserta didik untuk bertanya dan mengemukakan pendapat


(18)

- Menjawab pertanyaan guru dengan pengalaman berkaitan dengan materi yang akan dipelajari

- Mengembangkan skemata dengan mengaitkan kemampuan dengan informasai baru

- Menerapkan pengetahuan atau keterampilan baru dalam tugas-tugas membaca dengan bimbingan guru (ekplorasi)

- Motivasi belajar membaca, persepsi terhadap pembelajaran membaca - Menemukan ide pokok kalimat dan paragraf

- Menarik makna dari bahan bacaan - Merumuskan ringkasan

5) Tahap hansei (Refleksi) : adalah melakukan refleksi terhadap pembelajaran

yang telah dibentangkan oleh guru model.

Pada Tahap ini dilakukan kegiatan diskusi antara guru model dan observer mengkomunikasikan secara langsung implementasi pembelajaran, mulai dari kesesuaian rencana pembelajaran yang tertulis, implimentasai atau kegiatan-kegiatan yang baik untuk dipertahankan atau dikembangkan atau ditiadakan. Dalam kegiatan refleksi lima substansi dari kegiatan pengamatan di atas diangkat menjadi topik diskusi.

6) Tahap saikeikaku (Perencanaan kembali) : tahap ini adalah perumusan

kembali rencana pembelajaran, hal ini dilakukan apabila dinilai pada putaran sebelumnya jugyou kenkyu masih memiliki kekurangan. Setelah dilakukan pengkajian dan penyempurnaan maka rancangan model pembelajaran putaran selanjutnya kembali dibentangkan demikian pula putaran-putaran berikutnya.


(19)

Banyak putaran tidak ditetapkan secara ekplisit tetapi putaran akan berhenti sampai ditemukan adanya kelayakan sebagaimana yang diharapkan.

3. Tahap Pengujian Model

Salah satu tahapan dalam penelitian pengembangan adalah uji validasi yaitu untuk menguji atau mendapatkan informasi tentang keunggulan dari model. Sesuai dengan sifat data dan tujuan penelitian yang akan dicapai, maka uji validasi model dilakukan dengan pendekatan eksperimen dengan desain test awal - tes akhir kelompok tunggal (the one group pretest-post test design). Studi Eksprimen dapat diartikan sebagai sebuah studi yang objektif, sistematis dan terkontrol untuk memprediksi atau mengontrol fenomena dan bertujuan untuk menyelidiki hubungan sebab akibat (cause and effect relationship). Melalui desain ini dilakukan dengan membandingkan dalam kelompok yang sama, dalam artian tidak ada kelompok kontrol. Sebagai subjek pada pengujian ini adalah semua peserta didik pada kelas dimana terdapat peserta didik berkesulitan belajar. Jika terdapat perbedaan signifikan antara pretest dan post tes, maka perbedaan tersebut sebagai dampak atau pengaruh dari intervensi yang diujicobakan. Adapun untuk menganalisa data yang diperoleh digunakan analisa statistik parametrik atau non parametrik melalui test Wilcoxon (Marascuilo dan Mc Sweeney:267) dengan pertimbangan data sampel berkaitan dengan skala ordinal dan tehnik pengambilan sampel tidak menggunakan random. Secara visual rancangan ekprimen dalam studi ini dapat dilihat pada bagan berikut.


(20)

Gambar 3.7

Skema rancangan ekprimen uji efektivitas model

D. Tehnik Pengumpul Data dan Pengembangan Instrumen 1. Tehnik pengumpulan data

Tehnik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah observasi, dokumentasi, tes dan wawancara dan kuesioner dengan rincian sebagai berikut:

a. Pengamatan (Observasi)

Observasi dilakukukan secara langsung terhadap objek atau perilaku dalam setting sesungguhnya dengan observasi naturalistik disini peneliti dapat secara langsung, mengungkap tentang situasi, kegiatan, dan perilaku guru dan peserta didik dalam interaksi pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan membaca peserta didik berkesulitan belajar. Melalui tehnik ini dimungkinkan peneliti dapat menarik makna yang sulit bilamana mengandalkan tehnik lain. Dikatakan Maxwell ( 1996:76) ,... observation often enables you to

draw inferences about someones meaning and perfective that you couldn't obtain by relying exclusively on interview data

Rangkaian pengembangan instrumen diawali dengan penyusunan kisi-kisi, kemudian dijabarkan melalui item-item yang akan diamati melalui butir-butir pertanyaan, dan berbentuk serangkaian tugas. Berdasarkan jenis data yang diperlukan maka pedoman observasi pada studi pendahuluan meliputi keterampilan berbahasa peserta didik berkesulitan belajar, pembelajaran yang

PRE TES

POS TES INTERVENSI: model


(21)

dibentangkan pada kelas yang mengampuh peserta didik berkesulitan belajar serta dukungan-dukungan lainnya dalam implementasi pembelajaran, seperti pencahayaan kelas, sirkulasi udara, besaran kelas baik fisik ruangan, jumlah rombongan belajar, alat peraga dan dukungan fisik lainnya. Pada pengembangan model pembelajaran observasi difokuskan pada penerapan model konseptual, kemampuan guru memfasilitasi murid belajar, interaksi pembelajaran yang ditegakkan serta kemampuan membaca peserta didik yang dibuat dalam bentuk untuk penilaian kualitatif. Selain itu untuk keajekan data komonen yang sama dirumuskan pula dengan skala bertingkat dengan lima alternatif jawaban. Nilai 4 apabila semua yang diisyaratkan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, nilai 3 apabila sebagaian besar yang diisyaratakan dilaksanakan sesuai kebutuhan, nilai 2 apabila separuh yang diisyaratkan dilaksanakan sesuai keutuhan, nilai 1 apabila sebagian kecil yang diisyaratkan dilaksanakan sesuai kebutuhan dan TS apabila tidak satupun yang diisyaratkan dilaksanakan sesuai kebutuhan dengan nilai 0.

b. Dokumentasi

Tehnik dokumentasi adalah kegiatan pengumpulan data melalui analisis dokumen untuk memperoleh informasi tentang segala sesuatu yang berkaitan mulai dari rencana pembelajaran, kondisi peserta didik, perumusan dan ketepatan KD dan SKKD serta outcome ketercapaian juga indikator-indikator pembelajaran lainnya. Adapun yang mendasari penggunakan tehnik ini antara lain : a) Melihat kesesuaian karakteristik dari data yang diharapkan, b) Penyelusuran dari aktivitas pembelajaran c) Data bersifat non-reaktif atau dikatakan unaffected by the


(22)

Analisis dokumen dilakukan dengan cara mempelajari rencana pembelajaran yang disusun guru kelas dan atau guru bidang studi, yang dilakukan sebelum peroses pembelajaran berlangsung, selain itu mengkaji data peserta didik baik berupa rekap medis, psikologis ataupun data-data harian, baik yang berkaitan dengan kemampuan akademik ataupun sosial emosi. Dokumentasi digunakan pula untuk megungkap data tentang bahan bacaan yang digunakan meliputi kosa kata, gambaran kalimat, organisasi kalimat ataupun bahan lainnya yang digunakan guru dalam pembelajaran membaca. Melalui dokumentasi dapat diketahui latar belakang guru, kondisi peserta didik dan data-data tertulis lainnya baik secara akademik, medis maupun psikologis.

c. Test

Tes adalah alat ukur yang diberikan pada individu untuk mendapatkan data yang diharapkan. Tes dilakukan secara tertulis dan perbuatan. Pada studi pendahuluan tes digunakan untuk mendapatkan data konkrit tentang spesifikasi disabilitas membaca peserta didik berkesulitan belajar. Adapun tes yang digunakan tes informal karena peneliti belum menemukan tes kemampuan membaca yang telah terstandarisasi untuk bahasa Indonesia. Tes dalam bentuk uraian terbatas yang dimodifikasi dari Individual Diagnostic Analysis (IDA) yang dikembangkan oleh The Northeastern University Reading Clinic sebuah alat tes untuk menganalisa dan menginterprestasikan kemampuan membaca. Tes ini digunakan untuk menjaring dan menemukan pola masalah membaca yang dihadapi peserta didik kesulitan belajar, meliputi: penguasaan kosakata yang digunakan berdasarkan materi dari proses pembelajaran, seperti menemukan


(23)

makna suatu kata yang belum dikenal (using context to guess meaning of

unfamiliar words), mengenai huruf, faktor fisik dalam membaca, kemampuan

dan kelemahan membaca khusus, penguasaan kalimat, pemaknaan kalimat atau bacaan. Selain itu menyeleksi beberapa persiapan teks yang sesuai dengan tingkatan peserta tes. Kalimat yang diajukan adalah kalimat yang terdapat dalam bahan bacaan. Sedangkan tes kemampuan memahami isi membaca, dirumuskan berlandaskan teori kemampuan kognisi yang dikenal dengan taksonomi Bloom. Bloom membagi jenjang kemampuan kognisi kedalam kemampuan mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi. Selain itu test dilakaukan pula pada uji validasi model konseptual.

d. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi spesifik tentang hal-hal yang sulit diobservasi atau untuk mendukung keajegan data yang diperoleh dari tehnik lainnya. Pada studi pendahuluan dilakukan wawancara baik pada guru kelas, bidang studi, guru pembimbing khusus, kepala sekolah juga pada peserta didik kesulitan belajar itu sendiri, yang berkaitan pada pembelajaran yang ditegakkan di kelas yang mengampuh peserta didik dengan kesulitan belajar, sedang pada peserta didik kesulitan belajar wawancara mengarah pada pengalaman, perasaan yang dimiliki peserta didik berkaitan dengan pengembangan pembelajaran dimana mereka belajar.

Wawancara digunakan untuk memperoleh informasi khususnya tentang faktor guru, segala sesuatu yang tidak dapat diamati secara langsung baik berupa isi pikiran, keinginan-keinginan atau pengalaman perilaku di masa lampau, hal ini


(24)

sesuai dengan apa yang dikatakan Merriam (1988) bahwa pada dasarnya wawancara adalah percakapan yang dilakukan secara tatap muka dimana seseorang menggali informasi dari yang lainnya. Adapun alasan penggunaan tehnik wawancara ini yaitu pertimbangan pada sifat data yang ingin digali, mendalami serta mengungkap hal-hal yang belum terungkap dari tehnik lain, serta mendapatkan informasi tentang keadaan pribadi guru. Wawancara dilaksanakan dengan menggunakan alat perekam atau tape recorder. Disini akan digali pula hal-hal yang berkaitan dengan upaya guru dalam meningkatkan dan mengembangkan kemampuan membaca peserta didik kesulitan belajar melalui proses kegiatan pembelajaran.

e. Kuesioner kelayakan model pembelajaran

Kuestioner disusun untuk memperoleh data dari para ahli yang merangkap juga sebagai observer pada pengembangan model pembelajaran berkaitan dengan gagasan bangun model, rasionalisasi dan kesesuaian tahapan-tahapan model dalam rangka mengembangkan model konseptual menjadi model pembelajaran operasional atau model final. Kuesioner disusun secara terbuka untuk menghimpun keritik dan saran yang diberikan para ahli.

E. Analisis Data

Data penelitian ini dianalisis melalui analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Kedua metoda ini digunakan semata untuk keajekan perolehan penelitan, selain itu penelitian juga menghasilkan data kualitatif juga kuantitatif.


(25)

1. Analisis data kualitatif.

Pada studi pendahuluan digunakan analisis data kualitatif yang dilakukan untuk mendapatkan data konkrit fenomena pembelajaran yang ditegakkan sekolah-sekolah yang mengampuh peserta didik berkesulitan belajar. Data-tersebut diperoleh dari observasi, wawancara dan dokumentasi pada studi pendahuluan, setelah dilakukan pembacaan data maka dilakukan perbandingan (Cross referencing) kemudiam data dideskripsikan sesuai kategori masing-masing. Selain itu analisis kualitatif digunakan untuk memahami data yang diperoleh dari keterterapan model pada uji coba terbatas dan dengan skala lebih luas serta hasil penilaian observer pada sosok model yang digagas.

2. Analisa data kuantitatif.

Analisa data kuantitatif digunakan pada uji validasi model juga pada uji coba skala terbatas dan luas untuk melengkapi data kualitatif dari lesson study yang dibentangkan dalam rangka mendapatkan informasi keterterapan model pembelajaran.

Adapun untuk menganalisa data yang diperoleh digunakan analisa statistik parametrik atau non parametrik melalui test Wilcoxon (Marascuilo dan Mc Sweeney:267) dengan pertimbangan data sampel berkaitan dengan skala ordinal dan tehnik pengambilan sampel tidak menggunakan random.


(26)

Tabel 3.5

Analisis Data Pengembangan Model Pembelajaran Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Peserta didik Dengan Kesulitan Belajar

VARIABEL INDIKATOR SUMBER

DATA TEKNIK PENGUMPULAN DATA TEKNIK ANALISIS DATA Model Pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan membaca peserta didik berkesulitan belajar di sekolah dasar Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi Model Pembelajaran Guru yang mengampuh peserta didik berkesulitan belajar

Wawancara Analisis untuk menganalisis hasil wawancara dengan guru tentang:

 Pemahaman model pembelajaran  Peningkatan

kemampuan belajar peserta didik kesulitan belajar

Observasi Analisis kualitatif

dilakukan untuk menelaah implementasi model pembelajaran

Dokumentasi Menelaah data tertulis berkaitan dengan

kurikulum tertulis, masalah kesulitan belajar.  Ahli kurikulum dan Pembelajar an

 Ahli bahasa  Ahli PkKh

Kuestioner Analisis kualitatif

dilakukan untuk menelaah kelayakan model pembelajaran Implementasi Pembelajaran Peserta didik dan Guru Model

Observasi Analisis

kualitatif,kuantitatif untuk menelaah keterterapan model, kegiatan guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran

Hasil Belajar Peserta didik Tes Analisis kuantitatif digunakan untuk

menganalisis hasil pre tes dan post tes dengan menggunakan teknik statistik parametrik atau non parametrik.


(27)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

Pada bab ini dikemukakan tiga bagian pokok, yaitu kesimpulan, implikasi dan rekomendasi penelitian.

A. Kesimpulan

Berdasarkan temuan dan pembahasan penelitian maka tujuan penelitian dalam studi ini sudah dapat diperoleh yaitu ditemukannya model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan membaca peserta didik berkesulitan beajar di sekolah dasar reguler. Sebagai kesimpulan umum dapat dikemukakan berdasarkan studi ini adalah model pembelajaran berdiferensiasi dapat meningkatkan kemampuan membaca peserta didik berkesulitan belajar di sekolah dasar reguler.

Secara spesifik beberapa kesimpulan dapat dikemukakan sebagai berikut :

Pertama kesimpulan berdasarkan studi pendahuluan

Pembelajaran yang dikembangkan pada sekolah yang mengampuh peserta

didik berkesulitan belajar membaca belum memadai, karena tidak dirumuskannya rencana pembelajaran yang dapat melayani keberagaman peserta didik serta berdampak terhadap implementasi serta evaluasi yang ditegakkan guru dan berpengaruh langsung pada terpuruknya hasil belajar peserta didik berkesulitan belajar. Pembelajaran membaca atau pokok bahasan membaca merupakan pokok pelajaran yang dianggap mudah dan sederhana, sehingga tidak memerlukan


(28)

perencanaan secara khusus, semua bahan pelajaran sudah tersedia pada buku paket dan buku lembar kerja peserta didik yang dapat dibeli dari toko buku atau disediakan pihak sekolah. Kesederhanaan tersebut tercermin dari pembelajaran membaca identik dengan peserta didik melakukan aktivitas membaca kemudian mengerjakan soal-soal latihan. Peserta didik berkesulitan belajar mendapatkan pendekatan pembelajaran, materi atau sistem evaluasi yang sama dengan peserta didik lainnya dalam artian belum dikembangkannya pembelajaran membaca secara khusus yang dapat mengembangkan kemampuan membaca peserta didik ber kesulitan belajar.

Pembelajaran membaca sangat mengandalkan buku pelajaran yaitu buku pegangan guru dan buku pegangan peserta didik, lalu membaca bersama-sama atau membaca senyap, kemudian diselesaikan dengan latihan-latihan. Selain itu guru menggunakan daya intuisinya dengan cukup besar dalam interaksi pembelajaran khususnya dalam mengembangkan kemampuan membaca peserta didik tidak terkecuali peserta didik berkesulitan belajar (children with learning

difficulties). Bilamana terdapat kata-kata yang sulit bagi peserta didik, maka guru

akan segera memberitahu artinya. Disini belum ditemukan bagaimana guru memfasilitasi peserta didik untuk mencari pemecahan masalah bahasa atau kata yang tidak diketahui.

Selain itu adanya pengecilan terhadap kemampuan peserta didik berkesulitan belajar yang tercermin dari pandangan terhadap peserta didik lebih difokuskan pada ketidakmampuannya.


(29)

Studi ini menyimpulkan pula bahwa banyak guru belum siap untuk melakukan adaptasi pembelajaran untuk peserta didik berkesulitan belajar, dengan argumen bahwa mereka dapat mengadaptasi materi atau instruksional tetapi mereka tidak punya cukup waktu. Ditemukan sebagian besar guru melihat diri mereka hanya sebagai penyampai materi hal ini tercermin dari cara mereka mengajar dan materi yang dirumuskan. Waktu yang digunakan dalam mengajar banyak digunakan untuk ceramah, demonstrasi dari guru, sedangkan peserta didik terbagi-bagi ada kelompok sebagai pendengar, dan sekelompok kecil merespon secara aktif, dan kelompok kecil lainnya yang kehilangan arah kelihatan mendengar tidak, memperhatikanpun tidak, mereka asik bermain sendiri atau duduk berdiam diri, dan sebagian lagi peserta didik berkesulitan belajar mendapat bimbingan dari guru pendamping khusus (shadow teacher) yang dikirim orang tua.

Pendekatan pembelajaran masih bersifat klasikal atau pendekatan tunggal dan belum menyentuh keberagaman peserta didik. Dengan kondisi demikian besar peluang bagi peserta didik kesulitan belajar membaca untuk tertinggal jauh dari teman sekelasnya. Pembelajaran membaca masih didasari intuisi dan pengetahuan guru sehingga belum dapat membelajarkan peserta didik sebagaimana mestinya, sedangkan pemilihan materi pembelajaran tidak direncanakan dan dirumuskan secara sistematik. Jenis dan tingkat kesulitan materi (readability) tidak disesuaikan dengan kemampuan peserta didik demikian pula cara penilaian yang digunakan. Peserta didik kesulitan belajar mendapat cara penilaian yang sama baik materi, waktu, tehnik serta jumlahnya dengan peserta didik lainnya.


(30)

Peserta didik berkesulitan belajar membaca pada peserta didik umumnya disertai dengan kesulitan penyerta lainnya yaitu hambatan menulis, syndrome autistik, gangguan pemusatan perhatian dan prilaku, lambat belajar, serta ganguan komunikasi verbal.

Kesimpulan kedua, berkenaan dengan gagasan model pembelajaran untuk

mengakomodasi kebutuhan belajar peserta didik berkesulitan belajar yaitu model

pembelajaran berdiferensiasi untuk meningkatkan kemampuan membaca peserta

didik berkesulitan belajar (learning difficulties) di sekolah dasar reguler.

Model pembelajaran berdiferensiasi terdiri sosok model pembelajaran dan pedoman penyususnsn, pelaksanaan. Pedoman penyusunan pelaksanaan model pembelajaran berdiferensiasi terdiri dari asesmen, pengelompokan fleksibel kemampuan peserta didik, penyelarasan kurikulum dan kebutuhan belajar, adaptasi konten dan proses, serta evaluasi. Sedangkan sintaksis model proses terdiri dari kegiatan awal, inti dan akhir. Kegiatan awal mengusung menciptakan kondisi psikologis kelas yang nyaman, kemudian upaya pengembangan skema peserta didik melalui tahap prior knowledge, dan dilanjutkan dengan mengkomunikasikan tujuan pembelajaran. Tahap inti dari model pembelajaran berisikan presentasi, untuk peserta didik katagori unggul melalui skimming, skipping, elaborasi, klarifikasi, untuk peserta didik rata-rata melalui scanning, elaborasi, klarifikasi, sedang peserta didik berkesulitan belajar melalui penggalian (priming), membangun latar belakang, elaborasi, dan klarifikasi. Tahap akhir yaitu upaya memperkuat skema baru yang diperoleh peserta didik dengan


(31)

penguatan organisasi kognitif, review keterampilan baru dilakukan sebagai penutup proses kegiatan pembelajaran.

Model pembelajaran berdiferensiasi yang digagas membutuhkan dua orang guru yang akan mengampuh dan mengajar secara berkolaborasi mulai dari persiapan, penyusunan rencana. Pelaksanaan pembelajaran sampai evaluasi. Adapun pedoman penyusunan dan implementasi model pembelajaran berdiferensiasi untuk meningkatkan kemampuan membaca peserta didik berkesulitan belajar di sekolah reguler sebagai berikut;

1. Pedoman penyusunan dan implementasi pembelajaran berdiferensiasi untuk meningkatkan kemampuan membaca peserta didik dengan kesulitan beajar di sekolah dasar reguler.

Penyusunan dan kegiatan pembelajaran berdiferensiasi dilalui dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1) Asesmen: asesmen merupakan komponen pokok yang tidak dapat ditinggalkan

dari model ini. Asesmen dilakukan untuk mendapatkan informasi akurat kesiapan belajar peserta didik. Asesmen dapat dilakukan dengan menggunakan asesmen formal atau asesmen nonformal yang dirumuskan guru atau menggunakan multiple asesmen.

2) Pemetaan atau pengelompokkan fleksibel. Pengelompokan kompetensi atau pemetaan dilakukan secara fleksibel diperoleh berdasarkan hasil asesmen. Pengelompokan peserta didik melahirkan kelompok unggul (Advanced

reading group) atau kelompok A, Kelompok B yaitu kelompok kemampuan


(32)

unik atau lower performing reading group dimana di dalannya peserta didik lambat belajar dan peserta didik berkesulitan belajar.

3) Penyelarasan kebutuhan belajar peserta didik dengan kurikulum yang berlaku atau dengan kompetensi-kompetensi yang ditegakkan standar isi. Kurikulum yang digunakan sesuai dengan tahapan kurikulum yang berlaku tetapi bagi peserta didik dengan kesulitan belajar dan unggul perlu diadaptasi.

4) Mengadaptasi konten atau materi. Materi perlu disiapkan untuk menyelaraskan dengan kemampuan peserta didik. Adapun materi yang dipilih yang disesuaikan dengan kesiapan masing-masing kelompok kompetensi peserta didik. Materi pokok pada awalnya sama yaitu membaca wacana dengan kategori sedang terdiri dari 150-250 kata, setiap kalimat tidak lebih dari 15 kata sesuai keterbacaan wacana kelas 4 (Wahjawidodo,1985). Kelompok unggul akan mendapat pula materi pengayaan, kelompok unik mendapat materi koreksi atau supplemen.

5) Proses. Proses merupakan kegiatan diferensiasi pembelajaran dengan mendayagunakan berbagai metoda, tehnik yang disesuaikan dengan keperluan peserta didik untuk mendukung pembelajaran. Adapun metoda yang digunakan scanning, skipping, skimming, tehnik cloze, tanyajawab, diskusi kelompok modeling, dan primming , Sedangkan pendekatan dilakukan secara kelompok, individual, berpasangan.

6) Evaluasi: Sesuai tujuan evaluasi tidak hanya untuk mengetahui ketercapaian dari materi yang telah dibentangkan, tetapi evaluasi dijadikan sebagai salah satu upaya untuk perluasan pembelajaran. Tehnik yang digunakan dalam


(33)

evaluasi disesuaikan dengan kondisi peserta didik, dalam artian cara mengkomunikasikan evaluasi tidak sama, apabila peserta didik dengan kesulitan belajar juga disabilitas menulis maka tehnik yang digunakan untuk mengetahui perolehan peserta didik dalam belajar membaca diadaptasi dengan cara lisan. Demikian pula peserta didik dengan lambat belajar akan mendapat waktu tambahan untuk mengerjakan soal-soal evaluasi.

Adapun gambaran pedoman penyusunan dan implementasi pembelajaran berdiferensiasi divisualisasikan pada lampiran 11.

2. Model pembelajaran berdiferensiasi meliputi

1) Sasaran. Sasaran model ini adalah peningkatan kemampuan membaca. 2) Indikator : Menemukan ciri-ciri teks esay, menemukan kalimat utama tiap

paragraf, menyampaikan pokok pikiran bahan bacaan, menyampaikan isi bacaan, merangkum isi bacaan, menentukan masalah yang terdapat pada bacaan, mendiskusikan masalah dalam teks bacaan, mengidentifikasi pelaku peristiwa pada bahan bacaan.

3) Materi Pokok : materi yang didesain dari model pembelajaran berdiferensiasi terdiri dari baberapa kategori yaitu (a) Materi ajar atau wacana yang sesuai dengan kurikulum berlaku sebagai wacana pokok, walau demikian wacana tetap dipilih atau disesuaikan dengan readability kelas 4. Wacana katagori sedang terdiri dari 150 – 250 kata. Setiap kalimat tidak lebih dari 15 kata. (b) wacana koreksi yaitu wacana yang lebih sederhana sebagai wacana latihan bagi peserta didik yang membutuhkan dengan jumlah paragraf yang lebih sedikit dan letak pokok pikiran ada


(34)

pada kalimat utama. (c) Wacana pengayaan: wacana ini disiapkan untuk menantang peserta didik unggul sebagai pengayaan. Adapun jenis wacana lebih komplek, letak pokok pikiran tidak selalu pada kalimat utama, jumlah paragraf lebih banyak daripada materi pokok.

4) Model Pembelajaran : Model pembelajaran berdiferensiasi yaitu model pembelajaran yang dikemas berdasarkan kesiapan (readiness) belajar peserta didik. Kesiapan peserta didik diperoleh dari aktivitas asesmen. 5) Metoda: Metoda yang digunakan membaca layap (skimming), membaca

lompat (skipping), membaca memidai (scanning), modeling, tanya jawab, dan tehnik cloze, peerteaching, diskusi kelompok.

6) Media: Media merupakan segala sesuatu yang berkaitan untuk menunjang kegiatan pembelajaran. Media yang digunakan yaitu, kartu kata, kartu pyramid, kertas tempel, stabilo, kamus bahasa Indonesia dan kamus populer serta gambar-gambar.

7) Sumber: Sumber utama yang digunakan sesuai dengan KTSP 2006 yaitu kurikulum yang berlaku sekarang ini di sekolah dasar serta beberapa sumber yang disesuaikan dengan keberagaman kemampuan peserta didik baik tingkat kedalamannya maupun keluasannya.

8) Penilaian : Penilaian yang ditegakkan adalah Penilaian yang dilakukan selama proses pembelajaran baik berupa tulisan, lisan maupun perbuatan atu berupa portofolio atau lembar kerja peserta didik (LKS)

9) Implementasi. Impelementasi pembelajaran berdiferensiasi dibentangkan dengan sintaksis sebagai berikut:


(35)

a. Tahap pra pembelajaran terdiri dari pengelompokan heterogen yang bersifat fleksibel, berdoa, mengabsen kehadiran peserta didik

b. Tahap kegiatan Awal : Meliputi pengondisian atmosfir kelas, prior

knowledge, memotivasi peserta didik, mengkomunikasikan tujuan

c. Tahap kegiatan inti : Presentasi bersifat klasikal. Kelompok A

Skimming/skipping, elaborasi, klarifikasi. Kelompok B scanning

pengembangan insight, elaborasi, klarifikasi. Kelompok C. Koneksi tambahan berupa priming, membangun latar belakang, elaborasi, klarifikasi.

d. Tahap kegiatan akhir : Penguatan Kognitif. Review pengetahuan baru Adapun Model final pembelajaran berdiferensiasi untuk meningkatkan kemampuan membaca peserta didik berkesulitan belajar di sekolah dasar reguler pada format sebagai berikut:

A. Sasaran : Kompetensi membaca pemahaman B. Indikator : Berdiferensiasi (Pemetaan Kompetensi ) C. Materi Pokok : Bahan bacaan kelas 4 SD semester genap dan adaptasi materi bacaan kelas 4 SD

D. Model : Pembelajaran Berdiferensiasi

E. Metoda : Baca layap (skimming), baca lompat (skipping), baca memindai ( scanning), modeling, tanya jawab, tehnik cloze

F. Media : Kartu kata, kartu pyramid, kertas tempel, stabilo, kamus bahasa Indonesia, kamus ilmiah popular, gambar- gambar

G. Sumber : Materi sesuai dengan kurikulum berlaku yaitu KTSP 2006, Adaptasi keluasan dan kedalaman materi

bacaan yang disesuaikan dengan keberagaman kemampuan membaca pada peserta didik H.Penilaian : Proses dan hasil ( pengamatan, perbuatan, lisan, tulisan, porto folio)


(36)

Implementasi Tahap Awal Inti Akhir Sintaksis 1. a. Pengondisian atmosfir kelas

b. Memunculkan priorknowledge c. Memotivasi d. Mengkomunikasikan tujuan e. Membangun latar belakang 2. f. Skipping, g.elaborasi, h. klarifikasi 3. i. skimming, j. elaborasi, k. klarifikasi 4. l. scanning, m. Elaborasi, n. klarifikasi 5. o. priming, p. building background q. elaborasi, r. klarifikasi

6. s. Memperkuat organisasi kognitif t. demontrasi pengetahuan yang telah dibangun u. review keterampilan baru

Kelompok A 1 2 3 6 B 1 3 4 6 C 1 4 5 6 D 1 5 6 Evaluasi

Evaluasi tidak selalu dilaksanakan pada akhir pembelajaran tetapi dilakukan pula pada proses pembelajaran

Kesimpulan ketiga. Efektivitas Model pembelajaran berdiferensiasi terhadap

kemampuan membaca peserta didik berkesulitan belajar.

Berdasarkan hasil pengujian terbukti bahwa model pembelajaran berdiferensiasi memiliki efek yang signifikan terhadap variabel kemampuan membaca peserta didik berkesulitan belajar khususnya, dan semua peserta didik pada umumnya. Hal ini dapat dilihat dari selisih skor yang cukup signifikan antara pre tes dan postest, sebelum dan sesudah peserta didik mengikuti pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi dapat meningkatkan kemampuan mengidentifikasi kalimat utama, menentukan pokok pikiran pada paragraf dan atau wacana serta kemampuan memahami isi bacaan. Di sisi lain dapat pula


(37)

disimpulkan bahwa pembelajaran berdiferensiasi dapat meningkatkan kemampuan meringkas, mengarang pada peserta didik kategori unggul.

Secara umum dapat dikemukakan bahwa pembelajaran berdiferensiasi efektif untuk menggali dan mengembangkan kemampuan kosakata, kalimat yang pada akhirnya mampu memahami apa yang dibaca serta mengembangkan kreatifitas dalam mengolah kalimat atau kata-kata, kemudian pembelajaran berdiferensiasi dapat meningkatkan keaktifan peserta didik dalam kelas pembelajaran.

Kesimpulan keempat. Faktor pendukung dan penghambat penerapan model pembelajaran berdiferensiasi.

Sebagaimana dikemukakan pada bagian kajian terdahulu dari studi ini, pembelajaran yang dibentangkan di lapangan tidak bersandar pada kesiapan peserta didik, wacana yang digunakanpun belum diperhitungkan keterbacaannya, pendekatan pembelajaran secara kelasikal. Hal ini pula yang menjadi kendala peserta didik untuk maju dan dibelajarkan. Dengan memperhatikan kesiapan peserta didik masing-masing, mengkaji dan memperhitungkan keterbacaan (readability) bahan ajar, menyelaraskan bahan ajar dengan stategi yang digunakan dalam komunikasikan pelajaran maka semua peserta didik akan dapat mencapai keberhasilan atau sukses bersama.

Secara instrumental tetapi cukup mendasar berkaiatan dengan bahasa instruksional yang digunakan guru baik dalam menjelaskan maupun dalam memberikan contoh-contoh dalam menggali dan mengembangkan skema peserta didik sangat mendukung atau menghambat peserta didik meningkatkan


(38)

kemampuan belajar. Faktor dukungan lainnya dari keterterapan model ini berupa motivasi, kegigihan guru untuk mengembangkan pemahaman tehadap arti dan makna pembelajaran sebenarnya.

Berdasarkan uji coba model baik secara terbatas, skala luas dan uji efektifitas pembelajaran berdiferensiasi akan dapat diterapkan dengan maksimal bila didukung oleh beberapa komponen yaitu:

a. Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran

Model pembelajaran berdiferensiasi menuntut kemampuan dan kreativitas guru dalam memgembangkan pembelajaran, mulai dari sebelum pembelajaran dibentangkan, penyajian pembelajaran sampai evaluasi dan tidak lanjut. Pada pembelajaran berdiferensiasi guru ditagih memiliki kemampuan mengasesmen baik asesmen yang dilakukan sebelum pembelajaran, asesmen kilat pada proses pembelajaran sehingga guru dapat mempertahankan task on peserta didik dalam belajar, kemampuan mengadaptasi bahan ajar, menggunakan berbagai metoda dan steretegi serta mendaya gunakan waktu transisi yang ada dalam pembelajaran. Selain itu faktor pendukung berkaitan dengan motivasi, kepedulian, serta improvisasi guru dalam mengembangkan kelas pembelajaran.

b. Faktor pendidikan dan latar belakang guru.

Faktor pendidikan, pengalaman serta latar belakang guru memberikan kontribusi serta dukungan yang sangat memadai dalam membelajarkan peserta didik. Dengan memahami ilmu mengajar dan perkembangan peserta didik, guru dapat mengkomunikasaiakan pengetahuan dengan baik, sebaliknya


(39)

dengan latar belakang pendidikan yang tinggi tetapi tidak disertai ilmu mengajar akan menghambat sewaktu interaksi pembelajaran dibentangkan. c. Faktor kebijakan yang ditegakkan sekolah, guru kelas serta Dinas pendidikan

terkait atau yayasan bagi sekolah swasta memberikan dukungan atau dapat pula hambatan untuk mengembangakan pembelajaran yang berdiferensiasi. Penentukan KKM yang ditegakkan guru selama ini kurang berpihak peserta didik kesulitan belajar. KKM ditentukan dari ketercapaian sejumlah materi yang ditentukan berdasarkan standarisasi ketercapaian bahan ajar, tanpa dimodifikasi atau diselaraskan dengan kesiapan belajar peserta didik. Dengan sistem demikian maka peserta didik dengan kesulitan belajar tidak akan pernah berhasil dalam belajar karena tidak dapat mencapai KKM, karena itu dibutuhkan KKM yang fleksibel.

d. Disisi lain faktor penghambat yaitu menstereotype peserta didik berkesulitan belajar serta menegakkan pembelajaran berdasarkan pada apa yang peserta didik tidak bisa lakukan, maka peserta didik berkesulitan belajar selalu akrab dengan remedial-remedial, hal demikian juga sulit mengharapkan rapor yang menekankan pada hal-hal yang tidak bisa dilakukan peserta didik.

e. Pembelajaran yang selalu didominasi guru yang tidak memberikan ruang pada peserta didik untuk menggunakan bahasanya sendiri atau bekerjasama juga merupakan hambatan pembelajaran berdiferensiasi. Salah satu contoh dibutuhkan waktu tambahan bagi peserta didik dengan kesulitan belajar atau yang lambat belajar untuk mencerna dan menginternalisasikan


(40)

informasi-informasi, maka dari itu dalam menegakkan pembelajaran berdiferensiasi selain adaptasi materi dan pendekatan juga dibutuhkan adaptasi waktu.

f. Kelas yang telalu besar. Jumlah rombongan belajar lebih dari 30 orang pada kelas cukup menguras energi guru memberikan pembelajaran yang dapat memberikan dampak pada kualitas pembelajaran yang ditegakkan.

g. Dukungan media. Media yang relevan akan membantu menjembatani pemahaman peserta didik dalam membaca. Dalam artian media tidak selalu dengan kategori bertehnologi tinggi, tetapi dengan media yang sederhana, murah, mudah ditemukan seperti kartu kata, gambar-gambar yang digunkan cukup membantu mendekatkan peserta didik pada apa yang akan dipahami, juga meningkatkan antusias peserta didik dalam belajar.

h. Faktor kepribadian guru.

Studi ini menunjukan selama model pembelajaran berdiferensaiasi dibentangkan guru yang humoris, tidak tergesa-gesa, nada suara yang tidak tersentak-sentak, penggunaan kalimat yang tidak terlalu panjang lebih dapat mendukung kegiatan peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan kelas baik secara individual maupun kelompok.

B. Implikasi

Bersandar dari hasil studi ini maka dapat dikemukakan implikasi teoritis dan implikasi praktis sebagai berikut :


(41)

Implikasi Teoritis.

Implikasi teoritis dari studi ini adalah pembelajaran berdiferensiasi akan efektif apabila didasari dengan diketahuinya kesiapan belajar peserta didik sebagai titik awal dalam membangun pengetahuan atau keterampilan baru. Menemukan titik awal berarti menilai apa yang dapat dan tidak dapat dilakukanpeserta didik kesulitan belajar berkaitan dengan target tertentu yang ditetapkan. Kesiapan tidak terbatas pada kemampuan membaca saja tetapi dapat berkaitan pula dengan segala properti yang dimiliki peserta didik baik yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dalam belajar, seperti kegemaran, kesukaan atau mungkin yang peserta didik idolakan untuk membantu guru menemukan cara mengajar yang sesuai dan ramah peserta didik. Pembelajaran berdiferensiasi berkaitan langsung dengan kemampuan mengadaptasi atau memodifikasi bahan ajar, proses juga evaluasi yang disesuaikan dengan keunikan peserta didik. Pembelajaran berdiferensiasi tidak menggunakan strategi tunggal (single stategy) tetapi banyak cara, berbagai strategi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik. Disisi lain pembelajaran berdiferensiasi membutuhkan dukungan manajeman atau organisasi kelas. Hal ini sebagaimana yang ditagihkan model pembelajran dengan mengetahui level kemampuan belajar membaca peserta didik , penyelarasan materi ajar (wacana) kemudian menyusun perencanan apa yang peserta didik butuhkan untuk dipelajari.

Di sisi lain perlu dicermati instruksional guru dalam arti luas tidak hanya berkaitan dengan penyesuaian bahan ajar yang akan dikomunikasikan tetapi menyangkut dari mana guru akan memulai juga bahasa instruksional guru yang


(42)

akan digunakan. Bahasa instruksional guru mengandung penjelasan-penjelasan yang kadang-kadang akan lebih mudah dimaknai dari pada bahasa yang tertera di buku. Dalam buku-buku pelajaran yang digunakan untuk mengembangkan kemampuan membaca peserta didik banyak menggunakan konsep-konsep dan kata-kata yang abstrak, sedangkan kemampuan membaca dan pemahaman peserta didik berkesulitan belajar rendah bahkan sangat rendah sehingga peran guru sangat besar untuk dapat mengkonkritkan atau membuat semi konkrit dari konsep atau kata-kata yang abstrak pada wacana atau buku ajar. Dengan kata lain guru dituntut untuk menyeimbangkan antara bahasa instruksional guru, dengan bahasa instruksional peserta didik agar peserta didik dapat dibelajarkan.

Selain itu dikatakan kecendrungan gaya atau tipe kognitif peserta didik ber kesulitan belajar tergolong terikat dengan lingkungan sehingga mereka berkecendrungan mudah tersesat atau terkecoh dari informasi-informasi yang menyesatkan yang dapat memunculkan persepsi mereka kurang atau tidak akurat, tentu berbeda dengan kecendrungan peserta didik pada umumnya yang tidak terikat dengan lingkungan. Sebagai implikasi kondisi demikian sehingga peserta didik berkesulitan belajar memerlukan latihan-latihan untuk meningkatkan kemampuan memusatkan perhatian pada persepsi yang esensial. Kemampuan guru mengaitkn dan membawah pristiwa luar atau dunia peserta didik dalam bentuk bahan ajar atau sebagai alat untuk mengaitkan pada informasi baru yang akan dikomunikasikan.


(43)

Implikasi Praktis

Sebagai implikasi praktis bahwa hasil penelitaian ini dapat digunakan untuk mengembangkan pembelajaran di kelas yang mengampuh peserta didik ber kesulitan belajar. Pembelajaran berdiferensiasi dapat meningkatkan kemampuan membaca semua peserta didik khususnya peserta didik dengan kesulitan belajar membaca, baik mengembangkan kosa kata, menemukan kalimat utama dan pokok pikiran wacana dan secara keseluruhan memahami apa yang dibaca. Hal penting lainnya bahwa pembelajaran berdiferensiasi selain dapat membelajarkan peserta didik tanpa perkecualian, juga dapat mengaktifkan semua peserta didik dalam belajar.

C. Rekomendasi

Model pembelajaran berdiferensiasi efektif untuk meningkatkan kemampuan membaca peserta didik berkesulitan belajar. Berdasarkan kesimpulan dari studi ini maka model pembelajaran berdiferensiasi ini direkomendasikan untuk dapat diterapkan pada sekolah dasar atau kelas yang mengampuh peserta didik kesulitan belajar. Berkomitmen dengan tujuan pembelajaran maka mengajar menagih guru untuk mendiferensiasikan pembelajaran, apalagi negara tercinta ini merupakan salah satu negara yang turut mendukung komitmen pendidikan untuk semua (Educatiaon for all) dengan motto no child left behind maka dari itu seyogyanya pembelajaran di sekolah harus ramah anak. Sebagaimana yang dapat dibuktikan dari studi ini peserta didik yang memiliki kesulitan belajar juga kesulitan penyerta lainnya seperti ganguan pemusatan perhatian, lambat belajar,


(44)

sindrome autistik, hambatan komunikasi verbal dapat dibelajarkan sebagaimana hak mereka untuk mendapatkan pembelajaran atau pendidikan yang bermartabat.

Sehubungan dengan penerapan model pembelajaran berdiferensiasi maka direkomendasaikan sebagai berikut:

1. Rekomendasi untuk guru

Dalam membelajarkan peserta didik berkesulitan belajar berkonsentrasi dimulai pada apa yang bisa dilakukan peserta didik, bukan pada apa yang tidak bisa mereka lakukan (disabilitasanya), karena jika melakukan sebaliknya maka peserta didik berkesulitan belajar akan selalu gagal.

a. Tidak memberikan stereotype, pengecilan terhadap kemampuan peserta didik kesulitan beajar. Beberapa peserta didik kesulitan belajar mungkin memiliki kesamaan, tetapi mereka adalah individu seperti halnya peserta didik pada umumnya.

b. Pembelajaran berdiferensiasi menagih adanya adaptasi terhadap sistem penilaian atau evaluasi yang ditegakkan sekolah agar lebih fleksibel, dalam artian tidak semua peserta didik lancar membaca atau menulis, sehingga agar semua peserta didik dapat mengikuti evaluasi yang dijadwalkan maka maka diperlukan penyesuaian waktu dan tehnik mengkomunikasikan evaluasi.

c. Guru pendidikan umum (reguler) dan pendidikan khusus, hendaknya melakukan komunikasi secara intensif dan berkala mulai dari perumusan pembelajaran, implentasi sampai evaluasi dan tindak lanjut pembelajaran dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan pada semua peserta didik


(45)

2. Rekomendasi untuk pemegang kebijakan sekolah dasar

a. Pembelajaran berdiferensiasi menuntut adanya kolaborasi guru dalam kelas pembelajaran. Mengajar secara berkolaborasi tidak lazim dilakukan di sekolah dasar khususnya sekolah dasar negeri di kota Bandung, sehingga menuntut adanya campur tangan pemegang kebijakan di sekolah, pengawas dan dinas pendidikan terkait untuk lebih fleksibel dengan sistem penempatan dan penugasan guru kelas, penentuan jumlah rombongan belajar tiap kelas

b. Model pembelajaran berdiferensiasi menantang guru lebih aktif, kreatif juga inovatif, sehingga dibutuhkan pelatihan-pelatihan khusus untuk dapat memahami dan menerapkan model pembelajaran diferensiasi, maka dibutuhkan pelatihan-pelatihan yaitu : 1) Pelatihan merancang dan melaksanakan asesmen, 2) Pelatihan mengadaptasi materi dan strategi serta evaluasi pembelajaran,3) Workshop kolaborasi pembelajaran pada kelas beragam, 4) Pelatihan dan workshop manageman kelas beragam, 5) Workshop dan pelatihan pembelajaran individual

c. Kemampuan awal peserta didik di kelas beragam, sehingga produk dari pembelajaranpun akan beragam. Karena itu perlu pemikiran dari Dinas pendidikan terkait dan sekolah dengan sistem kenaikan kelas dan penentuan KKM yang ditegakkan.

d. Guru-guru sekolah dasar reguler hendaknya dapat meningkatkan pemahamannya tentang pembelajaran yang diindividualisasikan, sedangkan guru pendidikan khusus di sekolah reguler membutuhkan


(46)

pemahaman tentang kurikulum sekolah dasar, karena itu diperlukan ruang dankesempatan dalam meningkatkan keterpahaman atas inisiatif lembaga.

e. Perlu keterbukaan dan fleksibelitas serta kesepahaman bagi pemegang kebijakan baik kepala sekolah, dinas pendidikan terkait dalam menentukan kriteria kenaikan kelas, KKM sistem evaluasi atau ujian akhir atau kelulusan peserta didik dengan kesulitan belajar.

3. Rekomendasi untuk lembaga pendidikan Tenaga Kependidikan

Perlu diperkenalkan pada calon guru kelas atau guru bidang studi tentang pembelajaran berdiferensiasi pada kelas beragam sebelum menjadi guru. Upaya dapat dilakukan dengan cara:

a. Digagas mata kuliah pembelajaran berdiferensiasi pada kelas beragam b. Di rumuskan mata kuliah pilihan tentang pembelajaran berdiferensiasi 4. Rekomendasi untuk peneliti lebih lanjut

Penggunaan model pembelajaran berdiferensiasi menunjukkan efek secara signifikan terhadap kemampuan membaca peserta didik dengan kesulitan belajar, walau demikian masih perlu dipertanyakan apakah model ini cukup efektif apabila diterapkan untuk populasi berbeda atau tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Seperti anak dengan kebutuhan khusus dengan ragam yang lain di antaranya tunagrahita atau berbakat, atau pada level sekolah menengah. Kajian studi ini tidak sampai pada jawaban dari pertanyaan ini, namun apabila mencermati hasil-hasil studi ini dan bercermin dari penerapan model pembelajaran yang ditegakkan selama penelitain maka model


(47)

pembelajaran berdiferensiasi memberikan peluang terbuka untuk dapat diterapkan. Walau demikian untuk mendapatkan data yang lebih akurat dibutuhkan penelitian lanjutan.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

A-158.(2011,8 Desember). SMPN 5 Tarogong Kidul Sulit Ajarkan Calistung. Pikiran rakyat, halaman 17.

Abdurrahman Mulyono(2003). Pendidikan bagi anak berkesulitan belajar. Jakarta: Rineka Cipta

Al Abrasy, M.A.,(1979).Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta;Bulan Bintang

Ankrum W Julie and Bean M R (2007). Differentiated Reading Instruction What

and How. Tersedia: http://www.readingrockets.org/article/203/

Arends R.I. (2007). Learning to Teach. New York: McGraw Hill Companies. Burns S dan Ross (1984). Teaching Reading in today’s elementary school, New

Jersey: Houghton Miffin company.

Chair S Snow (2002). Reading for Understandanding;Toward an R&D Program

in Reading Comprehension. Santa Monika CA: Science & Tehnology

Policy Institute.

Cecil R R and Lester Mann Eds ( 1987). Encyclopedia of Special Education. New York: John Wiley & Sons

Colles Geral (1987). The learning Mystique. A Critical look at “ Learning

Disabilities,New York: Pantheon Books

Corrinne Roth Smith. (1991). The Interaction of Learner, Task and Setting. USA : Allyn and Bacon.

Curtis,C.K., & Shaver,J.P. (1980). Slow Lerners and the study of contemporary

problems. Journal Special Education. 44, 302-309.

Departemen Pendidikan Nasional (2008). Tesaurus Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa (E Book)

Dinas pendidikan Provinsi Jawa barat (2008). Daftar Sekolah Umum yang Mengimplementasikan Pendidikan Inklusi di provinsi Jawa Barat. Bandung, kelompok kerja pendidikan Inklusif provinsi Jawa Barat.


(49)

Dorothy M.Aram, Robin Moris. (1992). “The validity of discrepancy Criteria for Identifying Children With Developmental Language Disorder”. Journal of

learning Disabilities, Vol.25 Number.9:549- 554.

Dunkin, Michael J dan Biddle, Bruce,J (1974).The study of teaching. New York, Holt, Rinehert and Winston,Inc

Eysenck M W and Keane Mark T (2005). Cognitive Psychology A Student’s

handbook, New York: Taylon &Francis Inc.

Fenstermacher G.D dan Goodlad J I (1985). Individual Differences and the

Common Curriculum. Illinois: The Univercity of Chicago Press.

Fergussom D.M and L.J. Horwood( 1992). Attention deficit and reading

Achievement. Journal child psychology.Psychiatry.Vol.33,Nu.2.pp.375-385.

Flesch,R., (1974). The Art Readability Writing, New York:Harper &Raw.

Frederickson N and Cline T (2009). Special Educational needs, Inclution and

Diversity. New York: Open University press.

Foreman Phil(Eds) (2001). Integration and Inclution in Action.Victoria Australia, Nelson Thomson learning

Gaddes W.H.(1980). Learning disabilities and Brain function. A Neuropsychological Approach. New York:Springer-Verlag.

Gagne Robert.M, Briggs L.J.(1979). Principles of Instructional Design. New York: Holt, Rinehart and Winston.

Gilliland, J.(1976). Readability London:Horder and Atoughton

Haberman,M.(1991). The Pedagogy Of Poverty Versus Good Teaching. Phi delta Kappan,72,290-294.

Hamalik, O. (2007), Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, PT Remaja Rosdakarya Offset-Bandung.

Hammil D Donald (1990). “On defining learning disabilities An Emerging Consensus.” Journal of learning disabilities. Vol 23, No 2, february

Harjasujana,A,S.,(1997). Tata bahasa dalam membaca:pengaruh panjang kalimat dan kekomplekan kalimat terhadap kecepatan efektif membaca, makalah pada Temu Ilmiah Ilmu-ilmu sastra PPs Unpad di Hotel panghegar, 22 Desember.


(50)

Harris R Karen.(1988). “Learning Disabilities Research: The Needs, the Integrity, and the Challenge”.Journal of learning Disabilities. Vol 21 (5),267-270 Harwell. J.M.(1989). Complete Learning Disabilities Handbook.New York:The

center for applied research in education,Inc.

Howards Melvin (1982). Reading Diagnosis And Instruction An Integrated

Approach. Reston:Northeastern University.

Hergenhahn R.R and Olson Matthew H.(2008). Theories of Learning. St paul: Pearson Education

Hibi, Y. & Matoba.M.(Eds)(2004). Jugyou Kiroku niyoru Jugyou kaikaku no

Proses. Nagoya: Remeisshobou Publisher

Ichimiya Shunichi.(1989). Gendai Shougai Ji Kyouikugaku.Tokyo: Honsha. Inagi, T.& Sato, M.(1996). Jugyou kenkyuu Nyu Mon. Tokyo: Iwanami Shoten

Publisher

Jones Phyllis. (2005). Inclution: Lesson from the children. British Journal of special education. Vol.32, Number 2

Joyce Bruce, Weil Marsha, Calhoun E. (2000). Models of Teaching, Boston:Allyn and Bacon.

Juhanaini (1993). Tadou Gakushu Shougai Kansuru Kenkyu (Penelitian tentang perilaku hiperaktif pada anak kesulitan belajar/learning disabilities). Master Thesis pada Naruto University of Education Naruto Jepang:tidak diterbitkan Jennings J Holt, Caldwell J, Lerner J W. (2006). Reading Problems, Assessment

and teaching strategies, Boston : Pearson Education. Inc.

Kennedy C E. (1981). Methods in Teaching Developmental reading.Illnois:F.E.Peacock Publishers,Inc

Kozulin, Alex.(Eds) (2000). Thought And Language. Lev Vigotsky :The Massachusetts Institute of Technology.

Lang Hellmut R and Evan David N( 2006). Model, Strategies, And Methods For

Effective Teaching. Boston:Pearson Education,Inc.

Laughlin Mc , J Margaret.Access to the general education curriculum:paperwork and procesur or redefining special education.Tersedia:

http://www.casecec.org/pdf/dokumens/access_to_the_general_educatio_cur


(51)

Mercer. Cecil D and Ann R. Mercer.,(1989). Teaching Students with Learning

Problems. Columbus Toronto: Merrill Publishing Company.

Miller, J.P. dan Seller, W. (1985). Curriculum Perspective and Practice. New York: Longman Inc.

Nasution, S. (2006), Asas Asas Kurikulum. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Nurcholis Hanif dan Mafrukhi.(2007).Saya Senang Berbahasa Indonesia.Jakarta: Erlangga

Nuttall Christine (1996). Teaching Reading Skill In a Foreign Language. Great Britain:The Bath Press.

Obrzut J.E dan Hynd G.W (1991). Neuropsychological Foundations of Learning

Disabilities. A handbook of Issues, Methods, and Practice. San Diego,

California: Academic Press,Inc.

Oliva, Peter.E. (1992), Developing the Curriculum. Third edition. New York: Harper Collin publisher.

Polloway E.A, Patton J.R ( 1993 ). Strategies For teaching learners with Special

Needs. New York: Mac Millan Publishing company

Print, Murray. (1993). Curriculum and Design. Second Edition, New Sout Wales Australia: Allen & Unwin.

Robert Burden and Julia Burdett(2005). Factor Associated With Successful

Learning In Pupils With Dyslexia: A Motivation Analysis. British Journal of

special education.Vol 32 Number 2; 100- 103.

Schloss J Patrick, Smith A. Maureen, Scholoss N Cynthia. (1990). Instructional

Methods for Adolesents with Learning and behavior Problem , Boston:

Allyn and bacon

Semiawan, C.R.,(1992). Pengembangan Kurikulum Berdiferensi

Jakarta:Gramedia.

Shulman L.S (2004). The Wisdom Of Practice Essays On Teaching, Learning,

And Learning To Teach, Hoboken, NJ: Jhon Wiley &Sons,Inc.

Siegel S Linda.(1988). “Definitional and Theoretical Issues and Research on

Learning disabilities”. Journal of Learning Disabilities.21,(5),264-266


(52)

Sigehiro Kiyono and Michihara Tanaka.(1995). Shougai Ji no Hatattsu to

gakushu. Tokyo: Korer Publishing.

Sigmon B Scott (1990). Critical Voices on Special Education, New York, State University of New York Press

Smith, R,C( 1991). Learning Disabilities: The Interaction Of Learner, Task And

Setting, Boston:Allyn and Bacon.

Sukmadinata, N. Syaodih. (2006), Prinsip dan Landasan Pengembangan

Kurikulum, bandung: Cetakan ke-8, PT Remaja Rosdakarya Offset.

Sukmadinata N Syaodih S (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:PT Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata, N.Syaodih (2003), Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Dasar:

Konsep, Prinsip dan Instrumen, Bandung:.Kusuma Karya

Sukmadinata, N Syaodih(2005). Pengembangan Kurikulum. Bandung:PT.Remaja Rosda karya

Sukmadinata , N Syaodih.(2005). Landasan psikologi proses pendidikan. Bandung:PT Remaja Rosdakarya

Tanner, Daniel. (1980), Curriculum Development. Secon Edition. New York,: MacMillan Publishing Company.

Tarigan. H.G.,( 1986). Membaca sebagai suatu keterampilan berbahasa, Bandung: Angkasa.

Thomson, J.L(1971). Language disabilities in men of eminen, journal of learning

disabilities;4:39-49.

Tomlison, C.A.(1999). The Differentiated Classroom:Responding To The Needs

Of All Learners.Alexandria, VA: Association for suvervision and

Curriculum development.

Tomlinson, C A and Imbeau B M. (2010). Leading and managing A

Differentiated classroom.Virginia USA. ASCDmemberBook

Stowell Richard(2010). Using to Bloom’s Taxonomy to Create objectives: A Blueprint for Teachers to Develop Hight-level Tinking in Learners .Tersedia: uite101.com/article/blooms-taxonomy-a214424


(1)

DAFTAR PUSTAKA

A-158.(2011,8 Desember). SMPN 5 Tarogong Kidul Sulit Ajarkan Calistung. Pikiran rakyat, halaman 17.

Abdurrahman Mulyono(2003). Pendidikan bagi anak berkesulitan belajar. Jakarta: Rineka Cipta

Al Abrasy, M.A.,(1979).Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta;Bulan Bintang

Ankrum W Julie and Bean M R (2007). Differentiated Reading Instruction What and How. Tersedia: http://www.readingrockets.org/article/203/

Arends R.I. (2007). Learning to Teach. New York: McGraw Hill Companies. Burns S dan Ross (1984). Teaching Reading in today’s elementary school, New

Jersey: Houghton Miffin company.

Chair S Snow (2002). Reading for Understandanding;Toward an R&D Program in Reading Comprehension. Santa Monika CA: Science & Tehnology Policy Institute.

Cecil R R and Lester Mann Eds ( 1987). Encyclopedia of Special Education. New York: John Wiley & Sons

Colles Geral (1987). The learning Mystique. A Critical look at “ Learning Disabilities,New York: Pantheon Books

Corrinne Roth Smith. (1991). The Interaction of Learner, Task and Setting. USA : Allyn and Bacon.

Curtis,C.K., & Shaver,J.P. (1980). Slow Lerners and the study of contemporary problems. Journal Special Education. 44, 302-309.

Departemen Pendidikan Nasional (2008). Tesaurus Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa (E Book)

Dinas pendidikan Provinsi Jawa barat (2008). Daftar Sekolah Umum yang Mengimplementasikan Pendidikan Inklusi di provinsi Jawa Barat. Bandung, kelompok kerja pendidikan Inklusif provinsi Jawa Barat.


(2)

Dorothy M.Aram, Robin Moris. (1992). “The validity of discrepancy Criteria for Identifying Children With Developmental Language Disorder”. Journal of learning Disabilities, Vol.25 Number.9:549- 554.

Dunkin, Michael J dan Biddle, Bruce,J (1974).The study of teaching. New York, Holt, Rinehert and Winston,Inc

Eysenck M W and Keane Mark T (2005). Cognitive Psychology A Student’s handbook, New York: Taylon &Francis Inc.

Fenstermacher G.D dan Goodlad J I (1985). Individual Differences and the Common Curriculum. Illinois: The Univercity of Chicago Press.

Fergussom D.M and L.J. Horwood( 1992). Attention deficit and reading Achievement. Journal child psychology.Psychiatry.Vol.33,Nu.2.pp.375-385. Flesch,R., (1974). The Art Readability Writing, New York:Harper &Raw.

Frederickson N and Cline T (2009). Special Educational needs, Inclution and Diversity. New York: Open University press.

Foreman Phil(Eds) (2001). Integration and Inclution in Action.Victoria Australia, Nelson Thomson learning

Gaddes W.H.(1980). Learning disabilities and Brain function. A Neuropsychological Approach. New York:Springer-Verlag.

Gagne Robert.M, Briggs L.J.(1979). Principles of Instructional Design. New York: Holt, Rinehart and Winston.

Gilliland, J.(1976). Readability London:Horder and Atoughton

Haberman,M.(1991). The Pedagogy Of Poverty Versus Good Teaching. Phi delta Kappan,72,290-294.

Hamalik, O. (2007), Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, PT Remaja Rosdakarya Offset-Bandung.

Hammil D Donald (1990). “On defining learning disabilities An Emerging Consensus.” Journal of learning disabilities. Vol 23, No 2, february

Harjasujana,A,S.,(1997). Tata bahasa dalam membaca:pengaruh panjang kalimat dan kekomplekan kalimat terhadap kecepatan efektif membaca, makalah pada Temu Ilmiah Ilmu-ilmu sastra PPs Unpad di Hotel panghegar, 22 Desember.


(3)

Harris R Karen.(1988). “Learning Disabilities Research: The Needs, the Integrity, and the Challenge”.Journal of learning Disabilities. Vol 21 (5),267-270 Harwell. J.M.(1989). Complete Learning Disabilities Handbook.New York:The

center for applied research in education,Inc.

Howards Melvin (1982). Reading Diagnosis And Instruction An Integrated Approach. Reston:Northeastern University.

Hergenhahn R.R and Olson Matthew H.(2008). Theories of Learning. St paul: Pearson Education

Hibi, Y. & Matoba.M.(Eds)(2004). Jugyou Kiroku niyoru Jugyou kaikaku no Proses. Nagoya: Remeisshobou Publisher

Ichimiya Shunichi.(1989). Gendai Shougai Ji Kyouikugaku.Tokyo: Honsha. Inagi, T.& Sato, M.(1996). Jugyou kenkyuu Nyu Mon. Tokyo: Iwanami Shoten

Publisher

Jones Phyllis. (2005). Inclution: Lesson from the children. British Journal of special education. Vol.32, Number 2

Joyce Bruce, Weil Marsha, Calhoun E. (2000). Models of Teaching, Boston:Allyn and Bacon.

Juhanaini (1993). Tadou Gakushu Shougai Kansuru Kenkyu (Penelitian tentang perilaku hiperaktif pada anak kesulitan belajar/learning disabilities). Master Thesis pada Naruto University of Education Naruto Jepang:tidak diterbitkan Jennings J Holt, Caldwell J, Lerner J W. (2006). Reading Problems, Assessment

and teaching strategies, Boston : Pearson Education. Inc.

Kennedy C E. (1981). Methods in Teaching Developmental reading.Illnois:F.E.Peacock Publishers,Inc

Kozulin, Alex.(Eds) (2000). Thought And Language. Lev Vigotsky :The Massachusetts Institute of Technology.

Lang Hellmut R and Evan David N( 2006). Model, Strategies, And Methods For Effective Teaching. Boston:Pearson Education,Inc.

Laughlin Mc , J Margaret.Access to the general education curriculum:paperwork and procesur or redefining special education.Tersedia:

http://www.casecec.org/pdf/dokumens/access_to_the_general_educatio_cur


(4)

Mercer. Cecil D and Ann R. Mercer.,(1989). Teaching Students with Learning Problems. Columbus Toronto: Merrill Publishing Company.

Miller, J.P. dan Seller, W. (1985). Curriculum Perspective and Practice. New York: Longman Inc.

Nasution, S. (2006), Asas Asas Kurikulum. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Nurcholis Hanif dan Mafrukhi.(2007).Saya Senang Berbahasa Indonesia.Jakarta: Erlangga

Nuttall Christine (1996). Teaching Reading Skill In a Foreign Language. Great Britain:The Bath Press.

Obrzut J.E dan Hynd G.W (1991). Neuropsychological Foundations of Learning Disabilities. A handbook of Issues, Methods, and Practice. San Diego, California: Academic Press,Inc.

Oliva, Peter.E. (1992), Developing the Curriculum. Third edition. New York: Harper Collin publisher.

Polloway E.A, Patton J.R ( 1993 ). Strategies For teaching learners with Special Needs. New York: Mac Millan Publishing company

Print, Murray. (1993). Curriculum and Design. Second Edition, New Sout Wales Australia: Allen & Unwin.

Robert Burden and Julia Burdett(2005). Factor Associated With Successful Learning In Pupils With Dyslexia: A Motivation Analysis. British Journal of special education.Vol 32 Number 2; 100- 103.

Schloss J Patrick, Smith A. Maureen, Scholoss N Cynthia. (1990). Instructional Methods for Adolesents with Learning and behavior Problem , Boston: Allyn and bacon

Semiawan, C.R.,(1992). Pengembangan Kurikulum Berdiferensi Jakarta:Gramedia.

Shulman L.S (2004). The Wisdom Of Practice Essays On Teaching, Learning, And Learning To Teach, Hoboken, NJ: Jhon Wiley &Sons,Inc.

Siegel S Linda.(1988). “Definitional and Theoretical Issues and Research on Learning disabilities”. Journal of Learning Disabilities.21,(5),264-266


(5)

Sigehiro Kiyono and Michihara Tanaka.(1995). Shougai Ji no Hatattsu to gakushu. Tokyo: Korer Publishing.

Sigmon B Scott (1990). Critical Voices on Special Education, New York, State University of New York Press

Smith, R,C( 1991). Learning Disabilities: The Interaction Of Learner, Task And Setting, Boston:Allyn and Bacon.

Sukmadinata, N. Syaodih. (2006), Prinsip dan Landasan Pengembangan Kurikulum, bandung: Cetakan ke-8, PT Remaja Rosdakarya Offset.

Sukmadinata N Syaodih S (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:PT Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata, N.Syaodih (2003), Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Dasar: Konsep, Prinsip dan Instrumen, Bandung:.Kusuma Karya

Sukmadinata, N Syaodih(2005). Pengembangan Kurikulum. Bandung:PT.Remaja Rosda karya

Sukmadinata , N Syaodih.(2005). Landasan psikologi proses pendidikan. Bandung:PT Remaja Rosdakarya

Tanner, Daniel. (1980), Curriculum Development. Secon Edition. New York,: MacMillan Publishing Company.

Tarigan. H.G.,( 1986). Membaca sebagai suatu keterampilan berbahasa, Bandung: Angkasa.

Thomson, J.L(1971). Language disabilities in men of eminen, journal of learning disabilities;4:39-49.

Tomlison, C.A.(1999). The Differentiated Classroom:Responding To The Needs Of All Learners.Alexandria, VA: Association for suvervision and Curriculum development.

Tomlinson, C A and Imbeau B M. (2010). Leading and managing A Differentiated classroom.Virginia USA. ASCDmemberBook

Stowell Richard(2010). Using to Bloom’s Taxonomy to Create objectives: A Blueprint for Teachers to Develop Hight-level Tinking in Learners .Tersedia: uite101.com/article/blooms-taxonomy-a214424


(6)

Tyler, R. W.(1949). Basic Principles of Curriculum and Instruction. Chicago; The Universitay of Chicago Press.

U.S.Departement of Education (2001). No Child Left Behind Act: Executive summary. Retrieved September 1, ,2005, Tersedia: http://www.ed.gov/nclb/overview/intro/execsumm.html

Voltz L. Deborah, Nelson B(2010). Connecting teachers Students and standards strategies for Success in Diverse and Inclusive classrooms. Alexandria USA, ASCD Member Book

Wahjawidodo,M.,dkk.(1985). Panduan Penggunaan kata,kalimat, dan Wacana bagi pengembang kurikulum, Penulis Buku dan Guru Sekolah dasar. Jakarta:Depdikbud Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan. Wasliman Iim (2007). Modul problematika Pendidikan dasar. Bandung

UPI.Sekolah Paska Sarjana, Program Magister Pendidikan Dasar.

Wasnilimzar.(2004). Kemampuan Membaca Pemahaman siswa Kelas V SD Negeri Percobaan Padang. Jurnal Pembelajaran, Volume 27,Nomor 3, Halaman 259-271

Widdowson (1983). Teaching Language As Communication, Oxford:Oxford University Press.

Zais, S. Robert. (1976). Curriculum: Principles and Foundations. Harper & Row Publisher.