IMPLEMENTASI SISTEM PENJAMINAN MUTU PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI DI KABUPATEN BANDUNG : Studi Kasus di SMAN 1 Baleendah, SMAN 1 Margahayu dan SMAN 1 Ciparay.

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……….... i

KATA PENGANTAR ……….. ii

UCAPAN TERIMA KASIH ……….. iv

DAFTAR ISI ... 1 DAFTAR TABEL ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR GAMBAR ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR LAMPIRAN ... Error! Bookmark not defined. BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined.

A. Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined. B. Fokus Penelitian ... Error! Bookmark not defined. C. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1. Tujuan Umum ... Error! Bookmark not defined. 2. Tujuan Khusus... Error! Bookmark not defined. D. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1. Secara Teoritis ... Error! Bookmark not defined. 2. Secara Praktis ... Error! Bookmark not defined. E. Asumsi Penelitian ... Error! Bookmark not defined. F. Sistematika Penulisan ... Error! Bookmark not defined.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... Error! Bookmark not defined.

A. Kajian Pustaka ... Error! Bookmark not defined. 1. Konsep Manajemen ... Error! Bookmark not defined. 2. Konsep Manajemen Mutu ... Error! Bookmark not defined. 3. Konsep Penjaminan Mutu ... Error! Bookmark not defined. 4. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan .. Error! Bookmark not defined. 5. Sistem Penjaminan Mutu pada Tingkat Satuan Pendidikan... Error!

Bookmark not defined.

B. Hasil Penelitian Terdahulu ... Error! Bookmark not defined. C. Kerangka Pikir Penelitian ... Error! Bookmark not defined. D. Premis ... Error! Bookmark not defined.

BAB III METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined.


(2)

1. Lokasi Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 2. Sumber Data ... Error! Bookmark not defined. B. Desain Penelitian ... Error! Bookmark not defined. C. Metode Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1. Metode dan Pendekatan ... Error! Bookmark not defined. 2. Teknik Penggalian Data ... Error! Bookmark not defined. 3. Prosedur Pengelolaan ... Error! Bookmark not defined. D. Definisi Istilah ... Error! Bookmark not defined. E. Instrument Penelitian ... Error! Bookmark not defined. F. Teknik Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not defined. G. Analisis Data... Error! Bookmark not defined. 1. Data Reduction (Reduksi data) ... Error! Bookmark not defined. 2. Data Display (Penyajian Data) ... Error! Bookmark not defined. 3. Conclusion Drawing/Verification ... Error! Bookmark not defined. H. Uji Keabsahan Data ... Error! Bookmark not defined. 1. Uji Kredibilitas ... Error! Bookmark not defined. 2. Pengujian Dependability ... Error! Bookmark not defined. 3. Pengujian Konfirmability ... Error! Bookmark not defined.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANError! Bookmark not defined.

A. Gambaran Umum Sekolah ... Error! Bookmark not defined. 1. Rintisan Sekolah Berstandar Internasional/R-SBI (SMAN 1

Baleendah) ... Error! Bookmark not defined. 2. Sekolah Kategori Mandiri/SKM (SMAN 1 Margahayu) ... Error!

Bookmark not defined.

3. Sekolah Standar (SMAN 1 Ciparay) .... Error! Bookmark not defined. B. Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

1. Dasar Kebijakan dalam Sistem Penjaminan Mutu pada Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Bandung ... Error! Bookmark not defined. 2. Struktur Organisasi Penjaminan Mutu pada Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Bandung ... Error!

Bookmark not defined.

3. Proses Penjaminan Mutu pada Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Bandung ... Error!


(3)

4. Dampak Implementasi Penjaminan Mutu pada Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menegah Atas Negeri di Kabupaten Bandung Error! Bookmark not defined.

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1. Dasar Kebijakan dalam Sistem Penjaminan Mutu

pada Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Bandung ... Error! Bookmark not defined.

2. Struktur Organisasi Penjaminan Mutu pada Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Bandung ... Error!

Bookmark not defined.

3. Proses Penjaminan Mutu pada Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Bandung ... Error!

Bookmark not defined.

4. Dampak Implementasi Penjaminan Mutu pada Satuan Pendidikan Sekolah Menegah Atas Negeri di Kabupaten Bandung ... Error!

Bookmark not defined.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... Error! Bookmark not defined.

A. Kesimpulan ... Error! Bookmark not defined. B. Saran ... Error! Bookmark not defined. 1. Bagi Satuan Pendidikan ... Error! Bookmark not defined. 2. Bagi Tim Penjaminan Mutu ... Error! Bookmark not defined. 3. Bagi Dinas Pendidikan/Pemerintah ... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined. Lampiran-lampiran


(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mutu pendidikan merupakan cerminan dari mutu sebuah bangsa, jika mutu pendidikan bagus, maka bagus pula kualitas peradaban bangsa tersebut. Salah satu yang menjadi indikator masih rendahnya mutu pendidikan adalah kondisi tingkat partisipasi pada masing-masing jenjang yang masih rendah, Kemendiknas pada tahun 2010 telah mengeluarkan data cukup rinci mengenai hal ini. Di tingkat SD, dari total 31,05 juta siswa sekitar 1,7% putus sekolah dan 18,4% lainnya tidak melanjutkan ke SMP. Untuk tingkat pendidikan SMP, dari jumlah 12,69 juta siswa, 1,9% putus sekolah, sementara 30,1% di antaranya tidak dapat melanjutkan ke SMA. Sedangkan pada tingkat SMA, persentasenya lebih tinggi lagi, jumlah siswa putus sekolah mencapai 4,6% dari total 9,11 juta siswa, sementara yang tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi sebanyak 59,8%.

Upaya-upaya pencapaian tujuan pendidikan yang diharapkan telah menjadi bahan wacana dan pemikiran para pakar pendidikan di Indonesia sehubungan dengan masih sangat rendahnya mutu pendidikan tersebut di atas, mutu pendidikan yang diharapkan pada setiap jenjang sekolah, mulai dari Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMA/SMK), sampai dengan Perguruan Tinggi (PT), minimal dapat mencapai tingkat ketercapaian tujuan pendidikan berdasarkan pada standar-standar tertentu.


(5)

2

Kondisi mutu pendidikan sebagaimana disebutkan di atas, apabila dihubungkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdul Manan Akhmad mengenai: “Proyeksi Pergeseran Mutu Sekolah Menengah Umum Tahun 1999/2000 –2003/2004” dengan indikator pengukuran berdasarkan Nilai Ebtanas Murni, menyimpulkan bahwa: Menjelang berakhirnya Repelita VI masih banyak jumlah SMU yang rata-rata NEM-nya tergolong dalam klasifikasi “sangat kurang” dan “kurang”, ini menjadi pertanda masih adanya kesenjangan antara mutu yang hendak dicapai dengan mutu yang dapat dicapai sampai saat ini.

Berbicara mengenai keterpurukan mutu pendidikan di Indonesia dengan berbagai indikatornya, memang tidak akan habis-habisnya. Tetapi yang lebih penting dari pada itu adalah bagaimana cara mengatasinya. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang merata. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, namun sebagian lainnya masih memprihatinkan. Oleh karena itu, peningkatan mutu pendidikan masih merupakan salah satu program utama yang menjadi fokus perhatian Kementerian Pendidikan Nasional dan menjadi pekerjaan rumah Pemerintah. Sesungguhnya sudah cukup banyak yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, khususnya pendidikan tingkat dasar dan menengah.

Salah satu upaya adalah mengimplementasikan desentralisasi pendidikan secara bertahap dan salah satu bentuk implementasi desentralisasi yang berkaitan


(6)

dengan peningkatan mutu adalah adanya budaya peningkatan mutu pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, budaya peningkatan mutu tersebut akan dapat dilaksanakan dengan baik bila sekolah terbiasa melaksanakan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) dalam implementasi manajemen di sekolah. Instrumen utama dalam pelaksanaan SPMP adalah Evaluasi Diri Sekolah (EDS). Dalam implementasinya, EDS akan ditindaklanjuti dengan program Monitoring Sekolah oleh Pemerintah Daerah (MSPD) yang dilaksanakan oleh para Pengawas Pendidikan. MSPD merupakan instrumen utama Evaluasi Diri Kota/Kabupaten (EDK) sebagai dasar penyusunan program peningkatan mutu pendidikan di wilayah tersebut, dengan demikian SPMP yang diimplementasikan dalam kegiatan EDS, akan menjadi komponen utama dalam lingkup implementasi MBS sebagai upaya pembudayaan peningkatan mutu pendidikan di sekolah yang berkelanjutan.

Sebagai Landasan yuridis SPMP telah dijelaskan dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 ayat 21; Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu pendidikan …. dst sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Pasal 35 ayat 1; Standar Nasional pendidikan terdiri standar isi, proses, kompetensi lulusan …. dst., dan Pasal 50 ayat 2; Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu …. dst. Beberapa Model SPM: Model SPM Didasarkan pada: UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Pokja


(7)

4

Penjaminan Mutu 2003; (a) Penetapan Standar Mutu; (b) Pelaksanaan; (c) Evaluasi; (d) Pencapaian dan peningkatan standar; dan (e) Benchmarking.

Kemudian secara detail pembagian tanggung jawab penjaminan mutu tersebut diatur oleh Permendiknas nomor 63 tahun 2009 tentang Sitem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) yang pada pasal 1 diterangkan bahwa SPMP adalah kegiatan sistemik dan terpadu oleh satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah daerah, Pemerintah, dan masyarakat untuk menaikkan tingkat kecerdasan kehidupan bangsa melalui pendidikan. Selanjutnya pada pasal 2 ayat (1) sebagai tujuan dari SPMP adalah tingginya keccerdasan kehidupan manusia dan bangsa sebagaimana yang dicita-citakan oleh pembukaan UUD 45, pasal 2 ayat (2) terbangunnya budaya mutu pendidikan formal, nonformal, dan atau informal.

Namun upaya-upaya pemerintah tersebut masih belum mencapai sasaran khususnya dalam mencapai SPMP sebagai suatu kegiatan yang sistemik terpadu yang dilakukan mulai dari satuan pendidikan itu sendiri. Padahal yang seharusnya Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan memperkenalkan sebuah pergeseran dari paradigma yang bertumpu kepada inspeksi eksternal menuju paradigma yang bertumpu kepada tanggung jawab tiap pemangku kepentingan pendidikan untuk menjamin dan meningkatkan mutu pendidikan termasuk yang paling penting yaitu pada tingkat satuan pendidikan itu sendiri. Penjaminan mutu internal oleh satuan pendidikan adalah pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah: kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas (PP no. 19/2005 pasal 49). Satuan Pendidikan


(8)

mengembangkan visi dan misi dan tujuan yang tertuang dalam rencana strategis satuan pendidikan dan evaluasi kinerja masing-masing (PP no. 19/2005 pasal 65). Satuan Pendidikan wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan untuk memenuhi atau melampaui SNP (PP no.19/2005 pasal 91).

Secara singkat, implementasi SPMP terdiri dari rangkaian proses/tahapan yang secara siklik dimulai dari (1) pengumpulan data, (2) analisis data, (3) pelaporan/pemetaan, (4) penyusunan rekomendasi, dan (5) upaya pelaksanaan rekomendasi dalam bentuk program peningkatan mutu pendidikan. Tahapan-tahapan proses SPMP ini merupakan suatu siklus yang saling terkait dan berlangsung secara sustainable (berkelanjutan) (Short, 2009). Pelaksanaan tahapan-tahapan di atas perlu dilaksanakan secara kolaboratif oleh berbagai stake holders sekolah sesuai dengan amanat MBS (PP No. 19 Tahun 2005).

Dalam hal ini Sekolah perlu membentuk Tim Pengembang Sekolah (TPS) yang terdiri dari berbagai unsur stake holders yaitu, kepala sekolah, pengawas sekolah, perwakilan guru, komite sekolah, orang tua, dan perwakilan lain dari kelompok masyarakat yang memang dipandang layak untuk diikutsertakan karena kepedulian yang tinggi pada sekolah. Dalam melaksanakan SPMP, Pengawas Pendidikan yang bertugas sebagai pembina sekolah juga harus dilibatkan dalam TPS, sebagai wakil dari pemerintah.

SPMP tidak akan dapat terlaksana dengan baik tanpa pelibatan dan pemberdayaan berbagai stake holders sekolah, termasuk wakil pemerintah. Melalui SPMP, sekolah dapat melaksanakan program manajemen yang berbasis data. Pola manajemen ini pada kenyataannya masih belum dilakukan oleh banyak


(9)

6

sekolah sebagai suatu budaya kerja. Data yang valid, secara empirik dan akurat, akan selalu menjadi landasan utama dalam pengambilan keputusan dan penyusunan berbagai rencana peningkatan mutu pendidikan di sekolah/madrasah. Dengan demikian, 5 (lima) rangkaian tahapan SPMP yang berbasis data ini akan menjadi bagian vital dan utama dalam proses Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Implementasi tahapan-tahapan SPMP ini kemudian diharapkan menjadi budaya peningkatan mutu di sekolah/madrasah. Dari berbagai data valid yang dapat dikumpulkan sekolah (data dari hasil akreditasi sekolah, sertifikasi guru, ujian nasional, profil sekolah, dan lain-lain), Evaluasi Diri Sekolah (EDS) merupakan salah satu instrumen implementasi SPMP yang wajib dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan sebagai salah satu program akseleratif dalam peningkatan kualitas pengelolaan dan layanan pendidikan (Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010; Prioritas Nomor 2 adalah Pendidikan).

Sistem Penjaminan Mutu dapat didefinisikan sebagai upaya dalam menumbuhkan budaya mutu, menetapkan dan memiliki standar, melaksanakan standar, mengevaluasi pelaksanaan standar dan meningkatkan standar secara berkelanjutan (Continuous Quality Improvement).

Namun dalam implementasinya khususnya pada tingkat satuan pendidikan paradigma sistem penjaminan mutu tersebut belum banyak dipahami atau diimplemtasikan berbeda-beda baik dalam bentuk organisasi sistem penjaminan mutunya ataupun dari proses penjaminan mutunya. Padahal mutu pendidikan di sekolah diartikan sebagai kemampuan sekolah dalam mengelola operasional dan efisiensi terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga


(10)

menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma/standar yang berlaku. Adapun menurut Engkoswara (1986) melihat mutu/keberhasilan pendidikan dari tiga sisi; yaitu: prestasi, suasana dan ekonomi. Selain hal tersebut mutu pendidikan juga dipandang oleh sebagian masyarakat dari sisi fisik sekolah banyaknya ekstrakurikuler yang ada di sekolah, banyaknya tamatan yang diterima di jenjang sekolah yang lebih tinggi atau yang diterima di dunia usaha. Sehingga pendapat-pendapat tersebut menunjukkan bahwa kekuatan mutu pendidikan secara umum akan ditentukan oleh bagaimana proses penjaminan mutu pada tingkat satuan pendidikan.

Sekolah Menengah Atas Negeri di Lingkungan Kabupaten Bandung berdasarkan pada hasil studi pendahuluan masih banyak yang belum dapat mengimplementasikan sistem penjaminan mutu pendidikan, sebagain lainnya memiliki standar mutu namun tidak memiliki sistem kontrol, dan ada sebagian yang memiliki sistem penjaminan mutu yang sudah berjalan beberapa tahun belakangan ini yaitu sekolah yang berstandar internasional.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas perlu adanya gambaran model atau sistem yang jelas mengenai bentuk organisasi dan pelaksanaan sistem penjaminan mutu pada tingkat satuan pendidikan khususnya pada jenjang SMA sebagai bentuk upaya terpadu dalam peningkatan mutu pendidikan, dengan demikian peneliti tertarik untuk mengidentifikasi mengenai bagaimana “Implementasi

Sistem Penjaminan Mutu pada Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten


(11)

8

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian disusun berfungsi untuk memberikan arahan yang jelas mengenai aspek dan topik-topik penting yang akan diteliti.

Adapun fokus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apa yang menjadi dasar hukum/landasan normatif dalam pelaksanaan penjaminan mutu pada tingkat Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Bandung?

2. Bagaimana Struktur Organisasi Penjaminan Mutu pada Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Bandung?

3. Bagaimana Proses Penjaminan Mutu pada tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Bandung?

4. Bagaimana dampak dari implementasi sistem pejaminan mutu pada tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Bandung?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai Sistem Penjaminan Mutu pada Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Bandung.

2. Tujuan Khusus


(12)

a. Memperoleh gambaran mengenai dasar hukum/landasan kebijakan pelaksanaan penjaminan mutu Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Bandung.

b. Memperoleh gambaran yang jelas mengenai Proses Penjaminan Mutu pada Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Bandung.

c. Memperoleh gambaran yang jelas mengenai bentuk Organisasi Sistem Penjaminan Mutu pada tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Bandung.

d. Memperoleh gambaran yang jelas mengenai dampak dari Implementasi Sistem Penjaminan Mutu pada tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Bandung.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat untuk berbagai pihak baik secara teoritis maupun secara operasional.

1. Secara Teoritis

Secara teoritis penelitian ini dapat memberikan informasi umum tentang Sistem Penjaminan Mutu pada tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Bandung, bentuk organisasi penjaminan mutu dan dampaknya, serta hambatan-hambatan dalam menerapkan penjaminan mutu, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan kajian bagi penelitian selanjutnya.


(13)

10

2. Secara Praktis

1. Bagi Peneliti, diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini akan menambah wawasan dan pengetahuan dalam pengembangan ilmu Administrasi Pendidikan, khususnya dalam bidang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) pada tingkat Satuan Pendidikan.

2. Bagi Sekolah, diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pihak sekolah untuk dapat mengimplementasikan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) pada tingkat satuan pendidikan sebagai upaya terpadu dalam peningkatan mutu pendidikan.

3. Bagi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini menjadi sumber rujukan untuk memberikan dorongan agar Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan pada tingkat Satuan Pendidikan dapat diimplementasikan sebagaimana yang merupakan kewajiban pemerintah dalam sebagai penyelenggara pendidikan pada masing-masing tingkatan dan pada satuan pendidikan itu sendiri.

E. Asumsi Penelitian

Asumsi yang melandasi penelitian ini adalah:

1. Sistem penjaminan mutu dapat dipelajari dari struktur organisasi, tanggung-jawab, prosedur-prosedur, proses-proses dan sumber daya untuk menerapkan manajemen mutu sebagai kebijakan satuan pendidikan dalam rangka perbaikan mutu secara berkelanjutan (ISO 8402-1986 Quality Vocabulary).


(14)

2. Organisasi atau satuan pendidikan yang memiliki komitmen dalam melakukan penjaminan mutu diimplementasikan melalui kebijakan mutu pada tingkat satuan pendidikan.

3. Sistem Penjaminan mutu bukanlah seperangkat peraturan dan ketentuan yang kaku yang harus diikuti, melainkan seperangkat prosedur proses untuk memperbaiki kinerja dan meningkatkan mutu kerja.

4. Dampak dari implementasi penjaminan mutu dapat dilihat melalui prestasi akademik, prestasi non-akademik dan kepuasan pelanggan satuan pendidikan.

F. Sistematika Penulisan 1. Judul

Judul skripsi ini adalah “Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan pada Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Bandung”.

2. Halaman Pengesahan

Skripsi ini telah di setujui dan disahkan oleh Tim Pembimbing: 1) Pembimbing 1: Prof. Dr. Djam’an Satori, M.Pd

NIP. 19500812 197303 1 002 2) Pembimbing II: Dr. Nugraha Suharto, M.Pd

NIP. 19670618 200102 1 001

3) Dan diketahui oleh Bpk. Dr. H. Endang Herawan, M.Pd selaku Ketua Jurusan Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.


(15)

12

3. Pernyataan Tentang Keaslian Karya Ilmiah

Penulis telah menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Skripsi ini merupakan Karya Tulis Ilmiah asli karya penulis yang merupakan hasil pemikiran penulis dengan di bimbingan oleh dosen pembimbing.

4. Kata Pengantar

Berisi kalimat-kalimat pengantar dalam skipsi.

5. Ucapan Terima Kasih

Bentuk apresiasi yang setinggi-tingginya serta ungkapan rasa syukur kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

6. Abstrak

Uraian singkat yang termuat dalam abstrak adalah: judul, hakikat penelitian, tujuan dilakukannya penelitian, metode penelitian yang dipakai dan teknik pengumpulan datanya, serta hasil temuan, kesimpulan dan saran.

7. Daftar Isi

Memuat penyajian sistematika isi skripsi secara rinci agar bisa mempermudah para pembaca mencari judul atau subjudul bagian yang ingin dibaca.

8. Daftar Tabel

Menyajikan tabel secara berurutan mulai dari tabel pertama sampai dengan tabel terakhir yang tercantum dalam skripsi.

9. Daftar Gambar

Menyajikan gambar secara berurutan mulai dari gambar pertama sampai dengan gambar terakhir yang tercantum dalam skripsi.


(16)

10.Daftar Lampiran

Menyajikan lampiran secara berurutan mulai dari lampiran pertama sampai dengan lampiran terakhir yang tercantum dalam skripsi.

11.BAB I Pendahuluan

Berisi uraian tentang pendahuluan skripsi yang memuat: latar balakang penelitian, fokus penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

12.BAB II Kajian Pustaka, Kerangka Pemikiran

Berisi konsep-konsep, teori-teori, hasil penelitian terdahulu yang relevan, yang merupakan landasan penelitian secara teoritik. Serta berisi kerangka fikir peneliti dalam melakukan penelitian.

13.BAB III Metode Penelitian

Berisi penjabaran yang rinci mengenai metode penelitian serta komponen- komponen penelitiannya. Dalam hal ini, penulis menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

14.BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Memuat pengolahan atau analisis data beserta pembahasan dan analisis hasil temuan di lapangan dengan pemaparan data dan pembahasan data.

15.BAB V Kesimpulan dan Rekomendasi

Menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian.

16.Daftar Pustaka

Berisi daftar rujukan/referensi baik berupa buku, artikel, jurnal, dokumen resmi, atau sumber-sumber lain dari internet yang pernah dikutip dan digunakan dalam penulisan skripsi.

17.Lampiran


(17)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lokasi dari penelitian ini adalah satuan pendidikan pada jenjang Sekolah Menengah Atas Negeri, karena lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti akan melakukan penelitian untuk memperoleh data dan fakta berkenaan dengan permasalahan yang akan diteliti sebagaimana tertuang pada fokus penelitian, maka tempat lokasi tersebut harus lebih spesifik, dalam hal ini tempat ataupun wilayah yang akan dijadikan lokasi dalam penelitian ini adalah Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Bandung yang memiliki atau menerapkan sistem penjaminan mutu.

Adapun data SMA Negeri di Kabupaten Bandung secara keseluruhan adalah sebagai berikut.

Tabel 3.1

Data Lokasi Penelitian

No Nama Sekolah Nilai Akreditasi 1 SMA Negeri 1 Baleendah 97,10 2 SMA Negeri 1 Margahayu 95,25 3 SMA Negeri 1 Ciparay 94,09 4 SMA Negeri 1 Dayeuhkolot 94,04 5 SMA Negeri 1 Majalaya 92,20 6 SMA Negeri 1 Cileunyi 91,98 7 SMA Negeri 1 Cicalengka 91,19 8 SMA Negeri 1 Nagreg 90,00 9 SMA Negeri 1 Soreang 89,91 10 SMA Negeri 1 Katapang 89,78 11 SMA Negeri 1 Pangalengan 89,61 12 SMA Negeri 1 Ciwidey 88,98 13 SMA Negeri 1 Bojongsoang 88,11 14 SMA Negeri 1 Rancaekek 88,05 15 SMA Negeri 1 Kertasari 86,40 16 SMA Negeri 1 Banjaran 85,50 17 SMA Negeri 1 Cikancung 85,34 18 SMA Negeri 2 Ciparay 83,14 19 SMA Negeri 1 Margaasih 77,50


(18)

2. Sumber Data

Dalam penelitian penelitian kualitatif tidak mengenal istilah populasi, apalagi sampel, maka populasi atau sampel pada pendekatan kualitatif lebih tepat disebut sumber data pada situasi sosial (Social Situation) tertentu (Djam’an Satori, 2007: 2). Menurut Spradley (dalam Sugiyono, 2011: 297) mengatakan bahwa Social situation atau situasi sosial terdiri atas tiga elemen yaitu: tempat (place), pelaku (actors) dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis.

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik Snowball sampling. Snowball sampling atau bola salju, dikatakan oleh Djam’an Satori: (2007: 6) merupakan teknik pengambilan sampel yang diawali dari jumlah sampel sedikit, satu sampai dua orang, menggelinding menjadi banyak/besar seiring dengan berkembangnya kebutuhan informasi atau data yang diperoleh dalam proses pengambilan data. Dalam penelitian ini, sumber data menggunakan sampel purposif (purposive sample) yang memfokuskan pada informan-informan terpilih yang kaya dengan kasus untuk studi yang bersifat mendalam (Nana Syaodih, 2007: 101).

Adapun yang menjadi sumber data utama dalam penelitian ini adalah Tim Penjaminan Mutu pada tingkat Satuan Pendidikan dengan dibantu keterangan dari Dinas Pendidikan dan Pengawas Sekolah dalam mendapatkan informasi umum sekolah yang memiliki sistem penjaminan mutu pada tingkat satuan pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Bandung yang menerapkan sistem penjaminan mutu. Sekolah Menengah Atas Negeri yang diambil menjadi sumber data adalah SMA Negeri yang mengimplementasikan sistem penjaminan mutu,


(19)

67

baik sekolah yang memiliki sistem penjaminan mutu dan memiliki bukti dokumen ataupun sekolah yang menjalankan penjaminan mutu namun belum dapat menunjukkan dokumen penjaminan mutu itu sendiri secara administratif dan atau sekolah yang memiliki nilai akreditasi tertinggi dari kategori sekolah yang sama.

Pemilihan sumber data dengan kriteria diatas merupakan upaya peneliti untuk dapat memperoleh gambaran dan data yang jelas serta terarah mengenai Sistem Penjaminan Mutu pada tingkat satuan pendidikan sebagai pelaksana utama dalam penjaminan mutu dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Berdasarkan hasil studi pendahuluan atau kegiatan grand tour observation yang dilakukan oleh peneliti kepada masing-masing kepala sekolah dan pengawas SMA Negeri di Kabupaten Bandung, peneliti mendapatkan sekolah yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan yaitu sekolah yang menerapkan sistem pejaminan mutu. Adapun sekolah-sekolah tersebut adalah Sekolah Menengah Atas Negeri yang berstandar di atas SNP yaitu R-SBI, yaitu 1) Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Baleendah, yang beralamat di Jl. Wiranatakusumah No. 56 Baleendah Kabupaten Bandung. Berdasarkan informasi sementara yang didapatkan pada saat grand tour observation, bahwa SMA Negeri 1 Baleendah merupakan sekolah berstandar internasional, 2) Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Margahayu sebagai sekolah model SKM-PBKL-PSB yang menerapkan manajemen mutu namun tidak secara khusus memiliki dokumen penjaminan mutu, 3) Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Ciparay yang termasuk pada kategori standar yang memiliki nilai akreditasi tertinggi di antara 15 sekolah standar lainnya.


(20)

B. Desain Penelitian

Desain penelitian pada penelitian kualitatif dirancang untuk mendapatkan pendalaman pemahaman terhadap situasi sosial tertentu pada sumber data penelitian, hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Nana Syaodih (2007: 99) bahwa “penelitian kualitatif menggunakan desain penelitian studi kasus dalam arti penelitian difokuskan pada satu fenomena saja yang dipilih dan ingin dipahami secara mendalam dengan mengabaikan fenomena-fenomena lainnya”. Berdasarkan pada pendapat di atas tentunya sangat penting untuk menentukan rancangan penelitian sebagai pedoman atau peta dalam melakukan penelitian agar benar-benar dapat terfokus pada fenomena atau situation social yang ingin diteliti, adapun rancangan penelitian itu sendiri menurut Nana Syaodih (2007: 52) mengemukakan bahwa: rancangan penelitian menggambarkan prosedur atau langkah-langkah yang harus ditempuh, waktu penelitian, sumber data dan kondisi apa data dikumpulkan dan dengan cara bagaimana data tersebut dihimpun dan diolah.

Gambar 3.1

Latar belakang: Masih ada sekolah yang belum memiliki kebijakan dan prosedur Penjaminan Mutu

Masih ada sekolah yang belum memahami penjaminan mutu pada tingkat satuan pendidikan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan merupakan sub sistem dari Sistem

Pendidikan Nasional yang memiliki kontribusi penting dalam peningkatan mutu Pendidikan

Dasar Kebijakan Pejaminan Mutu Organisasi Penjaminan Mutu

Proses Penjaminan Mutu

Dampak Sistem Penjaminan Mutu

Temuan Lapangan Kesimpulan Saran Penggalian Data Kajian Teoritis S A T U A N P E N D I D I K A N ANALISIS Kajian Teoritis


(21)

69

Desain Penelitian

Sebagaimana telah disampaikan pada bagian kerangka pemikiran desain penelitian ini dibuat berdasarkan pada fokus kajian yang ingin diteliti oleh peneliti. Dalam hal ini, permasalahan penjaminan mutu pada tingkat satuan pendidikan yaitu sebagaimana digambarkan di atas bahwa satuan pendidikan masih belum memiliki prosedur penjaminan mutu, pedoman mutu, dan organisasi penjaminan mutu, padahal satuan pendidikan merupakan pelaksana dari penjaminan mutu itu sendiri, sehingga hal ini menjadi suatu premis peneliti bahwa hal tersebut dapat berdampak pada mutu pendidikan itu sendiri. Data yang dijadikan ukuran mutu pendidikan padahal tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya akan menjadi bumerang bagi mutu itu sendiri atau malah dapat dikatakan tidak bermutu. Dengan melihat beberapa permasalahan tersebut, kemudian peneliti memformulasikan dan memfokuskan permasalahan tersebut menjadi fokus penelitian itu sendiri. Setelah ditentukan fokus penelitian, peneliti melakukan observasi, wawancara, dan studi dokumentasi di lapangan dengan berdasar pada hasil kajian teoritis dan data grand tour observation sebelumnya. Setelah diperoleh data, maka data diklasifikasikan dan dianalisis dengan membandingkan antara teori dengan empirik. Hasil pengolahan data tersebut dijadikan sebagai temuan penelitian yang selanjutnya dapat ditarik suatu kesimpulan penelitian, hingga bisa menghasilkan rekomendasi bagi pihak-pihak terkait.


(22)

C. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara atau prosedur yang dilakukan secara ilmiah untuk memperoleh data penelitian. Sugiyono (2011: 6) menyebutkan bahwa:

“Metode penelitian pendidikan diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan”.

1. Metode dan Pendekatan

Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan Kualitatif. Menurut Nana Syaodih (2007: 54) Yang dimaksud dengan metode penelitian deskriptif adalah “suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau”. Penelitian ini mengkaji bentuk aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan dan perbedaannya dengan fenomena lain. Sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena apa adanya.

Menurut Bogdan dan Taylor (1992: 21-22) pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasilkan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan dan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat dan atau organisasi tertentu dalam suatu setting konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif dan holistik. Dengan demikian pendekatan kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif


(23)

71

berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati, sehingga dimungkinkan data bersifat objektif dan subjektif serta lebih mendalam.

Pendekatan kualitatif dikatakan oleh Bogdan dan Taylor, 1998 (Djam’an Satori, 2007: 1) adalah “prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati”. Melalui pendekatan ini, diharapkan dapat mengangkat aktualitas, realitas dan persepsi sasaran penelitian tanpa tercemar oleh pengukuran formal atau pertanyaan-pertanyaan yang sebelumnya sudah terbentuk.

Dengan menggunakan metode penelitian deskriptif dan pendekatan kualitatif penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan sistem penjmainan mutu pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Bandung.

2. Teknik Penggalian Data

Beberapa metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yaitu:

Gambar 3.2

Hubungan Instrumen (Peneliti) dan Pengumpulan Data

(Adopsi dari Djam’an Satori, 2007: 13)

Instrumen

Penelitian Data

Metode pengumpulan data 1. Pengamatan 2. Indepth Interview 3. Dokumen & Artifak


(24)

a. Wawancara

Pada penelitian ini salah satu teknik penggalian data yang digunakan adalah wawancara. Menurut Prabowo (1996) wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada seseorang responden, caranya adalah dengan bercakap-cakap secara tatap muka. Menurut Patton (dalam Poerwandari 1998) dalam proses wawancara menggunakan pedoman umum wawancara, interview dilengkapi pedoman wawancara yang sangat umum, serta mencantumkan isu-isu yang harus diliput tampa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tidak terbentuk pertanyaan yang eksplisit.

Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan interviewer mengenai aspek-aspek apa yang harus dibahas, juga menjadi daftar pengecek (check list) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Dengan pedoman demikian interviwer harus memikirkan bagaimana pertanyaan tersebut akan dijabarkan secara kongkrit dalam kalimat tanya, sekaligus menyesuaikan pertanyaan dengan konteks aktual saat wawancara berlangsung (Patton dalam poerwandari, 1998).

Kerlinger (dalam Hasan, 2000) menyebutkan tiga hal yang menjadi kekuatan metode wawancara:

1) Mampu mendeteksi kadar pengertian subjek terhadap pertanyaan yang diajukan. Jika mereka tidak mengerti bisa diantisipasi oleh interviewer dengan memberikan penjelasan.


(25)

73

3) Menjadi satu-satunya hal yang dapat dilakukan disaat tehnik lain sudah tidak dapat dilakukan.

b. Observasi

Disamping wawancara, penelitian ini juga melakukan metode observasi. Menurut Nawawi & Martini (1991) observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistimatik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala dalam objek penelitian.

Dalam penelitian ini observasi dibutuhkan untuk dapat memehami proses terjadinya wawancara dan hasil wawancara dapat dipahami dalam konteksnya. Observasi yang akan dilakukan adalah observasi terhadap subjek, perilaku subjek selama wawancara, interaksi subjek dengan peneliti dan hal-hal yang dianggap relevan sehingga dapat memberikan data tambahan terhadap hasil wawancara.

Menurut Patton (dalam Poerwandari, 1998) tujuan observasi adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas dan makna kejadian di lihat dari perspektif mereka yang terlihat dalam kejadian yang diamati tersebut.

Menurut Patton (dalam Poerwandari, 1998) salah satu hal yang penting, namun sering dilupakan dalam observasi adalah mengamati hal yang tidak terjadi. Dengan demikian Patton menyatakan bahwa hasil observasi menjadi data penting karena:

a) Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks dalam hal yang diteliti akan atau sedang terjadi.


(26)

b) Observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka, berorientasi pada penemuan dari pada pembuktiaan dan mempertahankan pilihan untuk mendekati masalah secara induktif.

c) Observasi memungkinkan peneliti melihat hal-hal yang oleh subjek penelitian sendiri kurang disadari.

d) Observasi memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal yang karena berbagai sebab tidak diungkapkan oleh subjek penelitian secara terbuka dalam wawancara.

e) Observasi memungkinkan peneliti merefleksikan dan bersikap introspektif terhadap penelitian yang dilakukan. Impresi dan perasan pengamatan akan menjadi bagian dari data yang pada giliranya dapat dimanfaatkan untuk memahami fenomena yang diteliti.

c. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data dalam metode penelitian kualitatif dengan menelaah data-data yang berbentuk dokumen baik itu tulisan, foto, rekaman, ataupun video sebagai sumber informasi. Seperti diungkapkan Djam’an Satori, (2007: 90), bahwa dokumen merupakan sumber informasi yang bukan manusia (non human resources), sedangkan studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data.

Nurul Zuriah (2005: 191) mengemukakan teknik dokumenter adalah cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, seperti arsip, termasuk juga buku tentang teori, pendapat, dalil atau hukum dan lain sebagainya yang berhubungan dengan masalah penelitian.


(27)

75

Studi dokumentasi merupakan usaha untuk memperoleh keterangan/ informasi melalui dokumen-dokumen baik yang berbentuk audio (rekaman), audio visual (video), ataupun tulisan-tulisan yang menggambarkan tentang kondisi Sistem Penjaminan Mutu pada tingkat Satuan Pendidikan untuk melengkapi hasil wawancara dan observasi lapangan.

3. Prosedur Pengelolaan

Menurut Marshall dan Rossman (dalam Kabalmay, 2002) dalam menganalisa penelitian kualitatif terdapat beberapa tahapan-tahapan yang perlu dilakukan diantaranya:

a. Mengorganisasikan Data

Peneliti mendapatkan data langsung dari subjek melalui wawancara mendalam (indepth inteviwer), dimana data tersebut direkam dengan tape recoeder dibantu alat tulis lainya. Kemudian dibuatkan transkipnya dengan mengubah hasil wawancara dari bentuk rekaman menjadi bentuk tertulis secara verbatim. Data yang telah didapat dibaca berulang-ulang agar penulis mengerti benar data atau hasil yang telah di dapatkan.

b. Pengelompokan berdasarkan Kategori, Tema dan Pola Jawaban

Pada tahap ini dibutuhkan pengertiaan yang mendalam terhadap data, perhatian yang penuh dan keterbukaan terhadap hal-hal yang muncul di luar apa yang ingin digali. Berdasarkan kerangka teori dan pedoman wawancara, peneliti menyusun sebuah kerangka awal analisis sebagai acuan dan pedoman dalam melakukan coding. Dengan pedoman ini, peneliti kemudian kembali membaca transkip wawancara dan melakukan coding, melakukan pemilihan data yang


(28)

relevan dengan pokok pembicaraan. Data yang relevan diberi kode dan penjelasan singkat, kemudian dikelompokan atau dikategorikan berdasarkan kerangka analisis yang telah dibuat.

Pada penelitian ini, analisis dilakukan terhadap sebuah kasus yang diteliti. Peneliti menganalisis hasil wawancara berdasarkan pemahaman terhadap hal-hal diungkapkan oleh responden. Data yang telah dikelompokan tersebut oleh peneliti dicoba untuk dipahami secara utuh dan ditemukan tema-tema penting serta kata kuncinya. Sehingga peneliti dapat menangkap pengalaman, permasalahan, dan dinamika yang terjadi pada subjek.

c. Menguji Asumsi atau Permasalahan yang ada terhadap Data

Setelah kategori pola data tergambar dengan jelas, peneliti menguji data tersebut terhadap asumsi yang dikembangkan dalam penelitian ini. Pada tahap ini kategori yang telah didapat melalui analisis ditinjau kembali berdasarkan landasan teori yang telah dijabarkan dalam bab II, sehingga dapat dicocokan apakah ada kesamaan antara landasan teoritis dengan hasil yang dicapai. Walaupun penelitian ini tidak memiliki hipotesis tertentu, namun dari landasan teori dapat dibuat asumsi-asumsi mengenai hubungan antara konsep-konsep dan faktor-faktor yang ada.

d. Mencari Alternatif Penjelasan Bagi Data

Setelah kaitan antara kategori dan pola data dengan asumsi terwujud, peneliti masuk ke dalam tahap penejelasan. Dan berdasarkan kesimpulan yang telah didapat dari kaitanya tersebut, penulis merasa perlu mencari suatau alternatif penjelasan lain tentang kesimpulan yang telah didapat. Sebab dalam penelitian


(29)

77

kualitatif memang selalu ada alternatif penjelasan yang lain. Dari hasil analisis, ada kemungkinan terdapat hal-hal yang menyimpang dari asumsi atau tidak terpikir sebelumnya. Pada tahap ini akan dijelaskan dengan alternatif lain melalui referensi atau teori-teori lain, alternatif ini akan sangat berguna pada bagian pembahasan, kesimpulan dan saran.

e. Menulis Hasil Penelitian

Penulisan data subjek yang telah berhasil dikumpulkan merupakan suatu hal yang membantu penulis unntuk memeriksa kembali apakah kesimpulan yang dibuat telah selesai. Dalam penelitian ini, penulisan yang dipakai adalah presentase data yang didapat yaitu, penulisan data-data hasil penelitian berdasarkan wawancara mendalam dan observasi dengan subjek dan significant other. Proses dimulai dari data-data yang diperoleh dari subjek dan significant other, dibaca berulang kali sehinggga penulis mengerti benar permasalahanya, kemudian dianalisis, sehingga didapat gambaran mengenai penghayatan pengalaman dari subjek. Selanjutnya dilakukan interprestasi secara keseluruhan, dimana di dalamnya mencakup keseluruhan kesimpulan dari hasil penelitian.

D. Definisi Istilah

Sistem Penjaminan Mutu (Quality Asssurance) adalah suatu sistem manajemen untuk mengarahkan dan mengendalikan suatu organisasi/institusi dalam penetapan kebijakan, sasaran, rencana dan proses/prosedur mutu serta pencapaiannya secara berkelanjutan (Continous improvement). Dalam jaminan mutu terkandung proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan


(30)

pendidikan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga seluruh stakeholders memperoleh kepuasan.

Satuan Pendidikan adalah pelaksana/penyelenggara program pendidikan pada level sekolah itu sendiri.

Implementasi Sistem Penajmianan Mutu Pendidikan pada tingkat Satuan Pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu menganalisis lebih dalam terkait implementasi Sistem Penjaminan Mutu pada tingkat Satuan Pendidikan/Internal Sekolah mulai dari kebijakan mutu pada tingkat satuan pendidikan berupa prosedur dan/atau pedoman mutu, bentuk organisasi, proses, dan dampaknya terhadap mutu Sekolah itu sendiri di Kabupaten Bandung.

E. Instrument Penelitian

Kualitas hasil penelitian dalam penelitian kualitatif ataupun penelitian kuantitaif dipengaruhi oleh kualitas instrument penelitian dan kualitas pengumpulan data. Dengan demikian instrument penelitian merupakan suatu hal yang paling krusial dalam suatu penelitian. Menurut Djam’an Satori (2007: 9) “instrument penelitian merupakan tumpahan teori dan pengetahuan yang dimiliki si peneliti mengenai fenomena yang diharapkan mampu mengungkap informasi-informasi penting dari fenomena yang diteliti”. Hal ini karena instrument penelitian merupakan acuan yang akan dijadikan sebagai guide line peneliti dalam melakukan penelitian. Semenarik apapun permasalahan yang akan diteliti, jika peneliti tidak mampu mengungkapkan apa yang terjadi dalam fenomena yang akan diteliti maka penelitian itu tidak akan ada artinya.


(31)

79

Adapun instrument dalam penelitian kualitatif diperankan oleh peneliti itu sendiri, hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Nasution dalam Sugiyono (2011: 223) mengatakan bahwa:

“Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrument penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya”

Dengan demikian peneliti sebagai instrument dalam penelitian kualitatif memiliki peran penting dalam penggalian data atau mengumpulkan data, menganalisis data dengan pemahaman yang baik terhadap bidang kajian penelitian tentunya dengan berbagai metode yang dapat memperdalam penggalian data. Hal ini dikemukakan pula oleh Djam’an Satori (2007: 10) bahwa peneliti harus mampu untuk mendapatkan berbagai informasi penting dengan menggunakan pedoman wawancara, pedoman observasi dan pedoman dokumentasi yang dijabarkan dari kisi-kisi penelitian yang telah dibuat sebelumnya sebagai acuan dalam mendapatkan informasi yang dicari, hal demikian atau peneliti oleh Sugiyono disebut sebagai key instrument dalam proses penelitian kualitatif.

Adapun instrumen dalam penelitian ini yang terdiri dari kisi-kisi penelitian, komponen dan indikator penelitian, pedoman wawancara, pedoman observasi dan pedoman studi dokumentasi terdapat pada lampiran penelitian ini.


(32)

F. Teknik Pengumpulan Data

Sugiyono (2011: 224) mengemukakan bahwa teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Peneliti yang tidak mengetahui teknik pengumpulan data, tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.

Adapun beberapa teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan berbagai cara, menurut Sugiyono (2011: 224) teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan berbagai setting, berbagai sumber dan berbagai cara. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan setting diskusi dengan sumber primer atau dengan setting penelahaan terhadap sumber-sumber sekunder atau dokumen, adapun beberapa cara yang digunakan dalam penelitian ini sebagaimana diungkapkan oleh Sugiyono (2011: 225) bahwa cara dalam melakukan pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview (wawancara), dokumentasi dan gabungan ketiganya.

a. Observasi

Menurut Marshall (dalam Sugiyono, 2011: 310) menyatakan bahwa “through observation, the researcher learn about behavior and the meaning attached to those behavior”. Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut. Sedangkan menurut Nana Syaodih (2007: 220) mengatakan bahwa “observasi (observation) atau pengamatan merupakan suatu teknik atau


(33)

81

cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung”.

Teknik observasi yang bisa dilakukan oleh peneliti dalam penggalian data dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dikemukakan oleh Sanafiah Faisal (dalam Sugiyono: 226) yang mengklasifikasikan observasi menjadi observasi berpartisipasi (participant observation), observasi yang secara terang-terangan dan tersamar (overt observation dan covert observation) dan observasi yang tak terstruktur (unstructured observation). Selanjutnya Spradley (dalam Sugiyono: 2011: 226) membagi observasi berpastisipasi menjadi empat, yaitu: passive participation, moderate participation, active participation, dan complete participation. Untuk memudahkan pemahaman tentang bermacam-macam observasi, maka dapat digambarkan seperti gambar berikut:

Gambar 3.3

Macam-macam Teknik Observasi (Sugiyono, 2011: 311)

1) Observasi Partisipatif

Menurut Susan Stainback (dalam Sugiyono, 2011: 311) menyatakan “In participant observation, the researcher observes what people do, listent to what they say, and participates in their activities” dalam observasi partisipatif, peneliti

Macam-macam observasi

Observasi Partisipatif Observasi terus terang dan tersamar

Observasi tak terstruktur

Observasi yang pasif Observasi yang moderat Observasi yang aktif Observasi yang lengkap


(34)

mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka.

Dengan demikian dalam observasi ini, peneliti terlibat dapat langsung dalam kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan atau mengalami apa yang diteliti secara langsung, sehingga secara kualitas dapat lebih dipercaya, hal lain dari sebutan teknik ini adalah melakukan internalisasi. Beberapa jenis observasi partisipatif adalah:

a) Partisipasi pasif (passive participation): means the research is present at the scene of action but does not interact or participate. Jadi dalam hal ini peneliti datang ke tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.

b) Partisipasi moderat (moderate participation): means that the researcher maintains a balance between being insider and being outsider. Dalam observasi ini terdapat keseimbangan antara peneliti menjadi orang dalam dengan orang luar. Peneliti dalam mengumpulkan data ikut obseservasi partisipatif dalam beberapa kegiatan, tetapi tidak semuanya.

c) Partisipasi aktif (active participation): means that the researcher generally does what others in the setting do. Dalam observasi ini peneliti ikut melakukan apa yang dilakukan oleh narasumber, tetapi belum sepenuhnya lengkap.


(35)

83

d) Partisipasi lengkap (complete participation): means researcher is a natural participant. This is the highest level of involvement. Dalam melakukan pengumpulan data, peneliti sudah terlibat sepenuhnya terhadap apa yang dilakukan sumber data. Jadi suasananya sudah natural, peneliti tidak terlihat melakukan penelitian. Hal ini merupakan keterlibatan peneliti yang tertinggi terhadap aktivitas kehidupan yang diteliti.

2) Observasi Terus Terang atau Tersamar

Kemungkinan adanya data yang disamarkan atau mungkin akan dapat dengan mudah didapat akan selalu ada karena penelitian kualitatif harus sampai pada tahap paradigma tersebut, berbeda dengan metode kuantitatif yang mengkuantifikasi angka sekalipun data tersebut tidak mewakili kejujuran dari keadaan sosial sebenarnya. Oleh karena itu observasi dapat dilakukan secara tersamar atau terus terang akan sangat tergantung pada situasi sosial tertentu pada sumber data.

3) Observasi tidak Terstruktur

Metode penelitian tidak terstruktur diperlukan untuk meneliti suatu kondisi yang belum jelas duduk permasalahannya sehingga perlu adanya penjajagan guna mengetahui kondisi sebenarnya secara langsung di lapangan, demikian pula observasi dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan tidak berstruktur, karena fokus penelitian belum jelas. Fokus observasi akan berkembang selama kegiatan observasi berlangsung. Observasi tidak terstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi.


(36)

Menurut Spradley (dalam Sugiyono, 2011: 315) tahapan observasi terdiri dari 1) observasi deskriptif, 2) observasi terfokus, dan 3) observasi terseleksi yang ditunjukan seperti gambar berikut:

1 2 3

TAHAP DESKRIPSI

Memasuki situasi sosial: ada tempat,

actor, dan aktivitas.

TAHAP REDUKSI

Menentukan fokus:

memilih diantara yang telah dideskripsikan

TAHAP SELEKSI

Mengurai fokus:

menjadi komponen yang lebih rinci Gambar 3.4

Tahap Observasi (Sugiyono, 2011: 230)

1) Observasi Deskriptif

Observasi deskriptif sering disebut sebagai grand tour observation, dimana pada tahap ini peneliti belum membawa masalah yang akan diteliti, maka peneliti melakukan penjelajahan umum dan menyeluruh, melakukan deskripsi terhadap semua yang dilihat, didengar dan dirasakan. Semua data direkam, oleh karena itu hasil dari observasi ini disimpulkan dalam keadaan yang belum tertata, bila dilihat dari segi analisis maka peneliti melakukan analisis domain, sehingga mampu mendeskripsikan terhadap semua yang ditemui.

2) Observasi Terfokus

Pada tahap ini peneliti sudah melakukan mini tour observation, yaitu suatu observasi yang telah dipersempit untuk difokuskan pada aspek tertantu. Observasi ini juga dinamakan observasi terfokus, karena pada tahap ini peneliti melakukan analisis taksonomi sehingga dapat menemukan fokus penelitian.


(37)

85

3) Observasi Terseleksi

Menurut Spradley (dalam Sugiyono, 2011: 231) menyebut tahapan ini sebagai mini tour observation, karena pada tahap observasi ini peneliti telah menguraikan fokus yang ditemukan sehingga datanya lebih rinci yaitu dengan melakukan analisis komponensial terhadap fokus, maka pada tahap ini peneliti telah menemukan karakteristik, kontras-kontras/perbedaan dan kesamaan antar kategori, serta menemukan hubungan antara satu kategori dengan kategori yang lain, pada tahap ini diharapkan peneliti telah dapat menemukan pemahaman yang mendalam.

b. Wawancara

Menurut Esterberg (dalam Sugiyono, 2011) mendefinisikan interview sebagai berikut “a meeting of two persons to exchange information and idea through question and responses, resulting in communication and joint construction of meaning about a particular topik”. Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Sedangkan menurut Djam’an Satori (2007: 44) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewer) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.

Dengan wawancara, maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterprestasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi. Oleh


(38)

karenanya observasi harus dilengkapi dengan wawancara, dengan wawancara kita dapat memasuki dunia pikiran dan perasaan responden. Namun demikian, penelitian kualitatif sering menggabungkan teknik observasi partisipatif dengan wawancara mendalam. Esterberg (dalam Sugiyono, 2011: 319) mengemukakan beberapa macam wawancara yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan tidak terstruktur.

1) Wawancara Terstruktur (Structured interview)

Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu, dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan. Isi pertanyaan atau pernyataan bisa mencakup fakta, data, pengetahuan, konsep, pendapat, persepsi atau evaluasi responden berkenaan dengan fokus masalah yang dikaji dalam penelitian. Dengan wawancara terstruktur ini setiap responden diberi pertanyaan yang sama dan pengumpul data mencatatnya. Dengan wawancara terstruktur ini pula, pengumpul data dapat menggunakan beberapa pewawancara sebagai pengumpul data. Supaya setiap pewawancara mempunyai keterampilan yang sama, maka diperlukan training kepada calon pewawancara.

Nana Syaodih, S (2007: 217) mengemukakan bahwa wawancara banyak digunakan dalam penelitian kualitatif, malah dapat dikatakan sebagai teknik pengumpulan data utama. Dalam penelitian kualitatif tidak disusun dan digunakan pedoman wawancara yang sangat rinci. Bagi peneliti yang sudah berpengalaman


(39)

87

pedoman wawancara ini hanya berupa pertanyaan pokok atau pertanyaan inti saja dan jumlahnya pun tidak lebih dari 7 atau 8 pertanyaan. Dalam pelaksanaan wawancara, pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan kondisinya. Pengembangan pertanyaan pokok menjadi pertanyaan lanjutan atau pertanyaan lebih terurai disebut “Probing” atau perluasan dan pendalaman. Bagi peneliti pemula atau para mahasiswa dalam pedoman wawancara, disamping pertanyaan pokok perlu disusun pertanyaan yang lebih terurai atau rinci, walaupun dalam pelaksanaannya bisa saja tidak digunakan atau diganti dengan pertanyaan lain yang jauh lebih terkait langsung dengan kenyataan yang dihadapi.

Dalam melakukan wawancara, selain harus membawa instrument sebagai pedoman untuk wawancara (interview guide), maka pengumpul data juga dapat menggunakan alat bantu berupa tape recorder, gambar, brosur dan material lain yang dapat membantu pelaksanaan wawancara menjadi lancar.

2) Wawancara Semiterstruktur (Semistructure interview)

Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-depth interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan.


(40)

3) Wawancara tidak Berstruktur (Unstructured interview)

Menurut Sugiyono (2011: 320) wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.

Wawancara tidak terstruktur atau terbuka, sering digunakan dalam penelitian pendahuluan atau malahan untuk penelitian yang lebih mendalam tentang subyek yang diteliti. Untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang responden, maka peneliti dapat juga menggunakan wawancara tidak terstruktur.

Dalam wawancara tidak terstruktur, peneliti belum mengetahui secara pasti data apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang diceritakan oleh responden. Berdasarkan analisis terhadap setiap jawaban dari responden tersebut, maka peneliti dapat mengajukan berbagai pertanyaan berikutnya yang lebih terarah pada suatu tujuan.

Lincoln and Guba (dalam Sugiyono, 2011: 322) mengemukakan ada tujuh langkah dalam penggunaan wawancara untuk mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif, yaitu:

1) Menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan

2) Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan

3) Mengawali atau membuka alur wawancara 4) Melangsungkan alur wawancara

5) Mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya 6) Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan

7) Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh.


(41)

89

c. Dokumentasi

Maloeng (dalam Djam’an Satori, 2007: 90) mengatakan bahwa dokumen merupakan sumber informasi yang bukan manusia (non human resources), sedangkan studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data, secara harfiah dokumen dapat diartikan sebagai catatan kejadian yang sudah lampau.

Sugiyono (2011: 329) mengemukakan bahwa dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), keritera, biografi, peraturan dan kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film dan lain-lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Dokumen-dokumen yang dihimpun dipilih yang sesuai dengan tujuan dan fokus masalah.

Hasil penelitian dari observasi atau wawancara, akan lebih kredibel atau dapat dipercaya jika didukung oleh sejarah pribadi kehidupan di masa kecil, di sekolah, di tempat kerja, di masyarakat dan autobiografi. Publish autobiografi provide a readily available source of data for the discerning qualitative research (Bogdan dalam Sugiyono, 2011: 329). Hasil penelitian juga akan semakin kredibel apabila didukung oleh foto-foto atau karya tulis akademik dan seni yang telah ada.


(42)

Tetapi perlu dicermati bahwa tidak semua dokumen memiliki kredibilitas tinggi, sebagai contoh banyak foto-foto yang tidak mencerminkan keadaan aslinya, karena foto dibuat untuk kepentingan tertentu, demikian juga autobiografi yang ditulis untuk dirinya sendiri, sehingga menjadi terlalu subyektif.

d. Triangulasi/gabungan

Sugiyono (2011: 330) mengemukakan bahwa triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data.

Dalam triangulasi, Susan Stainback (dalam Sugiyono, 2011: 330) menyatakan bahwa “the aim is not to determine the truth about some social phenomenon, rather the purpose of triangulation is to increase one’s understanding of what ever is being investigated”. Tujuan dari triangulasi bukan untuk mencari kebenaran tentang beberapa fenomena, tetapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan.

Gambar 3.5

Triangulasi “teknik” Pengumpulan Data (bermacam-macam cara pada sumber yang sama)

(Sugiyono, 2011: 331).

Observasi Partisipatif

Wawancara mendalam

Dokumentasi


(43)

91

Gambar 3.6

Triangulasi “sumber” Pengumpulan Data (satu teknik pengumpulan data pada

bermacam-macam sumber data A, B, C) (Sugiyono, 2011: 331)

Selanjutnya Mathinson (dalam Sugiyono, 2011: 332) mengemukakan bahwa “the value of triangulation lies in providing evidence-whether convergent, inconsistent or contradictory”. Nilai dari teknik pengumpulan data dengan trianggulasi adalah untuk mengetahui data yang diperoleh convergent (meluas), tidak konsisten atau kontrakdiksi. Oleh karena itu dengan menggunakan teknik trianggulasi dalam pengumpulan data, maka data yang diperoleh akan lebih konsisten, tuntas dan pasti. Melalui triangualsi “can build on the strengths of each type of data collection while minimazing the weakness in any single approach” Patton (dalam Sugiyono, 2011: 332). Dengan triangulasi akan lebih meningkatkan kekuatan data, bila dibandingkan dengan satu pendekatan.

G. Analisis Data

Analsisi data dalam penelitian kualitatif dilakukan dari mulai sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan. Sebagaimana diungkapkan Nasution (dalam Sugiyono, 2012: 245) bahwa “analisis telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Analisis data

Wawancara mendalam

A

B


(44)

menjadi pegangan bagi penelitian kemudian yang kedua teori atau “grounded”. Namun dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data. In fact, data analysis in qualitative research is an on going activity that accures thought out the investigate process rather than after process. Dalam kenyataannya, analisis data kualitatif berlangsung selama proses pengumpulan data dari pada setelah selesai pengumpulan data.

Susan Stainback (dalam Sugiyono, 2012: 244) mengemukakan bahwa “data analysis is critical to the qualitative research process. It is to recognition, study, and understanding of interrelationship and concept in your data that hypotheses and assertions can be develoved and evaluated” analisis data merupakan hal yang kritis dalam proses penelitian kualitatif. Analisis digunakan untuk memahami hubungan dan konsep dalam data sehingga hipotesis dapat dikembangkan dan dievaluasi.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif naratif model Miles and Huberman yang meliputi data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.

1. Data Reduction (Reduksi data)

Reduksi data merupakan kegiatan merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan. Semakin lama waktu yang dilakukan peneliti


(45)

93

dilapangan, maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan rumit. Oleh karena itu untuk memudahkan peneliti, maka data harus dicatat secara teliti dan dirinci. Reduksi data dapat dibantu dengan menggunakan komputerisasi dengan memberikan kode pada aspek-aspek tertentu.

Dalam penelitian ini ketika memasuki lingkungan sekolah sebagai tempat penelitian, dalam mereduksi data peneliti memfokuskan data berdasarkan pada fokus penelitian yang telah dibuat sebelumnya. Tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah temuan. Oleh karena itu, yang harus menjadi perhatian penelitian dalam mereduksi data adalah jika menemukan segala sesuatu yang dipandang asing, tidak dikenal, serta belum memiliki pola. Reduksi data merupakan proses berfikir sensistif yang memerlukan kecerdasan, keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi.

2. Data Display (Penyajian Data)

Langkah selanjutnya yang harus dilakukan setelah data direduksi adalah mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif bentuk penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles and Huberman (dalam Sugiyono, 2012: 249) menyatakan “the most frequent from of display for qualitative research data in the past has been narrative text”. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

Dengan mendisplay data maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah difahami tersebut. “looking at display help us to understand what is happening and to do


(46)

some thing-futher analysis or caution on that understanding” Miles and Huberman (dalam Sugiyono 2012: 249). Selain dengan teks yang naratif, display data juga dapat disajikan dalam bentuk grafik, matrik, network (jejaring kerja) dan chart.

3. Conclusion Drawing/Verification

Langkah selanjutnya dalam analisis data kualitatif yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab fokus penelitian yang telah dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena masalah dan fokus penelitian dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti berada dilapangan.

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.

H. Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dalam penelitian sering hanya ditekankan pada uji valididtas dan reliabilitas. Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat


(47)

95

dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Tetapi perlu diketahui bahwa kebenaran reliabilitas data menurut penelitian kualitatif tidak bersifat tunggal, tetapi jamak dan tergantung pada konstruksi manusia, dibentuk dalam diri seorang sebagai hasil proses mental tiap individu dengan berbagai latar belakangnya.

Pengertian reliabilitas dalam penelitian kualitatif adalah suatu realitas itu bersifat majemuk atau ganda, dinamis atau selalu berubah, sehingga tidak ada yang konsisten dan berulang seperti semula. Heraclites dan Nasution (dalam Sugiyono, 2012: 269) menyatakan bahwa “kita tidak bisa dua kali masuk sungai yang sama” air mengalir terus, waktu terus berubah, situasi senantiasa berubah dan demikian pula perilaku manusia yang terlibat dalam situasi social, dengan demikian tidak ada suatu data yang tetap/konsisten/stabil.

Dalam pengujian keabsahan data, metode kualitatif meliputi uji credibility (valididtas internal), transferability (validitas eksternal), dependability (reliabilitas) dan confirmability (obyektivitas).

1. Uji Kredibilitas

Bermacam-macam cara pengujian kredibilitas data antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif dan memberckeck.

a. Perpanjangan Pengamatan

Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui


(48)

maupun yang baru. Perpanjangan pengamatan ini berarti hubungan peneliti dengan narasumber akan semakin terbentuk rapport, semakin akrab (tidak ada jarak lagi), semakin terbuka, saling mempercayai sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi. Bila telah terbentuk raport, maka telah terjadi kewajaran dalam penelitian, dimana kehadiran peneliti tidak lagi mengganggu perilaku yang dipelajari. Rapport is a relationship of mutual trust and emotional affinity between two or more people Susan Stainback (dalam Sugiyono, 2012: 271).

Waktu perpanjangan penelitian ini dilakukan tergantung pada kedalaman, keluasan dan kepastian data. Dalam perpanjangan pengamatan untuk menguji kredibilitas data sebaiknya difokuskan pada pengujian terhadap data yang telah diperoleh, apakah data yang telah diperoleh itu setelah di cek kembali ke lapangan benar atau tidak, berubah atau tidak, bila setelah dicek kembali ke lapangan data sudah benar berarti kredibel, maka waktu perpanjangan pengamatan dapat diakhiri.

b. Meningkatkan Ketekunan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara cermat dan berkesinambungan, dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis. Dengan meningkatkan ketekunan, maka peneliti dapat melakukan pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan itu salah atau tidak. Demikian pula dengan meningkatkan ketekunan, maka peneliti dapat memberikan deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati.


(49)

97

Sebagai bekal peneliti untuk meningkatkan ketekunan adalah dengan cara membaca berbagai referensi buku maupun hasil penelitian atau dokumentasi-dokumentasi yang terkait dengan temuan yang diteliti.

c. Triangulasi

William Wiersma (dalam Sugiyono, 2012: 273) mengatakan bahwa Triangulation is qualitative cross-validation. It assesses the sufficiency of the data according to the convergence of multiple data sources of multiple data collection procedures. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu, dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data dan waktu.

Gambar 3.7

Triangulasi Sumber Data

Gambar 3.8

Triangulasi Teknik Pengumpulan Data

Teman

Bawahan Atasan

Observasi

Dokumen Wawancara


(50)

Gambar 3.9

Triangulasi Waktu Pengumpulan Data 1) Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Data yang diperoleh dari berbagai sumber data dideskripsikan, dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, mana pandangan yang berbeda dan mana spesifik dari tiga sumber data tersebut. Data yang telah dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan kesepakatan (membercheck) dengan sumber data tersebut.

2) Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Bila dengan berbagai teknik pengujian kredibilitas data tersebut mengahsilkan data yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data bersangkutan atau yang lain, untuk memastikan data mana yang dianggap benar, atau mungkin semuanya benar, karena sudut pandangnya berbeda-beda.

Sore

Pagi Siang


(1)

242

B. Saran

Berdasarkan hasil temuan penelitian yang diperoleh, maka peneliti mengajukan beberapa saran terkait hasil penelitian yang telah dilaksanakan, saran tersebut diharapkan dapat menjadi masukan, khususnya bagi Sekolah yang dijadikan tempat penelitian (SMA Negeri 1 Baleendah, SMA Negeri 1 Margahayu dan SMA Negeri 1 Ciparay), Tim Penjaminan Mutu pada tingkat satuan pendidikan, Tim Penjaminan Mutu Pendidikan terkait, penelitian selanjutnya, serta pihak lain yang berkepentingan untuk dapat ditindaklanjuti. Adapun saran-saran tersebut adalah sebagai berikut.

1. Bagi Satuan Pendidikan

a. Upaya-upaya meningkatkan mutu pada tingkat satuan pendidikan yang dilakukan oleh sekolah kategori standar pada hal-hal tertentu dalam penelitian ini terbukti dapat meningkatkan capaian mutu secara optimal, dengan demikian penulis menyarankan upaya-upaya untuk merencanakan penjaminan mutu secara sistematis dan bertahap (By desain dari mulai analisis kebijakan, proses dan pemanfaatan hasil capaian mutu sebelumnya) dengan pendekatan-pendekatan yang selama ini digunakan oleh satuan pendidikan kategori standar tersebut dan tidak harus selalu berstandar internasional.

b. Selanjutnya budaya mutu (Quality Culture) yang dilaksanakan pada sekolah kategori mandiri dengan keunggulannya sebagai sekolah model sudah terbukti dapat meningkatkan capaian mutu sebagaimana dalam penelitian ini dibandingkan dengan kategori sekolah lainnya, namun demikian penulis menyarankan untuk dapat melaksanakan penjaminan mutu secara komprehensif dalam perspektif sistem agar lebih memudahkan sekolah


(2)

Asep Rosidin, 2013

Implementasi Sistem Penjaminan Mutu pada Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Bandung” (Studi Kasus di SMAN 1 Baleendah, SMAN 1 Margahayu dan SMAN 1 Ciparay)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

kategori mandiri dalam memetakan perbaikan mutu secara berkelanjutan, namun tidak harus menggunakan prosedur yang berstandar internasional. c. Selanjutnya pada sekolah kategori R-SBI dengan sistem manajemen mutu ISO

9001: 2008 telah melaksanakan tahapan-tahapan penjaminan mutu sesuai dengan tuntutan sistem manajemen mutu tersebut dan telah mencapai target mutu secara rasional, namun demikian dalam penelitian ini penulis melihat adanya peluang-peluang pada sekolah kategori R-SBI seharusnya dapat meningkatkan capaian mutunya lebih baik lagi dan tidak terlalu disibukan dengan adanya tuntutan administratif dari sistem manajemen mutu itu sendiri sehingga keluar dari esensi penjaminan mutu itu sendiri.

2. Bagi Tim Penjaminan Mutu

Sebagaimana dalam Permendiknas Nomor 63 Tahun 2009 Pasal 91: (1) bahwa Setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan non-formal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan, dengan demikian penulis memberikan saran agar tim penjaminan mutu melaksanakan penjaminan mutu dengan prencanaan secara sistematis (By Desain) dan membangun budaya mutu (Quality Culture) sebagai tugas profesional dan proporsional dalam tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan.

3. Bagi Dinas Pendidikan/Pemerintah

a. Sebagaimana hasil dalam penelitian ini bahwa upaya-upaya untuk meningkatkan mutu yang dilakukan masih tergantung pada tuntutan kategori sekolah masing-masing, sehingga harus ada upaya yang terintegrasi dari pemerintah dalam rangka penjaminan mutu pendidikan agar meningkatkan kinerja pada masing-masing tugas, tanggung jawab dan wewenang lembaga terkait.


(3)

244

b. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah adanya pemerataan fungsi supervisi lembaga penjaminan mutu pada sekolah kategori standar dalam rangka pemenuhan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang kemudian dapat memetakan perbaikan mutu di atas SNP dan membangun budaya mutu (Quality Culture).

Perlu adanya pedoman penjaminan mutu secara terencana dan sistematis untuk tingkat satuan pendidikan sebagai pedoman satuan pendidikan dalam memetakan potensi internalnya untuk dapat meningkatkan target capaian mutu pendidikan yang berkelanjutan.


(4)

Asep Rosidin, 2013

Implementasi Sistem Penjaminan Mutu pada Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Bandung” (Studi Kasus di SMAN 1 Baleendah, SMAN 1 Margahayu dan SMAN 1 Ciparay)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Manan, Akhmad. (1999). Proyeksi Pergeseran Mutu Sekolah Menengah Umum Tahun 1999/2000- 2004/2004, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Tahun ke-5, No. 020, Badan Peneliti dan Pengembangan, Depdiknas, Jakarta.

Ali, Mohamad. (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: IMTIMA. Bernart, UG. (2010). Penalaran dan Premis. [online]. Tersedia:

http://bernart-howtolearn.blogspot.com/. [April 2012].

Daryanto, H.H. (2008). Administrasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Departemen Pendidikan Nasional. (2000). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional (2007). Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (2007). Panduan Persiapan Akreditasi SMP. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan SMP.

Depdiknas. (2007). Panduan Pembinaan Sekolah Standar Nasional. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan SMP.

Depdiknas. (2007). Instrumen Penilaian Program Kerja Rintisan sekolah mandiri di SMA. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah, Direktorat Pembinaan SMA.

Dharma, Surya. (2008). Monitoring Pelaksanaan Standar Nasional Pendidikan dan Akreditasi Sekolah, Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Dwi Murwani, Elika. (2007). Analisis Kebijakan. [online]. Tersedia: Elika (http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.%2082-93%20Analisis%20


(5)

246

Engkoswara dan Komariah, Aan. (2010). Administrasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Edward, Sallis, Gaspersz, V. (2008). Total Quality Management. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hasibuan, S.P Malayu. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia (edisi revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Kistono. (2011). AR EDS/MSPD Sebagai Komponen Utama SPMP dalam Implementasi MBS: Upaya Peningkatan Budaya Mutu Pendidikan di

Tingkat Sekolah. Tersedia online: http:

//dir.groups.yahoo.com/group/klubguruindonesia/message/29558,

[15/6/2011 Jum’at].

Limbong, Bisker. (2012). Efektivitas Implementasi Penjmainan Mutu Pendidikan pada Tingkat Satuan Pendidikan dan Pengaruhnya terhadap Mutu Hasil Pendidikan. Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Marshall and Rossman. (2007). Designing Qualitatitative Research. London: Sage Publication.

Nawawi, H. (1991). Administrasi Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. (2011). Universitas Pendidikan Indonesia Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 63 tahun 2009 Tentang Sistem

Penjaminan Mutu Pendidikan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.

Polla, Hedwig Gerarrdus. (2006). Model Sistem Penjaminan Mutu dan Proses Penerapannya di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Purnama, Nursya’bani. (2006). Manajemen Kualitas Perspektif Global.

Yogyakarta: Ekonisia Fakultas Ekonomi UI

Rohiat. (2008). Manajemen Sekolah (Teori dasar dan praktik dilengkapi degan contoh rencana strategis dan operasional). Bandung: Refika Aditama Sallis, Edward. (2010). Total Quality Management In Education, Manajemen


(6)

Satori, Djam’an. dan Komariah, Aan. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Siagian, P Sondang. (1991). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan (pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R & D). Bandung: Alfabeta

Suharsa Putra, Uhar. (2007). Konsep Penjaminan Mutu. [online]. Tersedia: http://uharsputra.wordpress.com/materi-kuliah/manajemen-mutu/konsep-penjaminan-mutu/. [MEI 2007].

Sukmadinata, Syaodih Nana. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosda.

Tim Dosen administrasi Pendidikan. (2009). Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Tolib, Abdul. (2009). Strategi Implementasi Kebijakan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Berbasis Sekolah dengan Pendekatan Manajemen Mutu Terpadu. Bandung: PENERBIT DEWA Ruchi.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Usman, Husain. (2008). MANAJEMEN, Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Wibowo. (2007). Manajemen Perubahan. Jakarta: Divisi Buku Perguruan Tinggi PT Raja Grafindo Persada.

Willborn, Walter. 1994. Global Management of Quality Assurance Sistems. Singapore: Mc Graw Hill.

Winardi. (1990). Asas-asas Manajemen.Bandung. Mandar Maju.

Zazin, Nur. (2011). Gerakan menata Mutu Pendidikan, Teori dan Aplikasi. Jakarta: Ar- Ruzz Media.

______ (2006). Panduan Pelaksanaan Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPM-PT), Bidang Akadamik, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.